Permainan Tradisional Anak-anak di Perkotaan” (Studi Etnografi pada Masyarakat Kota Medan, Kecamatan Medan Baru)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kota merupakan suatu wilayah yang ditandai dengan kompleksitas aktifitas
manusia, kehidupan di kota sangat jauh berbeda dengan kehidupan di desa baik dari
segi sosial, ekonomi maupun IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi). Kota
menjadi pusat perkembangan IPTEK, sehingga masyarakat desa berbondongbondong melakukan urbanisasi 1. Pada masa globalisasi 2 proses perkembangan
IPTEK terjadi begitu cepat terkhusus di daerah perkotaan. Perkembangan IPTEK
menghasilkan berbagai jenis peralatan untuk membantu manusia dalam pekerjaannya
dan membantu manusia dalam waktu bersantai dengan berbagai hiburan, salah
satunya muncul dalam bentuk permainan modern.
Permainan modern yang berada di kota begitu banyak dan muncul dalam
berbagai bentuk yang dimodifikasi semenarik mungkin untuk menarik perhatian
khalayak ramai khususnya anak-anak. Permainan modern yang sering ditemukan di
kota seperti game online di warung internet, playstation¸ beberapa games yang
terdapat pada gadget, wahana permainan di mall dan sebagainya. Permainan modern,
sekarang ini begitu banyak digandrungi oleh semua kalangan baik anak-anak, remaja,
dewasa. Penggunaan permainan modern saat ini secara tidak langsung pengguna
1

http://saranghanda-yeongwonhi.blogspot.in/2012/11/makalah-masyarakat-perkotaan-dan.html.

(Diakses pada hari Jumat, tanggal 18/03/2016, pukul 18:11:14 WIB).
2
Suatu proses dimana batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit karena kemudahan interaksi
antara negara baik berupa pertukaran informasi, perdagangan, teknologi, gaya hidup dan
bentukbentuk interaksi yang lain.

1
Universitas Sumatera Utara

diperdaya untuk mengorbankan materi berupa uang yang dimiliki. Kemunculan
permainan modern di perkotaan membawa pola interaksi kehidupan masyarakat
berubah, khususnya bagi masyarakat pengguna permainan modern. Dengan demikian
masyarakat yang secara perlahan meninggalkan budaya lokal atau tradisional dan
lebih memilih budaya yang dianggap modern.
Permainan modern kadangkala memberikan kepuasan tersendiri bagi para
penggunanya, sehingga tidak asing lagi jika ditemukan beberapa pengguna yang
memiliki sifat candu. Kondisi seperti ini terlihat pada permainan modern game online
di warung internet, beberapa pengguna sering sekali menggunakan waktunya hingga
larut malam untuk bermain, dan tidak jarang ditemukan pengguna mengorbankan
waktu istirahat malam untuk bermain game online di warung internet. Bahkan bagi

para pengguna yang tidak bisa membatasi diri dari kecanduan game online, berani
melakukan tindak kriminal seperti dalam kasus yang dialami oleh A.Y, kasus
pencurian motor yang dilansir oleh Pos Kota (11/06/2012) A.Y telah mencuri motor
sebanyak lima kali berturut-turut. Ia mengaku nekat melakukan pencurian motor
untuk membiayai hidupnya dan bermain game online. Hal ini terjadi karena setelah
kedua orang tuanya bercerai pada awal tahun, ia tidak pernah pulang kerumah dan
selalu tinggal dari warnet ke warnet lain untuk bermain game online. 3
Penggunaan beberapa permainan modern jika secara berlebihan akan
memberikan dampak yang tidak bagus bagi para pengguna dan bahkan bagi orang

3

http://poskotanews.com/2012//06/17/kecanduan_game_online_ay_mencuri_motor (Diakses pada hari
Rabu, tanggal 23/03/2016, pukul 10:08:24 WIB)

2
Universitas Sumatera Utara

sekitar yang berada di dekat pengguna. Khususnya bagi anak-anak, anak harus
dibatasi dalam penggunaan permainan modern karena tidak baik untuk perkembangan

atau pembentukan kepribadian dan kesehatan fisik, kebiasaan anak bermain game
yang terdapat di dalam gadget atau layar monitor komputer, secara perlahan-lahan
akan menyebabkan kelelahan pada mata dan jika dilakukan secara terus-menurus
maka akan menyebabkan rabun. Posisi seseorang bermain game online yaitu duduk
berjam-jam di depan layar monitor, radiasi dari layar monitor yang menyebabkan
mata lelah, selain itu dapat menyebabkan wasir atau ambeien, wasir atau ambeien
merupakan konsekuensi dari duduk statis dalam waktu yang tidak sebentar sehingga
peredaran darah tidak lancar serta mendesak pembuluh darah vena yang ada didaerah
anus. Akibatnya pembuluh darah menjadi menonjol dan rasanya sakit serta panas 4
Kemunculan permainan modern ditengah-tengah masyarakat, khususnya pada
masyarakat kota membuat permainan tradisional semakin terpinggirkan. Masyarakat
kota lebih senang menggunakan permainan modern dibandingkan dengan permainan
tradisional, untuk mendapatkan dan merasakan kembali suasana permainan
tradisional, masyarakat kota khususnya harus mengeluarkan biaya karena permainan
tradisional sudah banyak dikemas dalam outbound oleh pihak-pihak tertentu.
Permainan tradisional berubah menjadi jasa dan barang komersialisasi, sebagian
besar anak-anak menghabiskan waktu di warnet ataupun game center yang berada
disekitar tempat tinggal mereka, setelah pulang sekolah mereka bergegas ke tempat

4


http://rusydianhamim.blogspot.com/2011/11/karya-tulis-ilmiah-tentang-dampak-game.html (Diakses
pada hari Minggu, tanggal 10/04/2016, pukul 21:55:37 WIB)

3
Universitas Sumatera Utara

permainan tersebut dan berjam-jam berada di depan layar monitor untuk bermain
game online. Mereka lebih menyenangi permainan yang lebih efisien tanpa harus
bersusah payah untuk membuat peralatan bermain dan terkadang mereka tidak
memperdulikan berapa uang yang harus dikeluarkan untuk membeli permainan
tersebut. Keadaan ini membuat

Dewi (28) koordinator tim penyusun

buku

Ensiklopedia Permainan Tradisional Anak Indonesia, prihatin dengan mengatakan :
“Pengalaman permainan tradisional terakhir saya saat duduk di kelas 4
SD tahun 1999, tetapi ketika naik ke kelas 5 dan 6 saya harus disibukkan

dengan persiapan ujian, belajar dan lain-lain. Sementara keluarga,
lingkungan sekolah dengan sistem pendidikan dan kurikulumnya tidak
mendukung keberadaan tradisional. Padahal di dalam permainan
tradisional anak mengandung nilai-nilai pendidikan selain dari sekedar
keinginan bermain 5”.
Berbeda dengan permainan modern yang berasal dari perkembangan teknologi,
permainan tradisional merupakan permainan yang sangat mudah ditemukan dan
sangat mudah dimainkan oleh anak-anak karena bahan yang digunakan membuat
permainan tradisional tidak sulit ditemukan tanpa disadari alam menyediakan alat-alat
dalam permainan tradisional untuk itu permainan tradisional sangat dekat dengan
alam. Menurut Achroni (2012 : 16) tidak hanya sekedar bermain, di dalam permainan
tradisional pengguna terkhususnya anak-anak mendapat sejumlah pelajaran yang
berguna bagi kehidupan anak kelak karena didalam permainan tradisional terkandung
beberapa manfaat dan fungsi.

5

http://www.satuharapan.com/read-detail/read/pemerintah-tidak-perhatian-dengan-permainantradisional-anak-indonesia (Diakses pada hari Minggu, tanggal 03/04/2016, pukul 12:23:45
WIB)


4
Universitas Sumatera Utara

Permainan memiliki jenis yang berbeda-beda, hal inilah yang membuat para
pengguna tidak pernah bosan dalam permainan, karena jika anak-anak bosan dengan
satu permainan maka anak tersebut bisa menggantinya dengan permainan yang lain.
Permainan tradisional memiliki beberapa jenis seperti lompat tali, petak umpet,
layang-layang, kelereng, kasti, engklek, congklak, benteng, egrang, boi-boian, gatrik,
ular naga, pletokan, bekel, gasing, main bola, monopoli, gobak sodor, memanjat
kelapa, ABC lima dasar, permainan drama, petak umpet, sepeda, alip batalion, alip
sembunyi, mixion-x dan masih banyak jenis permainan tradisional yang dimiliki
setiap daerah namun jenis permainan tersebut sudah banyak yang terlupakan karena
tidak pernah lagi dimainkan, menurut Hans Overbock (dalam Parwati 1993 : 1)
jumlah permainan terdiri dari 690 permainan.
Setiap permainan memiliki aturan tersendiri dan harus dipatuhi oleh para
pemain demi tercapainya permainan yang memuaskan. Permainan tradisional
memiliki aturan lebih sederhana dan mudah dipahami oleh para pengguna, aturan
yang terdapat dalam permainan tradisional menciptakan ketertiban dalam
pelaksanaan permainan. Anak-anak yang bermain dengan permainan tradisional tidak
perlu mengeluarkan biaya yang relatif besar, mereka cukup mengumpulkan temanteman yang lain karena permainan tradisional adalah permainan yang membutuhkan

lebih dari satu pemain, tempat berlangsungnya permainan yang akan dimainkan, alatalat yang dibutuhkan dalam proses permainan tetapi pada dasarnya alat-alat yang
dibutuhkan dalam permainan tradisional berada disekitar tempat permainan
berlangsung.
5
Universitas Sumatera Utara

Medan merupakan salah satu kota terbesar nomor empat di Indonesia dan
menjadi pusat perkembangan teknologi di Pulau Sumatera khususnya di Provinsi
Sumatera Utara 6. Dengan demikian, permainan modern banyak ditemukan di
beberapa daerah di kota Medan. Pada umumnya jika diperhatikan secara seksama,
masyarakat kota Medan khususnya anak-anak sudah beralih dari permainan
tradisional ke permainan modern sehingga permainan tradisional di dalam dunia
anak-anak kalah pamor dengan permainan modern yang berkembang saat ini.
Beberapa dari mereka masih banyak yang belum mengenal isitlah permainan
tradisional, permainan tradisional seolah-olah sudah tergeser dari kegiatan dan
aktivitas anak-anak yang berada di Kota Medan. Anak-anak lebih menyenangi
permainan modern. Namun beberapa daerah di kota Medan seperti di Kecamatan
Medan Baru yaitu Kelurahan Padang Bulan dan Kelurahan Titi Rantai masih terdapat
anak-anak yang menggandrunginya 7 dan menggunakan permainan tradisional.
Ditengah-tengah maraknya permainan modern yang hadir di Kecamatan Baru,

ternyata masih terlihat anak-anak yang menggunakan permainan tradisional di
kesehariannya dalam waktu senggang dan menyenangi permainan tradisional. Hal
inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengkaji “Permainan Tradisional di
Perkotaan”.

6

http://m.kompasiana.com/tholo/10kota_terbesar_di_indonesia_valid_552047a9813311f77319f7b
(Diakses pada hari Minggu, tanggal 20/03/2016, pukul 22:30:55 WIB)
7
Sangat menyenangi sangat mencintai

6
Universitas Sumatera Utara

1.2. Tinjuan Pustaka
Indonesia terkenal akan kekayaan sumber daya alam dan kebudayaan, setiap
daerah di Indonesia memiliki kekayaan budaya dan kekayaan alam masing-masing
sehingga tidak heran jika Indonesia terkenal akan istilah kemajemukan dan
pluralisme. Indonesia memiliki jati diri yang beragam, menurut Ki Hajar Dewantara

kebudayaan Nasional adalah puncak-puncak kebudayaan daerah 8. Kebudayaan
Indonesia banyak meliputi kesenian, bahasa, pakaian adat (suku), dan folklor.
• Permainan
Permainan merupakan bagian dari kebudayaan, hal ini dapat terlihat dari
pengertian oleh Ralph Linton (dalam Setiadi dkk 2006 : 28) melihat kebudayaan
sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang
dipelajari, dimana unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota
masyarakat lainnya. Berdasarkan pengertian kebudayaan yang dikemukakan oleh
Ralph Linton (dalam Setiadi dkk 2006 : 28), bahwa permainan juga diciptakan oleh
manusia, manusia khususnya anak-anak tidak bisa lepas dari permainan. Anak-anak
yang akan melakukan permainan harus mempelajari aturan yang berlaku, agar
permainan dipermainkan dengan benar secara seksama, pemain yang bisa mengikuti
peraturan yang terdapat dalam permainan disenangi pemain-pemain yang lainnya.
Menurut Koentjaraningrat (1997 : 5) wujud kebudayaan ada tiga bagian yaitu 1.
Wujud sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma dan

8

https://anggaetamm.wordpress.com/budaya-nasional/?_e_pi_=2CPAGE_ID10%2C3376944828
(Diakses pada hari Kamis, tanggal 24/04/2016, pukul 18:37:24)


7
Universitas Sumatera Utara

peraturan 2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan
berpola dari manusia dalam masyarakat 3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda
hasil karya manusia. Koentjaraningtat (2002 : 188) melihat ketiga wujud kebudayaan,
dalam kehidupan nyata tidak terpisah satu dengan yang lain. Kebudayaan ideal dan
adat-istiadat mengatur dan memberi arah kepada tindakan dan karya manusia. Baik
pikiran-pikiran dan ide-ide maupun karya manusia menghasilkan benda-benda
kebudayaan fisik. Sebaliknya, kebudayaan fisik membentuk suatu lingkungan hidup
tertentu yang semakin lama mempengaruhi pola perbuatan dan cara berpikir.
Wujud kebudayaan yang dipaparkan oleh Koentjaraningrat, terdapat juga di
dalam sebuah permainan, wujud yang pertama : didalam permainan terdapat sejumlah
peraturan seperti permainan tradisional engklek,

didalam permainan ini terdapat

aturan yang harus dituruti seperti aturan tidak boleh menginjak garis selama bermain
jika terdapat pemain yang menginjak garis ketika permainan berlangsung maka

pemain tersebut digantikan dengan pemain lawan. Wujud yang kedua : didalam
permainan terdapat perilaku yang berpola seperti halnya dalam permainan bola kaki,
setiap pemain memiliki pola tendangan yang harus dilakukan bahkan setiap pemain
memiliki dan menggunakan pola tendangan yang berbeda-beda agar bola masuk ke
gawang lawan. Wujud yang ketiga : Beberapa permainan tradisional memiliki
peralatan seperti permainan layang-layang, peralatan yang digunakan pemain
merupakan hasil karya manusia dan biasanya anak-anak kota mendapatkan peralatan
bermain dengan cara dibeli dari pasar atau kedai.

8
Universitas Sumatera Utara

Permainan sudah lama dikenal manusia, dan diperoleh secara lisan sehingga
permainan termasuk sebagai folklor 9. Istilah lain dari permainan tradisional adalah
permainan rakyat. Dalam bahasa Batak, permainan adalah marmeam, kata marmeam
sebagai kata kerja yang berarti bermain dan dalam bahasa Inggris permainan adalah
adalah games. Ada banyak pengertian dan batasan mengenai permainan, Huizinga
memberikan pengertian mengenai permainan yaitu :
“Suatu perbuatan atau kegiatan sukarela, yang dilakukan dalam batasbatas ruang dan waktu tertentu yang sudah ditetapkan, menurut aturan
yang telah diterima secara sukarela tapi mengikat sepenuhnya, dengan
tujuan dalam dirinya sendiri, disertai oleh perasaan tegang dan gembira
dan kesadaran “lain daripada kehidupan sehari-hari.” (1990 : 39)
Menurut Ferran (dalam Parwati 1993 : 7-8) permainan adalah suatu perbuatan
yang bebas, tidak merupakan kewajiban atau paksaan dan tidak memperlihatkan suatu
tujuan yang penting artinya sekadar main begitu saja. permainan diklasifikasikan
menjadi beberapa golongan berdasarkan sifat atau aspek yang dimiliki, terdapat tiga
kategori permainan yang diajukan dalam Kongres Internasional Ilmu-ilmu
Antropologi dan Ethnologi yang diadakan di Paris pada tahun 1960, ialah : 1. Les
jeux verbaux (permainan lisan), imitatifs et magiques (permainan tiruan dan magis
dan les jeux d’initiation (permainan inisiasi). 2. Les jeux de force et d’adresse
(permainan kekuatan dan ketangkasan) seperti layang-layang, gasing yang termasuk
fimnastik atau aktivitas sportif. 3. Les jeux intellectuels (permainan kecerdasan)
seperti main catur dan sebagainya.

9

Bagian dari kebudayaan yang disebarkan atau diwariskan secara tradisional baik dalam bentuk
lisan maupun contoh yang disertai isyarat atau alat bantu pengingat

9
Universitas Sumatera Utara

Berbeda dengan pemikiran Robert dkk (dalam Danandjaja 1984 : 171) bahwa
berdasarkan sifatnya maka permainan tradisional dibagi menjadi dua bagian besar
yaitu permainan untuk bermain (play) dan permainan untuk bertanding (game).
Kedua permainan ini memiliki perbedaan, jika permainan untuk bermain bersifat
untuk mengisi waktu senggang atau lebih tepatnya untuk rekreasi sedangkan
permainan untuk bertanding lebih bersifat terorganisasi, perlombaan (competitive),
harus dimainkan paling sedikit oleh dua orang peserta (dapat ditentukan peserta yang
menang dan yang kalah), mempunyai peraturan permainan yang telah diterima
bersama oleh pesertanya. Permainan untuk bertanding dibagi menjadi beberapa
bagian yaitu permainan bertanding yang bersifat keterampilan fisik (game of
physical), permainan bertanding yang bersifat siasat (game of strategy) dan
permainan bertanding yang bersifat untung-untungan (game of change).
Huizinga (1990 : 2-5) melihat bahwa manusia senang bermain, sehingga ia
mengeluarkan istilah homo ludens yang artinya manusia bermain, manusia bisa
mengingkari hampir semua yang abstrak seperti hukum, keindahan, kebenaran,
kebaikan tetapi tidak untuk permainan. Ia melihat bahwa permainan itu lebih tua dari
kebudayaan, hal ini didasarkan dari anak binatang/hewan yang ketika berumur
beberapa hari seringkali bermain dengan yang lainnya.
Kegiatan bermain dengan beberapa permainan khususnya permainan tradisional
lebih banyak dilakukan oleh anak-anak. Menurut Mutiah (2012 : 92-110) Keinginan
anak-anak/manusia untuk bermain pada dasarnya timbul secara alami dari dalam diri,

10
Universitas Sumatera Utara

namun mengenai keinginan untuk bermain setiap ahli memberikan pemikiran dan
pendapat yang berbeda-beda seperti :
1. Teori Klasik : Teori klasik muncul dari abad ke-19 hingga Perang Dunia I, pada
masa ini teori evolusi sedang berkembang sehingga teori klasik banyak dipengarui
oleh paham evolusi. Teori Klasik mengenai bermain dapat dikelompokkan
menjadi dua bagian yaitu:
a). Teori surplus energi dan rekreasi. Teori surplus energi dikemukakan oleh
Friedrich Schiller dan Herbert Spencer, mereka berpendapat bahwa keinginan
untuk bermain muncul untuk mengeluarkan energi yang berlebih didalam
tubuh, Schiller memandang bermain sebagai penutup/klep keselamatan pada
uap, energi atau tenaga yang berlebih pada seseorang perlu dibuang/dilepaskan
melalui bermain, kelebihan tenaga atau energi pada anak dan orang dewasa
yang belum digunakan sebaiknya disalurkan dalam bentuk kegiatan bermain
seperti berlari, berlompat, berguling dan sebagainya. Teori Rekreasi
dikemukakan oleh Moritz Lazarus mengatakan keinginan bermain untuk
memulihkan energi yang sudah terkuras saat bekerja karena bekerja menguras
dan menyebabkan berkurangnya tenaga. Bermain adalah lawan dari bekerja
merupakan cara yang paling ideal untuk memulihkan tenaga.
b). Teori Rekapitulasi dan Praktis. Teori Rekapitulasi dikemukakan oleh
G.Stanley Hall, ia melihat bahwa anak merupakan mata rantai evolusi dari
binatang hingga menjadi manusia. Pengalaman nenek moyang akan terampil di
dalam kegiatan bermain anak, teori G.Stanley Hall disebut juga teori
11
Universitas Sumatera Utara

atavismeyaitu bahwa permainan anak ulangan daripada kehidupan nenek
moyang. Seperti contoh, kesenangan anak untuk bermain air dapat dikaitkan
dengan kegiatan nenek moyangnya yaitu spesies ikan yang suka bermain di
dalam air dan kesenangan anak memanjat, berayun di pohon cerminan dari
kebiasaan nenek moyangnya yaitu monyet yang suka bermain di pohon. Teori
Praktis, toeri ini sering disebut dengan insting naluri yang diajukan oleh Karl
Groos, ia meyakini bahwa bermain berfungsi untuk memperkuat insting yang
dibutuhkan guna kelangsungan hidup di masa mendatang. Teori ini disebut
teori teleologi, bahwa permainan mempunyai tugas pokok, maksudnya dengan
bermain terjadi proses biologis atau proses berfungsinya organ-organ tubuh,
maka disebut juga teori fungsi yaitu mengembangkan fungsi yang tersembunyi
di dalam diri seseorang. Bayi yang baru lahir diwariskan sejumlah insting yang
kurang sempurna terhadapnya dan insting itu perlu disempurnakan melalui
bermain karena berguna untuk mempertahankan hidupnya. Bermain bertujuan
untuk sarana latihan dan mengelaborasi keterampilan yang diperlukan saat
dewasa.
2. Teori Modern : Teori modern muncul setelah Perang Dunia I, didalam teori
modern dijelaskan manfaat bermain bagi perkembangan anak.
a). Teori Psikoanalisis. Teori ini dikemukakan oleh Sigmund Freud, ia melihat
bermain pada anak sebagai alat yang penting bagi pelepasan emosinya. Freud
memandang bermain seperti fantasi atau lamunan, melalui bermain seseorang

12
Universitas Sumatera Utara

memproyeksikan harapan maupun konflik pribadi dan Freud menganggap
bermain berperan dalam perkembangan emosi anak.
b). Teori Kognitif . Teori kognitif oleh Jean Piaget menjelaskan bahwa bermain
membantu perkembangan intlektual anak.
pengetahuan

mereka

tentang

dunianya

Anak menciptakan sendiri

melalui

interaksi

anak,

anak

menciptakan sendiri pengetahuan tentang dunianya melalui interaksi, anak
berlatih menggunakan informasi yang sudah didengar sebelumnya dengan
menggabungkan infromasi baru. Bermain berperan mempraktikkan dan
melakukan konsolidasi konsep-konsep serta keterampilan yang telah dipelajari
sebelumnya. Teori kognitif oleh Jerome Bruner, menurut Jerome bermain
berperan memunculkan fleksibilitas perilaku dan berpikir, imajinasi dan narasi
anak.
c). Teori Sutton Smith. Smith percaya bahwa transformasi simbolis yang muncul
dalam kegiatan bermain khayal (misalnya menganggap balok sebagai kue),
memudahkan transformasi simbolis kognisi anak sehingga dapat meningkatkan
fleksibilitas mental. Bermain berperan mengatur kecepatan stimulasi dari dalam
dan dari luar diri anak.
d). Teori Arousal Modulation, toeri ini dikembangkan oleh Berlyne dan Ellis.
Mereka berpendapat bahwa anak bermain disebabkan adanya kebutuhan atau
dorongan agar sistem saraf pusat tetap berada dalam keadaan terjaga. Bermain
berperan membuat anak terjaga pada tingkat optimal dengan menambah
stimulasi.
13
Universitas Sumatera Utara

e). Teori Bateson, Bateson berpendapat bahwa bermain bersifat paradoksial karena
tindakan yang dilakukan anak saat bermain tidak sama artinya dengan apa
yang mereka maksudkan dalam kehidupan nyata. Saat bergelut misalnya,
serangan yang dilakukan berbeda dengan tindakan memukul sebenarnya,
bermain berperan memajukan kemampuan untuk memahami berbagai
tingkatan makna.
Dalam kehidupan begitu banyak kegiatan yang dilakukan, khususnya kegiatan
anak-anak tidak pernah berhenti, namun tidak semua kegiatan anak-anak dapat
dikategorikan sebagai bermain atau permainan. Menurut Mutiah (2012 : 137) terdapat
batasan-batasan dari kegiatan bermain, yaitu :
1. Dilakukan berdasarkan motivasi intrinsik (muncul atas keinginan pribadi untuk
kepentingan sendiri).
2. Perasaan yang muncul dalam kegiatan bermain diwarnai emosi positif, jika emosi
tidak positif setidaknya kegiatan bermain memiliki nilai bagi anak. Kadang
bermain diikuti oleh perasaan takut, misalnya saat meluncur dari ketinggian
namun anak menikmatinya.
3. Menekankan pada proses daripada hasil akhir. Dalam kegiatan bermain tidak ada
tekanan untuk mencapai prestasi sehingga bermain cenderung fleksibel.
4. Bebas memilih. Pleasure menjadi parameter untuk membedakan bermain dengan
bekerja.
5. Fleksibilitas, ditandai mudahnya kegiatan beralih dari satu aktifitas ke aktifitas
yang lainnya.
14
Universitas Sumatera Utara

6. Memiliki kualitas pura-pura. Kegiatan bermain memiliki kerangka tertentu yang
memisahkannya dari kehidupan nyata sehari-hari. Misalnya anak pura-pura minum
dari cangkir yang sebenarnya berwujud dari balok, menanggap kepingan gambar
sebagai kue keju.
Parten (dalam Mutiah 2012 : 138) mengembangkan suatu klasifikasi permainan
anak, yang didasarkan atas observasi pada anak-anak dalam permainan bebas di
sekolah asuhan, yang kategorinya ialah :
1.

Unoccupied play, yaitu anak hanya melihat anak lain bermain, tetapi tidak ikut
bermain pada tahap ini hanya mengamati ke sekitar ruangan dan berjalan, tetapi
tidak terjadi interaksi dengan anak yang bermain.

2.

Solitary play, yaitu terjadi ketika anak bermain sendirian dan mandiri dari orang
lain. Anak senang sendiri dan tidak peduli terhadap apa pun yang sedang terjadi.
Anak usia 2-3 tahun sering terlibat dalam solitary play.

3.

Onlooker play, yaitu terjadi ketika anak menonton orang lain bermain. Berbicara
dan menanyakan tetapi tidak ikut dalam permainan.

4.

Parallel play, yaitu anak bermain terpisah dari anak-anak lain dengan mainan
yang sama dengan cara meniru cara mereka bermain.

5.

Assosiative play, terjadi ketika permainan melibatkan interaksi sosial dengan
sedikit organisasi. Mereka cenderung tertarik dan terjadi tukar-menukar mainan.
Meminjam atau meminjamkan mainan dan mengikuti atau mengajak anak-anak
antri adalah contoh assosiative play.

15
Universitas Sumatera Utara

6.

Cooperative play, meliputi interaksi sosial dalam suatu kelompok yang memiliki
suatu rasa identitas kelompok dan kegiatan yang terorganisasi.
Komponen dari permainan adalah adanya tujuan, aturan, tantangan dan

interaksi. Setiap komunitas memiliki permainan bagian dari kebudayaan, permainan
tradisional menjadi ciri dan kekayaan budaya suatu komunitas sehingga permainan
tradisional sejatinya adalah duta budaya. Lebih jauh lagi, beberapa cabang olahraga
yang sekarang ada di olimpiade ataupun pada kejuaraan-kejuaraan olah raga lainnya,
banyak yang bermula dari pemainan tradisional. Jenis dan bentuk permainan
tradisional di Indonesia bisa dikatakan sangat beragam, hampir setiap daerah
mempunyai permainan mereka sendiri.
Permainan tradisional memiliki jenis dan karakteristik berbeda-beda, anak-anak
tidak pernah bermain dengan satu jenis permainan tradisional dalam jangka waktu
yang lama, setiap jenis permainan tradisional dimainkan oleh anak-anak sesuai
dengan musimnya, perubahan terhadap jenis permainan tradisional selalu terjadi di
dalam dunia anak-anak seperti dalam minggu ini anak-anak bermain layang-layang,
beberapa hari kemudian permainan berubah menjadi permainan kelereng, dan
beberapa bulan permainan berubah kembali. Perubahan yang terjadi pada jenis
permainan tradisional disebut jenis perubahan yang tidak direncanakan dan
perubahan siklis (cyclical). Perubahan yang tidak direncanakan adalah perubahan
yang tidak direncanakan sebelumnya dan terjadi di luar jangkauan kontrol
masyarakat. Menurut Saptono (2007 : 28)) perubahan siklis (cyclical) adalah

16
Universitas Sumatera Utara

perubahan yang memutar sesuai dengan perubahan musim dan tidak membawa unsur
baru.
Permainan Tradisional menurut James Danandjaja adalah 10 permainan
tradisional anak-anak merupakan bentuk folklor dimana peredarannya dilakukan
secara lisan, berbentuk tradisional dan diwariskan secara turun-temurun. Oleh sebab
itu, terkadang asal-usul dari permainan tradisional tidak diketahui secara pasti siapa
penciptanya dan darimana asalnya, karena penyebarannya yang berupa lisan.
Terkadang permainan tradisional mengalami perubahan nama dan bentuk walaupun
pada dasarnya sama. Seperti contoh, permainan congklak di Jawa Barat dengan
permainan dakon di Jawa Tengah yang memiliki peraturan dan cara bermain yang
sama, namun berbeda cara penyebutannya. Permainan tradisional yang merupakan
pewarisan secara turun-temurun ini dilakukan untuk memperoleh kegembiraan.
Bateson (dalam Danandjaja 1988 : 71 ) memberikan perhatian khusus pada
masalah sifat khas bersama dalam suatu komunitas (community), yang mempunyai
perbedaan stabil mengenai peran-peran sosial di antara para anggotanya. Bateson
melohat adanya hubungan berpola

diantara kelompok kelompok atau individu-

individu yang berbeda. Hubungan ini tidak berubah dan berkutub dua (bipolar),
seperti sifat menguasai (dominance) lawan sifat tunduk (submission), sifat gemar
membantu (succorance) lawan sifat ketergantungan pasa orang lain (depence), sifat
memamerkan diri (exhibitionism) lawan sifat menjadi penonton (spectatorship).

10

http://porosbumi.com/pengertian-permainan-tradisional/
08/062016, pukul 21:50:29)

(Diakses

pada

hari

Rabu,

tanggal

17
Universitas Sumatera Utara

Apabila seorang anggota dari suatu kelompok bersifat menguasai, maka seorang
anggota dari kelompok lain akan menunduk.
• Kehidupan Kota
Sebuah kota seringkali ditandai dengan kehidupan yang ramai, wilayahnya
yang luas, banyak penduduknya, dan hubungan yang kurang erat satu sama lain serta
mata pencaharian yang beraneka ragam. Menurut Soerjono Soekanto (dalam Setiadi,
dkk 2006 : 89)masyarakat kota dan desa memiliki perhatian yang berbeda, khususnya
perhatian terhadap keperluan hidup. Di desa, yang diutamakan adalah perhatian
khusus terhadap keperluan pokok dan fungsi-fungsi yang lainnya diabaikan berbeda
dengan pandangan masyarakat kota, selain memperhatikan kebutuhan pokok mereka
melihat pandangan masyarakat sekitarnya.

Daldjoeni (1997 : 51) memberikan

penjelasan mengenai ciri-ciri struktur sosial kota, sebagai berikut :


Heterogenitas sosial : Kepadatan penduduk mendorong terjadinya persaingan
dalam pemanfaatan ruang. Masyarakat dalam bertindak memilih yang paling
menguntungkan sehingga tercapai spesialisasi, untuk mencapai dan menjaga
karier masyarakat mengurangi jumlah anak dalam keluarga. Kota merupakan
melting pot 11.

11

Kuali peleburan, merupakan istilah untuk masyarakat heterogen yang semakin menjadi
homogen. Anggota masyarakt yang terdiri dari berbagai sukubangsa melebur menjadi satu hidup
berdampingan disuatu negara.

18
Universitas Sumatera Utara



Hubungan sekunder : Jika hubungan masyarakat desa disebut primer, maka
hubungan masyarakat kota disebut sekunder. Pengenalan dengan orang lain serba
terbatas pada bidang hidup tertentu.



Toleransi sosial : Masyarakat kota secara fisik tinggal berdekatan tetapi secara
sosial berjauhan. Seperti dalam hal, terdapat suatu keluarga yang sedang berpesta
namun tetangganya sedang menangisi orang meninggal.



Mobilitas sosial : Masyarakat kota menginginkan perubahan status yang tinggi,
selain itu yang memiliki status yang sama terjadi solidaritas kelas seperti
terbentuk perkumpulan kelompok seprofesi seperti profesi guru, profesi
wartawan, profesi pedagang, profesi dokter dan sebagainya.



Ikatan

sukarela

(voluntary

assocation)

:

Secara

sukarela

individu

menggabungkan diri ke dalam perkumpulan yang disukainya seperti sport, aneka
grup musik, klub filateli dan sebagainya. Meskipun sifatnya sukarela, terdapat
gejala bahwa setiap perkumpulan bersaing menunjukan pamor masing-masing.


Individualisasi : Masyarakat dapat memutuskan secara pribadi yang penting bagi
kehidupannya tanpa campur tangan orang lain. Setiap anggota masyarakat
mendahulukan kepentingannya sendiri.



Segregasi keruangan (spatial segregation) : Dalam studi ekologi manusia (human
ecology), terjadi pemisahan (segregation) berdasarkan ras, sukubangsa. Misalnya
terdapat wilayah kaum Cina, Arab, kaum elite, kaum gelandangan, daerah

19
Universitas Sumatera Utara

operasi pelacuran, pencopetan, kegiaan olahraga, hiburan, pertokoan dan pasar,
kompleks kepegawaian tertentu.
Kehidupan di kota bisa menjadi trend setter 12 bagi wilayah lainnya, banyak
penduduk yang tergiur untuk pindah ke kota dengan berbagai alasan, mulai dari
mencari nafkah hingga melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Menurut Achroni (2013 : 29-40) kehidupan kota saat ini kurang bersahabat
dengan permainan tradisional, hal ini dikarenakan dengan sejumlah realita yang
terjadi antara lain :
- Tempat bermain semakin terbatas : laju pembangunan yang begitu tinggi
membawa dampak berupa makin berkurangnya ruang publik lapangan hijau,
lahan pertanian, halaman rumah yang luas atau lahan-lahan kosong yang
sebelumnya menjadi tempat bermain anak-anak, kini telah berganti wajah
perumahan, perkantoran, pasar modern, pusat perbelanjaan, hotel dan
sebagainya.
- Waktu bermain yang semakin sedikit : setelah seharian anak-anak berkutat pada
mata pelajaran di sekolah, mereka harus sibuk dengan beragam aktivitas seperti
kursus, les atau mengikuti kegiatan klub. Dengan kesibukan yang sangat padat,
anak-anak hanya memiliki sedikit waktu untuk bermain. Waktu yang dimiliki
nyaris habis untuk belajar dan menjalani berbagai aktifitas lainnya yang
membutuhkan keseriusan serta disiplin tinggi hingga anak-anak kehilangan

12

Segala sesuatu yang menjadi pusat perhatian serta diikuti oleh orang banyak

20
Universitas Sumatera Utara

kegembiraan bermain dan kebahagiaan masa kecil yang semestinya dapat
dinikmati.
- Teknologi : tidak asing lagi jika kota menjadi tempat perkembangan teknologi,
sehingga secara tidak disadari anak-anak begitu dekat dengan teknologi seperti
gadget, play station, game online atau internet, televisi. Kehidupan anak tidak
dapat dipisahkan dari televisi, banyak anak menjadikan televisi menjadi hal yang
pertama dilihat ketika bangun tidur dan menjadi hal terakhir yang dinikmati
sebelum tidur. Berpuluh tahun yang lalu, anak-anak tumbuh dengan begitu alami,
kehidupan sosial mereka bersama teman sebaya begitu menyenangkan, tidak ada
pengaruh buruk yang dikhawatirkan karena saat itu teknologi telekomunikasi
masih sedemikian terbatas. Anak-anak di kota begitu dikepung oleh teknologi
yang digunakan tanpa pembatasan dan pengawasan oleh pihak terkait khususnya
orangtua.
Anak-anak yang berada di Kecamatan Medan Baru khususnya di Kelurahan
Padang Bulan dan Kelurahan Titi Rantai kurang memiliki ruang terbuka untuk
bermain. Keadaan ini membuat mereka tidak leluasa bermain bersama temantemannya. Ruang terbuka yang terdapat di Kelurahan Padang Bulan dan Titi rantai
berubah menjadi bangunan-bangunan tinggi yang berfungsi untuk rumah kos-kosan
para mahasiswa-mahasiswi.

21
Universitas Sumatera Utara

1.3. Rumusan Masalah
Pada masa perkembangan teknologi saat ini khususnya di kota begitu banyak
permainan modern yang muncul dan anak bebas memilih permainan yang nyaman
baginya. Kehadiran permainan modern, seolah-olah memberikan kesan permainan
tradisional sudah kurang digandrungi anak-anak yang tinggal di kota. Namun anakanak di daerah Kecamatan Medan Baru khususnya kelurahan Padang Bulan dan Titi
Rantai masih tetap menggandrungi permainan tradisional. Berdasarkan dari paparan
uraian di atas, sangat perlu dikemukakan perumusan masalahnya agar fokus kajian
dari tulisan memiliki arah yang jelas dan mudah untuk dipaparkan. Permasalahan
dirinci dalam bentuk pertanyaan :
a. Bagaimana tanggapan anak-anak terhadap permainan tradisional?
b. Apa saja jenis permainan tradisional yang masih ditemukan di kehidupan
kota?
c. Apakah terdapat perbedaan permainan antara anak laki-laki dan anak
perempuan?
d. Apakah tanggapan keluarga mengenai permainan tradisional?
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diungkapkan, maka tujuan dari
penulisan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan :
a. Tanggapan anak-anak mengenai permainan tradisional.
22
Universitas Sumatera Utara

b. Jenis permainan tradisional yang masih ditemukan di kehidupan kota.
c. Perbedaan permainan antara anak laki-laki dan anak perempuan?
d. Pendapat keluarga mengenai permainan tradisional
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini ialah :
a. Menambah kepustakaan Departemen Antropologi Sosial FISIP USU dalam
kajian mengenai budaya dan folklor tentang permainan tradisional anakanak diperkotaan
b. Menambah wawasan keilmuan khususnya pada kajian folklor yang
memberikan pemahaman bagi pembacara tentang kondisi permainan
tradisional di perkotaan
c. Terbentuknya pemahaman bagi pembaca bahwsanya seiring perkembangan
zaman, sudah semakin sedikit permainan tradisional yang dimainkan di
lingkungan perkotaan, sehingga para pembaca bisa membangkitkan kembali
permainan tradisional pada kalangan anak-anak di perkotaan
1.5

Metode Penelitian
1.5.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Pendekatan Kualitatif.

Menurut Bungin (2007 : 5). Penelitian kualitatif adalah peneliti yang memiliki tingkat
kritisme yang lebih dalam semua proses penelitian. Kekuatan kritisme peneliti
menjadi senjata utama menjalankan semua proses penelitian. Jenis penelitian yang
dilakukan bersifat studi etnografi, tidak hanya mempelajari masyarakat, lebih dari itu

23
Universitas Sumatera Utara

etnografi berarti belajar dari masyarakat (Spradley 1997 : 3). Melalui penelitian jenis
etnografi, peneliti mampu melihat makna dibalik sesuatu yang tidak tampak.
1.5.2 Teknik Pengumpulan Data
- Data primer adalah salah satu data yang diperoleh dari observasi (pengamatan)
dan wawancara lapangan
a. Observasi (pengamatan)
Observasi (pengamatan) adalah suatu tindakan untuk melihat gejolak (tindakan
atau peristiwa atau peninjauan dan langsung di lapangan atau lokasi penelitian dengan
cara mengamati). Dalam hal ini, peneliti mencoba mengamati dan ikut terlibat juga
secara langsung dengan objek yang diteliti. Teknik observasi yang dilakukan penulis
guna melihat, mendengarkan dan mencatat kejadian serta aktifitas di lokasi
penelitian. Seperti melihat bagaimana anak-anak bermain dengan permainan yang
digunakanan secara seksama.
Penulis bukan hanya sekedar mengamati anak-anak yang bermain, penulis ikutserta dalam bermain bersama mereka, hal ini dikenal dengan istilah observasi
partisipasi. Observasi partisipasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data
dengan

ikut-serta

berpartisipasi

di

dalamnya,

dalam

tulisan

ini

penulis

mengumpulkan data mengenai permainan tradisional anak-anak, agar data yang
dikumpulkan lebih mendalam maka penulis ikut bermain dengan informan (anakanak), hampir setiap sorenya penulis ikut bermaind dengan informan seperti bermain
layang-layang dalam bermain layang-layang penulis membantu anak-anak menaikkan
layang-layang ke udara, bermain ABC Lima Dasar sejumlah hukuman yang
24
Universitas Sumatera Utara

didaptkan oleh penulis dalam bermain permainan ABC Lima Dasar dan permainan
yang tidak pernah dimainkan oleh penulis adalah permainan memanjat kelapa hal ini
dikarenakan karena penulis takut dengan ketinggian dan jika anak-anak bermain
permainan ini maka penulis hanya menikmati buah kelapa yang dipetik
Melalui observasi partisipasi yang dilakukan penulis, penulis dapat merasakan
apa yang terjadi di lapangan sehingga penulis lebih mudah untuk mendapatkan yang
dibutuhkan selain itu penulis lebih muda mengetahui apa yang dirasakan dan
dipikirkan oleh anak-anak dalam bermain. Dalam proses observasi partisipasi penulis
banyak menemukan banyak hal seperti jenis permainan yang dimainkan, perilaku
bermain, interaksi anak-anak ketika sedang bermain, kerjasama untuk memenangkan
permainan, mengatasi perkelahian yang terjadi dan masih banyak lagi yang akan
diuraikan penulis didalam bab selanjutnya.
Sebelum penulis melakukan penelitian lapangan, penulis tidak bisa menjawab
rumusan masalah yang telah ditetapkan oleh penulis, penulis hanya bisa melakukan
dugaan sementara sehingga untuk memastikan jawaban dari rumusan masalah maka
penulis harus melakukan penelitan lapangan. Dalam menjelaskan topik mengenai
proses sosial dalam tulisan ini, penulis tidak bisa menuangkannya dalam tulisan
sebelum melakukan peneltian lapangan, karena topik ini tidak bisa digambarkan oleh
pemikiran penulis, interksi dalam proses sosial merupakan perilaku yang konkrit dan
untuk mengetahuinya harus dilakukannya pengamatan. Sebelum melakukan
penelitian lapangan, data yang diperoleh kurang bervariasi dan kurang menarik, data
yang digambarkan dalam bentuk tulisan memiliki jumlah yang sedikit, penelitian
25
Universitas Sumatera Utara

lapangan merupakan jembatan bagi penulis untuk menghubungkan penulis dengan
keadaan yang sebenarnya yang terjadi.
b. Wawancara
Wawancara adalah salah satu proses penelitian melalui tanyajawab sambil
bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai.
Wawancara yang dilakukan untuk mendapatkan informasi dari para informan,
pewawancara dengan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama
sehingga menggunakan wawancara mendalam (indepth interview). Wawancara
dianggap lebih efisien untuk memperoleh informasi yang akurat mengenai hal yang
terjadi di lapangan terkait dengan permainan tradisional anak-anak dan kehidupan
kota. Metode wawancara memberikan keleluasaan kepada penulis untuk bertanya
tentang apa yang belum dipahami terkait penelitian yang dilakukan. Adapun jenisjenis wawancara sebagai berikut 13 :
-

Wawancara berstruktur : hal-hal yang ditanyakan telah terstruktur, telah
ditetapkan sebelumnya secara terinci.

-

Wawancara tidak berstruktur : hal-hal yang ditanyakan belum diretapkan secara
rinci, rincian topik pertanyaan pada wawancara ini disesuaikan dengan
pelaksanaan wawancara di lapangan. Didalam wawancara tidak berstruktur
terdapat wawancara mendalam (indepth interview), wawancara mendalam adalah

13

http://asuhankeprawatanonline.blogspot.in/2012/03/melakukan-wawancara-mendalam-in-depth
.html (Diakses pada hari Senin, tanggal 11/04/2016,pukul 09:11:12)

26
Universitas Sumatera Utara

wawancara yang berusaha menggali sedalam-dalamnya dan mendapat pengertian
seluas-luasnya dari jawaban yang diberikan informan.
-

Wawancara bebas/informal : wawancara yang dilakukan dengan topik bebas dan
bisa diakukan dimana saja dan kapan saja, serta dapat pula secara sambil lalu.
Dalam menggali informasi dari informan untuk keperluan penelitian maka

penulis melakukan wawancara mendalam, dalam wawancara mendalam peneliti
berusaha memperoeh informasi yang dalam dan luas dari suatu topik tertentu dengan
pertolongan beberapa pertanyaan utama sebagai penunjuk. Pertanyaan utama sebagai
penunjuk ini digunakan sebagai arah, agar informasi yang di inginkan tentang topik
tertentu dapat diperoleh.
Peneliti berusaha menjalin rapport 14 dengan informan agar informasi yang
diperlukan peneliti dapat tergali secara maksimal. Pengembangan rapport dilakukan
dengan cara hidup beradaptasi sehingga ketika melakukan wawancara, data yang
diperoleh benar-benar atau mendekati fakta yang sesungguhnya.
Penulis hanya mewawancarai anak yang berumur 5-16 tahun, anak-anak ini
berasal dari kalangan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan
Sekolah Menengah Atas (SMP). Adapun anak-anak yang diwawancarai oleh penulis
untuk mendapatkan data peneltian antara lain Anyea berumur 13 tahun, Elsa berumur
13 tahun, Jesika berumur 12 tahun, Farida berumur 12 tahun, Senior berumur 7
tahum, Wahyu berumur 11 tahun, Rafael berumur 11 tahun, Fahmi berumur 14 tahun,

14

Rapport adalah hubungan antara peneliti dengan subjek yang sudah melebur sehingga seolaholah tidak ada lagi dinding pemisah diantara keduanya

27
Universitas Sumatera Utara

Teofani berumur 9 tahun, Yoga bermur 16 tahun, Zadiken berumur 12 tahun, James
berumur 5 tahun dan Fikri berumur 12 tahun. Selain anak-anak yang diwawncarai
oleh penulis terdapat dua orangtua yang diwawancarai penulis antara lain Pak
Perdana berumur 43 tahun dan bu Netty berumur 35 tahun, penulis mewawancari
kedua orangtua ini hanya sekilas dengan wawancara yang singkat, karena yang
menjadi fokus penelitian saya adalah anak-anak dan data yang dihasilkan ketika
wawancara dengan orangtua sebagai bahan pelengkap dalam tulisan.
c. Pemilihan Informan
Dalam memperoleh data dilapangan, peneliti sangat membutuhkan informan,
jenis usia informan beranekaragam. Adapun kategori umur yang ditentukan oleh
Depkes RI tahun 2009, yaitu 15 :


















Masa balita

: 0 – 5 tahun

Masa kanak-kanak

: 5 – 11 tahun

Masa remaja awal tahun

: 12 – 16 tahun

Masa remaja akhir

: 17 – 25 tahun

Masa dewasa awal

: 26 – 35 tahun

Masa dewasa akhir

: 36 – 45 tahun

Masa lansia awal tahun

: 46 – 55 tahun

Masa lansia akhir tahun

: 56 – 65 tahun

Masa manula atas

: > 65 tahun

15

http://borupanggoaran.blogspot.in/2013/04/kategori-umur-menurut-depkes.html (Diakses pada
Selasa, tanggal 12/04/2016, pukul 07:50:23 WIB)

hari

28
Universitas Sumatera Utara

Dari sejumlah kategori umur yang telah diungkapkan oleh Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, maka sebelum kelapangan peneliti menetapkan
informan dengan kategori usia masa kanak-kanak dengan usia 5 – 11 tahun, masa
remaja awal tahun dengan usia 12 -16 tahun. Jumlah informan yang digunakan oleh
penulis sebanyak 13 orang anak diantaranya empat orang anak perempuan dan
sembilan orang anak laki-laki. Informan yang berasal dari kalangan orang dewasa
yaitu masa dewasa akhir dengan usia masa dewasa akhir dengan usia 36 – 45 tahun.
* Data sekunder
Data sekunder adalah data yang bersifat tidak langsung, akan tetapi memiliki
keterkaitan fungsi sebagai salah satu aspek pendukung bagi keabsahan suatu
penelitian. Data sekunder berupa sumber-sumber atau referensi tertulis berupa studi
kepustakaan seperti buku dan sumber-sumber tetulis yang ada di dalam internet.
Selama proses pengumpulan data peneliti akan mengggunakan instrumen atau alat
penelitian seperti alat perekam baik suara maupun video dan catatan lapangan
(fieldnote) untuk membantu mendokumentasikan hal-hal yang diteliti dan
memperkecil kemungkinan ada bagian dari pengumpulan data yang terlewatkan.
1.6. Lokasi Penelitian
Lokasi peneltian ini berada di Kecamatan Medan Baru, Kecamatan Medan Baru
memiliki enam kelurahan diantaranya pertama kelurahan Darat, kedua kelurahan
Petisah Hulu, ketiga kelurahan Babura, keempat kelurahan Merdeka, kelima
kelurahan Padang Bulan dan keenam kelurahan Titi Rantai. Diantara ke enam
kelurahan yang berada di kecamatan Medan Baru ini, yang menjadi fokus lokasi
29
Universitas Sumatera Utara

penelitian tulisan ini adalah dua kelurahan yaitu kelurahan Titi Rantai dan kelurahan
Padang Bulan, dua kelurah ini hidup berdampingan.
1.7. Pengalaman Lapangan
“Permainan Tradisional Anak-anak di Perkotaan” merupakan tulisan yang
diangkat oleh penulis. Penaikan judul pertama ke hadapan ketua Departemen (Bapak
Fikarwin Zuska) mendapat jawaban “tolakan”, alasan penolakan karena penulis tidak
bisa menyakinkan ketua dapartemen mengenai alasan pemilihan judul tersebut.
Penolakan pertama sekali yang didapatkan oleh penulis tidak menimbulkan rasa
kecewa (berdasarkan pengalaman-pengalaman teman dan senior terdahulu bahwa
untuk mengajukan judul kepada ketua departemen jarang bisa disetujui jika masih
sekali tatap muka, adapun yang mahasiswa/i acc pada pertemuan pertama dengan
beliau bisa dihitung jumlahnya), penolakan pertama yang diterima oleh penulis tidak
membuat penulis menyerah, penulis selalu berusaha mempelajari judul tersebut dan
mencari literatur tambahan. Pertemuan kedua, penulis tetap mendapat jawaban
ponalakan, penolakan terjadi karena beliau kurang puas dengan literatur atau referensi
yang dipersiapkan oleh penulis. Penolakan kedua yang diterima penulis menimbulkan
rasa kecewa, kekecewaan yang menyelimuti hati penulis tidak menghentikan
semangat penulis untuk belajar dan mencari literatur yang banyak. Pada penolakan
kedua, selama seminggu penulis fokus mencari literatur di perpustakaan UNIMED
dan perpustakaan daerah Sumut. Diluar dari mahasiswa/i UNIMED harus mengurus
daftar izin berupa kartu anggota sehingga penulis mengurus kartu anggota
perpustakaan UNIMED yang dikenakan biaya sekitar Rp 10.500, namun
30
Universitas Sumatera Utara

perpustakaan UNIMED tidak mengizinkan orang dari luar meminjam buku yang
berada di perpustakaan. Berbeda dengan Perpustakaan Daerah SUMUT, perpustakaan
ini mengizinkan masyarakat umum meminjam buku yang ada di dalam perpustakaan
dengan mengurus formulir pendaftaran anggota perpustakaan daerah SUMUT,
pengurusan formulir pendaftaran tidak dikenakan biaya sama sekali (gratis). Selama
beberapa hari penulis mengunjungi perpustakaan daerah Sumut karena didalam
perpustakaan ini memiliki sejumlah koleksi buku yang berhubungan dengan judul
tulisan yang diangkat oleh penulis. Sementara Perpustakaan UNIMED tidak
menyediakan literatur buku-buku yang dibutuhkan penulis, sehingga penulis
mengunjungi perpustakaan ini hanya sebanyak dua kali.
Seminggu

kemudian,

penulis

membentuk

pertemuan

ketiga,

penulis

memaparkan sejumlah teori dan konsep kepada ketua departemen. Pemaparan yang
diberikan penulis mungkin dikategorikan “cukup” bagi pemula, sehingga tanpa
disadari penulis mendapatkan jawaban “terima”, ditambah lagi dosen pembimbing
penulis yang disarankan oleh penulis di acc oleh ketua departeman, kesenangan yang
diterima penulis berlipat ganda.
Secara kronologi biasanya setelah judul disetujui oleh pihak departemen maka
mahasiswa/i

akan

mengurus

surat

lapangan.

Dengan

demikian

penulis

mempersiapkan berkas-berkas yang berhubungan dengan pengurusan surat lapangan,
persiapan membuat berkas-berkas tidak memakan waktu yang banyak, namun
berdasarkan bincang-bincang penulis dengan teman lainnya bahwa surat lapangan
tidak perlu diurus jika lokasi penelitian mudah dimasuki/diakses tanpa harus permisi
31
Universitas Sumatera Utara

dengan pihak/instansi tertentu oleh karena itu penulis memutuskan tidak mengurus
surat izin lapangan, sebab lokasi penelitian penulis tidak membutuhkannya dan semua
orang bisa memasuki lokasi penelitian tersebut dan yang dibutuhkan ketika berada di
lokasi penelitian bukanlah surat izin lapangan melainkan keahlian dan kepiawaian
penulis menjalin rapport dengan anak-anak yang bermain disekitar lokasi penelitian.
Lokasi penelitian penulis tidak jauh dari tempat tinggal, hanya memakan waktu
sekitar lima menit dengan berjalan kaki dan memakan waktu sekitar dua menit
dengan menggunakan kendaraan. Lokasi penelitian ini sudah dikenal oleh penulis
kurang lebih empat tahun sehingga penulis mudah mengenali lingkungannya, namun
untuk mengenali aktor belum pernah dilakukan oleh penulis sebelumnya dan penulis
akan memulainya dalam penulisan skripsi ini.
Penelitian lapangan yang pertama sekali dilakukan penulis pada hari Senin
tanggal 18 April 2016, penulis melakukan penelitian lapangan pada sore hari karena
disore hari anak-anak biasanya bermain. Kesan pertama yang dirasakan penulis ketika
memasuki lapangan adalah “perasaan kecewa”. Penulis menemui anak-anak bermain
layang-layang sebanyak empat orang dan yang lainnya merokok serta memanjat
pohon kelapa. Sebelum mendekati dan mengajak anak-anak mengobrol, penulis
terlebih dahulu mengamati lingkungan sekitar dan gerak-gerik anak dalam bermainmain. Sesaat penulis menghampiri anak-anak bermain layang-layang, mereka
menjauh dari penulis, mereka menduga penulis adalah “seorang penuculik anak”,
ketika penulis mendekat kepada mereka maka mereka akan menjauh, situasi ini

32
Universitas Sumatera Utara

terjadi selama beberapa jam. Keadaan ini membuat penulis kesusahan untuk menjalin
hubungan yang baik dengan mereka.
Sebenarnya ketika itu penulis ingin pulang, namun penulis lebih memilih diam
dan kembali mengamati mereka. Penulis kembali duduk ditempat semula yang berada
didekat pohon kelap