Perubahan Nilai Budaya Etnis Tionghoa di Kota Medan Dalam Studi Kasus Kerusuhan Mei 1998

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP dan LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka
Tinjauan

adalah

pandangan

atau

pendapat

sesudah

melakukan

penyelidikan atau mempelajarinya (KBBI, 2003:1998).Pustaka adalah kitab-kitab;
buku (KBBI, 2003:912).Jadi, tinjauan pustaka adalah hasil meninjau atau hasil
pandangan terhadap buku-buku maupun jurnal-jurnal yang sudah diselidiki atau

dipelajari sebelumnya.
Penulis menemukan beberapa buku, skripsi, jurnal yang isinya relevan
dengan judul penelitian ini.
Leo Suryadinata dalam Dilema Minoritas Tionghoa (1984) membicarakan
pandangan pribumi tentangkebangsaan Indonesia dan minoritas Tionghoa,
kemudian membahas perekonomiandan masyarakat Tionghoa Indonesia.Selain itu
buku ini juga membahaskebijaksanaan-kebijaksanaan Pemerintah Indonesia
terhadap minoritas Tionghoa danterhadap RRC. Sebuah buku yang tentunya akan
sangat membantu penulis terutamakajian tentang kebangsaan dan kebijakan
pemerintah terhadap etnik Tionghoa.
Bimo Walgito dalam Psikologi Sosial (1994) membahas tentang perilaku
individu dan perubahan perilaku individu akibat adanya stimulus yang diterima
oleh individu baik stimulus eksternal maupun stimulus internal serta factor-faktor
yang mempengaruhi perubahan perilaku manusia.
I. Wibowo dalamHarga yang Harus Dibayar: Sketsa Pergulatan Etnis
Cina di Indonesia(2000), mengungkapkan kegalauan dan kecemasan yanghampir

Universitas Sumatera Utara

seluruhnya


tersimpan

di

dalam

batin

orang

Tionghoa

namun

secara

fisikpergulatan itu tidak kelihatan. Berbagai topik seperti kegalauan orang
Tionghoamencari sejarahnya, kegalauan mencari identitas , kagalauan dalam
pergaulan danberbagai kegalauan lainnya yang tidak pernah diijinkan atau jarang

ditampilkan keluar oleh etnis Tionghoa. Melalui buku ini penulis berharap bisa
untuk melihatpermasalahan Tionghoa dari sudut pandang etnis Tionghoa itu
sendiri.
Jemma Purdey dalam Kekerasan Anti-Tionghoa di Indonesia 1966-1999
(2006), menjelaskan kekerasan anti-Tionghoa di Indonesiaselama masa transisi
sosial, politik dan ekonomi.Dalam buku ini terlihat jelassentimen anti-Tionghoa
yang berujung pada aksi kekerasan.Beliau melihat kondisi minoritas Tionghoa
ditengah situasipolitik, sosial, ekonomi pemerintahan Orde Baru.
Pujiwiyana dalam Perubahan Perilaku Masyarakat Ditinjau dari Sudut
Budaya (2010) menjelaskan tentang Semua objek dan kejadian yang terjadi di
alam ini sebagai akibat sebagai ulah manusia adalah kebudayaan. Wujudnya mulai
dari proses dan dasar manusia berulah sampai dengan produk ulahnya itu, yaitu
mulai dari bagaimana cara berpikir, bersikap, dan cara berperilaku, sampai dengan
perwujudan cara berpikir dan berperilaku mereka.
Fri Yanti dalam Kerusuhan di Kota Medan pada Mei 1998 (2010)(skripsi)
menjelaskan kerusuhan yang berawal dari unjuk rasa yang berujung pada aksi
anarkis massa. Gerakan aksi tersebut disinyalir oleh rasa ketidakpuasan terhadap
pemerintah yang dianggap kurang mampu mengatasi krisis moneter.
Tappil Ramber dalam Dampak Peristiwan Kerusuhan Mei 1998 di Kota
Medan


(2011)(skripsi)merujuk

pada

aksi kolektif

yang

spontan,

tidak

Universitas Sumatera Utara

terorganisasi,

tidak

bertujuan,


dan

menggnakan kekerasan,

baik

untuk

menghancurkan, menyerang orang lain, atau menjarah barang.
Nasrul Hamdani dalam Komunitas Cina di Medan dalam Lintasan Tiga
Kekuasaan 1930-1960 (2013), menjelaskan tentang berbagai problematika dan
tantangan yang di hadapi oleh etnis Tionghoa di Medan baik dari segi ekonomi,
sosial maupun politik yang dihadapi dari berbagai periode pemerintahan. Dari
aspek sejarah buku ini juga membahas tentang kehidupan sosial etnis tionghoa
sejak awal kedatangannya.
Noviani Soraya dalam Dampak Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 terhadap
Masyarakat di Kelurahan Perdagangan (2014) (skripsi)menjelaskan tentang
penyebab krisis moneter yang terjadi di Kelurahan Perdagangan yang
menyebabkan kerusuhan pada tanggal 6 mei 1998 yang membawa dampak

psikologi dan sosial bagi masyarakat Tionghoa.
Farid Muzakky dalam Interaksi Sosial Etnis Tionghoa dengan Masyarakat
Pribumi di Kota Yogyakarta (2016)(skripsi) menjelaskan tentang sejarah
kedatangan Etnis Tionghoa di Indonesia, kondisi sosial Etnis Tionghoa di
Yogyakarta serta pembauran kebudayaan yang melibatkan etnis Tionghoa dengan
masyarakat Pribumi di kota Yogyakarta.

2.2 Konsep
Konsep adalah suatu arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai
ciri-ciri yang sama.Konsep dapat diartikan sebagai suatu abstraksi dari ciri-ciri
sesuatu

yang

mempermudah

jalinan komunikasi

antara


manusia

serta

memunkinkan manusia untuk berpikir (Hamidi, 2010:11).

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan KBBI (2003:588) konsep diartikan sebagai rencana atau
pengertian yang diabstrakkan dari pengertian kongkret, gambaran mental dari
objek ataupun yang ada diluar bahasan yang digunakan oleh akal budi untuk
memahami hal-hal lain.

2.2.1 Perubahan Nilai Budaya
Perubahan nilai budaya adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada
lembaga-lembaga

kemasyarakatan

di


dalam

suatu

masyarakat

yang

mempengaruhi sistem sosialnya.Unsur-unsur yang termasuk ke dalam sistem
sosial adalah nilai-nilai, sikap-sikap dan pola perilakunya diantara kelompokkelompok dalam masyarakat. Selain itu perubahan sosial didefinisikan sebagai
perubahan yang terjadi pada struktur dan fungsi masyarakat (Kingsley davis,
dalam Srirahayu 2014:13).
Perubahan-perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup
yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis,
kebudayaan material, komposisi penduduk ideologi maupun karena adanya difusi
ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.Secara singkat Samuel
Koening mengatakan bahwa perubahan sosial menunjuk pada modifikasimodifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia (Gillin, dalam
Srirahayu, 2014:13).
Dengan demikian, secara umum bahwa perubahan sosial adalah perubahan

unsur-unsur sosial dalam masyarakat, sehingga terbentuk tata kehidupan sosial
yang baru dalam masyarakat.Perubahan dalam masyarakat dapat mengenai nilainilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku, organisasi, susunan lembaga

Universitas Sumatera Utara

kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang,
interaksi sosial, dan lain sebagainya.Perubahan budaya adalah perubahan unsurunsur kebudayaan karena perubahan pola pikir masyarakat sebagai pendukung
kebudayaan.Unsur-unsur

kebudayaan

yang

berubah

adalah

sistem

kepercayaan/religi, system mata pencaharian hidup, sistem kemasyarakatan,

sistem peralatan hidup dan tehnologi, bahasa, kesenian, serta ilmu pengetahuan
(Soekanto, dalam Adi, 1990:5).
Perubahan pada bidang-bidang kehidupan tertentu tidak hanya sematamata berarti suatu kemajuan, namun dapat pua berarti kemunduran. Apabila
terjadi perubahan nilai sosial maka akan terjadi juga perubahan sikap mental,pola
pikir dan tingkah laku anggota masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan.
Aspek kehidupan manusia dibedakan menjadi dua yaitu aspek manusiawi dan
aspek tidak manusiawi.Aspek kehidupan manusiawi diungkapakan sesuai dengan
sistem nilai sosial dan budaya sebagai pandangan hidup, melalu sikap saling
menyayangi, melindungi, menghargai, dan lainnya yang dirasakan sebagai
keindahan hidup.Sebaliknya aspek kehidupan tidak manusiawi diungkapkan
melalui sikap dan perbuatan yang saling acuh, merugikan, menggelisahkan dan
menjadikan manusia menderita.
Faktor-faktor penyebab perubahan nilai sosial dan kebudayaan
Faktor yang menyebabkan perubahan nilai sosial dan budaya bukanlah
merupakan faktor yang tunggal, tetapi menyangkut hal yang kompleks.Banyak
faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam masyarakat.Soeryono

Universitas Sumatera Utara

Soekanto menyebutkan adanya faktor internal dan eksternal yang menyebabkan

terjadinya perubahan dalam masyarakat (1990:342).

1. Faktor internal
a.

Perubahan Jumlah Penduduk
Bertambahnya jumlah penduduk yang sangat cepat, menyebabkan

terjadinya perubahan dalam struktur masyarakatnya, terutama tentang hal yang
menyangkut lembaga-lembaga kemasyarakatan.Lembaga sistem hak milik atas
tanah mengalami perubahan-perubahan.Orang mengenal hak milik individual atas
tanah, sewa tanah, gadai tanah, bagi hasil, dan sebagainya, yang sebelumnya tidak
dikenal. Sebaliknya, berkurangnya penduduk disebabkan karena berpindahnya
penduduk dari desa ke kota atau dari satu daerah ke daerah lain (misalnya
transmigrasi). Perpindahan penduduk tersebut mangakibatkan kekosongan
misalnya dalam bidang pembagian kerja atau stratifikasi sosial yang selanjutnya
dapat memperngaruhi lembaga-lembaga kemasyrakatan (Endar, dalam Adi,
2009:57).

b.

Penemuan-Penemuan Baru

Penemuan-penemuan juga dapat menjadi penyebab terjadinya perubahan pada
masyarakat meliputi beberapa hal berikut.
1. Discovery adalah suatu penemuan unsur kebudayaan baru, baik berupa alat
atau gagasan yang diciptakan oleh seorang individu maupun serangkaian
individu dalam suatu masyarkat.

Universitas Sumatera Utara

2. Invention adalah discovery yang telah diakui, diterima, dan diterapkan oleh
masyarakat. Jadi, invention merupakan bentuk pengembangan dari discovery.
3. Inovasi artinya suatu penemuan baru apabila unsur atau alat baru yang
ditemukan tersebut sudah menyebar ke bagian-bagian masyarakat dan dikenal
serta dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat. Jadi, pada saat penemuan
menjadi invention, proses inovasi belum selesai.
c.

Teknologi
Teknologi dapat mempengaruhi perkembangan masyarakat yaitu dapat

mempengaruhi sebagian dari pikiran dan perilaku manusia yang akan membawa
perubahan sosial budaya dalam kehidupannya. Contoh: teknologi dalam industri
tekstil dapat mempengaruhi cara berpakaian serta mode atau gaya berpakaian
manusia. Dengan demikian keberadaan teknologi telah banyak membantu atau
memudahkan aktivitas manusia dan juga mengubah kehidupan manusia menuju
keadaan yang lebih baik. Namun, dalam kenyataannya, teknologi juga dapat
membawa pengaruh ke arah yang kurang baik dan justru dapat menyebabkan
masalah baru yang lebih parah.Contoh : teknologi komunikasi seperti dalam
bentuk tayangan telivisi, jika tidak dapat diadaptasi dengan baik secara langsung
dapat mengubah pola kehidupan sehari-hari masyarakat, misalnya gaya hidup,
kekerasan, dan lainya.

Universitas Sumatera Utara

d.

Pertentangan (Conflict)
Sebagai proses sosial, pertentangan (conflict) merupakan proses disosiatif,

namun selalu berakibat negatif. Pertentangan atau konflik dalam masyarakat dapat
berupa hal-hal berikut:
1. Pertentangan antara individu di dalam masyarakat
2. Pertentangan antar kelompok di dalam masyarakat
3. Pertentangan antara individu dengan kelompok di dalam masyarakat.
4. Pertentangan antar generasi di dalam masyarakat
Sebenarnya, hubungan antara pertentangan dengan perubahan sosial
budaya bersifat timbal balik, yaitu pertentangan di suatu masyarakat dapat
memungkinkan terjadinya perubahan sosial budaya, dan sebaliknya perubahan
sosial

budaya

di

dalam

masyarakat

dapat

memungkinkan

terjadinya

pertentangan(Endar, dalam Adi, 2009:58).

e. Keterbukaan masyarakat
Sifat masyarakat yang terbuka mempermudah masyarakat tersebut untuk
menerima unsur-unsur baru atau menyerapnya dalam kehidupan sosial dan
budayanya.

Oleh

karena

itu,

masyarakat

yang

bersifat

terbuka

akan

mempermudah terjadinya perubahan-perubahan sosial maupun budaya.

f.

Pemberontakan atau revolusi

Revolusi ataupun pemberontakan merupakan faktor yang dapat menyebabkan
perubahan-perubahan sosial budaya yang besar.

Universitas Sumatera Utara

2. Faktor Eksternal
a.

Lingkungan alam (lingkungan fisik)
Perubahan lingkungan alam fisik (bukan karena faktor manusia) dapat

membawa perubahan pada kehidupan sosial budaya suatu masyarakat.Bencana
alam yang dahsyat dapat mengubah struktur sosial budaya masyarakat setempat
(Endar, dalam Adi, 2009:61).

b.

Peperangan
Perang menyebabkan pada banyak aspek.Pihak yang menang pada

umumnya berupaya menerapkan norma-norma dan nilai-nilai yang dianggap
paling benar oleh masyarakat mereka.

c. Kontak kebudayaan dengan masyarakat lain
Kontak kebudayaan antar masyarakat akan menyebabkan pengaruh positif
dan negatif. Contoh: kontak kebudayaan Indonesia dengan kebudayaa barat
(Eropa). Pengaruh positif yang di dapat oleh masyarakat Indonesia antara lain
berupa transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Adapun pengaruh negatif
yang diperoleh bangsa Indonesia dapat berupa sikap sekelompok anak muda di
dalam masyarakat Indonesia yang kebarat-baratan (westernis).

Proses terjadinya pengaruh perubahan karena kontak kebudayaan dengan
masyarakat lain dijelaskan sebagai berikut:
1. Difusi kebudayaan : penyebaran unsur kebudayaan dari suatu tempat lain

Universitas Sumatera Utara

2. Akulturasi kebudayaan : pertemuan antar dua kebudayaan atau lebih di
mana kebudayaan asli masih tampak.
3. Asimilasi

kebudayaan:

proses

pertemuan

dan

percampuran

dua

kebudayaan atau lebih. Faktor yang merubah terjadinya asimilasi antara
lain toleransi, pernikahan campur, atau sikap simpati terhadap kebudayaan
lain.
Di dalam masyarakat yang mengalami suatu proses perubahan, terdapat
faktor- faktor pendorong jalannya perubahan. Kekuatan-kekuatan pendorong
(motivational forces) yang mempengaruhi perubahan antara lain sebagai berikut :
a. Adanya ketidakpuasan terhadap situasi yang ada, karena itu ada keinginan akan
situai yang lain.
b.

Adanya pengetahuan tentang perbedaan antara apa yang ada dengan yang
seharusnya bisa ada.

c. Adanya tekanan-tekanan dari luar, seperti persaingan atau kompetisi, keharusankeharusan menyesuaikan diri, dan sebagainya.
d.

Adanya kebutuhan-kebutuhan daridalam untuk mencapai efisiensi dan
peningkatan, misalnya produktivitas (Margono Slamet, dalam Adi, 2009:62).

2.2.2 Etnis
Etnis berasal dari bahasa Yunani “Ethnios” secara harfiah digunakan untuk
menerangkan

keberadaan

sekelompok

penyembahan

berhala

atau

kafir.Perkembangannya, istilah etnik mengacu pada kelompok yang diasumsikan
sebagai kelompok yang fanatik dengan idologinya.Para ahli ilmu sosial
menganalogikan kelompok etnik sebagai kelompok penduduk yang memlilki

Universitas Sumatera Utara

kesamaan sifat – sifat kebudayaan misalnya, bahasa, adat istiadat, perilaku dan
budaya karakterisik budaya serta sejarah (Ester, dalam Indra2003:9).
Menurut Koentjaraningrat, etnis adalah suatu golongan dari masyarakat
yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan budaya, sedangkan
kesadaran dan identitas tadi seringkali dikuatkan oleh kesatuan bahasa. Menurut
(Naroll, dalam Liliweri, 2001:335) Kelompok etnik dikenal sebagai suatu
populasi yang:
a. Secara biologis mampu berkembang baik dan bertahan.
b. Membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri.
c. Memiliki nilai – nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa keberasmaan
dalam bentuk budaya.
Etnik adalah himpunan manusia karena kesaman ras, agama, asal usul,
bangsa ataupun kombinasi dari kategori tersebut yang terikat pada sistem nilai
kebudayaannya (Lillweri 2001:335).
Pada masyarakat majemuk seperti Indonesia didalam kehidupan yang
nyata etnis atau suku bangsa terwujud sebagai masyarakat suku bangsa yang
mendiami

sebuah

wilayah

yang

diakui

sebagai

hak

kedaulatanya.Ada

kecenderungan untuk mengelompokkan diantara sesama suku bangsa sehingga
setiap masayarakat etnis atau suku bangsa selalu dikaitkan dengan sesuatu
wilayah yang merupakan tempat asal dan kehidupan dari etnis atau suku bangsa
tersebut.

Universitas Sumatera Utara

2.2.3 Etnis Tionghoa
Etnis Tionghoa merupakan salah satu etnis di Indonesia yang berasal dari
negara persisir Tenggara Cina yang terletak dikawasan Asia, yang memiliki
eksitensi di Indonesia dan memilik kekayaan budaya. Nama Tionghoa adalah
nama yang diekspresikan dengan kararkter Han (Hanzi). Nama ini digunakan
secara luas oleh Negara Republik Rakyat Cina, Hongkong, Makau, dan keturunan
Tionghoa mulai pada abad ke-15 ketika armada perdagangan Cina datang
mengungjungi pelabuhan Sumatera Timur dan melakukan hubungan dagang
sistem barter.Tionghoa atau tionghow adalah istilah yang dibuat sendiri oleh
orang Tionghoa di Indonesia yang berasal dari kata zhonghua dalam bahasa
Mandarin, Zhonghua dalam dielek hokian dilafalkan sebagai Tionghoa.
Etnis Tionghoa merupakan salah satu komunitas masyarakat yang
sebenarnya masih memiliki tradisi Emigran. Ditandai dengan dimilikinnya sifat
fleksibel, ulet, dan tidak segan bekerja keras tahan banting dan punya rasa
solidaritas tinggi. Disamping itu pula.Adanya budaya Nepotis dan Stereotip yang
demikian melekat membekali sebagai besar etnis Tionghoa menjadikan kalanagan
ini menjadu cenderung eksklusif, opurtunistis, serakah, pelit, maunya untung dan
enaknya saja, ahli dalam menyogok.
Adapun ciri – ciri etnis Tionghoa sebagai berikut ;
1. Lebih menojol pada bidang Wiraswasta
2. Orang Cina memiki sifat hemat
3. Menekankan pada pendidikan
4. Handal dan dapat dipercaya
5. Materi dibawah nilai komunitas

Universitas Sumatera Utara

Karakteristik dari budaya Tionghoa dibagi menjadi dua, yakni eksternal dan
internal, eksternal adalah wujudnya atau bentuk dari budaya itu sendiri, sedangkan
internal adalah karakternya yakni spritnya dari budaya itu sendiri, namun para ahli
masih berbeda pendapat mengenai kedua karakteristik ini. Kalau disimpulkan
wujudnya eksternalnya dapat dibagi menjadi empat aspek yaitu.

1. Kesatuan
Budaya Tionghoa dalam sejarahnya selama ribuan tahun, secara pelan –
pelan membentuk sebuah budaya yang menjadikan Tionghoa sebagai pusat/
estrnal, dan bersamaan juga menghimpun budaya bangsa lain menjadi bagian/
terintergasi dalam budaya Tionghoa. Bentuk penyatuan ini berfungsi kuat dalam
pengasimilasian, dan perlu kita ketahui bahwa budaya Tionghoa dalam sejarah
Tiongkok jaman apapun tidak pernah pecah dan tercerai berai.walaupun
mendapatkan ancaman dari luar, kekacauan politik, perpecahan negara., budaya
Tionghoa masih tetap utuh kokoh.karakteristik ini sangat sulit ditemukan dalam
kebudayaan bangsa lain didunia.

2. Berkesinambungan
Dalam zhongguo wenhua gailun-garis besar budaya Tionghoa, Li
Zhonghua,

mengatakan

perkembangannya

tidak

bahwa

kebudayaan

pernah

putus,

Tionghoa

melainkan

dalam

berkembang

sejarah
secara

berkesinambungan dalam berbagai dynasty. Tidak seperti kebudayaan Mesir
kuno, Babylon, ataupun kebudayaan Yunani kuno.

Universitas Sumatera Utara

3. Sangat menerima dan tenggang rasa
Budaya Tionghoa sangat welcome terhadap budaya lain. semuanya
diterima baik didalamnya. Seperti agama Buddha yang berasal dari India,
semuanya diterima menjadi bagian dari budaya Tionghoa itu sendiri.

4. Aspek keanekaragaman
Meskipun budaya Tionghoa merupakan satu kesatuan yang utuh, namun
dengan berbagai suku bangsa dan sub suku bangsa didalamnya menjadikannya
sangat beraneka ragam.

Adapun karakteristik internal itu juga banyak aspeknya,tapi pada umumnya
adalah :

1.

Menurut Feng Youlan, budaya Tionghoa ditinjau dari aspek filosofisnya
adalah unsur confusianisme yang dominan,confusianisme sangat berperan
penting dalam membangun moralitas dan psikologis orang Tionghoa.

2.

Menurut Ren Jiyue, budaya Tionghoa dari aspek religius terbentuk dari
tiga agama yang menyatu, yakni konfusianisme, taoisme dan buddhisme.

3.

Menurut Li Zehou, budaya Tionghoa dtinjau dari aspek estetika, tradi
budaya Tionghoa terbentuk dari kumpulan aspek sosiopolitik dan filosofi.

4.

Menurut Liang Shuming, budaya Tionghoa menjadikan etika, hubungan
antar manusia sebagai dasar, orang tua harus menyayangi anaknya, anak
harus berbakti terhadap orang tua,dll.

Universitas Sumatera Utara

Budaya Tionghoa akan mendapat tantangan yang luar biasa di era
golabalisasi ini, dengan gempuran budaya Barat yang sangat dasyat, sehingga
banyak orang merasa kuatir generasi muda akan membuang tradisi Tionghoa.
Budaya Tionghoa sekarang berada dalam masa / tahap perubahan dan tahap
perkembangan. Perubahan gaya hidup masyarakat, perubahan taraf hidup secara
ekonomi akan mempengaruhi pola pikir, gaya hidup, cara berpakaian, hobby,
moral , etika terus berubah. Oleh karena itu, sebaiknya ada kesadaran kita sebagai
generasi muda untuk memfilter budaya asing yang negatif dan memahami budaya
sendiri, sehingga kita tidak kehilangan jati diri kita. Perkembangan dan
pemeliharan Budaya Tionghoa dimasa depan terletak ditangan kita.

2.3 Landasan Teori
Teori adalah landasan dasar keilmuan yang berfungsi untuk menganalisis
berbagai fenomena.Suatu teori pada hakikatnya merupakan hubungan antara dua
fakta atau lebih, Atau pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu (Soekanto
2001:30).Fakta tersebut merupakan sesuatu yang dapat diamati dan pada
umumnya dapat diuji secara empiris.Tanpa adanya teori, pengetahuan hanya
menjadi serangkaian fakta saja, tetapi tidak ada ilmu pengetahuan.Karena teori
berguna untuk mempertajam atau mengkhususkan fakta yang dipelajari.

2.3.1 Teori WHO
Teori

WHO

menganalisis

bahwa

yang

menyebabkan

seseorang

mengalamai perubahan perilaku tertentu adalah:

Universitas Sumatera Utara

1. Pemikiran dan perasaan (thougts and feeling), yaitu dalam bentuk
pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang
terhadap objek (objek kesehatan).
a. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman
orang lain.
b. Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, atau
nenek. Seseorang menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan
dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.
c. Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap
objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang
lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau
menjauhi orang lain atau objek lain.
d. Nilai ( value)
Dalam suatu masyarakat selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi
pegangan setiap orang dalam menjalankan hidup bermasyarakat.
2. Tokoh penting sebagai panutan.
Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan
atau perbuat cenderung untuk dicontoh.
3. Sumber-sumber daya (resources)
Sumber-sumber daya mencakup fasilistas-fasilitas, uang, waktu, tenaga,
dan sebagainya.Semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang
atau kelompok masyarakat.Pengaruh sumber-sumber daya terhadap
perilaku dapat bersifat posifit maupun negatif.
4. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai(culture)

Universitas Sumatera Utara

Di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup ( way
of life) yang pada umunya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini
terbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari kehidupan suatu
masyarakat.Kebudayaan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat,
sesuai dengan peradaban umat manusia.Kebudayaan setempat juga
sangat berpengaruh terhadap perubahan perilaku seseorang.

2.3.2 Teori Fungsionalisme
Teori fungsionalisme adalah salah satu teori yang dipergunakan dalam ilmu
sosial, yang menekankan pada saling ketergantungan antara institusi-institusi
(pranata-pranata) dan kebiasaan-kebiasaan pada masyarakat tertentu. Analisis
fungsi menjelaskan bagaimana susunan sosial didukung oleh fungsi institusiinstitusi seperti: negara, agama, keluarga, aliran, dan pasar terwujud.
Teori fungsionalisme dapat digunakan dalam menganalisa mekanisme
kebudayaan - kebudayaan secara tersendiri, tetapi teori ini tidak mengungkapkan
dalil - dalil sendiri untuk menerangkan mengapa kebudayaan memiliki unsur unsur budaya yang berbeda dan mengapa terjadi perubahan dalam kebudayaan
(Malinowski dalam Joy, 2014:16).
Teori fungsionalisme dalam ilmu Antropologi mulai dikembangkan oleh
seorang pakar yang sangat penting dalam sejarah teori antropologi, yaitu
Bronislaw Malinowski (1884-1942).Ia kemudian mengembangkan suatu kerangka
teori baru untuk menganalisis fungsi kebudayaan manusia, yang disebutnya
dengan teori fungsionalisme kebudayaan atau a functional theory of culture. Teori
ini muncul didasari oleh pemikiran bahwa manusia sepanjang hayatnya

Universitas Sumatera Utara

dipengaruhi oleh pemikiran dan tindakan orang lain di sekitarnya, sehingga
manusia tidak pernah seratus persen menentukan pilihan tindakan, sikap, atau
perilaku tanpa mempertimbangkan orang lain.
Bagi Malinowski (T.O. Ihromi, 2006), mengajukan sebuah orientasi teori
yang dinamakan fungsionalisme, yang beranggapan atau berasumsi bahwa,
“semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat dimana unsur itu
terdapat”. Dengan kata lain, pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan
mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan,
setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam
suatu masyarakat, memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan yang
bersangkutan.
Pemikiran Malinowski mengenai syarat-syarat metode geografi berintegrasi
secara fungsional yang dikembangkannya dalam kuliah-kuliahnya tentang
metode-metode penelitian lapangan dalam masa penulisannya ketiga buku
etnografi mengenai kebudayaan Trobriand selanjutnya, menyebabkan bahwa
konsepnya mengenai fungsi sosial dari adat, tingkah laku manusia, dan pranatapranata sosial menjadi mantap juga. Dalam hal itu ia membedakan antara fungsi
sosial dalam tiga tongkat abstraksi (Koentjaraningrat, 1987:167), yaitu:
1. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada
tingkat abstraksi pertama mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap adat,
tingkah laku manusia dan pranata sosial yang lain dalam masyarakat;
2. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada
tingkat abstraksi kedua mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap

Universitas Sumatera Utara

kebutuhan suatu adat atau pranata lain untuk mencapai maksudnya, seperti
yang dikonsepsikan oleh warga masyarakat yang bersangkutan;
3. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada
tingkat abstraksi ketiga mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap
kebutuhan mutlak untuk berlangsungnya secara integrasi dari suatu sistem
sosial yang tertentu.
Seperti Malinowski, Arthur Reginald Radcliffe-Brown (1881-1955), seorang
ahli lain dalam antropologi sosial berdasarkan teorinya mengenai perilaku
manusia pada konsep fungsionalisme. Tapi berlainan dengan Malinowski,
Radcliffe-Brown (T.O.Ihromi, 2006) mengatakan,
“...bahwa berbagai aspek perilaku sosial, bukanlah berkembang untuk
memuaskan

kebutuhan

individual,

tapi

justru

timbul

untuk

mempertahankan struktur social masyarakat. Struktur sosial dari suatu
masyarakat adalah seluruh jaringan dari hubungan-hubungan sosial yang
ada.”
Radcliffe-Brown (Koentjaraningrat, 1987:175) hanya mengandung deskripsi
mengenai organisasi sosial secara umum, tidak mendetail, dan agak banyak
membuat bahan mengenai upacara keagamaan, keyakinan keagamaan, dan
mitologi. Metodologi deskripsi tersebut dengan sengaja dan sadar dipergunakan
Radcliffe-Brown,

dan

dapat

dirumuskan

mengenai

upacara

budaya

(Koentjaraningrat, 1987), sebagai berikut:
1. Agar suatu masyarakat dapat hidup langsung, maka harus ada suatu
sentiment dalam jiwa para warganya yang merangsang mereka untuk
berperilaku sosial dengan kebutuhan masyarakat;

Universitas Sumatera Utara

2. Tiap unsur dalam sistem sosial dan tiap gejala atau benda yang dengan
demikian mempunyai efek pada solidaritas masyarakat, menjadi pokok
orientasi dari sentimen tersebut;
3. Sentimen itu dalam pikiran individu warga masyarakat sebagai akibat
pengaruh hidup masyarakat;
4. Adat-istiadat upacara adalah wahana dengan apa sentimen-sentimen itu
dapat diekspresikan secara kolektif dan berulang-ulang pada saat-saat
tertentu;
5. Ekspresi kolektif dari sentimen memelihara intensitas-intensitas itu dalam
jiwa warga masyarakat, dan bertujuan meneruskannya kepada wargawarga dalam generasi berikutnya.
Radcliffe-Brown kemudian menyarankan untuk memakai istilah “fungsi
sosial” untuk menyatakan efek dari suatu keyakinan, adat, atau pranata, kepada
solidaritas sosial dalam masyarakat itu, dan ia merumuskan bahwa: “...the social
function of the ceremonial customsof the Andaman Islanders is to transmit from
one generation to another the emotionaldispositions on which the society (as it
constituted) depends for its existence.”
Radcliffe-Brown juga memiliki teori yang sama dengan Malinowski yaitu
teori fungsionalisme. Menurut beliau lebih menekankan teori fungsionalisme
struktural, ia mengatakan, “...bahwa berbagai aspek perilaku sosial, bukanlah
berkembang untuk memuaskan kebutuhan individual, tapi justru timbul untuk
mempertahankan struktur sosial masyarakat dan struktur sosial masyarakat adalah
seluruh jaringan dari hubungan-hubungan sosial yang ada” (Afdia, 2012:28)

Universitas Sumatera Utara