Perubahan Nilai Budaya Etnis Tionghoa di Kota Medan Dalam Studi Kasus Kerusuhan Mei 1998

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Kehidupan itu adalah sesuatu yang dinamis, dengan demikian setiap
kehidupan akan senantiasa mengalami perubahan, dan pada konteks manusia,
maka manusiapun juga akan mengalami perubahan, baik ia sebagai individu
maupun masyarakat.Perubahan yang terjadi pada masyarakat (sebagai kumpulan
dari

individu-individu),

dapat

berupa

perubahan

yang

lambat


dan

cepat.Perubahan-perubahan masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, normanorma sosial, pola-pola prilaku, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan
dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan lain
sebagainya.Perubahan-perubahan bukanlah semata-mata berarti suatu kemajuan
(progress) namun dapat pula berarti kemunduran dari bidang-bidang kehidupan
tertentu (Pujiwijaya, 2010:23).
Salah satu perubahan adalah perubahan nilai budaya.Perubahan nilai
budaya adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga
kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem
sosialnya.Unsur-unsur yang termasuk ke dalam sistem sosial adalah nilai-nilai,
sikap-sikap dan pola perilakunya diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Perubahan nilai budaya juga terjadi di masyarakat Etnis Tionghoa di kota Medan,
terutama perubahan pola prilaku mereka terhadap masyarakat (Pujiwijaya,
2010:24).

Universitas Sumatera Utara

Mereka cenderung memisahkan diri dan menutup diri dan tidak

bersosialisasi dengan masyarakat.Bahkan banyak etnis Tionghoa tidak mau
bertegur sapa atau berbicara dengan warga setempat. Salah satu penyebab
perubahan pola prilaku masyarakat Tionghoa di kota Medan pada masyarakat
adalah akibat dari kerusuhan yang pernah terjadi pada tahun 1740 di kota Batavia
atau sekarang kita kenal sebagai kota Jakarta. Pembunuhan besar-besaran
terhadap etnis Tionghoa dimotori oleh pemerintahan VOC (Rusopo dalam
Muzakky, 2010:1).
Selain di kota Batavia, kerusuhan-kerusuhan yang menimpa etnis
Tionghoa juga terjadi di beberapa kota antara lain peristiwa rasialis di bandung
pada 10 mei 1974, Kerusuhan Mei 1998 terjadi di beberapa kota besar seperti
Solo, Surabaya, Bandung, Jakarta dan Medan. Mereka sering mendapatkan
tekanan dan perlakuan yang diskriminatif baik dalam lingkungan masyarakat juga
dalam kehidupan birokrasi Indonesia.Peristiwa pembunuhan di kota Batavia
memaksa orang-orang Tionghoa menyebar secara luas ke berbagai daerah diluar
pulau Jawa, salah satunya kota Medan.
Kerusuhan Mei 1998 yang terjadi di kotaMedan merupakan kerusuhan
rasial yang paling dikenang oleh masyarakat Tionghoa pada masa itu. Pada
kerusuhan ini banyak toko-toko dan perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh
etnik Tionghoa dihancurkan.Terdapat ratusan wanita keturunan Tionghoa yang
diperkosa, mengalami pelecehan seksual kemudian dibunuh (Rusopodalam

Muzakky, 2010:2).
Selain hal di atas, gejolak politik dalam pemerintahan yang terjadi di
Indonesia dari masa kemasa juga sangat berpengaruh terhadap penerimaan etnis

Universitas Sumatera Utara

Tionghoa di Indonesia.Berawal dari masa kolonial yang mengadu domba etnis
Tionghoa dengan warga pribumi, salah satunya dengan membagi masyarakat
Indonesia menjadi tiga golongan.Golongan pertama diduduki oleh kelompok barat
(Eropa), golongan kedua diduduki oleh Timur Asing yang salah satunya adalah
etnis Tionghoa, dan kelompok ketiga diduduki oleh warga pribumi yang di
letakkan pada tingkat paling bawah.Dengan dibuatnya pengolongan tersebut
secara perlahan menimbulkan konflik di antara berbagai golongan terutama etnis
Tionghoa dengan warga/Pribumi, sehingga timbul sikap rasial, saling acuh dan
perpecahan yang tidak terhindarkan (Rusopo dalam Muzakky, 2010:5).
Pada masa Orde Baru masih ada kebijakan-kebijakan pemerintah yang
secara tidak langsung memecahkan persatuan antar etnis yang ada. Di antara
kebijakan tersebut adalah terbatasnya hak-hak warga Tionghoa pada akses-askes
tertentu, diantaranya dilarangnya perayaan-perayaan hari besar Tionghoa,
pemakaian huruf Cina, pemakaian bahasa Cina dan juga pernikahan antar etnis

Tionghoa dengan Pribumi. Bahkan dalam bidang pekerjaan warga Tionghoa
mendapatkan akses yang terbatas, mereka tidak diperkenankan bekerja pada
istansi-istansi pemerintahan, sehingga tak ada pilihan lain kecuali berdagang
(Choiru, dalam Muzakky, 2013:3).
Sadar akan posisinya yang rawan, mereka berdagang dengan displin dan
membangun hubungan kerja sama dagang yang sangat kukuh, dengan demikian
warga Tionghoa menguasai roda perdagangan di Indonesia dan menimbulkan
kesenjangan di bidang ekonomi yang semakin terlihat jelas. Hal ini berdampak
buruk di bidang pemerintahan, karena dengan penguasa pribumi yang
berkepentingan ekonomi rentan dengan tindak korupsi sehingga dengan mudah

Universitas Sumatera Utara

dapat dikendalikan oleh penguasa dibidang ekonomi dan hal ini sangat
berpengaruh di bidang politik (Choiru, dalam Muzakky,2013:4).
Namun setelah reformasi pada tahun 1998, dengan runtuhnya rezim Orde
Baru, berbagai kebijakan yang mendiskriminasi warga Tionghoa dicabut oleh
presiden Abdurrahman Wahid guna mengembalikan hak-hak etnis Tionghoa
sebagai bagian dari penduduk Indonesia. Presiden Abdurrahan Wahid mencabut
Inpres Nomor 14 Tahun 1967 sehingga warga Tionghoa bebas untuk

menampilkan ekspresi kebudayaanya, menggunakan nama Tionghoa, memakai
bahasa Tionghoa dalam kehidupan sehari-hari, bahkan peringatan hari besar
Tionghoa diperingati sebagai hari libur nasional. Di sadari maupun tidak
kesenjangan sosial antara warga Tionghoa dan warga Pribumi di Medan dari masa
kemasa

masih terus diwariskan setelah beberapa

generasi (Budidalam

Muzakky,2016:5).
Dengan dikembalikannya hak-hak warga Tionghoa sebagai bagian dari
penduduk Indonesia, tidak membuatnya dianggap sepenuhnya sebagai bagian dari
penduduk Indonesia.Berbagai stigma negatif terhadap etnis tionghoa masih
melekat dalam kehidupan sehari-hari.Perbedaan bahasa, budaya, warna kulit dan
agama tidak sepenuhnya dapat diterima oleh sebagian besar warga pribumi
sebagai bagian dari internal bangsa Indonesia.Perlakuan diskriminasi masih terus
berlangsung baik secara formal maupun informal. Kesenjagan tersebut
menimbulkan perubahan nilai budaya terutama perilaku etnis Tionghoa terhadap
masyarakat, terutama etnis Tionghoa di kota Medan.

Akibat kerusuhan tersebut secara perlahan mengubah pola pikir dan pola
perilaku masyarakat Etnis Tionghoa seperti menurunya solidaritas sosial dan

Universitas Sumatera Utara

terbentuknya sifat individualisme. Etnis Tionghoa di kota Medan cenderung
hanya bersosialisasi dengan sesama etnisnya saja dan tidak bergaul dengan
masyarakat pribumi.
Dari uraian di atas penulis merasa tertarik untuk mengulas lebih lanjut
mengenai perubahan pola perilaku etnis Tionghoa terhadap masyarakat, terutama
di kota Medan yang mana etnis Tionghoa tersebut kurang bersosialisasi dengan
masyarakat setempat.

1.2 Batasan Masalah
Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas, sehingga dapat
mengaburkan penelitian, maka peneliti mambatasi ruang lingkup penelitian
dengan memfokuskan penelitian hanya pada perubahan nilai budaya etnis
Tionghoa di kota Medan dalam studi kerusuhan Mei tahun 1998.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merumuskan beberapa
permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut, diantaranya sebagai berikut:
1. Apa yang melatarbelakangi terjadinya kerusuhan Mei 1998 di kota
Medan?
2. Bagaimana dampak kerusuhan Mei tahun 1998 padaperubahan nilai
budaya etnis Tionghoa di kota Medan?

1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:

Universitas Sumatera Utara

1. Menjelaskan latar belakang terjadinya kerusuhan Mei 1998 di kota
Medan.
2. Menjelaskan dampak kerusuhan Mei 1998 pada perubahan nilai
budaya etnis Tionghoa di kota Medan.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1.5.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah
memberikan kontribusi positif dalam menambah pengetahuan tentang perubahan
nilai dan sikap etnis Tionghoa di kota medan. Penelitian ini juga diharapkan dapat
menjadi bahan perbandingan, referensi ataupun memberikan informasi bagi
masyarakat umum maupun mahasiswa yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai
pengaruh kerusuhan Mei 1998 pada perubahan nilai budaya etnis Tionghoa di
kota Medan.

1.5.2

Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan

sarana informasi bagi mahasiswa, dosen atau kalangan umum agar memahami
pengaruh kerusuhan mei 1998 dalam perubahan nilai budaya etnis Tionghoa
terhadap masyarakat kota Medan.

Universitas Sumatera Utara