Hubungan Academic Self Concept Dengan Task Commitment Pada Siswa Sma Program Akselerasi Di Medan

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Task Commitment
2.1.1. Pengertian Task Commitment
Task commitment adalah salah satu karakteristik yang mestinya dimiliki
oleh siswa berbakat menurut konsep “The Three Ring Conception” dari Renzulli.
Menurut Renzulli (dalam Hawadi, 2002), komitmen terhadap tugas (task
commitment) merupakan suatu bentuk halus dari motivasi. Task commitment yang
tinggi adalah level tinggi dari motivasi dan kemampuan untuk melihat suatu
proyek sampai pada kesimpulan (Hallahan, 1988). Jika motivasi biasanya
didefinisikan sebagai suatu proses energi umum yang merupakan faktor pemicu
pada organisme, task commitment merupakan suatu energi yang ditampilkan pada
tugas tertentu yang spesifik (Hawadi, 2002). Tugas tertentu yang spesifik adalah
tugas-tugas akademik yang diterima oleh siswa.
Selain itu, Renzulli (1990) juga menerangkan pengertian dari komitmen
terhadap tugas (task commitment), ada tiga hal yang menjadi sorotan, yang
pertama, komitmen pada tugas (task commitment) adalah suatu kapasitas yang
tinggi dari ketertarikan, antusias, daya tarik, dan keterlibatan dalam tugas dan
masalah yang berkaitan dengan proses belajar. Kedua, komitmen pada tugas (task
commitment) adalah kapasitas untuk tekun, bertahan pada tugas, keteguhan,

bekerja keras pada tugas yang menjadi tanggung jawabnya, disertai dengan
kepercayaan diri, kemauan yang kuat dan dapat dipercaya dalam tanggung

Universitas Sumatera Utara

jawabnya menyelesaikan tugas yang penting, juga terbebas dari perasaan tidak
mampu. Sedangkan yang ketiga, bahwa komitmen pada tugas (task commitment)
merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah dengan

alasan yang

khusus, kemampuan untuk menentukan pilihan yang utama, menentukan standar
yang tinggi untuk satu tugasnya, membuka diri terhadap kritik dari luar dan
mengembangkan keunggulan tentang tiap tugasnya.
Lazear (1991) memberikan definisi dimana komitmen pada tugas (task
commitment) merupakan ciri pribadi yang tekun dan ulet pada tugasnya, dengan
meyusun tujuannya, memiliki keterlibatan yang dekat dan dalam pada tugas dan
masalahnya, sangat antusias pada setiap aktivitasnya, hanya membutuhkan sedikit
motivasi eksternal saat menyelesaikan tugasnya, memilih untuk berkonsentrasi
pada tanggung jawabnya dan memiliki energi yang tinggi.

Definisi komitmen terhadap tugas (task commitment) juga dikemukakan
oleh Sutisna (dalam Syarifa, 2011) yaitu suatu energi dalam diri yang mendorong
seseorang untuk tekun dan ulet mengerjakan tugasnya meskipun mengalami
macam-macam rintangan dalam menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung
jawabnya karena individu tersebut telah mengikatkan diri terhadap tugas tersebut
atas kehendak sendiri.
Berdasarkan paparan diatas, ditarik kesimpulan bahwa pengertian dari task
commitment adalah suatu bentuk halus dari motivasi intrinsik yang mengarahkan
seseorang untuk terus terikat dan bertanggung jawab terhadap tugasnya.

Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Hal-hal yang Mempengaruhi Task Commitment
Keterikatan atau kemampuan seseorang untuk bisa berkomitmen terhadap
tugasnya tentu ada hal-hal yang mempengaruhinya untuk selanjutnya dapat
tumbuh atau berkembang. Hal-hal tersebut dapat bersumber dari dalam diri
(internal) maupun luar diri (eksternal) siswa tersebut.
Menurut Hawadi (dalam Saam, 2010), faktor-faktor yang mempengaruhi
komitmen terhadap tugas (task commitment) antara lain:
a. Faktor individual

Faktor individual pertama mencakup persepsi terhadap diri yaitu
bagaimana remaja bersekolah memandang dan memahami kemampuan
dirinya. Kedua, persepsi terhadap peran dan tugasnya sebagai siswa. Faktor
individual yang ketiga adalah sikap orang tua. Sikap orang tua yang
memfokuskan pada hasil tugas akhir, akan menghasilkan siswa yang lebih
memiliki motivasi eksternal, sedangkan orang tua yang menghargai proses
belajar dan berpendapat bahwa prestasi merupakan hasil dari proses belajar,
maka akan membuat siswa memiliki komitmen yang lebih baik pada setiap
tugasnya.
b. Faktor situasional
Yang termasuk faktor situasional yaitu besar kecilnya kelas. Besar
kecilnya kelas akan menentukan persaingan antar siswa sehingga ikut
mempengaruhi keinginan siswa untuk menonjol. Guru juga mempengaruhi
bagaimana siswa berkomitmen terhadap tugasnya. Sikap dan perilaku guru
ikut mempengaruhi siswa dalam menumbuhkan motivasinya.

Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Ciri-ciri Task Commitment
Berikut ciri aspek keberbakatan task commitment yang dijabarkan oleh

Hawadi (2002):
1. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus untuk waktu lama,
tidak berhenti sebelum selesai).
2. Ulet (tidak lekas putus asa bila menghadapi kesulitan).
3. Mampu berprestasi sendiri tanpa dorongan orang lain.
4. Ingin mendalami bahan atau bidang pengetahuan yang diberikan di dalam
kelas (ingin mengetahui banyak bahan dari sekedar diajarkan oleh guru).
5. Selalu berusaha untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas
dengan prestasinya).
6. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah orang dewasa
(misalnya terhadap pembangunan, agama, politik, ekonomi, korupsi dan
keadilan).
7. Senang dan rajin belajar dengan penuh semangat.
8. Cepat bosan dengan tugas-tugas rutin (dalam pelajaran maupun
pekerjaan).
9. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin dengan sesuatu,
tidak mudah melepaskan pendapat tersebut).
10. Menunda pemuasan kebutuhan sesaat untuk mencapai tujuan di
kemudian hari.


Universitas Sumatera Utara

2.2. Academic Self Concept
2.2.1. Pengertian Academic Self Concept
Konsep diri adalah salah satu komponen pembentuk self seseorang. Dalam
Baron, dkk (2006) dikemukakan bahwa pengertian dari konsep diri adalah
identitas diri seseorang sebagai sebuah skema dasar yang terdiri dari kumpulan
keyakinan dan sikap terhadap diri sendiri yang terorganisasi.
Burns (1993) menyatakan bahwa konsep diri adalah satu gambaran
campuran dari apa yang kita pikirkan, apa yang orang-orang lain berpendapat
mengenai diri kita dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. Konsep diri juga
didefinisikan sebagai pemahaman seseorang atas kekuatan atau kelemahan,
kemampuan, sikap, dan nilai sendiri (Slavin dalam Niyoko, 2010).
Seseorang yang memiliki status sebagai siswa atau pelajar, selain memiliki
konsep diri secara keseluruhan, ia juga memiliki konsep diri secara lebih spesifik
yaitu konsep diri akademik (academic self concept). Academic self concept
merupakan suatu penilaian terhadap diri sendiri dalam ruang lingkup akademis.
Menurut Byrne (dalam Marsh, dkk, 2005), academic self concept merupakan
salah satu komponen dalam peningkatan prestasi akademis. Menurut Marsh, dkk
(2003), academic self concept meliputi bagaimana individu bersikap, merasa, dan

mengevaluasi

kemampuannya.

Oleh

karena

itu,

Marsh,

dkk

(2003)

mengungkapkan bahwa academic self concept dapat mempengaruhi individu
menjadi lebih percaya diri dan merasa yakin akan kemampuan yang mereka
miliki. Maka dari itu, academic self concept yang dimiliki oleh setiap siswa
memiliki hubungan terhadap akademis siswa itu sendiri. Pengertian lain dari


Universitas Sumatera Utara

academic self concept juga dikemukakan oleh Carlock (1999) yang menyatakan
bahwa academic self concept pandangan diri yang meliputi pengetahuan, harapan,
dan penilaian individu mengenai kemampuan akademis yang dimiliki.
Dari uraian beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa academic
self concept merupakan pandangan umum individu yang mencakup pengetahuan,
harapan, dan penilaian individu terhadap kemampuan akademis yang dimiliki.
2.2.2. Aspek-aspek Academic Self Concept
Carlock (1999) mengungkapkan bahwa aspek-aspek academic self concept
juga memiliki tiga aspek dan tidak berbeda dengan aspek-aspek konsep diri, yaitu
adanya pengetahuan, harapan, dan penilaian individu mengenai kemampuan
akademis yang dimiliki. Ketiga aspek tersebut dijelaskan sebagai berikut.
a. Pengetahuan
Pengetahuan meliputi apa yang dipikirkan individu tentang diri sendiri.
Dalam hal kemampuan akademis, individu dapat saja memiliki pikiranpikiran mengenai kemampuannya tersebut, seperti pelajaran yang dikuasai,
nilai, dan sebagainya (Carlock, 1999). Individu juga mengidentifikasi
kemampuan dirinya dalam satu kelompok. Kelompok tersebut memberinya
sejumlah informasi lain yang kemudian menjadikan perbandingan antara

dirinya dan orang lain.
b. Harapan
Ketika individu mempunyai suatu pandangan tentang siapa dirinya, ia
juga mempunyai suatu pandangan lain, yaitu tentang kemungkinan ia akan
menjadi apa di masa depan. Carlock (1999) menyatakan bahwa individu

Universitas Sumatera Utara

memiliki harapan mengenai kemampuan akademis yang dimiliki seperti
halnya harapan terhadap dirinya secara keseluruhan. Harapan atau tujuan
individu, tentunya akan membangkitkan kekuatan yang mendorong dirinya
untuk mengembangkan kemampuannya tersebut.
c. Penilaian individu
Individu berkedudukan sebagai penilai terhadap dirinya setiap hari. Hasil
pengukuran ini disebut dengan harga diri. Jika dihubungkan dengan bidang
akademisnya, menurut Marsh (2003), hal ini berarti seberapa besar individu
menyukai kemampuan akademisnya.
2.2.3. Jenis-jenis Academik Self Concept
Carlock (1999) menyatakan academic self concept terbagi atas konsep diri
akademis positif dan konsep diri akademis negatif. Siswa yang memiliki konsep

diri akademis yang positif akan membawa perasaan nyaman bagi siswa dalam
menjalankan tugas belajarnya. Untuk siswa dengan konsep diri akademis negatif
memiliki kecenderungan yang lebih besar dalam berbuat kecurangan dalam tes
daripada siswa dengan konsep diri akademis positif. Ini dikarenakan siswa yang
memiliki konsep diri akademis positif umumnya cukup mampu menerima dirinya
apa adanya. Mereka menyadari dengan baik kekuatan dan kelemahannya untuk
berkembang dan memperbaiki diri.

Universitas Sumatera Utara

2.3. Siswa Program Akselerasi
2.3.1. Pengertian Program Akselerasi
Program percepatan belajar (akselerasi) adalah salah satu program
perencanaan pendidikan untuk memenuhi kebutuhan anak berbakat (Hallahan,
1988). Layanan program percepatan belajar yang ada di Indonesia adalah program
dengan jenis telescoping curriculum dimana siswa menggunakan waktu yang
lebih sedikit daripada waktu belajar pada umumnya untuk menyelesaikan seluruh
materi yang ada (Hawadi dalam Misero, 2012). Pada program percepatan belajar
jenis ini, waktu belajar di SMP atau SMA yang umumnya ditempuh selama tiga
tahun, hanya ditempuh selama dua tahun (Hawadi dalam Misero, 2012).

Dalam program percepatan belajar untuk SD, SLTP, dan SMU yang
dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2000, akselerasi didefinisikan sebagai
salah satu bentuk pelayanan pendidikan yang diberikan bagi siswa dengan
kecerdasan dan kemampuan luar biasa untuk dapat menyelesaikan pendidikan
lebih awal dari waktu yang telah ditentukan (Direktorat Jendral Pendidikan Dasar
dan Menengah dalam Respati, 2007).
Program akselerasi terdapat dalam dua bentuk, yaitu (1) Percepatan kelas siswa melompat kelas, biasanya di sekolah dasar atau sekolah tingkat menengah;
dan (2) Percepatan Konten - siswa melewati pelajaran dengan tingkat yang setara
dengan kemampuan intelektual dan kapabilitasnya.
Depdiknas (2001) menyebutkan program akselerasi dapat tampil dalam
beberapa bentuk sebagai berikut: (a) masuk sekolah TK dalam usia yang jauh
lebih muda dari pada anak rata-rata umumnya; (b) loncat kelas, umumnya berkisar

Universitas Sumatera Utara

antara satu kelas atau lebih di atas teman-teman seusianya; (c) akselerasi dalam
subjek-subjek tertentu; (d) mentoring, waktu bekerja/belajar bersama seorang ahli
dalam satu bidang (ahli tersebut bisa guru atau orang luar).
Program percepatan untuk siswa berbakat harus mempertimbangkan hal-hal
berikut, antara lain kebutuhan emosional siswa berbakat, kebutuhan untuk

interaksi dengan teman sebaya, dan penataan kembali kurikulum untuk
memasukkan keterampilan dan konsep dengan tingkat yang lebih tinggi.
Menurut Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah (dalam
Respati, 2007), sekolah penyelenggara program percepatan belajar adalah sekolah
yang

memiliki

kelengkapan

sarana

dan prasarana

penunjang

kegiatan

pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan siswa yang memiliki keberbakatan
intelektual tinggi. Beberapa sarana belajar yang diharapkan tersedia diantaranya
kelengkapan sumber belajar (seperti buku paket, buku pelengkap, buku referensi,
buku bacaan, majalah, modul, lembar kerja, kaset video, VCD, CD-ROM), media
pembelajaran (seperti radio, casette recorder, TV, OHP, wireless, slide projector,
LD/LCD/VCD/ DVD Player, Komputer), serta adanya sarana Information
Technology (IT) : seperti jaringan internet, dan lain-lain.
Berdasarkan beberapa paparan definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa program percepatan belajar (akselerasi) adalah suatu program pendidikan
yang dirancang untuk anak dengan keberbakatan intelektual tinggi, dimana anak
dapat menyelesaikan studinya dengan waktu yang lebih cepat dari yang
seharusnya.

Universitas Sumatera Utara

2.3.2. Pengertian Siswa Program Akselerasi
Seperti yang telah dijelaskan bahwa program percepatan belajar (akselerasi)
dirancang untuk memenuhi kebutuhan anak (siswa) yang memiliki keberbakatan
intelektual yang tinggi. Siswa yang memiliki kemampuan intelektual rata-rata atau
dibawah rata-rata tidak dapat mengikuti program pembelajaran akselerasi ini
karena program ini hanya dirancang bagi siswa-siswa yang memiliki kelebihan
dalam kemampuan intelektualnya.
Menurut Munandar (1999) anak yang disebut gifted dan talented adalah
mereka yang didefinisikan oleh profesional atas dasar kemampuan mereka yang
luar biasa dan kecakapan mereka dalam mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang
berkualitas tinggi sehingga dapat mewujudkan atau memberi sumbangan baik
terhadap dirinya maupun masyarakat.
Menurut Depdikbud (dalam Hawadi, 2002), seorang dinyatakan sebagai
siswa akseleran, jika siswa tersebut memiliki taraf inteligensi atau IQ di atas 140,
atau siswa yang oleh psikolog dan/atau guru diidentifikasikan sebagai siswa yang
mencapai prestasi memuaskan, dan memiliki kemampuan intelektual umum yang
berfungsi pada taraf cerdas, dan keterikatan terhadap tugas yang tergolong baik
serta kreativitas yang memadai.
Salah satu konsep yang sangat terkenal yang menjelaskan mengenai
keberbakatan adalah konsep “The Three Ring Conception” oleh Renzulli. Seorang
yang berbakat memiliki tiga karakteristik dalam dirinya, yaitu kemampuan di atas
rata-rata, memiliki task commitment yang tinggi, dan memiliki kreativitas
(Renzulli dalam Hawadi, 2002). Renzulli menegaskan bahwa diantara tiga

Universitas Sumatera Utara

karakteristik tersebut, tidak ada karakteristik tunggal yang menciptakan
keberbakatan, melainkan interaksi antar ketiganya sangat penting untuk
memunculkan perilaku keberbakatan. Karakteristik pertama, kemampuan di atas
rata-rata (high average) dalam bidang intelektual adalah kemampuan yang
meliputi kemampuan daya abstraksi, kemampuan penalaran, dan kemampuan
pemecahan masalah. Karakteristik kedua, kreativitas sebagai kemampuan untuk
menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasangagasan yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, atau sebagai
kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang
sudah ada sebelumnya. Karakteristik yang ketiga yaitu adanya komitmen terhadap
tugas (task commitment). Seseorang yang memiliki task commitment memiliki
sifat tekun dan ulet, meskipun mengalami macam-macam rintangan dan
hambatan, tetap menyelesaikan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya,
karena sudah mengikat diri pada tugas tersebut atas kehendaknya sendiri.
Berdasarkan beberapa paparan pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa siswa program akselerasi adalah siswa yang memiliki kemampuan
intelektual tinggi, kreativitas, dan task commitment sehingga memang layak untuk
mengikuti program percepatan belajar (akselerasi).

2.4. Hubungan antara Academic Self Concept dengan Task Commitment
Menurut Renzulli (1990), seorang siswa berbakat harus memiliki tiga
karakteristik yang saling berhubungan yaitu kemampuan di atas rata-rata,
kreativitas, dan komitmen terhadap tugas (task commitment) yang tinggi. Task

Universitas Sumatera Utara

commitment merupakan bentuk halus dari motivasi instrinsik siswa dalam
menjalankan dan bertanggung jawab terhadap tugasnya. Dalam berkembangnya
komitmen terhadap tugas (task commitment) pada diri siswa program akselerasi
tidak terlepas dari pengaruh internal maupun eksternal dirinya. Seperti yang
dikemukakan dalam Hawadi (2002), bahwa persepsi terhadap diri dan persepsi
terhadap peran dan tugas di sekolah merupakan hal yang mempengaruhi task
commmitment siswa di sekolah.
Siswa akselerasi yang menjalani proses percepatan belajar, memiliki beban
akademik yang lebih berat daripada siswa reguler. Beban-beban tersebut seperti
jadwal sekolah yang lebih lama, materi pelajaran yang dipadatkan, serta tugastugas sekolah ataupun pekerjaan rumah. Oleh karena itu, perlu adanya tingkat task
commitment yang tinggi untuk memenuhi beban akademik mereka terebut.
Dengan adanya beban akademik seperti itu, siswa akselerasi yang memiliki
academic self concept yang positif akan dapat melihat dirinya dengan baik. Selain
itu, mereka juga akan memiliki kepercayaan terhadap kemampuan diri sendiri
sehingga dapat menginformasikan pendapat mereka terhadap tugas-tugas
akademik mereka (Wilson, 2009).
Konsep diri adalah salah satu komponen pembentuk self seseorang. Dalam
Baron, dkk (2006) dikemukakan bahwa pengertian dari konsep diri adalah
identitas diri seseorang sebagai sebuah skema dasar yang terdiri dari kumpulan
keyakinan dan sikap terhadap diri sendiri yang terorganisasi. Ketika konsep diri
membicarakan diri (self) secara keseluruhan, ketika individu mengetahui,
memiliki harapan, dan menilai dirinya secara akademik, konsep tersebut

Universitas Sumatera Utara

dinamakan sebagai academic self concept. Menurut Carlock (1999), academic self
concept memiliki tiga aspek, yaitu pengetahuan, harapan, dan penilaian individu
terhadap dirinya di bidang akademis. Ketika siswa akselerasi memenuhi ketiga
aspek ini dalam menjalani akademisnya, ia akan mampu menilai kelebihan dan
kelemahan yang dimilikinya sehinggap dapat mengontrol dan merancang tujuan
akademisnya. Ketika siswa akselerasi dapat mengontrol akademisnya, seperti
tugas-tugas atau peran-peran yang harus dipenuhinya, hal itu merupakan ciri-ciri
yang menggambarkan adanya task commitment pada siswa. Jadi, siswa akselerasi
yang memiliki academic self concept yang positif akan cenderung memiliki task
commitment yang baik, sehingga mereka dapat memenuhi tugas-tugas akademik
yang mereka miliki walaupun dengan beban akademik yang banyak.
Academic self concept mempengaruhi siswa dalam proses pembelajarannya
maupun prestasi mereka di sekolah. Academic self concept sebagai ukuran
kepercayaan siswa dalam kemampuan mereka, menginformasikan pendapat
mereka tidak hanya tentang tugas mereka saat ini dan kegiatan yang berkaitan
dengan sekolah, tetapi juga tujuan masa depan mereka (Wilson, 2009). Konsep
diri siswa adalah bagaimana siswa memandang dirinya sendiri sebagai mahasiswa
dalam program akademis (Wilson, 2009). Konsep ini berfokus pada seberapa baik
seorang siswa melakukannya dalam konteks khusus sekolah ataupun kursus
(Wilson, 2009). Konteks sekolah tidak terlepas dari konteks tugas-tugas akademik
mereka di sekolah. Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat bahwa pendapat atau
pandangan mereka mengenai tugas juga ditentukan oleh academic self concept
yang mereka miliki.

Universitas Sumatera Utara

Task commitment,

yang

notabene adalah motivasi

instrinsik

yang

mengarahkan perilaku siswa akselerasi terhadap tugas-tugas akademiknya,
menurut hasil penelitian dari Liu (2010) bahwa selain self concept secara
keseluruhan, academic self concept juga memiliki korelasi yang positif terhadap
motivasi belajar pada siswa. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa ada
keterkaitan antara berkembangnya perilaku task commitment yang dimiliki oleh
siswa akselerasi. Hal tersebut juga didukung oleh hasil penelitian yang
dikemukakan oleh Ahmed & Bruinsma (2006), dalam berkembangnya motivasi,
hal tersebut secara signifikan dipengaruhi oleh self concept.
Hal tersebut juga didukung oleh Gage & Berliner (1984) yang menyatakan
bahwa untuk membantu siswa dalam menampilkan seluruh potensi yang dimiliki,
maka siswa perlu memiliki konsep diri yang positif, khususnya konsep diri
akademik. Sedangkan menurut Renzulli (dalam Hawadi, 2002), untuk
menampilkan potensi bagi siswa berbakat diperlukan task commitment pada diri
siswa. Maka, berdasarkan hal tersebut dapat diasumsikan bahwa antara task
commitment dan self concept memiliki keterkaitan satu sama lain.
Melalui paparan di atas, peneliti menjadi tertarik untuk melihat sejauh mana
hubungan antara academic self concept siswa SMA program akselerasi dengan
task commitment mereka.

Universitas Sumatera Utara

2.5.Hipotesis Penelitian
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai
“ada hubungan antara academic self concept dengan task commitment pada siswa
SMA program akselerasi”.

Universitas Sumatera Utara