Permainan Tradisional Anak-anak di Perkotaan” (Studi Etnografi pada Masyarakat Kota Medan, Kecamatan Medan Baru)

(1)

DATA INFORMAN

NO Keterangan Nama Usia Alamat Agama

/Sukubangsa 1. Informan Kunci Wahyu Tarigan 11 tahun

IV SD JL.Rebab Kristen/Karo

2. Zadiken

Ginting

12 tahun

VI SD JL.Mandolin Islma/Karo

3. Yoga 16 tahun

IX SMP JL. Pasar Baru Islam/Jawa 4. Informan Biasa Senior Tarigan 7 tahun

II SD JL.Rebab Kristen/Karo

5. Rafael

Wibirena

12 tahun VI SD

JL.Harmonika

Baru Kristen/Nias

6. Fahmi

14 tahun VIII SMP

JL.Bunga

Kenanga Islam/Jawa

7. Teofani

Zega

9 tahun

III SD JL.Susuk II Kristen/Nias

8. Fikri 12 tahun

VII SMP JL.Bahagia Islam/Jawa

9. James 12 tahun

V SD JL.Terompet Kristen/Karo

10. Anyea 12 tahun

V SD JL.Marakas Kristen/Karo

11. Elsa

Bangun

13 tahun VII SMP

JL.Harmonika

Baru Kristen/Karo

12 Farida 12 tahun

VI SD

JL.Harmonika


(2)

13. Jesika 12 tahun VI SD

JL.Harmonika

Baru Islam/Karo

14. Bapak

Perdana 43 tahun JL.Marakas Islam/Jawa 15. Netty 38 tahun JL.Pasar Baru Kristen/Karo


(3)

Lampiran Gambar

Sekolompok anak meminum kelapa bersama-sama

Seorang anak laki-laki membuka kulit kelapa dengan menggunakan mulut

Anak-anak mengumpulkan dan menghitung buah kelapa

Seorang anak laki-laki menaikkan layang-layang bersama-sama

Anak-anak saling berbagi cerita satu sama lain

Perkelahian diantara anak-anak dan anak yang lainnya hanya melihat perkelahian


(4)

Sekolompok anak-anak selesai bermain sepak bola dan ingin difoto oleh penulis

Anak-anak sedang bermain sepak bola bersama

Sekolompok anak bermain sepak bola bersama

Seorang anak memanjat pohon kelapa dan teman yang lain memberi semangat

Anak laki-laki memanjat pohon kelapa dan meminta diphoto oleh penulis

Penulis bersama anak perempuan bermain permainan ABC Lima Dasar


(5)

DAFTAR PUSTAKA Achroni, Keen

2013 Mengoptimalkan Tumbuh Kembang Anak Melalui Permainan Tradisional. Yogyakarta : Javalitera

Bungin, Burhan

2007 Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Daldjoeni

1997 Seluk Beluk Masyarakat Kota. Bandung : PT. Alumni. Danandjaja, James

1984 FolklorIndonesia ilmu gosip, dongeng dan lain-lain. Jakarta : Pustaka Gralitipers

Danandjaja, James

1988 Antropologi Psikologi teori, metode dan sejarah perkembangannya. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Huizinga, Johan

1990 Homo ludens : Fungsi dan hakekat permainan dalam budaya. Jakarta : LP3ES

Koentjaraningrat

1997 Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia

Koentjaraningrat

2002 Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : PT. Rineka Cipta Mutiah, Diana

2012 Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Jakarta : Prenada Media Parwati, Wahjono

1993 Nini Thowok : Permainan Ritual dan Magis. Jakarta : Depdikbud RI Setiadi, Elly M dkk

2006 Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Spradley, James

2006 Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana Saptono dan Bambang Suteng S


(6)

Sumber lainnya (internet)

(Diakses pada hari Senin, tanggal 04/04/2016, pukul 23:32:12 WIB)

(Diakses pada hari Senin, tanggal 04/04/2016, pukul 00:04:08 WIB)

(Diakses pada hari Senin, tanggal 04/04/2016, pukul 00:06:07 WIB)

pada hari Selasa, tanggal 12/04/2016, pukul 08:10:29 WIB)

(Diakses pada hari Rabu, tanggal 04/05/2016, pukul 20:09:56 WIB)

(Diakses pada hari Rabu, tanggal 23/03/2016, pukul 10:08:24 WIB)

(Diakses pada hari Minggu, tanggal

03/04/2016, pukul 12:23:45 WIB)

tanggal 24/04/2016, pukul 18:37:24)

tanggal 08/062016, pukul 21:50:29)

(Diakses pada hari Selasa, tanggal 12/04/2016, pukul 07:50:23 WIB)


(7)

BAB III

ANAK DAN PERMAINAN TRADISIONAL

3.1. Proses Sosial Anak dalam Permainan Tradisional

Proses sosial merupakan interaksi yang terjalin diantara individu atau kelompok masyarakat. Di dalam interaksi, hal penting yang dibutuhkan adalah komunikasi. Interaksi tanpa komunikasi maka akan menghasilkan proses sosial yang tidak seimbang. Tindakan dan perilaku konkret dari interaksi berupa komunikasi verbal atau nonverbal. Anak-anak dapat menggunakan komunikasi verbal dan non verbal ketika dalam bermain bersama, jenis komunikasi yang digunakan oleh anak-anak tergantung dengan pola dan bentuk permainannya. Komunikasi verbal biasanya digunakan anak-anak dalam bermain layang-layang dan komunikasi non verbal digunakan dalam permainan sepak bola. Beberapa komunikasi yang timbul dalam setiap permainan tradisional memberikan manfaat antara lain :

- Menghilangkan kejenuhan dalam bermain. Dalam permainan tradisional layang-layang, setelah anak-anak menaikkan layang-layang yang dimilikinya ke udara, selanjutnya anak tersebut tinggal duduk dan mengendalikan benang layang-layang, agar permainan layang-layang tidak membosankan maka anak-anak mengajak teman yang lain mengobrol. Seperti yang diungkapkan Wahyu (11 tahun) :

“Bosan juga kalau hanya melihat layang-layang di atas, sambil cerita-ceritalah sama kawan lain”.


(8)

- Menyusun strategi dalam bermain. Dalam permainan bola, anak-anak harus bisa berkomunikas satu-sama lain untuk memasukkan bola ke dalam gawang lawan. Komunikasi yang muncul dalam permainan bola berupa komunikasi non verbal yaitu “tendangan atau ekspresi wajah”.

- Seorang anak bisa meminta bantuan dari teman ketika mengalami kesulitan saat bermain. Anak yang tidak bisa memasang tali teraju layang-layang, akan meminta bantuan kepada teman yang mengerti memasang tali teraju. Anak meminta bantuan kepada temannya dengan komunikasi verbal yaitu dengan cara berbicara.

- Menghentikan permainan yang sedang berlangsung. Anak-anak yang bermain dalam permainan memanjat pohon kelapa untuk memberhentikan permainan memanjat pohon kelapa maka wasit memberikan aba-aba kepada setiap tim pemain.

Anak-anak dalam memainkan permainan tradisional tidak pernah bisa bermain sendiri. Di dalam permainan tradisional anak-anak dituntut untuk berinteraksi dengan sesamanya, interaksi yang terjadi di antara anak-anak terjalin tanpa ada rekayasa. Mereka berkomunikasi satu dengan yang lainnya muncul dan terlarut dalam suasana bermain.

Proses sosial yang terjadi diantara anak-anak kadangkala bisa menimbulkan konflik atau pertengkaran, namun sebagian besar pertengkaran yang timbul diantara anak-anak tidak serius dan tidak sampai berlarut berhari-hari, misalnya mereka bertengkar hari ini maka besok hari mereka berteman kembali.


(9)

Seperti yang diungkapkan oleh Wahyu (11 tahun) :

“Bertengkar saat itu aja kak, besoknya kalau main lagi, udah kawanan lagi. Aku juga gak tahu, hilang gitu aja pertengakran semalam.”

Gambar 3 : Pertengkaran Anak-anak

Sumber : Dokumentasi Penulis

Perselisihan/konflik dalam permainan tidak bisa dihindarkan, ketika

persilihan terjadi diantara anak-anak, maka ada sifat anak-anak berbeda dalam menanggapinya yaitu pertama sifat yang hanya melihat pertengkaran kedua melihat pertengkaran dan melarangnya/melerainya hanya dengan kata-kata ketiga melihat pertengkaran dan melerainya dengan kata-kata serta tindakan keempat melihat pertengkaran dan ikut serta bertengkar untuk memperkeruh pertengkaran. Pada permainan tradisional, mereka tidak hanya bermain tetapi mereka bercerita dan


(10)

mengobrol satu sama lain walaupun mreka tidak mengenal satu sama lain sebelumnya namun komunikasi yang timbul diantara mereka mengalir terlarut suasana. Permainan tradisional merupakan ajang atau arena bagi anak-anak untuk menemukan dua individu yang tidak pernah bertemu dan berkomunikasi sebelumnya. Anak-anak yang mengalami kesulitan dalam proses bermain maka anak tersebut akan meminta bantuan dari teman yang lainnya atau tanpa diminta teman yang lain secara spontan membantu anak yang mengalami kesuahan. Seperti yang diungkapkan Wahyu (11 tahun) :

“Dibantulah kak, gak tega lihat oranglain kesusahan apalagi itu masih adek-adek, nanti kalau kita kesusahan pasti dibantunya”.

Anak-anak biasanya membantu teman yang mengalami kesulitan atau kesusahan dengan tulus dan mereka tidak pernah mengharapkan hadiah atau materi dari orang yang dibantu, mereka yang membantu berharap akan dibantu suatu kelak nanti ketika mengalami kesusahan dalam bermain. Dalam hal ini, penulis melihat bahwa teori resiprositas hadir dalam suasana permainan tradisional dan dalam permainan tradisional menunjukkan bahwa manusia itu merupakan makhluk sosial yang tidak bisa melakukan sesuatu tanpa adanya bantuan orang lain. Bantuan yang diberikan dan diterima dalam permainan tradisional cukup ringan, seperti membantu memasang tali teraju layang-layang, menaikkan layang-layang ke udara, membantu teman yang terjatuh saat bermain, memperbaiki benang layang-layang, membantu dengan melerai teman.


(11)

Gambar 4 : Bersama menaikkan layang-layang

Pada gambar (4) terlihat dua orang anak saling membantu untuk menaikkan layang-layang ke udara

Sumber : Dokumentasi Penulis

Anak-anak yang bermain di lapangan tidak semuanya memiliki peralatan untuk bermain, alasan dan penyebab mereka tidak memiliki peralatan bermain ada beberapa yaitu :

- Tidak ingin bermain. Mereka berencana hanya ingin melihat-lihat temannya bermain di lapangan.

- Peralatan permainan yang dimiliki sudah rusak atau usang.

Jika ada seorang anak yang tidak memiliki peralatan bermain namun ia ingin bermain maka ada beberapa teman yang rela meminjamkan peralatan bermain kepada teman yang membutuhkan (walaupun terkadang ditemukan ada anak-anak yang pelit) namun setelah selesai dipakai maka pemiliknya akan meminta barangnya kembali, tetapi ada anak yang dengan ikhlas memberikan peralatan bermain dengan cuma-cuma tanpa memintanya kembali. Jika seorang anak berada dalam situasi rela meminjamkan peralatan bermain dengan teman-temannya maka anak tersebut berada


(12)

pada kategori Assosiative play seperti yang diungkapkan oleh Parten. Adapun peralatan yang sering dipinjam adalah bola, sepeda dan peralatan yang diberi dengan ikhlas adalah benang, layang-layang. Jika penulis memperhatikannya, maka anak-anak akan sulit memberikan peralatan bermain dengan ikhlas jika peralatan bermain itu sulit didapatkan (dalam artian harus mengorbankan banyak materi untuk memilikinya).

Barang yang dipinjam tidak selalu dikembalikan mulus seperti semula, maka jika hal ini terjadi maka ada anak yang melepaskannya tanpa mengomentarinya atau memberikan komentar berupa marahan. Jika anak yang meminjam barang tersebut mendapat kemarahan dari pemiliknya maka biasanya mereka tidak membalasnya dengan kemarahan kembali, mereka hanya mengatakan meminta maaf mereka kepada pemiliknya.

Kecelakaan saat bermain tidak bisa dihindarkan oleh setiap anak, anak yang mengalami kecelakaan saat bermain, maka teman yang lain akan menolongnya jika luka yang ditimbulkan tergolong serius maka teman tersebut akan diantar pulang kerumahnya, permainan terpaksa enceng atau diberhentikan, namun jika luka tergolong biasa maka teman yang lain menyarankan untuk berhenti dari permainan dan istirahat. Teman yang keluar dari permainan karena kecelakaan akan berakibat pada terganggunya proses bermain, terkhusus dalam permainan sepak bola dan permainan memanjat pohon kelapa. Kecelakaan yang timbul di dalam permainan ini, akan mengganggu proses berjalannya permainan karena dalam permainan ini membutuhkan banyak pemain.


(13)

Berdasarkan pemaparan yang diberikan oleh penulis mengenai jenis permainan anak-anak seperti permainan sepak bola, permainan layang-layang, permainan sepeda, permainan memanjat pohon kelapa. Permainan yang biasanya menimbulkan kecelakaan cukup serius adalah permainan memanjat kelapa sedangkan permainan yang menimbulkan kecelakaan kecil adalah permainan layang-layang. Penggolongan permainan berdasarkan tingkat kecelakaan yang rentan yaitu permainan memanjat kelapa, permainan sepeda, permainan bola kaki dan permainan layang-layang.

Anak-anak membutuhkan banyak teman, jika jumlah teman yang bermain tergolong sedikit maka suasana permainan tidak ramai/sepi sehingga permainan akan cepat selesai karena anak-anak tidak memiliki teman mengobrol selama bermain selain itu berpengaruh terhadap mood anak yang lain, banyaknya jumlah anak yang bermain di arena permain akan menambah banyaknya aktivitas yang ditemukan.

Proses bermain tidak selamanya sesuai dengan keinginan dan harapan para pemain, karena selama proses bermain ada anak/pemain yang berbuat rusuh atau bermain curang. Jika terdapat anak yang melakukan kerusuhan dan kecurangan selama bermain maka biasanya pemain tersebut akan dikeluarkan dalam permainan dan biasanya pemain tersebut akan dijauhi oleh teman-teman lainnya. Jika pemain yang membuat kerusuhan saat bermain dikeluarkan dari permainan tidak terima diperlakukan seperti itu maka teman-teman lainnya sepakat untuk memberhentikan permainan, dengan memberhentikan permainan yang berlangsung akan mencegah pertengkaran diantara mereka.


(14)

Selama proses penelitian berlangsung, penulis bertemu anak-anak dari berbagai usia dan berbagai sekolah. Jika penulis bertanya pendapat mereka “apa yang dimaksud dengan permainan tradisional?” berdasarkan respon atau komentar mereka maka anak-anak bisa diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yakni :

1. Ada anak yang tidak pernah sama sekali mendengarkan kata “permainan tradisional” sehingga secara langsung anak tersebut tidak bisa memberikan pendapat mengenai permainan tradisional itu sendiri.

2. Ada anak yang pernah mendengar kata “permainan tradisional” namun tidak bisa memberikan komentar ataupun pendapat mengenai permainan tradisional itu sendiri.

3. Ada anak yang pernah mendengar kata “permainan tradisional” dan bisa memberikan secara jelas pengertian permaina tradisional tersebut.

Anak-anak yang tergolong pada kelompok pertama, ketika penulis bertanya “apakah permainan tradisional?”, salah satu informan yang bernama Senior (7 tahun) berkata :

“Gak tahu lah kak karena gak pernah kudengar”.

Ditambahkan dengan Senior (7 tahun), Senior bisa memberikan komentar dan pendapat mengenai permainan tradisional dengan berkata :

“Permainan anak-anak yang dimainkan pada sore hari bersama kawan-kawan, kalau tidak ada kawan jadinya permainan tidak enak”.


(15)

Berbeda dengan anak yang tergabung dalam kelompok kedua, ketika penulis bertanya kepada seorang anak yang bernama Wahyu, maka Wahyu (11 tahun) menjawab :

“Gak tahu kak, tapi aku pernah dengar disekolah”

Pada anak-anak yang masuk ke kelompok ketiga, penulis bertemu dengan seorang anak yang bernama Rafael, ketika penulis bertanya mengenai “permainan tradisional”, maka Rafael (11 tahun) memberikan penjelasan dengan berkata :

“Permainan yang berasal dari daerah dan permainan yang dari dulu dan sekarang ada. Contohnya kelereng, congklak, ketapel, karet, enggrang, bola api dan masih banyak lagi kak”.

Pengetahuan mengenai permainan tradisional diperoleh dari sekolah, Rafael mendapat pelajaran SBK (Seni Budaya dan Keterampilan) di sekolah. Pengetahuan Rafael mengenai permainan tradisional, mempermudah penulis untuk melakukan wawancara. Setiap anak memberikan komentar yang beragam mengenai permainan tradisional, namun yang pasti bagi mereka permainan tradisional tersebut memberikan kesan yang bagus dan menghibur.

Anak-anak di kelurahan Padang Bulan dan kelurahan Titi Rantai hari-harinya tidak hanya diisi dengan permainan tradsional, sekali-sekali mereka bermain permainan modern seperti bermain game di warung internet, bermain playstation. Pemikiran mengenai banyaknya anak-anak bermain di warung internet dan di warung playstation tidak hanya berasal dari penulis melankan anak-anak bisa melihatnya, seperti ungkapan Wahyu (11 tahun) :


(16)

“Sejak aku main memang kek ginilah yang kutahu kak, lebih banyak anak-anak main diwarnet dibanding main disini kak, tapi kata bapak dan mamak dulu memang belum banyak wanet dan masih banyak tempat kosong untuk main-main jadi permainan orang itu lebih banyak dibanding mainan kami sekerang”

Berdasarkan pendapat dari Wahyu bahwa dari dia tahu tentang permainan hingga kini, sudah terukir di dunia permainan bahwasanya anak-anak lebih banyak bermain di warung internet daripada di di arena terbuka untuk memainan permainan tradisional dan dia mengetahui bahwa terjadi perubahan pada permainan yang diketahuinya dari keluarga, pada masa ayah dan ibunya warung internet jarang ditemukan dan lahan-lahan kosong masih banyak yang tersisa, sehingga pada masa ini permainan tradisional memiliki lebih banyak pengguna dibanding pada masa sekarang.


(17)

3.2.1. Manfaat Permainan Tradisional Bagi Anak-anak

Setiap tindakan dan kegiatan yang dilakukan pasti memberkan manfaat bagi pelakunya, sama halnya dengan permainan tradisional. Anak-anak yang memainkan permainan tradisional mendapatkan sejumlah manfaat terhadap dirinya, adapun sejumlah manfaat yang diperoleh anak-anak antara lain :

1. Jumlah teman bertambah

Sebagian besar anak-anak yang memainkan permainan tradisional ini pasti akan mendapatkan manfaat ini. Manfaat ini akan lebih mudah didapatkan oleh anak-anak jika bermain di arena terbuka dan berukuran luas, hal ini terjadi karena arena permainan yang berukuran luas akan mampu menampung jumlah anak yang banyak dari berbagai kalangan sehingga anak-anak bisa mengenali bahkan berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Pada arena yang tertutup dan berukuran sempit, anak mengenal anak lain yang belum dikenalnya tetap terjadi tetapi akan lebih mudah terjadi pada arena yang terbuka dan berukuran luas. Ketika penulis bertanya mengenai manfaat dari permainan tradisional, maka Wahyu (11 tahun) menjawab :

“Kalau main permainan yang kakak bilang tadi untungnya ada kak, banyak kawan kak karna kita bisa lihat siapa aja yang main dan apa yang dimainkannya.”

Ada beberapa hal yang membuat anak bisa mengenal anak yang baru yaitu pertama intens pertemuan yang terjadi dikategorikan cukup sering, anak-anak yang sering bertemu dalam satu arena permainan seiring berjalannya waktu mereka akan terlarut dalam situasi yang tercipta kedua kondisi permainan, terkadang anak-anak


(18)

tidak bisa menyadari bahwa kondisi permainan mampu membentuk mereka seperti pada permainan memanjat pohon kelapa, permainan pohon kelapa tidak akan menarik/tidak seru jika hanya dimainkan oleh satu kelompok anak sehingga dalam permainan kelompok anak yang satu akan menantang kelompok anak yang lain yang belum dikenalnya untuk bermain permainan memanjat pohon kelapa.

2. Menambah pengetahuan anak-anak

Hal ini sejalan dengan pemikiran Jean Piaget dan Jerome Bruner yang mengemukakan teori kognitif dari permainan, selain menambah teman, manfaat kedua yang bisa diperoleh anak-anak dari permainan tradisional ini adalah menambah pengetahuan, hal ini diungkapkan oleh Senior (7 tahun) :

“Aku jadi tahu cara memasang tali teraju dan menaikkan layangan kak”.

Melalui pendapat dan komentar Senior dapat diketahui bahwa beberapa jenis pemainan tradisional mampu memberikan pengetahuan kepada anak tersebut. Seorang anak yang pada awalnya tidak bisa menaikkan layang-layang dan memasang tali teraju ketika anak melihat anak lain yang lebih handal dalam hal tersebut maka anak perlahan-lahan akan mempelajarinya bahkan anak tersebut akan meminta anak yang lain untuk mengajarinya. Sebagian besar jenis permainan tradisional memberi pengetahuan tersendiri bagi anak-anak, bukan hanya permainan layang-layang, setiap jenis permainan tradisional menyumbangkan pengetahuan bagi penggunanya seperti permainan ABC Lima Dasar, permainan ini menyumbang pengetahuan kepada penggunanya seperti ungkapan Anyea (12 tahun) :


(19)

“Aku jadi tahu banyak nama-nama buah, nama-nama hewan, nama-nama negara dan masih banyaklah kak”.

3. Melatih kekuatan dan kebugaran jasmani anak-anak

Sebagian besar permainan tradisional menggunakan kekuatan dan kelincahan otot anak-anak. Anak-anak yang terbiasa bermain dengan kekuatan dan kelincahan otot maka ia akan terbiasa akan hal tersebut. Pada permainan memanjat pohon kelapa, dalam permainan memanjat pohon kelapa yang dibutuhkan adalah kekokohan dan kekuatan bahu, anak akan saling menopang temannya untuk bisa menggapai buah kelapa melalui permainan ini perlahan-lahan bahu anak akan terbiasa dengan beban yang berat. Selain permainan memanjat pohon kelapa permainan sepak bola dapat melatih kekuatan jasmani anak. Pada permainan sepak bola anak-anak dituntut untuk berlari kencang untuk menggapai bola, perlahan-lahan melalui permainan sepak bola ini anak-anak terlatih untuk berlari kencang/cepat.

Pada umumnya jasmani yang kurang bergerak akan menimbulkan berat badan yang berlebih, anak-anak yang sering bermain dengan permainan yang hanya duduk dengan teknologi biasanya memiliki berat badan yang lebih besar, karena bagian tubuh anak yang bergerak dalam permainan ini hanya sebatas jari tangan, berbeda dengan anak yang sering bermain dengan permainan tradisional biasanya anak-anak lebih berkeringat, anak-anak-anak-anak dituntut untuk bergerak lebih banyak sehingga pergerakan yang muncul akan membakar lemak yang berada di dalam tubuh. Permainan tradisional menuntut anak-anak menggerakkan seluruh bagian tubuhnya seperti tangan, kaki, badan dan sebagainya.


(20)

3.2.2. Waktu dan Kesepakatan dalam Bermain

Anak-anak yang bermain di lapangan sepak bola berasal dari berbagai jenis kalangan. Anak-anak bermain biasanya ketika matahari tidak terik yaitu pada sore hari sekitar pukul 16.00 WIB dan menyudahinya sekitar pukul 18.00 WIB seperti yang telah diungkapkan oleh Fahmi (14 tahun):

“Kami kan kak, biasanya bermain di lapangan sekitar jam empat, kalau permainanannya seru kami mau sampe jam tujuh malam, tapi kami biasanya siap bermain jam enam sore kak karena harus shalat maghrib”

Namun ada anak yang sudah ditentukan oleh orangtuanya waktu untuk bermain diluar bersama teman-teman, Wahyu (11 tahun) mengungkapkan :

“Aku dan adek hanya dikasih bermain selama dua jam kak, jadi kalau mulai bermain jam tiga, pulangnya harus jam lima dan kalau mainnya jam empat pulangnya jam enam kak, kalau lewat nanti sampai rumah dimarah mamak”.

Pada sore hari matahari tidak begitu terik (tidak seterik pada siang hari) keadaan ini membuat anak-anak di lapangan menikmati permainan yang sedang dimainkan, namun jika hujan turun dan gerimis maka sebagian dari mereka lebih memilih untuk berdiam karena menganggu proses bermain dan membuat kepala menjadi sakit, hal ini dikemukakan oleh Wahyu (11 tahun) dengan berkata :

“Kalau hujan turun pulang ajalah kak, nanti sakit kepala. Gak enak kurasa main sambil basah-basah”.

Anak-anak lainnya menganggap bermain di hari hujan menambah kenikmatan permainan tersebut, seperti ungkapan Fahmi (14) :

“Main bola dimusim hujan enak kali kak, yang buat enak itu kalau ada kawan tergelincir saat bermain, kadang kami jahil ka... kami mau menjatuhkan kawan ke becek saat menendang bola”.


(21)

Dalam bermain, sebagian besar dari mereka tidak ada kesepakatan, biasanya anak-anak yang memiliki kesepakatan untuk bermain adalah anak-anak yang tempat tinggalnya jauh dari lapangan sepak bola, seperti yang diungkapkan oleh Fahmi (14 tahun). Tempat tinggal Fahmi dengan lapangan sepak bola cukup jauh, jika berjalan kaki maka jarak tempuhnya sekitar 20 menit namun jika naik sepeda jarak tempuhnya sekitar 10 menit) :

“Aku dan kawan-kawan harus janjian kak, karena rumah kami jauh dari sini, kalau kami gak janjian kami gak bisa main dengan enak karena gak lengkap, kami bisanya main sama orang di lapangan ini tapi gak seseru sama kawan yang dikenal kak”.

Seperti yang telah diungkapkan oleh Fahmi, anak-anak akan merasa senang dan larut dalam permainan yang dimainkannya ketika bermain dengan orang yang dikenalnya, jika mereka bermain dengan orang lain atau orang baru maka perasaan mereka seperti segan atau terdapat kejanggalan. Bagi anak-anak yang tempat tinggalnya tidak jauh dari tempat permainan (lapangan sepak bola), maka mereka datang dengan sendiri-sendiri seperti yang diungkapkan oleh Wahyu (11 tahun) :

“Kami gak pernah janjian datang kesini, kalau mau datang yah datang, kalau gak mau datang gak apa apa, kalau janjian datang tapi ada kawan gak datang maka sakit hati”.

Ketika anak-anak sudah kumpul maka jenis permainan yang dimainkan mengalir begitu saja, didalam lapangan bisa ditemukan lebih dari satu jenis permainan yang dimainkan oleh anak-anak. Jika ada anak-anak yang bermain bola, maka anak-anak lainnya ada yang bermain layangan, bermain patungan dan


(22)

sebagainya. Anak-anak bisa berpikir menciptakan satu jenis permainan dengan hanya melihat kondisi lapangan, seperti yang terlihat pada gambar :

Gambar 5 : Anak Bermain Bersama

Sumber : Dokumentasi Penulis

Anak-anak tidak pernah terpikir akan memainkan permainan ini, mereka secara tidak sengaja menciptakan permainan ini dan mereka tidak pernah berencana akan memainkan permainan ini, mereka hanya melihat kondisi dan situasi lapangan. Mereka tidak tahu nama permainan yang dimainkan, yang mereka tahu adalah mereka bisa bersenang-senang bersama teman-teman.

Di tempat permainan anak-anak bukan hanya memainkan satu jenis permainan melainkan lebih dari satu, misalnya ada kelompok anak yang bermain bola dan terdapat kelompok anak yang bermain layang. Jika terdapat pemain layang-layang dan pemain bola yang bertabrakan saat bermain, mereka menganggap itu hal biasa dan tidak ada perselisihan yang terjadi.


(23)

3.2.3. Peralatan Permainan Anak-anak

Setiap permainan pasti membutuhkan peralatan bermain khususnya permainan tradisional seperti dalam bermain layang-layang, kelereng, sepak bola. Peralatan bermain mendukung proses bermain menjadi lebih seru. Setiap anak memiliki cerita yang berbeda-beda mengenai kepemilikan peralatan permainan. Biasanya peralatan bermain yang dibandrol dengan harga yang cukup mahal seperti bola kulit, boneka mereka mendapatkannya dari keluarga (orangtua) dan peralatan bermain yang dibandrol harga yang cukup murah seperti kelereng, karet, layang-layang mereka membeli dengan sendiri dengan uang saku yang dikumpulkan.

Biasanya peralatan bermain diperoleh dengan cara membelinya di kedai, di pasar melalui uang jajan yang dikumpulkan atau uang yang diberikan oleh orangtuanya dan tidak jarang orangtua mereka memberikan peralatan bermain secara cuma-cuma misalnya jika anak ulang tahun atau juara di sekolah, anak meminta dibelikan perlatan bermain seperti bola maka orangtua akan membelikannya. Seperti yang diungkapkan oleh Senior (7 tahun) :

“Kalau mamak dan bapak gak kasih uang untuk membeli layangan dan benang, aku kumpulkan uang jajanku dan belinya di kedai”.

Peralatan yang digunakan dalam permainan tradisional tergolong cukup sederhana, mereka tidak hanya mendapatkan di kedai atau dipasar tetapi mereka bisa membuatnya sendiri seperti seorang anak yang bernama Zadiken (12 tahun). Zadiken mampu membuat peralatan permainan yang sederhana seperti layang-layang. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat layang-layang adalah bambu yang berukuran


(24)

kecil, lem, benang dan plastik. Bahan-bahan yang dibutuhkan oleh Zadiken (12 tahun) diusahakannya sendiri :

“Kalo lem, plastik, benang kubeli sendiri tapi biasanya kalo lem sama benang memang udah ada dirumah jadi aku cuman beli plastik aja kak. Kalo bambu, bisa pake dari layangan yang rusak dan kalo gak ada aku pakai lidi aja kak, kalo lidi gak ada terpaksalah pergi mencari bambu kak.”

Melalui perkataan Zadiken terlihat bahwa anak-anak bisa berpikir dan bertindak kreatif dimana Zadiken bisa mengganti bahan bambu dengan lidi dan memanfaatkan rangka bambu dari layang-layang yang rusak. Jika anak mampu menciptakan suatu barang dengan memanfaatkan barang yang sudah tidak terpakai lagi, maka anak-anak akan menghemat uang saku bahkan bisa menghemat biaya pengeluaran orangtua mereka, tanpa disadari hal ini membuat anak-ank bisa mengurangi jumlah produksi sampah.

Peralatan permainan yang bertahan lama seperti boneka, sepeda, bola kulit. Anak-anak bisa mendapatkan dari saudara perempuan (kakak) dan saudara laki-laki (abang). Boneka, sepeda, bola kulit yang dimiliki kakak dan abang seorang anak dengan kondisi yang masih bagus dan tidak dipakai lagi, maka akan diberikan kepada adiknya, sehingga anak-anak mendapatkan peralatan bermain dari peralatan bermain kakak dan abang yang terdahulu. Peralatan permainan dibeli dengan biaya yang cukup besar biasanya anak merawat dan menjaganya lebih intens (sehingga mereka cenderung untuk meminjamkan peralatan bermainnya dengan teman lainnya)


(25)

dibanding dengan peralatan yang dibeli dengan biaya yang lebih murah dan terjangkau.

3.2.4. Ketertarikan Anak-anak pada Permainan Tradisional

Semua anak pasti pernah bermain, keinginan untuk bermain dari anak-anak selalu timbul dalam setiap diri anak-anak-anak-anak, di dalam proses penelitian penulis melihat apakah yang melatarbelakangi anak secara umum ingin bermain, berikut penjelasan yang dikemukakan oleh Wahyu (11 tahun) :

“Bosan dirumah gak ada kerjaan kak, apalagi disekolah stress belajar mangkanya main-main lah kak.”

Wahyu salah satu informan kunci penulis memiliki keinginan bermain karena kejenuhan dirumah dan disekolah, sehingga salah satu cara yang dilakukan oleh Wahyu untuk mengatasi ini maka ia akan bermain dengan teman-teman sepermainan, bermain salah satu media rekreasi bagi anak-anak untuk menghilangkan kejenuhan pada rutinitas sehari-hari. Keinginan dan alasan dari Wahyu seperti yang diungkapkan oleh Moritz Lazarus, Lazarus mengemukakan bahwa keinginan bermain untuk memulihkan energi yang sudah terkuras, sehingga teori Lazarus bisa terlihat dalam penelitian. Berbeda dengan Zadiken, keinginan Zadiken untuk bermain seperti komentarnya (12 tahun) :

“Gak tahu apa mau dikerjakan kak, ikutlah main-main sama kawan”

Keinginan Zadiken bermain karena kekosongan kegiatan di dalam rutinitasnya, sehingga untuk mengisi waktu yang kosong maka Zadiken memilih untuk bermain bersama teman-teman sepermainannya.


(26)

Salah satu ciri dari era globalisasi adalah munculnya teknologi yang berkembang dengan pesat. Perkembangan teknologi hampir menyentuh seluruh sendi-sendi kehidupan manusia, terkhusus dalam bidang permainan. Permainan yang berhubungan dengan teknologi atau sering disebut permainan modern banyak bertebaran di perkotaan, hampir setiap daerah didominasi oleh permainan modern. Kemunculan permainan modern ini tidak memusnahkan permainan tradisional pada kehidupan anak-anak di Kelurahan Padang Bulan dan Kelurahan Titi Rantai, di kedua kelurahan ini masih bisa ditemukan anak-anak yang menggandrungi dan memainkan permainan tradisional.

Anak-anak yang masih menggunakan permainan tradisional dilatarbelakangi oleh alasan tertentu. Setiap anak memiliki alasan yang berbeda-beda jika diberikan pertanyaan “mengapa suka bermain permaiann tradisional?”. Adapun alasan yang melatarbelakangi anak-anak di Kecamatan Medan Baru yang masih menggandrungi dan menggunakan permainan tradisional adalah sebagai berikut :

a. Daya Tarik Permainan Tradisional

Anak-anak menganggap permainan tradisional memiliki daya tarik terkhusus pada peralatan yang digunakan dalam permainan, seperti layang-layang, yoyo, gambaran, kelereng dan masih banyak lagi. Seperti diungkapkan oleh Zadiken (16 tahun) :

“Aku suka aja kak, entah kenapa. Unik dan lucu-lucu alat-alat yang dipakai”


(27)

Keunikan barang-barang dalam permainan tradisional membuat Zadiken menyenangi permainan tradisional. Peralatan dalam permainan tradisional bentuknya sederhana dan mudah digunakan oleh anak-anak. Ketertarikan anak-anak untuk bermain permainan tradisional muncul secara alami dari dalam dirinya dan Zadiken menyukai alat-alat dalam permainan tradisonal berasal dari dalam dirinya.

Setiap permainan memiliki peraturan tersendiri, peraturan didalam permainan sebenarnya tanpa disadari membuat permainan menjadi seru dan permainan dapat berlangsung dengan teratur. Peraturan dalam bermain begitu sederhana dan tidak rumit sehingga anak-anak dengan mudah memahami aturan permainan, anak-anak memahami peraturan bermain dengan cara memperaktekannya secara langsung. Biasanya manusia lebih mudah memahami segala sesuatu dengan cara terjun langsung atau memperaktekkannya. Zadiken menambahkan komentarnya (12 tahun) :

“Cara mainnya gampang, jadi mainnya seru dan enak”.

Selain cara dan aturan permainan yang sederhana atau mudah dipahami oleh anak-anak, peralatan bermain dalam permainan tradisional ini tergolong praktis. Pada umumnya peralatan yang digunakan dalam permainan tradisional ini dibeli dengan harga murah (sesuai dengan uang saku anak-anak) dan jika anak tersebut memiliki keahlian maka beberapa peralatan bisa diciptakan sendiri tanpa mengeluarkan biaya. Alasan ini muncul berasal dari ungkapan Wahyu (11 tahun) :

“Kalau main ini gak perlu banyak uang keluar kak, kalo diwarnet sejam aja udah dibayar Rp 3.000,-, kalau main ini kita bisa sepuasnya bermain dan gak bayar-bayar lagi”.


(28)

Didalam permainan tradisional bukan hanya melibatkan satu orang anak melainkan beberapa anak. Permainan tradisional tidak seru dan bahagia jika jumlah orang yang memainkannya sedikit. Anak-anak bisa mendapatkan teman-teman melalui bermain permainan tradisional. Wahyu (11 tahun) berkomentar :

“Kalau main ini disini banyak kawan, kalau main game di warnet atau di hp gak ada kawan ngobrol, bawaannya bosan aja kak. Gak nambah-nambah kawan kita karena mata kita cuman pada komputer”

Permainan tradisional pada umumnya dimainkan di lapangan dan di ruangan terbuka. Permainan ini dilakukan di ruangan terbuka untuk menambah keleluasaan anak-anak dalam bermain, jika ruangan dan lapangan yang digunakan dalam bermain memiliki ukuran yang sempit dan kecil maka ruang gerak anak-anak tidak bisa bebas sehingga memungkinkan mereka untuk mengakhiri permainan dengan cepat. Wahyu (11 tahun) berkomentar mengenai hal ini dengan berkata :

“Main disini segar kak, banyak angin datang. Kalo diwarnet ruangannya pengap dan banyak asap rokok, kata mamaku gak sehat menghirup asap rokok”.

Berdasarkan pemaparan yang diungkapkan oleh anak-anak diatas, daya tarik dari permainan tradisional tersebut adalah :

- Peralatan yang digunakan dalam permainan tradisional cukup sederhana.

- Di dalam permainan tradisional, anak-anak bisa mengenal lebih banyak lagi teman-teman yang lain.

- Peraturan dalam permainan tradisional tidak rumit dan mudah dipahami karena memahami peraturan permainan tradisional dengan cara mempraktekkan secara langsung.


(29)

- Ruangan terbuka yang digunakan dalam bermain membuat anak-anak senang bermain dan ruang gerak yang tidak terbatas.

b.Kontrol dari Keluarga khususnya orangtua

Sebagian besar anak-anak yang ditemui oleh penulis dilarang orangtua untuk bermain game diwarnet, seperti ungkapan Wahyu (11 tahun):

“Main diwarnet dilarang mamak, karena kata mamak nanti lupa pulang dan boros uang, jadi mamak suruh main dilapangan aja, terserah mau main apa yang penting jangan main diwarnet”

Begitu banyak pertimbangan-pertimbangan yang dipikirkan oleh orangtua sehingga orangtua melarang mereka bermain permainan modern seperti bermain di warung internet. Mereka disarankan untuk bermain permainan tradisional, permainan tradisional memiliki begitu banyak jenis. Anak-anak selalu mengikuti musim dalam bermain.

Keluarga terkhususnya orangtua, pasti memiliki alasan tidak memberikan izin kepada anaknya untuk bermain permainan modern seperti bermain diwarnet, adapun alasan-alasan tersebut adalah

- Permainan di warung internet membutuhkan uang, jika anak terlarut dalam nikmatnya permainan maka anak akan memiliki sifat boros (tidak memiliki rasa atau jiwa untuk menabung) bahkan mereka akan mau mencuri uang orang-orang terdekatnya untuk bermain game di warnet.

- Didalam warung internet, begitu banyak pengguna yang merokok. Orangtua mengkhawatirkan anaknya akan menggunakan rokok. Anak adalah individu yang paling mudah terpengaruh oleh lingkungannya.


(30)

Pertimbangan-pertimbangan atau alasan diatas yang membuat keluarga khususnya orangtua melarang anaknya bermain permainan modern, orangtuanya lebih menganjurkan anak-anaknya untuk bermain permainan tradisional bersama dengan teman-temannya yang lain.

c. Ikut dengan Teman-teman

Anak-anak merupakan inidividu yang rentan terpengaruh oleh lingkungannya. Hal ini terlihat pada kondisi yakni anak-anak selalu mengikuti jenis permainan yang musim (permainan yang banyak dilakukan oleh anak-anak). Contohnya : pada suatu waktu anak-anak banyak bermain layang-layang, sehingga anak yang lain akan terikut dan anak tersebut tidak akan memainkan permaianan kelereng jika temannya banyak bermain layang-layang.

Sama halnya dengan permainan tradisional, anak-anak akan ikut bermain permainan tradisonal karena teman-teman disekelilingnya selalu bermain permainan tradisional. Anak yang berada dilingkungan yang menggemari permainan tradisional akan terikut menggemari permainan tersebut. Hal ini seperti komentar Teofani (9 tahun) :

“Banyak kawanku disini yang bermain sepak bola, layang-layang disini, makanya aku mau ikut main sama orang itu, kalau gak ada teman yang main disini maka aku dirumah ajalah kak”.

Teman bermain merupakan arena bagi anak untuk melakukan sosialisasi dan mengetahui satu-sama lainnya. Bagi mereka teman itu sangat penting dan berarti karena teman adalah tempat berbagi untuk mereka. Ketika penulis meminta Wahyu memberikan 1 kalimat untak menggambarkan “teman”, maka ia berkata :


(31)

“Friends is everything”

Bagi dirinya teman adalah segalanya, teman bisa tempat bercanda, teman mengobrol, teman bermain dan masih banyak lagi. Bagi dirinya, teman sangat berarti baginya terutama dalam hal bermain.

3.3. Arena Permainan Tradisonal Anak-anak

Permainan tradisional tidak akan bisa dimainkan oleh anak-anak jika tidak memiliki tempat/arena bermain, adapun arena atau tempat bermain anak-anak di Kecamatan Baru antara lain lapangan terbuka, halaman/lapangan sekolah dan lapangan/halaman mesjid.

a. Halaman Sekolah

Lapangan/halaman sekolah ini berada di jalan Rebab, Keluarahan Titi Rantai, Kecamatan Medan Baru, lapangan ini dimiliki oleh tiga sekolah yakni :

- Sekolah Dasar (SD) Negeri 060886 - Sekolah Dasar (SD) Negeri 060894 - Sekolah Dasar (SD) Negeri 060889

Halaman sekolah ini memiliki ukuran yang tidak luas/sempit, anak-anak jarang ditemukan bermain dihalaman sekolah karena disebabkan oleh beberapa hal yang pertama ukuran halaman sekolah yang sempit, halaman sekolah yang sempit membuat anak-anak kurang leluasa dan ruang gerak mereka menjadi tidak bebas. Kedua kadangkala sekolah memiliki penjaga, penjaga melarang anak-anak bermain di halaman sekolah (Penjaga sekolah melarang anak-anak bermain di halaman sekolah, hal ini dilakukan karena kekhawatiran penjaga sekolah anak-anak akan merusak


(32)

peralatan sekolah dan mengotorinya). Ketiga gerbang halaman sekolah sering sekali tertutup (tertutupnya gerbang sekolah membuat anak tidak bisa masuk ke halaman sekolah dan membuat mereka tidak bisa bermain). Peralatan bermain di lapangan/halaman sekolah hanya ditemukan dua buah keranjang basket, jumlah anak-anak yang bermain di lapangan ini lebih sedikit.

Gambar 6 : Lapangan/halaman sekolah

Sumber : Dokumentasi Penulis

b. Halaman Masjid AL Muttaqien

Mesjid AL Muttaqien berada di Jalan Terompet, Kelurahan Titi Rantai, Kecamatan Medan Baru, ukuran halaman Mesjid Al Muttaqien lebih besar dibanding ukuran lapangan/halaman sekolah. Jumlah anak yang ditemukan di tempat bermain ini lebih banyak dibandingkan di lapangan/halaman sekolah.

Adapun kendala-kendala yang dihadapi anak-anak ketika bermain di lapangan/halaman mesjida AL Muttaqien, antara lain :


(33)

• Di dalam lapangan/halaman mesjid terdapat sejumlah arena permainan seperti ayunan, seluncuran, terowongan dan sebagainya yang membuat lapangan bebas untuk bermain anak-anak semakin berkurang/semakin sedikit sehingga anak-anak kurang leluasa untuk bermain. Seperti dalam hal permainan kejar-kejaran, dalam bermain kejar-kejaran anak harus hati-hati, jika anak-anak tidak hati-hati dalam berlari maka besar kemungkinan anak-anak akan tersandung sejumlah arena permainan yang terdapat dalam mesjid AL Muttaqien.

• Penjaga kadangkala melarang anak-anak bermain di lapangan/halaman mesjid apabila anak-anak bermain pada shalat ashar pukul 15.30 WIB dan shalat magrib pukul 18.30 WIB. Jika anak-anak bermain di lapangan masjid pada jam tersebut, biasanya penjaga akan mengusir anak-anak agar bermain diluar masjid, karena jika anak-anak bermain di halaman masjid akan mengganggu umat yang akan menunaikan Ibadah Shalat Maghrib dan Ibadah Shalat Ashar. Masjid mengadakan sekolah pengajian untuk anak-anak, jika pada waktunya anak-anak mengaji maka penjaga akan melarang anak-anak untuk bermain di lapangan/halaman masjid AL Muttaqien.

Walaupun lapangan/halaman mesjid tidak bisa digunakan oleh anak-anak, arena permainan yang disediakan masjid bisa digunakan oleh anak-anak, selain itu jika anak-anak mengalami kehausan selama bermain, anak-anak tertentu (anak-anak yang mengenal dan memiliki hubungan khusus dengan penjaga masjid) dapat meminta


(34)

minum keruangan penjaga mesjid serta jika dalam bermain anak-anak menginjak kotoran, becet atau apapun itu maka anak-anak bisa menggunakan kran air yang disediakan oleh masjid untuk mengambil air wudhu.

Gambar 7 : Lapangan/halaman Masjid AL Muttaqien

Anak-anak pengajian bermain di wahana Anak dari luar mencuci kaki Permainan yang disediakan oleh masjid karena terkena kotoran

Sumber : Dokumentasi Penulis c. Lapangan bola

Lapangan bola ini tidak memiliki nama yang pasti, setiap orang memiliki nama yang berbeda-beda untuk menunjukkan lapangan ini alhasil banyak nama untuk menunjukkan lapangan ini yaitu pertama lapangan kelapa disebut lapangan kelapa karena lapangan ini dikelilingi oleh sejumlah pohon kelapa. Kedua lapangan bebas pasar dua disebut demikian karena ukuran lapangan ini luas dan berada di pasar dua. Ketiga lapangan padang rumput dikatakan demikian karena di lapangan ini terdapat sejumlah rumput, rumput-rumput yang tumbuh subur dilapangan ini dipotong oleh para peternak untuk pakan ternak mereka, lapangan ini tidak memiliki penjaga yang bertugas untuk merawat dan menjaga kebersihan lapangan sehingga pemotongan rumput dilapangan ini adalah para peternak, jika para peternak tidak memotong


(35)

rumput yang tumbuh dilapangan ini maka rumput-rumput akan bertumbuh dengan panjang. Keempat lapangan sepak bola dikatakan demikian karena di dalam lapangan ini sering sekali ditemui sejumlah orang bermain sepak bola.

Sehingga penulis memutuskan untuk menggunakan istilah lapangan bola, karena informan yang diwawancarai lebih banyak menggunakan istilah lapangan bola, penulis sering mendengar kata lapangan bola selama wawancara dengan informan, keseringan mendengar kata tersebut sehingga penulis secara tidak sadar menggunakan kata lapangan bola. Lapangan ini berfungsi sebagai tempat bermain anak-anak, sebagai tempat orangtua untuk berdua-duan sambil bersantai, digunakan untuk belajar mengendarai sepeda motor, tempat bagi sepasang remaja/dewasa untuk berpacaran, orangtua untuk mengajari anaknya mengerjakan tugas.

Di dalam lapangan, tersedia gawang sepak bola yang terbuat dari besi sebanyak dua buah, gawang sepak bola berfungsi untuk mendukung dan memfasilitasi anak-anak dalam bermain sepak bola atau digunakan kalangan remaja untuk bergantung-gantung melatih otot mereka dan menambah tinggi badan. Selain gawang, tempat duduk juga tersedia yang terbuat dari semen sebanyak tujuh buah. Jika diperhatikan, tempat duduk yang tersedia di lapangan sepak bola memliki fungsi sebagai tempat duduk oleh kalangan :

- Anak-anak untuk istirahat (setelah selesai bermain permainan tradisional) - Penonton dalam menyaksikan pertandingan sepak bola yang berlangsung - Tukang becak sembari menunggu penumpang


(36)

- Orangtua yang mengontrol dan mengawasi anak-anaknya dalam bermain. - Orangtua mengajari anaknya dalam mengerjakan tugas.

Diantara lapangan yang telah disebutkan diatas, lapangan yang paling luas dan paling banyak dikunjungi oleh anak-anak adalah lapangan bola ini, hal ini dikarenakan beberapa faktor seperti :

- Ukuran lapangan begitu luas yang membuat para pengguna/pemain leluasa dalam bermain/memiliki ruang gerak yang bebas.

- Tidak ada penjaga, sehingga kapanpun dalam keadaan bagaimanapun lapangan bisa digunakan oleh siapapun. Dalam artian lapangan sepak bola bebas digunakan.

Lapangan bola ini terlihat bersih jika dilihat secara sekilas, namun jika kita masuk ke dalam lapangan ini maka lapangan ini kurang terawat, begitu banyak sampah yang yang bertebaran dan selokan yang mengelilingi lapangan tidak dibentuk dengan bagus yang membuat hati miris selokan lapangan dipenuhi oleh sampah sehingga jika hujan turun maka selokan ini akan banjir dan beberapa bagian akan terkena banjir, kondisi ini menyebabkan anak-anak sedikit bermain dilapangan.


(37)

Pada gambar (8) terlihat lapangan bola tidak terawat

Sumber : Dokumentasi Penulis d. Halaman Rumah Masyarakat

Arena permainan yang digunakan oleh anak-anak adalah halaman rumah (tidak hanya di halaman rumah tetapi di dalam rumah dan di teras rumah). Anak-anak memilih bermain di halaman rumah yang memiliki ukuran yang luas karena ukuran halaman yang luas membuat anak lebih leluasa dalam bermain bersama teman-teman. Anak-anak yang bermain bukan di halaman rumahnya, biasanya mereka terlebih dahulu meminta izin kepada pemiliknya namun terkadang mereka tidak permisi dengan pemiliknya sehingga tanpa diduga mereka diusir oleh pemilik halaman rumah. Mereka akan memilih rumah yang pemiliknya memiliki hati yang murah dalam artian tidak cerewet namun biasanya mengenai kesepakatan bermain di halaman rumah siapa mereka terlebih dahulu berembuk akan hal tersebut.

Anak-anak yang bermain di halaman/di rumah biasanya permainan boneka, permainan kelereng, permainan ABC Lima Dasar dan permainan lainnya. Anak-anak yang bermain di halaman rumah biasanya ruang gerak yang dimiliki tidak seluas dengan anak-anak yang bermain di lapangan terbuka, dengan anak yang bermain di halaman/di depan rumah maka orangtua bisa mengontrol waktu anak-anak mereka dalam bermain serta bersama siapa mereka akan bermain. Oleh karena itu bermain di halaman orang adalah arena yang tepat bagi anak yang mempunyai orangtua dengan sifat yang melindungi.


(38)

3.4. Pengelompokan Anak-anak Bermain

Anak-anak yang bermain bersama berasal dari latarbelakang yang berbeda-beda yaitu berasal dari sukubangsa, aga, ras, tempat tinggal, ekonomi yang berbeda-beda. Anak-anak yang sering dijumpai berasal dari suku bangsa Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Jawa dan sebagian besar beragama Muslim, Kristen, Katolik. Latar belakang mereka yang berbeda-beda tidak menjadi penghambat bagi mereka

R

E

B

A

B

T E R O M P E T G E N D A N G Harmonika M A R A K A S T E R O M P E T Gereja GBKP

Masjid AL Muttaqien

Gereja GKPS Sekolah


(39)

untuk ebrbaur. Kenyamanan adalah kunci utama bagi anak-anak dalam memilih dan menemukan teman bermain, seperti ungkapan Yoga (16 tahun) :

“Enak aja kalau diajak berteman, ngobrol. Kalau udah nyaman berteman dengannya yaudah main sama.”

Hal ini didukung dari orangtua mereka, mereka tidak didoktrin dengan stereotype terhadap sukubangsa atau agama lain, orangtua tidak melarang anak-anaknya untuk bergaul dan berteman dengan orang lain yang memiliki latarbelakang yang berebeda seperti ungkapan Yoga (16 tahun) :

“Mainnya sama siapa terserah, bapak dan mamak hanya larang bermain sama anak nakap seperti anak yang mencuri, merokok dan memakai narkoba. Anak sekarang kan udah nakal-nakal kak”

3.4.1. Pengelompokan Anak-anak Bermain Secara Ekonomi

Permainan tradisional akan terasa dan terlihat seru jika bermain dengan bersama teman-teman yang lain, semakin banyak jumlah anak yang bermain maka suasana permainan tradisional akan semakin seru. Pengelompokan dalam bermain sering terjadi diantara mereka sering terjadi, pengolompokan ini sering tidak disadari oleh mereka. Anak-anak yang bermain bersama berasal dari kalangan ekonomi menengah kebawah dan menengah keatas, dalam persepsi kita sering kita berpikir bahwa anak-anak akan bermain sesuai dengan golongan atau kategori ekonomi mereka. Persepsi ini tidak terjadi pada anak-anak yang bermain di Kelurahan Padang Bulan dan kelurahan Titi Rantai, mereka memilih teman tidak berdasarkan golongan ekonomi seperti ungkapan Anyea (12 tahun) :


(40)

“Aku gak pernah milih-milih kawan kak, mau dia kaya atau miskin tetap kukawani kok, yang penting dia gak nakal dan enak diajak berkawan tapi aku seringnya main sama kak indah karna rumah kami sampingan dan sekolah kamipun sama”.

Berdasarkan dari ungkapan Anyea bahwa anak-anak yang berasal dari berbagai kalangan ekonomi berbaur dalam satu arena permainan. Namun anak-anak yang berasal dari kalangan menengah atas dapat diketahui ciri-cirinya adapun ciri-ciri tersebut antara lain pertama kulit dan pakaian tampak bersih, kedua peralatan bermain lengkap, bagus, unik, bermerek seperti sepeda yang bermerek dan layang-layang dengan motif yang indah dan sulit, ketig beberapa diantara mereka ditemani oleh orangtua dalam bermain sehingga orangtua dapat bermain dengan anak-anak dan yang kelima bahwa mereka lebih memilih dan sering bermain di depan, di halaman rumah. Ekonomi tidak menjadi faktor penghalang bagi anak-anak untuk bermain bersama dalam permainan tradisional.

Posisi lapangan begitu strategis, lapangan berada di tengah-tengah Kelurahan Titi Rantai dan Kelurahan Padang bUlan. Posisi lapangna ini berada diantara jalan Rebab, jalan Marakas, jalan Terompet, jalan Harmonika, jalan Terompet, jalan Harmonika dan jalan Gendang sehingga anak-anak yang bertempat tinggal di jalan tersebut biasanya memilih tempat bermain di lapangan ini bukan hanya itu anak-anak dari kelurahan dan kecamatan lainnya bermain dilapangan ini. Pengolompokan anak-anak bermain biasanya didasarkan pada tempat tinggal dan sekolah yang sama seperti yang diungkapkan oleh Anyea diatas, hal senada juga diuungkapkan oleh Wahyu (11 tahun) :


(41)

“Kawan-kawan ku yang main disini banyak kak, tapi aku lebih sering main sama anak-anak Mandolin, Rebab, Marakas karena rumahku kan dekat jalan itu kak., jadi kami sering jumpa dan akhirnya mainnya sama-sama”.

Tempat tinggal yang sama dan berdekatan menjadi salah satu hal penentu bagi mereka barmain. Pengelompokan bermain yang sering terjadi pada anak-anak di kelurahan Padang Bulan dan kelurahan Titi Rantai didasarkan pada tempat tinggal dan sekolah yang sama, latarbelakang dan background setiap anak tidak menjadi pembeda dan penentu mereka saat bermai permainan tradisional.

Penggabungan dua kelompok atau lebih dalam satu arena permainan jarang terjadi, mereka lebih senang dan asik bermain dengan kelompoknya sendiri. Hal ini terjadi dari dalam keinginan para anggota mau bergabung atau tidak dengan kelompok lain, tetapi dua kelompok ini sering bermain di lapangan ini maka biasanya membaur menjadi satu permainan, seperti yang perkataan Yoga (16 tahun) :

“Gak kenal kak, kalau sering jumpa main disini mungkin kami mau gabung main sama, ini jarang jumpa cemana mau main gabung”.

Dari perkataan yang diungkapkan oleh Yoga dapat diketahui bahwa anak-anak yang belum saling mengenal sebelumnya jika sering ditemukan bermain dalam satu arena permainan, maka hubungan pertemanan akan terjalin. Selain faktor sering bertemu dalam satu arena permaian, faktor lain yang menjadi alasan penggabungan dua kelompok/lebih adalah tergantung mood kedua kelompok, apakah akan bergabung bermain atau tidak. Seperti yang diungkapkan oleh Fikri (12 tahun) :

“Kalau mau gabung yah gabung kak, kalau gak mau gabung yaudah gak usah gabung”.


(42)

Setiap kelompok terdiri dari tiga sampai delapan anak, di dalam kelompok tersebut pasti memiliki satu orang anak yang berpengaruh dalam kelompok tersebut, dalam pengertian anak tersebut menjadi ketua bagi teman-teman lainnya yang tergabung dalam satu kelompok. Anak ini bisa menjadi ketua di dalam kelompoknya karena usia anak yang lebih tua dibanding dengan usia teman-temannya dan anak ini memiliki bakat dan kemampuan yang lebih dalam bermain dibanding teman-temannya, seperti memiliki kepiawaian dalam bermain bola, memanjat kelapa, memenangkan perlawanan layang-layang diudara dsb.

Gambar 9 : Sekelompok anak

Sumber : Dokumentasi Penulis

Pada gambar (9) diatas terlihat sekelompok anak yang terdiri dari empat orang, anak-anak ini bertempat di jalan Bunga Kenanga. Ketua dari kelompok ini adalah anak yang memakai baju warna biru dan memakai topi yang bernama Yoga usia 16 tahun, anak yang memakai baju cokelat disamping Yoga bernama Abdi usia 12 tahun, anak yang memakai baju hitam dalam posisi berdiri bernama Fahmi usia 14 tahun


(43)

dan anak terakhir bernama Sally usia 14 tahun. Diantara keempat anak ini yang memiliki usia paling tua adalah Yoga (ketua kelompok) yang berumur 16 tahun. Diantara ke empat anak ini yang memiliki pengaruh didalamnya adalah Yoga. Ke empat anak ini memiliki keahlian yang berbeda-beda seperti Yoga memiliki keahlian bermain bola dan membuka kelapa dengan membuka mulut dan Sally memiliki keahlian dalam memanjat pohon kelapa. Mereka berasal dari sekolah yang berbeda-beda dan tingkat kelas juga berberbeda-beda-berbeda-beda, Yoga duduk dibangku tiga SMP, Fahmi duduk dibangku dua SMP, Abdi duduk dibangku enam SD dan Sally duduk dibangku dua SMP.

Pengaruh Yoga dalam kelompok ini terlihat pada kondisi-kondisi tertentu seperti mengakhiri dan mengganti permainan, jika Yoga mengakhiri permaina dan ingin pulang maka teman-teman lainnya mengikutinya dan apabila Yoga ingin mengganti permainan dari permainan sepak bola kepermainan memanjat pohon kelapa. Walaupun Yoga adalah anak memiliki pengaruh diantara teman-temannya, tetapi dia menganggap dirinya sama dengan yang lainnya, dan Yoga tidak memperlakukan teman-temannya sebagai budak atau bahan suruan, sifat pertemanan mereka adalah demokratis bukan otoriter.


(44)

Gambar 10 : Kondisi Permainan anak-anak

Simbol Keterangan

Anak-anak Sepeda

Pohon Kelapa

Arena main bola Arena main

layangan

Kelompok A

Kelompok B

Kelompok C


(45)

BAB IV

JENIS PERMAINAN TRADISIONAL DI PERKOTAAN

Seperti yang telah diketahui bahwa permainan tradisional diperkotaan sulit ditemukan selain itu jumlahnya lebih sedikit dibanding dengan permainan tradisional di pedesaan, untuk satu jenis permainan tradisional paling lama musim sebulan, tetapi berbeda dengan permainan sepak bola. Permainan sepak bola dan sepeda selalu dimainkan oleh anak-anak di lapangan anak-anak tidak bisa memperkirakan jenis permainan yang akan musim selanjutnya, mereka hanya mengikuti situasi dan kondisi di arena permainan Adaupun permainan tradisional yang dimainkan oleh anak-anak diperkotaan khususnya di Kecamatan Medan Baru adalah sebagai berikut :

4.1Permainan Sepak Bola

Permainan sepak bola adalah permainan yang selalu dimainkan anak-anak lelaki, permainan ini jarang dimainkan oleh anak-anak perempuan bahkan selama penelitian berlangsung, penulis tidak pernah menemukan anak perempuan bermain sepak bola. Permainan sepak bola bisa dimainkan oleh segala kalangan usia baik anak-anak, remaja, dewasa, orangtua. Berdasarkan kategori permainan yang diajukan oleh Kongres Internasional Ilmu-ilmu Antropologi dan Ethnologi, maka permainan sepak bola ini termasuk kategori permainan kedua yaitu Les jeux de force et d’adresse (permainan kekuatan dan ketangkasan). Hampir setiap hari di lapangan ditemukan berlangsungnya permainan sepak bola.


(46)

Dalam permainan sepak bola, anak-anak jarang ditemukan “taruhan”, mereka melakukannya untuk mendapatkan kesenangan. Seperti yang diungkapkan, Teofani (9 tahun) :

“Kami gak pernah bermain sepak bola taruhan, untuk senang-senang aja kak, dan ketawa-ketawa dengan kawan”.

Berbeda dengan Yoga, selain untuk mendapatkan kesenangan dengan teman-teman, Yoga menginginkan untuk mendapatkan taruhan, Yoga (16 tahun) berkata :

“Kami yang anak-anak SMP biasanya bermain bola taruhan, taruhan yang dibuat supaya kami mainnya lebih serius kak. Taruhan kami biasanya traktir makan, traktir minum dan gak pernah taruhan uang”.

Berdasarkan perkataan Yoga bahwa taruhan memiliki fungsi, taruhan berfungsi untuk menambah keseriusan pemain dalam proses bermain, keseriusan dalam bermain secara tidak sadar membentuk kekompakan para tim pemain sepak bola. Perkataan Yoga yang mengatakan bahwa mereka tidak pernah taruhan dengan uang jika hal ini terjadi maka mereka bermain sambil berjudi. Yoga (16 tahun) menambahkan komentarnya :

“Kalau taruhanya dengan uang, maka kami berjudilah kak. Kalau taruhannya traktir makan dan minum, yah kami makannya sama-sama”.

Tidak jarang ditemukan dalam lapangan, terdapat dua kelompok bahkan tiga kelompok anak-anak atau remaja bermain sepak bola. Hal ini disebabkan karena lapangan yang begitu luas sehingga mengizinkan pengguna untuk bermain lebih leluasa. Di lapangan permainan, gawang hanya tersedia sepasang, jika terdapat kelompok lainnya untuk barmain sepak bola maka kelompok tersebut membuat gawang baru yang biasanya berasal dari bambu atau hanya meletakkan sepatu.


(47)

Anak-anak yang bermain sepak bola di lapangan biasanya tidak mengikuti aturan permainan sepak bola pada umumnya, seperti adanya wasit, jumlah pemain, garis out dan sebagainya. Mereka jarang bahkan tidak pernah menggunakan wasit, mereka bermain tanpa dikendalikan oleh wasit. Jumlah pemain yang bermain dalam permainan sepak bola tergantung kesepakatan bersama dan jumlah anak-anak yang ingin bermain sepak bola. Aturan dalam permainan sepak bola tidak terlalu dihiraukan oleh anak-anak, mereka bermain sebagaimana mereka menikmatinya. Seperti yang diungkapkan oleh Teofani (9 tahun) :

“Ah... gak enak kalau aturannya ketat, jadi kaku mainnya, harus kekginilah harus kekgitulah, cape deh”.

Lapangan sepak bola yang luas memungkinkan dua atau tiga kelompok anak-anak bermain sepak bola, sehingga tidak jarang dalam proses bermain bola mereka tertukar. Keadaan ini merupakan hal yang wajar bagi pemain, mereka bisa mengembalikan bola pada posisi semula (mengembalikan bola kepada kelompok pemilik). Kondisi seperti ini tidak menyebabkan proses bermain sepak bola berhenti pada kedua kelompok pemain.

Bola merupakan peralatan bermain yang sangat penting dalam permainan sepak bola. Bola yang digunakan oleh mereka berasal dari pemain (sebelum mereka bermain bola, mereka mempersiapkan bola dari rumah) atau membeli di warung terdekat. Mereka menghabiskan waktu yang tidak lama untuk bermain bola, namun jika penulis memperhatikan mereka menghabiskan waktu bermain bola sekitar satu jam.


(48)

Setelah selesai bermain permainan sepak bola, mereka biasanya istirahat dan duduk di tempat duduk yang berada di lapangan, sambil menikmati makan dan minuman yang telah disediakan mereka atau mereka memutuskan untuk kembali ke rumah masing-masing dan memilih untuk beristirahat di rumah. Bola yang digunakan mereka dalam bermain sepak bola biasanya mereka membawanya kembali pulang dan mayoritas anak-anak jika bermain sepak bola, setelah selesai bermain bola maka bola yang digunakan akan dibawa kembali pulang kerumah pemiliknya. Mereka tidak pernah meninggalkan atau menyimpannya dilapangan, hal ini Yoga (16 tahun) memberikan pendapat:

“Nanti hilang kak, rugilah kami. Meding kami bawa pulang kerumah, kalau kami mau main, ya... kami bawa lagi bolanya”.

Anak-anak tidak pernah ingin menyimpan bola di lapangan sepak bola karena tidak ada tempat yang bisa digunakan sebagai tempat penyimpanan, ditambah lagi para tukang botot selalu mencari barang rongsokan di sekitar lapangan.

Gambar 11 : Permainan Sepak Bola

Pada gambar (11) tampak anak laki-laki bermain sepak bola bersama Sumber : Dokumentasi Penulis


(49)

4.2 Permainan Layang-layang

Permainan layang-layang adalah salah satu jenis permainan tradisional yang memiliki usia yang sudah cukup lama. Permainan tradisional layang-layang hampir ditemukan di beberapa kota Medan. Permainan tradisonal layang-layang bukan hanya dimainkan oleh anak-anak tetapi anak remaja, anak dewasa juga memainkan permainan tradisional ini. Berdasarkan Kongres Internasional Ilmu-ilmu Antropologi dan Ethnologi mengenai kategori permainan, bahwa permainan layang-layang termasuk sebagai kategori permainan yang kedua yaitu Les jeux de force et d’adresse (permainan kekuatan dan ketangkasan) dan berdasarkan klasifikasi yang dikemukakan oleh Robert dkk bahwa permainan layang-layang ini termasuk dua kategori prmainan untuk bermain (play) dan permainan untuk bertanding (game), anak-anak yang bermain layang-layang tidak bisa bermain layang-layang hanya sebatas untuk bermain namun mereka akan beralih dengan permainan layang-layang untuk bertanding dan ada anak jika bermain layang tidak melagakan layang-layang di udara maka anak tersebut tidak merasakan ia bermain, anak tersebut bernama James (12 tahun).

Permainan tradisional layang-layang, menggunakan peralatan yang cukup sederhana antara lain layang-layang, benang. Benang yang disediakan diikat dengan layang-layang, layang-layang akan terbang ke atas udara dengan mengandalkan kekuatan atau tekanan angin. Penempelan benang dengan layang-layang, dilakukan tidak boleh sembarangan dan harus semimbang karena pengikatan benang terhadap layangan berguna untuk keseimbangan layang-layang ketika berada di udara. Jika


(50)

pengukuran benang dengan layang-layang seimbang, maka angin dapat menaikkan layangan ke udara. Pengikatan benang pada layang-layang sering disebut anak-anak dengan istilah teraju.

Gambar 12 : Penempelan benang pada layang-layang

Pada gambar (12) tampak seorang anak laki-laki sedang mengukur benang dan menempelkan benang pada layang-layang.

Sumber : Dokumentasi Penulis Pengetahuan akan pembuatan teraju layang-layang pada anak tidak datang begitu saja, mereka harus mempelajarinya terlebih dahulu karena pembuatan teraju dikategorikan adalah pekerjaan sulit di dalam permainan tradisional layang-layang-layang. Anak-anak harus bisa memasang teraju layang-layang dengan benar, jika pemasangan teraju layang-layang tidak benar maka layang-layang sampai kapanpun tidak akan bisa terbang atau naik ke udara sekalipun tekanan angin besar/kencang. Setiap anak-anak yang diajak penulis mengobrol mengenai pengetahuan akan pembuatan teraju layang-layang, pendapat mereka satu sama lain berbeda-beda. Wahyu (11 tahun) berkata :

“Ini ku tahu coba-coba sendirilah kak, liat-liat kawan cemana caranya, pas aku liat dan aku tahu, langsung aku coba buat. Aku cobanya


(51)

berkali-kali, makanya yang hari itu banyak layanganku rusak dan gak bisa terbang”.

Berbeda dengan Zadiken, ketika penulis bertanya mengenai hal tersebut maka Zadiken (12 tahun) berkomentar :

“Teraju kupelajari dari almarhum ayah, setiap ada permainan yang gak ku tahu, almarhum ayah selalu mengajari termasuk membuat ini, makanya kalau musim layangan aku gak pernah beli layangan, aku selalu buatnya dengan ayah, tapi karna ayah sudah gak ada, aku aja sendiri yang buatnya”

Gambar 13 : Layang-layang

Pada gambar (13) tampak layang-layang yang berasal dari hasil karya tangan Zadiken

Sumber : Dokumentasi Penulis Berdasarkan proses wawancara yang dilakukan penulis mengenai pengetahuan anak-anak mengenai pembuatan benang teraju, maka anak-anak memperoleh pengetahuan tersebut dari :

- Teman Bermain. Anak-anak melihatnya dan mempelajarinya dari teman sepermainan, ketika anak mulai memahami secara pandangan maka ia mulai mempraktekkannya secara langsung. Dengan mempraktekkan pengetahuan yang diperolehnya maka anak akan lebih mengerti dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh.


(52)

- Keluarga. Anak-anak mendapat pengajaran mengenai pembuatan benang teraju dari orangtua, kakak, abang.

Jika terdapat anak-anak yang tidak bisa memasang tali teraju maka anak tersebut meminta bantuan dengan teman yang bisa memasang tali teraju atau jika anak yang lain melihat ada anak yang tidak bisa memasang tali teraju maka anak yang tahu tersebut secara sukarela memasangkan tali terajunya. Jika terdapat anak yang tidak bisa menaikkan layang-layang ke udara maka anak yang lainnya biasanya membantu. Dan anak yang bisa menaikkan layang-layang ke udara yang lebih tinggi maka anak tersebut dikagumi oleh anak lainnya dan anak tersebut akan mendapatkan rasa puas, seperti yang diungkapkan oleh Wahyu (11 tahun) :

“Puas perasaan kak, apalagi kalau duduk sambil melihat-lihat layangan diatas sepertinya awak ikut terbang dan merasakan angin diatas”

Komentar Wahyu membuktikan bahwasanya teori Sutton Smith itu benar, Smith percaya bahwa transformasi simbolis yang muncul dalam kegiatan bermain khayal, pada permainan layang-layang Wahyu menghayalkan dirinya sebagai layang-layang yang terbang di udara.

Di dalam permainan layang, bukan hanya sebatas menaikkan layang-layang ke atas udara, tidak puas bagi anak-anak jika layang-layang-layang-layang yang dinaikkannya tidak dilagakan dengan layang-layang temannya di atas udara. Jika benang layang-layang terputus pada saat dilagakan maka pemilik layang-layang tersebut dinyatakan kalah dan jika anak yang memutuskan benang layang-layang lawan pintar atau ahli dalam menurunkan layang-layang lawan maka menjadi milik


(53)

anak yang menang tersebut, namun jika anak tersebut tidak ahli/tidak pintar dalam menurunkan layang-layang tersebut maka layang-layang tersebut terbang begitu saja di udara. Namun terdapat anak-anak yang tidak berani melagakan layang-layang yang dimilikinya, keadaan ini terjadi karena ada anak yang takut kalah atau takut layang-layang rusak, seperti yang diungkapkan oleh Senior (7 tahun) :

“Aku gak suka melagakan layangan, rugi nanti kak. Kalau kalah, awak harus beli layangan baru lagi, jadi boroslah kak. Apalagi kalau kalah hari ini, gak adalah layangan yang dipake untuk besok dan kumpulkan uang lagi lah kak”.

Jika layang-layang rusak atau dimenangkan oleh pihak lawan, maka benangnya masih bisa digunakan dengan layang-layang baru. Tetapi terdapat anak-anak yang tidak merasa puas jika tidak melagakan layang-layang yang dimilikinya. Seperti komentar James (12 tahun) :

“Gak main layangan rasanya kalau gak melagakan layangan, gak puas aja rasanya, dan kalo kalah dibeli lagi”.

Layang-layang yang sudah naik ke udara, apabila anak-anak dilapangan ingin melagakannya maka harus ada kesepakatan terlebih dahulu apabila tidak ada kesepakatan untuk melagakan layang-layang di udara maka layang-layang yang rusak atau hilang di udara akan diminta pertanggungjawaban oleh yang melagakan tersebut. Kadangkala jika yang melagakan tidak mau ganti rugi maka sering terjadi adu mulut diantara mereka tetapi esok harinya mereka tetap berteman lagi. Pada saat musim layang-layang, layang-layang yang ada di udara bukan hanya layang-layang anak yang berada di lapangan sepak bola tetapi layang-layang yang berada di kampung


(54)

sebelah. Sehingga anak-anak tidak bisa menandai pemilik setiap layang-layang yang berada di udara.

Layang-layang yang akan dilagakan dengan kampung sebelah, tidak didahului kesepakatan diantara pemilik layang (kespakatan berlangsung ketika layang-layang berada di udara, jika layang-layang-layang-layang anak di lapangan sepak bola mendekatkan layang-layangnya dengan layang-layang anak kampung sebelah dan layang-layang anak kampung sebelah mendekatkannya lagi maka disitulah terjadi kesepakatan untuk melagakan layang-layang). Di udara bisa dilihat layang-layang yang akan dilagakan atau yang tidak akan dilagakan oleh pemiliknya. Layang-layang yang tidak akan dilagakan oleh pemiliknya jika layang-layang lawan menghindar jauh atau lebih memilih untuk menurunkannya dari udara.

Anak-anak yang berada di lapangan sepak bola jika menang dalam perlawanan layang-layang memiliki pandangan dan perilaku yang berbeda-beda. Wahyu (11 tahun) berkata :

“Jika layangan yang kalah bentuknya bagus dan cantik sekitar harga Rp 10.000,00 keatas biasanya gak kuterbangkan kak, kan sayang yang bagus dibuang-buang, bisa aku jual ke orang atau kupake sendiri dan uangnya bisa aku beli makan-minum atau beli benang yang kuat/tebal”.

Berbeda dengan Zadiken, Zadiken tidak melihat apakah layang-layang dimenangkannya bagus atau tidak, setiap Zadiken menang dalam perlawanan layang-layang maka dia selalu menurunkannya. Seperti ungkapan Zadiken (12 tahun):

“Mau layangan jelek atau cantuk, mahal atau murah tetap saja kuturunkan. Karena bisa kujual dengan kawan-kawan disini dengan harga murah, lumayan bisa nambah uang jajan.”


(55)

Jika Zadiken melihat layang-layang yang dimenangkannya di udara tidak layak untuk dijual atau tidak layak untuk diterbangkan lagi, maka dia bisa memanfaatkan rangka layang-layang dan membuat layang-layang baru. Seperti yang dikatakan :

“Kalau plastik layangan sudah sobek, maka rangka layangannya bisa kupake buat layangan baru, tinggal beli plastiknya aja, tapi kalau bambunya udah patah, ya dibuang aja lah kak”.

Dari kondisi seperti ini penulis bisa melihat, selain menikmati permainan tradisional layang-layang mereka bisa menghasilkan uang dengan hanya mengandalkan modal jasa yaitu kepiawaian/keahlian untuk memenangkan perlawanan layang-layang lawan di atas udara. Kemenangan yang diperoleh dalam perlawanan layang-layang diudara tidak datang begitu saja, ada dua hal yakni : pertama keahlian pemain dalam menggerakkan layangan di atas udara serta kualitas benang yang digunakan, seperti perkataan Zadiken (12 tahun) :

“Untuk memenangkan laga layangan, haus pintar mengendalikan benang lyangan dan benang layangan juga harus kuat, benang yang kuat seperti benang kaca, harganya juga mahal tapi lupa aku berapa harganya, kalau benang yang kupake kuat, biasanya kulagakan layanganku tapi kalo gak kuat aku naikkan ajalah, nanti aku rugi”.

Jika pernulis perhatikan, Zadiken merupakan anak-anak di lapangan sepak bola yang disenangi banyak teman-temannya, karena kepiawaiannya memenangkan perlawanan layang-layang di udara begitu bagus, dapat dikatakan jika dia melakukan perlawanan layang-layang di udara, dia jarang mengalami kekalahan. Selain kepiawaiannya bermain, Zadiken juga memiliki keahlian dalam membuat layang-layang dengan indah serta memasang tali teraju yang bagus dan seimbang sehingga tidak jarang teman-temannya meminta tolong kepadanya untuk memasangkan tali


(56)

teraju, untuk memasangkan tali teraju Zadiken tidak pernah meminta imbalan/upah, Zadiken melakukannya dengan ikhlas dan senang hati.

Benang kaca jarang dijual di kedai-kedai biasanya anak mendapatkan dan membeli benang kaca dari pasar. Tidak semua anak-anak di lapangan memiliki benang kaca, benang kaca biasanya dimiliki oleh anak-anak yang memiliki kepiawaian dalam melagakan layang-layang. Anak-anak biasanya menggunakan benang-benang biasa dengan harga sekitar Rp 3.000,00 dan menggunakan layang-layang biasa dengan harga sekitar Rp 1.000,00. Jika anak ingin memiliki dan mendapatkan layang-layang yang bagus dan motifnya indah maka anak-anak harus membelinya dipinggir jalan raya, karena kedai-kedai sekitar jarang menyediakan layang-layang yang bercorak indah.

Selama musim layang-layang berlangsung, penulis memperhatikan begitu banyak motif dan jenis layang-layang yang terbang di udara, baik itu layang-layang anak-anak di lapangan atau layang-layang dari kampung sebelah. Bahkan sering penulis melihat layang-layang tidak dikendalikan oleh pemiliknya lagi (layang-layang lepas dari talinya) untuk menyebutkan keadaan ini maka anak-anak menggunakan istilah leyong. Layang-layang yang leyong bukan menjadi hal yang aneh bagi anak-anak, mereka menganggap biasa. Jika mereka tertarik untuk menangkap layang-layang yang leyong maka mereka berusaha mengkaitkan benang layang-layang-layang-layangnya di udara dengan layang-layang yang leyong. Namun biasanya layang-layangyang leyong dibiarkan saja karena tidak mudah menangkap atau mengkaitkan layang-layang yang leyong.


(57)

Dalam permainan tradisional layang-layang, benang dan layang-layang diperoleh dengan cara membeli dari pasar/kedai atau dengan membuatnya sendiri dirumah. Harga layang-layang beragam dan anak-anak di Kecamatan Medan Baru biasanya menggunakan layang-layang yang dibandrol harga Rp 500,00 – Rp 100,00. Harga benang juga bervariasi tergantung kualitas benang yang akan digunakan dan biasanya mereka menggunakan benang seharga Rp 2.000,00 – Rp 5.000,00. Anak-anak mendapatkan uang untuk membeli benang dan layang-layang dari keluarga atau mereka mengumpulkan uang jajan (Anak-anak yang mengumpulkan uang jajan untuk membeli layang-layang, biasanya mengontrol pengeluaran/konsumsi disekolah). Biasanya anak-anak kecil seperti anak Sekolah Dasar kurang bisa atau kurang ahli dalam menaikkan layangan ke udara meminta bantuan dengan abang atau teman lain, tidak jarang anak kecil tersebut menerima tolakan dari abang/teman lain karena abang/teman tersebut lebih sibuk atau fokus untuk menikmati layang-layang yang sudah naik ke udara.

Lamanya layang-layang yang dinaikkan ke udara tidak pernah lebih dari satu jam hanya sekitar 10-30 menit, kondisi ini terjadi disebabkan oleh sebab yang diungkapkan oleh Wahyu (11 tahun) :

“Capeklah leher kak, lihat-lihatnya terus keatas kecuali kalau berlaga mau sampe satu jam, itupun jarang sampai satu jam dan bosan juga kalau hanya lihat layangan kita di udara. Maunya banyak layangan yang terbang di udara”.

Anak-anak yang menaikkan layang-layang yang dimiliknya ke udara, maka layang-layang tersebut harus diperhatikan karena layang-layang tersebut bisa saja


(58)

leyong atau dilagakan oleh pemilik layang-layang lainnya. Banyaknya layang-layang yang terbang di udara, menambah ketertarikan dan semangat anak lain untuk menaikkan layang-layang yang dimilikinya keatas udara. Penulis pernah melihat anak di lapangan bola datang membawa layang tetapi tidak menaikkan layang-layangnya di udara, hal ini terjadi karena kekosongan layang-layang yang terbang di udara sehingga mengurungkan niat anak tersebut untuk menaikkan layang-layang yang dimilikinya. Sehingga dia meletakkan layang-layangnya di dikursi lapangan dan memutuskan untuk ikut bermain sepak bola. Penulis berpikir bahwa lingkungan permainan anak-anak sangat mempengaruhi jenis permainan yang akan digunakan anak (awalnya dari rumah anak berencana akan bermain layang-layang di lapangan tetapi karena di lapangan tidak ditemukan anak bermain layang-layang tetapi bermain sepak bola maka rencana anak tersebut tidak terealisasi dan larut/ikut bermain layang-layang).

Ketika hujan turun, anak-anak tidak bermain layang-layang karena jika hujan turun maka layang sulit naik ke udara, air hujan akan menyebabkan layang-layang anak-anak menjadi rusak/sobek. Jika angin bertiup tidak kencang, anak-anak biasanya sulit menaikkan layang-layang ke udara, hanya anak-anak yang berpengalaman yang bisa menaikkan layang-layang ke udara jika angin bertiup tidak kencang. Jika angin bertiup sangat kencang sekali, anak-anak dengan mudah menaikkan layang-layang yang dimiliknya ke udara, namun mereka menghindari jika layang-layang leyong. Angin yang bertiup sangat kencang berpotensi menyebabkan benang yang digunakan menjadi lebih mudah putus. Sehingga anak-anak dalam


(59)

permainan tradisional layang-layang lebih menyukai dan memilih angin bertiup dengan sepoi-sepoi.

Selama musim permainan tradisional layang-layang berlangsung, banyak jenis dan motif layang-layang yang ditemukan terbang di udara. Anak-anak bisa memperkirakan kisaran harga layang-layang yang terbang di udara, seperti yang diungkapkan Zadiken (12 tahun) :

“Layangan mahal atau enggak, dilihat dari motifnya atau besarnya. Kalau motif layangan cantik dan ukurannya besar maka layangan itu layangan mahal”.

Layang-layang dengan ukuran yang besar dan motif yang indah/rumit, menjadi pusat perhatian para pemain layang-layang. Bahkan layang-layang sejenis ini menjadi korban bagi para pemain layang-layang. Jika anak-anak di lapangan sepak bola menemukan layang-layang yang sejenis itu, maka mereka berlomba-lomba melagakan layangan mereka untuk mendapatkan layang-layang yang indah tersebut. Selain harganya yang mahal jika dijual kembali, layang-layang ini jika dimiliki oleh anak maka anak tersebut mendapat pujian dari teman lainnya.

Seorang anak yang yang berhasil mendapatkan layang-layang yang indah tersebut maka anak-anak lainnya berlomba-lomba menawarkan harga layang-layang tersebut. Walaupun layang-layang tersebut belum sampai di daratan dan masih berusaha diturunkan dari udara, anak-anak sudah memberikan sejumlah tawaran harga. Keadaan ini menunjukkan, begitu antusiasnya anak-anak hendak memiliki layang bagus. Tawaran yang lebih tinggilah yang menjadi harga dari layang-layang yang didapatkan saat berlaga di udara.


(60)

Jika hari sudah sore dan matahari mulai tidak menyinari lapangan sepak bola, maka anak-anak memilih untuk tidak bermain lagi dan permainan akan dilanjutkan esok hari. Permainan tradisional layang-layang, sangat membutuhkan penerangan dari matahari. Jika matahari tidak tampak maka anak-anak tidak bisa melihat posisi layang di udara, oleh karena itu tidak pernah ditemukan permainaan layang-layang dilakukan pada malam hari.

4.3Permainan Memanjat Pohon Kelapa

Permainan memanjat kelapa merupakan permainan yang di dominasi oleh anak laki-laki, karena seperti yang diketahui keahlian “memanjat” lebih cenderung dimiliki oleh laki-laki. Permainan ini sangat tergantung pada alam, sebab permainan ini akan dilakukan oleh anak-anak jika pohon kelapa memiliki buah, jika pohon kelapa tidak memiliki buah (belum berbuah) maka anak-anak tidak bisa melakukan permainan ini. Oleh karena itu anak-anak tidak bisa setiap hari melakukan dan mengadakan permainan ini. Permainan memanjat pohon kelapa ini termasuk kategori permainan Les de jeux de force et d’adrese (permainan kekuatan dan ketangkasan) dan permainan untuk bertanding (game) yang dikemukakan oleh Robert dkk.

Di sekitar lapangan banyak ditemukan pohon kelapa atau bisa dikatakan lapangan dikelilingi sejumlah pohon dan didominasi oleh pohon kelapa. Pohon kelapa yang berada di sekitar lapangan memiliki tinggi yang beragam, pohon kelapa yang memiliki ukuran yang cukup tinggi (kira-kira tidak bisa dijangkau oleh anak-anak) maka anak-anak tidak menggunakan pohon kelapa ini sebagai alat permainan.


(61)

Mereka hanya menggunakan pohon kelapa yang memungkinkan untuk dipanjat oleh mereka, tinggi pohon kelapa yang dipanjat mereka sekitar dua sampai empat meter.

Pohon kelapa yang tumbuh mengitari lapangan bola, beberapa dari pohon dimiliki oleh masyarakat setempat dan sebagiannya lagi tidak memiliki hak milik masyarakat sehingga siapapun bisa memanjat dan memetik buah kelapa ini. Mereka biasa memanjat dan menggunakan pohon kelapa yang tidak dimiliki oleh masyarakat setempat, ada beberapa anak yang berani memanjat dan menggunakan pohon kelapa yang memiliki hak milik, sebelum mereka memanjat pohon tersebut terlebih dahulu mereka harus memastikan apakah pemiliknya berada di rumah atau tidak. Mereka memiliki cara untuk memastikan pemiliknya dirumah atau tidak dengan yaitu dengan cara membeli sesuatu (secara kebetulan pemilik pohon kelapa membuka warung di depan rumahnya) jika anaknya yang melayani transaksi di kedai maka pemilik tidak ada dirumah (biasanya yang melarang pohon kelapa dipanjat oleh orang lain adalah orangtuanya bukan anaknya) jika orangtua yang melayani transaksi maka dipastikan pemilik pohon kelapa berada di rumah dan mereka memutuskan untuk tidak memanjat dan menggunakan pohon kelapa tersebut.


(62)

Pada gambar (14) tampak anak-anak bahu membahu untuk mendapatkan buah kelapa

Sumber : Dokumentasi Penulis

Adapun gambaran dalam permainan memanjat pohon kelapa ini sebagai berikut : - Permainan ini terdiri dari dua kelompok anak atau lebih (namun biasanya yang

bermain hanya dua kelompok anak).

- Kedua kelompok memilih pohon kelapa yang memiliki tinggi yang sama, kalaupun tingginya berbeda maka perbedaannya tidak terlalu jauh.

- Setiap kelompok terdiri dari tiga sampai empat orang anak (anak-anak menyesuaikan dengan tinggi pohon kelapa yang akan dipanjat, jika pohon kelapa cukup tinggi maka anggota yang dibutuhkan banyak, jika pohon kelapa rendah maka anggota yang dibutuhkan tidak banyak).

- Adanya wasit yang ditentukan oleh kelompok (wasit berfungsi untuk melihat waktu yang digunakan oleh setiap kelompok).

- Kondisi bermain tergantung kesepakatan dua kelompok, berdasarkan waktu atau jumlah kelapa.

• Permainan berdasarkan jumlah kelapa. Kedua kelompok menyepakati jumlah kelapa yang akan dipetik dari pohon. Misalnya kesepakatan dua kelompok memetik tiga buah kelapa, kelompok yang lebih singkat


(1)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dan segala perlengkapan lainnya dalam memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana dalam bidang Antropologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

“Permainan Tradisional Anak-anak di Perkotaan (Studi Etnografi pada Masyarakat Kota Medan, Kecamatan Medan Baru)” yang menjadi judul dari skripsi ini, merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sumatera Utara dalam bidang Antropologi. Skripsi ini berisi kajian etnografi yang didasarkan pada observasi partisipasi dan wawancara penulis di lapangan.

Secara sistematis, kajian tentang permainan tradisional di perkotaan berfokus pada faktor-faktor yang melatarbelakangi anak-anak di Kecamatan Medan Baru masih menggandrungi permainan tradisional, permainan tradisional yang masih ditemukan di Kecamatan Medan Baru serta perbedaan permainan anak laki-laki dan anak perempuan. Berdasarkan hasil penelitian, penulis melihat bagaimana anak-anak mengekspresikan yang berada dalam dirinya pada permainan tradisional dengan teman-teman yang lainnya, setiap anak memiliki sifat yang berebeda-beda ketika mereka ditemukan bermain dengan anak-anak yang lainnya.

Anak dan permainan tradisional. Proses sosial yang terjalin diantar anak-anak ketika bermain permainan tradisional, pendapat anak-anak mengenai permaian


(2)

tradisional, arena permainan tradisional anak-anak, pengelompokan anak-anak saat bermain permainan tradisional dapat ditemukan dalam bab III dalam skripsi ini.

Jenis permainan tradisional di Perkotaan khususnya di Medan Baru, sepeti Permainan Memanjat Pohon Kelapa, Permainan Layang-alayang, Permaian ABC Lima Dasar, Permainan Sepak bola dapat ditemukan bab IV.

Permainan Tradisiona Anak Laki-laki dan Anak Perempuan. Perbedaan Anak Laki-laki dan Anak Perempuan dalam Bermain, faktor yang melatarbelakangi anak perempuan kurang tertarik bermain diruang terbuka serta peranan orangtua dalam permainan anak-anak dapat ditemukan bab V.

Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran bagi para pembaca untuk perbaikan menuju kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca, khususnya mahasiswa Antropologi sebagai penambah wawasan selama masa perkuliahan, bagi masyarakat luas sebagai penambah wawasan bahwasanya permainan tradisional masih ditemukan diperkotaan dan permainan tradisional ini sangat perlu dilestarikan keberadaannya di lingkungan perkotaan.

Medan, Oktober 2016 Penulis


(3)

DAFTAR ISI

Lembar pengesahan ...

Pernyataan originalitas ... i

Abstrak ... ii

Ucapan terima kasih ... iii

Riwayat hidup ... vi

Kata pengantar ... ix

Daftar isi ... xi

Daftar gambar/foto ... xiii

Daftar tabel ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1.1.Latarbelakang Masalah ... 1

1.2.Tinjauan Pustaka ... 7

1.3.Rumusan Masalah ... 22

1.4.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 22

1.5.Metode Penelitian ... 23

1.6.Lokasi Penelitian ... 29

1.7.Pengalaman Lapangan ... 30

BAB II GAMBARAN LOKASI PENELITIAN ... 2.1. Keadaan Geografis ... 42

2.1.1. Letak dan Geografis ... 42

2.1.2.Luas Wilayah dirinci per Kelurahan ... 43

2.2.Pemerintahan ... 43

2.3.Struktur Penduduk ... 44

2.3.1.Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 44

2.3.2.Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin Kecamatan Medan Baru ... 45

2.3.3.Penduduk Berdasarkan Usia di Kelurahan Padang Bulan dan Titi Rantai ... 46


(4)

2.4.Ekonomi ... 47

2.5.Pengamatan Penulis terhadap Lokis Penelitian ... 48

2.6.Arena Permainan Anak-anak di Kecamatan Medan Baru ... 50

BAB III ANAK DAN PERMAINAN TRADISIONAL ... 3.1.Proses Sosial Anak dalam Permainan Tradisional ... 53

3.2.Tanggapan Anak-anak mengenai Permainan Tradisional... 59

3.2.1.Manfaat Permainan Tradisional ... 62

3.2.2.Waktu dan Kesepakatan Bermain ... 65

3.2.3.Peralatan Permainan Anak-anak ... 67

3.2.4.Ketertarikan Anak-anak pada Permainan Tradisional ... 69

3.3.Arena Permainan Tradisional Anak-anak ... 75

3.4.Pengelompokan Anak-anak Bermain ... 83

3.4.1. Pengelompokan Anak-anak Bermain Secara Ekonomi ... 83

BAB IV JENIS PERMAINAN TRADISIONAL DI PERKOTAAN ... 4.1.Permainan Sepak Bola ... 89

4.2.Permainan Layang-layang ... 93

4.3.Permainan Memanjat Pohon Kelapa ... 103

4.4.Permainan ABC Lima Dasar ... 111

4.5.Permainan Kelereng ... 114

4.6.Permainan Anak-anakan ... 116

4.7.Permainan Alip Sembunyi/Petak Umpet ... 118

4.8.Permainan Sambar Elang ... 120

4.9.Anak-anak Kelurahan Padang Bulan dan Titi Rantai ... 122

4.10.Pewarisan Permainan Tradisional ... 123

BAB V PERMAINAN TRADISIONAL ANAK LAKI DAN PEREMPUAN 5.1.Anak Laki-laki dan Anak Perempuan dalam Bermain ... 125

5.2.Anak Permpuan dalam Permainan Tradisional ... 129


(5)

5.4.Peranan Orangtua dalam Permainan Anak-anak... 136

DAFTAR PUSTAKA ... 145

LAMPIRAN DAFTAR GAMBAR/FOTO Halaman Foto1. Peta Kecamatan Medan Baru ... 42

Foto 2.Kantor Camat Medan Baru ... 43

Foto 3. Pertengkaran Anak-anak ... 55

Foto 4. Bersama Menaikkan Layang-layang ... 56

Foto 5. Anak Bermain Bersama ... 67

Foto 6. Lapangan/halaman sekolah ... 76

Foto 7. Lapangan/halaman Masjid AL Mutaqien ... 78

Foto 8. Lapangan Bola ... 81

Foto 9. Sekolompok Anak ... 86

Foto 10. Kondisi Permainan Anak-anak ... 88

Foto 11. Permainan Sepak Bola ... 92

Foto 12. Peempelan Benang pada Layang-layang ... 94

Foto 13. Layang-layang ... 95

Foto 14. Anak-anak memanjat Pohon Kelapa... 105

Foto 15. Memberi Kusutan Kepada Teman ... 108

Foto 16. Anak Membuka Buah Kelapa ... 110


(6)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin

Kecamatan Medan Baru ... 42 Tabel 2. Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin

Kelurahan Padang Bulan dan Titi Rantai ... 46 Tabel 3.Perbedaan Anak Laki-laki dan anak Permpuan ... 128