PEMIKIRAN HASAN AL-BANNA TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK DALAM METODE PENDIDIKAN AKHLAK - Test Repository

  PEMIKIRAN HASAN AL-BANNA TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK DALAM METODE PENDIDIKAN AHKLAK S K R I P S I

  Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

  Disusun oleh MASRUL HAKIM 111 11 015 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2017

  ِّ لَع ِّ وَاِّاوُم ِّ مُكَِّدَلا ِّ َِّزِِّ يَْغِِّنَمَزِلَِّن وُ قِّوُل َمَِّ مُهَّ نِِّاِف ِّ مُكِنَم

  

“Didiklah anak-anak kamu, sesungguhnya mereka diciptakan untuk menghadapi zaman

yang berbeda dengan zaman kamu ini

(H.R. Bukhari)

  

Jika kau ingin, kau harus menginginkannya

Jika kau menginginkannya, itu akan menjadi milikmu

  

PERSEMBAHAN

  Skripsi ini penulis persembahkan kepada pihak-pihak yang penulis anggap mempunyai peran penting dalam hidup-Ku

  1. Terima kasih kepada kedua orang tua, yaitu Almarhum Bapak Ali Mahsun dan Ibu Isrodah yang senantiasa tulus memberikan dukungan dan doa restunya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan di IAIN Salatiga.

  2. Kedua saudaraku, Nur Hidayah dan Ida Royani yang selalu menjadi penyemangat selama penyusunan skripsi ini.

  3. Kepada Bapak Drs. Abdul Syukur, M.Si yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama penyusunan skripsi.

  4. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, terimakasih banyak atas bantuannya.

KATA PENGANTAR

  اِّنحمرلاِّللهاِّمسب ميحرل

  Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan taufiqnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat serta salam kami haturkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya ke jalan kebenaran dan keadilan.

  Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi syarata guna untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan. Adapun jugul skripsi ini adalah “PEMIKIRAN HASAN AL-BANNA TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK DALAM METODE PENDIDIKAN AHKLAK ”.

  Penulisan skripsi ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun meteriil. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

  1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga

  2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga.

  3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag . selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga

  4. Bapak Drs. Abdul Syukur, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah berkenan secara ikhlas dan sabar meluangakan waktu serta mencurahkan pikiran dan tenaganya memberi bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna sejak awal proses penyusunan dan penulisan hingga terselesaikannya skripsi ini.

  Hakim, Masrul. 2017. Pemikiran Hasan Al-Banna tentang Pendidikan Akhlak dalam metode

  pendidikan akhlak . Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan

  Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing : Drs. Abdul Syukur, M.Si.

  Kata Kunci: Pemikiran Hasan Al-Banna, Pendidikan Akhlak.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemikiran Hasan Al-Banna tentang pendidikan akhlak metode pendidikan akhlak. Fokus masalah dalam penelitian ini adalah : 1) Bagaimana pemikiran Hasan Al-

  Banna tentang pendidikan akhlak? 2) Bagaimana metode pendidikan akhlak menurut pemikiran Hasan Al-Banna? Mengingat kajiannya merupakan penelitian literarur/studi pustaka (library research) maka metode yang digunakan adalah analisis isi dari buku tersebut (content analisis).

  Hasil penelitian ini menyimpulkan pemikiran Hasan Al-Banna mengenai konsep pendidikan akhlak yakni terbentuknya pribadi Islami (pendidikan yang mampu membentuk pribadi/kepribadian muslim yang saleh secara individual/ahli ibadah maupun sosial), seperti pribadi yang berakhlak kepada Allah, pribadi yang berakhlak kepada diri sendiri, pribadi yang berakhlak terhadap sesama Kriteria tersebut mengupayakan seorang muslim untuk hidup dengan segenap eksisitensi yang dimiliki yang berupa akal dan hati, maupun rohani dan jasmani. Selain itu, dalam konsep akhlak Al-Banna mengedepankan sikap toleransi dalam menyikapi berbagai khilafiyah untuk menjaga persatuan umat Islam.

  Metode yang digunakan Al-Banna dalam membentuk pribadi yang berakhlak Islami dalam risalah ta’alim, dengan pemahaman akan pokok akhlak yang diperoleh dengan memahami Al-

  Qur’an dan Al-Hadits, Sirah Nabawiyah dan Sirah Salafus Salih. Selanjutnya yaitu pembiasaan dalam kehidupan sehari memperbaiki kualitas shalat memperbarui taubat dan istighfar serta muraqabatullah; setelah itu terlaksana maka yang harus dilakukan selanjutnya adalah refleksi perilaku (muhasabah), senantiasa memperbaiki diri karena mengetahui kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat.

  HALAMAN JUDUL ................................................................................ i HALAMAN BERLOGO .......................................................................... ii HALAMAN DEKLARASI ...................................................................... iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................................ iv HALAMAN NOTA PEMBIMBING ....................................................... v HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. vi MOTTO .................................................................................................... vii PERSEMBAHAN ..................................................................................... viii KATA PENGANTAR .............................................................................. ix ABSTRAK ................................................................................................ x DAFTAR ISI ............................................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xiv

  BAB I PENDAHULUAN A.

  1 Latar Belakang Masalah ...............................................

  B.

  5 Rumusan Masalah .........................................................

  C.

  5 Tujuan Penelitian ..........................................................

  D.

  6 Manfaat Penelitian ........................................................

  E.

  7 Kajian Pustaka ..............................................................

  F.

  9 Penegasasan Istilah .......................................................

  G.

  12 Metode Penelitian .........................................................

  H.

  15 Sistematika Penulisan ...................................................

  A.

  16 Riwayat Hidup ..............................................................

  B.

  19 Kondisi Sosial ...............................................................

  C.

  23 Latar Belakang Pendidikan ...........................................

  D.

  Hubungan Sosial Politik dan Pemikiran Hasan E.

  26 Al-Banna .......................................................................

  F.

  27 Karya-Karya .................................................................

  BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN HASAN AL-BANNA TENTANG KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK A.

  31 Risalah Ta‟alim ............................................................

  1.

  31 Pendahuluan ...........................................................

  2.

  32 Isi ............................................................................

  3.

  43 Penutup ...................................................................

  B.

  44 Pendidikan Akhlak dalam Risalah Ta‟alim ..................

  1.

  44 Tujuan .....................................................................

  2.

  46 Materi ......................................................................

  3.

  51 Metode ....................................................................

  BAB IV PEMBAHASAN A.

  53 Analisis Pemikiran Hasan Al-Banna ............................

  1.

  53 Analisis Tujuan Pendidikan ....................................

  2.

  59 Analisis Materi Pendidikan Akhlak ........................

  3.

  80 Analisis Metode Pembentukan Akhlak ..................

  B. pemikiran hasan al-banna tentang metode Implikasi pendidikan akhlak .........................................................

  91 BAB V PENUTUP A.

  101 Kesimpulan ...................................................................

  B.

  102

  Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2 Surat Pembimbingan Lampiran 3 Lembar Konsultasi Skripsi Lampiran 4 Daftar SKK

  

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Akhlak merupakan hal yang sangat penting dalam pendidikan.

  Terbentuknya akhlak yang mulia merupakan tujuan pendidikan Islam dari dimensi moral. Gejala kemerosotan moral dewasa ini sudah benar-benar menghawatirkan. Kejujuran, kebenaran, keadilan, tolong menolong dan kasih sayang sudah tertutup oleh penyelewengan, penipuan, penindasan, saling menjegal dan saling merugikan. Usaha-usaha pembinaan akhlak melalui berbagai lembaga pendidikan dan melalui berbagai macam metode terus dikembangkan.

  Pembinaan akhlak semakin terasa diperlukan terutama pada saat di mana semakin banyak tantangan dan godaan sebagai dampak dari kemajuan di bidang iptek. Saat ini misalnya orang akan dengan mudah berkomunikasi dengan apapun yang ada di dunia ini, yang baik atau yang buruk, karena ada alat telekomunikasi. Peristiwa baik atau buruk dengan mudah dapat dilihat melalui televisi, internet, film, buku-buku, tempat-tempat hiburan yang menyuguhkan adegan maksiat, demikian pula produk obat-obat terlarang, minuman keras dan pola hidup materialistik dan hedonistik semakin menggejala, semua ini jelas membutuhkan pembinaan akhlak.

  Berdasarkan kejadian-kejadian yang terjadi diakhir-akhir ini, merupakan awal dari kemunduran yang dialami umat Islam, dimana makin menunjukkan eksistensinya sebagai pusat peradaban. Maka peneliti mendasarkan pada pemikiran dari Hasan Al-Banna untuk dijadikan tolak ukur dalam memperbaiki akhlak yakni ide arabisme (Islam tidak pernah bangkit tanpa bersatunya bangsa Arab, memperjuangkan Islam melalui sebuah tradisi penegakan Islam yakni keluarga (al-usrah) menekankan pada aspek penegakan syari'at Islam yang penuh dengan keyakinan dan keikhlasan dalam batasan tertentu. Selain itu, dalam bidang pendidikan mementingkan aspek akal dan rohani sekaligus, dilandasi oleh Al-Qur'an dan Hadist serta memiliki corak keislaman yang jelas.

  Ini menunjukkan bahwa akhlak memang perlu dibina dan pembinaan ini ternyata membawa hasil berupa terbentuknya pribadi-pribadi muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah dan rasul-Nya. Sebagaimana yang dijelaskan bahwa pendidikan Islam bertujuan untuk pembentukan akhlak dan budi pekerti yang sanggup menghasilkan orang orang yang bermoral, jiwa yang bersih, cita-cita yang benar dan akhlak yang tinggi, tahu arti kewajiban dan pelaksanaannya, menghormati hak-hak manusia, membedakan baik dengan buruk, menghindari suatu perbedaan yang tercela dan mengingat Tuhan dalam setiap pekerjaan yang mereka lakukan (Al-Abrasyi, 1991:103). M. Arifin (2003:7), menyatakan tujuan pendidikan Islam ialah menanamkan taqwa dan akhlak serta menegakkan kebenaran dalam rangka membentuk manusia berpribadi dan berbudi luhur menurut ajaran Islam. Sedangkan M. Chabib Thoha (1996:99), mengemukakan tujuan pendidikan Islam untuk mencapai tujuan hidup muslim, yakni menumbuhkan kesadaran manusia sebagai makhluk Allah agar manusia tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berakhlak mulia dan beribadah kepada-Nya.

  Fenomena di atas menggambarkan betapa pembinaan akhlak membutuhkan usaha dan penanganan yang sungguh-sungguh, yang ditujukan untuk mengembangkan potensi rohaniah dalam diri manusia. Oleh karena itu, sangat penting untuk memformat pembelajaran akhlak yang dimulai dari perencanaan, palaksanaan, pengawasan dan evaluasi yang efektif, sistemik, integratif dan komprehensif. Pembentukan akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah hasil usaha pembinaan, bukan terjadi dengan sendirinya. Potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia, termasuk di dalamnya akal, nafsu, amarah, fitrah, kata hati, nurani dan situasi dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat. Adu domba dan fitnah, menjilat, menipu, mengambil hak orang lain sesuka hati dan perbuatan- perbuatan maksiat lainnya. Kemerosotan moral yang demikian itu lebih mengkhawatirkan lagi, karena bukan hanya menimpa kalangan orang dewasa dalam berbagai jabatan, kedudukan dan profesinya, melainkan juga telah menimpa kepada para pelajar tunas-tunas muda yang diharapkan dapat melanjutkan perjuangan membela kebenaran, keadilan dan perdamaian masa depan (Nata, 2003:189).

  Terkait dengan masalah tersebut, Hasan Al-Banna seorang tokoh pembaharu atau modernis dunia Islam, tidak hanya dikenal sebagai tokoh pembaharu dalam bidang pendidikan, tetapi juga dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan kemasyarakatan (Susanto, 2010:61). Ia juga memberikan perhatian terhadap akhlak. Hal tersebut terlihat pada pandangan Hasan Al- Banna tentang betapa pentingnya posisi akhlak. Menurutnya akhlak merupakan salah satu hal yang harus dimiliki oleh bangsa yang tengah bangkit, sebagaimana yang ia tulis dalam Risalah Nahw al-Nur, Umat yang tengah bangkit paling membutuhkan akhlak yang mulia, jiwa yang besar dan cita- cita yang tinggi. Hal ini karena umat tersebut akan menghadapi berbagai tuntutan dari sebuah masyarakat baru. Suatu tuntutan yang tidak akan dipenuhi kecuali dengan kesempurnaan akhlak dan ketulusan jiwa yang lahir dari iman yang menghunjam dalam dada dan komitmen yang menancap kuat dalam hati, pengorbanan yang besar, dan mental yang tahan uji. Hanya Islamlah yang mampu mencetak kepribadian yang serupa itu, dan ia pula yang menjadikan kebersihan dan kesucian jiwa sebagai pondasi bagi bangunan dan kejayaan umat (Al-Banna, 2012:107-108).

  Pada kesempatan yang lain Hasan Al-Banna juga mengatakan, “Berakhlaklah dengan segala keutamaan dan berpegang teguhlah dengan kebenaran. Jadilah kalian orang-orang yang kuat dengan akhlak, orang-orang yang punya izzah dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepada kalian berupa keimanan orang-orang mukmin dan kemuliaan orang-orang yang takwa lagi shalih” (Al-Banna, 2012:213). Sebagaimana dalam firman Allah SWT, QS. Al-Syams ayat 9-10 yang berbunyi:

           

  Artinya: 9. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, 10. dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.

  Hasan Al-Banna telah menetapkan beberapa tujuan yang harus diperjuangkan oleh setiap muslim, selain menjelaskan kandungan-kandungan dan tujuan-tujuan yang disusun secara serampangan, melainkan tujuan yang ditetapkan melalui studi yang mandalam atas nash-nash syari

  ‟at yang telah

  ada. Generasi muda adalah sebagai penerus bangsa, apabila penerus bangsa memiliki jiwa yang berakhlak mulia tentu saja negara akan maju dan rakyat akan hidup tentram, tetapi sebaliknya apabila penerus bangsa ini memiliki dan kemunduran. Oleh sebab itu mempersiapkan generasi muda yang berakhlak mulia adalah sangat penting didalam dunia pendidikan (Sholikhun, 2008: 3). Sehingga, diharapkan akan muncul generasi-generasi Islam yang dapat menuruti kemauan-kemauan imperalis, pemalas dan senang hidup mewah/berfoya-foya dan selalu mementingkan kepentingan pribadi dengan segala cara mengesampingkan urusan bangsa.

  Mendasarkan pada paparan diatas dalam skripsi ini peneliti ingin mengkaji Pemikiran Hasan Al-Banna tentang Pendidikan Akhlak dalam metode pendidikan ahlak.

B. Fokus Masalah

  Rumusan masalah dalam penelitian ini secara umum pemikiran Hasan Al-Banna tentang urgensi pendidikan akhlak dalam membangun moral bangsa. Rumusan masalah dapat diperinci, sebagai berikut:

1. Bagaimana pemikiran Hasan Al-Banna tentang pendidikan akhlak? 2.

  Bagaimana metode pendidikan akhlak menurut pemikiran Hasan Al- Banna? C.

   Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan penelitian, sebagai berikut: 1.

  Untuk mengetahui pemikiran Hasan Al-Banna tentang pendidikan akhlak

  2. Metode pendidikan akhlak menurut pemikiran Hasan Untuk mengetahui

  Al-Banna?

D. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik teoritis maupun praktis, antara lain:

  1. Manfaat teoritis a.

  Pengamat pendidikan akhlak sebagai masukan yang berguna, menambah wawasan dan pengetahuan mereka tentang keterkaitan pemikiran Hasan Al-Banna mengenai Metode pendidikan akhlak.

  b.

  Penelitian ini ada relevansinya dengan Ilmu Agama Islam khususnya Program Studi Pendidikan Agama Islam, sehingga hasil pembahasannya berguna menambah literatur tentang nilai-nilai pendidikan akhlak.

  c.

  Penelitian ini semoga dapat memberikan konstribusi positif bagi para akademisi khususnya penulis untuk mengetahui lebih lanjut tentang keterkaitan pemikiran Hasan Al-Banna mengenai pendidikan akhlak.

  2. Manfaat praktis a.

  Diharapkan skripsi ini dijadikan bahan acuan bagi remaja muslim agar mempunyai akhlaqul karimah dan karakter yang baik.

  b.

  Penelitian ini nantinya dapat menjadi bahan pertimbangan untuk membina dan mengetahui perkembangan pendidikan akhlak.

E. Kajian Pustaka

  Berdasarkan penelusuran terhadap hasil-hasil penelitian khususnya skripsi, penulis menemukan beberapa skripsi yang berhubungan dengan penelitian ini, diantaranya: 1.

  Skripsi yang dibahas oleh saudari Dwi Ari Setyani, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Walisongo Semarang tahun 2004, yang berjudul “Aspek-aspek Pendidikan Kepribadian Menurut Hasan Al-Banna”.

  Skripsi ini membahas tentang aspek-aspek pendidikan kepribadian menurut Imam Hasan Al-Banna, yang meliputi aspek aqidah, intelektual, moral, sosial serta fisik. Kelima aspek tersebut dalam prosesnya harus berdasarkan pada dasar Islam yang benar, yaitu berdasar pada Al-Qur

  ’an dan As-Sunnah. Sistem pendidikan yang dibangun Al-Banna berdasar atas pendekatan pemahaman hakikat manusia sebagai pribadi yang holistik, yang meliputi aspek fikriyah, ruhaniyah dan jasmaniyah. Sebagai konsekuensi logisnya, maka pada tataran aplikasinya pendidikan diarahkan kepada pembentukan aspek-aspek tersebut secara seimbang dan integral.

2. Skripsi yang dibahas oleh saudari Isniyatun, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

  Keguruan IAIN Walisongo Semarang tahun 2014, yang berjudul

  “Konsep Pendidikan Menurut Hasan Al-Banna dalam Risalah Ta ‟alim”. Skripsi ini

  membahas tentang konsep pendidikan Akhlak menurut Hasan Al-Banna bahwa seorang yang berakhlak Islami menurutnya harus memiliki sepuluh kriteria yakni qawwiy al jism (kuat fisiknya), matin al khuluq (kokohnya akhlak), mutsaqqaf al fikr (luas wawasan), qadir ala al kasbi

  (mampu mencari penghidupan), salim al aqidah (benar akidahnya), shahih (benar ibadahnya), mujahid li nafsih (mujahadah terhadap diri

  al ibadah

  sendiri), harish ala alwaqtih (perhatian terhadap waktu), munadhdhom fi

  syuunih (teratur urusannya), nafi ‟ li ghoirih (bermanfaat bagi orang lain).

  Konsep tersebut merupakan perwujudan seorang muslim yang shalih individual maupun sosial yakni meliputi keshalihan terhadap Allah, keshalihan terhadap diri sendiri dan kesalahan terhadap sesama. Dalam pembentukan pribadi yang berakhlak Islami Al-Banna menggunakan empat metode yakni pertama metode pemahaman dengan memahami pokok-pokok akhlak yang terdapat dalam Al-Qur

  ’an, al hadits, sirah Nabi maupun sirah salafu shalih. Kedua metode pembiasaan, akhlaka Islami dibiasakan dengan hal-hal terpuji berupa memiliki wirid harian membaca Al Qur

  ’an sehari mimimal satu juz, membiasakan diri dalam keadaan berwudhu ’, memperbaiki kualitas shalat dan membiasakan berjamaah di Masjid, memperbarui taubat dan istighfar, dan dengan muraqabatullah.

  Ketiga metode fungsional, dalam hal ini Al-Banna mengarahkan seorang muslim agar senantiasa bermujahadah dalam menahan hawa nafsu.

  Keempat refleksi perilaku, dilaksanakan dengan merutinkan bermuhasabah yang mengupayakan seorang muslim memperbaiki diri karena mengetahui kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat. Dalam konsep akhlaknya Hasan Al-Banna mengedepankan sikap toleran yang mengarah pada persatuan umat Islam.

  Berdasarkan beberapa skripsi diatas, belum ada sumber tulisan yang secara khusus meneliti tentang pemikiran Hasan Al-Banna tentang pendidikan dalam metode pendidikan akhlak. Penelitian-penelitian tersebut diatas berfokus pada aspek-aspek pendidikan kepribadian dan konsep pendidikan Akhlak menurut Hasan Al-Banna mengenai seorang yang berakhlak Islami harus memiliki sepuluh kriteria.

  Fokus penulis disini adalah pemikiran Hasal Al-Banna tentang pendidikan akhlak. Jadi penulis setuju dengan konsep pemikiran Hasan Al- Banna jika diterapkan di jaman sekarang sehingga penelitian ini bersifat melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk melengkapi data tentang pendidikan akhlak.

F. Penegasan Istilah

  Untuk mempermudah pemahaman dan penelitian serta menghindari kesalahpahaman terhadap judul skripsi ini, maka terlebih dahulu penyusun akan mengemukakan batasan dari istilah-istilah serta maksud yang terkandung dalam judul. Adapun istilah-istilah yang menurut penyusun perlu penjelasan, sebagai berikut :

  1. Pemikiran Hasan Al-Banna Yang dimaksud pemikiran Hasan Al-Banna adalah bagaimana mengembangkan hasil temuan yang memiliki kontribusi yang signifikan bagi pembangunan masyarakat dan pembangunan iptek, bagaimana mengembangkan model-model pendidikan yang lebih kreatif dan inovatif dengan tetap komitmen terhadap dimensi fondasionalnya, bagaimana menggali masalah-masalah operasional dan aktual pendidikan Islam untuk dibidik dari dimensi fondasional dan strukturalnya serta bagaimana mengembangkan pemikiran pendidikan Islam sebagaimana tertuang dan terkandung dalam literatur-literatur pendidikan Islam.

  2. Pendidikan Akhlak Pendidikan secara umum dapat diartikan sebagai suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar anak didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak dan budi mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Sedangkan secara husus pendidikan itu adalah suatu proses yang disadari untuk mengembangkan potensi individu sehingga memiliki kecerdasan spiritual, emosional serta Intelegtual dan berketerampilan untuk siap hidup di tengah-tengah masyarakat (Riyanto dan Handoko, 2004:40).

  Pendidikan/ mendidik adalah memberi tuntunan kepada manusia yang belum dewasa untuk menyiapkan agar dapat memenuhi sendiri tugas hidupnya atau denagn secara singkat: pendidikan adalah tuntunan kepada pertumbuhan manusia mulai lahir sampai tercapainya kedewasaan, dalam arti jasmaniah dan rokhaniah. ( Ekosusilo, 1990: 14).

  Kamus Umum Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan kepribadiannya melalui upaya pengajaran dan latihan. Akhlak secara bahasa artinya tabiat, perangai, adat istiadat, sedangkan secara istilah akhlak adalah hal-hal berkaitan dengan sikap, perilaku, dan sifat manusia dalam berinteraksi dengan dirinya, dengan makhluk lain dan dengan Tuhannya (Depag RI, 1983:104).

  Sedangkan menurut Imam al-Ghazali, Akhlak adalah suatu sifat yang mendalam/berakar/menyatu benar dalam jiwa/hati yang menimbulkan perbuatan dengan mudah tampa difikirkan dan dipertimbangkan terlebih dahulu (Saputra, 2005:52).

  Ahlak erat kaitannya dengan perbuatan. Bila seseorang melakukan perbuatan baik maka perbuatan tersebut di katakan mulia. Sebaliknya bila seseorang melakukan perbuatan buruk maka perbuatan tersebut di katakan aklak yang buruk

  Akhlak adalah suatu sistem nilai yang mengatur tindakan dan pola pikir sikap manusia di muka bumi. Adapun sistem nilai terbut antara lain adalah ajran islam, dengan al-q ur’an dan sunnah rosul sebagai sumber nilainya, dan ijtihat sebagai metode berfikir islami. Adapun tindakan dan pola sikap yang dimaksut meliputi berbagai pola hubungan dengan allah sesama manusia dan dengan alam

  Dari beberapa definisi diatas dapatlah disimpulkan bahwa pengertian pendidikan akhlak adalah suatu proses yang bermaksud menumbuh-kembangkan fitrah (kemampuan dasar) manusiawi dengan dasar-dasar akhlak, keutamaan perangai, tabiat agar dimiliki dan diterapkan dalam diri manusia menjadi adat kebiasaan.

  Dengan dasar-dasar akhlak, keutamaan perangai, tabiat agar dimiliki dan diterapkan dalam diri manusia menjadi adat kebiasaan pada suatu kelompok tertentu yang merupakan persatuan dari orang-orang secara bersamaan asal keturunan, bahasa, adat dan sejarah dibawah pemerintahan sendiri sehingga mencapai masa depan yang cerah dengan sudut pandang Islam yang bertujuan untuk mempersiapkan menjadi manusia mandiri yang berkualitas dan berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara serta agama.

G. Metode Penelitian

  Metode yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut :

  1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Skripsi ini menggunakan pendekatan hermeneutika. Pendekatan ini penulis pakai karena hermeneutika sangat relevan untuk menafsirkan berbagai gejala, peristiwa, simbol maupun nilai-nilai yang terkandung dalam ungkapan bahasa (Kaelan, 2005: 80). Dalam hal ini yang diungkap adalah pemikiran Hasan Al-Banna tentang urgensi pendidikan akhlak.

  Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) yaitu suatu cara kerja tertentu yang bermanfaat untuk mengetahui pengetahuan ilmiah dari suatu dokumen yang dikemukaan oleh ilmuan masa lalu maupun sekarang (Kaelan, 2005:250). Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif sehingga menghasilkan data deskriptif berupa kata- kata, catatan yang berhubungan dengan makna, nilai dan pengertian. Dalam skripsi ini peneliti menganalisis muatan isi dari objek penelitian yang berupa dokumen yaitu pemikiran Hasan Al-Banna tentang pendidikan akhlak.

  2. Objek Penelitian Pada skripsi ini yang menjadi objek penelitian adalah pemikiran Hasan Al-Banna tentang pendidikan akhlak.

  3. Sumber Data a.

  Data primer yaitu, data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti atau petugas-petugasnya dari sumber pertamanya (Suryabrata, 2005:39).

  Data primer dalam penelitian ini adalah karya Hasan Al-Banna dalam

  Konsep Pembaruan Masyarakat Islam terj. Su

  ’adi Sa’ad, Risalat al

  Ta ‟alim wa al Usrah, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin 1 dan Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin 2 , terj. Anis Matta.

  b.

  Data sekunder dalam penelitian ini adalah karya-karya penulis lain yang membahas tentang pendidikan akhlak, baik dalam bentuk buku, jurnal, artikel maupun karya ilmiah lainnya. Beberapa sumber yang penulis gunakan sebagai data sekunder, antara lain: buku, jurnal, artikel dan sumber lain yang relevan dengan penelitian.

  4. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data secara holistik integrative relevan dengan fokus, maka teknik pengumpulan data yang akan dipakai menggunakan metode dokumentasi. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data melalui dokumen. Dokumen disini bisa berupa buku, surat kabar, majalah, jurnal, ataupun internet yang relevan dengan tema penelitian ini.

  5. Teknik Analisis Data Data yang terkumpul dalam penelitian selanjutnya dianalisis dengan menggunakan teknik content analisis (Moleong, 1991:163), yaitu analisis tekstual dalam studi pustaka melalui interpretasi terhadap isi pesan suatu komunikasi sebagaimana terungkap dalam literatur-literatur yang memiliki relevansi dengan tema penelitian ini yang berorientasi pada upaya mendeskripsikan sebuah konsep atau memformulasikan suatu ide pemikiran melalui langkah-langkah penafsiran pemikiran-pemikiran dari Hasan Al-Banna.

  Selain analisis isi, peneliti juga menggunakan teknik analisis semiotik, karena obyek kajian berupa teks, maka nantinya juga akan dikaji bahasa dari teks yang digunakan tersebut. Semiotik merupakan Kajian tanda yang ada dalam kehidupan, artinya segala sesuatu yang ada dkalam kehidupan dapat dilihat sebagai tanda, yakni sesuatu yang harus diberi makna (Hoed, 2011:3).

  Adapun langkah-langkahnya analisisnya sebagai berikut: a. Memilih data dengan pembacaan dan pengamatan secara cermat terhadap pemikiran Hasan Al-Banna yang didalamnya terkandung konsep pendidikan akhlak.

  b.

  Mengkategorikan ciri-ciri atau komponen pesan yang mengandung nilai-nilai pendidikan akhlak dalam setiap pemikiran Hasan Al-Banna.

  c.

  Menganalisis relevansi pemikiran Hasan Al-Banna tentang pendidikan akhlak.

  Untuk mendapatkan kesimpulan penulis menggunakan pola penalaran induktif, yaitu pola pemikiran berangkat dari suatu pemikiran khusus kemudian ditarik generalisasi yang bersifat umum.

H. Sistematika Penulisan

  Secara umum dalam penulisan skripsi ini terbagi dari beberapa bagian pembahasan teoritis dan pembahasan empiris dari dua pokok pembahsan tersebut kemudian penulis jabarkan menjadi lima bab. Adapun perinciannya, sebagai berikut :

  Bab I Pendahuluan, dalam bab ini penulis akan mengemukakan pokok- pokok pikiran yang mendasari penulisan skripsi ini. Pokok-pokok tersebut antara lain : latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kajian pustaka, penegasan istilah, metode penelitian, sistematika penulisan.

  Bab II Biografi Tokoh, pada bab ini dipaparkan tentang gambaran biografi Hasan Al-Banna. Bab III Deskripsi Pemikiran Hasan Al-Banna tentang Konsep Pendidikan Akhlak. Bab IV Pembahasan, penulis menguraikan metode pemikiran Hasan Al-Banna tentang pendidikan akhlak. Bab V Penutup, meliputi; kesimpulan dan saran-saran yang menjadi akhir dari penulisan skripsi ini.

BIOGRAFI HASAN AL-BANNA

A. Riwayat Hidup

  Hasan bin Ahmad bin Abdurrahman Muhammad Al-Banna, atau yang dikenal dengan Hasan Al-Banna lahir di Mahmudiyah (Nu ’man, 2004:137), sebuah kota kecil di propinsi Buhairah, kira-kira 9 mil dari arah barat daya kota Kairo Mesir pada bulan Oktober 1906 M. Syaikh Abdurrahman Al- Banna, kakek Hasan Al-Banna adalah seorang pembesar sekaligus konglomerat desa Syamsyirah. Dia memiliki dua anak laki-laki, Ahmad dan Muhammad. Ahmad menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu di Al Azhar, sedangkan Muhammad bekerja di desa. Ketika Abdurrahman Al- Banna meninggal, keduanya berselisih tentang warisan. Ahmad mengalah dan meninggalkan desa untuk menetap di Mahmudiyah. Syaikh Ahmad (ayah Hasan Al-Banna) bekerja sehari-hari sebagai tukang reparasi jam dan sisa waktunya dimanfaatkan untuk mengajar fiqih, tauhid serta hafalan Al-Qur

  ’an

  • – berikut tajwid. Ia memiliki perpustakaan yang dipenuhi beragam buku ilmu ilmu Islam. Ketika penduduk Mahmudiyah membangun masjid, mereka meminta agar syaikh Ahmad mengawali khutbah jum ’at di masjid tersebut.

  Saat itu penduduk Mahmudiyah sangat kagum dengan keilmuan dan retorika bicaranya, sehingga ia diminta menjadi khatib dan imam masjid setempat. Ia membagi waktu antara mengajar dan memperbaiki jam.

  Syaikh Ahmad mengajar fiqih empat madzhab dan kitab-kitab sunan. Ia mengajar kitab

  Al Muwatha‟ Imam Malik, Musnad Imam Syafi’i, serta

  16 menyusun beberapa buku, antara lain Bada

  ‟i‟u al Minan fi jam‟i wa tartib Musnad al-Syafi ‟i wa al-sunan, sekaligus memberi tahqiq dan syarahnya. Ia

  juga menyusun satu juz di antara kitab empat Imam Musnad, juga menyusun

  

Musnad Imam Ahmad dengan judul Fath al Rabbany fi Tartib Musnad al

Imam Ahmad al-Syaibany . Syaikh Ahmad menikah dengan seorang wanita

  dari keluarga Abu Qaura dan dikaruniai lima anak laki-laki dan dua anak perempuan, Hasan Al-Banna merupakan anak sulung (Assisi, 2006:382-383).

  Hasan Al-Banna lahir dari keluarga yang cukup terhormat dan dibesarkan dalam suasana keluarga Islam yang taat. Sebagai seorang ayah, Syeikh Ahmad mencita-citakan putranya (Hasan) sebagai mujahid (pejuang) disamping seorang mujaddid (pembaharu).

  Syaikh Ahmad, memperhatikan dengan sungguh

  • –sungguh perkembangan dan pertumbuhan Al-Banna. Sejak kecil, ia menuntun Al- Banna menghafal Al-Qur

  ’an dan mengajarkannya ilmu-ilmu agama: sirah nabawiyyah, ushul fiqh, hadits dan gramatika bahasa Arab. Syaikh Ahmad memotivasi Al-Banna untuk gemar membaca dan menelaah buku-buku yang ada di perpustakaan yang ia miliki yang sebagian besar isinya merupakan referensi utama khazanah keislaman. Perhatian Syaikh Ahmad terhadap pertumbuhan Al-Banna tidak terbatas pada cara ia memperoleh pengetahuan ilmiah dan wawasan teoritis, bahkan ia juga mengajarkan ilmu dan amal sekaligus sehingga Al-Banna dapat berkomitmen dengan perilaku dan akhlak islami dan kepribadiannya pun tersibghah dengan nilai-nilai agama.

  Abdurrahman Al-Banna, adik kandung Al-Banna pernah bercerita tentangnya, Ketika itu Hasan berusia 9 tahun dan aku 7 tahun. Kami selalu bersama-sama pergi ke maktab (perpustakaan) untuk menghafal Al-Qur ’an dan menulis di papan. Ia sudah hafal dua pertiga Al-Qur

  ’an, sedangkan aku baru sepertiga dari surat Al-Baqarah sampai At-Taubah. Kami selalu pulang bersama dari maktab dan mencium tangan ayah. Tangan itu pula yang mengajari kami Sirah Nabawiyah, Ushul Fiqh, dan Nahwu. Saat itu, kami memiliki kurikulum yang digunakan ayah untuk mengajar kami. Untuk pelajaran fiqh, ia belajar fiqh Imam Hanafi dan aku Imam Malik. Untuk nahwu, ia belajar kitab Al fiyah dan aku kitab Milhat al I ‟rab.

  Semua pelajaran menuntut kami untuk serius dan Sungguh-sungguh karena itu kami selalu mengatur waktu dan menyusun jadwal belajar. Hasan Al-Banna adalah sebaik-baik orang yang kukenal dan selalu melaksanakan ibadah shiyam dan qiyamullail. Ia bangun di waktu sahur, lalu shalat. Setelah itu ia membangunkan aku untuk shalat subuh. Seusai shalat ia membacakan jadwal mata pelajaran untukku dan sampai kini suaranya masih terngiang di telingaku, pukul 05.00-06.00 pelajaran Al-Qur

  ’an, pukul 06.00-07.00 pelajaran tafsir dan hadits, 07.00-08.00 pelajaran fiqh dan ushul fiqh. Ia selalu memulai dan aku mengikuti, ia menyuruh dan aku menaati. Ketika itu perpustakaan ayah penuh berjilid-jilid buku. Setiap hari kami mengitari dan mengamati judul-judulnya yang berkilauan bagai emas. Terbaca kitab, al

Naisaburi , al Qashthalani, Nail al Authar dan masih banyak kitab lainnya.

  Ayah selalu menganjurkan agar kami selalu dekat dengan buku-buku itu. Kami pun mendengar majelis ta

  ’lim ayah yang terhormat mulai dari ceramah ilmiah sampai dialog dan debat. Kami menghadiri diskusi beliau dengan hadirin yang terdiri dari para ulama, seperti Al-Mukarram Syaikh Muhammad Al Zahran, dan Al-Mukarram Syaikh Muhaisin (Nu

  ’man, 2004:137). Hasan Al-Banna lahir dan besar dalam keluarga yang religius dan memiliki semangat yang besar dalam mempelajari ilmu-ilmu agama.

B. Kondisi Sosial

  Pada tanggal 18 Desember tahun 1914 Inggris mengumumkan prektoratnya terhadap Mesir, mengumumkan berakhirnya khilafah Islamiyah atas Mesir, menyingkirkan Khedive Abbas, dan menunjuk Husain Kamil sebagai pengganti dan memberinya gelar sultan. Kondisi umat Islam di Mesir dan dunia pada umumnya saat itu berada dalam penjajahan bangsa Eropa, dan keadaan tersebut berpengaruh pada tatanan nilai-nilai sosial masyarakat, politik, ekonomi dan pendidikan (Qaradhawi, 1991:2-3). Pendidikan yang diadopsi dari Eropa melahirkan pemahaman-pemahaman nilai-nilai sosial, budaya, agama dan pendidikan yang bercorak Barat. Hukum Islam diabaikan dan ditinggalkan, digantikan dengan hukum-hukum positif buatan manusia, kebiasaan Barat dan peradaban asing mendominasi kehidupan umat Islam, terutama kaum terpelajar. Hal ini disebabkan oleh penjajahan Barat yang memegang kendali pendidikan. Akibat dari pola pendidikan Barat tersebut maka muncullah generasi-generasi yang menyandang nama Islam tetapi berwatak Barat (Eropa).

  Tahun 1920 merupakan masa gejolak politik dan intelektual di Mesir. Perebutan kekuasaan terjadi antara partai Wafd dan partai Konstitusi Liberal

  (Hizb al-asrar al-dusturiyyun) , hiruk pikuk perdebatan politik yang menimbulkan perpecahan yang muncul setelah meletusnya revolusi 1919, gelombang kekufuran dan nihilisme pascaperang melanda dunia Islam, serangan terhadap tradisi dan ortodoksi yang semakin menjadi dengan adanya revolusi Kemal di Turki yang diorganisasi menjadi gerakan intelektual dan pembebasan sosial mesir, aliran-aliran non Islam di Universitas Mesir memberikan pandangan bahwa universitas tidak bisa menjadi universitas yang sesungghnya jika ia tidak melakukan revolusi melawan agama dan menyerang tradisi sosial yang berasal dari agama. Selain itu, buku-buku, surat kabar, dan majalah yang beredar mempropagandakan gagasan yang tujuan intinya melemahkan posisi agama.

  Hasan Al-Banna yang saat itu baru berusia 13 tahun sudah menunjukkan jiwa patriotisme. Al-Banna ikut berdemonstrasi dan mendeklamasikan puisi-puisi yang berisi semangat nasionalisme. Mengenai revolusi 1919 Al-Banna menuturkan dalam memoarnya, Masih tergambar dibenak saya, peristiwa ketika beberapa tahun tentara Inggris menduduki kota dan mendirikan kamp-kamp di berbagai tempat. Sebagian mereka mulai berinteraksi dengan sebagian penduduk setempat. Bahkan mulai melakukan tindakan kasar dan penakalan terhadap penduduk dengan menggunakan sabuk kulitnya. Akibatnya orang-orang yang masih memiliki rasa nasionalisme pun menjauh dari orang-orang Inggris itu, mereka harus menanggung akibatnya. Saya juga masih ingat bagaimana penduduk melakukan siskamling, mereka melakukan jaga malam secara bergantian selama beberapa hari agar tentara-tentara Inggris itu tidak menyatroni rumah- rumah penduduk dan merampas kehormatan penghuninya.

  Situasi yang demikian mencekam pada saat itu terlihat masih membekas dalam ingatan Al-Banna hingga bertahun-tahun. Penjajahan Inggris seperti penjajahan bangsa manapun juga, telah membangun sebuah persepsi didalam diri bangsa terjajah tentang kehinaan dan kerendahan martabat kemanusiaan mereka. Hal tersebut sangat terlihat dalam beberapa tulisan Al- Banna. Ahmad Isya 'Asyur mengungkapkan hal ini di dalam karyanya

  

Ceramah-Ceramah Hasan Al-Banna: Hasan Al-Banna menggambarkan dan

  mengartikan penjajahan yang dialaminya dengan penggambaran seperti yang tertera didalam kitab suci (Q.S An-Naml:34):

                

  

Artinya: Dia berkata: “Sesungguhnya raja-raja itu apabila memasuki suatu

negeri, niscaya mereka membinasakannya dan menjadikan penduduknya yang mulia itu menjadi hina. Dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat”. (Departemen Agama RI, 2005:597).

  Makna penjajahan bagi Al-Banna meliputi kerusakan yang bersifat ilmiah, kerusakan ekonomi, kerusakan kesehatan, kerusakan moral dan seterusnya, diantara indikasinya adalah kehinaan, serba kekurangan dan kemiskinan, lalu

  menjadikan penduduknya yang mulia itu menjadi hina”,

  keadaan ini sekaligus yang menunjukkan hilangnya indikasi kehidupan (eksistensi) bangsa terjajah itu. Sementara bagi penjajah akan muncul kezaliman dan arogansi. Untuk masa modern Hasan Al-Banna menyatakan akan terjadi perubahan negatif (destruktif) setiap kali penjajahan memasuki sebuah negeri. Perubahan negatif tersebut terjadi pada aspek akhlaknya yang rusak, jiwanya yang melemah, muncul berbagai kezaliman, ilmu pengetahuan mengalami berbagai kematian dan kejahilan/kebodohan merajalela ('Asyur, 2000:246).

  Semua itu berpengaruh sangat besar bagi masyarakat Mesir dan pribadi Hasan Al-Banna. Selain itu, peristiwa runtuhnya khilafah Islamiyah

  (1924) ini melahirkan gelombang kemurtadan dan gaya hidup bebas, hal ini terlihat dalam penuturan Al-Banna yang dikutip oleh Abdul Muta'al Al Jabbari, Pada dekade yang saya lalui di Kairo kala itu, semakin merajalela arus kekuasaan. Kebebasan berpendapat dan berfikir dianggap sebagai kebenaran rasio. Kerusakan moral dan akhlak dianggap sebagai kebebasan individu. Gelombang kemurtadan dan gaya hidup bebas melanda sangat deras tanpa ada penghalangnya, didukung oleh berbagai kasus dan situasi yang mengarah kesana (Al-Jabari, 1999:10).

  Tahun 1927 Al-Banna mendapat tugas baru sebagai guru di Ismailiyah. Ismailiyah merupakan kota yang didominasi oleh pihak asing dari Inggris. Di kota ini tidak hanya terdapat kamp-kamp militer Inggris, tetapi juga terdapat perusahaan Terusan Suez, sebuah dominasi asing yang sempurna atas fasilitas- fasilitas publik. Kesenjangan ekonomi sangat terlihat di kota ini, rumah-rumah mewah milik orang asing dihadapakan dengan rumah-rumah buruh yang menyedihkan yang merupakan penduduk pribumi Mesir.

  Terdapat dua persoalan sosial-politik yang melingkupi Hasan Al- Banna ketika ia berupaya melakukan pembaharuan dan perbaikan umat Islam saat itu. Hal tersebut bisa dicermati dari teks perkataan Hasan Al-Banna yang dikutip Abdul Muta’al Al Jabbari berikut ini:

  Saya sepenuhnya yakin bahwa bangsa saya ini, berdasar hukum perubahan politik yang melingkupi mereka, serta dengan munculnya revolusi sosial yang mereka terjuni, westernisasi yang semakin meluas, filsafat materialisme dan sikap membebek pada bangsa Asing akan semakin menjauhkan mereka dari cita-cita agama, tujuan kitab suci, melupakan peninggalan para pendahulu mereka, untuk kemudian mengenakan jubah kezaliman dan kebodohan pada agama mereka yang benar, dan makin tertutuplah hakekat kebenaran dan ajarannya yang lurus oleh tabir-tabir prasangka, sehingga orang terjerumus dalam lembah kebodohan yang gelap gulita. Pemuda dan pelajar melata-lata di padang kebingungan dan kebimbangan, aqidah menjadi rusak dan agama bergantian dengan kekafiran. Persoalan lain mengenai kondisi Mesir pada saat itu adalah dari sisi elite politik dan elite agama/para ulama (Al-Jabari, 1999:11).

  Hal tersebutlah yang memotivasi Al-Banna untuk bangkit dari ketertindasan yang dialami bangsa Mesir sampai akhirnya ia mendirikan jama ’ah al-Ikhwan al-Muslimun bersama 6 orang pekerja di kamp Inggris yang biasa mendengarkan ceramah-ceramah yang ia sampaikan.