Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Pustakawan di Perpustakaan Soeman Hasibuan (Soeman HS) Pekanbaru, Riau

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Budaya Organisasi
Budaya organisasi menurut Peter F. Drucker yang dikutip oleh Robert G.
Owensdengan buku berjudul Organizational Behavior in Educattion (Tika 2006,
4) yaitu:
Budaya organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal
dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsiten oleh suatu
kelompok yang kemudian mewariskan kepada anggota-anggota baru
sebagi cara yang cepat untuk memahami, memikirkan, dan merasakan
terhadap masalah-masalah terkait.
Menurut Graham yang dikutip olehSiswadi (2012, 71)“budaya organisasi
adalah norma, keyakinan, sikap dan filosofi organisasi. Kebudayaan adalah suatu
sistem nilai, keyakinan dan norma-norma yang unik yang dimiliki secara bersama
oleh organisasi. Kebudayaan juga menjadi suatu penyebab penting bagi
keefektifan organisasi itu sendiri.”
Sedangkan menurut Robbins yang disitir olehSembiring (2012, 41)
memberi pengertian bahwa “budaya organisasi mengacu ke sistem makna
bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi
teresebut dengan organisasi-organisasi lain.”
Mathis dan Jakson (2006, 46) menyatakan, “budaya organisasi adalah

sebuah pola dari nilai-nilai dan kepercayaan yang disepakati bersama yang
memberikan arti kepada anggota dari organisasi tersebut dan aturan-aturan
berperilaku”.

5

Universitas Sumatera Utara

Menurut Robert yang dikutip oleh Wirawan (2008, 10) menyatakan:
Budaya organisasi adalah norma yang menginformasikan anggota
organisasi mengenai apa yang dapat diterima dan apa yang tidak dapat
diterima, nilai-nilai dominan yang dihargai diatas yang lainnya, asumsi
dasar dan kepercayaan yang dianut bersama oleh anggota organisasi,
peraturan main yang harus dipelajari jika orang ingin dapat sejalan dan
diterima sebagai anggota organisasi, dan filsafat yang mengarahkan
organisasi dalam berhubungan dengan karyawan dan kliennya.
Pendapat lain dikemukakan Koesmono (2005, 139) yang menyatakan
bahwa “budaya organisasi merupakan nilai - nilai yang menjadi kebiasaan dan
bermula dari adat istiadat, agama, norma dan kaidah yang menjadi keyakinan pada
diri pelaku kerja atau organisasi.”

Menurut Sutrisno (2010, 2) menyatakan bahwa “budaya organisasi
merupakan suatu kekuatan sosial yang tidak tampak, yang menggerakkan orangorang dalam suatu organisasi untuk melakukan aktivitas kerja. Secara tidak sadar
tiap-tiap orang di dalam suatu organisasi mempelajari budaya yang berlaku dalam
organisasinya.”
Jadi budaya organisasi yang dikelola dengan baik akan menjadi pendorong
bagi para anggota organisasi untuk bersikap positif, dedikatif, dan produktif. Nilai
budaya memang tidak tampak, namun dapat dijadikan kekuatan yang mendorong
perilaku untuk menghasilkan efektivitas kinerja.
Karakteristik budaya organisasi menunjukkan ciri khas dari suatu
organisasi, setiap budaya organisasi dalam organisasi selalu berbeda namun
karakteristik tersebut menjadi simbol kesamaan dari budaya organisasi. Budaya
organisasi yang baik adalah organisasi yang mempunyai budaya kuat. Budaya

6

Universitas Sumatera Utara

kuat menurut Robbins yang dikutip oleh Tika (2008, 108) adalah ”budaya dimana
nilai-nilai inti organisasi dipegang secara intensif dan dianut bersama secara
meluas oleh anggota organisasi.”

Berdasarkan definisi tersebut, terdapat cirri-ciri dari suatu organisasi yang
berbudaya kuat menurut Deal dan Kennedy yang dikutip oleh Tika (2008, 110)
yaitu :
1. Anggota-anggota organisasi loyal kepada organisasi, tahu dan jelas apa
tujuan organisasi serta mengerti perilaku mana yang dipandang baik
atau tidak baik
2. Pedoman bertingkah laku bagi orang-orang di dalam organisasi
digariskan dengan jelas, dimengerti, dipatuhi, dan dilaksanakan oleh
orang-orang di
dalam organisasi sehingga orang-orang yang
bekerja menjadi sangat kohensif.
3. Nilai-nilai yang dianut organisasi tidak hanya berhenti pada slogan,
tetapi dihayati dan dinyatakan dalam tingkah laku sehari-hari secara
konsisten oleh orang-orang yang bekerja dalam organisasi, dari mereka
yang berpangkat paling rendah sampai dengan pimpinan tertinggi.
Berbeda dengan suatu organisasi yang berbudaya lemah, Killman yang dikutip
oleh Tika (2008, 111) menjelaskan bahwa
Budaya organisasi yang kurang didukung secara luas oleh para anggotanya
dan sangat dipaksakan, akan berpengaruh negatif pada organisasi karena
akan memberi arah yang salah pada petugasnya. Jika hal ini terjadi, maka

tugas-tugas tidak akan dilaksanakan dengan baik. Hal ini terlihat dari
kurangnyamotivasi atau semangat kerja, timbul kecurigaan, komunikasi
kurang lancar, lunturnya loyalitas atau kesetiaan pada tugas utamanya dan
komitmen petugas pada organisasi. Akibatnya organisasi menjadi tidak
efektif dan kurang kompetitif. Dengan kata lain, organisasi menjadi
kurang mampu mengatasi masalah integrasi internal dan adaptasi
eksternal.
Dalam peneitian ini peneliti menggunakan model level budaya organisasi
sebagai acuan. Model level budaya organisasi Schein yang dikutip oleh Wirawan
(2007, 14) melukiskan budaya organisasi dalam tiga level yaitu sebagai berikut:

7

Universitas Sumatera Utara

Level 1: Artefak. Level ini merupakan dimensi yang paling terlihat dari
budaya organisasi, merupakan lingkungan fisik dan sosial organisasi. Pada
level ini, orang yang memasuki suatu organisasi dapat melihat dengan
jelas bagunan, output (barng atau jasa), teknologi, bahasa tulis dan lisan,
produk seni, dan perilaku anggota organisasi.

Level 2: Nilai-nilai. Semua pembelajaran organisasi merefleksikan nilainilai anggota organisasi, perasaan mereka mengenai apa yang seharusnya
berbeda dengan apa yang adanya. Jika anggota organisasi menghadapi
persoalan atau tugas baru, solusinya adalah nilai-nila. Pendiri organisasi
menghadapi sesuatu yang harus dikerjakan atau dipecahkan, ia
mengajukan cara menyelesaikannnya dan berhasil menyelesaikannya. Cara
ini kemudian disosialisasikan kepada anggota organisasi.
Level 3: Asumsi dasar. Jika solusi dikemukakan pemimpin organisasi
dapat berhasil berulang-ulang, maka solusi dianggap sebagai sudah
seharusnya (taken for granted). Apa yang semula hanya hipotesis yang
didukung oleh nilai-nilai, setelah berhasil dianggap sebagai realitas dan
kebenaran.
Dari penjabaran pendapat ahli mengenai budaya organisasi dapat
dinyatakan bahwa budaya organisasi merupakan nilai-nilai dan pola keyakinan
yang dijiwai seluruh anggotanya dalam melakukan pekerjaan sebagai cara yang
tepat untuk memahami, memikirkan dan merasakan terhadap masalah-masalah
terkait, sehingga akan menjadi sebuah nilai atau aturan dalam suatu organisasi.
Organisasi mempunyai kepribadian yang menjadi identitas bagi anggota
didalamnya. Identitas tersebut dinamakan dengan budaya organisasi. Budaya
organisasi adalah persepsi umum anggota organisasi terhadap nilai-nilai yang
dimiliki perusahaan tersebut. Budaya organisasi dapat dijadikan suatu acuan dasar

untuk membentuk peraturan dan ketentuan dalam suatu organisasi yang secara
tidak langsung membentuk dan menampilkan identitas atau karakteristik dari
perusahaan. Oleh karena itu, suatu budaya yang berkembang dalam organisasi
akan sangat berperan dalam mendukung aktivitas kerja di dalam organisasi
tersebut.
8

Universitas Sumatera Utara

Perpustakaan merupakan suatu satuan kerja organisasi, badan atau
lembaga. Satuan unit kerja tersebut dapat berdiri sendiri, tetapi dapat juga
merupakan bagian dari organisasi di atsanya yang lebih besar. Suatu perpustakaan
sebagai salah stu unit kerja mempunyai unsur-unsur atau persyaratan seperti :
organisasi, dalam Surat Keputusan pendiriannya harus tercantum secara jelas
sekurang-kurangnya hal-hal sebagai berikut: tugas, fungsi, garis wewenang dan
tanggung jawab serta struktur organisasi.
Budaya organisasi terdiri dari banyak fenomena yang tidak tampak, seperti
nilai, kepercayaan, asumsi, persepsi, norma-norma perilaku, artefak dan pola
tingkah laku. Sedangkan menurut Amnuai yang dikutip oleh Tika (2008, 4) adalah
“seperangkat asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota-anggota

organisasi, kemudian dikembangkan dan diwariskan guna mengatasi masalahmasalah adaptasi eksternal dan masalah integrasi internal.”
Perpustakaan sebagai organisasi yang berorientasi pada pelayanan,
memiliki karakteristik budaya sendiri, namun untuk unsur-unsur budayanya tetap
merujuk pada teori dan konsep budaya organisasi yang ada. Selanjutnya menurut
Bryson yang di kutip oleh Kahar (2008, 80) menyatakan, bahwa “di dalam
perpustakaan dan pusat informasi, telah menjadi tradisi bahawa unsur nilai-nilai
(values) telah mengakar yang sangat mendalam yang ditampilkan pada peilaku
dan kebiasaan.”
Pada definisi yang dikemukakan oleh Bryson yang di kutip oleh Kahar
(2008, 80) dinyatakan bahwa “as service organization, a library’s or information

9

Universitas Sumatera Utara

centre’s culture should be the set of values and norm that affect employeebehavior
in areas of userservice, management style and concern for quality and
innovation”. Inti dari pendapat Bryson itu adalah, perpustakaan sebagai organisasi
yang berorientasi pada pelayanan, maka nilai dan norma sangat diuatamakan
karena mempengaruhi perilaku karyawan dalam melayani pemustaka.

Selanjutnya menurut Kahar (2008, 81) ada beberapa unsur budaya
organisasi dalam pelayanan perpustakaan yang dikemukakan sebagai berikut:
Perpustakaan juga sebagai pusat pelayanan dengan menggunakan
teknologi informasi, yang membutuhkan banyak waktu untuk penulusuran
informasi. Dalam konteks ini nilai sebagai unsur budaya organisasi,
diwujudkan dalam bentuk kecepatan (speed), ketepataan (accuracy),
keterkinian (current) data serta keramah tamahan dalam melayani
pemustaka. Selain menelusur informasi secar online, perpustakaan
melakukan kerja sama anatar perpustakaan (interlibrary loan). Untuk itu
dibutuhkan keyakinan (belief) yang tercermin dalam bentuk jaringan kerja
(networking) dan dalam berbagi informasi (information sharing) antar
perpustakaan.
Berdasarkan teori budaya organisasi yang dikemukakan oleh para ahli
maka peneliti menyusun sintesis bahwa yang dimaksud dengan budaya organisasi
adalah seperangkat nilai, norma, keyakinan yang dianut bersama oleh anggota di
dalam organisasi secara keseluruhan yang mengelilingi sepanjang waktu sehingga
menimbulkan karakteristik yang unik yang membedakan dengan organisasi
lainnya, dengan indikator
(1) memberikan pelayanan yang berkualitas
(2) berperilaku yang ideal

(3) membangun jaringan kerja sama
(4) berbagi informasi

10

Universitas Sumatera Utara

(5) mentaati ketentuan yang berlaku
(6) saling menghargai
2.2 Kinerja Pustakawan
Istilah kinerja berasal dari kata Job performance atau performance yang
berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang.
“Biasanya orang yang kinerjanya tinggi disebut orang yang produktif dan
sebaliknya orang yang tingkat kinerjanya tidak mencapai standar dikatakan
sebagai orang yang tidak produktif atau berperforma rendah.” (Mangkunegara,
2008, 67)
Kinerja menurut Timpe (2002, 31) adalah “tingkat prestasi seseorang atau
karyawan dalam suatu organisasi atau perusahaan yang dapat meningkatkan
produktifitas.” Kinerja menurut Meiner (2005, 43) adalah “sebagai kesuksesan
yang dapat dicapai individu didalam melakukan pekerjaannya, dimana ukuran

kesuksesan yang dicapai individu tidak dapat disamakan dengan individu yang
lain.” Kesuksesan yang dicapai individu adalah berdasarkan ukuran yang berlaku
dan disesuaikan dengan jenis pekerjaannya. Sedangkan Beyley berpendapat
bahwa “kinerja berkaitan erat dengan tujuan atau sebagai suatu hasil dari perilaku
kerja individu, hasil yang diharapkan dapat merupakan tuntutan dari individu itu
sendiri”(Lewa, 2005, 130).
Kinerja menurut Sedarmayanti (2011, 260) mengungkapkan bahwa
“kinerja merupakan terjemahan dari performance yang berarti hasil kerja seorang
pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan,
dimana hasil kerja tersebut harus dapat ditunjukkan buktinya secara konkret dan
11

Universitas Sumatera Utara

dapat diukur.” Brahmasari (2004, 64) mengungkapan bahwa “kinerja adalah
pencapaian atas tujuan organisasi yang dapat berbentuk output kuantitatif maupun
kualitataif, kreatifitas, fleksibilitas, dapat diandalkan, atau hal-hal lain yang
diinginkan oleh organisasi.”
Pengertian kinerja sendiri tidak dapat dipisahkan dari apa yang telah
terjadi dalam kegiatan kerja, baik didalam maupun diluar kantor. Kinerja

mengandung makna tingkat pencapaian dari suatu tujuan, pencapaian tujuan,
merupakan suatu syarat untuk menghasilkan kinerja yang telah ditentukan baik
secara kualitas maupun kuantitas pencapaian dengan menggunakan kemampuan
yang dimiliki.
Menurut Rivai (2005, 14) “kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan
seseorang selama periode tertentu didalam melaksanakan tugas dibandingkan
dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau
kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.”
Selain itu kinerja menurut Prawiro yang dikutip oleh Tika (2006, 121)
disebutkan bahwa “Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau
sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan
organisasi dalam periode waktu tertentu”.
Kinerja supaya menjadi terarah dan produktif tentu harus dikendalikan.
Untuk mengendalikan kinerja karyawan, Peter M. Drucker sebagaimana dikutip
olehWachyudin (2002, 56) mengemukakan bahwa bekerja mempunyai lima
dimensi:

12

Universitas Sumatera Utara

1. Dimensi fisiologis
Manusia akan bekerja dengan baik bila bekerja dalam berbagai
konfigurasi operasional, yakni bekerja dengan berbagai ragam tugas
dan ritme kecepatan yang disesuaikan dengan keadaan fisiknya.
2. Dimensi psikologis
Dalam hubungan ini bekerja merupakan ungkapan kepribadian.
Seseorang yang memperoleh kepuasan dari pekerjaannya akan
menampilkan kinerja yang lebih baik daripada mereka yang tidak
menyenangi pekerjaannya.
3. Dimensi sosial
Bekerja dapat dipandang sebagi suatu ungkapan hubungan sosial
diantara sesama karyawan. Situasi yang menyebabkan perpecahan
diantara sesama karayawan dapat menurunkan kinerja karyawan baik
secara individu maupun kelompok.
4. Dimensi ekonomi
Bekerja adalah kehidupan bagi karyawan. Imbalan jasa yang tidak
sepadan dapat mengahambat atau memacu karyawan untuk berprestasi
tergantung bagaimana karayawan menanggapi permasalahan itu.
5. Dimensi keseimbangan
Dalam hubungan ini keseimbangan antara apa yang diperoleh dari
pekerjaan dengan kebutuhan hidup akan memacu seseorang untuk
berusaha lebih giat guna mencapai keseimbangan atau sebaliknya.
Dimensi ini disebut juga sebagai dimensi kekuasaan pekerjaan karena
ketidakseimbangan dapat menimbulakan konflik yang dapat
menurunkan kinerja.
Menurut Mangkunegara (2001, 72), terdapat dua faktor yang
mempengaruhi kinerja pegawai yaitu:
1. Faktor individu
Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang tinggi
antara fungsi psikis (rohani) dan fisiknya (jasmaniah). Dengan adanya
integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik maka individu
tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini
merupakan modal utama individu manusia untuk mampu mengelola
dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam
melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai
tujuan organisasi.
2. Faktor Lingkungan Organisasi
Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu
dalam mencapai kinerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud
antara lain uraian jabatan yang jelas, otoritas yang memadai, target
kerja yang menantang, pola komunikasi yang efektif, hubungan kerja
yang harmonis, iklim kerja yang respek dan dinamis, peluang berkarir
dan fasilitas kerja yang relatif memadai.

13

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan pengertian kinerja dari beberapa pendapat para ahli di atas,
maka kinerja adalah tingkat prestasi seseorang atau karyawan dalam suatu
organisasi atau perusahaan yang dapat meningkatkan produktifitas dalam
melaksnakan tugasnya. Kinerja adalah kemampuan, keterampilan, motivasi akan
memberikan kontribusi yang positif terhadap kualitas kinerja pegawai apabila
disertai dengan upaya yang dilakukan untuk mewujudkannya. Faktor individu
dan faktor lingkungan organisasi merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja. Maka indikator dalam kinerja yaitu tingkat prestasi, kemampuan,
keterampilan, serta motivasi yang berpengaruh positif.
Kata pustakawan berasal dari kata “pustaka”. Dengan demikian
penambahan kata “wan” diartikan sebagai orang yang pekerjaanya atau profesinya
terkait erat dengan dunia pustaka atau bahan pustaka.
Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI)sebagai organisasi yang menghimpun
para pustakawan dalam kode etiknya menyatakan bahwa pustakawan adalah:
Seorang yang melaksanakan kegiatan perpustakaan dengan jalan
memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan tugas lembaga
induknya berdasarkan ilmu pengetahuan, dokumentasi dan informasi yang
dimilikinya melalui pendidikan. Pustakawan adalah seseorang yang
berkarya secara profesional dibidang perpustakaan dan informasi.
Dalam Undang-Undang No.43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan Pasal 1
angka 8 menyebutkan pengertian pustakawan adalah, ”Seseorang yang memiliki
kompetensi

yang

diperoleh

melalui

pendidikan

dan

atau

pelatihan

kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan
pengelolaan dan pelayanan perpustakaan”.

14

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
(MENPAN) dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia nomor 9 tahun 2014
disebutkan bahwa “Pustakawan adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberi
tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak untuk melaksanakan kegiatan
kepustakawanan.”
Pustakawan perlu memiliki sikap yang baik dalam melayani pemustaka
unutuk meningkatkan kinerjanya. Menurut Walgito (2002, 11) sikap memiliki tiga
komponen dasar yaitu komponen kognitif (beliefs), komponen afektif (feelings),
dan komponen konatif (behaviour tendencies).
Karakteristik pustakawan yang berkualitas dalam melayani pengguna
menurut Rahayuningsih (2007, 86) adalah sebagai berikut:
a. Kesopanan dan keramahan pustkawan dalam pemberian layanan,
terutama bagi pustakawan yang langsung berinteraksi dengan
pemustaka.
b. Bertanggung jawab dalam melayani pemustaka.
c. Emapti, wajar, dan adil dalam memecahkan masalah mengenai
keluhan pemustaka.
d. Profesional, profesinalisme pustakawan dibagian layanan tercermin.
Dari beberapa uraian di atas dapat dinyatakan bahwa pustakawan adalah
seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang telah memiliki kompetensi tentang
pelayanan dan pengololaan di perpustakaan yang didapat melalui pendidikan dan
atau pelatihan yang kemudian memberikan pelayanan kepada masyarakat disuatu
lembaga bernama perpustakaan. Dalam melayani pemustaka pustakawan harus
memiliki sikap yang baik, sopan dan ramah, bertanggung jawab, empati, wajar,
adil dan profesional.

15

Universitas Sumatera Utara

Poerwadarminta yang dikutip oleh Aziz (2006, 44) menjelaskan bahwa,
“Pustakawan adalah ahli perpustakaan. Dengan pengertian tersebut berarti
pustakawan

sebagai

tenaga

yang

berkompeten

dibidang

perpustakaan,

dokumentasi, dan informasi”. Selanjutnya menurut Hermawan dan Zen (2006, 1920) pustakawan dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
1. Pustakawan ahli adalah mereka yang memiliki kualifikasi ahli dengan
latar belakang pendidikan ilmu perpustakaan minimal sarjana atau
berpengalaman lama mengelola perpustakaan secara professional.
2. Pustakawan terampil adalah yang menguasai teori-teori perpustakaan dan
terampil memanfaatkannya dalam melaksanakan tugas-tugas rutin
perpustakaan seperti pengadaan, pengolahan dan pelayanan.
3. Pustakawan penunjang adalah pustakawan yang banyak melakukan
pekerjaan-pekerjaan administratif atau pekerjaan yang sifatnya umum
dan tidak terkait dengan ilmu perpustakaan dan informasi
Dalam kode etik IPI dan UU tersebut tidak dicantumkan pendidikan
minimal untuk menjadi seorang pustakawan, namun dalam Buku Pedoman
Perpustakaan Perguruan Tinggi yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan
Nasional Direktorat Perpustakaan Perguruan Tinggi (2004, 166)yang dimaksud
dengan pustakawan adalah:
Orang yang bertugas di perpustakaan, memilih, mengolah, meminjamkan,
merawat pustaka, menjaga dan mengawasi perpustakaan, serta melayani
pengguna. Untuk pustakawan perguruan tinggi paling rendah lulusan
sarjana, dengan bidang pendidikan Strata 1 (S1) dalam bidang ilmu
perpustakaan, dokumentasi dan informasi (Pusdokinfo), atau S1 bidang
lain yang memiliki kompetensi dalam pengelolaan perpustakaan, dengan
melaksanakan tugas keprofesian dalam bidang perpustakaan.
Dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 dalam pasal 32 juga
menyebutkan bahwa tenaga perpustakaan berkewajiban:
1) Memberikan layanan prima terhadap pemustaka,
2) Menciptakan suasana perpustakaan yang kondusif; dan
3) Memberikan keteladanan dan menjaga nama baik lembaga dan
kedudukannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.

16

Universitas Sumatera Utara

Pustakawan perlu memiliki kemampuan lain untuk meningkatkan
kinerjanya, seperti dikemukakan Tjitropranoto (1995, 1) antara lain:
1. Memiliki kemampuan berkomunikasi sehinga dapat dengan mudah
mengidentifikasi keperluan pengguna informasi,
2. Dapat berbahasa asing, terutama bahasa Inggris sehingga mempermudah
hubungan internasional,
3. Memiliki kemampuan mengembangkan teknik dan prosedur kerja dalam
bidangnya, dan
4. Mampu melaksanakan penelitian di bidang perpustakaan untuk
menentukan inovasi baru sebagai alternatif pemecahan masalah
berdasarkan kajian, analisis atau penelitian ilmiah.
Kinerja pustakawan adalah hasil kerja atau prestasi kerja yang dicapai oleh
seseorang atau kelompok orang dalam melaksanakan suatu tugas yang harus
diemban oleh pustakawan dalam upaya mencapai tujuan perpustakaan. Untuk
mengetahui tinggi atau rendahnya suatu kinerja diperlukan nilai kinerja. Menurut
Bernandin dan Russel yang di kutip Gomes (1997, 135),penilaian kinerja adalah
suatu cara untuk mengukur kontribusi-kontribusi dari individu-individu anggota
organisasi kepada organisasinya. BerdasarkanKeputusan Mentri Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor 10 tahun 2004 Bab II, poin 7, (2014, 5) menyatakan
bahwa angka kredit adalah suatu angka yang diberikan berdasarkan penilaian atas
prestasi yang telah dicapai oleh seseorang pejabat fungsional dalam mengerjakan
butir kegiatan yang yang telah dialokasikan sebagai salah satu syarat untuk
pengangkatan dan kenaikan jabatan/pangkat dalam jabatan fungsional. Pengkajian
ini menggunakan indikator

penilaian kinerja sesuai dengan Permenpan No.9

tahun 2014, yaitu : pengembangan koleksi, pelayanan perpustakaan, dan
pengembangan sistem kepustakawanan.

17

Universitas Sumatera Utara

Dengan demikian jelas bahwa untuk mengukur kinerja pustakawan dapat
dilihat dari beberapa angka kredit yang diperoleh masing-masing pustakawan
untuk menentukan apakah pustakawan dapat prestasi yang baik, sehingga dapat
naik jabatan/pangkat sesuai dengan aturan yang berlaku bagi jabatan fungsional
pustakawan. Pustakawan yang dapat dikatakan kinerjanya baik sesuai dengan
penilaian angka kredit berdasarkan SK Menpan No. 132 tahun 2002, Bab VI Pasal
13 ayat (3) menyatakan penilaian dan penetapan angka kredit pustakawan
dilakukan sekurang-kurangnya (2) dua kali dalam satu tahun, yaitu setiap 3 (3)
tiga bulan sebelum periode kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil. Dari
pengertian diatas bahwa pustakawan dapat naik jabatan fungsional pustakawan
setahun setahun (1) satu kali apabila angka kreditnya terpenuhi sesuai dengan
yang telah ditetapkan.
Kinerja pustakawan telah diatur dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara (KEP MENPAN) No. 132 Tahun 2002 tentang jabatan
fungsional pustakawan dan angka kreditnya yang menyatakan jabatan fungsional
pustakawan terdiri dari pustakawan tingkat terampil dan pustakawan tingkat
ahli.Dengan jabatan fungsional yang berbeda maka berbeda pula tugas yang
diemban tiap-tiap pustakawan.
Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 132
Tahun 2002 (2002, 6) tugas pokok masing-masing pustakawan yaitu:
1.

Pustakawan tingkat terampil meliputi pengorganisasian dan
pendayagunaan
koleksi
bahan
pustaka/sumber
informasi,
pemasyarakatan perpustakaan, dokumentasi dan informasi.
2. Pustakawan tingkat ahli meliputi pengorganisasian dan pendayagunaan
koleksi
bahan
pustaka/sumber
informasi,
pemasyarakatan

18

Universitas Sumatera Utara

perpustakaan,dokumentasi
dan
informasi
serta
pengkajian
pengembangan perpustakaan, dokumentasi dan informasi.
Penilaian kinerja pustakawan mutlak diperlukan agar perpustakaan
mengetahui sejauh mana capaian tujuan, membandingkan dengan standar kinerja,
serta dapat menentukan langkah-langkah apa yang selanjutnya akan ditempuh
untuk perbaikan yang lebih lanjut. Penilaian kinerja diharapkan dapat berdampak
positif pada kinerja perpustakaan.
Dalam penilaian kinerja dikenal standard kinerja (performance standard).
Standar ini sebagai tolok ukur penilaian itu sendiri untuk mengetahui keberhasilan
atau ketidakberhasilan kinerja. Standar kinerja juga berfungsi sebagai sarana
motivasi pustakawan untuk mencapainya.
Indikator kinerja pustakawan sesuai dengan PERMENPAN No.9 Tahun
2014 yaitu:
a. Pendidikan, meliputi:
1. Pendidikan sekolah dan memperoleh ijazah/gelar
2. Diklat fungsional/teknis di bidang kepustakawanan dan memperoleh Surat
Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTP) atau sertifikat; dan
3. Diklat jabatan
b. Pengelolaan Perpustakaan, meliputi:
1. Perencanaan penyelenggaraan kegiatan perpustakaan; dan
2. Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan kegiatan perpustakaan
c. Pelayanan Perpustakaan, meliputi:
1. Pelayanan Teknis; dan
2. Pelayanan Pemustaka
d. Pengembangan sistem kepustakawanan, meliputi;
1. Pengkajian kepustakawanan
2. Pengembangan kepustakawanan
3. Penganalisisan/ pengkritisian karya kepustakawanan ; dan
4. Penelaahan pengembangan sistem kepustakawanan
e. Pengembangan profesi, meliputi:
1. Pembuatan karya tulis/karya ilmiah di bidang kepustakawanan
2. Penerjemahan/penyaduran buku dan bahan-bahan lain bidang
kepustakawanan ; dan

19

Universitas Sumatera Utara

3. Penyusunan buku pedoman/ ketentuan pelaksanaan/ ketentuan teknis
jabatan fungsional pustakawan.
f. Penunjang tugas pustakawan, meliputi:
1. Pengajar/pelatih pada diklat fungsional/teknis di bidang kepustakawanan
2. Peran serta dalam seminar/lokakarya/konferensi di bidang kepustakawanan
3. Keanggotaan dalam organisasi profesi
4. Keanggotaan dalam tim penilai
5. Perolehan penghargaan/ tanda jasa ; dan
6. Perolehan gelar/ijazah kesarjaan lainnya.
Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa yang dimaksud dengankinerja
pustakawan adalah hasil kerja atau prestasi kerja yang dicapai oleh seseorang atau
kelompok orang dalam melaksanakan suatu tugas yang harus diemban oleh
pustakawan dalam upaya mencapai tujuan perpustakaan dengan indikator yaitu
(1) pengelolaan perpustakaan
(2) pelayanan perpustakaan
(3) pengembangan sistem kepustakawanan
(4) pengembangan profesi
(5) penunjang tugas pustakawan.
2.3 Hubungan antara Budaya Organisasi dengan Kinerja
Menurut Wirawan (2007) menyatakan bahwa “budaya organisasi yang
kondusif menciptakan kepuasan kerja, etos kerja, dan motivasi karyawan yang
merupakan indikator terciptanya kinerja tinggi karyawan yang berdampak pada
kinerja organisasi yang tinggi.” Lebih lanjut dinyatakan “adanya hubungan antara
budaya dan kinerja dalam upaya meningkatkan produktifitas pelayanan sangat erat
dalam pencapaian tujuan organisasi. Kinerja karyawan akan membaik seiring
dengan internalisasi budaya organisasi”(Bijaya 2006).

20

Universitas Sumatera Utara

Para pemimpin tertinggi organisasi sebaiknya bisa memahami budaya
organisasi yang ada dan sedang beroperasi dalam organisasinya. Jika budaya
tersebut masih kondusif dan dapat mendukung organisasi dalam mencapai
tujuannya,

maka

pemimpin

perlu

mengelola

budaya

organisasi

dan

mempertahankannya. Upaya mempertahankan budaya organisasi misalnya:
dilakukan melalui pemberian imbalan atau promosi kepada anggota yang
perilakunya konsisten terhadap buday organisasi. Mempertahankan budaya
organisasi juga dilakukan dengan memberikan sanksi bagi mereka yang
melanggar norma, nilai-nilai, atau kode etik budaya organisasi.
Demikian

pula

budaya

organisasi

yang

kaitannya

dengan

kinerja

pustakawan.budaya organisasi yang ada dalam perpustakaan dijadikan sebagai
acuan oleh pustakawan dalam berprilaku. Pustakawan tidak bisa seenaknya
sendiri apabila sedang berada dalang lingkungan perpustakaan. Dalam lingkungan
organisasi perpustakaan terdapat norma, nilai, dan atuaran yang harus dipatuhi
oleh seluruh anggota organisasi, apabila nggota organisasi mampu menyelesaikan
masalah perilaku maka hal itu merupakan imbalan tersendiri yang membuat
anggota merasa percaya diri, mempunyai harga diri, dan kemampuan diri
sehingga akan mendorng individu untuk berkinerja tinggi.
Berdasarkan beberapa pernyataan yang telah diuraikan dapat terlihat adanya
hubungan yanag signifikan antara budaya organisasi dengan kinerja karyawan,
dimana budaya organisasi yang kuat akan memberikan rasa nyaman, komitmen,
motivasi kerja, kepuasan kerja yang berdampak pada peningkatan kinerja
karyawan serta kinerja organisasi.

21

Universitas Sumatera Utara

2.4 Penelitian yang Relevan
1.

Peneleitian oleh Siwi (2011)dengan judul “Hubungan antara Standar
Kompetensi Pustakawan dan Kinerja Pustakawan di UPT Perpustakaan UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta.” Penelitian ini termasuk penelitian survey
dengan pendekatan deskriptif kuantitaif. Variabel dalam penelitian ini yaitu
standar kompetensi pustakawan (variabel indipenden) dan kinerja pustakawan
(variabel dependen). Hasil analisis menunjukkan bahwa adanya hubungan
anatara standar kompetensi pustakawan dan kinerja pustakawan. Hal ini bisa
dilihat dari korelasi antara vaiabel X(standar kompetensi pustakawan) dan
variabel Y(kinerja pustakawan) yang bertanda positif dengan nilai korelasi
adalah 0,313 dengan nilai signifikan 0,221. Perbedaan dengan penlitian ini
adalah peneliti akan menliti tentang “Hubungan Budaya Organisasi dengan
Kinerja Pustakawan di Perpustakaan Soeman HS”. Budaya organisasi sebagai
variabel X dan Kinerja Pustakawan sebagai variabel Y. Penelitian akan
dilakukan dengan metode kuantitatif korelasi.

2.

Penelitian oleh Anggia (2012) dengan judul “Hubungan Budaya Organisasi
dengan Kinerja Karyawan pada PT Askrindo (Persero) Kantor Pusat Jakarta.”
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif.
Pengumpulan data yang dilakukan dengan kueisoner dan dianalisis dengan
formula statistika, yakni korelasi rank spearman yang perhitungannya
menggunakan bantuan SPSS. Hasil penelitian ini adalah bahwa terdapat
hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja karyawan, dengan nilai
koefisien korelasi = 0, 638. Angka ini menunjukkan korelasi atau hubungan

22

Universitas Sumatera Utara

yang kuat antara budya organisasi dengan kinerja karyawan sebesar 63,8 %.
Perbedaan dengan penlitian ini adalah peneliti akan menliti tentang
“Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Pustakawan di Perpustakaan
Soeman HS”. Budaya organisasi sebagai variabel X dan Kinerja Pustakawan
sebagai variabel Y. Penelitian akan dilakukan dengan metode kuantitatif
korelasi.

23

Universitas Sumatera Utara