Hubungan Academic Self Concept Dengan Task Commitment Pada Siswa Sma Program Akselerasi Di Medan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang layaknya dipenuhi oleh setiap
manusia dalam menjalani kehidupannya. Dari kecil sampai tumbuh dewasa, setiap
individu membutuhkan pendidikan untuk dapat menghadapi tuntutan kehidupan
dan masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, salah satu strategi yang
telah dibentuk adalah pendidikan formal. Menurut UU Nomor 20 Tahun 2003,
pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang
terdiri atas pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan tinggi. Pendidikan formal terdiri dari pendidikan formal berstatus
negeri dan pendidikan formal berstatus swasta (dalam Dikti, 2014).
Setiap manusia memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain sehingga
ikut membedakan mereka dalam menjalani proses pendidikannya. Siswa yang
memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata (gifted) berbeda dalam
menjalani proses belajar mereka dengan siswa yang memiliki kemampuan
intelektual rata-rata ataupun di bawah rata-rata. Dengan karakteristik-karakteristik
tertentu yang dimilikinya, hal itu mempengaruhi bagaimana mereka menerima
pelajaran, mengevaluasi, dan hal-hal lain yang berhubungan (dalam Hawadi,
2002). Program pendidikan yang mengayomi siswa-siswa dengan kemampuan

intelektual di atas rata-rata masih sangat baru dan hanya beberapa sekolah saja
yang memilikinya. Selain itu, masih belum banyak yang melakukan penelitian

Universitas Sumatera Utara

yang berfokus pada siswa-siswa dengan karakteristik intelektual di atas rata-rata
ini.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Bab IV bagian kesatu Pasal 5 ayat 4 berbunyi: “Warga negara yang
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan
khusus” (Dikti, 2014). Selain itu menurut Feldhusen (dalam Hawadi, 2002), anak
yang memiliki keberbakatan intelektual perlu diberi pendidikan khusus dengan
alasan kebutuhan aktualisasi diri. Anak yang berbakat intelektual memiliki bakat
yang berbeda dari anak sebayanya. Karena itu, mereka membutuhkan pendidikan
yang khusus dengan alasan anak akan mengalami keterlambatan dalam
perkembangannya jika hal tersebut tidak terpenuhi (Cutts & Mosseley dalam
Hawadi, 2002). Oleh karena itu, perlu dirancang suatu program khusus yang dapat
mewadahi potensi kecerdasan dan bakat istimewa yang dimiliki oleh siswa-siswa
tertentu.
Sekolah merupakan salah satu wadah untuk mengayomi setiap individu yang

memiliki karakteristik berbeda-beda untuk memenuhi kebutuhan pendidikannya,
termasuk perbedaan karakteristik intelektual. Di Indonesia, ada beberapa jenis
sekolah yang ditinjau dari kemampuan intelektual siswanya, yaitu sekolah reguler
untuk siswa dengan kemampuan intelektual rata-rata, dan sekolah dengan
program khusus untuk siswa dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata
atau diatas rata-rata (Dikti, 2014). Program khusus yang saat ini sudah diterapkan
di beberapa sekolah di Indonesia yaitu program percepatan belajar, atau disebut
dengan program akselerasi. Di Indonesia, termasuk di Medan, program akselerasi

Universitas Sumatera Utara

sudah dibentuk di beberapa sekolah baik pada jenjang pendidikan dasar maupun
pendidikan menengah. Menurut Depdiknas (dalam Hawadi, 2004), program
percepatan belajar yang diadakan pemerintah Indonesia saat ini berupa program
dimana siswa menggunakan waktu yang kurang dari biasanya dalam
menyelesaikan studi.
Program percepatan belajar (akselerasi) dibuat untuk memfasilitasi kebutuhan
peserta didik yang memiliki karakteristik keberbakatan intelektual (Nasichin
dalam Hawadi, 2002). Siswa kelas akselerasi adalah siswa yang mempunyai
keberbakatan akademik yang tinggi dan kecerdasan luar biasa (Saam, 2010). Jadi,

siswa yang dapat mengikuti kelas program akselerasi adalah siswa yang memiliki
keberbakatan intelektual dan kecerdasan luar biasa.
Pada saat program akselerasi ini dirancang khusus untuk memfasilitasi siswa
berbakat, siswa yang mengikuti kelas ini juga harus memiliki karakteristikkarakteristik yang dimiliki siswa berbakat. Hal ini dikarenakan agar program
akselerasi tepat sasaran dan siswa yang menjalani juga berhasil secara
akademiknya. Oleh karena itu, sebagai siswa berbakat, siswa program akselerasi
harus memiliki beberapa kualifikasi tertentu (Syarifa, 2011).
Terdapat beberapa kualifikasi yang wajib dimiliki siswa untuk dapat
mengikuti program akselerasi, yaitu kualifikasi kognitif yang terdiri dari daya
tangkap cepat, mudah dan cepat memecahkan masalah serta kritis; kualifikasi
perilaku kreatif yaitu rasa ingin tahu, imajinatif, tertantang, dan berani mengambil
risiko; kualifikasi perilaku yaitu kemampuan siswa dalam mengerjakan tugas
(task commitment), seperti tekun, bertanggung jawab, disiplin, kerja keras,

Universitas Sumatera Utara

keteguhan, dan daya juang (Supriyantini dalam Syarifa, 2011). Menurut Renzulli
(dalam Hawadi, 2002), tidak ada kriteria tunggal yang dapat digunakan untuk
menentukan keberbakatan. Renzulli (dalam Hawadi, 2002) melihat bahwa orang
yang berprestasi adalah orang yang mampu memberikan sumbangan kreatif dan

prestasi yang sama baiknya dalam tiga kluster yang saling terkait, yaitu
kemampuan baik di atas rata-rata, tanggung jawab pada tugas, dan kreativitas.
Anak berbakat adalah mereka yang mempunyai ketiga ciri tersebut dan
menampilkannya sebagai potensi yang dimiliki ke segala bidang yang
dikembangkan oleh manusia (Hawadi, 2002). Melalui paparan tersebut, diketahui
bahwa kemampuan tanggung jawab dalam mengerjakan tugas ( task commitment),
merupakan salah satu kriteria terpenting yang diharapkan dimiliki oleh siswa
dalam mengikuti program akselerasi.
Task commitment adalah suatu energi dalam diri yang mendorong seseorang

untuk tekun dan ulet mengerjakan tugasnya meskipun mengalami macam-macam
rintangan dalam menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawabnya karena
individu tersebut telah mengikatkan diri terhadap tugas tersebut atas kehendak diri
(Sutisna dalam Syarifa, 2011). Menurut Renzulli (dalam Hawadi, 2002),
komitmen terhadap tugas (task commitment) merupakan suatu motivasi yang
secara tidak langsung mendorong individu dalam bertindak kepada tugastugasnya. Jika motivasi biasanya didefinisikan sebagai faktor pemicu pada
individu, task commitment merupakan dorongan diri yang ditampilkan pada tugas
tertentu yang spesifik (Hawadi, 2002). Karena ini merupakan salah satu
kualifikasi yang harus dimiliki siswa program akselerasi, maka tugas spesifik


Universitas Sumatera Utara

tersebut adalah tugas-tugas akademik yang diterima oleh siswa program akselerasi
selama proses akademiknya.
Terkait dengan kualifikasi ta sk commitment yang penting dimiliki oleh siswa
akselerasi, hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Firmanto (2013), bahwa
faktor yang terkait dengan capaian prestasi belajar siswa adalah kecerdasan,
kreativitas, dan task commitment. Dari sini ditemukan bahwa variabel task
commitment juga mempengaruhi variabel prestasi belajar secara signifikan. Oleh

karena itu, siswa program akselerasi diharapkan memiliki ta sk commitment yang
tinggi. Hal ini dikarenakan kurikulum akselerasi yang berbeda dengan kurikulum
umum yang memadatkan materi belajar. Materi belajar yang seharusnya
diselesaikan dalam waktu tiga tahun, pada program akselerasi materi-materi
tersebut dipadatkan menjadi dua tahun sehingga akan terjadi pengejaran target
waktu dan target standar akademik yang harus diselesaikan siswa akselerasi
dengan baik (Syarifa, 2011).
Dengan adanya kepadatan materi pelajaran pada siswa akselerasi tersebut,
ditemukan bahwa kebanyakan dari mereka mengerjakan PR/tugas dengan tepat
waktu, walaupun diantaranya ada beberapa yang terlambat atau tidak

mengumpulkan tugasnya. Hal tersebut peneliti temukan berdasarkan komunikasi
personal kepada beberapa guru dan siswa di salah satu SMA Akselerasi di Medan.
Hal ini digambarkan oleh pernyataan dari salah satu guru di SMA tersebut, yaitu:
“anak-anak ini ada yang harus diberikan sanksi dulu baru mau ngerjain PR,
kalo gak ya mereka sepele.”
“kalau dikatakan terlambat pasti ada. Misalkan dari jadwal yang ditentukan,
mereka bilang bentar lagi ya bu.. ada juga yang seperti itu.”
(Komunikasi personal, Desember 2013)

Universitas Sumatera Utara

Selain itu, hal tersebut juga didukung oleh pernyataan dari salah satu siswa,
yaitu:
“ya ada lah kak yang telat haha, paling 2 atau 3 orang kak, di semua
pelajaran kak.”
(Komunikasi personal, Januari 2014)
Hal ini menggambarkan bahwa hanya sebagian kecil, yaitu 3 dari 14 siswa
dalam satu kelas, dari siswa akselerasi di Medan yang memiliki tanda-tanda task
commitment yang rendah. Sebagian siswa akselerasi yang lain dapat dikatakan


memiliki ta sk commitment yang baik-baik saja. Hal tersebut tergambar melalui
hasil komunikasi personal peneliti dengan salah satu guru di salah satu SMA
akselerasi di Medan berikut:
“ya.. walau ada yang terlambat tapi kan ga semua. Ada juga yang tepat
waktu, terima aja kalau dikasi tugas gitu.”
(Komunikasi personal, Desember 2013)
Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan dari salah satu siswa akselerasi,
yaitu:
“Insyaallah V(sebut nama) selalu tepat waktu kak hehe.. yaa gimana ya kak..
kami sih udah terima-terima aja kak, namanya udah tuntutan jadi anak a ksel
mau cepat tamat kak.”
(Komunikasi personal, Januari 2014)
Berdasarkan hasil wawancara di atas, ditemukan task commitment pada siswa
akselerasi di Medan baik-baik saja walaupun ada beberapa siswa yang memiliki
indikasi ta sk commitment yang kurang baik. Hal tersebut tentu mengindikasikan
bahwa ada hal-hal yang kuat dalam mempengaruhi setiap siswa dalam
mengembangkan perilaku task commitment pada diri mereka. Menurut Hawadi
(dalam Saam,2010), task commitment dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik
faktor internal maupun eksternal diri siswa. Faktor internal yang mempengaruhi


Universitas Sumatera Utara

seperti kondisi dan kemampuan siswa, perasaan saat belajar, dan persepsi
terhadap peran dan tugas. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi adalah
lingkungan sosial siswa. Lingkungan sosial dari yang paling dekat dengan siswa
seperti orang tua, teman-teman, serta guru di sekolah secara langsung
mempengaruhi perilaku belajar siswa dan ta sk commitment siswa (dalam Saam,
2010).
Berdasarkan beberapa faktor yang mempengaruhi berkembangnya ta sk
commitment seperti paparan di atas, penelitian ini berfokus pada bagian internal

diri individu yang diasumsikan berhubungan dengan berkembangnya ta sk
commitment selain dari faktor-faktor yang telah mempengaruhinya tersebut. Task
commitment adalah suatu perilaku yang berkembang dalam konteks akademik

siswa akselerasi. Oleh karena itu, penelitian ini ingin melihat faktor internal diri
yang terkhusus dalam konteks akademik yang diasumsikan berhubungan dengan
task commitment.

Dalam berkembangnya motivasi, menurut hasil penelitian yang dikemukakan

oleh Ahmed & Bruinsma (2006), hal tersebut secara signifikan dipengaruhi oleh
self concept. Hal tersebut juga didukung oleh hasil penelitian dari Liu (2010)

bahwa selain self concept secara keseluruhan, academic self concept juga
memiliki korelasi yang positif terhadap motivasi belajar pada siswa. Berdasarkan
hal tersebut dapat dilihat bahwa ada keterkaitan antara berkembangnya perilaku
task commitment siswa akselerasi, yang notabene adalah motivasi instrinsik,

dengan self concept yang dimilikinya.

Universitas Sumatera Utara

Burns (1993) menyatakan bahwa konsep diri dianggap sebagai pemegang
kunci dalam pengintegrasian kepribadian individu di dalam memotivasi tingkah
laku. Konsep diri menentukan bagaimana individu akan bertindak dalam hidup
dan mempengaruhi setiap aspek pengalaman, baik itu pikiran, perasaan, persepsi,
dan tingkah laku individu secara keseluruhan. Berdasarkan hal tersebut, dapat
diasumsikan bahwa tindakan siswa terhadap tugas-tugas akademik mereka juga
tidak terlepas dari konsep diri yang mereka miliki. Hal tersebut juga didukung
oleh Gage & Berliner (1984) yang menyatakan bahwa untuk membantu siswa

dalam menampilkan seluruh potensi yang dimiliki, maka siswa perlu memiliki
konsep diri yang positif, khususnya konsep diri akademik. Sedangkan menurut
Renzulli (dalam Hawadi, 2002), untuk menampilkan potensi bagi siswa berbakat
diperlukan task commitment pada diri siswa. Maka, berdasarkan hal tersebut dapat
diasumsikan bahwa antara task commitment dan self concept memiliki keterkaitan.
Selain itu, menurut hasil penelitian dari Ary dkk (2005) bahwa individu
dengan penerimaan diri akan memandang positif diri dan dunianya sehingga akan
lebih terbuka dalam menerima kritik dan memperbaiki dirinya. Menerima dan
memandang diri secara positif merupakan indikasi bahwa siswa tersebut memiliki
konsep diri yang baik. Selain itu, siswa akselerasi yang mengindikasikan bahwa
ia masuk kelas akselerasi atas keinginan sendiri, bukan paksaan atau suruhan
orang tua, dan label sebagai anak pintar dipersepsi

secara positif sehingga

membuat siswa menjadi lebih percaya diri ketika menyelesaikan tugas (Ari dkk,
2005). Hal ini menggambarkan bahwa ketika siswa percaya diri dan memiliki
persepsi yang positif terhadap dirinya, yang notabene adalah indikasi memiliki

Universitas Sumatera Utara


konsep diri akademik yang baik, akan percaya diri ketika menyelesaikan tugas
dan itu merupakan indikasi bahwa siswa tersebut memiliki task commitment yang
baik. Jadi, berdasarkan hasil penelitian ini dapat menggambarkan bahwa siswa
akselerasi yang memiliki konsep diri akademik positif akan menerima dirinya
dengan positif pula, sehingga hal itu dapat mengarahkan kepercayaan diri mereka
ketika menyelesaikan tugas .
Siswa SMA adalah siswa dengan rentang usia remaja. Remaja, yaitu individu
dengan rentang usia 12 sampai 18 tahun, adalah tahap dimana individu
membentuk citra diri, integrasi ide-ide tentang diri sendiri dan apa yang orang lain
pikirkan tentang diri (Erikson, dalam Schultz, 1994). Melalui pernyataan Erikson
tersebut, dapat dilihat bahwa siswa SMA masih dalam tahap membentuk konsep
dirinya. Seorang siswa SMA program akselerasi yang juga adalah individu
berkepribadian tentu memiliki konsep diri, walaupun konsep diri yang dimiliki
setiap siswa berbeda-beda satu sama lain. Pada saat proses pembentukan konsep
diri tersebut, masih ada ketidakseimbangan atau konsep diri yang tetap pada diri
remaja.
Academic self concept, yang merupakan salah satu komponen konsep diri,

adalah sesuatu yang tidak dibawa sejak lahir tetapi terbentuk bersamaan dengan
kematangan individu tersebut, antara lain kematangan kognitif, emosi, maupun
sosial (dalam Ayuba, 2011). Hal ini mengindikasikan bahwa pada siswa SMA
akselerasi yang notabene adalah remaja, perilaku-perilaku yang mereka tampilkan
dalam ruang lingkup akademik mereka masih dalam proses pembentukan seiring
dengan kematangan kognitif, emosi, dan sosial mereka.

Universitas Sumatera Utara

Dengan beban akademik yang lebih padat daripada siswa reguler, siswa
akselerasi diharapkan memiliki academic self concept yang positif agar dapat
melihat potensi atau kemampuan akademik yang mereka miliki dengan baik serta
dapat mencapai kesejahteraan akademik mereka. Academic self concept pada
siswa akselerasi di Medan berbeda-beda, sebagian dari mereka memiliki academic
self concept yang cenderung positif walaupun ada beberapa yang tidak. Hal

tersebut didukung oleh pernyataan dari salah satu guru yang mengajar di salah
satu SMA akselerasi di medan, yaitu:
“Seperti salah satu murid, si F, dia orangnya mau selalu diperhatikan, mau
ditengok. Bukan dia gak mau ngerjain, tapi bukan berarti gak mau. Mau tapi
males, mungkin di bidang matematika, gak tau kita di b idang yang lain.”
(Komunikasi personal, Desember 2013)
Academic

self

concept

yang positif pada

setiap

siswa akselerasi

mempengaruhi mereka dalam mendorong setiap perilaku akademik mereka.
Dorongan tersebut dapat disebut dengan motivasi diri untuk berperilaku. Perilaku
akademik mereka salah satunya merupakan komitmen yang mereka miliki
terhadap tugas-tugas akademiknya. Komitmen tersebut (task commitment)
merupakan suatu perilaku yang didorong oleh motivasi instrinsik dari setiap
siswa.
Berdasarkan paparan di atas dan pernyataan dari guru serta murid di salah
satu SMA akselerasi di Medan, peneliti merasa tertarik untuk meneliti hal ini.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara academic self
concept dengan task commitment pada siswa program akselerasi.

Universitas Sumatera Utara

1.2. Rumusan Masalah
Peneliti mengasumsikan bahwa faktor internal memiliki pengaruh yang kuat
terhadap perwujudan perilaku task commitment. Berdasarkan latar belakang yang
telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
Apakah ada hubungan antara academic self concept dengan task commitment
pada siswa SMA program akselerasi?

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara academic self concept dengan task commitment pada siswa SMA program
akselerasi, dan peneliti ingin melihat sejauh mana hubungan tersebut.

1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk semua pihak yang terlibat
baik secara teoritis maupun praktis, antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Hasil

dari

penelitian

ini

diharapkan

dapat

bermanfaat

dalam

pengembangan ilmu psikologi khususnya dalam bidang psikologi pendidikan,
terutama mengenai pendidikan program akselerasi, academic self concept,
dan task commitment.
2.

Manfaat Praktis
Bagi sekolah dan guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

referensi bagi guru dalam kelebihan dan kekurangan yang membentuk

Universitas Sumatera Utara

academic self concept siswa yang berbeda-beda sehingga dapat membantu

siswanya menjalani proses belajar dan meningkatkan komitmen mereka
terhadap tugas-tugasnya.

1.5.Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah:
BAB I

: PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah
penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan
penelitian.
BAB II

: LANDASAN TEORI

Bab ini menguraikan teori yang mendasari masalah yang menjadi variabel
dalam penelitian dan dinamika antara variabel yang ingin diteliti serta hipotesis
penelitian. Teori-teori yang dimuat adalah teori mengenai Academic Self Concept,
Task Commitment, dan Pendidikan Akselerasi.

BAB III

: METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan mengenai metode-metode dasar dalam penelitian yaitu
identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan sampel, teknik
pengambilan sampel, metode dan alat pengumpulan data, validitas, reliabilitas, uji
daya beda aitem, uji normalitas, uji linearitas, dan prosedur pelaksanaan
penelitian.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV

: ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan mengenai analisa data dan gambaran hasil penelitian,
antara lain gambaran subjek penelitian, hasil penelitian yang berisi uji asumsi dan
uji hipotesis, dan kategorisasi. Selain itu, pembahasan juga dijabarkan pada bab
ini.
BAB V

: KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini terdiri dari kesimpulan penelitian dan saran yang berupa saran teoritis
dan saran praktis.

Universitas Sumatera Utara