Kerusuhan Di Kota Medan Pada Mei 1998

(1)

KERUSUHAN DI KOTA MEDAN PADA MEI 1998

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

FRI YANTI NULO FAU 060706029

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi KERUSUHAN DI KOTA MEDAN PADA MEI 1998 SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN O

L E H

FRI YANTI NULO FAU 060706029

Pembimbing,

Dra. Nina Karina, M. SP NIP. 195908041985032002

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Sastra USU Medan untuk melengkapi Salah satu syarat ujian Sarjana Sastra

Dalam bidang Ilmu Sejarah

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Lembar Persetujuan Ujian Skripsi

KERUSUHAN DI KOTA MEDAN PADA MEI 1998 Yang diajukan oleh

Nama : Fri Yanti Nulo Fau Nim : 060706029

Telah disetujui untuk diujikan salam ujian skripsi oleh Pembimbing,

Tanggal, Dra. Nina Karina, M.SP

NIP. 195908041985032002

Ketua Departemen Ilmu Sejarah,

Tanggal, Dra. Fitriaty Harahap, S.U

NIP. 195406031983032001

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Lembar Persetujuan Ketua Departemen

DISETUJUI OLEH

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH Ketua Departemen,

Dra. Fitriaty Harahap, S.U NIP. 195406031983032001


(5)

Lembar Pengesahan Skripsi oleh Dekan dan Panitia Ujian

Diterima oleh:

Panitia ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra Dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Sastra USU Medan

Pada Hari : Tanggal :

Fakultas Sastra USU Dekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A NIP. 195110131976031001

Panitia Ujian

No. Nama Tanda Tangan 1

2 3 4 5


(6)

LEMBAR PERSEMBAHAN

Sungguh…

Kata-kata saja tak cukup untuk mengungkapkan Betapa besar kasih-Mu padaku ya Tuhan Meski dalam perjalanan waktuku

Aku terus disesaki oleh kebimbangan, keraguan, dan keputusasaan Namun aku masih merasakan tanganMu yang senantisa menopangku

Meski terkadang aku menjauh Mencoba berlari dari kenyataan

Demi mengejar kesenangan dan melupakan kepahitan Namun, tak sedikitpun Kau meninggalkan aku

Katakan padaku Tuhan

Harus dengan cara apa lagi aku mengucap syukur padaMu? Memuji segala kebaikanMu padaku?


(7)

UCAPAN TERIMAKASIH

Pertama-tama, Penulis menyampaikan ungkapan rasa syukur kepada Yesus Kristus, Juruselamat yang hidup dan Allah Pemilik Kehidupan ini. Atas kasih karuniaNya dan tangan penyertaaNyalah, maka Sripsi ini dapat terselesaikan. Penulis juga ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu Penulis dalam proses pengerjaan skripsi ini.

1. Kepada kedua orang tua saya (Fote Fau dan Ferianis Fau), yang telah melahirkan, dan memelihara Penulis dengan penuh kasih sayang dan yang juga telah begitu banyak memberikan dukungan kepada Penulis baik dukungan doa maupun arahan. Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada seluruh keluarga besar penulis yang juga membantu Penulis, baik dalam penyajian informasi maupun dukungan lainnya. Secara khusus, Penulis mengungkapkan rasa terimakasih kepada kedua Paman Penulis yaitu, F. Fau dan E. Duha, yang bersedia memberikan waktu luangnya untuk Penulis wawancarai.

2. Kepada Bapak Dr. Syahron Lubis M.A,selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

3. Kepada Ibu Dra. Fitriaty Harahap, S.U dan Ibu Dra. Nurhabsyah, selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Ilmu Sejarah yang telah banyak membantu Penulis selama masa perkuliahan.

4 Kepada Bang Ampera, selaku Staf Pegawai Departemen Ilmu Sejarah dan seluruh staf pengajar Departemen Ilmu sejarah yang selama ini begitu banyak membantu Penulis selama dalam masa perkuliahan.


(8)

5. Kepada Ibu Dra. Nina Karina, M.SP, selaku dosen pembimbing skripsi, yang selama ini menyediakan waktunya untuk membimbing Penulis selama dalam pengerjaan skripsi ini.

6. Sahabat-sahabat saya, stambuk 2006 (Kariani, Desmika, Eva, Desriany, Ica, Anggi, Risma, Dedi) yang telah banyak membantu Penulis dalam memberikan masukan maupun kritkannya, terkhusus pula untuk kedua sahabat saya, Heri dan Uci yang mendampingi Penulis selama dalam masa penelitian lapangan (Thank’s karena udah mau berlelah ria bersamaku sampai-sampai harus berpanas-panasan.!Aku nggak akan melupakan semua kebaikan kalian.You are my best friend! God bless you always).

7. Sahabat-sahabat rohani Penulis, Derni, Erliana, dan Sancani, yang telah begitu banyak memberikan dorongan kepada penulis (Thank’s buat doa kalian, saran ataupun kritikan kalian yang terkadang pedas tapi manjur banget. Kritikan yang pedas itulah yang justru memotivasi aku untuk lebih berusaha lagi. Kalian itu sudah seperti saudara kandung aku. Sorry, kalau kalau aku sering menjengkelkan kalian^^)..Buat PKK Penulis, Bang Jhon Rivel Purba, yang juga selama ini memberikan motivasi kepada Penulis.

8. Buat adik-adik kelompok kecil Penulis, Rona, Shinta, dan Toti, yang juga selama ini memberikan dukungan kepada Penulis selama dalam proses pengerjaan skripsi

Akhirnya, Penulis juga menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada para informan yang telah bersedia memberikan informasi kepada Penulis sebagai informasi suplemen dalam skripsi ini. Biarlah kiranya Tuhan saja yang membalas semuanya.


(9)

ABSTRAK

Kerusuhan merujuk pada aksi kolektif yang spontan, tidak terorganisasi, tidak bertujuan, dan biasanya melibatkan penggunaan kekerasan, baik untuk menghancurkan, menjarah barang, atau menyerang orang lain. Biasanya objek yang paling sering menjadi sasaran kerusuhan atau penghancuran adalah benda-benda yang mudah dilihat dan ada dimana-mana, misalnya, fasilitas umum kota.

Kerusuhan yang terjadi di Kota Medan berawal dari aksi unjuk rasa yang berujung pada aksi anarkis massa. Gerakan aksi tersebut disinyalir oleh rasa ketidakpuasan terhadap pemerintah yang dianggap kurang mampu mengatasi krisis moneter yang kian memburuk.

Krisis ekonomi yang juga melanda Kota Medan membawa dampak yang begitu besar pada masyarakat terutama bagi kaum kelas pekerja atau buruh. Ketidakstabilan ekonomi mempengaruhi kebutuhan para buruh yang tidak sebanding dengan upah yang mereka terima. Buruh-buruh yang bekerja di pabrik, terutama buruh pabrik yang berada di kawasan industry Medan-Belawan, berusaha menyampaikan usulan mereka untuk dinaikkan upah, namun, pihak pengusaha tidak menghiraukan.Akibatnya, para buruh melakukan gerakan aksi. Tak hnaya itu saja para mahasiswa Kota Medan pun turut menggeler aksi unjuk rasa.

Gerakan aksi itu kemudian merebak menjadi aksi kerusuhan massa. Kerusuhan itu terjadi pada tanggal 4 Mei -7 Mei 1998. Aksi kerusuhan tersebut berlangsung sampai ke daerah-daerah di luar kota Medan, seperti : Tanjung Morawa, Lubuk Pakam, Belawan, dan sebagainya.

Dampak kerusuhan tersebut meninggalkan kerugian dalam bidang material, mental, dan sosial. Dari segi material, terdapat kerugian yang cukup besar akibat penghancuran dan penjarahan toko, gedung, dan perumahan. Kerugian itu mencapai ratusan juta rupiah. Dari segi mental, kerusuhan tersebut meninggalkan trauma terutama bagi etnis Tionghoa yang menjadi sasaran utama kerusuhan. Dari segi sosial, terdapat adanya peretakan yang parah antara hubungan antarpribadi dan antargolongan sosial (etnis, agama, budaya, dan daerah) dalam masyrakat yang majemuk.


(10)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSEMBAHAN………...i

UCAPAN TERIMAKASIH………..ii

ABSTRAK………....iv

DAFTAR ISI……….v

DAFTAR TABEL ……… vii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang………..1

1.2. Rumusan Masalah……….4

1.3. Tujuan Dan Manfaat Penelitian………....4

1.4. Tinjauan Pustaka……….. 5

1.5. Metode Penelitian………10

BAB II. GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN 2.1. Letak Geografis………...12

2.2. Komposisi Penduduk………...14

2.3. Latar Belakang Historis………...18

BAB III. KERUSUHAN DI KOTA MEDAN PADA MEI 1998 3.1. Situasi Kota Medan Sebelum Peristiwa Kerusuhan Mei 1998………25

3.2. Kronologi Peristiwa Kerusuhan Di Kota Medan Pada Mei 1998………...30


(11)

BAB IV. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KERUSUHAN MEI 1998 DI KOTA MEDAN

4.1. Faktor Ekonomi………....48 4.2. Faktor SARA………....55 4.3. Faktor Sosial……….62 BAB V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan………..71 5.2. Saran………73 DAFTAR PUSTAKA………...75 DAFTAR INFORMAN

LAMPIRAN


(12)

ABSTRAK

Kerusuhan merujuk pada aksi kolektif yang spontan, tidak terorganisasi, tidak bertujuan, dan biasanya melibatkan penggunaan kekerasan, baik untuk menghancurkan, menjarah barang, atau menyerang orang lain. Biasanya objek yang paling sering menjadi sasaran kerusuhan atau penghancuran adalah benda-benda yang mudah dilihat dan ada dimana-mana, misalnya, fasilitas umum kota.

Kerusuhan yang terjadi di Kota Medan berawal dari aksi unjuk rasa yang berujung pada aksi anarkis massa. Gerakan aksi tersebut disinyalir oleh rasa ketidakpuasan terhadap pemerintah yang dianggap kurang mampu mengatasi krisis moneter yang kian memburuk.

Krisis ekonomi yang juga melanda Kota Medan membawa dampak yang begitu besar pada masyarakat terutama bagi kaum kelas pekerja atau buruh. Ketidakstabilan ekonomi mempengaruhi kebutuhan para buruh yang tidak sebanding dengan upah yang mereka terima. Buruh-buruh yang bekerja di pabrik, terutama buruh pabrik yang berada di kawasan industry Medan-Belawan, berusaha menyampaikan usulan mereka untuk dinaikkan upah, namun, pihak pengusaha tidak menghiraukan.Akibatnya, para buruh melakukan gerakan aksi. Tak hnaya itu saja para mahasiswa Kota Medan pun turut menggeler aksi unjuk rasa.

Gerakan aksi itu kemudian merebak menjadi aksi kerusuhan massa. Kerusuhan itu terjadi pada tanggal 4 Mei -7 Mei 1998. Aksi kerusuhan tersebut berlangsung sampai ke daerah-daerah di luar kota Medan, seperti : Tanjung Morawa, Lubuk Pakam, Belawan, dan sebagainya.

Dampak kerusuhan tersebut meninggalkan kerugian dalam bidang material, mental, dan sosial. Dari segi material, terdapat kerugian yang cukup besar akibat penghancuran dan penjarahan toko, gedung, dan perumahan. Kerugian itu mencapai ratusan juta rupiah. Dari segi mental, kerusuhan tersebut meninggalkan trauma terutama bagi etnis Tionghoa yang menjadi sasaran utama kerusuhan. Dari segi sosial, terdapat adanya peretakan yang parah antara hubungan antarpribadi dan antargolongan sosial (etnis, agama, budaya, dan daerah) dalam masyrakat yang majemuk.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kerusuhan adalah suatu keadaan yang kacau, ribut, gaduh, dan huru-hara.1 Kerusuhan merujuk pada aksi kolektif yang spontan, tidak terorganisasi, tidak bertujuan, dan biasanya melibatkan penggunaan kekerasan, baik untuk menghancurkan, menjarah barang, atau

menyerang orang lain.2 Aksi kolektif merupakan sebuah bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh segerombolan orang (mob) dan kumpulan banyak orang (crowd). Biasanya objek yang paling sering menjadi sasaran kerusuhan atau penghancuran adalah benda-benda yang mudah dilihat dan ada dimana-mana, misalnya, fasilitas umum kota. Berikutnya, objek yang menjadi sasaran kerusuhan, adalah benda-benda yang mewakili atribut atau simbol kemapanan dan kemakmuran, seperti : kios, toko swalayan, bangunan megah, dan sebagainya. Benda lainnya adalah yang mewakili simbol kekuasaan dan otoritas, seperti : pos keamanan, kantor

pemerintahan, dan sebagainya.3

Kerusuhan yang terjadi di Kota Medan berawal dari aksi unjuk rasa yang berujung pada aksi anarkis massa. Gerakan aksi tersebut disinyalir oleh rasa ketidakpuasan terhadap pemerintah yang dianggap kurang mampu mengatasi krisis moneter yang kian memburuk. Sejak tahun 1997 krisis ekonomi telah melanda Indonesia. Tercatat bahwa kurs rupiah terhadap mata uang asing

Objek kerusuhan tidak hanya berupa material tetapi juga objek fisik yang lebih sering memakan korban jiwa.

1 Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005) hal. 972


(14)

mulai anjlok pada Mei 1997 hingga Juli 1998. Utang Indonesia sudah tak tertanggungkan. Harga-harga kebutuhan pokok melambung tinggi. Kondisi ini diperparah oleh situasi sosial-politik yang runyam. Korupsi, kolusi, dan nepotisme kian merajalela terutama di kalangan pejabat negara. Selain itu, rasa ketidakadilan dan berbagai penyimpangan lain muncul ke permukaan. Akibatnya, muncul rasa ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Krisis ekonomi yang juga melanda Kota Medan membawa dampak yang begitu besar pada masyarakat terutama bagi kaum kelas pekerja atau buruh. Ketidakstabilan ekonomi mempengaruhi kebutuhan para buruh yang tidak sebanding dengan upah yang mereka terima. Buruh-buruh yang bekerja di pabrik, terutama buruh pabrik yang berada di kawasan industry Medan-Belawan, berusaha menyampaikan usulan mereka untuk dinaikkan upah, namun, pihak pengusaha tidak menghiraukan. Kurangnya perhatian pemerintah dan pihak perusahaan terhadap nasib para buruh Kota Medan menjadi alasan bagi para buruh yang bernaung dalam wadah SBSI4 yang telah terbentuk untuk menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran. Mereka menuntut hak-hak normatif mereka, diantaranya hak untuk mendapatkan upah yang layak, hak untuk cuti, dan hak-hak buruh lainnya. Tetapi tetap saja aksi protes mereka tidak didengarkan oleh pihak perusahaan.5

Aksi unjuk rasa juga datang dari kalangan para mahasiswa se-Kota Medan. Mereka menuntut diadakannya reformasi6

4 SBSI adalah Serikat Buruh Sejahtera Indonesia. SBSI Kota Medan diketuai oleh Muchtar Pakpahan.

5 Wawancara dengan F. Fau pada tanggal 4 April 2010

6 Reformasi adalah pembersihan, pembaharuan, dan peningkatan segala bidang, terutama moral.

di segala bidang, terutama reformasi di bidang ekonomi, politik, serta meminta Soeharto turun dari jabatannya sebagai Presiden. Tapi aksi itu mahsiswa


(15)

itu berubah menjadi bentrokan dengan aparat keamanan melaui lempar-lemparan batu seperti yang terjadi di IKIP Negeri Medan (sekarang UNIMED).7

Berbagai gerakan aksi yang murni untuk menuntut diadakannya reformasi di segala bidang dan juga telah memakan biaya sosial yang tinggi8

Penelitian ini mencoba mengambil satu topik yang sangat menarik bagi penulis.

Penelitian ini berkaitan dengan kerusuhan-kerusuhan yang terjadi di Indonesia sepanjang bulan Mei 1998. Dalam hal ini, penulis mengambil tempat di kota Medan karena kota Medan

merupakan kota kelahiran penulis dan juga merupakan kota besar pertama yang dilanda kerusuhan Mei 1998. Periodesasi waktu dalam penelitian ini adalah pada Mei 1998. Penelitian

sepertinya telah menjadi sesuatu yang sia-sia. Reformasi yang seharusnya melahirkan perombakan terhadap rezim orde baru malah menjadi aksi anarkisme massa yang menelan korban jiwa. Kerusuhan di Kota Medan ini juga diwarnai sentimen rasial, yaitu anti Cina. Sasaran pengrusakan paling banyak dialami oleh orang Cina. Toko-toko dan rumah milik orang Cina banyak yang dibakar oleh massa.

Kota Medan merupakan kota pertama yang dilanda kerusuhan di sepanjang bulan Mei 1998. Kerusuhan itu terjadi di awal bulan Mei 1998. Aksi penjarahan, pembakaran,

perampokan, dan pemerkosaan terjadi. Sasaran utama kerusuhan ini adalah etnis Cina. Meskipun demikian, penduduk yang bukan keturunan Tionghoa pun turut menjadi korban amuk massa. Kerushan terus menjalar sampai ke luar Kota Medan, seperti : Lubuk Pakam, Deli Serdang, dan kota-kota kecil lainnya.

7 Renê. L. Pattiradjawane. Trisakti Mendobrak Tirani Orde Baru : Fakta dan Kesaksian Tragedi Berdarah 12 Mei 1998, (Jakarta : Grasindo, 1999) hal. 132


(16)

ini mengkaji peristiwa kerusuhan Mei 1998 di kota Medan. Maka, penelitian ini diberi judul ‘Kerusuhan Di Kota Medan Pada Mei 1998.’

1.2 Rumusan Masalah

Sebuah gerakan aksi ditujukan untuk memperjuangkan hak-hak atau kepentingan sekelompok orang ataupun seluruh lapisan masyarakat.Namun, selalu saja gerakan aksi itu dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk berbuat kerusuhan. Seperti halnya dengan kerusuhan-kerusuhan yang terjadi di Indonesia, khususnya Kota Medan. Maka, berangkat dari latarbelakang yang telah dikemukakan di atas, penulis merumuskan permasalahan yang terjadi, yaitu:

1. Bagaimana kondisi Kota Medan sebelum tahun 1998? 2. Bagaimana kondisi Kota Medan pada tahun 1998?

3. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kerusuhan pada Mei 1998 di Kota Medan?

1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Sejarah adalah rekonstruksi masa lalu.9

1. Untuk mengetahui kondisi Kota Medan sebelum tahun 1998.

Meskipun demikian, rekonstruksi masa lampau itu dapat berguna untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. Penelitian ini tentunya mempunyai tujuan dan manfaat tertentu. Adapun tujuan yang dicapai dalam penelitian ini, yaitu:

2. Untuk mengetahui kondisi Kota Medan pada tahun 1998.

3. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kerusuhan Mei 1998 di Kota Medan. Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah:


(17)

1. Sebagai bahan referensi bagi masyarakat umum, khususnya masyarakat Kota Medan, dalam mengetahui sejarah Indonesia kontemporer terutama ketika Indonesia memasuki babak baru dalam transisi kekuasaan, yaitu masa reformasi.

2. Untuk mengungkap bagaimana sebuah gerakan aksi yang murni untuk menggulingkan sebuah rezim, harus ternodai oleh aksi anarkisme massa yang sengaja dimanfaatkan untuk memperburuk kondisi dalam negeri.

3. Sebagai pengetahuan bagi sejarahwan khususnya dan disiplin ilmu lainnya dalam mengetahui kerusuhan yang terjadi di Kota Medan.

1.4 Tinjauan Pustaka

Dalam melakukan penelitian, permasalahan yang dikaji tentu menggunakan sumber bacaan berupa buku-buku, surat kabar, majalah, dan sumber pustaka lainnya. Adapun sumber kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti sangat banyak. Namun, penulis memilih sumber pustaka utama yang dijadikan acuan bagi penulis dalam penelitian ini.

Dalam buku Kerusuhan Sosial Di Indonesia: studi kasus Kupang, Mataram, dan Sambas oleh Riza Sihbudi dan Moch. Nuhasim (ed) disebutkan bahwa kerusuhan yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia merupakan bagian dari kekerasan kolektif. Kekerasan yang

dilakukan secara kolektif akan membangkitkan suatu rasa takut terhadap kelompok lain yang dijadikan sebagai sasaran dan juga dijadikan sebagai proses kristalisasi komitmen di kalangan anggota. Para anggota yang terlibat dalam konflik kolektif akan memunculkan suatu kesadaran baru, menumbuhkan keberanian, dan meningkatkan solidaritas. Individu-individu yang terlibat dalam konflik massa akan larut dalam berbagai perilaku dimana individu tidak mampu lagi


(18)

Dalam buku tersebut disebutkan pula bahwa gerakan sosial-massa ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu : Pertama, daya dukung struktural dimana suatu gerakan sosial-massa akan mudah terjadi dalam suatu lingkungan atau masyarakat tertentu yang berpotensi untuk melakukan suatu gerakan massa secara spontan dan berkesinambungan. Kedua, adanya tekanan-tekanan struktural akan mempercepat orang untuk melakukan gerakan massa secara spontan karena keinginan mereka untuk melepaskan diri dari situasi yang menyengsarakan. Ketiga, menyebarkan informasi yang dipercayai masyarakat luas. Hal ini akan menimbulkan kegelisahan secara kolektif akan situasi yang tidak menguntungkan tersebut. Informasi yang disebarkan ini akan menguatkan dan memperluas gerakan sosial-massa.

Keempat, emosi yang tidak terkendali misalnya,ada rumor atau isu-isu yang bisa membangktkan perlawanan. Kelima, Upaya mobilisasi orang-orang untuk melakukan tindakan-tindalan yang telah direncanakan. Faktor persuasi dan komunikasi bisa mempengaruhi tindakan sosial secara drastis, juga faktor kepemimpinan sangat berpengaruh dalam mengambil inisiatif para anggotanya untuk melakukan tindakan.

Kekerasan kolektif yang mengarah pada konflik yang terjadi di berbagai wilayah di tanah air tidak semata-mata karena faktor kepentingan para elit yang berbenturan baik pada tingkat local maupun nasional. Konflik juga terjadi karena berbagai tuntutan untuk diperlakukan secara adil, hilangnya otonomi kolektif dan pengalaman represi oleh kelompok dominan

memperkuat rasa diperlakukan tidak adil, adanya diskriminas aktif dalam politik, ekonomi, dan budaya, dan kehadiran kelompok yang menggalang pemberontakan. Konflik di Indonesia lebih mengarah pada konflik-konflik pusat pinggiran, yakni pihak pusat lebih mengeksploitasi wilayah-wilayah di sekitarnya bisa kota mengeksploitasi desa atau pihak pemeritah pusat mengeksploitasi pemerintah daerah, konflik etno-politik yakni adanya penguasaan wilayah


(19)

ekonomi oleh kelompok etnik tertentu, dan konflik karena tekanan penduduk. Oleh karena itu, perlu ada perubahan kebijakan, implementasi dalam pengelolaan hubungan antarkelompok.

Konflik antarkelompok dalam masyarakat telah lama menjadi api dalam sekam dan proses penyelesaian konfliknya didasarkan pada pendekatan kekuasaan, tidak berdasarkan pada ketentuan hukum ynag adil. Bnagunan konflik yang ada di dalam masyarakat memang secara kondusif untuk diperluas dengan cara melakukan tindakan kekerasan. Penggunaan kekerasan untuk memperluas konfl;ik akan sangat memungkinkan untuk menumbuhkan sikap saling curiga, memperkuart barisan, baik barisan dalam kelompok dalam (In-group) maupun dalam barisan kelompok luar (Out-Group.)

Disebutkan pula bahwa konflik sosial yang terjadi di dalam masyarakat biasanya timbul karena adanya sejarah persaingan, prasangka, dan rasa benci, baik itu bersifat pribadi, politis, maupun ideologis yang melatarbelakanginya. Konflik yang diciptakan oleh pemerintah kolonial pada saat mereka berkuasa di Indonesia, bertujuan untuk bisa membangun daerah jajahannya dan berusaha membangun pertentangan dan konflik di antara warga jajahannnya agar tidak terbangun kesatuan wilayah. Perpecahan di antara warga, etnik, dan agama, akan memudahkan melakukan intervensi kekuasaan. Akhirnya tertanamlah benih kebencian dan prasangka di antara masyarakat sehingga timbul gelombang aksi kekerasan, seperti yang terjadi dalam peristiwa kerusuhan Mei 1998 tersebut.

Dalam buku Politik Huru-Hara Mei 1998 oleh Fadli Zon disebutkan bahwa huru-hara pada Mei 1998 di berbagai wilayah Indonesia merupakan peristiwa bersejarah yang telah membawa Indonesia pada babak baru perjalanan bangsa. Rezim Soeharto yang telah berkuasa lebih dari tiga dasawarsa akhirnya jatuh. Peristiwa ini tak dapat dipisahkan dari rangkaian krisis


(20)

moneter yang telah berlangsung sejak Juli 1997, dimulai di Thailand dan menyebar ke beberapa negara lain di Asia termasuk Indonesia. Krisis moneter yang salah penanganan dari pemerintah atas tekanan IMF berkembang menjadi krisis politik. Hanya dalam waktu dua bulan setelah disumpah menjadi Presiden untuk ketujuh kalinya, Soeharto akhirnya mengundurkan diri dan jabatan Presiden secara konstitusional jatuh ke tangan Wakil Presiden B.J. Habibie.

Eskalasi pada bulan Mei 1998 meningkat karena dipicu secara khusus oleh tekanan IMF pada pemerintah untuk menaikkan harga BBM pada 4 Mei 1998. Antrian kendaraan pun berbaris panjang menyerbu setiap pom bensin hingga menyebabkan jalanan macet sampai tengah malam. Kenaikan harga BBM selalu diikuti kenaikan harga bahan pokok lain. Demonstrasi mahasiswa yang dimulai sejak Februari 1998, semakin marak dan berani dengan tuntutan harga-harga diturunkan dan agenda reformasi dilaksanakan. Momentum kerusuhan pun terjadi ketika kemarahan massa memunncak akibat harga-harga yang melambung tinggi. Kerusuhan itu berbentuk penjarahan, pembakaran mobil, dan gedung-gedung serta aktivitas kriminal lain.

Kerusuhan yang telah membumihanguskan sendi-sendi kehidupan Kota Medan ini masih menyisakan sejumlah pertanyaan yang belum terjawab. Berbagai teori, scenario, dan isu menyelimuti bahkan menjadi fondasi bagi pembenaran-pembenaran sepihak yang terus

dikembangkan ke masyarakat. Banyak kejanggalan dan keanehan dari peristiwa-peristiwa seputar huru-hara Mei yang merupakan penjelmaan dari pergulatan politik di kalangan elit.

Di kota Medan, kerusuhan mulai terjadi pada tanggal 4 Mei 1998, yang merupakan dampak dari bentrokan antara mahasiswa dengan aparat kepolisian sehari sebelumnya.

Kerusuhan hari berikutnya semakin meluas hingga ke Lubuk Pakam, Tanjung Morawa, dan Deli Serdang. Tanggal 7 Mei 1998, Kerusuhan di Sumatera Utara semakin melebar hingga ke Tebing


(21)

Tinggi, Pematang Siantar, dan Binjai. Akibat kerusuhan selama 3 hari itu Kota Medan dan sekitarnya menjadi lumpuh, ratusan toko, perkantoran dan bank, dan ratusan kendaraan bermotor luluh lantak dilalap si jago merah.

Tulisan M.Iqbal Djajadi dalam buku Kisah Perjuangan Reformasi, disebutkan bahwa kerusuhan merupakan sebuah fenomena amuk-massa dari para warga tang merasakan darah mereka menggelegak, mata gelap dan tidak lagi mempunyai akal sehat. Mereka hanya ingin menumpahkan emosi, mencari pelampiasan, dan memperoleh kompensasi. Namun tentu saja tidak semua orang menjadi mata gelap. Keberingasan massa pada akhirnya mungkin sekali berhasil meyakinkan mahasiswa bahwa ereka harus berjuang melalui suatu modus yang lebih heroik dan menentukan tanpa harus berarti meninggalkan prinsip damai mereka. Mereka tidak lagi ingin sekedar berteriak-teriak di kampus secara eksklusif, tanpa menghasilkan dampak yang signifikan pada negara dan masyarakat. Pada saat yang sama, mereka juga tidak ingin sekedar turun ke jalan dengan konsekuensi memancing amuk massa. Kerusuhan pun meyakinkan masyarakat bahwa mereka harus lebih aktif dan langsung dalam mendukung aksi damai

mahasiswa. Sementara mereka yang ‘berdarah panas’, banyak yang memanas-manasi mahasiswa untuk turun ke jalan, melakukan aksi yang lebih demonstratif

Dalam buku tersebut disebutkan pula bahwa gerakan mahasiswa dan kerusuhan itu sebenarnya mengarah kepada suatu jalan yang kurang lebih pararel dalam menjatuhkan Soeharto. Bila gerakan mahasiswa merupakan suatu bentuk partisipasi politik yang terlembaga, maka kerusuhan merupakan partisipasi politik yang tidak terlembaga. Bila gerakan mahasiswa

merupakan gerakan kolektif masyarakat lapisan menengah yang melek politik, maka kerusuhan merupakan gerakan kolektif masyarakat lapisan bawah yang buta politik. Bila gerakan


(22)

gerakan mahasiswa merupakan manifestasi olah-kepala, maka kerusuhan merupakan manifestasi olah-perut. Bila gerakan mahasiswa merupakan aksi idealisme, maka kerusuhan merupakan aksi realisme. Bila gerakan mahasiswa merupakan kritik kaum intelek terhadap fenomena KKN, maka kerusuhan merupakan kritik rakyat atas kenaikan harga sembako. Bila gerakan mahasiswa tercetus oleh ‘sakit-hati’, maka kerusuhan tercetus oleh ‘sakit-perut’. Karena itulah, gerakan mahasiswa cenderung berjalan dengan damai, sedangkan gerakan rakyat melalui kerusuhan cenderung berjalan dengan kekerasan.

Secara simultan, baik gerakan mahasiswa maupun kerusuhan telah meyakinkan para pembantu Presiden dan para tokoh masyarakat mengenai keseriusan krisis yang terjadi

sedemikian sehingga pada gilirannya memberikan keyakinan juga kepada Soeharto bahwa dia sudah tidak diinginkan lagi. Tanpa kerusuhan, gerakan mahasiswa mungkin tidak berjalan dengan hasil dramatis. Sebaliknya, tanpa gerakan mahasiswa, kerusuhan hanya akan menghasilkan terror, situasi khaos dan anarki.

1.5 Metode Penelitian

Penulisan merupakan akhir dari setiap penelitian ilmiah yang dilakukan. Setiap penulisan sejarah harus dapat dipertanggungjawabkan kebenaran faktanya melalui metode yang dipakai. Oleh karena itu, penulis melakukan tahapan- tahapan dalam melakukan penelitian ini. Adapun tahapan –tahapan itu adalah :

1. Heuristik, yaitu tahapan pertama yang dilakukan oleh penulis untuk mengumpulkan sumber yang berkaitan dengan penelitian ini. Dalam mengumpulkan sumber-sumber tersebut, penulis akan melakukan penelitian kepustakaan (library research). Sumber-sumber kepustakaan yang penulis teliti adalah buku-buku yang berkaitan dengan


(23)

penelitian yang dikaji. Penulis juga menggunakan surat kabar lokal sebagai bahan referensi untuk penelitian ini. Semua sumber kepustakaan ini penulis dapatkan dari perpustakaan, baik itu Perpustakaan Universitas Sumatera Utara maupun Perpustakaan Daerah Kota Medan. Selain penelitian kepustakaan, penulis juga melakukan penelitian lapangan (field research) dengan melakukan wawancara terhadap orang-orang yang mengetahui peristiwa kerusuhan Mei 1998 di Kota Medan.

2. Verifikasi, yaitu tahapan kedua yang dilakukan oleh penulis dengan melakukan penyeleksian terhadap sumber-sumber yang sudah dikumpulkan. Proses penyeleksian itu dapat dilakukan dengan cara melakukan kritik sumber. Kritik sumber itu penulis lakukan dengan dua cara, yaitu kritik eksternal dengan melakukan pengujian terhadap otentisitas (keaslian) sumber sejarah. Kritik kedua yang penulis lakukan adalah kritik internal dengan cara menguji kebenaran suatu sumber.

3. Interpretasi, yaitu tahapan ketiga yang dilakukan oleh penulis dengan melakukan penafsiran terhadap sumber untuk mencapai suatu kesimpulan terhadap masalah yang diteliti. Dalam hal ini penulis menggunakan teknik analisis untuk menjelaskan permasalahan yang dikaji untuk mencapai sebuah kesimpulan.

4. Historiografi, yaitu tahap akhir yang dilakukan penulis setelah melakukan ketiga tahapan di atas Penulis melakukan langkah terakhir dalam penelitian ini, yaitu penulisan sejarah (historiografi).


(24)

BAB II

GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN

2.1. Letak Geografis

Kotamadya Medan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Kota ini merupakan wilayah yang subur di wilayah dataran rendah timur dari propinsi Sumatera Utara dengan ketinggian berada di 22,5 meter di bawah permukaan laut. Kota ini dilalui oleh dua sungai yaitu Sungai Deli dan Sungai Babura yang bermuara di Selat Malaka.

Secara geografis, Medan terletak pada 3,30°-3,43° LU dan 98,35°-98,44° BT dengan topografi cenderung miring ke utara. Sebelah barat dan timur Kota Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli dan Serdang. Di sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka. Letak yang strategis ini menyebabkan Medan berkembang menjadi pintu gerbang kegiatan perdagangan barang dan jasa baik itu domestik maupun internasional.10 Kota Medan beriklim tropis basah dengan curah hujan rata-rata 2000-2500 mm per tahun. Suhu udara di Kota Medan berada pada maksimum 32,4°C dan minimum 24°C.

Kotamadya Medan memiliki 21 Kecamatan dan 158 Kelurahan. Adapun luas wilayah masing-masing kecamatan dapat dilihat dalam tabel I berikut ini.


(25)

Tabel 2.1. Luas Wilayah Kota Medan Berdasarkan Kecamatan

No Kecamatan Luas

(Km²)

Presentase (%)

1. Medan Tuntungan 20,68 7,80

2. Medan Selayang 12,81 4,83

3. Medan Johor 14,58 5,50

4. Medan Amplas 11,19 4,22

5. Medan Denai 9,05 3,41

6. Medan Tembung 7,99 3,01

7. Medan Kota 5,27 1,99

8. Medan Area 5,52 2,08

9. Medan Baru 5,84 2,20

10. Medan Polonia 9,01 3,40

11. Medan Maimun 2,98 1,13

12. Medan Sunggal 15,44 5,83

13. Medan Helvetia 13,16 4,97

14. Medan Barat 6,82 2,57

15. Medan Petisah 5,33 2,01

16. Medan Timur 7,76 2,93

17. Medan Perjuangan 4,09 1,54

18. Medan Deli 20,84 7,86


(26)

20. Medan Marelan 23,82 8,89

21. Medan Belawan 26,25 9,90

Jumlah 265,10 100

Sumber : Medan Dalam Angka Tahun 1999

Dari Tabel I di atas dapat dilihat bahwa Kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Labuhan dengan luas sebesar 36,67 km². Berdasarkan Tabel 1 juga dapat disimpulkan bahwa luas Kota Medan secara keseluruhan adalah sebesar 265,10 km².

2.2 Komposisi Penduduk

Penduduk Kota Medan terdiri dari berbagai macam suku atau etnis. Sebelum kedatangan bangsa asing ke wilayah Medan yang merupakan bagian dari wilayah Sumatera Timur pada saat itu, penduduk Medan masih dihuni oleh suku-suku asli, seperti : Melayu, Simalungun, dan Karo. Namun, seiring dengan hadir dan berkembangnya perkebunan tembakau di Sumatera Timur maka demografi penduduk Medan berubah dengan hadirnya suku-suku pendatang, seperti Jawa, Batak Toba, Cina, dan India. Suku-suku pendatang itu tinggal menetap dan telah bercampur baur dengan penduduk asli sehingga Kota Medan sampai saat ini dihuni oleh berbagai macam etnis, seperti : Melayu, Simalungun, Batak Toba, Mandailing, Cina, Angkola, Karo, Tamil, Benggali, Jawa, dan lain sebagai. Suku-suku yang ada di Kota Medan ini hidup secara harmonis dan toleran antara satu suku dengan yang lain.

Komposi Penduduk Kota Medan tidak hanya dilihat berdasarkan suku, tetapi juga berdasarkan jenis kelamin, agama, mata pencaharian, dan pendidikan. Adapun komposisi penduduk Kota Medan berdasarkan jenis kelamin, dapat dilihat dalam tabel 2 berikut ini.


(27)

Tabel 2.2 Komposisi Penduduk Kota Medan Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 1998

No Kecamatan Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan

1. Medan Tuntungan 32.847 32.366 65.213

2. Medan Selayang 24.008 24.206 48.214

3. Medan Johor 43.895 44.283 88.178

4. Medan Amplas 41.449 41.893 83.342

5. Medan Denai 54.026 54.993 109.019

6. Medan Tembung 56.583 59.089 115.672

7. Medan Kota 44.792 47.502 92.294

8. Medan Area 55.659 58.012 113.671

9. Medan Baru 23.626 24.457 48.083

10. Medan Polonia 20.307 21.658 41.965

11. Medan Maimun 19.557 20.792 40.349

12. Medan Sunggal 51.075 50.723 101.798

13. Medan Helvetia 63.184 62.973 126.157

14. Medan Barat 38.001 42.032 80.033

15. Medan Petisah 33.470 36.763 70.233

16. Medan Timur 52.399 53.351 105.750

17. Medan Perjuangan 57.317 57.560 114.877

18. Medan Deli 47.170 47.209 94.379


(28)

20. Medan Marelan 34.080 34.241 68.321

21. Medan Belawan 40.575 4.064 80.639

Jumlah 866.388 885.670 1.752.058

Sumber : Medan Dalam Angka Tahun 1999

Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat dilihat jumlah penduduk terbanyak berada pada Kecamatan Helvetia dengan jumlah 126.157 orang yang dihuni oleh 63.184 laki-laki dan 62.973 perempuan. Sementara itu, Kecamatan Medan Belawan lebih banyak didominasi oleh penduduk berjenis kelamin laki-laki daripda penduduk yang berjenis kelamin perempuan yang hanya berjumlah 4.064 orang. Berdasarkan Tabel 2 di atas juga dapat dimpulkan bahwa penduduk Kota Medan bila dirinci dari jenis kelaminnya berjumlah 1.752.058 orang dengan 866.388 penduduk berjenis kelamin laki-laki dan 885.670 penduduk berjenis kelamin perempuan. Dengan demikian, jumlah penduduk Kota medan secara keseluruhan adalah 1.752.058 orang.

Komposisi penduduk Kota Medan juga dapat dilihat dari agama yang dianut oleh penduduk Kota Medan. Tabel berikut ini memperlihatkan komposisi penduduk Kota Medan berdasarkan agama.

Tabel 2.3 Komposisi Penduduk Kota Medan Berdasarkan Agama Tahun 1998

No Agama Jumlah

1 Islam 1.378.612

2 Kristen 426.600

3 Budha 170.522

4 Hindu 26.862

Jumlah 2.002.596


(29)

Dari data dalam Tabel 2 di atas dapat disimpulkan bahwa mayoritas Penduduk Kota Medan menganut agama Islam dengan jumlah 1.235.556 disusul kemudian oleh agama Kristen dengan jumlah 375.066, dan Budha dengan jumlah 27.405. Sementara agama Hindu merupakan agama yang paling sedikit dianut oleh penduduk Kota Medan.

Sedangkan komposisi penduduk Kota Medan berdasarkan mata pencahariannya dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini.

Tabel 2.4 Komposisi Penduduk Kota Medan Berdasarkan Mata PencaharianTahun 1999

No Mata pencaharian Jumlah

1 Pertanian, Peternakan,Kehutanan, Perburuan, dan Perikanan 65

2 Pertambangan dan Penggalian 100

3 Industri Pengolahan 142

4 Listrik, Air, dan Gas 14

5 Bangunan 10

6 Angkutan, Penggudangan, dan Komunikasi 56

7 Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan dan Hotel 568 8 Keuangan, Usaha Persewaan Bangunan Tanah dan Jasa Perusahaan 11543 9 Jasa Kemasyarakatan Sosial dan Perseorangan 5911

Jumlah 18.409

(Sumber :Medan Dalam Angka Tahun 1999)

Berdasarkan data dalam Tabel 4 di Atas dapat disimpulkan bahwa mayoritas penduduk Kota Medan mayoritas bekerja pada sektor keuangan, usaha persewaan bangunan, dan jasa


(30)

2.3. Latar Belakang Historis

Kotamadya Medan awalnya adalah sebuah perkampungan kecil yang dinamakan kampung ‘MEDAN PUTRI.’ Letaknya berada di antara pertemuan Sungai Deli dan Sungai Babura dan termasuk wilayah XII Kuta Hamparan Perak.11

Hadirnya perkebunan tembakau di wilayah Sumatera Timur telah membawa perubahan yang signifikan baik dari segi ekonomi, sosial, dan demografi. Keuntungan yang didapat dari perkebunan tembakau begitu besar sehingga mempengaruhi perkembangan perekonomian di Sumatera Timur. Keuntungan itu tidak hanya dirasakan oleh pihak pengusaha perkebunan saja tetapi juga dirasakan oleh pihak sultan dan raja-raja yang berkuasa di Sumatera Timur.

Keuntungan yang didapat berkat hadirnya perkebunan tembakau di Sumatera Timur telah mengangkat kondisi sosial-ekonomi pihak penguasa Sumatera Timur.Sebelum kedatangan

Dalam beberapa sumber disebutkan bahwa pendiri kampung Medan adalah Raja Guru Patimpus yang merupakan nenek moyang Datuk Hamparan Perak Dua Belas Kuta dan Datuk Sukapiring. Kedua wilayah itu merupakan bagian dari Kesultanan Deli. Jhon Anderson, seorang pegawai pemerintah Inggris, yang pernah berkunjung ke Medan pada tahun 1823 menyebutkan bahwa kala itu penduduk kampung Medan berjumlah 200 orang.

Nama Deli mulai terkenal ketika Jacobus Nienhuys, seorang pengusaha Belanda, membuka perkebunan tembakau pada tahun 1865 di Sumatera Timur. Daun tembakau yang berasal dari Deli sangat terkenal dan tidak ada tandingannya sebagai bahan pembungkus cerutu, sehingga menarik minat para investor asing untuk menanamkan modalnya di wilayah Sumatera Timur.

11 Tengku Luckman Sinar. Bangun dan Runtuhya Kerajaan Melayu Di Sumatera Timur. Hal. 334


(31)

Belanda, para raja hidup dalam keadaan melarat. Setelah kedatangan Belanda, gaya hidup pihak penguasa Sumatera Timur pun berubah. Mereka tidak melewatkan sedikt waktu pun untuk mengadakan pesta-pesta mewah untuk menyambut tamu-tamu Eropa. Selain itu, banyak orang dari luar wilayah Sumatera Timur datang ke wilayah ini untuk mencari nafkah sehingga

mempengaruhi demografi Sumtera Timur pada saat itu.

Seiring dengan perkembangan perkebunan tembakau di Sumatera Timur, pihak pengusaha perkebunan mulai memperkerjakan kuli-kuli Cina. Awalnya pihak pengusaha mempekerjakan penduduk asli, yaitu Batak dan Melayu, tetapi karena mereka cenderung malas bekerja maka pihak pengusaha tidak mempekerjakan penduduk asli lagi. Namun pada akhirnya pihak pengusaha pihak pengusaha mendatangkan kuli-kuli yang berasal dari Jawa dan India dengan sistem kontrak.Dengan demikian komposisi penduduk wilayah Sumatera Timur tidak hanya didiami oleh penduduk asli tetapi juga didami oleh suku-suku pendatang, seperti Jawa, Cina, India, dan suku Batak Toba yang datang ke Sumatera Timur untuk mencari nafkah.

Pada tahun 1887, Kesultanan Deli dipindahkan dari Labuhan ke Kota Medan. Bersamaan dengan itu, Kota Medan dijadikan sebagai Ibukota Karesidenan Sumatera Timur dengan luas wilayah 90.000 km². Dengan dijadikannya Medan sebagai ibukota Karesidenan Sumatera Timur, maka Medan menjadi pusat perekonomian Sumatera Timur. Di Kota medan juga dibuka kantor

Chartered Bank pada tahun 1888 yang disusul oleh dibukanya kantor Nederlandsche Handel Maatschaappij pada tahun 1892.12 Perkembangan perekonomian yang begitu pesat


(32)

Ketika Medan dijadikan Ibukota Karesidenan Sumatera Timur, tumbuh

kampung-kampung yang baru, yaitu : Kampung Petisah Hulu, Kampung Petisah Hilir, Kampung Kesawan, dan Kampung Sungai Rengas.13 Kampung-kampung ini dikepalai oleh seorang kepala kampung di bawah komando Kontrolir di Labuhan. Kampung Petisah Hulu disatukan dengan Petisah Hilir yang dikepalai oleh seorang Kepala Kampung. Kemudian, tumbuh lagi kampung yang baru, yatiu : Kampung Aur dan Kampung Keling yang dikepalai oleh wakil Kepala Kampung.14

Pada tahun 1918 status Medan beralih dari status ibukota Karesidenan Sumatera Timur menjadi status Gementee (Kotapraja) tetapi kota Maksum dan Sungai Kera tidak termasuk ke dalam wilayah Kotapraja. Kedua wilayah itu tetap berada dalam kekuasaan Sultan Deli.. Walikota Kotapraja Medan pada saat itu adalah Baron Daniel Mackay.15

Selanjutnya, Medan mengalami perkembangan yang begitu pesat baik dari segi ekonomi dan pemerintahan. Setelah Indonesia merdeka, Kota Medan menjadi kota otonom yang berada di bawah pengawasan Gubernur Sumatera. Hal ini sesuai dengan ketetapan Gubernur No.103 pada

Selain itu, muncul pula tempat pemukiman baru yang letaknya terpisah dari penduduk pribumi dan berdiam secara eksklusif. Tempat pemukiman itu ditujukan untuk orang-orang Eropa dan orang-orang Cina. Bahkan di kalangan penduduk pribumi ada juga yang membentuk kelompoknya sendiri seperti kampung Mandailing. Pada masa itu penduduk Medan berjumlah 43.826 jiwa. Hal ini

disebabkan penduduk pribumi telah bercampur-baur dengan pendatang asing, seperti orang Eropa, orang Cina, dan orang Asia lainnya.

13 Op.cit.hal.340

14 Tengku Luckman Sinar, SH. Sejarah Medan Tempo Doeloe, (Medan : Perwira,1991) hal. 58

15


(33)

tanggal 17 Mei 1946 mengenai pembentukan 15 kota otonom.16 Ketika Negara Sumatera Timur(NST) terbentuk Medan dijadikan Stadsgemente.17

Seiring dengan terbentuknya Propinsi Sumetara Utara maka pemerintahan Negara Sumatera Timur pun dihapuskan. Propinsi Sumatera Utara yang telah terbentuk itu meliputi wilayah Karesidenan Aceh, Sumatera Timur dan Tapanuli dengan Medan sebagai puSat pemerintahannya.18

Dalam perkembangan selanjutnya Medan yang telah menjadi Kotamadya, mengalami perluasan daerah. Melalui Peraturan Pemerintah No.22 tahun 1973 ditetapkan bahwa beberapa

Tetapi pembentukan propinsi Sumatera Utara menuai protes dari kalangan masyarakat Aceh yang menginginkan wilayah Aceh menjadi satu propinsi yang otonom dan tetap tunduk pada pemerintah pusat. Setelah melaui perundingan, maka pada tahun 1956 Aceh tidak lagi menjadi bagian dari Propinsi Sumatera Utara. Dengan demikian, terjadi perubahan jumlah Daerah Otonom tingkat II, yaitu 10 Kabupaten, 3 Kota besar termasuk Kota Medan, dan 3 kota kecil lainnya.

Melalui Keputusan Gubernur Propinsi Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU ditetapkan bahwa sejak 21 September 1951, daerah kota Medan diperluas tiga kali lipat dengan mengambil wilayah Kabupaten Deli dan Serdang.. Keputusan tersebut disusul oleh Maklumat Walikota Medan nomor 2 tanggal 29 September 1951 yang menetapkan luas kota Medan menjadi 5.130 Ha dan meliputi 4 kecamatan, yaitu: Kecamatan Medan, Kecamatan Medan Timur, Kecamatan Medan Barat, dan Kecamatan Medan Baru. Empat kecamatan tersebut memiliki 59

Kepenghuluan.


(34)

wilayah yang sudah menjadi bagian dari Kabupaten Deli Serdang, dimasukkan ke dalam wilayah Kotamadya Medan, sehingga Medan memiliki 11 Kecamatan dan 116 Kelurahan. Kemudian, melalui sebuah surat persetujuan dari Mendagri pada tahun 1986, Kelurahan yang ada di Kotamadya Medan ditambah menjadi 144 Kelurahan. Sebelas Kecamatan yang ada di Kotamadya Medan pada saat itu adalah:

1. Kecamatan Medan Kota dengan 26 Kelurahan 2. Kecamatan Medan Timur dengan 18 Kelurahan 3. Kecamatan Medan Barat dengan 13 Kelurahan 4. Kecamatan Medan Baru dengan 18 Kelurahan 5. Kecamatan Medan Deli dengan 6 Kelurahan 6. Kecamatan Medan Labuhan dengan 7 Kelurahan 7. Kecamatan Medan Johor dengan 11 Kelurahan 8. Kecamatan Medan Sunggal dengan 14 Kelurahan 9. Kecamatan Medan Tuntungan dengan 11 Kelurahan 10.Kecamatan Medan Denai dengan 14 Kelurahan 11.Kecamatan Medan Belawan dengan 6 Kelurahan

(Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Medan)

Melalui Peraturan Pemerintah RI No. 59 tahun 1991 tentang pembentukan beberapa Kecamatan di Sumtera Utara, maka Kecamatan yang ada di Kotamadya Daerah Tingat II Medan dimekarkan menjadi 19 Kecamatan. Kesembilanbelas Kecamatan itu adalah:

1. Kecamatan Medan Tuntungan dengan 9 Kelurahan 2. Kecamatan Medan Johor dengan 6 Kelurahan


(35)

3. Kecamatan Medan Amplas dengan 8 Kelurahan 4. Kecamatan Medan Denai dengan 5 Kelurahan 5. Kecamatan Medan Tembung dengan 7 Kelurahan 6. Kecamatan Medan Kota dengan 12 Kelurahan 7. Kecamatan Medan Area dengan 12 Kelurahan 8. Kecamatan Medan Baru dengan 6 Kelurahan 9. Kecamatan Medan Polonia dengan 5 Kelurahan 10.Kecamatan Medan Maimun dengan 6 Kelurahan 11.Kecamatan Medan Selayang dengan 6 Kelurahan 12.Kecamatan Medan Sunggal dengan 6 Kelurahan 13.Kecamatan Medan Helvetia dengan 7 Kelurahan 14. Kecamatan Medan Petisah dengan 7 Kelurahan 15.Kecamatan Medan Barat dengan 6 Kelurahan 16.Kecamatan Medan Timur dengan 18 Kelurahan 17.Kecamatan Medan Deli dengan 6 Kelurahan 18.Kecamatan Medan Labuhan dengan 7 Kelurahan 19.Kecamatan Medan Belawan dengan 6 Kelurahan

(Sumber Badan Pusat Statistik Kota Medan)

Kemudian dua wilayah di Kotamadya Medan dimekarkan menjadi wilayah Kecamatan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.35 tahun 1992 tentang pembentukan Kecamatan di Sumatera Utara. Berdasarkan keputusan tersebut, Kecamtan di Kotamadya Medan yang semula berjumlah 19 menjadi 21 Kecamatan. Dua Kecamatan yang mengalami pemekaran


(36)

tersebut adalah Kecamatan Medan Marelan dengan 4 Kelurahan dan Kecamatan Medan Perjuangan dengan 9 Kelurahan.


(37)

BAB III

KERUSUHAN DI KOTA MEDAN PADA MEI 1998

3.1. Situasi Kota Medan Sebelum Peristiwa Kerusuhan Mei 1998

Krisis ekonomi yang mulai dirasakan masyarakat Indonesia pada pertengahan Juli 1997 berkembang menjadi krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Krisis kepercayaan ini lahir dari sebuah rasa ketidakpuasan dan kekecewaan rakyat terhadap pemerintah Orde Baru yang dianggap telah melakukan banyak penyimpangan di segala bidang, baik bidang politik, ekonomi, sosial, hukum, dan sebagainya.

Dalam bidang politik, demokrasi yang diharapkan mampu berjalan dengan baik, ternyata tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kedaulatan rakyat yang seharusnya dipegang oleh rakyat, malah dipegang oleh pihak penguasa. Rasa kekecewaan rakyat dalam bidang politik ini diawali oleh hasil pemilu 1997. Pada pemilu tahun 1997 tersebut, peserta pemilu terdiri dari tiga partai, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Golongan Karya menang mutlak dimana-mana karena partai ini dianggap sebagai partai pemerintah yang didukung sepenuhnya oleh pemerintahan Soeharto. Mulai dari Presiden hingga Kepala Lingkungan (Kepling) di tingkat desa atau kelurahan mendukung Golkar. Dengan demikian, Soeharto terpilih kembali menjadi Presiden untuk lima tahun yang akan datang.

Banyak yang merasa kecewa pada waktu Soeharto memerintah Indonesia kembali. Rasa kecewa itu menimbulkan semangat pembaharuan yang didengung-dengungkan kalangan aktivis lalu menjalar di banyak kalangan, seperti, mahasiswa, buruh, pekerja, dan lain sebagainya.


(38)

Keadaan Indonesia yang sedang carut-marut ini diperparah oleh lembaga perwakilan rakyat yang dirasa tidak berjalan sesuai dengan amanat rakyat. Banyak perwakilan rakyat di DPR yang diangkat melalui nepotisme, sehingga anak, isteri, ataupun kerabat dari pejabat tinggi negara dapat menjadi anggota badan legislatif.

Dalam bidang hukum terdapat penyimpangan dan ketidakadilan. Fungsi lembaga kehakiman yang seharusnya memberi rasa keadilan bagi masyarakat malah melakukan penyimpangan dengan tunduk di bawah kekuasaan pejabat negara. Akibatnya, sering timbul rekayasa dalam proses peradilan. Rekayasa tersebut didukung dengan mewabahnya gejala KKN di segala bidang kehidupan.

Berkembangnya praktik KKN dalam seluruh aspek kehidupan tersebut menyebabkan runtuhnya perekonomian rakyat. Korupsi telah menyebabkan keuangan negara menjadi tidak sehat dan kolusi menyebabkan pelaksanaan tatanan hukum menjadi timpang, sementara nepotisme memberikan keistimewaan kepada kerabat dan kawan. Dengan kata lain, KKN telah banyak merugikan banyak pihak termasuk masyarakat Indonesia. Akibatnya, muncul rasa ketidakpuasan terhadap pemerintah Orde Baru yang dianggap menjalankan fungsinya dengan otoriter.

Dari rasa ketidakpuasan itulah muncul sebuah gerakan reformasi yang kebanyakan dimotori oleh para mahasiswa dari berbagai kampus di Indonesia. Tujuan dari gerakan reformasi ini adalah untuk melakukakan pembaruan di segala bidang menuju ke suatu tatanan kehidupan yang lebih baik. Untuk mencapai tujuan itu, maka langkah awal yang dilakukan adalah dengan meminta presiden Soeharto melepas jabatannya sebagai presiden. Pada dasarnya, mahasiswa sebagai motor penggerak jalannya reformasi, memiliki agenda reformasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Adapun esensi dari agenda reformasi tersebut adalah :


(39)

1. Adili Soeharto dan kroninya. 2. Amandemen UUD 1945 3. Penghapusan dwifungsi ABRI 4. Otonomi daerah yang seluas-luasnya 5. Supremasi hukum

6. Pemerintahan yang bersih dari KKN (Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme).

Aksi massa pun dimulai menuntut diadakannya reformasi di segala bidang. Demikian pula halnya yang terjadi di Medan. Awalnya, situasi Kota Medan sebelum terjadinya kerusuhan dapat dikatakan relatif aman. Berbagai macam isu seputar konflik etnis ataupun agama, seperti yang terjadi di daearah-daerah lain di Indonesia, sama sekali tidak terpengaruh pada masyarakat Kota Medan yang heterogen. Demikian pula halnya dengan isu tentang terjadinya inflasi, sama sekali tidak memberikan pengaruh bagi perekonomian Kota Medan yang kebanyakan didominasi oleh etnis Tionghoa.

Pada tahun 1996, mulai terjadi aksi yang dilakukan oleh gerakan buruh Kota Medan yang merembes sampai ke daerah-daerah lain. Namun, tetap saja kondisi Kota Medan masih dapat dikendalikan. Pada tahun 1997, sebelum pemilu berlangsung, mulai muncul gerakan aksi yang dilakukan oleh mahasiswa dri beberapa Universitas di Kota Medan. Gerakan aksi mahasiswa tersebut masih terjadi dalam lingkungan kampus masing-masing. Dengan kata lain, gerakan aksi mahasiswa tersebut masih terjadi dalam skala kecil. Penjagaan oleh aparat keamanan pun dilakukan di sekitar kampus, tempat mahasiswa-mahasiswa kota Medan melakukan aksi demonstrasi. Mereka menolak pencalonan kembali Soeharto sebagai presiden untuk yang kesekian kalinya. Namun, hasil pemilu memberikan kemenangan mutlak bagi Golkar


(40)

dan Soeharto terpilih kembali sebagai presiden. Hal ini menyebabkan para mahasiswa merasa kecewa.

Reformasi yang sudah didengungkan, akhirnya menjalar di kalangan mahasiwa dan para aktivis Kota Medan. Para mahasiswa se-Kota Medan kemudian bersatu menolak hasil pemilu dan Soeharto sebagai presiden. Mahasiwa kemudian bergabung dalam suatu gerakan aksi mahasiswa, seperti, GMKI, GMNI, HMI, dan sebagainya. Para mahasiswa juga bersatu dengan gerakan buruh dan para aktivis LSM. Pada awal tahun 1998, gerakan aksi mahasiswa sudah mulai terlihat sering dilakukan. Mereka melakukan aksi long march hingga ke gedung DPRD.

Aksi long march pun dilakukan oleh civitas academica USU, mulai dari mahasiswa, dosen, sampai guru besarpun ikut berjalan melakukan konvoi menuju gedung DPRD Sumatera Utara. Mereka berkumpul di Gedung Pancasila karena menunggu anggota-anggota yang berasal dari seluruh fakultas di USU. Setelah berkumpul, mereka lalu berjalan dengan tertib dan dibatasi oelh tali sebagai pembatas agar tidak disusupi oleh orang-orang yang tidak dikenal.

Barisan yang berasal dari USU ini beratus orang jumlahnya. Mereka dipimpin oleh guru-guru besar berbagai fakultas. Aksi long march ini berjalan dengan tertib yang diikuti oleh mahasiswa dan dosen. Mereka membawa spanduk-spanduk yang bertuliskan agar reformasi dilanjutkan dan pemerintah dibersihkan dari praktek KKN. Setelah berjalan berkilo-kilometer sampailah mereka ke gedung DPRD Sumatera Utara. Di gedung itu juga sudah berkumpul mahasiswa dan dosen dari berbagai universitas di Kota Medan. Setelah mereka berkumpul, maka rombongan barisan bersama-sama menyanyikan lagu Padamu Negeri dan salah satu di antara mereka melakukan orasi di depan gedung tersebut. Setelah aksi selesai, maka rombongan barisan atau kelompok-kelompok barisan pulang ke tempat asalnya dengan berbaris secara tertib.19

19


(41)

Sepanjang Maret 1998-Mei 1998 setidaknya terdapat delapan kali aksi massa yang dilakukan oleh mahasiswa dari berbagai universitas, seperti yang diperlihatkan dalam tabel 5 berikut ini.

Tabel 3.1 Rekapitulasi Gerakan Mahasiswa Di Kota Medan Sepanjang 10Maret-1Mei 1998

Tanggal Lokasi

10 Maret 1998 USU dan UNIKA

25 April 1998 USU

27 April 1998 UMSU, UISU, dan St. Thomas 29 April 1998 USU, Nomensen, dan UISU

1 Mei 1998 UISU, Nomensen

(Sumber : Fadli Zon, 2004 : 154)

Berdasarkan tabel 5 di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam kurun waktu sekitar tiga bulan terdapat setidaknya lima kali aksi massa yang menuntut diadakannya reformasi di segala bidang. Aksi massa itu tak jarang diwarnai oleh bentrokan dengan aparat keamana Pada tanggal 25 April 1998, jatuh korban dari mahasiswa USU Medan yang disebabkan oleh bentrokan dari aparat.

Untuk mencegah masuknya penyusup dalam barisan mahasiswa yang melakukan orasinya, mahasiswa menggunakan jas almamater sebagai identitas diri.20 Namun, tetap saja ada yang melempari dengan batu, meneriakkan kata-kata kasar, dan sebagainya. Aparat keamanan pun melakukan tembakan peringatan dan melemparkan gas air mata ke arah massa yang melakukan aksi brutal hingga akhirnya terjadilah kerusuhan yang hebat.


(42)

3.2. Kronologi Peristiwa Kerusuhan Di Kota Medan Pada Mei 1998 Senin, 4 Mei 1998

Berbagai aksi mahasiswa digelar dari berbagai kampus, seperti :Universitas Sumatera Utara (USU), IKIP Medan, Institut Agama Islam Negeri Medan (IAIN), Universitas Medan Area (UMA), dan universitas swasta lainnya. Di kampus USU, gerakan aksi mahasiswa dipicu oleh tewasnya seorang mahasiswa USU pada akhir bulan April. Tewasnya mahasiswa tersebut diakibatkan oleh bentrokan antara aparat keamanan dengan mahasiswa USU yang menggelar aksi demonstrasi pada hari-hari sebelumnya.21

Di kampus IKIP, IAIN, dan UMA, aksi mahasiswa digelar mulai pukul 10.00 WIB. Mahasiswa USU menggelar aksi yang dimulai dari pendopo USU kemudian melakukan konvoi keliling kampus menuntut diadakannya reformasi di segala bidang, termasuk menuntut penurunan harga-harga sembako.

22

Namun, tiba-tiba muncul sekelompok orang di persimpangan JL.Pancing dan JL. Moh. Yamin. Di dekat persimpangan jalan tersebut terdapat pos polisi lalu lintas Percut Sei Tuan. Masa kemudian menyerbu pos polisi tersebut dan sejumlah polisi yang berada di sekitar pos itu pun terpaksa kabur menyelamatkan diri melihat kekuatan yang tak sebanding. Pos polisi itu diobrak-abrik dan dihancurkan. Begitu juga sejumlah mobil dan truk polisi yang diparkir di sebelahnya.

Aksi itu sempat dihambat oleh aparat keamanan sehingga terjadi perang batu, pelemparan bom molotov, pembakaran ban mobil, dan kayu. Petugas kemudian melakukan serangan balasan dengan menembakkan gas air mata. Kerusuhan terus berlangsung hingga pukul 16.00 WIB.

23

21

Wawancara dengan Azrai pada tanggal 5 Mei 2010

22

Majalah D&R (Detektif dan Romantika) edisi 16 Mei 1998

23


(43)

Massa lalu bergerak ke pusat perbelanjaan Plaza Buana. Mereka melempari dan menjarah. Kemudian, terdengar teriakan agar orang-orang tak merusak dan menjarah toko-toko. Suara teriakan itu berasal dari beberapa mahasiswa yang tertahan dan baru pulang dari kampus.

Massa kemudian masuk ke JL. Moh. Yamin menuju RS Pirngadi dan kemudian menuju pusat Kota Medan. Ternyata, aparat keamanan sudah siap sedia. Mereka langsung menghadang massa dan memberikan tembakan peringatan. Massa pun berbalik menghindari aparat keamanan lalu bergerak ke daerah Sukaramai yang banyak dihuni oleh warga keturunan Tionghoa. Di sana, massa melempari toko dan menjungkirbalikkan mobil yang diparkir di tepi jalan. Aksi baru dapat diredakan pada pukul 02.00 dinihari.24

Selasa, 5 Mei 1998

Kerusuhan semakin menjadi-jadi. Medan berubah menjadi kota mati. Banyak toko yang tutup dan masyarakat Kota Medan tidak berani keluar. Dalam kesunyian yang mencekam,sekitar pukul 10.00 WIB, sejumlah orang mulai mengamuk. Mereka semula mencoba datang ke kantor kepolisian sektor Percut Sei Tuan, tempat puluhan orang ditahan karena tertangkap menjarah atau membuat kekacauan. Ratusan warga sekitar Percut dan Tembung datang untuk mempertanyakan status orang-orang yang ditahan itu. Ternyata, sejumlah aparat keamanan mulai siap siaga. Untuk membendung petugas keamanan, massa membuat barikade dan membakar ban di jalan. Massa juga menjarah gudang beras. Ribuan karung beras yang jumlahnya berton-ton beras diangkut ke luar gudang. Selain itu, massa juga mengangkut bahan pangan lainnya. Mereka mengangkut barang jarahannya dengan menggunakan becak, sepeda, atau memanggulnya sambil berjalan kaki. Aparat keamanan mengambil tindakan dengan memblokir jalan menuju kota agar massa tak masuk ke pusat kota.


(44)

Sejam kemudian, massa dari kawasan Percut Sei Tuan tersebut bergerak ke Tembung. Di daerah sana, aksi massa dilanjutkan dengan aksi pembakaran dan penjarahan. Sebanyak 14 mobil dirusak dan dibakar, sekitar seratus lebih bangunan (umumnya ruko) hancur. Di daerah Pasar Tembung terjadi penjarahan toko yang menjurus ke arah tindakan rasial. Pemilik toko yang keturunan Tionghoa dipaksa keluar dan tokonya dijarah.

Sementara itu, pemilik toko yang non-Tionghoa memasang sajadah, menulis tembok atau pintu toko dengan kata pribumi atau milik pribumi. Ada pula yang memasang bendera merah-putih. Upaya itu dimaksudkan untuk menyelamatkan toko atau rumah mereka agar tak diganggu massa. Cara ini umumnya berhasil, tetapi ada juga satu atau dua rumah yang meskipun sudah diberi tanda , tetap saja menjadi ‘korban’ pelemparan batu hingga membuat kaca rumah pecah.

Aksi massa juga meledak di berbagai wilayah Kota Medan lainnya, seperti: Pulobrayan Kota, Glugur/Jl.Sutomo, Kampung Baru/ Jl.Sutomo, Kampung Baru/Jl.Brigjend Katamso, Titi Kuning, Jl. Sampali, Jl. Karakatau, Kampung Lalang, Kampung Madras/Jl.K.H.Zainul Arifin, Mandala By Pass, Sisingamangaraja/Simpang Limun, Tanjungsari, dan Martubung.25

Di kawasan Jl. Sisisngamangaraja dekat Simpang Limun, terdapat dua foto studio yang diobrak-abrik dan dijarah massa berikut empat toko yang berada di sampingnya ikut dibakar. Massa terus mengamuk dan melakukan pelemparan terhadap ruko dan showroom di Jl. Sisingamangaraja. Puluhan sepedamotor milik showroom yang terletak di kawasan tersebut dikeluarkan oleh massa dan kemudian dibakar.26

25

Harian Waspada Edisi Kamis, 7 Mei 1998.


(45)

Sekitar pukul 18.00 mobil polisi mondar-mandir sambil melepaskan gas air mata. Massa kemudian melarikan diri dan meninggalkan puing-puing yang telah hangus terbakar. Di tempat lain massa justru semakin beringas.

Di Jalan M. Yamin atau Serdang banyak rumah toko yang digunakan sebagai tempat usaha etnis cinadirusak. Salah seorang pekerja dari salah satu rumah toko tersebut mengatakan bahwa massa yang datang langsung merusak dan mengobrak-abrik rumah toko tersebut. Seluruh isi toko mereka jarah bahkan untuk pakaian kotor sekalipun.27

Di pasar daerah Simpang Limun tersebut terdapat seorang pedagang yang parasnya mirip dengan orang Cina, padahal pedagang tersebut adalah orang Jawa yang bernama Sumiati. Sumiati pun dikejar-kejar oleh massa akibat parasnya yang mirip dengan orang Cina tersebut. Akhirnya Sumiati diselamatkan oleh sesama pedagang. Wanita tersebut dimasukkan ke dalam Rabu, 6 Mei 1998

Di hari ketiga amuk massa semakin keras dan terjadi di banyak tempat. Pada Rabu, 6 Mei 1998 ini terdapat sekurang-kurangnya 27 mobil hagus terbakar, satu gudang, tiga toko, dan enam bank dirusak. Korban akibat tembakan petugas pun berjatuhan. Selain luka parah, dikabarkan ada beberapa koraban yang tewas. Sementara itu, wilayah yang di hari sebelumnya menjadi aksi massa dijaga ketat. Tak ada lagi aksi massa di sana, yang tertinggal hanyalah puing-puing bangunan yang hancur.

Sekitar pukul 09.30 di daerah Simpanglimun, massa menjarah dan membakar barang-barang yang terletak di sekitar kawasan pusat perbelanjaan. Kemudian, mereka menjebol toko pakaian. Mereka menjarh isisnya dan menganiaya pemiliknya.


(46)

keranjang jeruk dan ditutupi oleh daun pisang. Setelah keadaan aman, barulah Sumiati dikeluarkan dari tempat persembunyiannya.28

Pada tanggal 7 Mei 1998 kerusuhan di Medan menyebar hingga ke derah-daerah Sumatera Utara lainnya, seperti daerah Tanjung Morawa, Tanjung beringin, Lubuk Pakam, Perbaungan, Pematang Siantar, Tebingtinggi, Pangkalan Brandan, dan Delitua, dan Binjai.

Pada pukul 11.25, sekitar sepuluh sepeda motor dikendarai petugas berpakaian sipil tiba di lokasi amuk massa. Mereka memuntahkan peluru sambil mengejar pelaku penjarahan sampai di lorong-lorong. Ada yang tertangkap ketika lari, ada pula yang dibekuk di dalam toko dan langsung dihajar oleh aparat keamanan hingga berlumuran darah.

Aksi massa terjadi lagi setelah petugas dari berbagai lokasi kerusuhan pergi. Massa pun begitu ditinggal pergi petugas langsung menjebol studio foto dan membakar mesin fotokopi. Kebakaran merembet ke toko sebelah yang milik seorang pribumi. Kerusuhan baru mereda ketika hari beranjak malam. Sekitar pukul sepuluh malam, suasana jalan raya, terutama lokasi yang paling banyak terkena kerusuhan, tampak sepi. Tak ada orang yang berkeliaran kecuali petugas keamanan yang berjaga-jaga.

29

Data di Kepolisian besar Kota Medan, menunjukkan 431 orang ditangkap dari berbagai wilayah kerusuhan yang terjadi. Mereka ditahan dalam kaitan pelemparan dan pengrusakan saat unjuk rasa mahasiswa dan penjarahan massal. Dari jumlah massa hanya 40 orang yang ditahan sebagai tersangka pengrusakan, pembakaran, perampokan, dan penjarahan. Umumnya mereka yang terlibat dalam kerusuhan ini adalah mereka yang sekedar hanya ikut-ikutan aksi massa.30

Sementara itu, aksi demonstasi gerakan buruh yang tergabung dalam wadah SBSI juga berakhir ricuh. Awalnya massa SBSI berunjuk rasa ke Kawasan Industri Belawan untuk meminta

28

Wawancara dengan Sumiati pada tanggal 30 Maret 2010

29 Fadli Zon. Politik Huru-Hara Mei 1998, (Jakarta : Institute For Policy Studies, 2004)hal. 102 30 Majalah D&R edisi 16 Mei 1998


(47)

keadilan dari pihak pabrik agar upah buruh mereka dinaikkan. Tiba-tiba saja terjadi aksi anarkis yang disertai dengan penjarahan, perampokan, pelemparan toko, dan sebagainya. Aksi anarkis itu pun segera dihentikan oleh Poltabes Medan yang datang ke lokasi.31

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Penulis, maka objek kerusuhan yang dijadikan sasaran aksi kerusuhan di Kota Medan adalah sebagai berikut.

A. Perdagangan 1. Ruko

2. Toko

3. Mall atau Departemen Store

B. Bisnis Kantor 1. Perbankan dan ATM 2. Showroom Kendaraan

3. Gedung dan Perkantoran swasta 4. Pom Bensin (SPBU)

5. Pabrik

C. Fasilitas Umum Kota 1. Rambu Lalu Lintas 2. Telepon Umum 3. Pagar


(48)

D. Fasilitas sosial 1. Rumah Tinggal 2. Pos Keamanan

E. Kendaraan 1. Sepeda Motor 2. Mobil

3. Bus 4. Truk

Dalam kerusuhan yang terjadi di awal-awal bulan Mei tersebut, tercatat bahwa empat bank menjadi sasaran pelemparan. Bank-bank tersebuat adalah : Bank Bali dan LIPPO Bank yang keduanya di Jl. Sutomo serta BDNI dan BRI di Jl. K.L. Yos Sudarso Pulobrayan Kota. Sedangkan Bank Mestika Dharma di kawasan Pulobrayan Kota, setelah terkena lemparan lalu dijebol pintunya dan mesin ATM nya dibongkar serta beberapa juta rupiah uang tunai di dalamnya dijarah.32

Kerusuhan yang terjadi di kota Medan dan sebagian kawasan Kab. Deliserdang hingga

Rabu (6/5) mengakibatkan lima tewas dan 80 orang tertembak serta 19 unit kendaraan bermotor roda empat berbagai jenis termasuk sebuah truk petugas keamanan berikut 40 sepedamotor, serta ratusan toko/ruko dirusak dan dibakar.33

Menurut analisa TGPF ( Tim Gabungan Pencari Fakta) Kerusuhan Mei 1998 yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia termasuk kota Medan, disebutkan bahwa terdapat Diperkirakan sebanyak 170 ruko rusak dalam kejadian itu.

32

Harian Waspada Edisi 7 Mei 1998. 33 Ibid.


(49)

beberapa jenis peristiwa yang bisa dibedakan, namun tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, yaitu:

1. Pengrusakan, meliputi penghansuran kendaraan bermotor dan bangunan.

2. Penjarahan, terutama atas barang-barang di pertokoan dan barang lain dari dalam gedung. Sebagaian hasil jarahan dibawa pulang, dijual di tengah jalan, dan dibakar di jalan.

3. Pembakaran, dilakukan terhjadap kendaraan bermotor dan bangunan dengan bantuan bahan yang mudah terbakar serta bom molotov.

4. Penganiayaan, yang menjadi korban terutam apemilik toko, banguna, atau kendaraan bermotor. Korban yang paling banyak menderita adalah etnis Cina.

5. Pembunuhan, termasuk akibat penembakan aparat dan mereka yang setelah dianiaya dibakar di dalam mobil atau gedung.

6. Teror, dilakukan melalui selebaran, telepon, dan lisan.

7. Pemerasan, dilakukan sebelum terjadi pengrusakan atau sewaktu pengrusakan mengarah ke lokasi yang bersangkutan. Pemerasan ditujukan untuk mendapat imbalan atas ‘pengaman’ atas tindakan pengrusakan.

8. Penyerangan seksual.34

Tindakan massa selama kerusuhan secara garis besar terbagi atas tiga, yaitu

1. Penonton, yaitu pihak pasif yang berdiri di kejauhan.

2. Pihak Opurtunis, yaitu pihak yang siap sedia mnyambut kesempatan. 3. Aktivis, yaitu pihak yang memberi komentar dan menjadi pionir kegiatan.


(50)

Massa penonton yang sebagian bertindak secara pasif. Mereka hanya melontarkan komentar-komentar ringan di antara sesama mereka, sedangkan sebagian lain lebih condong ,memberikan semangat, berteriak, atau bertepuk tangan. Sebaliknya, para aktivis merupakan orang-orang yang penuh inisiatif dalam kegiatan.35 Mereka berteriak, melempar batu, mencari bensin untuk membakar, mendobrak pintu, merusak, dan sebagainya. Di belakang mereka berdiri para opurtunis. Massa inilah yang kemudian meramaikan penghancuran dan penghancuran.36

Kelompok inilah yang menggerakkan massa, dengan memancing keributan, memberikan tanda-tanda tertentu pada sasaran, melakukan pengrusakan awal, pembakaran, mendorong penjarahan. Kelompok ini datang dari luar tidak berasal dari penduduk setempat, dalam kelompok kecil (lebih kurang belasan orang), terlatih (yang mempunyai kemampuan terbiasa menggunakan alat kekerasan), bergerak dengan mobilitas tinggi, menggunakan sarana transport (sepeda motor, mobil/Jeep) dan sarana komunikasi (HT/HP). Kelompok ini juga menyiapkan alat-alat perusak seperti batu, bom molotov, cairan pembakar, linggis dan lain-lain. Pada umumnya kelompok ini sulit dikenal, walaupun di beberapa kasus dilakukan oleh

kelompok dari organisasi pemuda. Untuk Medan, mengenai keberadaan kelompok provokator ini masih simpang siur. Belum diketahui secara pasti provokator sebenarnya dalam kerusuhan di

Sedangkan menurut hasil temuan Tim Gabungan Pencari Fakta, massa yang terlibat dalam peristiwa kerusuhan Mei 1998 dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu :

1. Kelompok Provakator

35 Prof. Dr. Selo Soemardjan (ed). Kisah Perjuangan Reformasi, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan,1999) hal. 42

36 Ibid


(51)

Medan. Tetapi yang jelas, ada penyusup yang sengaja memanfaatkan kesempatan ketika gerakan aksi berlangsung.

2. Massa Aktif

Massa dalam jumlah puluhan hingga ratusan, yang mulanya adalah massa pasif pendatang, yang sudah terprovokasi sehingga menjadi agresif, melakukan perusakan lebih luas termasuk pembakaran. Massa ini juga melakukan penjarahan pada toko-toko dan rumah. Mereka bergerak secara terorganisir.

3. Massa Pasif

Pada awalnya massa pasif lokal berkumpul untuk menonton dan ingin tahu apa yang akan terjadi. Sebagian dari mereka terlibat ikut-ikutan merusak dan menjarah setelah dimulainya kerusuhan, tetapi tidak sedikit pula yang hanya menonton sampai akhir kerusuhan. Sebagian dari mereka menjadi korban kebakaran.

Kerusuhan tidak dapat ditangani oleh aparat keamanan. Malah kerusushan semakin meningkat sehingga muncul persepsi tentang kevakuman aparat keamanan dalam menangani kerusuhan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :

1. Adanya kelemahan komando dan pengendalian yang berakibat pada ketidaksamaan , ketidakjelasan/kesimpangsiuran perintah yang diterima oleh satuan/pasukan di lapangan. 2. Pemilihan penetapan prioritas penempatan pasukan pengaman sentra-sentra ekonomi dan


(52)

menyebabkan banyak korban, bertalian dngan kondisi keterbatasan pasukan di wilayah Medan serta dihadapkan dengan ekskalasi kerusuhan yang tidak mampu diantisipasi.

3. Komunikasi antar pasukan pengamanan tidak lancar yang disebabkan oleh keanekaragaman spesifikasi alat-alat komunikasi yang digunakan , yang semakin dipersulit oleh banyaknya gedung bertingkat tinggi.

4. Sesuai dengan doktrin ABRI rakyat bukanlah musuh, sehingga secara hukum aparat keamanan tidak boleh mengambil tindakan berupa penembakan terhadap rakyat/masyarakat. Secara psikologi aparat keamanan menghadapi dilema untuk mengambil tindakan efektif oleh karena banyaknya anggota masyarakat dan adanya pasukan lain yang berada di sekitar lokasi.

5. Adanya perbedaan pola tindak dan bentrokan di lapangan antara yang mencerminkan kondisi kurangnya koordinasi dan saling kepercayaan akan tugas untuk menghadapi tekanan arus massa yang besar.

3.3. Dampak-Dampak Kerusuhan Mei 1998 Di Kota Medan

Secara umum, kerusuhan yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, menimbulkan kerusakan dalam bidang material, mental, dan sosial. Pertama, tidak sedikit hasil keringat dan jerih payah bangsa selama berpuluh-puluh tahun ini hancur dalam sekejap mata karena amukan api. Hasil-hasil kebudayaan manusia, seperti gedung, bangunan, dan kendaraan bermotor menjadi sasaran pelampiasan emosi dan tindak kekerasan massa secara membabi buta. Angka kepastian tentang kerugian material ini sulit ditaksir, yang pasti rakyat merugi dan negara maikin bertambah miskn.


(53)

Kedua, secara tidak langsung epidemic moral (penyakit moral) ini menimbulkan gangguan mental, antara lain, trauma psikologis, di kalangan para korban kerusuhan. Epidemi moral ini secara tidak langsung ikut merusak ketentraman jiwa sesama. Hidup moral yang amburadul mengganggu ketenagan dan ketentraman jiwa seseorang.

Ketiga, peretakan yang parah antara hubungan antarpribadi dan antargolongan sosial (etnis, agama, budaya, dan daerah) dalammasyrakat yang majemuk. Ketertutupan masyarakat semakin terasa dalam kehidupan sosial. Jurang perbedaan antarapribadi kian ditonjolkan. Bahaya primordialisme bangkit kembalai dan mengancam kerukunan masyarakat. Benih-benih

kebencian, rsa tidak senang, curiga, cemburu, dan tidak bersahabat mulai tumbuh di beberapa daerah kerusuhan.37

Secara khusus di Kota Medan, kerusuhan ynag terjadi tentu saja memberikan dampak-dampak yang besar bagi masyarakat Kota Medan. Dampak kerusuhan yang terjadi pada awal-awal bulan Mei 1998 itu, paling banyak dirasakan oleh etnis Tionghoa yang dijadikan sasaran utama dalam peristiwa tersebut. Untuk menghindari amuk massa yang berbau rasial itu, warga keturunan Tionghoa terpaksa ‘lari’ ke luar kota atau luar negeri. Bagi warga Tionghoa yang hidupnya pas-pasan, terpaksa haru membentengi diri. Di Jalan Wahidin, misalnya, beberapa keluarga Tionghoa harus berjaga di depan rumah dan tokonya siang dan malam untuk mencegah kemungkinan serangan dari perusuh.38 Di daerah Kampung Lalang, setidaknya terdapat 140 keluarga keturunan Tionghoa mengungsi dari perusuh yang menyerang rumah dan menjarah harta milik mereka.39

37 William Chang. Kerikil-Kerikil Di Jalan Reformasi : Catatan-Catatan Dari Sudut Etika Sosial, (Jakarta : Kompas, 2002) hal. 184


(54)

menjadi sasaran kerusuhan. Mereka umumnya dikenal oleh masyarakat pribumi sebagai warga Tionghoa yang mau berbaur dengan penduduk sekitar dan tidak sombong. Meskipun demikian, kerusuhan itu tetap memberikan dampak terutama dampak trauma bagi warga keturunan Tionghoa. Mereka lebih cenderung menjadi eksklusif dengan masyarakat sekitar setelah terjadinya peristiwa kerusuhan tersebut.

Beberapa minggu setelah peristiwa kerusuhan itu terjadi, beberapa warga Tionghoa yang tadinya mengungsi ke luar negeri kembali ke Kota Medan setelah merasa keaadaan aman. Mereka memulai kembali usaha mereka denga mengumpulkan harta benda yang masih ada. Mereka kebanyakan menerima bantuan dari keluarga dan kawan untuk memulai usaha kembali.40

Dampak kerusuhan juga dialami oleh para pedagang yang berdagang di kawasan yang paling banyak dilanda kerusuhan. Kebanyakan dari mereka terpaksa harus menutup tokonya

Dampak lainnya juga dirasakan oleh golongan mahasiswa dan Civitas Academica lainnya. Akibat kerusuhan tersebut, kegiatan perkuliahan diliburkan selama beberapa hari. Akibat lainnya adalah mahasiswa yang sebelumnya menggelar aksi unjuk rasa untuk mrnuntut diadakannya reformasi, dituding menjadi pemicu kerusuhan. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa mahasiswa yang tertangkap padahal para mahasiswa tersebut belum tentu terbukti terlibat dalam aksi demo.

Selain itu, beberapa mahasiswa juga tertangkap karena diduga ikut terlibat dalam aksi penjarahan. Dengan kata lain, citra mahsiswa menjadi buruk setelah terjadiya peristiwa

kerusuhan tersebut.

40


(55)

selama beberapa hari untuk menghindari amuk massa. Tetapi, beberapa toko itu tak jarang menjadi serangan amuk massa yang membakar dan menjarah toko tersebut, seperti yang dialami oleh salah seorang warga pribumi yang tinggal di sekitar kawasan jalan Aksara.41

Dampak lain dari peristiwa kerusuhan tersebut juga dialami oleh para ibu rumah tangga yang ikut serta dalam penjarahan toko dan swalayan. Seperti yang telah diketahui bahwa krisis ekonomi telah menyebabkan harga-harga bahan kebutuhan pokok semakin melambung tinggi. Sebagian besar masyarakat Kota Medan yang berasal dari golongan masyarakat menengah ke bawah harus merasa tercekik lehernya oleh harga-harga yang makin melambung tinggi. Kebanyakan dari mereka tidak sanggup lagi membeli bahan-bahan kebutuhan poko tersebut. Oleh karena itu, ketika aksi penjarahan terjadi, beberapa masyarakat yang kebanyakan

didominasi oleh kaum ibu rumah tangga memanfaatkan situasi tersebut dengan ikut menjarah bahan-bahan kebutuhan pokok sebanyak-banyaknya.

Secara umum, kerusuhan yang terjadi di Kota Medan memberikan dampak yang sangat besar bagi perekonomian kota Medan. Perekonomian Kota Medan pada saat itu lumpuh total. Toko-toko kebanyakan tutup. Akibatnya, para pedagang menelan kerugian yang sangat besar apalai toko mereka ikut dijarah.


(56)

BAB IV

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KERUSUHAN MEI 1998

DI KOTA MEDAN

Kerusuhan yang terjadi di Indonesia, khususnya Kota Medan merupakan sebuah bentuk luapan kemarahan sebagian besar masyarakat marginal yang tertekan oleh rasa ketidakadilan terhadap pemerintah dan masyarakat lain yang dianggap telah mencuri keadilan itu. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kerusuhan di awal-awal bulan Mei 1998 itu. Salah satunya adalahn sifat atau karakter.

Karakter Orang Medan mewakili karakter Orang Indonesia pada umumnya apalagi Medan merupakan kota yang multikultural. Di Kota Medan ini ada begitu banyak etnis yang beragam yang tentunya ‘melahirkan’ keragaman karakter yang berbeda-beda pula. Banyak orang yang mengatakan bahwa Orang Medan berkarakter keras, gampang curiga, tidak sabar, dan gampang pula naik darah. Sifat-sifat itu sudah mewakli sifat orang Indonesia yang lebih

cenderung menjadi ‘radikal’ bila amarahnya sudah meluap. Menurut Mochtar Lubis, Sifat-sifat itu telah mendarah daging.(Mochtar Lubis,2001:37)

Latar belakang historislah yang menyebabkan penduduk Kota Medan lebih cenderung bersifat ‘radikal’. Feodalisme yang diciptakan sejak jaman kolonialisme telah menanamkan bibit ‘radikal’ kepada masyarakat Indoenesia di Medan yang ketika itu menjadi bagian dari wilayah Sumatera Timur. Pembalasan-pembalasan yang dilakukan oleh para buruh di perkebunan tembakau Deli terhadap para majikan, adalah salah satu contohnya. Para kuli kontrak yang bekerja di perkebunan temabakau Deli telah begitu sangat menderita atas perlakuan para tuan kebun. Gaji yang tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari diperparah lagi oleh


(57)

perlakuan kasar pihak majikan terhadap kaum pekerja perkebunan telah menyebabkan pihak buruh akhirnya meluapkan rasa kemarahan mereka melalui serangkaian serangan.

Mohammad Said dalam bukunya yang berjudul ‘Koeli Kontrak Tempoe Doeloe: Dengan Derita Dan Kemarahannya,’ menyebutkan bahwa dalam kurun waktu 1912-1927 terdapat setidaknya ratusan serangan berupa penusukan terhadap para tuan kebun. Jumlah serangan dalam kurun waktu 1912-1927 tersebut dapat dilihat dalam tabel 6 berikut.

Tabel 4.1 Jumlah Serangan Yang Dilakukan Oleh Kuli Kontrak Sumatera Timur Terhadap Tuan Kebun

Tahun Jumlah Serangan Jumlah Korban

1912 40 1

1913 41 1

1914 32 2

1915 26 2

1916 34 3

1917 32 1

1918 35 1

1919 26 -

1920 26 -

1921 19 -

1922 26 1


(58)

1925 28 3

1926 27 -

1927 17 1

Jlh 459 19

Dalam kurun waktu 16 tahun terdapat 459 kasus penyerangan yang dilakukan oleh pihak buruh perkebunan terhadap para tuan kebun. Penyerangan tidah hanya dilakuan oleh kelompok buruh pribumi saja tetapi juga dilakukan oleh kelompok buruh yang bersal dari etnis Tionghoa. Peristiwa penyerangan itu tidak hanya berlangsung sampai di situ saja tapi terus berlanjut hingga terjadi peristiwa yang membuat gempar media pers dan masyarakat Eropa, yaitu terbunuhnya istri seorang asisten kebun Belanda.42

Aksi itu dilakukan oleh kelompok-kelompok bersenjata yang sebagian terdiri dari orang Batak dan dipimpin oleh kaum kiri. Mereka menyerang raja-raja Simalungun, Batak Karo serta para Sultan Melayu. Penangkapan-penangkapan dan perampokan itu segera berubah menjadi pembantaian yang mengakibatkan tewasnya para bangsawan Sumatera Timur, di antaranya adalah penyair Amir Hamzah.

Aksi amuk massa sebagai luapan kemarahan masyarakat Sumatera Timur tidak hanya berlangsung sampai di situ saja. Hal ini tercermin dari terjadinya peristiwa revolusi fisik atau revolusi sosial pada Maret 1946 yang ditandai oleh serangkaian peristiwa penculikan dan permpokan terhadap para Sultan Melayu dan Raja-Raja di Sumatera Timur.

43

42

Mohammad Said. Koeli Kontrak Tempo Doeloe : Dengan Derita Dan Kemarahannya, (Medan : PT.Harian Waspada, 1990) hal.179-181

43

M.C.Ricklefs.Sejarah Indonesia Modern, (Yogyakarta : UGM Press,2005) hal.331


(59)

turut menjadi korban peristiwa berdarah pada Maret 1946 itu. Putri-putri Sultan Melayu menjadi korban perkosaan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, di wilayah Karesidenan Tapanuli terjadi pula kekerasan serupa ynag menewaskan 300 orang siantaranya Orang Batak Toba dan Karo.44

Meskipun demikian, kerusuhan yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia termasuk Kota Medan memang lumrah dalam masyarakat yang majemuk. Kerusuhan yang terjadi di beberapa daerah termasuk Medan, merupakan suatu gejala konflik sosial. Konflik dalam artian yang sebenarnya adalah persepsi mengenai perbedaan kepentingan.

Revolusi sosial di Sumatera Timur itu dilatarbelakangi oleh rasa ketidakpuasan penduduk Sumatera Timur yang tidak mau mengakui eksistensi Republik Indonesia sebagai sebuah negara republik. Selain itu, penduduk Sumatera Timur merasa bahwa pihak Penguasa Sumatera Timur lebih cenderung berpihak pada pihak kolonial yang telah membuat mereka berjaya. Di saat Indonesia merdeka pun mereka masih sangat berharap pihak kolonial dapat kembali ke wilayah Sumatera Timur untuk berkuasa.

Dalam jaman Indonesia modern seperti sekarang ini jarang dijumpai aksi massa yang tidak berujung pada aksi ‘amuk’massa. Seperti yang terjadi pada bulan Mei 1998 di Indonesia. Awalnya adalah sebuah gerakan aksi tetapi kemudian berujung pada aksi anarkisme massa. Hal ini berkaitan erat dengan karakter khas orang Indonesia khususnya masyarakat Kota Medan yang mudah mengamuk.

45

44 Ibid

Menurut pengertian Sosiologi, konflik adalah suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau


(60)

membuatnya tidak berdaya. Konflik memiliki dua jenis, yaitu konflik yang berdimensi vertikal dan konflik yang berdimensi horizontal. Konflik yang berdimensi vertikal adalah konflik yang terjadi antara penguasa dan rakyat. Penguasa dalam hal ini bisa berarti pemerintah, kelompok bisnis, atau aparat militer.Hal yang paling menonjol dalam konflik ini adalah digunakannya kekerasan negara, sehingga timbul korban di kalangan massa. Konflik yang berdimensi horizontal, yakni konflik yang terjadi dalam kalangan masyarakat sendiri. Dalam peristiwa kerusuhan Mei 1998 yang terjadi pada awal Mei 1998 tersebut, merupakan jenis konflik yang lebih mengarah pada konflik horizontal. 46

46 Novri Susan. Sosiologi Konflik & Isu-Isu Konflik Kontemporer, (Jakarta : Kencana, 2009) hal.92

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kerusuhan tersebut terjadi. Faktor-faktor tersebut adalah ::

4.1. Faktor Ekonomi

Indonesia mulai mengalami carut-marut perekonomian pada pertengahan Juli 1997. Ketika itu, bukan hanya Indonesia saja yang dilanda krisis ekonomi tetapi negara-negara Asia lainnya yang sebagian di antaranya merupakan negara sedang berkembang, seperti: Malaysia, Filipina, Thailand, dan lainnya. Krisis ekonomi yang melanda Asia itu hampir serupa dengan krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1930 yang mengakibatkan dunia ketika itu mengalami resesi ekonomi atau ‘Malaise’. Hanya saja yang membedakan krisis global dengan krisis Asia yang terjadi pada 1997 adalah bahwa krisis Asia tidak hanya berupa krisi ekonomi yang ditandai oleh melonjaknya harga barang kebutuhan pokok melainkan terkait pula dengan krisi


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Badan Pusat Statistik Kota Medan.1999. Medan Dalam Angka Tahun 1999. Medan : BPS Chang, William.2002. Kerikil-Kerikil Di Jalan Reformasi : Catatan Dari Sudut Etika Sosial.

Jakarta : Kompas

Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia : Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Pustaka. H.M, Soenarto. 2003. Euforia, Reformasi, atau Revolusi : Pergulatan Ideologi Dalam

Kehidupan Berbangsa. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Hisyam, Muhammad. 2003. Krisis Masa Kini Dan Orde Baru. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia Ismawan, Indra. 1998. Dimensi Krisis Ekonomi : Catatan Kritis. Jakarta : PT. Elex Media

Komputindo

Koentjaraningrat, Prof. Dr. 2007. Manusia Dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta : Djambatan Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta : Bentang

Liu, Yusiu, Dr. 2000. Prasangka Terhadap Etnis Cina:Evaluasi 33 Tahun Di Bawah Rejim Soeharto. Jakarta : Djambatan

Lubis, Mochtar. 2001. Manusia Indonesia : Sebuah Pertanggungjawaban. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia

Pattiradjawane, Renĕ L. 1999. Trisakti Mendobrak Tirani Orde Baru : Fakta Dan Kesaksian Tragedi Berdarah 12 Mei 1998. Jakarta : Grasindo

Pemdasu.---. Sumatera Utara Dalam Lintasan Sejarah---

Pemko Medan.2004 . Profil Kota Medan. Medan : Pemerintah Kotamadya Medan


(2)

Ricklefs, M.C. 2005. .Sejarah Indonesia Modern.Yogyakarta : UGM Press

Said,Mohamad.1990. Koeli Kontrak Tempo Doeloe : Dengan Derita Dan Kemarahannya. Medan : PT.Harian Waspada

Sihbudi, Riza & Moch. Nuhasim. 2001. Kerusuhan Sosial Di Indonesia : Studi Kasus Kupang, Mataram, dan Sambas. Jakarta : Grasindo

Sinar, Tengku Luckman. Bangun dan Runtuhya Kerajaan Melayu Di Sumatera Timur

Sinar, Tengku Luckman, S.H. 1991. Sejarah Medan Tempo Doeloe. Medan : Perwira

Sinungan, Muchdaisyah, Drs. 1984. Kebijaksanaan Moneter Orde Baru. Jakarta : Bina Aksara

Siregar, Timbul. 1980. Sejarah Kota Medan. Medan : Yayasan Pembina Jiwa Pancasila Sumatera Utara

Sjahrir. 1999. Krisis Ekonomi Menuju Reformasi Total. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan Padi & Kapas

Soekanto, Soerjono. 1988. Sosiologi : Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Press

Soemardjan, Selo, Prof. Dr (ed). 1999. Kisah Perjuangan Reformasi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

Sudjana, Eggi. 2002. Buruh Menggugat : Dalam Perspektif Islam. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Sulaiman, Abdullah,Dr.S.H,M.H. 2008 Upah Buruh Di Indonesia. Jakarta : Universitas Trisakti


(3)

Widjojo, Muridjan S (ed). 1999. Penakluk Orde Baru : Gerakan Mahasiswa ’98. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

Witanto, Eddy Prabowo (ed). 2000. Harga Yang Harus Dibayar : Sketsa Pergulatan Etnis Cina Di Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama & Pusat Studi Cina

Zon, Fadli. 2004. Politik Huru-Hara Mei 1998. Jakarta : Institute For Policy Studies

---. 1990. Ensiklopedia Nasional Indonesia Jilid 10. Jakarta : PT. Cipta Abadi Pustaka

Suratkabar , Majalah , dan Sumber Pustaka lainnya Harian Waspada edisi Kamis, 1 Mei 1998

Harian Waspada edisi Kamis, 7 Mei 1998 Harian Kompas edisi 7 Maret 1996 Majalah D&R edisi 16 Mei 1998 Majalah Gatra edisi 21 Maret 1998


(4)

DAFTAR INFORMAN 1. Nama : Azrai

Umur : 36 Tahun

Pekerjaan : Staf Pengajar USU

Alamat : Jl. Sutrisno Dalam No. 152/ 8 D

2. Nama : Elezaro Duha Umur : 60 Tahun Pekerjaan : Purnawirawan

Alamat : Jl. Pelita Teluk Dalam, Nias Selatan

3. Nama : Firman Fau Umur : 50 Tahun Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jl. Bajak IV Gg. Nasional Ujung Kecamatan Medan Amplas

4. Nama : Renita Sinaga Umur : 47 Tahun Pekerjaan : Staf Pengajar

Alamat : Jl. Gelatik XII No. 169 Perumnas Mandala

5. Nama : Rinawati Umur : 42 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Denai

6. Nama : S. Simbolon Umur : 56 Tahun Pekerjaan : Pedagang


(5)

7. Nama : Timo Dahlia Daulay Umur : 36 Tahun

Pekerjaan : Pengacara, Aktivis LSM

Alamat : Jl. Binjai Km. 10,8 Desa Purwodadi No.77

8. Nama : N.N Umur : 45 Tahun Pekerjaan : Pegawai

Alamat : Jl. Sisingamangaraja No. 158

9. Nama : N.N Umur : 52 Tahun Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jl. Wahidin Sudirohusodo No. 137

10. Nama : N.N Umur : 50 Tahun Pekerjaan : Wiraswasta Alamat : Kampung Lalang

11. Nama : N/N Umur : 48 Tahun Pekerjaan: Pedagang Alamat : Jl. Aksara

12. Nama : Emi Umur : 37 Tahun Pekerjaan : Karyawan Alamat : Jl. M. Yamin


(6)

13. Nama : Sumiati Umur : 50 Tahun Pekerjaan : Pedagang

Alamat : JL. Simpang Limun