Pengaruh Metode Role Play Terhadap Perilaku Pemilihan Makanan Jajanan Siswa Sekolah Dasar Negeri 060933 Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2016

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Metode Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan menurut WHO adalah suatu proses yang bertujuan untuk
memungkinkan individu untuk meningkatkan kontrol terhadap kesehatan dan
meningkatkan kesehatannya berbasis filosofi yang jelas mengenai pemberdayaan diri
(self empowerment). Promosi kesehatan meurut Departemen Kesehatan Republik
Indonesia (2004) adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui
pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar mereka dapat
menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumberdaya
masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dann didukung oleh kebijakan publik yang
berwawasan kesehatan. Promosi kesehatan merupakan upaya mempengaruhi
masyarakat agar menghentikan perilaku beresiko tinggi dan menggantikannya dengan
perilaku yang aman atau paling tidak beresiko rendah (Kholid A, 2012). Metode
Promosi kesehatan dapat digolongkan berdasarkan teknik komunikasi, sasaran yang
dicapai dan indera penerima dari sasaran promosi.
Promosi kesehatan berfokus pada kegiatan yang akan dilakukan dan tujuan
akhir yang dicapai. Tujuan akhir promosi kesehatan adalah meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Selain itu promosi kesehatan tidak hanya bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktik kesehatan, tetapi juga untuk
meningkatkan atau memperbaiki lingkungan (baik fisik maupun nonfisik) dalam


10
Universitas Sumatera Utara

11

rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat (Kholid A, 2012).
Promosi kesehatan mempunyai tujuan akhir yang tertulis pada visi promosi
kesehatan, yaitu kemampuan masyarakat untuk memeliihara dan meningkatkan
kesehatan mereka sendiri, sehingga jelas bahwa sasaran utama promosi kesehatan
adalah masyarakat. Dalam pelaksanaan program promosi kesehatan, telah terbukti
bahawa promosi kesehatan di masyarakat, sekolah dan tempat kerja cenderung
efektif, oleh karena itu program promosi kesehatann dikembangkan dalam tiga daerah
utama yakni sekolah, tempat kerja dan kelompok masyarakat (Maryam S, 2014).
Secara garis besar, metode promosi kesehatan dibagi menjadi dua, yakni
(Maryam S, 2014):
1. Metode didaktif, adalah metode yang didasarkan atau dilakukan secara
satu arah atau one way method. Tingkat keberhasilan metode dedaktif sulit
dievaluasi karena peserta didik bersifat pasif dan hanya pendidik yang
aktif. Ceramah, film dan siaran radio adalah contoh dari metode ini.

2. Metode sokratif, adalah metode yang dilakukan secara dua arah atau two
way method. Dengan metode ini, memungkinkan antara pendidik dan
peserta didik bersifat aktif dan kreatif seperti diskusi, debat panel, bermain
peran, sosiodrama, curah pendapat, demonstrasi, studi kasus dan loka
karya.
Pemilihan metode belajar yang efektif harus mempertimbangkan berbagai hal,
yakni hendaknya disesuaikan dnegan tujuan pendidikan, bergantung pada
kemampuan guru maupun kemampuan pendidik, bergantung pada besarnya

Universitas Sumatera Utara

12

kelompok sasaran atau kelas dan harus disesuaikan dengan masalah atau kebutuhan
sasaran.

Selain

itu,


pemilihan

metode

belajar

yang

efektif

hendaknya

mempertimbangkan fasilitas yang ada. Metode promosi kesehatan diklasifikasikan
menjadi tiga, yakni: (Maryam S, 2014)
1. Metode Pendidikan Individual (Perorangan)
Metode promosi kesehatan yang bersifat individual digunakan untuk membina
perilaku baru atau membina seseorang yang mulai tertarik pada suatu perubahan
perilaku atau inovasi. Metode ini meliputi:
a. Bimbingan atau konseling, metode ini berisi informasi yang erkenaan
dengan pendidikan, pekerjaan, pribadi dan masalah sosial yang disajikan

dalam bentuk pelajaran. Cara ini membuat kontak antara individu dan
petugas kesehatan lebih intensif. Setiap amsalah yang dihadapi oleh
individu dapat diteliti dan dapat dibantu penyelesaiannya sehingga
individu tersebut dengan sukarela, berdasarkan kesadaran dan penuh
pengertian akan menerima perilaku tersebut (merubah perilaku).
b. Wawancara (interview) bertujuan untuk menggali informasi mengapa ia
tidak atau belum menerima perubahan, apakah perilaku yang sudah atau
akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat.
2. Metode Pendidikan Kelompok
Dalam memilih metode pendidikan kelompok, harus diingat besarnya
kelompok sasaran dan tingkat pendidikan formal dari sasaran. Untuk kelompok
besar akan berbeda metodenya dnegan kelompok kecil. Efektivitas suatu metode

Universitas Sumatera Utara

13

akan baergantung pada besarnya sasaran pendidikan, kelompok besar adalah
peserta atau sasaran berjumlah lebih dari 25 orang. Berikut yang termasuk dalam
metode promosi kesehatan kelompok:

a. Ceramah, adalah pidato yang disampaikan oleh seorang pembicara yang
dilakukan di depan sekelompok pendengar. Kelebihan metode ini adalah
dapat digunakan pada orang dewasa, menghabiskan waktu dengan baik,
digunakan pada kelompok besar, dapat digunakan untuk mengulang atau
member pengantar pada pelajaran atau aktivitas. Kekurangan metode ini
yakni menghalangi respons dari pendengar, hanya sedikit pengajar yang
dapat menjadi pembicara yang baik, pembicara harus menguasai semua
pokok bahasan, kurang menarik, daya ingat terbatas serta sulit digunakan
pada anak-anak.
b. Seminar, adalah suatu penyajian dari satu atau beberapa ahli tentang suatu
topik yang dianggap penting dan biasanya dianggap hangat di masyarakat.
Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan
tinggi.
c. Diskusi kelompok, adalah percakapan yan direncanakan atau dipersiapkan
diantara tiga orang atau lebih tentang topik tertentu dan salah seorang
diantaranya memimpin diskusi tersebut. Kelebihan metode ini adalah
memungkinkan saling mengemukakan pendapat, memperluas pandangan,
serta membantu mengembangkan kepemimpinan. Kekurang metode ini

Universitas Sumatera Utara


14

adalah tidak dapat digunakan dalam kelompok besar, peserta memperoleh
informasi terbatas serta membutuhkan pemimpin yang terampil.
d. Curah pendapat (brain storming), adalah pemecahan masalah ketika setiap
anggota mengusulkan dengan cepat sehingga memungkinkan adanya
pemecahan

maslah

yang

dibahas.

Kelebihan

metode

ini


adalah

membangkitkan pendapat barum menghasilkan reaksi rantai dalam pendapat
serta tidak menyita banyak waktu. Kekurangan metode ini adalah mudah
lepas kontrol dan mungkin membuat peserta sulit mengerti bahwa segala
pendapat dapat diterima.
e. Bermain peran (role play)
3. Metode Pendidikan Massa
Metode ini cocok untuk mengkomunikasikan pesan kesehatan yang ditujukan
kepada masyarakat. Oleh sebab itu, sasaran metode ini bersifat umum, dalam arti
tidak membedakan golongan usia, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial
ekonomi, tingkat pendidikan dan sebagainya. Metode ini terbagi menjadi
ceramah umum dan pidato.
Metode promosi kesehatan dibagi menjadi 3 metode berdasarkan indera
penerima, yakni (a) metode melihat/memperhatikan, dimana pesan diterima sasaran
melalui indera penglihatan seperti penempelan poster, pemasangan gambar/photo,
pemasangan koran dinding, pemutaran film. (b) Metode pendengaran yakni pesan
diterima oleh sasaran melalui indera pendengar, umpamanya penyuluhan lewat radio,


Universitas Sumatera Utara

15

pidato, ceramah, dan (c) Metode “kombinasi”, yakni demonstrasi cara (dilihat,
didengar, dicium, diraba dan dicoba).
2.1.1 Metode Role Play
Clevenger dalam Notoadmodjo (2010) mengemukakan bahwa komunikasi
merupakan suatu terminologi yang merujuk pada suatu proses pertukaran informasi
yang dinamis (Notoadmodjo, 2010). Komunikasi kesehatan adalah proses
penyampaian pesan kesehatan oleh komunikator melalui saluran/media tertentu
kepada komunikan dengan tujuan untuk mendorong perilaku manusia agar tercapai
kesejahteraan sebagai kekuatan yang mengarah kepada kedaan (status) sehat yang
utuh secara fisik, mental (rohani) dan sosial. Komunikasi kesehatan juga dapat
didefenisikan sebagai seni dan teknik pemberitahuan, mempegaruhi dan memotivasi
penonton individu, kelembagaan dan publik tenatang isu-isu kesehatan penting.
Ruang lingkup komunikasi kesehatan meliputi pencegahan penyakit, promosi
kesehatan, kebiijakan kesehatan, bisnis perawatan kesehatan serta peningkatan
kualitas hidup dan kesehatan individu dalam masyarakat (Fatmah, 2014).
Peningkatan pengetahuan siswa SD dapat dilakukan dengan berbagai cara.

Menurut penelitian Hamida (2012). Penyuluhan gizi dengan media komik dapat
meningkatkan pengetahuan tentang keamanan makanan jajanan dibadingkan tanpa
media komik. Hermina (2010) mengungkapkan bahwa pengembangan permainan
(game-play) edukasi gizi berbasis komputer untuk murid sekolah dasar dapat
meningkatkan pengetahuan siswa sekolah tentang gizi dan kebutuhan nutrisi perhari.
Pratama (2013) mengemukakan bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap

Universitas Sumatera Utara

16

perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku tentang perilaku hidup bersih dan sehat
siswa SDN 1 Mandong.
Ikada (2010) mengemukakan bahwa pemberian buku cerita bergambar
berpengaruh positif terhadap peningkatan pengetahuan gizi. Pendidikan gizi dengan
media booklet juga dapat meningkatkan pengetahuan gizi (Zulaekah, 2010). Chandra
(2013) mengemukakan bahwa pendidikan gizi dengan metode penyuluhan juga dapat
meningkatkan pengetahan siswa SD.
Role play atau bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari
simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, peristiwa aktual atau

kejadian yang akan datang. Tujuan bermain peran dalam pendidikan adalah untuk
memecahkan masalah melalui tindakan dan peragaan. Dengan menerapkan metode
bermain peran dalam pembelajaran, maka anak-anak dapat dengan mudah menyerap
pesan atau materi, selain itu anak belajar bekerja sama, toleransi dan memahami
perasaan kawannya (Zumaroh, 2012). Metode bermain peran sangat cocok untuk
kelompok kecil dengan sasaran kurang dari 15 orang (Notoadmojo, 2007). Bermain
peran dengan kelompok besar memiliki banyak hambatan dan kendala dalam
komunikasi yang akan mengganggu efektivitas komunikasi. Hal ini sesuai dengan
penelitian Puryanto (2014) yang menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan pendidikan
kesehatan tentang penyalahgunaan narkoba dengan metode bermain peran terhadap
tingkat pengetahuan dan sikap siswa apabila dilaksanakan pada kelompok besar
dengan jumlah sasaran 40 responden dan dalam proses belajarnya tidak melibatkan
siswa untuk memerankan atau mendemonstrasikan.

Universitas Sumatera Utara

17

Dalam penelitian Peni (2009), metode bermain peran akan meningkatkan
minat belajar dan prestasi siswa. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Haryanto

(2014) bahwa penggunaan metode bermain peran akan meningkatakan hasil belajar
siswa, sejalan dengan penelitian Oktavia (2014) dimana terjadi peningkatan hasil
belajar lebih dari 75% dengan menggunakan metode bermain peran.
Kartini (2010) menemukakan bahwa penggunaan metode bermain peran
efektif digunakan dalam pembelajaran IPS. Siswa tampak lebih berminat dan antusias
untuk melaksanakan belajar. Tingkat partisipasi siswa lebih baik serta kemampuan
mengemukakan pendapat dan saran juga menjadi lebih baik. Skor pengetahuan gizi
pada anak sekolah yang mendapat pendidikan gizi baik dengan metode ceramah
maupun role play mengalami peningkatan secara signifikan (p < 0,005) Wulandari
(2007). Muzdalifah (2013) disimpulkan bahwa penerapan metode role playing pada
pembelajaran fungsi organ pencernaan manusia dan hubungannya dengan makanan
dan kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan gizi siswa di SD Negeri 2 Boja.
Peningkatan pengetahuan akan diikuti dengan perubahan sikap dan
peningkatan perilaku. Berdasarkan penelitian Dilliani (2011), pendidikan kesehatan
dengan metode role play tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap rata-rata
peningkatan perilaku tentang personal hygene antara kelompok perlakuan dengan
kelompok kontrol pada siswa kelas III di SD Pondok I Bantul. Pada penelitian
tersebut hanya dilakukan satu kali bermain pada kelompok perlakuan, hal ini tidak
sesuai dengan konsep sleeper effect yang dikemukakan oleh Brigham dalam Azwar

Universitas Sumatera Utara

18

(2005) bahwa orang masih ingat isi pesan yang disampaikan dalam waktu 10-14 hari
setelah pesan itu disampaikan.
Keunggulan metode bermain peran adalah (Supariasa, 2013):
1. Memberikan kesan yang mendalam dalam penyajian dan pemecahan masalah.
2. Mendorong peserta untuk berfikir dan merenung lebih jauh.
3. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk berperan sebagai tokoh,
disamping melihat diri sendiri diperankan oleh orang lain.
Kekurangan metode bermain peran ini adalah (Supariasa, 2013):
1. Sukar mencari orang yang dapat berperan secara meyakinkan.
2. Peserta dalam jumlah besar dapat mempengaruhi sikap-sikap pemain.
Kegiatan ini terdapat berbagai cara untuk melaksanakannya (Zumaroh, 2012):
a. Memilih peran, yaitu siswa mengadopsi atau menginginkan identitas baru
dengan pilihan sendiri.
b. Bermain peran terbimbing (guide role play). Dalam bermain peran terbimbing
terfokus pada fungsional dengan serangkaian tugas yang harus diselesaikan
oleh siswa dalam situasi tertentu, bermain peran bisa diadakan dengan
mengaplikasikan bentuk-bentuk bahasa yang ada di dalam dialog tersebut
dalam konteks baru. Kriteria keberhasilan diukur dari efektifitas pengajaran
tugas-tugas mereka.
c. Main peran bebas. Satu keuntungan main peran bebas ini adalah siswa yang
lemah membatasi diri dengan percakapan yang sederhana sedangkan yang
lebih mampu dapat lebih berkreasi dan mencoba-coba. Prakteknya

Universitas Sumatera Utara

19

pembelajaran membuat sendiri skenarionya dengan melibatkan dua atau tiga
pemeran dan sesuai dengan kebutuhan. Persiapan bermain peran dilakukan di
rumah, setelah diberitahu seminggu sebelum pertunjukan, siswa memilih
sendiri teman atau pasangan dalam bermain peran. Main peran ini tidak
membutuhkan persiapan sama sekali karena baik siswa maupun guru maju ke
muka kelas memerankan peran yang sudah ditentukan dalam teks.
Beberapa saran penyelenggara metode bermain peran adalah (Supariasa, 2013):
1. Panggung atau tempat diatur agar para pemaini berada di tengah area.
2. Permasalahan yang akan dimainkan ditentukan secara cermat dan tepat.
3. Pilih pemain untuk memerankan tokoh tertentu.
4. Biarkan metode ini berjalan selama memberikan gagasan baru.
5. Setelah selesai, bermain peran dilanjutkan dengan diskusi.
6. Apabila diperlukan, bermain peran tersebut dapat diulang dengan pemain
yang baru.
Menurut Linda Campbell, ada tiga tahap bermain peran yaitu :
1. Perencanaan
a. Menentukan sasaran pendidikan yang dikehendaki.
b. Menentukan alokasi waktu.
c. Menyiapkan peralatan dan kostum
2. Latihan dan pementasan
a. Cerita.
b. Memilih dan menetapkan pemeran.

Universitas Sumatera Utara

20

c. Latihan.
d. Pelaksanaan.
3. Evaluasi
Evaluasi diadakan setelah selesai dengan saling mengkritik penampilan
siswa yang lain.
Menurut Nurul Ramadhani Makarao dalam Supariasa (2013), prosedur bermain
peran adalah sebagai berikut:
1.

Mempersiapkan skenario, kartu peran dengan uraian peran yang singkat dan
jelas, serta papan nama untuk setiap peran.

2.

Menyampaikan kepada seluruh peserta bahwa mereka akan melakukan
metode pembelajaran dengan metode bermain peran.

3.

Menunjukkan kepada peserta untuk memainkan peran yang telah ditentukan.

4.

Meminta peserta keluar ruangan untuk mempelajarai peran secara terpisah
selama 5-10 menit dan mengenakan papan nama di dada.

5.

Menunjuk peserta lain untuk mengamati peran tertentu menggunakan formulir
observasi.

6.

Menyusun tata letak ruangan sesuai dengan masalah yang akan diperagakan.

7.

Mempersilahkan pemain dan pengamat untuk memosisikan diri dalam setting
yang telah ditentukan.

8.

Mempersilahkan pemain untuk memulai kegiatan.

9.

Meminta peserta lain sebagi pengamat.

10.

Menghentikan jika sudah selesai.

Universitas Sumatera Utara

21

11.

Meminta pengamat dan pemain untuk membahas apa yang telah mereka amati
dan peragakan.

12.

Diskusikan tentang proses dan materi metode bermain peran.

2.2 Perilaku Pemilihan Makanan Jajanan Anak Sekolah
Perilaku kesehatan adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang
berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehatsakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman dan pelayanan kesehatan.
Dengan perkataan lain perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan
seseorang baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati
(unobservable) yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
(Notoadmodjo, 2010).
Perilaku merupakan keseluruhan (totalitas) pemahaman dan aktivitas seseorang
yang merupakan hasil bersama antara faktor internal dan eksternal. Benyamin Bloom
dalalm Notoatmodjo tahun 2010 membedakan adanya 3 area, wilayah, ranah atau
domain perilaku ini, yakni kognitif (cognitive), afektif (affective) dan psikomotor
(psychomotor). Dalam perkembangan selanjutnya dikembangkan menjadi 3 tingkat
ranah perilaku yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan (Notoadmodjo, 2010):
2.2.1

Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tau seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Dengan sendirinya pada waktu

Universitas Sumatera Utara

22

penginderaan sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh
intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. (Notoadmodjo, 2010)
Pengetahuan mengenai makanan jajanan adalah kepandaian memilih makanan
yang merupakan sumber zat-zat gizi dan kepandaian dalam memilih makanan jajanan
yang sehat. Pengetahuan gizi anak sangat berpengaruh terhadap pemilihan makanan
jajanan (Putriantini, 2010). Faktor yang mempengaruhi pemilihan makanan dibagi
menjadi tiga kelompok yaitu faktor terkait makanan, faktor personal berkaitan dengan
pengambilan keputusan pemilihan makanan, dan faktor sosial ekonomi (Aprilia,
2011).
2.2.2

Sikap (attitude)
Sikap merupakan respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek

tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan
(senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya). Newcomb
dalam Notoadmodjo (2010) menyatakan bahwa sikap adalah merupakan kesiapan
atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.
Dengan kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau
aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup
(Notoadmodjo, 2010).
Suhardjo dalam penelitian Purtiantini (2010) mengungkapkan bahwa sikap
dalam memilih makanan jajanan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
1. Kebudayaan mempengaruhi orang dalam memilih makanan jajanan, yaitu
mencangkup jenis pangan apa yang harus diproduksi, bagaimana diolah,

Universitas Sumatera Utara

23

disalurkan, dan disajikannya. Kebudayaan di mana anak hidup dan dibesarkan
mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap anak.
2. Segi psikologi. Sikap anak terhadap makanan banyak makanan banyak
dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman dan respons yang diperlihatkan
oleh orang lain terhadap makanan sejak masa kanak-kanak. Pengalaman
tersebut dapat mempengaruhi sikap suka atau tidak suka individu terhadap
makanan.
3. Media massa. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa
seperti televisi mempunyai pengaruh besar pada anak dalam memilih
makanan.
4. Lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan sebagai suatu sistem mempunyai
pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar
pengertian dan konsep pada anak.
5. Pengaruh faktor emosional
2.2.3

Tindakan (practice)
Praktek atau tindakan dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut

kualitasnya, yakni praktek terpimpin, praktek secara mekanisme dan adopsi. Susanto
dalam penelitian Safriana (2012) mengemukakan bahwa perilaku anak dalam
memilih makanan jajanan dipengaruhi oleh:
1. Kebiasaan sarapan pagi
2. Kebiassan membawa bekal
3. Pengetahuan gizi anak sekolah

Universitas Sumatera Utara

24

4. Besar uang jajan
5. Akses terhadapa penjaja makanan
6. Karakteristik orang tua
7. Pengaruh teman sebaya
8. Pengaruh media massa
9. Dukungan orang tua

2.3 Pangan Jajanan Anak Sekolah
Makanan pangan jajanan menurut FAO adalah makanan atau minuman yang
disajikan dalam wadah atau sarana penjualan di pingggir jalan, tempat umum atau
tempat lain, yang terlebih dahulu sudah dipersiapkan atau dimasak di tempat produksi
atau di rumah atau di tempat berjualan (Adriani dan Wirjatmadi, 2012). Berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003
Tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan, makanan jajanan
adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat
penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum
selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel (Menkes, 2003).
Pangan jajanan ialah makanan dan atau minuman yang dapat langsung
dikonsumsi yang dibeli dari penjual makanan, baik yang diproduksi oleh penjual
tersebut atau yang diproduksi orang lain, tanpa diolah lagi (Kemenkes, 2011). Jajanan
banyak dijumpai di lingkungan sekolah dan rutin dikonsumsi sebagian besar anak
sekolah (Adriani dan Wirjatmadi, 2012). Pada umumnya, anak sekolah menghabiskan

Universitas Sumatera Utara

25

seperempat waktunya setiap hari di sekolah. Data lain menunjukkan bahwa hanya
sekitar 5% dari anak-anak tersebut membawa bekal dari rumah, sehingga
kemungkinan untuk membeli makanan jajanan lebih tinggi (Aprillia, 2011). Makanan
jajanan memegang peranan yang cukup penting dalam memberikan asupan energi
dan zat gizi lain bagi anak-anak usia sekolah (Hamida, 2012). Makanan jajanan
memberikan kontribusi masing-masing sebesar 22,9%, dan 15,9% terhadap
keseluruhan asupan energi dan protein anak sekolah dasar (Aprillia, 2011). Akan
tetapi tingkat keamanan makanan jajanan saat ini masih memprihatinkan karena
banyak makanan jajanan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan baik mutu maupun
keamanannya. Salah satu penyebab kurangamannya makanan jajanan ini adalah
kurangnya pengetahuan produsen dan konsumen tentang persyaratan keamanan
pangan dan dampaknya bagi kesehatan (Hamida, 2012).
Pangan yang dijual di kantin sekolah atau oleh pedagang di luar sekolah
sangat beragam dan dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok berdasarkan
kebiasaan jajan anak sekolah yaitu makanan sepinggan, makanan camilan, minuman
dan buah
a. Makanan sepinggan
Makanan sepinggan merupakan kelompok makanan utama yang dapat
umah terlebih dahulu atau disiapkan di kantin sekolah. Makanan sepinggan
dikenal dengan istilah “jajanan berat”. Jajanan ini bersifat mengenyangkan
dan dapat menggantikan makanan utama seperti makan siang. Contoh

Universitas Sumatera Utara

26

makanan sepinggan adalah mi ayam, bakso kuah, bubur ayam, nasi goreng,
lontong sayur, gado – gado, ketropak, siomay, mi goreng, dan soto ayam
b. Makanan camilan
Camilan merupakan makanan yang dikonsumsi di luar makanan utama
dan dikonsumsi di antara dua waktu makan. Makanan camilan terdiri dari
camilan basah (seperti pisang goreng, risoles, lemper, kue lapis, donat dan
gorengan lainnya) dan camilan kering (seperti keripik, biskuit, kue kering,
permen dan lain- lain).
c. Minuman
Minuman meliputi minuman ringan dalam kemasan (seperti minuman
berkarbonasi cola dan minuman berkarbonasi jeruk) dan minuman ringan
yang tidak dikemas (seperti es sirup, es teh lemon dan lain- lain) serta
minuman campur (seperti es pisang ijo, es doger dan lain- lain).
d. Buah, yaitu yang siap konsumsi. Bila buah berkulit yang harus dikupas dan
atau dipotong antara lain pepaya, nenas, semangka dan melon
Dari hasil pengawasan oleh BPOM dalam beberapa tahun terakhir, ada empat
jenis bahan berbahaya yang sering disalahgunakan dalam makanan, yakni formalin,
boraks, pewarna Rhodamin B, dan Methanyl Yellow (Direktorat Bina Gizi, 2011).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siwi pada tahun 2014 di SDN Seduri 1
Kecamatan Balongbendo, Sidoarjo didapatkan hasil 89% siswa tidak mengetahui
jenis dan efek dari jajanan yang tidak sehat, 92% mengaku suka mengonsumsi

Universitas Sumatera Utara

27

jajanan yang dijual kantin sekolah atau penjual di sekitar lingkungan sekolah dengan
alasan warnanya menarik dan rasanya yang lebih gurih serta enak, 32% siswa
mengaku setiap hari selalu membeli jajanan di sekolah dan 68% siswa hanya kadangkadang membeli jajanan di sekolah (Siwi, 2014).
Mengkonsumsi makanan jajanan yang tidak sehat baik dari segi mutu maupun
keamanannya dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan antara lain, keracunan
makanan, diare, dan berbagai penyakit foodborne disease lainnya (Judarwanto, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari pada tahun 2013 di
Jakarta didapatkan informasi mengenai adanya cemaran bakteri Escherichia coli dan
Coliform pada keenam sampel makanan dan minuman yang di ambil di sekolah dasar
yang ada di Jalan Sisingamangaraja Jakarta (Puspitasari, 2013). Selain itu
penggunaan bahan tambahan pangan dalam jajanan di lingkungan sekolah juga harus
diwaspadai. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wariyah pada tahun 2013
menunjukkan bahwa PJAS yang beredar di Sekolah Dasar di kabupaten Kulon Progo
terindikasi mengandung bahan tambahan pangan dengan dosis tidak memenuhi syarat
(TMS) dan bahan berbahaya yang dilarang. Terdapat 4% sampel PJAS dengan
pengawet sodium benzoat dan asam sorbat TMS dan pemanis sodium siklamat 8%
sampel. PJAS mengandung boraks ada 3% sampel (cilok, sosis, kerupuk rambak) dan
formalin 1% sampel pada burjo dan cimol (Wariyah, 2013).

Universitas Sumatera Utara

28

2. 4 Anak Sekolah Dasar
Anak sekolah adalah anak yang berada pada usia sekolah, yaitu usia 6-12
tahun. Anak pada usia ini telah memiliki fisik yang kuat sehingga kebutuhan untuk
melakukan aktivitas tampak menonjol. Anak juga telah memilih keterampilanketerampilan motorik atau bermain. (Adriani M dan Wirjatmadi B, 2012). Pada anak
sekolah, pertumbuhan tinggi dan berat badan cenderung stabil, tetapi terdapat sedikit
perbedaan pertumbuhan antara anak laki-laki dan perempuan, khususnya pada usia
10-12 tahun dimana anak merempuan telah mengalami pubertas, sehingga anak
perempuan akan tampak lebih tinggi dan lebih berat dibandingkakn dnegan anak lakilaki. Pada tahap perkembangan moral, sikap dan sosial, pada anak sekolah dasar
telah muncul keinginan menjadi bagian dalam sebuah kelompok, keinginan untuk
berteman dan bekerja kelompok dan timbul keinginan unuk diterima dan disukai
teman-temannya. Pada usia ini adalah masa belajar anak terhadap berbagai perilaku
(Safrina, 2012)
Beberapa gambaran karakteristik anak sekolah dasar antara lain sebagai
berikut: karakteristik anak sekolah dasar yang pertama adalah senang bermain,
karakteristik yang kedua senang bergerak, karakteristik yang ketiga senang bekerja
dalam kelompok dan karakteristik keempat senang merasakan atau melakukan
sesuatu secara langsung. Anak sekolah dasar senang bergerak dan dapat duduk
dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Dalam pergaulan dengan kelompok
sebaya, anak belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi. Seperti:
belajar memenuhi aturan-aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak

Universitas Sumatera Utara

29

tergantung pada orang lain dan diterima di lingkungannya, belajar menerima
tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat dan sportif
(Putrtiantini, 2010).
Anak pada usia sekolah sedang dalam masa perkembangan dimana mereka
sedang dibina untuk mandiri, berperilaku menyesuaikan dengan lingkungan,
peningkatan berbagai

kemampuan dan berbagai

perkembangan lain

yang

membutuhkan fisik yang sehat, maka perlu ditunjang oleh keadaan gizi yang baik
untuk tumbuh kembang yang optimal. Kondisi ini dapat dicapai dengan proses
pendidikan dan pembiasaan serta penyediaan kebutuhan yang sesuai, khususnya
melalui makanan sehari-hari bagi seorang anak (Adriani M dan Wirjatmadi B, 2012).
Pada masa inilah anak berada dalam fase pertumbuhan dan perkembangan, sehingga
berangsur-angsur menjadi banyak mengetahui tentang diri dan dunianya. Pada taraf
ini anak mudah dibimbing, diarahkan dan ditanamkan kebiasaan yang baik
(Notoadmodjo, 2005). Anak mulai mengerti bahwa makanan yang bergizi sangat
berguna untuk kesehatan dan pertumbuhan, tetapi pengertiannya terbatas, waktu
makan merupakan waktu yang tepat untuk kontak sosial.
2.5 Landasan Teori
Skinner mengemukakan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi
seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar dan terjadi melalui proses
adanya stimulus terhadap organisme dan organisme tersebut merespon. Perilaku
terbentuk di dalam diri seseorang dari dua faktor utama yakni: stimulus merupakan

Universitas Sumatera Utara

30

faktor dari luar diri seseorang tersebut (faktor eksternal) dan respon yang merupakan
faktor dari dalam diri orang yang bersangkutan (faktor internal) (Notoadmodjo,
2010).

Stimulus

Promosi Kesehatan

Organisme:
- Perhatian
- Pengertian
- Penerimaan

Respons
(perubahan sikap)

Respons
(perubahan tindakan)
Gambar 2.1 Teori Stimulus–Organisme-Respons (SOR)
Proses perubahan perilaku pemilihan makanan jajanan berdasarkan teori S-OR, diawali dengan pemberian stimulus (rangsangan) berupa pengetahuan tentang
pemilihan makanan jajanan yang baik dengan penyuluhan dan diikuti dengan bermain
peran (role play) untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam memilih makanan
jajanan yang baik. Setelah mendapat pengetahuan, siswa akan mengerti dan
diharapkan terjadi keinginan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan yang telah
diberikan. Setelah pemberian stimulus dan terjadi perubahan sikap siswa, maka
dukungan dari lingkungan sekolah maka akan terjadi perubahan perilaku siswa yang
diharapakan akan berubah menjadi perilaku memilih makanan jajanan yang baik.

Universitas Sumatera Utara

31

2.6 Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori tersebut, maka dibuat kerangka konsep sebagi berikut:
Variabel Independen

Variabel Dependen

Pemberian
Informasi dengan
Metode role play

Pengetahuan

Sikap

Tindakan
Pemilihan Makanan Jajanan
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep dapat dijelaskan bahwa dengan pemberian
informasi tentang pemilihan makanan jajanan dengan metode role play, siswa akan
mendapat pengetahuan tentang memilih makanan jajanan yang lebih baik.
Pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan
tindakan siswa dalam memilih makanan jajanan. Untuk mengetahui ada tidaknya
peningkatan perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) maka sebelum dilakukan
intervensi dilakukan pre-test dan untuk melihat sejauh mana perubahan
setelahintervensi dengan metode role play maka dilakukan post-test.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Tinjauan Sanitasi Makanan Jajanan Di Dijalan Pagaruyung Kelurahan Petisah Tengah Kecamatan Medan Petisah Tahun 2000

1 28 71

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PEMILIHAN MAKANAN JAJANAN DENGAN PERILAKU ANAK SEKOLAH DASAR Hubungan Pengetahuan Tentang Pemilihan Makanan Jajanan Dengan Perilaku Anak Sekolah Dasar Dalam Memilih Makanan Jajanan Di SD N Karangasem III Surakarta.

0 3 15

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PEMILIHAN MAKANAN JAJANAN DENGAN PERILAKU ANAK SEKOLAH DASAR Hubungan Pengetahuan Tentang Pemilihan Makanan Jajanan Dengan Perilaku Anak Sekolah Dasar Dalam Memilih Makanan Jajanan Di SD N Karangasem III Surakarta.

1 1 10

Pengaruh komunikasi giji dengan media komik terhadap peningkatan perilaku tentang sarapan sehat pada siswa sekolah dasar negeri di kecamatan medan suggal kota medan tahun 2016

1 1 19

Pengaruh Metode Role Play Terhadap Perilaku Pemilihan Makanan Jajanan Siswa Sekolah Dasar Negeri 060933 Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2016

0 0 18

Pengaruh Metode Role Play Terhadap Perilaku Pemilihan Makanan Jajanan Siswa Sekolah Dasar Negeri 060933 Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2016

0 0 2

Pengaruh Metode Role Play Terhadap Perilaku Pemilihan Makanan Jajanan Siswa Sekolah Dasar Negeri 060933 Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2016

0 0 9

Pengaruh Metode Role Play Terhadap Perilaku Pemilihan Makanan Jajanan Siswa Sekolah Dasar Negeri 060933 Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2016 Chapter III VI

0 0 52

Pengaruh Metode Role Play Terhadap Perilaku Pemilihan Makanan Jajanan Siswa Sekolah Dasar Negeri 060933 Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2016

1 3 4

Pengaruh Metode Role Play Terhadap Perilaku Pemilihan Makanan Jajanan Siswa Sekolah Dasar Negeri 060933 Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2016

0 0 30