Batik Motif Medan dalam Ekonomi Kreatif (Studi Etnografi di Kecamatan Medan Tembung, Medan)

(1)

BATIK MOTIF MEDAN DALAM EKONOMI KREATIF”

(Studi Etnografi di Kecamatan Medan Tembung, Medan)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana sosial

Dari Departemen Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Disusun oleh:

BETH RINCHI PRIANITA 080905027

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ABSTRAK

Beth Rinchi Prianita 2012. Judul skripsi: “BATIK MOTIF MEDAN DALAM EKONOMI KREATIF” (Studi Etnografi di Kecamatan Medan Tembung, Medan). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 92 halaman, 4 tabel, 18 gambar, daftar pustaka serta lampiran.

Skripsi ini mendeskripsikan mengenai: “ BATIK MOTIF MEDAN DALAM EKONOMI KREATIF “ (Studi Etnografi di Kecamatan Medan Tembung, Medan). Kajian ini menjelaskan tentang keberadaan Batik Motif Medan dalam era ekonomi/ industri kreatif yang ditinjau dari motivasi-motivasi kewirausahaan pelaku, strategi-strategi ekonomi pelaku, dan kegiatan-kegiatan ekonomi pelaku secara formal.

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan korelasi dan implementasi penggalakan pemetaan ekonomi/industri kreatif terhadap sub-sektor industri kreatif kerajinan Batik Motif Medan. Di samping itu penelitian ini juga bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana kegiatan ekonomi pada industri yang masih tergolong kepada industri kecil menengah, mengenai motivasi usaha dan strategi yang dilakukan oleh untuk keberlangsungan usaha tersebut. Penelitian ini menggunakan metode etnografi dengan teknik pengumpulan data seperti observasi, observasi partisipasi terhadap kegiatan-kegiatan yang terjadi di rumah industri tersebut, wawancara , literatur, dan bahan visual. Berdasarkan teknik-teknik pengumpulan data tersebut, maka diperoleh data-data yang kemudian dianalisis dan hasilnya sesuai dengan rumusan masalah yang didasarkan pada hasil obseravi dan wawancara yang dilakukan.

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa belum adanya implementasi penggalakan pemetaan ekonomi/industri kreatif oleh pemerintah terhadap sub-sektor industri kreatif kerajinan Batik Motif Medan. Para pelaku usaha belum sepenuhnya memperoleh perhatian dari pemerintah yang berwenang dalam hal ini. Justru ada pihak yang mengatasnamakan industri kreatif dengan membentuk suatu lembaga asosiasi tapi pada akhirnya hanya sebuah modus. Motivasi serta faktor-faktor yang melatarbelakangi untuk melakukan wirausaha didasarkan pada keinginan untuk mencoba berdiri sendiri dengan usaha sendiri dan berspekulasi dengan hal baru, yang ditandai dengan adanya ide kreatif penuangan motif-motif yang dipilih sesuai dengan nama produknya, dan lebih memilih meninggalkan pekerjaan lama untuk menekuni usaha tersebut. Untuk tetap menjaga keberlangsungan usaha, pelaku usaha melakukan beberapa strategi yakni strategi produksi dan strategi moral. Strategi tersebut dilakukan dengan dasar kekeluargaan, itulah yang termasuk ke dalam strategi moral oleh pelaku.


(3)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: BATIK MOTIF MEDAN DALAM EKONOMI KREATIF (Studi Etnografi Di Kecamatan Medan Tembung, Medan) dengan baik.

Selama proses penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bimbingan dan masukan dari berbagai pihak. Dengan demikian penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada pihak tersebut, yaitu:

1. Bapak selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak selaku Pembantu Dekan I atas fasilitas yang telah diberikan kepada penulis.

3. Spesial kepada Bapak Dr. Fikarwin Zuska, M.Si selaku Ketua Departemen Antropologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, dan Drs. Agustrisno, MSP selaku sekretaris Departemen Antropologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Terkhusus kepada Ibu Dra. Nita Savitri, M. Hum sebagai dosen pembimbing penulis.

Terima kasih banyak Bu atas bimbingan, masukan, waktu, dan materi selama bimbingan. Selain itu penulis juga mengucapkan banyak terima kasih atas ilmu yang diberikan demi perbaikan ke arah yang lebih baik selama di bangku perkuliahan.


(4)

5. Kepada Bapak Drs. Yance. M.si selaku dosen penasehat akademik penulis.

6. Seluruh Staff Pengajar di Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membekali penulis dengan ilmu pengetahuan.

7. Kepada Camat Medan Tembung, Sekretaris Camat, dan seluruh perangkat Kecamatan Lubuk Pakam yang sudi menerima dan membantu penulis melakukan penelitian.

8. Kepada Lurah Tembung, Sekretaris Lurah, dan seluruh perangkat Kelurahan Tembung atas bantuannya ketika penulis melakukan penelitian.

9. Kepada Ibu Hj. Nurcahaya Nasution beserta keluarga, dan Bapak Edi Gunawan beserta keluarga yang telah banyak membantu dan yang dengan senang hati menerima penulis untuk melakukan penelitian. 10.Penghargaan terbesar, terima kasih dan rasa cinta yang

sebesar-besarnya penulis persembahkan kepada kedua orangtua saya, Bapak P. Saragih dan Mama yang paling sempurna R.Haloho yang selalu memberikan dukungan moril dan materil, selalu sabar hingga penulis meraih gelar sarjana.

11.Adik-adikku tercinta : Yogi Gracelwin Saragih, dan Frederik Ra Jendra Saragih yang sudah memberikan semangat dalam menyelesaikan studi penulis. Love you brothers!!

12.Terspesial buat sahabat-sahabat penulis: Duma S. Sos, Ria S. Sos, Santa Panjaitan S. Sos, Rulianna S. Sos, dan Suherman S. Sos. Thanks a lot ya buat kebersamaan dan semangatnya tells!!!


(5)

13.Spesial thanks buat Cianku atas semangat, dorongan, dan kasih sayang dalam penyelesaian skripsi. May We will be the endless. 14.Spesial ditujukan kepada seluruh kerabat Antropologi’08: Puteri,

Sylvi, Dea, Santa Simamora, Febry, Fazri, Etta, Junius, Kalvin, Hardi, Radin, Nelson, Riko, Batara, Iskandar, Haris, Taufik, Harni, Maria, Berti, Marda, Sari, Donald, Berkat, Arifin, Helen, Vina, Hezron, Ayu, Nesya, Karmila dan teman-teman 08 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas persahabatan dan kenangannya.

15.Kepada kerabat Antropologi lainnya: Bang Heri Manurung, Bang Windra, Bang Darwin, Bang Heri Sianturi, Kak Erika, dan mahasiswa Antropologi di Universitas Sumatera Utara terima kasih atas persaudaraannya.

Penulis,


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Beth Rinchi Prianita lahir pada tanggal 08 Mei 1991 di Haranggaol, Kab. Simalungun dan bertempat tinggal di Tigarunggu, Kab. Simalungun. Anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan P. Saragih dan R. Br. Haloho. Menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri No. 091358 Haranggaol pada tahun 2002, kemudian menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Katolik Santo Agustinus Haranggaol pada tahun 2005, dan menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Katolik Budi Murni I Medan pada tahun 2008. Setelah menamatkan bangku SMA, penulis melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi di Universitas Sumatera Utara pada tahun 2008.

Selain mengikuti pendidikan, peneliti juga pernah mengikuti beberapa seminar yang pernah di selenggarakan oleh Departemen Antropologi, yaitu:

CROSSING BOUNDARIES (Cross Culture Video Making Project For Peace) oleh Hikmat Budiman (Direktur The Interseksi Foundation), yang diselenggarakan oleh Departemen Antropologi

• Launching Pusat Penelitian dan Pengembangan Budaya Pakpak, yang diselenggarakan oleh Departemen Antropologi

• Seminar Nasional “ Inventarisasi Kain Tenun, Hiou Simalungun di Sumatera Utara”, yang diselenggarakan oleh Departemen Antropologi FISIP USU dan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Direktorat Jenderal Nilai Budaya, Seni, Film

• “ Demokrasi dan Kepemimpinan” oleh Surya Paloh, yang diselenggarakan oleh FISIP USU


(7)

Pengalaman Organisasi dan Kerja

• Anggota INSAN di Departemen Antropologi Sosial FISIP USU (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) di FISIP USU.

• Anggota GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) di FISIP USU.

• Anggota Paduan Suara Magnificat Gereja Katolik St. Antonius Medan


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dan segala perlengkapan lainnya dalam memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana dalam bidang Antropologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

“BATIK MOTIF MEDAN DALAM EKONOMI KREATIF (Studi Etnografi Di Kecamatan Medan Tembung, Medan)” yang menjadi judul dari skripsi ini adalah jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran bagi para pembaca untuk perbaikan menuju kesempurnaan skripsi ini. Dengan demikian penulis berharap skripsi ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca, khususnya mahasiswa antropologi, yaitu sebagai penambah wawasan selama masa perkuliahan, dan juga pihak yang berkaitan dengan skripsi ini.

Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Adapun sistematis dalam penelitian ini yaitu:

BAB I. Pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, lokasi penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan analisis data.

BAB II. Dalam Bab ini penulis menjelaskan tentang keadaan geografis secara umum lokasi penelitian, yaitu di Kelurahan Tembung berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Kelurahan Tembung. Dalam bab ini penulis juga memaparkan mengenai perkembangan batik secara umum dan perkembangan batik di Kota Medan.


(9)

BAB III. Dalam bab ini disajikan hasil-hasil penelitian yang disertai dokumen-dokumen berupa foto dan kutipan-kutipan hasil wawancara, beserta literatur. Terkhusus dalam bab ini diterangkan mengenai implementasi Batik Motif Medan dalam ekonomi/industri kreatif

BAB IV. Bab ini berisi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kewirausahaan, seperti motivasi-motivasi, strategi-strategi dalam ekonomi maupun dalam memberi kreatifitas pada Batik Motif Medan.

BAB V. Penutup, bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran yang penulis simpulkan berdasarkan hasil penelitian di lapangan.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, akhir kata atas bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, penulis berterimakasih dan kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberikan dan melimpahkan karuniaNya kepada kita semua. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN

HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN ORIGINALITAS

ABSTRAK ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Lokasi Penelitian ... 6

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1.5. Tinjauan Pustaka ... 9

1.6. Metode Penelitian ... 18

1.7. Analisis Data ... 22

BAB II. KONTEKS PENELITIAN 2.1. GAMBARAN LOKASI ... 23

2.1.1. Sejarah Kota Medan ... 23

2.1.2. Kelurahan Tembung ... 24

2.1.3. Komposisi Penduduk ... 24

2.1.4. Ekonomi Dan Mata Pencaharian Penduduk ... 25

2.1.5. Tingkat Pendidikan Penduduk ... 26

2.2. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN BATIK ... 28

2.2.1. Sejarah Dan Perkembangan Batik Di Indonesia ... 28

2.2.2. Jenis-jenis Batik ... 31

2.2.2.1. Jenis Batik Menurut Cara Pembuatannya ... 31

2.2.2.2. Jenis Batik Menurut Pola Dan Bentuknya ... 33

2.2.2.3. Jenis Batik Menurut Gaya Polanya ... 34

2.3. ASAL-USUL DAN PERKEMBANGAN BATIK MOTIF MEDAN ... 35

2.3.1. Batik Motif Sumatera Utara ... 35

2.3.2. Batik Motif Medan ... 38

2.3.3. Lokasi-lokasi Tempat Pembuatan Batik Motif Medan ... 43

BAB III. BATIK MOTIF MEDAN DAN EKONOMI/INDUSTRI KREATIF 3.1. EKONOMI DAN INDUSTRI KREATIF DI INDONESIA ... 45


(11)

3.2. EKONOMI DAN INDUSTRI KREATIF DI KOTA

MEDAN ... 48

3.3. BATIK MOTIF MEDAN DALAM EKONOMI KREATIF .... 50

3.3.1. Kreatifitas Dalam Motif ... 54

3.3.1.1. Cara Pembuatan Batik ... 55

3.3.1.2. Motif-motif Batik Motif Medan ... 61

3.3.2. Kreatifitas Dalam Desain ... 67

3.3.2.1. Modifikasi-modifikasi Batik Motif Medan ... 68

BAB IV. KEGIATAN EKONOMI PADA INDUSTRI BATIK MOTIF MEDAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI LAHIRNYA KEINGINAN BERWIRAUSAHA 4.1. KEGIATAN EKONOMI PADA INDUSTRI BATIK MOTIF MEDAN ... 71

4.1.1. Produksi Batik Motif Medan ... 72

4.1.2. Distribusi Batik Motif Medan ... 74

4.1.3. Pembagian Kerja (Cooperation) Pada Karyawan ... 76

4.2. MOTIVASI-MOTIVASI UNTUK BERWIRAUSAHA ... 79

4.3. STRATEGI USAHA PADA BATIK MOTIF MEDAN ... 83

4.3.1. Strategi Produksi ... 76

4.3.2. Strategi Moral ... 79

BAB V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 82

5.2. Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALA

MAN

Gambar 2.1. Kain yang dimotif dengan cara dicolet

Gambar 2.2. Mencanting kain batik dengan menggunakan malam/lilin

Gambar 2.3. Dua orang karyawan sedang melakukan

pewarnaan pada kain batik pada sebuah bak dan ember yang telah berisi air dan pewarna

Gambar 2.4. Batik yang telah diwarnai pertama, dikeringkan, kemudian ditembok/diblok dengan menggunakan malam/lilin

Gambar 2.5. Kain batik yang telah diwarnai kedua kali, direbus, kemudian dijemur atau dilorodkan

Gambar 2.6. Hasil salah satu kain Batik Motif Medan yang sudah jadi

Gambar 2.7. Rumah Batik Motif Medan Gambar 2.8. Logo Batik Motif Medan Gambar 2.9. Motif/Gorga Simeol-meol Gambar 2.10. Motif Rumbak-rumbak Gambar 2.11. Motif Kencana Pelana Kuda Gambar 2.12. Motif Bunga

Gambar 2.13. Motif dari Pakpak Dairi Gambar 2.14. Motif Pucuk Rebung Gambar 2.15. Motif Pahupa-hupa Tundal Gambar 2.16. Motif Pangeret-eret

Gambar 2.17. Kemeja dari Batik Motif Medan

Gambar 3.1. Motif/gorga Simeol-meol yang telah diinovasi atau hasil stelasi

30 31 32 33 34 34 40 40 43 43 44 44 45 45 46 46 47 63


(13)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

TABEL 1. JUMLAH PENDUDUK 25 TABEL 2. STRUKTUR MATA

PENCAHARIAN MENURUT SEKTOR 26

TABEL 3. TINGKAT PENDIDIKAN PENDUDUK

27

TABEL 4. UPAH KERJA KARYAWAN


(14)

ABSTRAK

Beth Rinchi Prianita 2012. Judul skripsi: “BATIK MOTIF MEDAN DALAM EKONOMI KREATIF” (Studi Etnografi di Kecamatan Medan Tembung, Medan). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 92 halaman, 4 tabel, 18 gambar, daftar pustaka serta lampiran.

Skripsi ini mendeskripsikan mengenai: “ BATIK MOTIF MEDAN DALAM EKONOMI KREATIF “ (Studi Etnografi di Kecamatan Medan Tembung, Medan). Kajian ini menjelaskan tentang keberadaan Batik Motif Medan dalam era ekonomi/ industri kreatif yang ditinjau dari motivasi-motivasi kewirausahaan pelaku, strategi-strategi ekonomi pelaku, dan kegiatan-kegiatan ekonomi pelaku secara formal.

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan korelasi dan implementasi penggalakan pemetaan ekonomi/industri kreatif terhadap sub-sektor industri kreatif kerajinan Batik Motif Medan. Di samping itu penelitian ini juga bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana kegiatan ekonomi pada industri yang masih tergolong kepada industri kecil menengah, mengenai motivasi usaha dan strategi yang dilakukan oleh untuk keberlangsungan usaha tersebut. Penelitian ini menggunakan metode etnografi dengan teknik pengumpulan data seperti observasi, observasi partisipasi terhadap kegiatan-kegiatan yang terjadi di rumah industri tersebut, wawancara , literatur, dan bahan visual. Berdasarkan teknik-teknik pengumpulan data tersebut, maka diperoleh data-data yang kemudian dianalisis dan hasilnya sesuai dengan rumusan masalah yang didasarkan pada hasil obseravi dan wawancara yang dilakukan.

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa belum adanya implementasi penggalakan pemetaan ekonomi/industri kreatif oleh pemerintah terhadap sub-sektor industri kreatif kerajinan Batik Motif Medan. Para pelaku usaha belum sepenuhnya memperoleh perhatian dari pemerintah yang berwenang dalam hal ini. Justru ada pihak yang mengatasnamakan industri kreatif dengan membentuk suatu lembaga asosiasi tapi pada akhirnya hanya sebuah modus. Motivasi serta faktor-faktor yang melatarbelakangi untuk melakukan wirausaha didasarkan pada keinginan untuk mencoba berdiri sendiri dengan usaha sendiri dan berspekulasi dengan hal baru, yang ditandai dengan adanya ide kreatif penuangan motif-motif yang dipilih sesuai dengan nama produknya, dan lebih memilih meninggalkan pekerjaan lama untuk menekuni usaha tersebut. Untuk tetap menjaga keberlangsungan usaha, pelaku usaha melakukan beberapa strategi yakni strategi produksi dan strategi moral. Strategi tersebut dilakukan dengan dasar kekeluargaan, itulah yang termasuk ke dalam strategi moral oleh pelaku.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Beragamnya etnis yang mendiami Indonesia serta traditional knowledge (pengetahuan tradisional) yang dimiliki masyarakatnya, membawa

bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kaya akan kebudayaan-kebudayaan yang dikenal sampai ke berbagai negara di dunia. Pengetahuan tradisional diartikan sebagai pengetahuan yang dimiliki atau dikuasai dan digunakan oleh suatu komunitas, masyarakat atau suku bangsa tertentu yang bersifat turun temurun dan terus berkembang sesuai dengan perubahan lingkungan (Sardjono, 2006: 1)1

Indonesia sebagai negara kepulauan memang dikenal dengan keberagaman akan suku-suku, agama, tradisi, serta pengetahuan tradisional yang tentunya berbeda antara satu dengan yang lain. Perbedaan-perbedaan itu menjadi ciri khas dan keunikan tiap-tiap suku dan masyarakat yang memilikinya. Salah satu yang termasuk ke dalam traditional knowledge tersebut adalah batik. Batik adalah cerminan atau pencitraan bangsa Indonesia. Sebagian besar bahkan hampir seluruh masyarakat Indonesia tentunya tahu dan mengenal batik. Merujuk kepada pengertian yang sederhana menurut masyarakat awam, batik

. Konsep traditional knowledge dapat diterapkan pada bidang pertanian, ilmu pengetahuan, teknologi, ekologi, pengobatan, dan termasuk cerita rakyat, nama, indikasi geografis, simbol, dan kekayaan tradisional yang bergerak. ( Purba dkk, 2005 : 36)

1


(16)

adalah sehelai pakaian yang bergambarkan motif-motif khas, cenderung berwarna cokelat, dan sering dipakai dalam acara-acara semi-resmi dan acara resmi, maupun ke acara-acara kebesaran atau adat.

Zaman dahulu batik hanya digunakan oleh kalangan masyarakat keraton di Jawa. Akan tetapi sekarang batik telah digunakan hampir semua kalangan di Indonesia, apalagi setelah disahkannya batik oleh UNESCO sebagai world intangible heritage (warisan budaya tak benda) pada tanggal 2 Oktober 2009

yang lalu, menjadikan pemakaian batik saat ini mengalami peningkatan yang menunjukkan adanya kesadaran dan kebanggaan masyarakat akan salah satu warisan budaya tersebut. Kebijakan yang diterapkan pada instansi-instansi pemerintahan, instansi pendidikan, serta kantor-kantor mayoritas telah mengharuskan setiap hari Jumat sebagai hari pemakaian batik sewaktu jam kerja terhadap seluruh karyawan. Meningkatnya penggunaan batik, membawa dampak positif bagi kelestarian salah satu produk kekayaan intelektual masyarakat Indonesia, serta dapat memberikan sumbangan bagi kreatifitas masyarakat yang memproduksi batik untuk melakukan kreasi, kombinasi, serta modifikasi bagi produk batik yang diciptakan, yang nantinya berdampak baik bagi ekonomi masyarakat.

Batik kononnya dikenal berasal dari Jawa khususnya kota Solo, sekarang hampir seluruh bagian Indonesia telah memiliki batik dari daerah masing-masing, yang tentunya dengan motif yang berbeda-beda. Batik berkembang mulai dari Solo, Tegal, Pekalongan, Banyumas, Kudus, Ciamis, Cirebon, Tasikmalaya, hingga daerah-daerah luar Jawa juga memiliki batik daerah masing-masing. Dari 26 kabupaten dan kota yang ada di Jawa Barat, 24 diantaranya telah menciptakan motif batik khas daerahnya masing-masing.


(17)

Namun ada 2 kota yang saat ini belum punya batik khas sendiri, yaitu Kota Bekasi, dan Kota Depok2

Berdasarkan tiga wujud kebudayaan yang ada, batik adalah wujud artefak dari kebudayaan, yang termasuk ke dalam unsur kesenian. Sebab batik adalah sebuah karya seni yang menjadi milik masyarakat Indonesia yang berasal dari pikiran masyarakat Indonesia. Di samping itu sebagai produk kebudayaan, batik dapat dijadikan sebagai komoditi dalam perekonomian, termasuk ke dalam ekonomi di zaman sekarang, yaitu ekonomi kreatif. Dimana dalam ekonomi tersebut, batik dijadikan sebagai produk komodifikasi

. Propinsi Sumatera Utara sendiri, yang dikenal dengan kain ulosnya juga telah memiliki batik yang motifnya adalah motif dan gambar-gambar khas dari etnis-etnis yang mendiami Sumatera Utara, yang dikenal dengan Batik Motif Medan.

3

2

.

Peran budaya tidak pernah lepas dari hampir seluruh aspek-aspek yang ada dalam kehidupan manusia, termasuk juga dalam perkembangan ekonomi kreatif ini. Menurut Rukmawati (Fariani, 2009 : 8), aspek seni budaya adalah salah satu substansi dominan supaya satu sektor itu dapat dikatakan kreatif. Seni budaya dianggap sebagai pemberi nilai tambah, di samping peran kreatifitas sumber daya yang merupakan intensitas yang dibutuhkan. Kedua hal tersebut, seni budaya dan ekonomi (dalam konteks ini, ekonomi kreatif) saling memberikan keuntungan secara resiprositas.

diakses tanggal 22 Februari 2012

3

Komodifikasi berarti transformasi hubungan, sebelumnya bersih dari perdagangan, menjadi hubungan komersial, hubungan pertukaran, membeli dan menjual.

"Komodifikasi" sebetulnya adalah istilah yang baru muncul ke percaturan pada tahun 1977, tetapi mengungkapkan konsep fundamental untuk memahami Marx tentang cara kapitalisme

berkembang.


(18)

Ekonomi kreatif telah memperoleh perhatian besar dari pemerintah Republik Indonesia, dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2009 pada tanggal 5 Agustus 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif. Instruksi tersebut telah pada tahap perealisasian, terbukti dengan adanya kemudahan-kemudahan akan pinjaman modal seperti Kredit Usaha Kecil, Kredit Usaha Menengah dengan bunga yang rendah terhadap masyarakat yang akan menjalankan industri kreatif, serta pemetaan Departemen Perdagangan RI atas Kontribusi Ekonomi Industri Kreatif yang menunjukkan perkembangan yang lebih pesat pada tahun 2006.

Perhatian lebih ditingkatkan lagi oleh pemerintah, dengan diangkatnya Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mari Elka Pangestu. Di samping itu, pihak lain seperti pihak akademisi juga telah memberikan sumbangan dan perhatian bagi mereka yang ingin menjalankan industri kreatif misalnya dengan membentuk inkubator, yaitu klinik konsultasi bisnis dan UKM yang tentunya

berdampak positif bagi enterpreneur kreatif. (Supangkat, dkk : 3)

Peranan ekonomi kreatif pada perekonomian yang penuh persaingan saat ini sangat signifikan dan memberikan kontribusi yang lumayan besar. Dapat kita lihat misalnya pada hal ekspor, sektor industri kreatif merupakan penyumbang kontribusi terbesar ke-4 dengan nilai ekspor tahun 2006 sebesar 81,43 triliun rupiah setelah ekspor komoditi: (1) fuel and lubricants (bahan bakar dan pelumas) sebesar 245,98 triliun rupiah (2) machine and transportation equipments ( mesin dan peralatan transportasi) sebesar 127,36 triliun rupiah (3)

misc manufacturing and articles (barang industri dan artikel) sebesar 103 triliun

rupiah. ( Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025, 2008:1). DKI Jakarta misalnya, mengklasifikasikan bagian-bagian dari industri kreatif,


(19)

yang industri batik termasuk di dalamnya, yang dianggap mampu memberikan kontribusi bagi pemerataan ekonomi (Fariani, 2009:100).

Dalam tulisan ini, peneliti akan mengkaji tentang salah satu hasil karya manusia yang diinterpretasikan dari ide dan pengetahuan masyarakat Indonesia, yaitu batik-khususnya Batik Motif Medan dari sudut pandang sistem mata pencaharian hidup, yaitu menghubungkannya dengan ekonomi kreatif, dalam konteks Batik Motif Medan merupakan inovasi dan kreasi dari perkembangan batik di Indonesia. Batik Motif Medan yang merupakan salah satu jenis industri kecil yang berdiri sendiri dengan dorongan jiwa wirausaha, maka akan dikaji juga mengenai faktor-faktor yang melatarbelakangi lahirnya keinginan untuk mendirikan unit usaha dalam skala kecil atau berwirausaha. Faktor-faktor tersebut dikaji berdasarkan faktor sosial budaya.

Bagan penelitian

+

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah : “ Batik Motif Medan Dalam Ekonomi Kreatif”.

Masalah tersebut dapat diperjelas dengan pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. Bagaimana asal-usul munculnya Batik Motif Medan serta apa faktor pendorong pengrajin untuk berwirausaha dalam industri Batik Medan ?

Sistem

ekonomi Motif Lokal

Batik Motif Medan


(20)

2. Bagaimana kaitan keberadaan atau implementasi industri kreatif yang saat ini sedang digalakkan pemerintah dengan usaha Batik Motif Medan?

3. Bagaimana kegiatan perekonomian pada industri Batik Motif Medan di rumah batik tersebut (produksi, distribusi, konsumsi)?

1.3. Lokasi Penelitian

Penelitian tentang Batik Motif Medan ini dilakukan di beberapa tempat, yaitu di dua rumah produksi yang ada di Kecamatan Medan Tembung, Sumatera Utara; kemudian di sebuah Toko Batik Motif Medan yang ada di Palladium Medan. Akan tetapi lokasi penelitian yang utama adalah lokasi penelitan yang disebutkan pertama. Sedangkan lokasi yang lainnya hanya sebagai lokasi perbandingan antara tempat-tempat produksi batik di kota Medan. Di mana toko Batik Motif Medan yang ada di Palladium tidaklah langsung kepada usaha konveksinya, karena usaha konveksinya berada di Jawa. Lokasi yang pertama tersebut dipilih karena tempat produksi dan kerajinan Batik Motif Medan yang pertama adalah di daerah tersebut, sehingga data dan informasi yang akan diperoleh dalam penelitian lebih banyak dan lebih sesuai dengan objek kajian penelitian yaitu Batik Motif Medan.

Akan tetapi tempat produksi batik yang di Tembung juga sudah terbagi dua, dimana usaha batik yang pertama kali telah membuka cabang, namun masih tetap di lingkungan kelurahan Medan Tembung tersebut. Masing-masing alamat yang berada di Kecamatan Medan Tembung adalah, Rumah Batik Motif Sumatera Utara / LKP Saudur Sadalanan di Jl. Letda Sujono, Gang. Al Halim Kiri no. 2, dan Rumah Batik Motif Medan berada di Jl. Bersama, Gang. Musyawarah No. 2, Medan Tembung. Kedua tempat produksi Batik Medan


(21)

tersebut dijadikan peneliti sebagai tempat dilakukannya penelitian sesuai dengan kebutuhan akan data yang diperlukan untuk penulisan skripsi ini.

Pada tempat penelitian yang pertama, yaitu LKP Saudur Sadalanan yang juga merupakan Rumah Batik Motif Sumatera Utara, peneliti melakukan penelitian untuk memperoleh data akan asal-usul dan perkembangan adanya Batik Motif Medan, karena rumah batik ini adalah rumah batik pertama yang berdiri di Medan, yang kemudian membuka cabang dan menjadikan namanya Batik Motif Sumatera Utara. Namun peneliti tidak hanya meneliti sebatas asal-usul saja di tempat penelitian yang pertama ini, juga dikaji sedikit tentang kegiatan produksi dan distribusi batik serta sekilas tentang pelatihan yang dilaksanakan di Lembaga Keterampilan Pelatihan Saudur Sadalanan. Kemudian untuk data yang dibutuhkan pada rumusan masalah selanjutnya peneliti ambil dari rumah produksi Batik Motif Medan, yaitu mengenai kegiatan produksi, distribusi secara lengkap serta strategi yang dilakukan pengusaha untuk keberlangsungan usahanya.

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Batik Motif Medan sebagai suatu kreasi budaya dengan perekonomian khususnya ekonomi kreatif bagi masyarakat Medan yang menggeluti kerajinan ini, yang tentunya ditinjau dari sudut pandang antropologi, termasuk dari sudut pandang antropologi ekonomi dengan paradigma actor oriented (berorientasi terhadap perilaku pelaku).

Di samping itu, penelitian ini juga akan mengkaji faktor-faktor apa yang mendorong para pelaku usaha untuk berwirausaha bagi masyarakat yang menjadi objek penelitian ini. Serta mengkaji tentang implementasi dan pengaruh


(22)

adanya sistem ekonomi yang saat ini sedang hangat dibicarakan, yaitu ekonomi atau industri kreatif, di mana sistem itu sedang digalakkan oleh pemerintah terhadap masyarakat yang menggeluti sektor ekonomi kreatif, pada penelitian ini khususnya mengenai Batik Motif Medan, karena usaha produksi Batik Motif Medan merupakan salah satu hasil kreativitas masyarakat dalam bidang perekonomian yang termasuk ke dalam salah satu sub-sektor industri kreatif di Indonesia, yaitu sektor kerajinan.

Hasil dari penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi kalangan akademis antropologi dan kalangan masyarakat yang berguna bagi pengetahuan mengenai batik dan perkembangannya, khususnya di kota Medan apalagi Batik Motif Medan belum sepenuhnya dikenali oleh masyarakat, lain kata masih sebagian masyarakat tahu tentang adanya Batik Motif Medan. Manfaat yang juga dianggap penting adalah mempromosikan dan memberitahukan kepada masyarakat bahwa Medan memiliki batik sendiri yang motifnya tidak kalah bagus dengan batik yang berasal dari Jawa. Dengan adanya pengetahuan masyarakat tentang keberadaan Batik Motif Medan, diharapkan peminat dan pemakai batik ini semakin bertambah yang nantinya akan berguna bagi pencitraan kota Medan dan nilai tambah terhadap perekonomian masyarakat kota Medan di bidang industri ini.

1.5. Tinjauan Pustaka

Semua unsur-unsur kebudayaan tercakup di dalam tiga wujud kebudayaan. Karena masing-masing unsur-unsur kebudayaan tersebut memiliki wujudnya baik itu sebagai sistem ide atau sistem budaya, sebagai sistem sosial, dan sebagai artefak. Sistem mata pencaharian atau yang lebih dikenal dengan sistem ekonomi misalnya, dapat diperinci lagi berdasarkan tiga wujud


(23)

kebudayaan. Sistem ekonomi mempunyai wujudnya sebagai sistem budaya yang disebut dengan adatnya; wujudnya sebagai sistem sosialnya yang disebut dengan aktivitas sosialnya; dan wujud artefaknya berupa berbagai peralatan yang tentunya merupakan benda-benda kebudayaan. (Koentjaraningrat, 2002: 207)

Menurut Kahn, kebudayaan sebaiknya dipandang sebagai produk dari proses-proses budaya sebelumnya dan sebagai sesuatu yang terbuka bagi segala reinterpretasi dan gagasan-gagasan baru serta ausnya komponen-komponen lama (Maunati, 2004:25). Budaya-budaya baru yang muncul dan yang akan muncul nantinya, baik itu dalam bentuk suatu sistem nilai maupun dalam bentuk karya, merupakan bagian dari history kebudayaan yang telah ada sebelumnya.

Kluckohn (Suparlan, 1993 : 107) menyebutkan bahwa perubahan-perubahan kebudayaan disebabkan oleh keadaan ekonomi dan fisik, tetapi sebagian besar ekonomi sendiri merupakan hasil kebudayaan. Dan manusialah yang mengubah kebudayaan mereka-mereka telah bertindak sebagai alat proses kebudayaan di mana mereka umumnya tidak menyadarinya.

Adanya pembentukan budaya baru, kadang terjadi secara tidak disadari oleh masyarakat yang memiliki kebudayaan itu. Adanya aspek-aspek lain yang mendukung terjadinya pembaharuan kebudayaan tersebut, misalnya aspek ekonomi, aspek teknologi, dan peradaban zaman yang menjadikan manusia menjadi lebih dinamis dalam mengembangkan pengetahuan dalam rangka survive. Seperti halnya pada perkembangan batik yang ada di Indonesia, yang sekarang telah berkembang ke daerah-daerah lain di Indonesia. Batik sekarang sudah mengalami perkembangan yang sangat membanggakan, hampir seluruh golongan masyarakat telah menggunakan batik.


(24)

Batik berasal dari bahasa Jawa yaitu,”ba” yang berarti malam atau lilin, dan “tik” yang berarti titik. Jadi secara harfiah, batik adalah kain yang diberi gambar

dengan menggunakan malam sebagai bahannya dan sebagian menggunakan titik-titik. Dalam perkembangannya, batik kemudian menjadi batik yang berupa garis, baik garis lurus, maupun lengkungan. Menurut cara pembuatannya, batik terbagi menjadi dua yaitu, batik tulis dan batik cap. Adapun batik yang dihasilkan dengan menge-print atau mencetak motifnya melalui komputer-yang dikenal dengan batik print, tidak dinilai sebagai batik. Sebab batik itu dinilai dari proses pembuatannya, dan seninya lebih nampak pada batik yang ditulis, itu sebabnya batik tulis lebih mahal harganya dibandingkan dengan batik cap maupun batik yang di-print. (Widyosiswoyo, 2008: 90)

Hamsuri (Widyosiswoyo, 2008: 93), menyebutkan ada tujuh motif batik yang masing-masing batik masih memiliki jenis-jenis yang berbeda-beda. Motif –motif tersebut adalah sebagai berikut:

a. Motif Parang, memiliki 20 jenis motif, diantaranya yang terkenal

adalah gondosuli dan parang rusak.

b. Motif Geometri, memiliki 42 jenis, yang terkenal diantaranya adalah

kanigara, kawung, kembang manggar, sekar kacang, dan sriwedari.

c. Motif Banji, memiliki tiga jenis yaitu banji, banji bengkok,banji

guling.

d. Motif Tumbuh-tumbuhan Menjalar, memiliki 40 jenis , diantaranya

yang terkenal adalah anggur, lung gadung, pisang bali, semen lombok, semen yogya.

e. Motif Tumbuhan Air, memiliki 40 jenis, yang diantaranya adalah


(25)

f. Motif Bunga, memiliki 23 jenis diantaranya adalah cakrakusuma,

cempaka mekar, ceplok onde-onde.

g. Motif Satwa, memiliki 64 jenis , yang diantaranya adalah ayam puger,

endas maling, gringsing, peksi garuda, peksi sikatan, supit.

Motif-motif yang disebutkan di atas adalah motif-motif klasik. Akan tetapi motif batik tidak terhenti hanya pada motif tersebut, namun terus adanya penciptaan-penciptaan sampai sekarang, dimana motif-motif yang muncul sesuai dengan perkembangan zaman dan selera masyarakat.

Batik Motif Medan sendiri memiliki berbagai motif-motif yang tidak kalah menarik dan bagus dari batik yang berasal dari Jawa. Beragamnya motif dan desain kain yang bisa dibuat dalam batik membuat pengrajin Batik Motif Medan terus membuat inovasi dan modifikasi dalam batik tulis dan batik capnya. Hal ini dilakukan agar konsumen bisa lebih ringan memakainya menjadi pakaian semi resmi atau resmi. Tidak jarang pemakai batik dengan motif adat agak sungkan jika lintas etnis. Oleh karena itu pengrajin berusaha untuk membuat batik dengan motif yang lebih ringan dan memodifikasinya dengan motif-motif yang lebih sederhana, tetapi juga bernilai seni di mata masyarakat.

Dalam konteks munculnya Batik Motif Medan, telah terjadi proses budaya-kreatif-ekonomi dan terjadi beberapa proses sosial lainnya, seperti pembaruan (inovasi), culture contact, dan modifikasi. Inovasi adalah suatu proses pembaruan dari penggunaan sumber-sumber alam, energi, dan modal, pengaturan baru dari dari tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru yang semua akan menyebabkan adanya sistem produksi, dan dibuatnya produk-produk yang baru. Dengan demikian, inovasi itu mengenai pembaruan


(26)

kebudayaan yang khusus mengenai unsur teknologi dan ekonomi. (Koentjaraningrat, 2002 : 256)

Kluckhohn (Toerdin, 2002 : 87) menyebutkan ada empat konteks kehidupan-yang pada setiap konteksnya dapat berlaku perubahan sistem nilai, salah satunya adalah kehidupan ekonomi. Kehidupan ekonomi tidaklah bersifat statis, akan tetapi mengalami perkembangan-perkembangan ke arah yang dianggap manusia bisa mendukung ke arah keberlanjutan hidup.

Secara umum, sejarah perkembangan peradaban ekonomi dapat dibedakan menjadi empat zaman: (1) Zaman Pertanian; (2) Zaman Industri; (3) Zaman Informasi; (4) Zaman Konseptual atau pengetahuan. Kita telah melewati zaman pertanian, zaman industri dan zaman informasi. Peradaban ekonomi sekarang ini masuk pada jaman konseptual dimana pada jaman ini yang dibutuhkanadalah para kreator.

(http://www.indonesiakreatif.net/index.php/id/page/read/latar-belakang-indonesia-kreatif)

Menurut Howkins, sebagai bagian yang bersinggungan dan sebagian termasuk dalam perekonomian berbasis pengetahuan adalah perekonomian/perindustrian berbasis kreativitas (creative economy industry), dimana kreativitas, inovasi, dan kekayaan intelektual dianggap sebagai salah satu motor penggerak perekonomian yang paling kuat. (Supangkat, dkk : 99)

Kemampuan untuk mewujudkan kreativitas yang diramu dengan sense atau nilai seni, teknologi, pengetahuan dan budaya menjadi modal dasar untuk menghadapi persaingan ekonomi, sehingga muncullah ekonomi kreatif sebagai alternatif pembangunan ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


(27)

Ekonomi kreatif termasuk ke dalam ekonomi kerakyatan. Pada perkembangan zaman ekonomi yang kita alami sekarang ini dikenal dengan istilah sistem ekonomi kerakyatan. Sistem ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang mengikutertakan seluruh lapisan masyarakat ke dalam proses pembangunan. Dalam sistem ekonomi kerakyatan ada istilah yang disebut dengan ekonomi rakyat. Ekonomi rakyat adalah ekonomi pribumi (people’s economy is indigenous economy), bukan aktivitas perekonomian yang berasal dari luar

aktivitas masyarakat (external economy). Jadi yang dimaksud dengan ekonomi rakyat adalah perekonomian atau perkembangan ekonomi kelompok masyarakat yang berkembang relatif lambat, sesuai dengan kondisi yang melekat pada kelompok masyarakat tertentu. Pelaku dari ekonomi rakyat tersebut adalah diwakili oleh koperasi dan UKM. (Zulkarnain, 2003: 10)

Industri kreatif merupakan sub-sektor dari ekonomi kreatif. Industri kreatif adalah “those industries which have their origin in individual creativity, skill

and talent in which have a potential in wealth and job creation through the

generation and exploitation of intellectual property”. Dimana industri kreatif

adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreatifitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. (Studi Kreatif Indonesia 2007 : 33)

Dampak positif dari adanya industri kreatif, industri batik khususnya terhadap kebudayaan adalah memunculkan identitas sebagai warisan budaya, serta menjaga nilai dan kebermaknaan. Produk budaya menjadi kontributor


(28)

pengembangan ekonomi, karena apresiasi industri kreatif biasanya berakar pada menjadi salah satu ciri khas tersendiri, dan biasanya masyarakat menyukai produk yang berbaukan seni budaya atau berbahan etnik. Industri batik masuk ke dalam kerajinan-yang merupakan sub-sektor4

Lebih lanjut dikatakan mengenai cirinya, sistem ekonomi menurut Dalton (Sairin dkk, 2002 : 116) memiliki ciri yang sama, yaitu adanya organisasi yang terstruktur beserta aturan-aturannya yang menjamin tersedianya benda material dan jasa secara terus-menerus. Ciri kedua adalah, setiap sistem ekonomi selalu ditandai oleh adanya mekanisme ekonomi, seperti uang, dan ciri ketiga oleh adanya kerjasama antara individu dan penggunaan teknologi. Ketiga ciri tersebut

dari industri kreatif yang sedang populer saat ini. Penelitian yang akan diteliti ini berhubungan dengan kajian antropologi ekonomi.

Antropologi ekonomi adalah salah sebuah bidang kajian dalam antropologi sosial-budaya yang memusatkan studi pada gejala ekonomi dalam kehidupan masyarakat manusia. Menurut Dalton, antropologi ekonomi dengan ilmu ekonomi memiliki perbedaan yang besar, yaitu pada ilmu ekonomi yang lebih membahas tentang ekonomi pasar dan masalah pertukaran yang menggunakan mekanisme uang, sebaliknya antropologi ekonomi lebih ke pembahasan mengenai variabel-variabel sosial budaya dalam menganalisis permasalahan ekonomi. (Sairin, dkk 2002 : 40)

4

periklanan, barang seni (lukisan, patung), kerajinan, desain, mode/fesyen, musik, permainan interaktif, seni pertunjukan, penerbitan-percetakan, layanan komputer dan piranti lunak (software), radio dan televisi, riset dan pengembangan, serta film, video dan fotografi.


(29)

dijumpai baik itu dalam sistem ekonomi modern dan dalam sistem ekonomi masyarakat peasant atau primitif.

Membangun suatu usaha dalam perekonomian tidak lepas dari jiwa enterpreneur5

Dalam sistem Weber dan Parsons, unsur utamanya adalah nilai-nilai budaya, harapan-harapan akan peranan, dan sanksi-sanksi sosial. Para enterpreneur tidak dilihat sebagai individu-individu yang menyimpang atau yang supernormal, tetapi lebih merupakan modal personality-yang dibentuk dengan praktek-praktek pengasuhan anak-anak yang berlaku dan sistem sekolah yang umum bagi kebudayaan tersebut.

atau wirausaha. Termasuk juga dalam hal industri kreatif rumah Batik Motif Medan ini. Ada banyak teori-teori ilmu non-ekonomi yang mengkaji tentang enterpreneurship, yang membahas faktor-faktor non-ekonomi apa yang melatarbelakangi keinginan dan kesuksesan dalam berwirausaha. Baik itu dari segi sosial-budaya, struktur masyarakat, masalah status, dan nilai-nilai kehidupan dari berbagai suku bangsa dan golongan.

6

Sedangkan dalam sistem Durkheim dan Levi Strauss, yang dikemukakan oleh Frank Young. Teori Young adalah teori tentang perubahan tentang berdasarkan pada penyatuan dari sub kelompok reaktif dari masyarakat, yaitu suatu kelompok yang mengalami pengakuan status yang rendah serta tidak mendapat kesempatan untuk masuk ke dalam jaringan sosial yang penting, dan kelompok itu mempunyai suatu lapangan sumber-sumber institusional yang lebih besar

5

Jean Baptiste Say menggambarkan fungsi enterpreneur dalam arti yang lebih luas, menekankan pada fungsi penggabungan daripada faktor-faktor produksi dan

perlengkapan manajemen yang kontinu, dan selain itu, juga sebagai penanggung resiko.

Enterpreneur menurut ahli Antropologi, Frederick Barth adalah sebagai seorang yang berkonsentrasi terhadap peningkatan suatu nilai, yaitu keuntungan, lebih berpengalaman dan berspekulatif, serta berkeinginan untuk menanggung resiko.

6

Meutia F. Swasono, “ Berburu Binatang Heffalump”, dalam Berita Antropologi,


(30)

daripada kelompok-kelompok yang lainnya dalam masyarakat yang mempunyai tingkatan sistem yang sama.7

Teori Frank Young yang dikemukakan di atas sesuai dengan gambaran-gambaran enterpreneur-enterpreneur non-pribumi Indonesia dari golongan

Cina. Sedangkan untuk menggambarkan enterpreneur-enterpreneur pribumi Indonesia, seperti suku Batak dan Minangkabau, lebih cenderung kepada konsepsi dalam teori F. Barth, yang menyebutkan bahwa seseorang itu berwirausaha untuk berkonsentrasi terhadap peningkatan suatu nilai, yaitu keuntungan, lebih berpengalaman dan berspekulatif, serta berkeinginan untuk menanggung risiko.8

1.6. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode etnografi. Menurut Spradley (1997) metode etnografi memiliki ciri khas yaitu bersifat holistik-integratif, yaitu saling berkaitan dan menyatu, thick description

yaitu pendiskripsian yang mendalam, serta analisis kualitatif untuk mendapatkan native’s point of view atau sudut pandang dari masyarakat yang diteliti. Peneliti

turun ke lapangan guna melihat langsung serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh informan, yaitu dalam kegiatan memproduksi dan mendistribusikan produk Batik Motif Medan.

Seluruh dari jumlah metode, mulai dari metode pengumpulan bahan konkret tentang suatu masyarakat yang hidup, sampai kepada metode untuk mengolah bahan tadi menjadi karangan yang dapat dibaca orang lain, merupakan

7

Ibid.

8


(31)

bidang deskriptif dari ilmu antropologi yang disebut etnografi. (Koentjaraningrat, 2002: 44)

Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan teknik-tenik pengumpulan data yang termasuk ke dalam metode etnografi. Melakukan observasi atau pengamatan adalah teknik yang pertama sekali dilakukan peneliti guna mencari tahu terlebih dahulu lokasi penelitian, keadaan fisik tempat dilakukannya penelitian serta untuk mengetahui secara sepintas bagaimana kegiatan masyarakat yang diteliti. Dalam observasi awal ini, penulis mencatat apa yang diperoleh secara visual.

Adapun lokasi yang diobservasi terlebih dahulu adalah Rumah Batik Motif Sumatera Utara, yang berada di Jl. Letda Sujono, Gang. Al Halim Kiri No. 2 Tembung, Medan. Sebelumnya penulis tidak tahu bahwa rumah batik tersebut adalah Rumah Batik Motif Sumatera Utara, dalam anggapan saya bahwa di alamat itu adalah tempat produksi Batik Motif Medan, karena mengingat bahwa pendiri Batik Motif Medan adalah Ibu Hj. Nurcahaya Nasution yang tinggal di alamat tersebut. Sebelum datang ke alamat tersebut, penulis terlebih dahulu menghubungi Ibu Nurcahaya untuk permisi dan menanyakan kesediaan waktunya, dan dengan senang hati beliau memperbolehkan penulis datang ke tempatnya.

Begitu penulis tiba di depan rumah, penulis melihat sebuah pamflet di depan rumah yang bertuliskan “LKP Saudur Sadalanan-Batik Motif Sumatera Utara”. Melihat pamflet tersebut, dalam benak penulis timbul suatu pertanyaan, “bukannya rumah Batik Motif Medan?” Ketika penulis masuk ke teras rumah-yang dijadikan sebagai tempat membuat batik, penulis hanya menjumpai ada tiga orang karyawan yang sedang melakukan aktivitasnya masing-masing.


(32)

Sembari mengucapkan salam, penulis bertanya apakah boleh bertemu dengan pemilik usaha. Seorang wanita setengah baya yang sedang membuat motif pada sehelai kain putih memanggil seseorang, “ Pung...oppung ada tamu ini!” Kemudian beberapa saat kemudian muncul dari dalam rumah seorang wanita berperawakan gemuk-yang dipanggil dengan sebutan Oppung dan beliau sudah berusia tua.

Pada saat observasi pertama tersebut, penulis memperkenalkan diri serta mengutarakan maksud kedatangan sekaligus minta izin kepada beliau supaya turut membantu saya dalam melakukan penelitian-penelitian berikutnya. Pada tahap selanjutnya penulis kembali datang guna memperdalam informasi-informasi yang dibutuhkan, dan mulai memahami bagaimana cara menghadapi informan. Karena kadang informan yang dijumpai di lapangan tidak mau sepenuhnya memberitahukan info serta data yang peneliti butuhkan. Dalam menghadapi informan yang pertama tersebut, penulis tidak mengalami kendala karena pada dasarnya beliau menerima dengan tangan terbuka, dan mau mengutarakan jawaban-jawaban yang penulis ajukan.

Adapun informan pokok yang dijumpai pada tahap penelitian selanjutnya adalah pengusaha Batik Motif Medan yang tidak lain adalah menantu dari Ibu Hj. Nurcahaya Nasution, yaitu Bapak Edi Gunawan (42 tahun). Jarak dari lokasi penelitian pertama ke lokasi penelitian berikut tidaklah terlalu jauh. Informan yang dijumpai juga seorang yang hangat dan dengan sangat bersedia menerima penulis melakukan penelitian di rumah batik miliknya. Penulis mengetahui Rumah Batik Motif Medan tersebut adalah dari informan yang penulis jumpai pertama sekali.


(33)

Observasi yang paling penting dilakukan adalah observasi partisipatif, di mana peneliti ikut melakukan kegiatan (membatik dan berinteraksi dalam kegiatan ekonomi), tetapi kegiatan yang diikuti juga tergantung kondisi di lapangan. Seperti dalam hal pendistribusian misalnya, peneliti tidak ikut di dalamnya karena sistem pemasaran dalam industri batik ini masih dengan sistem pemesanan oleh konsumen.

Berdasarkan pengalaman penulis dalam melakukan observasi, wawancara tehadap para informan, penulis memperoleh satu pelajaran bahwa ketika di lapangan dan bertemu dengan pribadi yang sama sekali tidak kita kenal sebelumnya merupakan suatu tantangan menarik. Karena menurut penulis secara pribadi menjalin kedekatan dengan orang baru adalah suatu hal yang menyenangkan, apalagi setelah kita mampu menjalin kedekatan dengan mereka akan timbul perasaan puas. Dalam menjalin hubungan dengan personal baru seperti itu, kita dengan sendirinya akan belajar dengan lingkungan serta keadaan baik itu internal dan eksternal masyarakat tineliti.

Untuk melengkapi data-data yang kurang, makan peneliti mencari dan mengumpulkan data-data dari sumber-sumber lain, misalnya literatur. Data yang telah diperoleh dari lapangan akan dilengkapi dengan teori-teori yang bisa sebagai pendukung tulisan dari data yang didapat, teori-teori ataupun data-data yang diperoleh dari literatur-literatur berupa buku, artikel, laporan penelitian (skripsi), media cetak, serta media online meliputi situs-situs yang berhubungan dengan pokok penelitian, artikel-artikel, dan jurnal-jurnal. Di samping itu juga digunakan bahan visual. Data-data yang berupa bahan-bahan visual adalah foto-foto yang didokumentasikan selama melakukan penelitian di lapangan. Data


(34)

visual ini berguna sebagai data pendukung untuk data-data yang berupa teks dalam tulisan ini.

1.7. Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penganalisisan secara kualitatif. Data-data yang telah diperoleh dari lapangan diperiksa dan diklasifikasikan kembali ke dalam bagian-bagian yang diinginkan si peneliti, yang memudahkan peneliti dalam penuangan ke dalam tulisan, baik itu data dari hasil observasi (yang dilihat) dan hasil wawancara (yang diperoleh dari pikiran informan yang diteliti), serta data-data yang diperoleh dalam bentuk gambar.

Data mentah yang berupa gambaran-gambaran umum yang diperoleh selama penelitian, masing-masing dikategorikan sesuai dengan hubungannya dengan rumusan-rumusan masalah, yang kemudian dikembangkan dalam bentuk pembahasan dalam bab-bab selanjutnya.


(35)

BAB II

KONTEKS PENELITIAN

2.1. GAMBARAN LOKASI 2.1.1. Sejarah Kota Medan

Kota Medan adalah inti kota sekaligus ibukota propinsi Sumatera Utara yang beranekaragam etnik dan budaya yang mendiaminya. Kota Medan yang konon disebut dengan tanah Deli lahir pada tanggal 1 Juli 1590. Disebut sebagai tanah Deli karena pada zaman dahulu kota ini memang didominasi oleh Melayu. Lambat laun seiring dengan perkembangan dan peradaban zaman, kota Medan dihuni oleh etnis-etnis lain, seperti Batak, Jawa, Minangkabau, Aceh, Banjar dan sebagainya. Di samping etnis-etnis dari tanah air, Medan juga dihuni oleh masyarakat dari luar tanah air, seperti Cina, India, Arab. Hadirnya multietnis di kota Medan menjadikan kota ini sebagai kota majemuk. Kemajemukan itu tampak pada profesi, suku, adat istiadat, agama. Kota Medan saat ini terdiri dari 21 daerah kecamatan, dan 151 kelurahan.

Kota Medan memiliki luas 265,10 km2 dan koordinat geografis 3ᵒ 30’ LU dan 98ᵒ 44’ BT. Batas-batas kota Medan adalah:

Sebelah Utara : berbatasan dengan Selat Malaka Sebelah Barat : berbatasan dengan Deli Serdang Sebelah Timur : berbatasan dengan Deli Serdang Sebelah Selatan : berbatasan dengan Deli Serdang

Daerah penelitian penulis adalah di Kelurahan Tembung, Kecamatan Medan Tembung. Kecamatan Medan Tembung merupakan bagian dari kota


(36)

Medan sejak dahulu, dan penjelasan singkat mengenai kota Medan untuk memperjelas keberadaan lokasi penelitian.

2.1.2. Kelurahan Tembung

Berdasarkan data dari kantor Kelurahan Tembung, Kelurahan Tembung merupakan salah satu Kelurahan di Kecamatan Medan Tembung, Kota Medan dengan luas wilayah ± 64 Ha dengan jumlah penduduk ± 13.250 jiwa. Kelurahan Tembung mempunyai enam lingkungan dengan kepala lingkungan masing-masing. Adapun batas-batas Kelurahan Tembung adalah sebagai berikut:

Sebelah utara berbatas dengan : Desa Medan Estate Sebelah selatan berbatas dengan : Kelurahan Bantan Sebelah timur berbatas dengan : Desa Tembung

Sebelah barat berbatas dengan : Kelurahan Bandar Selamat

2.1.3. Komposisi Penduduk

Kelurahan Tembung termasuk ke dalam kelurahan yang lumayan padat penduduk. Menurut data dari Kelurahan Tembung, jumlah penduduk menurut pendataan terakhir pada tahun 2011 adalah berjumlah 13.715 jiwa. Jumlah tersebut merupakan mengalami peningkatan dari pendataan dari tahun sebelumnya yang hanya berjumlah 13.510 jiwa. Jumlah keluarga di Kelurahan tersebut adalah 1836 kepala keluarga. Dapat kita lihat sepanjang pemukiman yang ada di daerah Kelurahan Tembung, bahwa kelurahan tersebut adalah kelurahan yang sibuk dengan aktivitas. Penulis melihat kendaraan berupa truk-truk besar lalu-lalang di jalan utamanya, yaitu Jl. Letda Sujono. Sepanjang jalan tersebut terdapat gang-gang yang merupakan bagian lingkungan Kelurahan


(37)

Tembung di mana terdapat rumah-rumah penduduk. Secara pribadi ketika datang ke tempat tersebut, penulis melihat sepertinya penduduk yang banyak menghuni Tembung adalah dari etnis Mandailing.

TABEL 1

JUMLAH PENDUDUK

Jumlah Laki-laki Perempuan Jumlah

keseluruhan

Jumlah penduduk tahun 2011 6.820 orang 6.895 orang 13.715 orang Jumlah penduduk tahun 2010 6.720 orang 6.790 orang 13.510 orang Sumber: Kantor Kelurahan Tembung 2012

2.1.4. Ekonomi dan Mata Pencaharian Penduduk

Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor Kelurahan, kemudian dianalisis oleh penulis dapat disimpulkan bahwa mayoritas penduduk di kelurahan ini bermata pencaharian di sektor Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga. Kesimpulan tersebut diperoleh dari sepuluh sektor mata pencaharian yang tertera pada data kantor kelurahan, bahwa sektor Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga adalah sektor yang paling banyak jumlahnya, kemudian disusul oleh sektor Industri Menengah dan Besar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa penduduk di kelurahan tersebut memiliki pekerjaan yang berasal dari kreatifitas. Asumsi-asumsi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini

TABEL 2

STRUKTUR MATA PENCAHARIAN MENURUT SEKTOR

No. Sektor Jumlah

1. Pertanian -

2. Perkebunan -

3. Peternakan -

4. Perikanan -

5. Kehutanan -

6. Pertambangan dan Bahan Galian C -

7. Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga 406 orang 8. Industri Menengah dan Besar 240 orang

9. Perdagangan -

10. Jasa 40 orang

Sumber: Kantor Kelurahan Tembung 2012

2.1.5. Tingkat Pendidikan Penduduk

Struktur sosial yang cukup menonjol di samping mata pencaharian adalah tingkat pendidikan masyarakat. Berdasarkan tabel data dari kelurahan, tingkat pendidikan di kelurahan ini masih tergolong sangat rendah. Tingkat pendidikan


(38)

masih didominasi oleh tamatan SD, kemudian disusul oleh jumlah penduduk yang tidak tamat SD. Suatu fenomena yang sangat disayangkan melihat bahwa di daerah tersebut dekat ke inti kota dan di daerah tersebut masih banyak lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari perguruan tinggi hingga sekolah dasar.

TABEL 3

TINGKAT PENDIDIKAN PENDUDUK

Pendidikan Jumlah

Penduduk buta aksara dan huruf latin -

Penduduk usia 3-6 tahun yang masuk TK dan kelompok bermain 100 orang Anak dan penduduk cacat fisik dan mental -

Penduduk sedang SD/sederajat -

Penduduk tamat SD/sederajat 2.884 orang

Penduduk tidak tamat SD/sederajat 2.100 orang

Penduduk sedang SLTP/sederajat 1.561 orang

Penduduk tamat SLTP/sederajat 1.472 orang

Penduduk sedang SLTA/sederajat 1.326 orang

Penduduk tidak tamat SLTP/sederajat 1.200 orang

Penduduk tamat SLTA/sederajat 1.276 orang

Sumber: Kantor Kelurahan Tembung 2012

2.2. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN BATIK 2.2.1. Sejarah Dan Perkembangan Batik Di Indonesia

Hingga saat ini kepastian tentang asal mula batik masih menimbulkan perdebatan. Ada pihak yang mengatakan bahwa batik memang berasal dari Indonesia, namun ada juga yang mengatakan bahwa batik berasal dari luar Indonesia, dimana seni batik itu dikenalkan kepada nenek moyang bangsa Indonesia oleh para pendatang yang datang berdagang ke Indonesia. Adapun pendapat tersebut didukung dengan adanya pernyataan bahwa batik berasal dari Mesir dan Persia. Menurut Endik, itulah sebabnya cara pembuatan dan penghiasan batik tidak hanya dikenal di Indonesia, tetapi juga ada di Thailand, India, Jepang, Srilanka, dan Malaysia. ( Purba dkk, 2005 : 46)


(39)

Sementara itu, pihak yang mengatakan bahwa batik adalah murni seni milik suku bangsa Indonesia, mengatakan bahwa bentuk kesenian tersebut tidak ada hubungannya dengan batik yang ada di negara-negara lain. Pernyataan itu didukung dengan pendapat dari Wilastronegoro yang mengatakan bahwa :

“...melihat dari cara pembuatan, corak-corak, serta

hiasan-hiasan yang tertuang pada batik Indonesia tidak mempunyai

kesamaan dengan cara pembuatan, corak-corak, serta

hiasan-hiasan yang ada pada batik asing. Alat dan pola hiasan-hiasan batik

Indonesia benar-benar mencerminkan cipta, rasa, dan karsa

bangsa Indonesia. Kalau pola itu berbentuk hiasan, maka

hiasan itu juga yang terdapat di Indonesia.” ( Purba dkk, 2005 :

46 )

Dari sumber-sumber tentang batik, diperoleh bahwa batik telah ada semenjak zaman kerajaan Majapahit sekitar tahun 400 M. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah perang dunia kesatu berakhir atau sekitar tahun 1920. (Widyosiswoyo, 2008 : 90)

Batik kemudian berkembang pada zaman Belanda antara tahun 1840 hingga 1940. Batik yang dihasilkan disebut dengan “ Batik Belanda”. Ketika itu batik ini hanya dibuat oleh masyarakat Belanda dan Indo-Belanda di daerah pesisiran di Pekalongan. Ciri khas dari Batik Belanda tersebut adalah kehalusan, ketelitian, dan keserasian pembatikannya. Di samping itu yang membuatnya semakin indah adalah ragam hiasnya yang sebagian besar menggambarkan


(40)

aneka bunga yang dirangkai menjadi buket atau pohon bunga dengan ragam hias burung.

Berdasarkan tulisan Doellah9

Pada zaman Jepang ada dikenal batik Jawa Baru atau batik Jawa Hokokai

selain pengaruh budaya Belanda, budaya Cina juga terdapat pada batik pesisir utara Jawa Tengah yang dikenal dengan batik yang disebut dengan nama Lok Can. Suku bangsa Cina mulai membuat batik pada awal abad ke-9. Adapun ragam hias yang terdapat batik Cina adalah satwa mitos Cina, seperti naga, ragam hias yang berasal dari keramik Cina kuno, serta ragam hias berbentuk mega dengan warna merah atau, merah dan biru. Batik Cina juga mengandung ragam hias buketan, terutama batik Cina yang dipengaruhi Batik Belanda. Pola-pola batik Cina dimensional, suatu efek yang diperoleh karena penggunaan perbedaan ketebalan dari satu warna dengan warna lain dan isian pola yang sangat rumit.

10

9

Affriliyani Purba, Gazalba Saleh, Andriana Krisnawati, TRIPs – WTO dan Hukum HKI

Indonesia ( Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hal. 46

10Ibid.

, hal. 48

. Batik-batik tersebut diproduksi oleh perusahaan batik di Pekalongan

antara tahun 1942-1945 dengan pola dan warna yang sangat dipengaruhi oleh budaya Jepang, meskipun latar masih menggambarkan pola keraton. Batik Hokokai hadir dengan penataan dua pola yang berlainan pada sehelai kain batik.

Batik ini terkenal rumit karena selalu menampilkan isen pola dan isen latar mungil dalam tata warna yang banyak. Ragam rona dan warnanya kuat, yakni warna-warna kuning, lembayung, merah muda, dan merah yang merupakan warna-warna yang secara jelas menggambarkan nuansa dan citra rasa Jepang.


(41)

Perkembangan selanjutnya, Batik Indonesia lahir sekitar tahun 1950. Secara teknis batik ini berupa paduan antara pola batik keraton dan batik pesisiran. Batik tradisional bisa dibagi dua yaitu, batik keraton dan batik pesisiran. Batik keraton adalah batik yang tumbuh dan berkembang di lingkungan keraton dengan dasar-dasar filsafat kebudayaan Jawa yang mengacu pada nilai-nilai spiritual dan pemurnian diri, serta memandang manusia dalam konteks harmoni dengan semesta alam yang tertib. Sedangkan batik pesisiran adalah batik yang tumbuh dan berkembang di luar dinding keraton. Keberadaannya batik ini tidak dibawah kendali dan dominasi keraton.11

a. Batik Tradisional

Ragam hias dari Batik Indonesia adalah masukan dari berbagai suku bangsa di Indonesia. Didukung kemampuan untuk berkreasi oleh masyarakat Indonesia yang menggeluti kerajinan batik, hingga sekarang telah banyak menghasilka batik yang ragam hias serta motifnya yang indah dan tak terbatas. Beranjak dari kreativitas tersebut, hampir tiap-tiap daerah di Indonesia telah memiliki batik sendiri, yang kebanyakan dipengaruhi oleh kondisi sosial-budaya dan geografis daerah pembatikan itu berada.

2.2.2. Jenis-jenis Batik

Batik terdiri dari berbagai macam jenis, baik itu berdasarkan cara pembuatannya, berdasarkan corak atau motifnya.

2.2.2.1. Jenis Batik Menurut Cara Pembuatannya

Menurut cara pembuatannya, batim dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu :

11Ibid


(42)

Batik tradisional lebih dikenal dengan batik tulis, karena memang pada awal munculnya batik dibuat dengan cara dilukis atau ditulis pada sehelai kain. Waktu yang dibutuhkan membuat batik tulis jauh lebih lama dibandingkan dengan pembuatan batik modern, karena pada saat pelukisan pola dibutuhka ketelitian, kejelian, serta kehati-hatian. Di samping itu, pada batik tulis biasanya motif dan ragam hias yang tertuang adalah buah pikiran langsung si pelukis batik tersebut, makanya nilai seni batik tulis lebih tinggi dibandingkan dengan batik modern

b. Batik Modern

Batik modern dapat dibedakan lagi menjadi: • Batik Cap

Pada batik cap tidak diperlukan pelukisan di atas kain, melainkan tinggal mengecapkan alat yang terbuat dari tembaga yang dasarnya telah diberi berbagai bentuk pola yang kemudian ditempelkan pada kain dengan menggunakan malam, dan terlihatlah pola pada batik tersebut. Pembuatan batik dengan menggunakan cap lebih cepat dan tidak membutuhkan waktu lama untuk penyelesaiannya, namun kelemahannya nilaipada batik cap tidak terlihat seperti pada batik tulis.

• Batik Kombinasi

Batik kombinasi adalah batik yang cara pembuatannya gabungan dari batik tulis dan batik cap. Untuk membantu menyempurnakan kelemahan-kelemahan yang tidak bisa dibuat hanya dengan menggunakan cap ataupu ditulis.


(43)

• Tekstil Motif Batik

Batik ini lebih dikenal dengan batik print, karena pembuatan batik ini dilakukan di pabrik tekstil. Motif yang sudah didesain kemudian dicetak pada sehelai kain yang nantinya menjadi batik print. Harga batik ini cenderung lebih murah dibandingkan dengan batik tulis atu batik cap. Biasanya batik ini diproduksi untuk produksi skala besar.

2.2.2.2. Jenis Batik Menurut Pola Dan Bentuknya12

a. Pola Batik Berulang atau Pola Geometri

Berdasarkan bentuknya, pola batik terbagi atas dua kelompok besar, yakni:

Pola geometri terbagi lagi ke dalam: • Pola ceplok atau garis silang

Pola ceplok atau garis silang banyak kita lihat pada kain batik yang berbentuk kain panjang atau sarung dengan warna kecokelatan dengan motif ulangan 2 helai kelopak bunga yang dipola dengan bentuk geometri.

• Pola Parang

Pola parang adalah salah satu pola yang paling terkenal pada batik tradisional. Pola parang terdiri dari satu atau lebih motif yang tersusun membentuk “ garis-garis “ sejajar dengan sudut 45ᵒ. Terdapat ragam hias berbentuk belah ketupat sejajar dengan deretan ragam hias utama pola parang. Ragam hias ini disebut mlinjon.

12

Menurut Asti Suryo Astuti, Asisten manager PT Batik Danar Hadi, Solo Ibid., hal. 54


(44)

• Pola Lereng

Pola lereng pada dasarnya hampir sama dengan dengan pola

parang. Perbedaannya terletak pada tidak adanya motif mlinjo pada pola lereng.

b. Pola Non Geometri

Pola non geometri terbagi lagi menjadi tiga, yaitu: • Pola Semen

Motif dan ragam hias utama yang ada pada pola semen adalah meru, suatu gubahan menyerupai gunung.

• Pola Lung-lungan

Beda pola ini dengan pola semen adalah pola utamanya tidak selalu lengkap dan tidak mengandung ragam hias meru.

• Pola Buketan

Pola buketan dikenali dengan motifnya yang berbentuk rangkaian

bunga atau kelopak bunga dengan kupu-kupu, burung, atau berbagai satwa kecil.

2.2.2.3. Jenis Batik Menurut Gaya Polanya

Menurut gaya pola atau gaya motifnya, batik terbagi menjadi dua yaitu: a. Batik Pedalaman

Batik pedalaman dikenal dengan batik keraton, karena batik ini berasal dari lingkungan keraton, di mana motif dan ragam hiasnya juga dipengaruhi lingkungan keraton. Ragam hias batik pedalaman


(45)

bersifat simbolis berlatarkan kebudayaan Hindu – Jawa, dengan warna: sogan, indigo (biru), hitam, dan putih. ( Purba dkk, 2005 :

61)

b. Batik Pesisiran

Batik pesisiran mengandung motif dan ragam hias dari budaya-budaya luar keraton. Menurut berbagai sumber, batik pesisiran awalnya dikerjakan oleh masyarakat non-ningrat, yaitu masyarakat yang bukan anggota lingkungan keraton. Mereka membuat batik dengan motif-motif tempat mereka berada, misalnya batik Pekalongan.

2.3. ASAL-USUL DAN PERKEMBANGAN BATIK MOTIF MEDAN 2.3.1. Batik Motif Sumatera Utara

Sambutan hangat penulis dapatkan dari seorang wanita setengah baya ketika pertama sekali mendatangi tempat penelitian, yang menjadi salah satu informan pokok penulis, dan beliaulah yang menjadi salah satu informan pokok penulis. Diluar dugaan bahwa pemilik industri batik ini adalah wanita yang telah mempunyai cucu. Sebuah semangat yang luar biasa ketika seorang yang seharusnya di usia yang tinggal “menikmati hasil keringat masa muda”, justru masih memiliki jiwa wirausaha, jiwa yang berani mengambil resiko sebagai seorang wirausahawan.

Batik Motif Medan awalnya diprakarsai oleh seorang wanita pensiunan Pegawai Negeri Sipil pada awal tahun 2008 tepatnya yaitu Hj. Nurcahaya Nasution (66 tahun). Awalnya sebelum disahkan oleh Dinas Koperasi, batik tersebut bernama Batik Medan. Bekal awal dengan pengetahuan yang diperoleh


(46)

setelah mengikuti pelatihan membatik yang diselenggarakan oleh Dewan Kerajinan Nasional ( DEKRANAS) di Jawa selama dua minggu, serta modal dari hasil tabungan dan uang pensiunan, maka Ibu ini berani membuka sebuah unit industri rumah yang bergerak di bidang kerajinan produksi batik.

Dalam menjalankan usahanya, Ibu Nurcahaya bekerja sama dengan putrinya dan menantu laki-lakinya. Kerja sama tersebut mencakup semua kegiatan yang dilakukan dalam membuat batik tersebut. Baik itu dalam hal produksi serta faktor-faktornya, dalam hal distribusi (pemasaran). Kemudian rumah produksi batik milik Ibu tersebut mengalami perkembangan, dengan membuka satu lagi cabang rumah produksi, itulah yang saat ini dikenal sebagai Rumah Batik Motif Sumatera Utara. Kemudia rumah batik yang pertama didirikan, yaitu Batik Medan kini berubah menjadi rumah Batik Motif Medan yang kemudian hingga sekarang dipegang oleh menantunya serta menjadi miliknya. Sedangkan Ibu tersebut membuka rumah industri batik baru yang tidak jauh dari rumah industri batik yang pertama, yaitu masih di kelurahan Medan Tembung. Namun namanya telah berubah menjadi Batik Motif Sumatera Utara. Jadi Batik Motif Sumatera Utara merupakan bagian perkembangan dari Batik Motif Medan. Adapun perbedaan antara rumah Batik Motif Medan dengan Batik Motif Sumatera Utara adalah terletak pada motif batik yang diproduksi. Di mana, motif pada Batik Sumatera Utara lebih luas daripada pada Batik Motif Medan. Seperti yang beliau katakan, “motif yang tidak ada disana ( Batik Motif Medan ), ada di sini Nak, itulah bedanya”.

Rumah Batik Motif Sumatera Utara ini tidak hanya memproduksi batik, akan tetapi rumah industri tersebut dibuat menjadi Lembaga Pelatihan Keterampilan (LKP) yaitu sebuah lembaga pelatihan membuat batik bagi siapa


(47)

saja yang ingin mempelajari cara membuat batik, yang diberi nama LKP “ Saudur Sadalanan “. Rumah batik yang sekaligus lembaga pelatihan

keterampilan tersebut berada di Jl. Letda Sujono, Gang Al Halim Kiri, Kelurahan Tembung, Kecamatan Medan Tembung. LKP “ Saudur Sadalanan “ mulai aktif beraktivitas pada bulan Oktober 2011, yang sebelumnya sudah terdaftar di Diknas pada Mei 2011. Mengenai orang-orang yang bisa melatih di LKP ini, Ibu Nurcahaya mengatakan bahwa semua kalangan boleh belajar membuat batik di LKP tersebut. Baik itu siswa sekolah, mahasiswa, ibu-ibu rumahtangga, dan siapa saja yang ingin belajar membatik.

Pada LKP ini, para peserta yang ikut pelatihan lebih cenderung diajarkan membuat batik tulis, walaupun di samping itu peserta juga diajari membuat batik cap. Mengapa cenderung diajarkan membuat batik tulis? Karena apabila nantinya ada peserta yang ingin membuka usaha batik, yang masih memiliki modal kecil, sudah lebih mudah dalam memproduksi batiknya, sebab membuat batik cap dibutuhkan modal lebih besar dibandingkan dengan batik tulis, karena harga alat cap batik tersebut mahal. Jadi, kalau sudah mahir dalam membuat batik tulis, akan memudahkan dalam memproduksi batik tanpa cap.

Para pemilik industri kecil boleh dikatakan merupakan wirausahawan-wirausahawan yang berhasil, karena mereka telah berani melakukan terobosan di bidang ekonomi, yang kemudian memberikan sumbangan positif kepada masyarakat mereka. (Ahimsa - Putra, 2003 : 392)

Dapat dilihat pada industri batik ini, beliau telah mempekerjakan sekitar 24 orang karyawan, di mana empat orang merupakan karyawan tetap, dan 20 orang merupakan karyawan yang membatik di rumah masing-masing. Karyawan


(48)

yang membatik di rumah masing-masing diberi target pengerjaan batik, seperti sistem borongan.

2.3.2. Batik Motif Medan

Seperti yang telah dipaparkan di atas, bahwa Batik Motif Medan adalah bagian dari Motif Sumatera Utara. Di mana Batik Motif Medan yang berkembang dengan satu usaha di bidang yang sama tetapi memiliki nama yang berbeda, yaitu Batik Motif Sumatera Utara yang kemudian berkembang lagi menjadi lembaga pelatihan membatik pertama yang disahkan oleh Diknas. Di tempat inilah rumah batik yang pertama di kota Medan atau bahkan di Sumatera Utara, yang pengerjaannya langsung dilakukan di tempat. Karena ada beberapa rumah batik yang disebut-sebut sebagai tempat produksi batik akan tetapi pengerjaannya tidak dilakukan di sana, melainkan di Pulau Jawa, yang kemudian hasilnya dikirim ke Medan.

Industri rumah Batik Motif Medan dipegang oleh menantu Ibu Nurcahaya Nasution, yaitu Bapak Edi Gunawan (42 tahun) beserta istrinya yang merupakan PNS di RS Haji Adam Malik Medan. Jadi industri batik ini sepenuhnya dikontrol dan ditanggungjawabi oleh Pak Edi. Sebelumnya Pak Edi berprofesi sebagai seorang kontraktor, yang kemudian berhenti setelah menjalankan industri rumah batik ini.

Rumah bercat warna putih dan berpagar hitam yang beralamat di Jl. Bersama, Gang. Musyawarah No. 2, Tembung adalah rumah industri Batik Motif Medan. Begitu kita memasuki gerbang rumah, akan kita dapati sebuah ruangan kecil yang dihubungkan dengan ruang tengah rumah dengan pintu dorong, di dalamnya ada sebuah meja, beberapa kursi, dispenser air mineral,


(49)

serta beberapa kain batik yang tergantung pada sebuah gantungan kain dari rotan. Begitu melihat, bisa ditebak bahwa ruangan ini adalah sebuah ruangan kerja. Pada dinding ruangan itu ada sebuah logo, yang ternyata logo Batik Motif Medan yang dilukis.

Di ruangan tersebut terdapat kain batik yang masih merupakan bakal baju tergantung dengan berbagai macam motif dan warna. Motif-motif yang bagus dan menarik, dengan pemilihan warna yang kreatif. Ada yang berwarna ungu muda, kuning, merah, orange, biru, biru dongker yang tentunya masing-masing dengan motif-motif yang berbeda juga. Kebetulan kain batik yang tergantung di sana merupakan motif-motif Batik Medan yang populer dan yang paling banyak diminati, seperti motif simeol-meol, motif rumbak-rumbak, motif kencana

pelana kuda, dan motif gimbang.

Di rumah inilah tempat produksi Batik Motif Medan, di mana rumah tersebut juga merupakan rumah kediaman milik pengusaha Batik Motif Medan, yaitu Pak Edi Gunawan beserta istri dan tiga orang anak-anaknya. Di rumah tersebut, masing-masing tempat membuat batik dibedakan menurut tahapan-tahapannya. Kegiatan yang meliputi memotif, mencanting, dan menembok dilakukan pada sebuah ruangan kecil terpisah dari rumah yang terletak di sebelah kiri rumah tersebut. Di tempat inilah penulis menemui tiga orang wanita muda sedang melakukan pekerjaan masing-masing sambil mengobrol ketika datang pertama sekali. Seorang wanita sedang memotif, dan dua orang lainnya sedang menembok batik.

Sedangkan tempat untuk pencucian, perebusan, pelorodan, serta penjemuran kain terletak di belakang rumah. Di tempat ini ada sebuah bak panjang yang berisi air serta tiga buah ember besar, beberapa buah jemuran kain


(50)

yang terbuat dari besi seperti pipa. Dalam bak itu, dua orang wanita sedang mencuci kain batik sambil asyik bercerita. Kedua wanita itu adalah ibu rumah tangga yang tempat tinggalnya tidak jauh dari rumah batik tersebut. Tampak di sana, dalam ember besar itu berisi kain yang direndam, yang merupakan proses pewarnaan yang pertama. Dan pada pipa penjemuran, tampak beberapa helai kain batik dijemur.

Tidak lama kemudian datang lima orang siswi yang ternyata sedang praktek kerja lapangan di rumah batik tersebut. Para siswi tersebut berasal dari SMK Negeri I Berastagi, Tanah Karo. Di Medan, mereka tinggal di rumah kost masih di lingkungan rumah batik tersebut. Mereka akan melakukan praktek membatik di sana hingga awal bulan Juni. Beberapa saat mengobrol dengan para karyawan, kemudian selang beberapa menit penulis bertemu dengan pemilik rumah industri batik tersebut, yaitu seorang pria yang boleh dikatakan masih muda, seorang pria yang berusia 42 tahun yaitu Bapak Edi Gunawan.


(51)

Gambar 2. Logo Batik Motif Medan

Jiwa ramah dan terbuka sebagai seorang wirausahawan muda tampak pada Bapak ini. Beliau menerima kedatangan penulis dengan hangat, dan siap melayani atas apa yang penulis butuhkan. Gaya berbicara Pak Edi juga tampak sebagai seorang yang telah memiliki relasi dan pengalaman positif. Malah selama penelitian, tak jarang Bapak ini membuat lelucon seolah-olah penulis dengan beliau telah lama kenal dan telah menjadi teman dekat. Intinya pada tahap pertama dengan Bapak ini, keakraban langsung terasa, dan rapport yang baik tersebut mempermudah penulis untuk melakukan penelitian dan memperoleh data yang dibutuhkan.

Penasaran akan kegiatan membatik yang dipaparkan pemilik, penulis melihat dan mendokumentasikan masing-masing kegiatan membatik yang dilakukan. Di belakang rumah, penulis menemui dua orang karyawan yang sedang mencuci dan menjemur kain batik sambil bercerita, dan keduanya merupakan wanita yang sudah berumahtangga. Kemudian kegiatan mencanting, menembok penulis lihat di sebelah kiri rumah, dan karyawannya keseluruhan


(52)

tersebut. Usaha yang beliau jalankan ini ternyata memberikan efek positif bagi ibu-ibu rumahtangga di sekitarnya, yaitu memberikan lapangan pekerjaan bagi mereka.

Kegiatan di industri Batik Motif Medan ini lebih fokusnya kepada produksi batik, karena berbeda dengan industri rumah Batik Motif Sumatera Utara yang membuka Lembaga Keterampilan Pelatihan. Akan tetapi disebutkan Pak Edi, jika ada pun orang lain yang ingin belajar batik di tempat usaha miliknya, tetap akan dilayani.

2.3.3. Lokasi-lokasi Tempat Pembuatan Batik Motif Medan

Batik Motif Medan saat ini telah mengalami perkembangan yang dapat dikatakan ke arah perkembangan yang baik. Batik motif Medan sepertinya memperoleh apresiasi positif dari masyarakat, khususnya mereka yang ingin mengidentikkan dirinya sebagai orang Medan. Perkembangan itu juga dapat dilihat dengan mulai bertambahnya lokasi-lokasi yang menjadi tempat pembuatan Batik motif Medan. namun masing-masing tempat tersebut tentu memiliki perbedaan serta karakteristik masing-masing, misalnya pada corak yang dihasilkan, atau pada cara mereka memproduksi.

Tempat-tempat pembuatan Batik Motif Medan saat ini ada di beberapa titik, dan masing-masing masih berada di wilayah Kota Medan. Dua tempat pembuatan Batik Motif Medan berada di daerah Tembung. Masing-masing beralamat di Jl. Letda Sujono, Gang. Al Halim Kiri No. 2, dan yang kedua beralamat di Jl. Bersama, Gang. Musyawarah No. 2 Tembung. Akan tetapi di antara dua tempat pembuatan Batik Motif Medan ini, ada perbedaan dalam hasil batik yang diproduksi. Salah satu tempat pembuatan batik tersebut tidak hanya


(53)

memproduksi Batik Motif Medan, namun juga memproduksi Batik Motif Sumatera Utara.

Adapun bedanya adalah bahwa motif yang tidak diproduksi di Rumah Batik Motif Medan ada dan dapat ditemui di Rumah Batik Sumatera Utara. Daengan kata lain motif batik yang ada di Rumah Batik Sumatera Utara lebih luas dibandingkan di Rumah Batik Motif Medan. Rumah Batik Motif Sumatera juga merupakan Lembaga Keterampilan Pelatihan membatik yang didirikan atas bantuan Dinas Pendidikan, dan bagi yang berminat untuk belajar membatik bisa datang ke alamat tersebut, karena belajar membatik di sana tidak dipungut biaya. Batik yang dihasilkan dari kedua tempat pembuatan batik ini adalah hasil produksi sendiri. Batik yang dihasilkan merupakan hasil kerja dan karya sendiri, baik itu dari pemilihan motif, proses pembuatan, hingga ke pemasarannya.

Tidak hanya di dua tempat yang disebutkan di atas, akan tetapi masih ada tempat lain yang juga merupakan rumah Batik Motif Medan. Akan tetapi rumah Batik Motif Medan yang satu ini bukanlah langsung kepada usaha konveksinya, namun merupakan sebuah shop atau toko yang khusus menjual Batik Motif Medan. Toko Rumah Batik Motif Medan ini, dimiliki oleh seorang wanita yang usianya terbilang masih muda, Indah. Namun Batik Motif Medan yang beliau miliki tidaklah hasil produksi sendiri seperti yang dilakukan oleh Ibu Nurcahaya dan Bapak Edi. Ibu Indah melakukan pemesanan kepada usaha konveksinya yang ada di Jawa, kemudian hasil kain cetakan batik yang sudah selesai dikirim kembali kepada Ibu Indah. Menurut penuturan beliau usaha konveksi Batik Motif Medan miliknya berada di Jawa.


(54)

BAB III

BATIK MOTIF MEDAN DAN EKONOMI/INDUSTRI KREATIF 3.1. EKONOMI DAN INDUSTRI KREATIF DI INDONESIA

Memasuki era ekonomi jaman sekarang yaitu era ekonomi kreatif dibutuhkan jiwa-jiwa kreatif sebagai pelengkap dan pendorong dalam kemajuan perekonomian negara. Era ekonomi kreatif yang ditandai dengan tumbuhnya dan berkembangnya usaha-usaha kecil menengah yang tercakup kepada industri kreatif, di mana mayoritas usaha tersebut mampu memberikan kontribusi terhadap krisis yang dialami oleh sebuah negara. Kontribusi tersebut dapat kita lihat misalnya pada sumbangan ekonomi kreatif sekitar 4,75% pada PDB 2006 dan 7% dari total ekspor pada 2006. Di samping itu sektor ekonomi tersebut juga mampu menyerap sekitar 3,7 juta tenaga kerja setara 4,7% total penyerapan tenaga kerja baru. (Supangkat,dkk :16)

Telah banyak isu-isu akan keberadaan industri kreatif di Indonesia, termasuk mengenai rencana pengembangan industri yang berbasis kreatifitas pelaku. Seni dan ide-ide bukan hanya berlaku pada konteks kesenian, keartisan, kerajinan, dan hal-hal yang berbau artistik lainnya, namun ide-ide dan seni juga berlaku pada strategi perekonomian. Industri kreatif di Indonesia memiliki 14 sub sektor yaitu:

a. Periklanan b. Arsitektur c. Kerajinan d. Desain e. Fesyen


(55)

f. Film g. Musik

h. Seni pertunjukan i. Percetakan j. Penerbitan k. Radio, dan l. Televisi

Pada rencana pengembangan ekonomi kreatif Indonesia yang memfokuskan pada 6 sub sektor industri kreatif yaitu :

- Arsitek

- Film, video, dan fotografi - Fesyen

- Musik - Kerajinan - Desain

Disebutkan di atas bahwa sub sektor kerajinan masuk kepada salah satu fokus pengembangan industri kreatif di Indonesia, karna kerajinan merupakan sub sektor yang memiliki nilai kontribusi PDB, penyerapan tenaga kerja, jumlah pelaku dan ekspor terbesar kedua setelah sub sektor fesyen dengan nilai kontribusi di tahun 2006 berturut-turut adalah 25,51%, 31,07%, 33,02%, dan 32,44%.

Usaha produksi di bidang pembuatan Batik Motif Medan digolongkan ke dalam sub sektor kerajinan yang diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap pendapatan daerah dan menunjukkan identitas lokal daerah serta suatu sub sektor masuk kepada pemetaan akan pengembangan sektor industri kreatif


(56)

tersebut oleh pemerintah. Dengan adanya program rencana pengembangan industri kreatif di Indonesia diharapkan para pelaku komunitas industri kreatif semakin terpacu untuk mengembangkan usaha mereka. Selain itu dinyatakan juga bahwa sub sektor kerajinan maerupakan salah satu dari keseluruhan sub sektor industri keratif yang dinilai banyak memberikan kontribusi bagi perekonomian.

Pengadaan pemetaan usaha-usaha kreatif di Indonesia yang awalnya dilakukan oleh Kementerian Perdagangan yang kemudian diteruskan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, tidak lain bertujuan untuk meninjau seberapa banyak dan seberapa jauh perkembangan usaha kreatif, juga melihat bagaimana dampaknya terhadap perekonomian nasional.

Penggalakan ekonomi kreatif oleh pemerintah dapat dilihat pada buku Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen Perdagangan RI secara berturut-turut pada tahun 2007 hingga 2008. Peneliti simpulkan di dalam buku tersebut, disebutkan bahwa sektor-sektor ekonomi/industri kreatif yang ada di Indonesia diberi perhatian dengan diawali melakukan pemetaan, seperti survei industri apa yang ada dan di mana. Kemudian di dalam agenda kerja yang ditulis dalam buku tersebut, masing-masing industri usaha yang dijangkau akan memperoleh perhatian, seperti melakukan penyuluhan tentang industri kreatif, tetang bagaimana pentingnya dalam era ekonomi saat ini. Selain itu, akan diadakan pameran-pameran akan keunggulan produk usaha kreatif tersebut yang kemudian dipromosikan secara nasional bahkan secara internasional.


(1)

usaha juga terletak pada pasar. Sebab produk yang dihasilkan termasuk ke dalam fesyen yang arus pergantian selera masyarakat peminatnya tinggi. Seperti yang kita lihat bagaimana cepatnya tren-tren yang terjadi di masyarakat.

Mengenai sistem ekonomi dalam industri ini, biasanya dalam usaha kecil menengah seperti ini sistem ekonomi yang berlaku di dalamnya berbeda dengan usaha golongan besar. Sistem ekonomi yang berlangsung di rumah industri batik ini merupakan sistem ekonomi yang masih bersifat peasant dan kekeluargaan. Para pelaku usaha mempekerjakan orang-orang dekat, dan dengan sistem yang tidak memberatkan si pekerja. Para pekerja bebas memilih tempat dan pekerjaan yang dia mau. Sistem pengupahan borongan yang diberlakukan juga memberi untung kepada si pekerja maupun pemilik, yang penting adalah borongan pekerjaan yang diberikan harus selesai tanpa harus mengatur waktu pengerjaannya.

Produksi pada industri Batik Motif Medan masih dengan banyaknya jumlah pesanan. Disebutkan bahwa per bulan kain yang dihasilkan haruslah bisa mencapai 300 helai. Pendistribusiannya masih ke sekitaran daerah yang ada di Kota Medan, dan daerah-daerah yang masih termasuk wilayah Sumatera Utara. Misalnya ke kabupaten-kabupaten, seperti Kabupaten Karo, Kabupaten Dairi, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Nias, Kabupaten Tobasa, serta Kabupaten Samosir. Lazimnya kain yang dipesan mayoritas dijadikan sebagai seragam/dinas kantor yang akan digunakan setiap hari Jumat menurut himbauan pemerintah. Selain sebagai seragam/dinas kantor, batik tersebut juga dipesan untuk dijual kembali, dan daerah yang paling banyak pemesanannya adalah dari Kota Berastagi, Kab. Karo. Karena daerah tersebut adalah daerah tujuan wisata, jadi para pedagang souvenir di sana menjualnya kembali kepada pengunjung.


(2)

5.2. SARAN

Menurut penjelasan, pemaparan, serta kesimpulan-kesimpulan di atas adapun saran-saran yang peneliti buat dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang bersangkutan dengan kajian ini. Bagi kalangan mahasiswa antropologi khususnya, dalan melakukan penelitian hal yang sangat diperlukan dalam menjalankan proses penelitian adalah membangun rapport yang baik dengan objek yang diteliti, karena ada kalanya di lapangan tidak seperti yang kita bayangkan, serta karakter orang yang kita jumpai pun berbeda-beda. Jalinan komunikasi yang baik bisa terwujud dengan informan di lapangan merupakan proses yang mau tidak mau harus terbentuk ketika sudah berada di lapangan, karena bagaimanapun juga demi kebutuhan data yang kita perlukan, kita juga memerlukan kiat serta cara dalam mendekati informan

Bagi pemerintah yang terkait dan yang menangani sektor dalam kajian penelitian ini sebaiknya lebih fokus dan konsisten dalam melakukan perhatian demi pengembangan industri-industri kecil seperti ini demi kelangsungan usaha dan juga supaya dapat memberikan sumbangsih terhadap perekonimian negara, khususnya terhadap pendapatan daerah. Di samping itu, dengan melakukan pemetaan pengembangan, hendaknya diperhatikan bagaimana perlindungan akan industri kecil serta usaha dan pelakunya dari pihak-pihak yang tidak menguntungkan.

Kepada pelaku usaha sejenis yaitu yang bergelut di dalam bidang industri golongn kecil menengah supaya lebih giat melakukan pendekatan-pendekatan


(3)

kreatif adalah sektor ekonomi zaman sekarang yang sedang direalisasikan pemerintah keberadaannya. Saran kedua kepada pelaku usaha, mengingat akan sifat fesyen yang mudah mengalami perputaran, dan mudahnya “pengambilan” ide oleh orang lain para pelaku usaha tentunya giat mencari dan mengembangkan sumber-sumber ide kreatif lain yang masih bisa dituangkan supaya usaha bisa lebih berkembang. Sehingga produk lokal menjadi lebih dikenal di luar daerah secara nasional, maupun internasional.

Kepada pihak yang berwenang akan adanya ketidakberesan oknum-oknum yang mengatasnamakan perlindungan pelaku usaha kecil seperti ini, supaya lebih menindak dan memberikan perlindungan yang tidak setengah-setengah.

Bagi kalangan masyarakat umum yang membaca skripsi ini, dan telah mengetahui adanya produk lokal Sumatera Utara yang baru, yakni Batik Motif Medan kiranya juga turut dalam memprmosikan demi perkembangan produk lokal ke depannya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Fariani, Endrati

2009 Potensi Ekonomi Kreatif di DKI Jakarta. http//www.garuda.kemdiknas.go.id/jurnal digital_125424-T 26300- Potensi Ekonomi Haviland, William A

1993 Antropologi Edisi Keempat Jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga

Koentjaraningrat

2002 Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta Maunati, Yekti

2004 Identitas Dayak: Komodifikasi dan Identitas Kebudayaan. Yogyakarta: Penerbit LkiS Purba, Afrillyanna., Gazalba Saleh., Andriana Krisnawati

2005 TRIPs-WTO dan HUKUM HKI INDONESIA. Jakarta: Rineka Cipta

Sairin, Sjafri., Pujo Semedi., Bambang Hudayana

2002 Pengantar Antropologi Ekonomi. Ekonomi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Spradley, James

1997 Metode Etnografi. Diterjemahkan oleh Misbah Zulfa Elisabeth. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya


(5)

2007 Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia. Jakarta: Departemen Perdagangan RI ---

2008 Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025. Jakarta: Departemen Perdagangan RI

Supangkat, Suhono Harso, dkk

- Industri Kreatif untuk Kesejahteraan Bangsa. Bandung: Inkubator Industri dan Bisnis, Institut Teknologi Bandung

Suparlan, Parsudi

1993 Manusia, Kebudayaan, dan Lingkungannya. Jakarta: Penerbit Raja Grafindo Persada Usman, Toerdin. S

2002 Globalisasi, Krisis Ekonomi, dan Kebangkitan Kerakyatan. Jakarta: Penerbit Pustaka Quantum Widyosiswoyo, Supartono

2008 Sejarah Seni Rupa Indonesia II. Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti

Zulkarnain

2003 Membangun Ekonomi Rakyat. Yogyakarta: Penerbit Adicita Karya Nusa


(6)

SUMBER-SUMBER LAIN: