Analisis Pelaksanaan Sistem Rujukan Dalam Era JKN di Puskesmas Bukit Surungan Kota Padang Panjang Tahun 2016

10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Asuransi Kesehatan

2.1.1

Pengertian
Asuransi

yang

dikutip

dari

Ather


suatu

instrumen

sosial

yang

menggabungkan resiko individu menjadi resiko kelompok dan menggunakan dana
yang dikumpulkan oleh kelompok tersebut untuk membayar kerugian yang diderita.
Dalam asuransi kesehatan, resiko sakit secara bersama-sama ditanggung oleh peserta
dengan mengumpulkan premi ke perusahaan atau badan penyelenggara asuransi
kemudian pihak asuransi mentransfer resiko individu ke suatu kelompok dan
membagi bersama jumlah kerugian dengan proporsi yang adil oleh seluruh anggota
kelompok (Ilyas, 2006).
Pada hakekatnya asuransi adalah suatu perjanjian antara nasabah asuransi
(tertanggung) dengan perusahaan asuransi (penanggung) mengenai pengalihan resiko
dari nasabah kepada perusahaan asuransi. Resiko yang dialihkan meliputi:
kemungkinan keruwgian material yang dapat dinilai dengan uang yang dialami

nasabah, sebagai akibat terjadinya suatu peristiwa yang mungkin/belum pasti akan
terjadi (Uncertainty of Occurrence & Uncertainty of Loss). Misalnya :
1. Resiko terbakarnya bangunan dan/atau Harta Benda di dalamnya sebagai
akibat sambaran petir, kelalaian manusia, arus pendek.

10

Universitas Sumatera Utara

11

2. Resiko kerusakan mobil karena kecelakaan lalu lintas, kehilangan karena
pencurian.
3. Meninggal atau cedera akibat kecelakaan, sakit.
4. Banjir, Angin topan, badai, Gempa bumi, Tsunami
2.1.2

Jaminan Kesehatan Nasional
Kata” jaminan” secara bahasa dapat diartikan asuransi (insurance), peyakinan


(assurance), janji (promise), dan dapat berarti pengamanan (security) kata jaminan
yang berarti asuransi di Indonesia berakar dari proses pengumpulan dana bersama
untuk kepentingan bersama yang memiliki arti transfer resiko (Thabrany, 2014).
Dalam

buku pegangan

Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), asuransi kesehatan bertujuan untuk
membantu masyarakat mengurangi biaya kesehatan dari kantong sendiri out of
pocket, dalam jumlah yang sulit diprediksi dan kadang-kadang memerlukan biaya
yang sangat besar. Untuk itu diperlukan jaminan dalam bentuk asuransi kesehatan
karena peserta membayar premi dengan besaran tetap. Dengan demikian, pembiayaan
kesehatan ditanggung

bersama secara gotong royong oleh keseluruhan peserta,

sehingga tidak memberatkan secara orang perorang.
Tetapi asuransi kesehatan saja tidak cukup. Diperlukan Asuransi Kesehatan
Sosial atau Jaminan Kesehatan Sosial (JKN). Karena, pertama premi asuransi
komersial relatif tinggi sehingga tidak terjangkau bagi sebagian masyarakat. Kedua,

manfaat yang ditawarkan umumnya terbatas.

Universitas Sumatera Utara

12

Sebaliknya, asuransi kesehatan sosial memberikan beberapa keuntungan
sebagai berikut. Pertama, memberikan manfaat yang komprehensif dengan premi
terjangkau. Kedua, asuransi kesehatan sosial menerapkan prinsip kendali biaya dan
mutu. Itu berarti peserta bisa mendapatkan pelayanan bermutu memadai dengan biaya
yang wajar dan terkendali, bukan “terserah dokter” atau terserah “rumah sakit”.
Ketiga, asuarnsi kesehatan sosial menjamin sustainabilitas (kepastian pembiayaan
yang berkelanjutan). Keempat, asuransi kesehatan sosial memiliki portabilitas,
sehingga dapat digunakan di seluruh wilayah Indonesia. Oleh sebab itu, untuk
melindungi seluruh warga, kepesertaan asuransi kesehatan sosial/ JKN bersifat wajib.
Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang besifat wajib
dari peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta atas resiko sosial
ekonomi yang menimpa mereka dan atau anggota keluarganya (UU SJSN Nomor 40
Tahun 2004).
Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah tata cara penyelenggaraan program

Jaminan Sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan
BPJS Ketenagakerjaan.
Jaminan Sosial adalah bentuk pelindung sosial untuk menjamin seluruh rakyat
agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Dengan demikian, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di
Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem
Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui meanisme Asuransi Kesehatan
Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40

Universitas Sumatera Utara

13

Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua
penduduk Indonesia terlindungi alam sistem asuransi, sehingga mereka dapat
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak.
2.1.3

Prinsip-Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan


Sosial Nasional (SJSN) berikut:
1. Prinsip Kegotongroyongan
Gotongroyong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup
bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam
SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang
kurang mampu, peserta yang sehat membantu peserta yang sakit atau yang beresiko
tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena
kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu.
Dengan demikian, melalui prinsip gotong royong jaminan sosial dapat menumbuhkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Prinsip Nirlaba
Pengelolaaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan
utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang
dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya,
akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.
3. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektifitas

Universitas Sumatera Utara


14

prinsip-prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang
berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.
4. Prinsip Porabilitas
Prinsip porabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan
yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat
tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Prinsip kepesertaan bersifat wajib
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga
dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat,
penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah
serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di
sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara
mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat
mencakup seluruh rakyat.
6. Prinsip dana amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada
badan-badan


penyelenggara

untuk

dikelola

sebaik-baiknya

dalam

rangka

mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.
7. Prinsip hasil pengeloaan Dana Jaminan Sosial
Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesarbesar kepentingan peserta (Kemenkes, 2014).

Universitas Sumatera Utara

15


2.1.4

Kepesertaan
Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat

6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Pekerja adalah setiap orang
yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain (Peraturan
Presiden Nomor 12 Tahun 2013).
Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusahan, badan hukum, atau
badan lainnya yang memperkerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara yang
memperkerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam
bentuk lainnya. Peserta tersebut meliputi: Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan
bukan PBI JKN dengan rincian sebagai berikut:
a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan
orang tidak mampu.
b. Peserta bukan PBI adalah peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang
tidak mampu yang terdiri atas:
1. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
a. Pegawai Negeri Sipil;

b. Anggota TNI;
c. Anggota POLRI;
d. Pejabat Negara;
e. Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri;
f. Pegawai Swasta; dan

Universitas Sumatera Utara

16

g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima
upah.
2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
a. Pekerja diluar hubungan kerja atau pekerja mandiri
b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima upah
c. Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga negara
asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
3. Bukan Pekerja dan anggita keluarganya terdiri atas:
a. Investor;
b. Pemberi kerja;

c. Penerima Pensiun;
d. Veteran;
e. Perintis Kemerdekaan; dan
f. Bukan pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang
mamu membayar iuran.
4. Penerima pensiun terdiri atas:
a. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;
b. Anggita TNI yang berhenti dengan hak pensiun;
c. Pejabat negara yang berhenti dengan hak pensiun ;
d. Penerima pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c;
e. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari peneria pensiun sebagaimana
dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak pensiun.

Universitas Sumatera Utara

17

f. Anggota keluarga bagi pekerja yang menerima upah meliputi:
a). Istri atau suami yang sah dari peserta; dan
b).Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari pseserta,
dengan kriteria: tidak tahu atau belum pernah menikah atau tidak
mempunyai pengahasilan sendiri; dan belum berusia 21 (dua puluh satu)
tahun atau belum berusia 25 ( dua puluh lima) tahun yang masih
melanjutkan pendidikan formal.
c). Sedangkan peseta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan anggota
keluarga yang lain.
5. WNI di Luar Negeri
Jaminan kesehatan bagi peserta WNI yang bekerja di luar negeri diatur
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri.
2.1.5

Pembiayaan

1. Iuran
Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara
teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau pemerintah untuk program Jaminan
Kesehatan (Pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan).
2. Pembayar Iuran
• bagi Peserta PBI, iuran dibayar oleh Pemerintah.
• bagi Peserta Pekerja Penerima Upah, Iurannya dibayar oleh
Pemberi Kerja dan Pekerja.
• bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan

Universitas Sumatera Utara

18

Pekerja iuran dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.
• Besarnya Iuran Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan melalui
Peraturan Presiden dan di tinjau ulang secara berkala sesuai
dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar
hidup yang layak.
3. Pembayaran Iuran
Setiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan
Presentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau sejumlah nominal tertentu
(bukan penerima upah dan PBI).
Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan
iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan membayarkan iuran tersebut
setiap bulan kepada BPJS Kesehatan secara berkala (paling lambat tanggal 10 setiap
bulannya). Apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan
pada hari berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan denda
administratif sebesar 2 % (dua persen) perbulan dari total iuran yang tertunggak dan
dibayar oleh Pemberi Kerja. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan
Pekerja wajib membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat
tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Pembayaran iuran JKN
dapat dilakukan diawal. BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan
iuran JKN sesuai dengan Gaji atau Upah Peserta. Dalam hal terjadi kelebihan atau
kekurangan pembayaran iuran, BPJS Kesehatan memberitahukan secara tertulis
kepada Pemberi Kerja dan/atau Peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja

Universitas Sumatera Utara

19

sejak diterimanya iuran diperhitungkan dengan pembayaran iuran bulan berikutnya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara diatur dengan peraturan BPJS Kesehatan.

2.1.6

Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu manfaat

medis berupa pelayanan kesehatan dan manfaat non medis meliputi akomodasi dan
ambulans. Ambulans hanya diberikan kepada pasien rujukan dari fasilitas kesehatan
denga kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Manfaat Jaminan
Kesehatan Nasional mencakup Pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan
kebutuhan medis.
Manfaat pelayanan promotif da preventif meliputi pemberian pelayanan:
a. Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan
mengenai pengelolaan faktor resiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan
sehat.
b. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis
Tetanus dan Hepatitis B (DPTHB), Polio dan Campak.
c. Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan
tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga
berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan
oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

Universitas Sumatera Utara

20

d. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi
risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.
Meskipun manfaat yang dijamin JKN bersifat komprehensif, masih ada
manfaat yang tidak dijamin meliputi:
a. Tidak sesuai prosedur
b. Pelayanan di luar fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS
c. Pelayanan bertujuan kosmetik
d. General checkup
e. Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, pengobatan impotensi
f. Pelayanan kesehatan pada saat bencana
g. Pasien bunuh diri /penyakit yang timbul akibat kesengajaan untuk menyiksa diri
sendiri/Bunuh Diri/Narkoba (Kemenkes, 2014).
2.1.7

Penyelenggaraaan Jaminan Kesehatan Nasional
Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 tentang

Sistem Kesehatan Nasional bab V tentang cara penyelenggaraan JKN menerangkan :
1.

Pendayagunaan Sumber Daya Manusia Kesehatan

a. Pemerintah bekerja sama dengan Pemerintah Daerah melakukan upaya
penempatan tenaga kesehatan yang ditujukan untuk mencapai pemerataan yang
berkeadilan dalam pembangunan kesehatan.
b. Dalam rangka penempatan tenaga kesehatan untuk kepentingan pelayanan publik
dan pemerataan, Pemerintah/Pemerintah Daerah melakukan berbagai pengaturan
untuk memberikan imbalan material atau non material kepada tenaga kesehatan

Universitas Sumatera Utara

21

dalam memberikan pelayanan didaerah yang tidak diminati, seperti: daerah
terpencil, daerah sangat terpencil, daerah tertinggal, daerah pedesaan, pulaupulau terluar dan terdepan, serta daerah bencana dan rawan konflik.
c. Dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi
sesuai standar kompetensi yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah
Derah, dan/atau swasta.
2. Pembinaan dan Pengawasan Mutu Sumber Daya Manusia Kesehatan
1. Pembinaan. Penyelenggaraan, pengembangan, dan pemberdayaan sumber
daya

manusia

kesehatan

di

berbagai

tingkatan dan/atau organisasi

memerlukan komitmen yang kuat dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah
serta dukungan peraturan perundang-undangan mengenai pengembangan dan
pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan tersebut.
2. Pembinaan dan pengawasan praktik profesi bagi tenaga kesehatan dilakukan
melalui uji kompetensi, sertifikasi, registrasi, dan pemberian izin praktik/izin
kerja bagi tenaga kesehatan yang memenuhi syarat.
3. Pengawasan sumber daya manusia kesehatan dilakukan untuk mencegah
terjadinya pelanggaran etik/disiplin/hukum yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan maupun tenaga pendukung/penunjang kesehatan yang bekerja
dalam bidang kesehatan. Pelanggaran etik dapat dikenakan sanksi etik oleh
organisasi profesi yang bersangkutan. Pelanggaran disiplin dapat dikenakan
sanksi disiplin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apabila pelanggaran tersebut menyebabkan kerugian kepada pihak lain, maka

Universitas Sumatera Utara

22

dalam rangka melindungi masyarakat, yang bersangkutan dapat dikenakan
sanksi hukum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

3.

Subsistem Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan
a. Pengertian
Subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan adalah
pengelolaan berbagai upaya yang menjamin keamanan, khasiat/manfaat, mutu
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. Sediaan farmasi adalah obat, bahan
oba, obat tradisional, dan kosmetika.
b. Tujuan
Tujuan penyelenggaraan subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
makanan adalah berkhasiat/terdianya farmasi, alat kesehatan, dan makanan yang
terjamin aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu, dan khusus untuk obat dijamin
ketersediaan dan keterjangkauannya guna menigkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
c. Unsur-unsur
Unsur-unsur subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan terdiri

dari:
1.

Komoditi;

2.

Sumber daya;

3.

Pelayanan kefarmasian;

Universitas Sumatera Utara

23

4.

Pengawasan;dan

5.

Pemberdayaan masyarakat.

Fasilitas sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan adalah peralatan atau
tempat yang harus memenuhi kebijakan yang telah ditetapkan, baik difasilitas
produksi, distribusi maupun fasilitas pelayanan kesehatan primer, sekunder, tersier.
Pelayanan kefarmasian ditujukan untuk dapat menjamin penggunaan sediaan farmasi
dan alat kesehatan, secara rasional, aman, dan bermutu di semua fasilitas pelayanan
kesehatan dengan mengikuti kebijakan yang ditetapkan.
2.2 Sistem Rujukan Berjenjang
2.2.1 Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan
Dalam

buku

Panduan

Praktis

Sistem

Rujukan

Berjenjang

Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan tahun 2014, Sistem Rujukan Pelayanan
Kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan
tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal
maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau
asuransi kesehatan sosial, dan seluruh fasillitas kesehatan.
Tata laksana rujukan:
1.

Internal antar- petugas di satu rumah sakit

2.

Antara puskesmas pembantu dan puskesmas

3.

Antara masyarakat dan puskesmas

4.

Antara satu puskesmas dan puskesmas lainnya

Universitas Sumatera Utara

24

5.

Antara puskesmas dan rumah sakit, laboratorium atau fasilitas pelayanan

kesehatan lainnya.
6.

Internal antar-bagian/unit pelayanan di dalam satu rumah sakit

7.

Antar rumah sakit, laboratoruim atau fasilitas pelayanan lain dari rumah sakit.

2.2.2 Ketentuan Umum
1. Pelayanan Kesehatan perorangan terdiri dari 3 tingkatan yaitu:
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama
b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua, dan
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga
2. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar yang
diberi oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama.
3. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan tingkat
spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang
menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik.
4. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub
spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis
yang menggunakan teknologi kesehatan sub spesialistik.
5. Dalam menjalankan pelayanan kesehatan fasilitas tingkat pertama dan tingkat
lanjutan wajib melakukan sistem rujukan dengan mengacu pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Universitas Sumatera Utara

25

6. Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem
rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan
prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS Kesehatan.
7. Fasilitas kesehatan yang tidak menerapkan sistem rujukan maka BPJS Kesehatan
akan melakukan recredentialing terhadap kinerja fasilitas kesehatan tersebut dan
dapat berdampak pada lanjutan tingkat pertama.
8. Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal.
9. Rujukan horizontal merupakan rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan
dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberi pelayanan kesehatan
sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan
dan/individu ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.
10. Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang
berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke
tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
11. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan
pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:
a. pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;
b.perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ketenagaan.
12. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan
pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila:

Universitas Sumatera Utara

26

a. permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan
kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi kewenangannya;
b. kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik
dalam menangani pasien tersebut;
c. pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan
pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi
dan pelayanan jangka panjang; dan/atau
d. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan.

Universitas Sumatera Utara

27

Gambar 2.1 Tata Cara Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang
2.2.3

Jenis Sistem Rujukan
Sistem Rujukan pelayanan kebidanan merupakan kegiatan pengiriman orang

sakit dari unit kesehatan yang kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap berupa
rujukan kasus patologis pada kehamilan, persalinan dan nifas masuk didalamnya,
pengiriman kasus masalah reproduksi lainnya seperti kasus ginekologi atau
kontrasepsi yang memerlukan penanganan spesialis. Termasuk juga didalamnya
pengiriman bahan laboratorium.
Jika penderita telah sembuh dan hasil laboratorium telah selesai, kembalikan
dan kirimkan ke unit semula, jika perlu disertai dengan keterangan yang lengkap
(surat balasan).
Rujukan informasi medis membahas secara lengkap data-data medis penderita
yang dikirim dan advis rehabilitas kepada unit yang mengirim. Kemudian Bidan
menjalin kerja sama dalam sistem pelaporan data-data parameter pelayanan
kebidanan, terutama mengenai kematian maternal dan pranatal. Hal ini sangat
berguna untuk memperoleh angka-angka secara regional dan nasional pemantauan
perkembangan maupun penelitian.
Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari: rujukan internal dan
rujukan eksternal.
1.

Rujukan Internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di
dalam institusi tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas
pembantu) ke puskesmas induk.

Universitas Sumatera Utara

28

2.

Rujukan Eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang
pelayanan kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke puskesmas
rawat inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit umum daerah).
Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari: rujukan medik dan

rujukan kesehatan.
1.

Rujukan Medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya
penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk pasien
puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes
mellitus) ke rumah sakit umum daerah. Jenis rujukan medik:
a.

Transfer of patient. Konsultasi penderita untuk keperluan diagnostik,

pengobatan, tindakan operatif dan lain-lain.
b. Transfer of specimen. Pengiriman bahan untuk pemeriksaan laboratorium
yang lebih lengkap.
c. Transfer of knowledge/personel. Pengiriman tenaga yang lebih kompeten
meningkatkan mutu layanan pengobatan setempat. Pengiriman tenaga-tenaga
ahli ke daerah untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan melalui
ceramah, konsultasi penderita, diskusi kasus dan demonstrasi operasi (transfer
of knowledge). Pengiriman petugas pelayanan kesehatan daerah untuk
menambah pengetahuan dan keterampilan mereka ke rumah sakit yang lebih
lengkap atau rumah sakit pendidikan, juga dengan mengundang tenaga medis
dalam kegiatan ilmiah yang diselenggarakan tingkat provinsi atau institusi
pendidikan (transfer of personel).

Universitas Sumatera Utara

29

2.

Rujukan Kesehatan adalah hubungan dalam pengiriman dan pemeriksaan bahan
ke fasilitas yang lebih mampu dan lengkap. Rujukan ini umumnya berkaitan
dengan upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan
(preventif). Contohnya, merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik
konsultasi gizi (pojok gizi puskesmas), atau pasien dengan masalah kesehatan
kerja ke klinik sanitasi puskesmas (pos Unit Kesehatan Kerja).
Rujukan kesehatan terutama berkaitan dengan upaya peningkatan dan
pencegahan. Rujukan horizontal dapat dilakukan melalui wadah-wadah
koordinat yang permintaan bantuan dapat diajukan dari tingkat bawah termasuk
masyarakat kepada puskesmas pembantu. Jika puskesmas pembantu tidak dapat
memenuhinya, maka ia akan melanjutkan kepada puskesmas dan seterusnya:
untuk rujukan tertentu yang berkaitan dengan kesehatan, permintaan bantuan
dapat juga diajukan oleh puskesmas kepada sector-sector teknis lain diluar
kesehatan, seperti pekerjaan umum , pembangunan desa, peternakan, dan
swasta.
Rujukan ada tiap tingkatan upaya kesehatan seperti Lembaga ketahanan

Masyarakat Desa di tingkat desa, badan-badan koordinasi lintas sektoral yang berada
di tingkat kecamatan, kabupaten, dan kotamadya, propinsi, atau tingkat nasional.
Rujukan ini dapat berupa permintaan bantuan baik sarana tertentu dalam
bidang kesehatan maupun sarana yang terdapat pada sector-sector teknis lain.
Bantuan sarana tersebut dapat berupa, antara lain :
a.

Obat

Universitas Sumatera Utara

30

b.

Peralatan

c.

Biaya

d.

Bibit tanaman

e.

Ikan dan ternak

f.

Pangan untuk usaha padat karya

g.

Bahan bangunan dan tenaga

3.

Bantuan Operasional

Dalam membina sistem rujukan ini perlu ditentukan beberapa hal:
a. Regionalisasi.
Regionalisasi adalah pembagian wilayah pelaksanaan sistem rujukan. Pembagian
wilayah ini didasarkan atas pembagian wilayah secara administratif, tetapi dimana
perlu didasarkan atas lokasi atau mudahnya sistem rujukan itu dicapai. Hal ini untuk
menjaga agar pusat system rujukan mendapat arus penderita secara merata.
b. Tiap tingkat unit kesehatan diharapkan melakukan penyaringan terhadap penderita
yang akan disalurkan dalam system rujukan. Penderita yang dapat melayani oleh unit
kesehatan tersebut, tidak perlu dikirim ke unit lain yang lebih mampu.
c. Kemampuan unit kesehatan dan petugas.
Kemampuan unit kesehatan tergantung pada macam petugas dan peralatannya.
Walaupun demikian diharapkan mereka dapat melakukan keterampilan tertentu.
Khususnya dalam perawatan ibu dijabarkan keterampilan yang

masing-masing

diharapkan dari unit kesehatan, beserta petugasnya.

Universitas Sumatera Utara

31

Dalam kaitan ini perlu ditetapkan penggolongan penyakit, menjadi 3 golongan
diantarannya :
a. Penyakit yang bersifat darurat, yaitu penyakit yang harus segera di tanggulangi,
karena bila terlambat dapat menyebabkan kematian.
b. Penyakit yang bersifat menahun, yang penyembuhan dan pemulihannya
memerlukan waktu yang lama dan dapat menimbulkan beban pembiayaan yang tidak
dapat dipikul oleh penderita dan keluarganya.
c. Penyakit yang bersifat akut tetapi tidak gawat.
Rehabilitas sosial, bagi penderita yang telah sembuh dari penyakit menahun seperti
kusta dan jiwa yang tidak dapat dikembalikan kepada masyarakat, serta perawwatan
kesehatan bagi orang jompo, terutama menjadi tanggung jawab pemerintah.
2.2.4

Tata Cara Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang

1. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai
kebutuhan medis, yaitu:
a.

Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan
tingkat pertama.

b.

Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk
ke fasilitas kesehatan tingkat kedua

c.

Pelayanan kesehatan tingkat kedua di fasilitas kesehatan sekunder hanya dapat
diberikan atas rujukan dari fasilitas kesehatan primer.

Universitas Sumatera Utara

32

d.

Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di fasilitas kesehatan tersier hanya dapat
diberikan atas rujukan dari fasilitas kesehatan sekunder dan fasilitas kesehatan
primer.

2. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier
hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya,
merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.
3. Ketentuan Pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:
a.

Terjadi keadaan gawat darurat;
Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang berlaku

b.

Bencana;
Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah
Daerah

c.

Kekhususan permasalahan kesehatan pasien;
Untuk kasus yang sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut
hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan

d.

Pertimbangan geografis; dan

e.

Pertimbangan ketersediaan fasilitas

4. Pelayanan oleh bidan dan perawat
a.

Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan
kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

b.

Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter
gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kondisi

Universitas Sumatera Utara

33

gawat darurat dan kekhususan permasalaahan kesehatan pasien, yaitu kondisi
diluar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan
tingkat pertama.
5. Rujukan Parsial
a.

Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi
pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian
terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di faskes tersebut.

b.

Rujukan parsial dapat berupa:
1). Pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan

2). Pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang
c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan pasien
dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.
2.2.5

Forum Komunikasi Antar Fasilitas Kesehatan

1. Untuk dapat mengoptimalisasikan sistem rujukan berjenjang, maka perlu dibentuk
forum komunikasi antar Fasilitas Kesehatan baik faskes setingkat maupun antar
tingkatan faskes, hal ini bertujuan agar fasilitas kesehatan tersebut dapat melakukan
koordinasi rujukan antar fasilitas kesehatan menggunakan sarana komunikasi yang
tersedia agar:
a. Faskes perujuk mendapatkan informasi mengenai ketersediaan sarana dan
prasarana serta kompetensi dan dan ketersediaan tenaga kesehatan serta dapat
memastikan bahwa penerima rujukan dapat menerima pasien sesuai dengan
kebutuhan anda.

Universitas Sumatera Utara

34

b. Faskes tujuan rujukan mendapatkan informasi secara dini terhadap kondisi
pasien sehingga dapat mempersiapkan dan menyediakan perawatan sesuai
dengan kebutuhan medis.
2. Forum Komunikasi antar faskes dibentuk oleh masing-masing Kantor Cabang
BPJS Kesehatan sesuai dengan wilayah kerjanya dengan menunjuk Person In Charge
(PIC) dari masing-masing faskes

yang bertugas menyediakan informasi dalam

rangka pelayanan rujukan.
2.2.6

Pembinaan dan Pengawasan Sistem Rujukan Berjenjang

1. Ka Dinkes Kab/Kota dan organisasi profesi bertanggung jawab atas
pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat pertama.
2. Ka Dinkes provinsi dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan
dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat kedua.
3. Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada
pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
2.3

Puskesmas
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggrakan upaya

kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes, 2014).

Universitas Sumatera Utara

35

Gambar 2.2 Alur Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan
Sumber : Permenkes 2014

Universitas Sumatera Utara

36

2.3.1 Prinsip-prinsip Puskesmas
Prinsip-prinsip puskesmas meliputi:
 Paradigma sehat, Puskesmas mendorong seluruh pemagku kepentingan untuk
berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan yang
dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
 Pertanggungjawaban wilayah, Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab
terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.
 Kemandirian masyarakat, Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
 Pemerataan, Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang dapat diakses
dan terjangkau oleh seluruh masyarakat diwilayah kerjanya secara adil tanpa
membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya dan kepercayaan.
 Teknologi tepat, Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan
memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan,
mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.
 Keterpaduan dan kesinambungan, guna Puskesmas mengintegrasikan dan
mengoordinasikan penyelenggraan UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor
serta melaksanakan Sistem Rujukan yang didukung dengan manajemen Puskesmas
(Permenkes, 2014).
2.3.2

Fungsi Puskesmas

Universitas Sumatera Utara

37

Dalam

melaksanakan

tugasnya yaitu melaksanakan kebijakan kesehatan

untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanyadalam rangka
mendukung terwujudnya kecamatan sehat, Puskesmas menyelenggarakan fungsi :
1.

Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya, yaitu:

a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat
dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan;
b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;
c. Melaksanakan komunikasi, informasi, reduksi, dan pemberdayaan masyarakat
dalam bidang kesehatan;
d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah
kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerja sama
dengan sektor terkait;
e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya
kesehatan berbasis masyarakat;
f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas;
g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan;
h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan
cakupan Pelayanan Kesehatan;dan
i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk
dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan
penyakit.
2.

Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

38

a. Menyelenggarakan

Pelayanan

Kesehatan

dasar

secara

komprehensif,

berkesinambungan dan bermutu;
b. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya promotif
dan preventif;
c. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat;
d. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan keamanan dan
keselamatan pasien, petugas dan pengunjung;
e. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja
sama inter dan antar profesi;
f. Melaksanakan rekam medis;
g. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses
pelayanan kesehatan;
h. Melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan;
i. Mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan
tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan
j. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan sistem
rujukan (Permenkes, 2014)
2.3.3

Upaya Kesehatan
Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan tingkat pertama dan upya

kesehatan perorangan tingkat pertama, dimana upaya kesehatan tingkat pertama
meliputi :

Universitas Sumatera Utara

39

1.

Upaya Kesehatan Esensial:

a. Pelayanan promosi kesehatan;
b. Pelayanan kesehatan lingkungan;
c. Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana;
d. Pelayanan gizi;
e. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.
2.

Upaya Kesehatan Perorangan meliputi :

a. Rawat jalan;
b. Pelayanan gawat darurat;
c. Pelayanan satu hari (one day care);
d. Home care; dan/atau
e. Rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan
f. Kesehatan (Permenkes, 2014).

Universitas Sumatera Utara

40

Gambar 2.3 Alur Pelayanan Pasien di Puskesmas
Sumber : Permenkes 2014
2.3.4

Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia puskesmas terdiri atas Tenaga Kesehatan dan non

kesehatan. Jenis dan jumlah tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan sebagaimana
dimaksud dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dengan mempertimbangkan
jumlah pelayanan yang diselenggarakan, jumlah penduduk dan persebarannya,

Universitas Sumatera Utara

41

karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah kerja, dan pembagian waktu kerja.
Jenis tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit
terdiri atas:
a.

Dokter atau dokter layanan primer;

b.

Dokter gigi;

c.

Perawat;

d.

Bidan;

e.

Tenaga kesehatan masyarakat;

f.

Tenaga kesehatan lingkungan;

g.

Ahli teknologi laboratorium medik;

h.

Tenaga gizi; dan

i.

Tenaga kefarmasian (Permenkes, 2014)

2.4 Kerangka Pikir
Berdasarkan landasan teori yang telah dipaparkan diatas, maka penelitian ini
fokus pada analisis pelaksanaan sistem rujukan era JKN pada Puskesmas Bukit
Surungan. Maka secara ringkas disusun alur penelitian (kerangka konsep) sebagai
berikut.

INPUT
a. Tenaga

PROSES

OUTPUT
Kesesuaian

Universitas Sumatera Utara

42

Kesehatan
b. Sarana dan
Prasarana

a. Pelaksanaan rujukan
Peserta JKN

pelaksanaan
rujukan tingkat
pertama
peserta
JKN

c. Prosedur
pelaksanaan
Rujukan

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual Penelitian

Universitas Sumatera Utara