PEMBUNUHAN TERHADAP JIWA Menurut Hukum I
PEMBUNUHAN TERHADAP JIWA
Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif
MAKALAH
(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Jinayat)
Disusun Oleh:
Sa’adah
Yani Handayani
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SILIWANGI
GARUT
Tahun 2013 M/1433 H
Jalan Raya Tutugan No. 117 Leles Garut 44152
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbi yang telah
memberikan segala nikmat dan karunia-Nya yang sempurna kepada setiap
hambanya, sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam selalu terlimpah curahkan kepada junjungan besar
kita, Nabi Muhammad SAW yang menjadi panutan dan suri tauladan seluruh
umatnya. Kepada beliaulah kita meneladani apa yang diperintahkan Allah untuk
mencapai derajat taqwa.
Makalah ini tersusun atas kerjasama anggota kelompok. Untuk membahas
dan menyelesaikan proses penyusunan dan penulisan makalah ini. Adapun judul
dari makalah ini adalah “Pembunuhan Terhadap Jiwa”, yang merupakan tugas
dari mata kuliah Fiqih Jinayat.
Selain itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu baik moril maupun materiil. Penyusun sadar bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penyusun
menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan di masa
yang akan datang. Akhir kata penyusun mengucapkan syukur Alhamdullilah.
Semoga bermanfaat bagi semua pihak.
Garut, Februari 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................
i
DAFTAR ISI...........................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
B.
C.
D.
Latar belakang…………………………………………………..
Rumusan Masalah……………………………………………….
Tujuan Penulisan………………………………………………...
Sistematika Penulisan……………………………………………
1
1
2
2
BAB II PEMBAHASAN
A.
B.
C.
D.
E.
Pengertian Pembunuhan………………………………………..
Klasifikasi Pembunuhan………………………………………..
Akibat dari Pembunuhan……………………………………….
Pembunuhan Menurut Hukum Positif………………………….
Hikam Diterapkannya Hukum Qishash dan Pembayaran Diyat..
4
5
19
24
27
BAB III PENUTUP……………………………………………………
28
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………
30
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk Allah yang paling mulia, Allah menciptakan
manusia sebagai sebaik-baiknya makhluk. Allah menjamin segala macam hak-hak
yang dibutuhkan manusia, mulai dari hak hidup, hak kepemilikan, hak
memelihara kehormatan, hak kemerdekaan, hak persamaan, hak menuntit ilmu
pengetahuan, dan hak-hak yang lain.
Hak yang paling utama dan wajib mendapat perhatian ialah hak hidup. Sebab
hal itu merupakan hak yang suci dan tidak seorang pun yang dibenarkan secara
hukum untuk melanggar hak ini, dengan alasan apapun yang tidak dibenarkan.
Allah SWT berfirman:
مولتمفقتهل هفواالن رمففمس ال ر متتى مح ر مرمم اللهه ال
حقق
تبال ف م ت ر...
”dan
janganlah
kamu
membunuh
jiwa
yang
diharamkan
Allah
(membunuhnya), melainkan dengan suatu alasan yang dibenarkan.”(Q.S. Al-Isra:
33)
Dalam makalah ini, akan diuraikan mengenai masalah pembunuhan,
hukumannya, baik dilihat dari perspektif hukum Islam dan juga dilihat dari
perspektif hukum positif yang ada di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Apa itu pengertian pembunuhan?
Apa saja klasifikasi pembunuhan itu?
Apa saja akibat dari pembunuhan menurut hukum Islam?
Apa saja yang menjadi syarat si pembunuh dikenai hukum qishash?
Apa saja yang menyebabkan si pembunuh diwajibkan membayar diyat?
Bagaimana akibat pembunuhan menurut hukum positif?
Apa hikmah dibalik penerapan hukum qishash dan pembayaran diyat?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujan penulisan makalh ini adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
Mengetahui pengertian pembunuhan.
Mengetahui apa saja klasifikasi pembunuhan itu.
Mengetahui apa saja akibat dari pembunuhan.
Mengetahui apa saja yang menjadi syarat si pembunuh dikenai hukum
qishash.
5. Mengetahui apa saja yang menyebabkan si pembunuh diwajibkan
membayar diyat.
6. Mengetahui bagaimana hukum pembunuhan menurut hukum positif.
7. Mengetahui apa hikmah dibalik penerapan hukum qishash dan
pembayaran diyat.
8. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Jinayat.
D. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
F.
G.
H.
I.
J.
Pengertian Pembunuhan
Klasifikasi Pembunuhan
Akibat dari Pembunuhan
Pembunuhan Menurut Hukum Positif
Hikam Diterapkannya Hukum Qishash dan Pembayaran Diyat
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembunuhan
Pembunuhan secara etimologi, merupakan bentuk masdar
madhi
ق تلyang
قتل,
dari fi’il
artinya membunuh.1 Adapun secara terminologi, sebagaimana
dikemukakan oleh Wahbah az-Zuhaili, pembunuhan didefinisikan sebagai suatu
perbuatan mematikan; atau perbuatan seseorang yang dapat menghancurkan
bangunan kemanusiaan.2 Sedangkan menurut Abdul Qadir ‘Audah, pembunuhan
didefinisikan sebagai suatu tindakan seseorang untuk menghilangkan nyawa;
menghilangkan ruh atau jiwa orang lain. 3 Secara sederhana menurut Wojowasito
pembunuhan adalah perampasan nyawa seseorang.4
Sedangkan
dalam
istilah
KUHP
pembunuhan
adalah
kesengajaan
menghilangkan nyawa orang lain.5 Dari definisi tersebut, maka tindak pidana
pembunuhan dianggap sebagai delik material bila delik tersebut selesai dilakukan
oleh pelakunya dengan timbulnya akibat yang dilarang atau yang tidak
dikehendaki oleh Undang-undang.6
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembunuhan adalah perampasan hak hidup
seseorang atau peniadaan nyawa seseorang oleh orang lain yang dapat
mengakibatkan tidak berfungsinya seluruh anggota badan disebabkan ketiadaan
roh, baik perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja.
1 Ahmad Warson, Al-Munawwir, Cet. ke-1,(Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1992), hlm. 172.
2 Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Cet. ke-3, ( Damaskus: Dar al-Fikr, 1989,
Jilid: VI ), hlm. 217.
3 Abdul Qadir ‘Audah, at-Tasyri’i al-Jina’i al-Islami, ( Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, t.t.), Jilid II,
hlm. 6.
4 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, Cet. ke-2, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 113.
5 P.A.F. Lamintang, Delik-delik Khusus, Cet. ke-1 (Bandung: Bina Cipta, 1986), hlm. 1.
6 Ibid.
Dalam hukum pidana Islam, pembunuhan termasuk ke dalam jarimah
qishash-diyat (tindakan pidana yang bersanksikan hukum qishash atau diyat). Dan
dengan penerapan qishash dan diyat masyarkat akan bersih dari tindakan pidan
yang dapat mengacaukan ketertiban umum dan mengganggu stabilitas
masyarakat.
B. Klasifikasi Pembunuhan
Tidak semua tindakan pembunuhan terhadap jiwa membawa konsekuensi
untuk dijatuhi hukum qishash. Sebab, di antara tindakan itu ada yang sengaja, ada
yang menyerupai kesengajaan, ada yang tidak disengaja sama sekali. Dilihat dari
segi motivasi terjadinya pembunuhan, ulama Malikiyyah membagi pembunuhan
menjadi dua macam, yaitu pembunuhan sengaja dan tidak disengaja. Ini
didasarkan pada ayat Al-Qur’an surat An-Nissa: 92 dan 93. 7 Sedangkan menurut
ulama Hanafiyyah, Safi’iyyah, dan Hanabilah, membaginya menjadi tiga bentuk,
yang apabila diteliti merupakan hasil kompromistis dari kedua bentuk
pembunuhan sebelumnya. Adapun ketiga klasifikasi pembunuhan itu adlah
sebagai berikut:8
1.
Pembunuhan dengan disengaja (qathlul amdi), yaitu pembunuhan yang
yang dilakukan oleh seorang mukallaf terhadap seseorang yang darahnya
dilindungi, dengan memakai alat yang pada kebiasaan alat tersebut dapat
membuat orang mati. Dalam ajaran Islam, pembunuhan yang dilakukan
dengan disengaja terhadap orang-orang yang dilindungi jiwanya, dianggap
sebagai suatu jarimah dan juga dosa besar (akbarul kaba’ir). Hukuman
7 Rahmat Hakim, op.cit. hlm.116.
8 Ibid, hlm. 118.
jarimah ini apabila memenuhi persyaratan dan semua unsur-unsur adalah
dibunuh kembali. Adapun unsur-unsur pembunuhan disengaja ada tiga, yaitu:
a. Orang yang dibunuh adalah manusia hidup, maksudnya ketika seseorang
membunuh, si terbunuh dalam keadaan hidup. Kerelaan orang yang
dibunuh, misalkan karena penyakit yang tak kunjung sembuh dan
menyebabkan keputusasaan (mercy killing atau euthanasia), tidak
mengurangi hukuman bagi si pelaku. Karena kerelaan untuk dibunuh
bukan termasuk kebolehan untuk melakukan pembunuhan, dan bukan hal
yang dibenarkan oleh syara’. Oleh sebab itu, ada ulama yang menetapkan
sanksi dari perbuatan ini adalah qishash.
ال فتقمصاهص
عل ميفك ههم
م
ب
ك هتت م
ال ر متذي فمن ا اممن هفوا
اياي رهمها
تفےالمقفتلىق...
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash
berkenaan orang yang dibunuh…”(Q.S. Al-Baqoroh: 178)
b. Kematian korban merupakan hasil dari perbuatan si pembunuh. Misalkan
dengan menggunakan alat-alat yang lazim digunakan untuk membunuh.
c. Adanya niat, karena apabila tidak ada niat, pastinya pelaku tidak akan
menyiapkan dan menggunakan alat yang lazim digunakan untuk
membunuh.
Dan syarat-syarat pembunuhan dikategorikan sengaja adalah:9
a. Pembunuh adalah orang yang berakal, baligh, dan sengaja membunuh.
9 Sayyid Sabiq, Ter. Nor Hasanuddin, dkk, Fiqhus Sunnah,Cet. ke-1 (Jakarta: Pena Budi Aksara,
2006), Jilid III, hlm. 411.
b. Si terbunuh hendaklah manusia yang darahnya dilindungi.
c. Alat yang digunakan membunuh adalah alat yang pada kebiasaannya
dapat mematikan.
2.
Pembunuhan tidak disengaja (qathlul ghairul amdi), menurut Sayyid
Sabiq, pembunuhan tidak disengaja ketidak sengajaan dalam dua unsur, yaitu
perbuatan dan akibat yang ditimbulkan. Pembunuhan ini disebut juga
pembunuhan karena kesalahan. Contohnya, ketika seseorang yang membidik
binatang buruan, kemudian salah sasaran dan terkena kepada manusia yang
darahnya dilindungi. Adapun unsur-unsur pembunuhan tidak disengaja
adalah:
a. Perbuatan ini tidak disengaja atau tidak diniati.
b. Kematian yang ditimbulkan tidak dikehendaki si pelaku.
c. Adanya keterkaitan kausalitas antara perbuatan dan kematian.
3.
Pembunuhan semi disengaja (qathlu syighlul amdi), atau pembunuhan
yang menyerupai kesengajaan adalah tindakan yang sengaja dalam
pemukulannya tetapi keliru dalam pembunuhannya. Misalkan seseorang yang
memukul dengan alat yang diyakini tidak akan menimbulkan kematian
seseorang, tetapi perbuatan tersebut ternyata menyebabkan kematian si
korban pemukulan.
Menurut Sayyid Sabiq, pembunuhan menyerupai kesengajaan ini memiliki
kemiripan dengan pembunuhan disengaja, yaitu dari kesengajaan ia
memukul. Adapun kemiripan dengan pembunuhan tidak disengaja adalah alat
yang digunakan tidak lazim dilakukan untuk membunuh.
Klasifikasi pembunuhan dalam KUHP, ketentuan-ketentuan pidana tentang
kejahatan yang ditujukan terhadap nyawa orang lain diatur dalam buku II bab
XIX, yang terdiri dari 13 Pasal, yakni Pasal 338 sampai Pasal 350.Kejahatan
terhadap nyawa orang lain terbagi atas beberapa jenis, yaitu :
1.
Pembunuhan Biasa (Pasal 338 KUHP)
Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 338 KUHP merupakan tindak pidana
dalam bentuk yang pokok, yaitu delik yang telah dirumuskan secara lengkap
dengan semua unsur-unsurnya.10 Adapun rumusan Pasal 338 KUHP adalah :
“Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan,
dengan pidana penjara paling lama limabelas tahun”.11 Sedangkan Pasal 340
KUHP menyatakan: “Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu
merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan rencana
(moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu
tertentu, paling lama dua puluh tahun.”12
Dari ketentuan dalam Pasal tersebut, maka unsur-unsur dalam pembunuhan biasa
adalah sebagai berikut :
a. Unsur subyektif : perbuatan dengan sengaja
b. Unsur obyektif : perbuatan menghilangkan, nyawa, dan orang lain.
“Dengan sengaja” artinya bahwa perbuatan itu harus disengaja dan kesengajaan
itu harus timbul seketika itu juga, karena sengaja (opzet/dolus) yang dimaksud
10 P.A.F Laminating, op.cit, hlm. 17.
11 Moeljatno, KUHP, hlm. 147.
12 Ibid.
dalam Pasal 338 adalah perbuatan sengaja yang telah terbentuk tanpa
direncanakan terlebih dahulu, sedangkan yang dimaksud sengaja dalam Pasal 340
adalah suatu perbuatan yang disengaja untuk menghilangkan nyawa orang lain
yang terbentuk dengan direncanakan terlebih dahulu.13
Unsur obyektif yang pertama dari tindak pembunuhan, yaitu : “menghilangkan”,
unsur ini juga diliputi oleh kesengajaan; artinya pelaku harus menghendaki,
dengan sengaja, dilakukannya tindakan menghilangkan tersebut, dan ia pun harus
mengetahui, bahwa tindakannya itu bertujuan untuk menghilangkan nyawa orang
lain.14
Berkenaan dengan “nyawa orang lain” maksudnya adalah nyawa orang lain dari si
pembunuhan. Terhadap siapa pembunuhan itu dilakukan tidak menjadi soal,
meskipun pembunuhan itu dilakukan terhadap bapak/ibu sendiri, termasuk juga
pembunuhan yang dimaksud dalam Pasal 338 KUHP. Dari pernyataan ini, maka
undang-undang pidana kita tidak mengenal ketentuan yang menyatakan bahwa
seorang pembunuh akan dikenai sanksi yang lebih berat karena telah membunuh
dengan sengaja orang yang mempunyai kedudukan tertentu atau mempunyai
hubungan khusus dengan pelaku.15 Berkenaan dengan unsur nyawa orang lain
juga, melenyapkan nyawa sendiri tidak termasuk perbuatan yang dapat dihukum,
karena orang yang bunuh diri dianggap orang yang sakit ingatan dan ia tidak dapat
dipertanggung jawabkan.16
13 P.A.F Laminating, op.cit, hlm. 30-31.
14 Ibid., hlm. 31.
15 Ibid., hlm. 35.
16 M. Sudradjat Bassar, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Dalam KUHP, Cet. ke-2, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1986), hlm. 122.
2. Pembunuhan Dengan Pemberatan
Pembunuhan dengan pemberatan diatur Pasal 339 KUHP yang bunyinya
sebagai berikut :”Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh kejahatan
dan yang dilakukan dengan maksud untuk memudahkan perbuatan itu, jika
tertangkap tangan, untuk melepaskan diri sendiri atau pesertanya daripada
hukuman, atau supaya barang yang didapatkannya dengan melawan hukum tetap
ada dalam tangannya, dihukum dengan hukuman penjara seumur hidup atau
penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.17
Perbedaan dengan pembunuhan Pasal 338 KUHP ialah : “diikuti, disertai,
atau didahului oleh kejahatan”. Kata “diikuti” dimaksudkan diikuti kejahatan lain.
Pembunuhan itu dimaksudkan untuk mempersiapkan dilakukannya kejahatan lain.
Misalnya :A hendak membunuh B; tetapi karena B dikawal oleh P maka A lebih
dahulu menembak P, baru kemudian membunuh B. Kata “disertai” dimaksudkan,
disertai kejahatan lain; pembunuhan itu dimaksudkan untuk mempermudah
terlaksananya kejahatan lain itu. Misalnya : C hendak membongkar sebuah bank.
Karena bank tersebut ada penjaganya, maka C lebih dahulu membunuh
penjaganya. Kata “didahului” dimaksudkan didahului kejahatan lainnya atau
menjamin agar pelaku kejahatan tetap dapat menguasai barang-barang yang
diperoleh dari kejahatan. Misalnya : D melarikan barang yang dirampok. Untuk
menyelamatkan barang yang dirampok tersebut, maka D menembak polisi yang
mengejarnya.18
17 Moeljatno, KUHP, hlm.147.
18 Leiden Marpaung, Unsur-unsur Perbuatan yang dapat Dihukum (Jakarta: Grafika, 1991), hlm.
30.
Unsur-unsur dari tindak pidana dengan keadaan-keadaan yang memberatkan
dalam rumusan Pasal 339 KUHP itu adalah sebagai berikut :
a. Unsur subyektif : (1)dengan sengaja; (2)dengan maksud
b. Unsur obyektif : (1)menghilangkan nyawa orang lain; (2)diikuti, disertai,
dan didahului dengan tindak pidana
lain; (3)untuk menyiapkan/
memudahkan pelaksanaan dari tindak pidana yang akan, sedang atau telah
dilakukan; (4)untuk menjamin tidak dapat dipidananya diri sendiri atau
lainnya (peserta) dalam tindak pidana yang bersangkutan; (5)untuk dapat
menjamin tetap dapat dikuasainya benda yang telah diperoleh secara
melawan hukum, dalam ia/mereka kepergok pada waktu melaksanakan
tindak pidana.19
Unsur subyektif yang kedua “dengan maksud” harus diartikan sebagai maksud
pribadi dari pelaku; yakni maksud untuk mencapai salah satu tujuan itu (unsur
obyektif), dan untuk dapat dipidanakannya pelaku, seperti dirumuskan dalam
Pasal 339 KUHP, maksud pribadi itu tidak perlu telah terwujud/selesai, tetapi
unsur ini harus didakwakan oleh Penuntut Umum dan harus dibuktikan di depan
sidang pengadilan.
Sedang unsur obyektif yang kedua, “tindak pidana” dalam rumusan Pasal 339
KUHP, maka termasuk pula dalam pengertiannya yaitu semua jenis tindak pidana
yang (oleh UU) telah ditetapkan sebagai pelanggaran-pelanggaran dan bukan
19 P.A.F. Lamintang, op.cit., hlm. 37.
semata-mata jenis-jenis tindak pidana yang diklasifikasikan dalam kejahatankejahatan. Sedang yang dimaksud dengan “lain-lain peserta” adalah mereka yang
disebutkan dalam Pasal 55 dan 56 KUHP, yakni mereka yang melakukan (pleger),
yang menyuruh melakukan (doenpleger), yang menggerakkan/membujuk mereka
untuk melakukan tindak pidana yang bersangkutan (uitlokker), dan mereka yang
membantu/turut serta melaksanakan tindak pidana tersebut (medepleger).20
Jika unsur-unsur subyektif atau obyektif yang menyebabkan pembunuhan itu
terbukti di Pengadilan, maka hal itu memberatkan tindak pidana itu, sehingga
ancaman hukumannya pun lebih berat dari pembunuhan biasa, yaitu dengan
hukuman seumur hidup atau selama-lamanya dua puluh tahun. Dan jika unsurunsur tersebut tidak dapat dibuktikan, maka dapat memperingan atau bahkan
menghilangkan hukuman.
3. Pembunuhan Berencana
Pembunuhan berencana diatur oleh Pasal 340 KUHP yang bunyinya sebagai
berikut :”Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa
orang lain diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana
mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama
dua puluh tahun.”21
Pengertian “dengan rencana lebih dahulu” menurut M.v.T. pembentukan Pasal
340 diutarakan, antara lain :“dengan rencana lebih dahulu” diperlukan saat
pemikiran dengan tenang dan berfikir dengan tenang. Untuk itu sudah cukup jika
20 Ibid., hlm. 36. Lihat juga Chidir Ali, Responsi Hukum Pidana: Penyertaan dan Gabungan
Tindak Pidana, (Bandung: Armico, 1985), hlm.9.
21 Moeljatno, KUHP., hlm. 147.
si pelaku berpikir sebentar saja sebelum atau pada waktu ia akan melakukan
kejahatan sehingga ia menyadari apa yang dilakukannya.22
Sedangkan, M.H. Tirtaamidjaja mengutarakan “direncanakan lebih dahulu”
antara lain sebagai : “bahwa ada suatu jangka waktu, bagaimanapun pendeknya
untuk mempertimbangkan, untuk berfikir dengan tenang.”23 Sedangkan Chidir Ali,
menyebutkan: Yang dimaksud dengan direncanakan lebih dahulu, adalah suatu
saat untuk menimbang-nimbang dengan tenang, untuk memikirkan dengan
tenang. Selanjutnya juga bersalah melakukan perbuatannya dengan hati tenang.24
Dari rumusan tersebut, maka unsur-unsur pembunuhan berencana adalah
sebagai berikut :
a. Unsur subyektif, yaitu dilakukan dengan sengaja dan direncanakan terlebih
dahulu
b. Unsur obyektif, yaitu menghilangkan nyawa orang lain.25
Jika unsur-unsur di atas telah terpenuhi, dan seorang pelaku sadar dan sengaja
akan timbulnya suatu akibat tetapi ia tidak membatalkan niatnya, maka ia dapat
dikenai Pasal 340 KUHP.
4. Pembunuhan Bayi Oleh Ibunya (kinder-doodslag)
22 Leden Marpaung, op.cit, hlm.31.
23 Tirtaamidjaja, Pokok-pokok Hukum Pidana, (Jakarta: Fasco, 1955)
24 Chidir Ali, Responsi Hukum Pidana: Penyertaan dan Gabungan Tindak Pidana , (Bandung:
Armico, 1985), hlm. 74.
25 P.A.F. Lamintang, op.cit., hlm. 44.
Hal ini diatur oleh Pasal 341 KUHP yang bunyinya sebagai berikut : “Seorang
ibu yang dengan sengaja menghilangkan jiwa anaknya pada ketika dilahirkan atau
tidak berapa lama sesudah dilahirkan karena takut ketahuan bahwa ia sudah
melahirkan anak dihukum karena pembunuhan anak dengan hukuman penjara
selama-lamanya tujuh tahun.26 Unsur pokok dalam Pasal 341 tersebut adalah
bahwa seorang ibu dengan sengaja merampas nyawa anaknya sendiri pada saat ia
melahirkan anaknya atau tidak berapa lama setelah anak dilahirkan. Sedangkan
unsur yang penting dalam rumusan Pasal tersebut adalah bahwa perbuatannya si
ibu harus didasarkan atas suatu alasan (motief), yaitu didorong oleh perasaan
takut akan diketahui atas kelahiran anaknya.27 Jadi Pasal ini hanya berlaku jika
anak yang dibunuh oleh si ibu adalah anak kandungnya sendiri bukan anak orang
lain, dan juga pembunuhan tersebut haruslah pada saat anak itu dilahirkan atau
belum lama setelah dilahirkan. Apabila anak yang dibunuh itu telah lama
dilahirkan, maka pembunuhan tersebut tidak termasuk dalam kinderdoodslag
melainkan pembunuhan biasa menurut Pasal 338 KUHP.
5. Pembunuhan Bayi Oleh Ibunya Secara Berencana (kinder-moord)
Hal ini diatur oleh Pasal 342 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :”Seorang
ibu dengan sengaja akan menjalankan keputusan yang diambil sebab takut
ketahuan bahwa ia tidak lama lagi akan melahirkan anak, menghilangkan jiwa
anaknya itu pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian daripada itu dihukum
26 Moeljatno, op.citP., hlm.147.
27 Chidir Ali, op.cit., hlm. 76.
karena membunuh bayi secara berencana dengan hukuman penjara selamalamanya sembilan tahun.”28
Pasal 342 KUHP dengan Pasal 341 KUHP bedanya adalah bahwa Pasal 342
KUHP, telah direncanakan lebih dahulu, artinya sebelum melahirkan bayi
tersebut, telah dipikirkan dan telah ditentukan cara-cara melakukan pembunuhan
itu dan mempersiapkan alat-alatnya. Tetapi pembunuhan bayi yang baru
dilahirkan, tidak memerlukan peralatan khusus sehingga sangat rumit untuk
membedakannya dengan Pasal 341 KUHP khususnya dalam pembuktian karena
keputusan yang ditentukan hanya si ibu tersebut yang mengetahuinya dan baru
dapat dibuktikan jika si ibu tersebut telah mempersiapkan alat-alatnya.
6. Pembunuhan Atas Permintaan Sendiri
Hal ini diatur oleh Pasal 344 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :”
arangsiapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang lain itu sendiri,
yang disebutkan dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selamalamanya dua belas tahun.29 Pasal 344 ini membicarakan mengenai pembunuhan
atas permintaan dari yang bersangkutan. Unsur khususnya, yaitu permintaan yang
tegas dan sungguh/nyata, artinya jika orang yang minta dibunuh itu permintaanya
tidak secara tegas dan nyata, tapi hanya atas persetujuan saja, maka dalam hal ini
tidak ada pelanggaran atas Pasal 344, karena belum memenuhi perumusan dari
Pasal 344, akan tetapi memenuhi perumusan Pasal 338 (pembunuhan biasa).
28 Moeljatno,op.cit, hlm.147-148.
29 Ibid.
Contoh dari pelaksanaan Pasal 344 KUHP adalah jika dalam sebuah
pendakian (ekspedisi), dimana kalau salah seorang anggotanya menderita sakit
parah sehingga ia tidak ada harapan untuk meneruskan pendakian mencapai
puncak gunung, sedangkan ia tidak suka membebani kawan-kawannya dalam
mencapai tujuan; di dalam hal ini mungkin ia minta dibunuh saja.
7. Penganjuran Agar Bunuh Diri
Hal ini diatur oleh Pasal 345 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :
“Barangsiapa dengan sengaja membujuk orang supaya membunuh diri, atau
menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberi ikhtiar kepadanya untuk itu,
dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun, kalau jadi
orangnya bunuh diri.”30 Yang dilarang dalam Pasal ini adalah dengan sengaja
menganjurkan atau memberi daya upaya kepada orang lain, untuk bunuh diri dan
kalau bunuh diri itu benar terjadi. Jadi seseorang dapat terlibat dalam persoalan itu
dan kemudian dihukum karena kesalahannya, apabila orang lain menggerakkan
atau membantu atau memberi daya upaya untuk bunuh diri; dan baru dapat
dipidana kalau nyatanya orang yang digerakkan dan lain sebagainya itu
membunuh diri dan mati karenanya.
Unsur “jika pembunuhan diri terjadi” merupakan “bijkomende voor-waarde
van strafbaarheid”, yaitu syarat tambahan yang harus dipenuhi agar perbuatan
yang terlarang/dilarang tadi dapat dipidana.31
8. Pengguguran Kandungan
30 Ibid.
31 Chidir Ali, Responsi., hlm. 76.
Kata “pengguguran kandungan” adalah terjemahan dari kata “abortus
provocatus” yang dalam Kamus Kedokteran diterjemahkan dengan : “membuat
keguguran”. Pengguguran kandungan diatur dalam KUHP oleh Pasal-Pasal 346,
347, 348, dan 349. Jika diamati Pasal-Pasal tersebut maka akan dapat diketahui
bahwa ada tiga unsur atau faktor pada kasus pengguguran kandungan, yaitu ;
a. janin
b. ibu yang mengandung
c. orang ketiga, yaitu yang terlibat pada pengguguran tersebut.32
Tujuan Pasal-Pasal tersebut adalah untuk melindungi janin. Berdasarkan
Kamus Besar Bahasa Indonesia dimuat arti “janin” sebagai (1) bakal bayi (masih
di kandungan (2) embrio setelah melebihi umur dua bulan. Perkataan “gugur
kandungan” tidak sama dengan “matinya janin”. Kemungkinan, janin dalam
kandungan dapat dibunuh, tanpa gugur. Namun pembuat undang-undang dalam
rumusan KUHP, belum membedakan kedua hal tersebut.33
Pengaturan KUHP mengenai “pengguguran kandungan” adalah sebagai berikut :
1) Pengguguran Kandungan Oleh si Ibu
Hal ini diatur oleh Pasal 346 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :”
Perempuan dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya atau
32 Leden Marpaung, op.cit., hlm.46.
33 Ibid, hlm.47.
menyuruh orang lain menyebabkan itu dihukum dengan hukuman penjara selamalamanya empat tahun.”34
2) Pengguguran Kandungan oleh Orang Lain Tanpa Izin Perempuan
yang Mengandung
Hal ini diatur oleh KUHP Pasal 347 yang bunyinya sebagai berikut :(1)
Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan seseorang
perempuan tidak dengan izin perempuan itu, dihukum dengan hukuman penjara
selama-lamanya dua belas tahun; (2) Jika perbuatan itu berakibat perempuan itu
mati, ia dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.35
3) Pengguguran
Kandungan
dengan
Izin
Perempuan
yang
Mengandungnya
Hal ini diatur oleh Pasal 348 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :”(1)
Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan seorang
perempuan dengan izin perempuan itu, dihukum dengan hukuman penjara selamalamanya lima tahun enam bulan; (2) Jika perbuatan itu berakibat perempuan itu
mati, ia dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun.36
C. Akibat Dari Pembunuhan Menurut Hukum Islam
34 Molejatno,op.cit, hlm. 148.
35 Ibid.
36 Ibid., hlm. 149.
Setelah membahas dari klasifikasi pembunuhan menurut Islam, maka dari
setiap jenis memiliki akibat atau sanksi yang berbeda, berikut akan diuraikan
sanksi pembunuhan menurut Islam.37
1.
Sanksi Atas Pembunuhan yang Disengaja
Pembunuhan yang disengaja, akan membawa akibat kepada empat perkara,
yaitu:
a. Dosa;
b. Terhlang dari hak waris;
c. Membayar kifarat;
d. Di-qishash atau mendapat amnesti.
Si pembunuh sama sekali tidak mendapat warisan dari harta si terbunuh,
apabila yang membunuh adalah ahli waris, baik membunuh karena disengaja
atau karena kesalahan. Ulama ushul fiqh dalam masalah ini menetapkan
kaidah: “barang siapa tergesa-gesa untuk mendapatkan sesuatu sebelum
saatnya, maka ia diganjar dengan tidak mendapatkannya.”
Rasulullah SAW, pernah bersabda:
يءء)روه ابوداود النساءى وابن
مش ف
)ماجه
ل مي فمس لتل فمقاتتتل تممن التمي فمراتث
Artinya: “pembunuh tidak mempunyai hak mewarisi sesuatu….”
37 Sayyid Sabiq, op.cit, hlm.417.
Apabila seseorang melakukan pembunuhan maka diwajibkan kepadanya
hukuman qishash, namun apabila wali si terbunuh atau korban memberikan
ampunan, hendaklah membayar diyat pada keluarga korban. Dan dikenakan
diyat berat yaitu seratus ekor unta, dengan perincian: 30 ekor unta betina usia
3-4 tahu, 30 ekor unta betina usia 4-5 tahun, dan 40 ekor unta betina yang
sedang hamil. Diyat ini wajib dibayar tunai oleh orang yang membunuh. Dan
alangkah utamanya apabila wali korban memaafkannya. Ini didasarkan pada
ayat Q.S Al-Baqoroh: 178
ع تبالممفعهرفو ت
...ف موا ممدااءءاتل مي فته
عتفمي ل مهه تمفن اتخي فته شفيءء مفا تترمبا ء
مفممفن ه
سانق
تباتفح م ن...
“…maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya,
hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, hendaklah
(yang diberi maaf) membayar (diyat), kepada yang memberi maaf dengan
cara yang baik (pula)…” (Al-Baqoroh: 178)
Serta pembunuh diwajibkan membayar kifarat ini didasarkan pada hadits
Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadits dari Wa’ilah bin Ashaqa bahwa
pada suatu hari dating kepada nabi SAW sekolompok orang dari kalangan
bani Salim. Mereka mengadukan permasalahan yang sedang mereka hadapi
kepada beliau, “ada seseorang di antara kami yang wajib atasnya membayar
diyat.”Rasulullah SAW menjawab:
)رواه
)احمد
غفضووا تمن فهه تممن ال رمناتر
غفضنو تمن فمها ه
مفل في هفعتتفق مرمقبوة ي مففتدي الله تبك ر تل ه
Artinya: “hendaknya ia memerdekakan maka kelak Allah akan menebus
setiap anggota tubuhnya dengan setiap anggota tubuh budak tersebut,
sehingga ia selamat dari neraka.”(H.R Ahmad)
Adapun bila wali si korban menuntut qishash, maka pembunuh tidak
diwajibkan atasnya membayar kifarat, karena qishash itu sendiri sebagai
kifaratnya. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Nua’aim dalam
kitab Al-Ma’rifah bahwa Nabi SAW, bersabda
ال فمقتفهل ك م ر مفامرهة
Artinya: “Qishash itu adalah kifarat”
2.
Sanksi Pembunuhan Tidak Sengaja
Pembunuhan karena tidak sengaja atau karena suatu kesalahan membawa
kepada dua konsekuensi, ini didasarkan pada ayat Al-Qur’an yang
mmenerangkan Q.S An-Nissa: 92.
الىى
موممفن مقتممل همفؤتمونا م
خمطأ مفتم ف
حتري فهر مرمقبمنة رهمفؤتمن منة رموتدي مءة رهممسل ر مممءة ا
ماهلتهى...
“…dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah,
(hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta
membayar diyat yang diserahkan kepada keluarga si terbunuh…”(Q.S. AnNissa: 92)
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sanksi bagi pembunuhan tidak disengaja
adalah sebagai berikut:
a. Diyat ringan, yang dibebankan atas keluarga pembunuh untuk
membayarnya dan boleh membayar secara berangsur-angsur sampai tiga
tahun. Diyatnya berupa 100 ekor unta, dengan perincian: 20 ekor unta
betina usia 1-2 tahun, 20 ekor unta betina usia 2-3 tahun, 20 ekor unta
jantan usia 2-3 tahun, 20 ekor unta betina usia 3-4 tahun, 20 ekor unta
betina usia 4-5 tahun. Dan tiap-tiap akhir tahun harus dibayar
sepertiganya.
b. Kifarat, yaitu memerdekakan budak muslim tanpa cacat , bilamana pelaku
tidak dapat memenuhinya maka diwajibkan berpuasa selama dua bulan
berturut-turut.
3.
Pembunuhan Semi Disengaja
Pembunuhan
semi
disengaja
atau
serupa
dengan
kesengajaan
mengharuskan pembunuhnya untuk membayar diyat berat, yaitu: seratus ekor
unta, dengan perincian: 30 ekor unta betina usia 3-4 tahu, 30 ekor unta betina
usia 4-5 tahun, dan 40 ekor unta betina yang sedang hamil. Diyat ini wajib
dibayar tunai oleh orang yang membunuh.
Adapun hukum qishash diwajibkan apabila orang yang membunuh memenuhi
syarat-syarat dikenakannya seseorang hukum qishash. Adapun syaratnya adalah
sebagai berikut:38
a. Orang yang terbunuh terlindungi darahnya, apabila yang dibunuh adalh
kafir harbi, orang yang zina muhshan, atau orang yang murtad, maka
38 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam,Cet. ke-41, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2008), hlm. 431.
pembunuh tidak dikenakan hukum qishash ataupun keharusan membayar
diyat, ini dikarenakan yang dibunuh adalah orang yang tersia-siakan
darahnya dan tidak dilindungi. Rasulullah Saw bersabda:
تبكافنر
همسلتمء
لي هفقتمهل
))رواهالبخارى
Artinya: “Orang Islam tidak dibunuh sebab ia membunuh orang kafir.”
(H.R Bukhari)
b. Orang yang membunuh sudah baligh dan berakal, hukum qishash tidak
dikenakan pada anak keci, orang gila, dan orang yang berkebutuhan
khusus atau perkembangan akalnya terganggu, karena mereka bukan
orang yang terkena talif syar’i.
c. Orang yang dibunuh tidak kurang derajatnya dari orang yang membunuh
atau sederajat. Dan hendaklah ia membayar kifarat. Ini didasarkan pada
Q.S Al-Baqaroh : 178
حترر موال فمعبفهد
ح رهر بال ف ه
عل ميفك ههم ال فتقمصاهص تفےالمقفتلى ا مل ف ه
ب م
اياي رهمها ال ر متذي فمن ا اممن هفوا ك هتت م
تبال فمعبفتد
“hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash
berkenaan orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka,
hamba sahaya dengan hamba sahaya…”(Q.S Al-Baqoroh: 178)
d. Pembunuh adalah orang tua dari si korban, ini didasarkan pada hadits
yang diriwayatkan Imam Tirmidzi dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Saw,
bersabda:
تبال فمولتد )رواه الترمذى
)لي مفقتههل المولتهد
Artinya: Orang tua tidak diqishash oleh sebab membunuh anaknya.”
(H.R Tirmidzi)
e. Pembunuh dalam kondisi bebas memilih, karena bila pembunuh dalam
kondisi dipaksa, maka ia tidak memiliki hak memilih dicabut, dan
tanggung jawab tidak dibebankan kepada orang yang tidak memiliki hak
pilih.
Qishash dilaksanakan setelah ada kesepakatan dengan wali korban, qishash
dirasakan perlu kepada seseorang yang kemungkinan besar akan melakukan
kejahatan yang sama apabila tidak dijatuhi hukum qishash. Qishash hendaknya
dilakukan setelah ada wali dari pihak korban, dan hukuman qishash dilaksanakan
sama dengan kejahatan yang dilakukan pada korban, karena qishash menuntut
persamaan. Allah SWT berfirman dalam Q.S An-Nahl: 126:
Dan hukum qishash menjadi hak hakim, dan qishash dapat gugur apabila ada
ampunan dari pihak wali korban, atau pembunuh telah mati terlebih dahulu
sebelum di qishash.
D. Pembunuhan Menurut Hukum Positif
Adapun sanksi tindak pidana pembunuhan sesuai dengan KUHP bab XIX
buku II adalah sebagai berikut :
1. Pembunuhan biasa, menurut pasal 338 diancam dengan hukuman penjara
selama-lamanya lima belas tahun
2. Pembunuhan dengan pemberatan, menurut 339 diancam dengan hukuman
penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh
tahun
3. Pembunuhan berencana, menurut 340 diancam dengan hukuman mati atau
penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh
tahun
4. Pembunuhan bayi oleh ibunya, menurut pasal 341 diancam dengan
hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun
5. Pembunuhan bayi oleh ibunya secara berencana, menurut pasal 342
diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun
6. Pembunuhan atas permintaan sendiri, menurut pasal 344 bagi orang yang
membunuh diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas
tahun
7. Penganjuran agar bunuh diri, menurut pasal 345 jika benar-benar orangnya
membunuh diri pelaku penganjuran diancam dengan hukuman penjara
selama-lamanya empat tahun
8. Pengguguran kandungan
a.
Pengguguran kandungan oleh si ibu, menurut pasal 346 diancam
dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun
b.
Pengguguran kandungan oleh orang lain tanpa izin perempuan yang
mengandung, menurut pasal 347 diancam dengan hukuman penjara
selama-lamanya : (1)dua belas tahun;(2) lima belas tahun, jika
perempuan itu mati.
c.
Pengguguran
kandungan
dengan
izin
perempuan
yang
mengandungnya, menurut pasal 348 diancam dengan hukuman
penjara selama-lamanya :(1) lima tahun enam bulan;(2)tujuh tahun,
jika perempuan itu mati
Adapun alasan-alasan yang menghilangkan sifat tindak pidana dibedakan
dalam dua kategori, yaitu :
1. Alasan yang membenarkan atau menghalalkan perbuatan pidana, adalah :
a. Keperluan membela diri atau noodweer (Pasal 49 ayat 1 KUHP)
b. Melaksanakan ketentuan undang-undang (Pasal 50 KUHP)
c. Melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh seorang penguasa
yang berwenang (Pasal 51 ayat 1 KUHP)
Ketiga alasan ini menghilangkan sifat melawan hukum dari suatu tindakan
sehingga perbuatan si pelaku menjadi diperbolehkan.
2. Alasan yang memaafkan pelaku, hal ini termuat dalam :
a. Pasal 44 ayat 1 KUHP, yang menyatakan seseorang tidak dapat
dipertanggung jawabkan perbuatannya, disebabkan jiwanya cacat
dalam tubuhnya (gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu karena
penyakit (ziekelijke storing)
b. Pasal 48 KUHP, yang menyatakan seseorang yang melakukan
perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana
c. Pasal 49 ayat 2 KUHP, menyatakan bahwa pembelaan terpaksa yang
melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh kegoncangan jiwa
yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.
d. Pasal 51 ayat 2 KUHP, menyatakan terhapusnya pidana karena
perintah jabatan tanpa wenang, jika yang diperintah, dengan itikad
baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wenang, dan
pelaksanaanya termasuk dalam lingkungan pekerjaanya.
Ketentuan-ketentuan tentang alasan dan hal-hal yang mempengaruhi
pemidanaan ini bersifat umum, sehingga berlaku juga pada kejahatan
terhadap nyawa.
E. Hikmah Diterapkannya Hukum Qishash dan Pembayaran Diyat
Qishash memiliki arti persamaan. Pada dasarnya dengan dilaksanakannya
hukum qishash ini akan tercipta kehidupan yang tenang, dan dengan sendirinya
masyarakat akan terpelihara dari penganiayaan dan permusuhan. Dengan qishash
akan menghapuskan kejahatan pembunuhan, atau paling tidak mengurangi
pembunuhan.
ا مفنفى
تللمقتفهل
ال فمقتفهل
“Membunuh itu akan menghapus pembunuhan.”
Karena, bila seseorang pembunuh hanya sekedar di penjara, dikhawatirkan
setelah ia terbebas dari penjara, masih memiliki dendam dan hendak membunuh
kembali. Atau bahkan si pembunuh karena ia memang ingin tinggal di penjara
tanpa harus memikirkan persoalan hidup. 39
Adapun diyat dimaksudkan agar jangan sampai terjadi kejahatan yang serupa
sekaligus melindungi jiwa jangan sampai dianggap remeh. Melihat kenyataan ini,
maka denda dengan pembayaran yang memberatkan dirasa harus, agar si pelaku
menjadi jera. Dengan demikian diyat dianggap sebagai pembalasan yang
mencakup hukuman dan penggantian. 40
Dan dengan penerapan qishash dan diyat, masyarakat akan bersih dari
tindakan pidana yang dapat mengacaukan ketertiban umum dan mengganggu
stabilitas masyarakat
BAB III
PENUTUP
39 Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, (Semarang; Toha Putra, 1984),
Juz II, hlm. 112.
40 Sayyid Sabiq, Ter. H. A. Ali, Fikih Sunnah,, Cet. ke-8, (Bandung: Al-Maarif, 1997), Jilid 10,
hlm. 93.
Manusia merupakan makhluk Allah yang paling mulia, manusia memilki
hak yang paling utama dan wajib mendapat perhatian ialah hak hidup, yang tidak
boleh dilanggar oleh siapa pun. Dan pembunuhan merupakan suatu jalan untuk
melanggar hak tersebut. Pembunuhan adalah perampasan hak hidup seseorang
atau peniadaan nyawa seseorang oleh orang lain yang dapat mengakibatkan tidak
berfungsinya seluruh anggota badan disebabkan ketiadaan roh, baik perbuatan
tersebut dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja. Dalam hukum pidana
Islam, pembunuhan termasuk ke dalam jarimah qishash-diyat (tindakan pidana
yang bersanksikan hukum qishash atau diyat).. Pembunuhan menurut Islam dibagi
ke dalam tiga jenis, yaitu:
a. Pembunuhan disengaja (qathlul amdi), yang dihukumi qishash, dan
apabila diampuni oleh wali korban hendaklah membayar diyat dan kifarat.
b. Pembunuhan tidak disengaja (qathlul ghairul amdi), pembunuhan ini
dihukum diyat ringan atau kifarat.
c. Pembunuhan semi disengaja (qathlul syighrul amdi), pembunuhan ini
dihukumi diyat berat.
Adapun hikmah dibalik penerapan qishash dan diyat ini agar ada efek jera
dan tercipta kehidupan yang tenang, dan dengan sendirinya masyarakat akan
terpelihara dari penganiayaan dan permusuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Chidir. 1985. Responsi Hukum Pidana: Penyertaan dan Gabungan Tindak
Pidan. Bandung: Armico.
Al-Maraghi , Ahmad Mustafa, 1984. Terjemahan Tafsir Al-Maraghi. Semarang;
Toha Putra. Juz II.
‘Audah, Abdul Qadir. at-Tasyri’i al-Jina’i al-Islami.
al-‘Arabi. t.t. Jilid II.
Beirut: Dar al-Kitab
Az-Zuhaili, Wahbah. 1989. Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh. Damaskus: Dar alFikr. Jilid: II. Cet. 3.
Bassar, M. Sudradjat. 1986. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Dalam KUHP.
Bandung: Remaja Rosda Karya. Cet. 2.
Hakim, Rahmat. 2010. Hukum Pidana Islam. Bandung: Pustaka Setia. Cet. 2.
Lamintang, P.A.F. 1986. Delik-Delik Khusus. Bandung: Bina Cipta. Cet.1.
Marpaung, Leiden. 1991. Unsur-unsur Perbuatan yang dapat Dihukum. Jakarta:
Grafika.
Moeljatno. KUHP.
Rasjid, Sulaiman. 2008. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Cet. 41.
Sabiq , Sayyid, Ter. H. A. Ali. 1997. Fikih Sunnah. Bandung: Al-Maarif. Jilid 10.
Cet. ke-8.
Sabiq, Sayyid. Ter. Nor Hasanuddin, dkk. 2006. Fiqhus Sunnah. Jakarta: Pena
Budi Aksara. Jilid. III. Cet. 1.
Tirtaatmadja. 1955. Pokok-pokok Hukum Pidana. Jakarta: Fasco.
Warson, Ahmad. 1992. Al-Munawwir. Yogyakarta; Pustaka Progresif. Cet. 1.
Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif
MAKALAH
(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Jinayat)
Disusun Oleh:
Sa’adah
Yani Handayani
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SILIWANGI
GARUT
Tahun 2013 M/1433 H
Jalan Raya Tutugan No. 117 Leles Garut 44152
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbi yang telah
memberikan segala nikmat dan karunia-Nya yang sempurna kepada setiap
hambanya, sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam selalu terlimpah curahkan kepada junjungan besar
kita, Nabi Muhammad SAW yang menjadi panutan dan suri tauladan seluruh
umatnya. Kepada beliaulah kita meneladani apa yang diperintahkan Allah untuk
mencapai derajat taqwa.
Makalah ini tersusun atas kerjasama anggota kelompok. Untuk membahas
dan menyelesaikan proses penyusunan dan penulisan makalah ini. Adapun judul
dari makalah ini adalah “Pembunuhan Terhadap Jiwa”, yang merupakan tugas
dari mata kuliah Fiqih Jinayat.
Selain itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu baik moril maupun materiil. Penyusun sadar bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penyusun
menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan di masa
yang akan datang. Akhir kata penyusun mengucapkan syukur Alhamdullilah.
Semoga bermanfaat bagi semua pihak.
Garut, Februari 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................
i
DAFTAR ISI...........................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
B.
C.
D.
Latar belakang…………………………………………………..
Rumusan Masalah……………………………………………….
Tujuan Penulisan………………………………………………...
Sistematika Penulisan……………………………………………
1
1
2
2
BAB II PEMBAHASAN
A.
B.
C.
D.
E.
Pengertian Pembunuhan………………………………………..
Klasifikasi Pembunuhan………………………………………..
Akibat dari Pembunuhan……………………………………….
Pembunuhan Menurut Hukum Positif………………………….
Hikam Diterapkannya Hukum Qishash dan Pembayaran Diyat..
4
5
19
24
27
BAB III PENUTUP……………………………………………………
28
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………
30
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk Allah yang paling mulia, Allah menciptakan
manusia sebagai sebaik-baiknya makhluk. Allah menjamin segala macam hak-hak
yang dibutuhkan manusia, mulai dari hak hidup, hak kepemilikan, hak
memelihara kehormatan, hak kemerdekaan, hak persamaan, hak menuntit ilmu
pengetahuan, dan hak-hak yang lain.
Hak yang paling utama dan wajib mendapat perhatian ialah hak hidup. Sebab
hal itu merupakan hak yang suci dan tidak seorang pun yang dibenarkan secara
hukum untuk melanggar hak ini, dengan alasan apapun yang tidak dibenarkan.
Allah SWT berfirman:
مولتمفقتهل هفواالن رمففمس ال ر متتى مح ر مرمم اللهه ال
حقق
تبال ف م ت ر...
”dan
janganlah
kamu
membunuh
jiwa
yang
diharamkan
Allah
(membunuhnya), melainkan dengan suatu alasan yang dibenarkan.”(Q.S. Al-Isra:
33)
Dalam makalah ini, akan diuraikan mengenai masalah pembunuhan,
hukumannya, baik dilihat dari perspektif hukum Islam dan juga dilihat dari
perspektif hukum positif yang ada di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Apa itu pengertian pembunuhan?
Apa saja klasifikasi pembunuhan itu?
Apa saja akibat dari pembunuhan menurut hukum Islam?
Apa saja yang menjadi syarat si pembunuh dikenai hukum qishash?
Apa saja yang menyebabkan si pembunuh diwajibkan membayar diyat?
Bagaimana akibat pembunuhan menurut hukum positif?
Apa hikmah dibalik penerapan hukum qishash dan pembayaran diyat?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujan penulisan makalh ini adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
Mengetahui pengertian pembunuhan.
Mengetahui apa saja klasifikasi pembunuhan itu.
Mengetahui apa saja akibat dari pembunuhan.
Mengetahui apa saja yang menjadi syarat si pembunuh dikenai hukum
qishash.
5. Mengetahui apa saja yang menyebabkan si pembunuh diwajibkan
membayar diyat.
6. Mengetahui bagaimana hukum pembunuhan menurut hukum positif.
7. Mengetahui apa hikmah dibalik penerapan hukum qishash dan
pembayaran diyat.
8. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Jinayat.
D. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
F.
G.
H.
I.
J.
Pengertian Pembunuhan
Klasifikasi Pembunuhan
Akibat dari Pembunuhan
Pembunuhan Menurut Hukum Positif
Hikam Diterapkannya Hukum Qishash dan Pembayaran Diyat
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembunuhan
Pembunuhan secara etimologi, merupakan bentuk masdar
madhi
ق تلyang
قتل,
dari fi’il
artinya membunuh.1 Adapun secara terminologi, sebagaimana
dikemukakan oleh Wahbah az-Zuhaili, pembunuhan didefinisikan sebagai suatu
perbuatan mematikan; atau perbuatan seseorang yang dapat menghancurkan
bangunan kemanusiaan.2 Sedangkan menurut Abdul Qadir ‘Audah, pembunuhan
didefinisikan sebagai suatu tindakan seseorang untuk menghilangkan nyawa;
menghilangkan ruh atau jiwa orang lain. 3 Secara sederhana menurut Wojowasito
pembunuhan adalah perampasan nyawa seseorang.4
Sedangkan
dalam
istilah
KUHP
pembunuhan
adalah
kesengajaan
menghilangkan nyawa orang lain.5 Dari definisi tersebut, maka tindak pidana
pembunuhan dianggap sebagai delik material bila delik tersebut selesai dilakukan
oleh pelakunya dengan timbulnya akibat yang dilarang atau yang tidak
dikehendaki oleh Undang-undang.6
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembunuhan adalah perampasan hak hidup
seseorang atau peniadaan nyawa seseorang oleh orang lain yang dapat
mengakibatkan tidak berfungsinya seluruh anggota badan disebabkan ketiadaan
roh, baik perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja.
1 Ahmad Warson, Al-Munawwir, Cet. ke-1,(Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1992), hlm. 172.
2 Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Cet. ke-3, ( Damaskus: Dar al-Fikr, 1989,
Jilid: VI ), hlm. 217.
3 Abdul Qadir ‘Audah, at-Tasyri’i al-Jina’i al-Islami, ( Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, t.t.), Jilid II,
hlm. 6.
4 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, Cet. ke-2, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 113.
5 P.A.F. Lamintang, Delik-delik Khusus, Cet. ke-1 (Bandung: Bina Cipta, 1986), hlm. 1.
6 Ibid.
Dalam hukum pidana Islam, pembunuhan termasuk ke dalam jarimah
qishash-diyat (tindakan pidana yang bersanksikan hukum qishash atau diyat). Dan
dengan penerapan qishash dan diyat masyarkat akan bersih dari tindakan pidan
yang dapat mengacaukan ketertiban umum dan mengganggu stabilitas
masyarakat.
B. Klasifikasi Pembunuhan
Tidak semua tindakan pembunuhan terhadap jiwa membawa konsekuensi
untuk dijatuhi hukum qishash. Sebab, di antara tindakan itu ada yang sengaja, ada
yang menyerupai kesengajaan, ada yang tidak disengaja sama sekali. Dilihat dari
segi motivasi terjadinya pembunuhan, ulama Malikiyyah membagi pembunuhan
menjadi dua macam, yaitu pembunuhan sengaja dan tidak disengaja. Ini
didasarkan pada ayat Al-Qur’an surat An-Nissa: 92 dan 93. 7 Sedangkan menurut
ulama Hanafiyyah, Safi’iyyah, dan Hanabilah, membaginya menjadi tiga bentuk,
yang apabila diteliti merupakan hasil kompromistis dari kedua bentuk
pembunuhan sebelumnya. Adapun ketiga klasifikasi pembunuhan itu adlah
sebagai berikut:8
1.
Pembunuhan dengan disengaja (qathlul amdi), yaitu pembunuhan yang
yang dilakukan oleh seorang mukallaf terhadap seseorang yang darahnya
dilindungi, dengan memakai alat yang pada kebiasaan alat tersebut dapat
membuat orang mati. Dalam ajaran Islam, pembunuhan yang dilakukan
dengan disengaja terhadap orang-orang yang dilindungi jiwanya, dianggap
sebagai suatu jarimah dan juga dosa besar (akbarul kaba’ir). Hukuman
7 Rahmat Hakim, op.cit. hlm.116.
8 Ibid, hlm. 118.
jarimah ini apabila memenuhi persyaratan dan semua unsur-unsur adalah
dibunuh kembali. Adapun unsur-unsur pembunuhan disengaja ada tiga, yaitu:
a. Orang yang dibunuh adalah manusia hidup, maksudnya ketika seseorang
membunuh, si terbunuh dalam keadaan hidup. Kerelaan orang yang
dibunuh, misalkan karena penyakit yang tak kunjung sembuh dan
menyebabkan keputusasaan (mercy killing atau euthanasia), tidak
mengurangi hukuman bagi si pelaku. Karena kerelaan untuk dibunuh
bukan termasuk kebolehan untuk melakukan pembunuhan, dan bukan hal
yang dibenarkan oleh syara’. Oleh sebab itu, ada ulama yang menetapkan
sanksi dari perbuatan ini adalah qishash.
ال فتقمصاهص
عل ميفك ههم
م
ب
ك هتت م
ال ر متذي فمن ا اممن هفوا
اياي رهمها
تفےالمقفتلىق...
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash
berkenaan orang yang dibunuh…”(Q.S. Al-Baqoroh: 178)
b. Kematian korban merupakan hasil dari perbuatan si pembunuh. Misalkan
dengan menggunakan alat-alat yang lazim digunakan untuk membunuh.
c. Adanya niat, karena apabila tidak ada niat, pastinya pelaku tidak akan
menyiapkan dan menggunakan alat yang lazim digunakan untuk
membunuh.
Dan syarat-syarat pembunuhan dikategorikan sengaja adalah:9
a. Pembunuh adalah orang yang berakal, baligh, dan sengaja membunuh.
9 Sayyid Sabiq, Ter. Nor Hasanuddin, dkk, Fiqhus Sunnah,Cet. ke-1 (Jakarta: Pena Budi Aksara,
2006), Jilid III, hlm. 411.
b. Si terbunuh hendaklah manusia yang darahnya dilindungi.
c. Alat yang digunakan membunuh adalah alat yang pada kebiasaannya
dapat mematikan.
2.
Pembunuhan tidak disengaja (qathlul ghairul amdi), menurut Sayyid
Sabiq, pembunuhan tidak disengaja ketidak sengajaan dalam dua unsur, yaitu
perbuatan dan akibat yang ditimbulkan. Pembunuhan ini disebut juga
pembunuhan karena kesalahan. Contohnya, ketika seseorang yang membidik
binatang buruan, kemudian salah sasaran dan terkena kepada manusia yang
darahnya dilindungi. Adapun unsur-unsur pembunuhan tidak disengaja
adalah:
a. Perbuatan ini tidak disengaja atau tidak diniati.
b. Kematian yang ditimbulkan tidak dikehendaki si pelaku.
c. Adanya keterkaitan kausalitas antara perbuatan dan kematian.
3.
Pembunuhan semi disengaja (qathlu syighlul amdi), atau pembunuhan
yang menyerupai kesengajaan adalah tindakan yang sengaja dalam
pemukulannya tetapi keliru dalam pembunuhannya. Misalkan seseorang yang
memukul dengan alat yang diyakini tidak akan menimbulkan kematian
seseorang, tetapi perbuatan tersebut ternyata menyebabkan kematian si
korban pemukulan.
Menurut Sayyid Sabiq, pembunuhan menyerupai kesengajaan ini memiliki
kemiripan dengan pembunuhan disengaja, yaitu dari kesengajaan ia
memukul. Adapun kemiripan dengan pembunuhan tidak disengaja adalah alat
yang digunakan tidak lazim dilakukan untuk membunuh.
Klasifikasi pembunuhan dalam KUHP, ketentuan-ketentuan pidana tentang
kejahatan yang ditujukan terhadap nyawa orang lain diatur dalam buku II bab
XIX, yang terdiri dari 13 Pasal, yakni Pasal 338 sampai Pasal 350.Kejahatan
terhadap nyawa orang lain terbagi atas beberapa jenis, yaitu :
1.
Pembunuhan Biasa (Pasal 338 KUHP)
Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 338 KUHP merupakan tindak pidana
dalam bentuk yang pokok, yaitu delik yang telah dirumuskan secara lengkap
dengan semua unsur-unsurnya.10 Adapun rumusan Pasal 338 KUHP adalah :
“Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan,
dengan pidana penjara paling lama limabelas tahun”.11 Sedangkan Pasal 340
KUHP menyatakan: “Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu
merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan rencana
(moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu
tertentu, paling lama dua puluh tahun.”12
Dari ketentuan dalam Pasal tersebut, maka unsur-unsur dalam pembunuhan biasa
adalah sebagai berikut :
a. Unsur subyektif : perbuatan dengan sengaja
b. Unsur obyektif : perbuatan menghilangkan, nyawa, dan orang lain.
“Dengan sengaja” artinya bahwa perbuatan itu harus disengaja dan kesengajaan
itu harus timbul seketika itu juga, karena sengaja (opzet/dolus) yang dimaksud
10 P.A.F Laminating, op.cit, hlm. 17.
11 Moeljatno, KUHP, hlm. 147.
12 Ibid.
dalam Pasal 338 adalah perbuatan sengaja yang telah terbentuk tanpa
direncanakan terlebih dahulu, sedangkan yang dimaksud sengaja dalam Pasal 340
adalah suatu perbuatan yang disengaja untuk menghilangkan nyawa orang lain
yang terbentuk dengan direncanakan terlebih dahulu.13
Unsur obyektif yang pertama dari tindak pembunuhan, yaitu : “menghilangkan”,
unsur ini juga diliputi oleh kesengajaan; artinya pelaku harus menghendaki,
dengan sengaja, dilakukannya tindakan menghilangkan tersebut, dan ia pun harus
mengetahui, bahwa tindakannya itu bertujuan untuk menghilangkan nyawa orang
lain.14
Berkenaan dengan “nyawa orang lain” maksudnya adalah nyawa orang lain dari si
pembunuhan. Terhadap siapa pembunuhan itu dilakukan tidak menjadi soal,
meskipun pembunuhan itu dilakukan terhadap bapak/ibu sendiri, termasuk juga
pembunuhan yang dimaksud dalam Pasal 338 KUHP. Dari pernyataan ini, maka
undang-undang pidana kita tidak mengenal ketentuan yang menyatakan bahwa
seorang pembunuh akan dikenai sanksi yang lebih berat karena telah membunuh
dengan sengaja orang yang mempunyai kedudukan tertentu atau mempunyai
hubungan khusus dengan pelaku.15 Berkenaan dengan unsur nyawa orang lain
juga, melenyapkan nyawa sendiri tidak termasuk perbuatan yang dapat dihukum,
karena orang yang bunuh diri dianggap orang yang sakit ingatan dan ia tidak dapat
dipertanggung jawabkan.16
13 P.A.F Laminating, op.cit, hlm. 30-31.
14 Ibid., hlm. 31.
15 Ibid., hlm. 35.
16 M. Sudradjat Bassar, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Dalam KUHP, Cet. ke-2, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1986), hlm. 122.
2. Pembunuhan Dengan Pemberatan
Pembunuhan dengan pemberatan diatur Pasal 339 KUHP yang bunyinya
sebagai berikut :”Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh kejahatan
dan yang dilakukan dengan maksud untuk memudahkan perbuatan itu, jika
tertangkap tangan, untuk melepaskan diri sendiri atau pesertanya daripada
hukuman, atau supaya barang yang didapatkannya dengan melawan hukum tetap
ada dalam tangannya, dihukum dengan hukuman penjara seumur hidup atau
penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.17
Perbedaan dengan pembunuhan Pasal 338 KUHP ialah : “diikuti, disertai,
atau didahului oleh kejahatan”. Kata “diikuti” dimaksudkan diikuti kejahatan lain.
Pembunuhan itu dimaksudkan untuk mempersiapkan dilakukannya kejahatan lain.
Misalnya :A hendak membunuh B; tetapi karena B dikawal oleh P maka A lebih
dahulu menembak P, baru kemudian membunuh B. Kata “disertai” dimaksudkan,
disertai kejahatan lain; pembunuhan itu dimaksudkan untuk mempermudah
terlaksananya kejahatan lain itu. Misalnya : C hendak membongkar sebuah bank.
Karena bank tersebut ada penjaganya, maka C lebih dahulu membunuh
penjaganya. Kata “didahului” dimaksudkan didahului kejahatan lainnya atau
menjamin agar pelaku kejahatan tetap dapat menguasai barang-barang yang
diperoleh dari kejahatan. Misalnya : D melarikan barang yang dirampok. Untuk
menyelamatkan barang yang dirampok tersebut, maka D menembak polisi yang
mengejarnya.18
17 Moeljatno, KUHP, hlm.147.
18 Leiden Marpaung, Unsur-unsur Perbuatan yang dapat Dihukum (Jakarta: Grafika, 1991), hlm.
30.
Unsur-unsur dari tindak pidana dengan keadaan-keadaan yang memberatkan
dalam rumusan Pasal 339 KUHP itu adalah sebagai berikut :
a. Unsur subyektif : (1)dengan sengaja; (2)dengan maksud
b. Unsur obyektif : (1)menghilangkan nyawa orang lain; (2)diikuti, disertai,
dan didahului dengan tindak pidana
lain; (3)untuk menyiapkan/
memudahkan pelaksanaan dari tindak pidana yang akan, sedang atau telah
dilakukan; (4)untuk menjamin tidak dapat dipidananya diri sendiri atau
lainnya (peserta) dalam tindak pidana yang bersangkutan; (5)untuk dapat
menjamin tetap dapat dikuasainya benda yang telah diperoleh secara
melawan hukum, dalam ia/mereka kepergok pada waktu melaksanakan
tindak pidana.19
Unsur subyektif yang kedua “dengan maksud” harus diartikan sebagai maksud
pribadi dari pelaku; yakni maksud untuk mencapai salah satu tujuan itu (unsur
obyektif), dan untuk dapat dipidanakannya pelaku, seperti dirumuskan dalam
Pasal 339 KUHP, maksud pribadi itu tidak perlu telah terwujud/selesai, tetapi
unsur ini harus didakwakan oleh Penuntut Umum dan harus dibuktikan di depan
sidang pengadilan.
Sedang unsur obyektif yang kedua, “tindak pidana” dalam rumusan Pasal 339
KUHP, maka termasuk pula dalam pengertiannya yaitu semua jenis tindak pidana
yang (oleh UU) telah ditetapkan sebagai pelanggaran-pelanggaran dan bukan
19 P.A.F. Lamintang, op.cit., hlm. 37.
semata-mata jenis-jenis tindak pidana yang diklasifikasikan dalam kejahatankejahatan. Sedang yang dimaksud dengan “lain-lain peserta” adalah mereka yang
disebutkan dalam Pasal 55 dan 56 KUHP, yakni mereka yang melakukan (pleger),
yang menyuruh melakukan (doenpleger), yang menggerakkan/membujuk mereka
untuk melakukan tindak pidana yang bersangkutan (uitlokker), dan mereka yang
membantu/turut serta melaksanakan tindak pidana tersebut (medepleger).20
Jika unsur-unsur subyektif atau obyektif yang menyebabkan pembunuhan itu
terbukti di Pengadilan, maka hal itu memberatkan tindak pidana itu, sehingga
ancaman hukumannya pun lebih berat dari pembunuhan biasa, yaitu dengan
hukuman seumur hidup atau selama-lamanya dua puluh tahun. Dan jika unsurunsur tersebut tidak dapat dibuktikan, maka dapat memperingan atau bahkan
menghilangkan hukuman.
3. Pembunuhan Berencana
Pembunuhan berencana diatur oleh Pasal 340 KUHP yang bunyinya sebagai
berikut :”Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa
orang lain diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana
mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama
dua puluh tahun.”21
Pengertian “dengan rencana lebih dahulu” menurut M.v.T. pembentukan Pasal
340 diutarakan, antara lain :“dengan rencana lebih dahulu” diperlukan saat
pemikiran dengan tenang dan berfikir dengan tenang. Untuk itu sudah cukup jika
20 Ibid., hlm. 36. Lihat juga Chidir Ali, Responsi Hukum Pidana: Penyertaan dan Gabungan
Tindak Pidana, (Bandung: Armico, 1985), hlm.9.
21 Moeljatno, KUHP., hlm. 147.
si pelaku berpikir sebentar saja sebelum atau pada waktu ia akan melakukan
kejahatan sehingga ia menyadari apa yang dilakukannya.22
Sedangkan, M.H. Tirtaamidjaja mengutarakan “direncanakan lebih dahulu”
antara lain sebagai : “bahwa ada suatu jangka waktu, bagaimanapun pendeknya
untuk mempertimbangkan, untuk berfikir dengan tenang.”23 Sedangkan Chidir Ali,
menyebutkan: Yang dimaksud dengan direncanakan lebih dahulu, adalah suatu
saat untuk menimbang-nimbang dengan tenang, untuk memikirkan dengan
tenang. Selanjutnya juga bersalah melakukan perbuatannya dengan hati tenang.24
Dari rumusan tersebut, maka unsur-unsur pembunuhan berencana adalah
sebagai berikut :
a. Unsur subyektif, yaitu dilakukan dengan sengaja dan direncanakan terlebih
dahulu
b. Unsur obyektif, yaitu menghilangkan nyawa orang lain.25
Jika unsur-unsur di atas telah terpenuhi, dan seorang pelaku sadar dan sengaja
akan timbulnya suatu akibat tetapi ia tidak membatalkan niatnya, maka ia dapat
dikenai Pasal 340 KUHP.
4. Pembunuhan Bayi Oleh Ibunya (kinder-doodslag)
22 Leden Marpaung, op.cit, hlm.31.
23 Tirtaamidjaja, Pokok-pokok Hukum Pidana, (Jakarta: Fasco, 1955)
24 Chidir Ali, Responsi Hukum Pidana: Penyertaan dan Gabungan Tindak Pidana , (Bandung:
Armico, 1985), hlm. 74.
25 P.A.F. Lamintang, op.cit., hlm. 44.
Hal ini diatur oleh Pasal 341 KUHP yang bunyinya sebagai berikut : “Seorang
ibu yang dengan sengaja menghilangkan jiwa anaknya pada ketika dilahirkan atau
tidak berapa lama sesudah dilahirkan karena takut ketahuan bahwa ia sudah
melahirkan anak dihukum karena pembunuhan anak dengan hukuman penjara
selama-lamanya tujuh tahun.26 Unsur pokok dalam Pasal 341 tersebut adalah
bahwa seorang ibu dengan sengaja merampas nyawa anaknya sendiri pada saat ia
melahirkan anaknya atau tidak berapa lama setelah anak dilahirkan. Sedangkan
unsur yang penting dalam rumusan Pasal tersebut adalah bahwa perbuatannya si
ibu harus didasarkan atas suatu alasan (motief), yaitu didorong oleh perasaan
takut akan diketahui atas kelahiran anaknya.27 Jadi Pasal ini hanya berlaku jika
anak yang dibunuh oleh si ibu adalah anak kandungnya sendiri bukan anak orang
lain, dan juga pembunuhan tersebut haruslah pada saat anak itu dilahirkan atau
belum lama setelah dilahirkan. Apabila anak yang dibunuh itu telah lama
dilahirkan, maka pembunuhan tersebut tidak termasuk dalam kinderdoodslag
melainkan pembunuhan biasa menurut Pasal 338 KUHP.
5. Pembunuhan Bayi Oleh Ibunya Secara Berencana (kinder-moord)
Hal ini diatur oleh Pasal 342 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :”Seorang
ibu dengan sengaja akan menjalankan keputusan yang diambil sebab takut
ketahuan bahwa ia tidak lama lagi akan melahirkan anak, menghilangkan jiwa
anaknya itu pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian daripada itu dihukum
26 Moeljatno, op.citP., hlm.147.
27 Chidir Ali, op.cit., hlm. 76.
karena membunuh bayi secara berencana dengan hukuman penjara selamalamanya sembilan tahun.”28
Pasal 342 KUHP dengan Pasal 341 KUHP bedanya adalah bahwa Pasal 342
KUHP, telah direncanakan lebih dahulu, artinya sebelum melahirkan bayi
tersebut, telah dipikirkan dan telah ditentukan cara-cara melakukan pembunuhan
itu dan mempersiapkan alat-alatnya. Tetapi pembunuhan bayi yang baru
dilahirkan, tidak memerlukan peralatan khusus sehingga sangat rumit untuk
membedakannya dengan Pasal 341 KUHP khususnya dalam pembuktian karena
keputusan yang ditentukan hanya si ibu tersebut yang mengetahuinya dan baru
dapat dibuktikan jika si ibu tersebut telah mempersiapkan alat-alatnya.
6. Pembunuhan Atas Permintaan Sendiri
Hal ini diatur oleh Pasal 344 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :”
arangsiapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang lain itu sendiri,
yang disebutkan dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selamalamanya dua belas tahun.29 Pasal 344 ini membicarakan mengenai pembunuhan
atas permintaan dari yang bersangkutan. Unsur khususnya, yaitu permintaan yang
tegas dan sungguh/nyata, artinya jika orang yang minta dibunuh itu permintaanya
tidak secara tegas dan nyata, tapi hanya atas persetujuan saja, maka dalam hal ini
tidak ada pelanggaran atas Pasal 344, karena belum memenuhi perumusan dari
Pasal 344, akan tetapi memenuhi perumusan Pasal 338 (pembunuhan biasa).
28 Moeljatno,op.cit, hlm.147-148.
29 Ibid.
Contoh dari pelaksanaan Pasal 344 KUHP adalah jika dalam sebuah
pendakian (ekspedisi), dimana kalau salah seorang anggotanya menderita sakit
parah sehingga ia tidak ada harapan untuk meneruskan pendakian mencapai
puncak gunung, sedangkan ia tidak suka membebani kawan-kawannya dalam
mencapai tujuan; di dalam hal ini mungkin ia minta dibunuh saja.
7. Penganjuran Agar Bunuh Diri
Hal ini diatur oleh Pasal 345 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :
“Barangsiapa dengan sengaja membujuk orang supaya membunuh diri, atau
menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberi ikhtiar kepadanya untuk itu,
dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun, kalau jadi
orangnya bunuh diri.”30 Yang dilarang dalam Pasal ini adalah dengan sengaja
menganjurkan atau memberi daya upaya kepada orang lain, untuk bunuh diri dan
kalau bunuh diri itu benar terjadi. Jadi seseorang dapat terlibat dalam persoalan itu
dan kemudian dihukum karena kesalahannya, apabila orang lain menggerakkan
atau membantu atau memberi daya upaya untuk bunuh diri; dan baru dapat
dipidana kalau nyatanya orang yang digerakkan dan lain sebagainya itu
membunuh diri dan mati karenanya.
Unsur “jika pembunuhan diri terjadi” merupakan “bijkomende voor-waarde
van strafbaarheid”, yaitu syarat tambahan yang harus dipenuhi agar perbuatan
yang terlarang/dilarang tadi dapat dipidana.31
8. Pengguguran Kandungan
30 Ibid.
31 Chidir Ali, Responsi., hlm. 76.
Kata “pengguguran kandungan” adalah terjemahan dari kata “abortus
provocatus” yang dalam Kamus Kedokteran diterjemahkan dengan : “membuat
keguguran”. Pengguguran kandungan diatur dalam KUHP oleh Pasal-Pasal 346,
347, 348, dan 349. Jika diamati Pasal-Pasal tersebut maka akan dapat diketahui
bahwa ada tiga unsur atau faktor pada kasus pengguguran kandungan, yaitu ;
a. janin
b. ibu yang mengandung
c. orang ketiga, yaitu yang terlibat pada pengguguran tersebut.32
Tujuan Pasal-Pasal tersebut adalah untuk melindungi janin. Berdasarkan
Kamus Besar Bahasa Indonesia dimuat arti “janin” sebagai (1) bakal bayi (masih
di kandungan (2) embrio setelah melebihi umur dua bulan. Perkataan “gugur
kandungan” tidak sama dengan “matinya janin”. Kemungkinan, janin dalam
kandungan dapat dibunuh, tanpa gugur. Namun pembuat undang-undang dalam
rumusan KUHP, belum membedakan kedua hal tersebut.33
Pengaturan KUHP mengenai “pengguguran kandungan” adalah sebagai berikut :
1) Pengguguran Kandungan Oleh si Ibu
Hal ini diatur oleh Pasal 346 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :”
Perempuan dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya atau
32 Leden Marpaung, op.cit., hlm.46.
33 Ibid, hlm.47.
menyuruh orang lain menyebabkan itu dihukum dengan hukuman penjara selamalamanya empat tahun.”34
2) Pengguguran Kandungan oleh Orang Lain Tanpa Izin Perempuan
yang Mengandung
Hal ini diatur oleh KUHP Pasal 347 yang bunyinya sebagai berikut :(1)
Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan seseorang
perempuan tidak dengan izin perempuan itu, dihukum dengan hukuman penjara
selama-lamanya dua belas tahun; (2) Jika perbuatan itu berakibat perempuan itu
mati, ia dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.35
3) Pengguguran
Kandungan
dengan
Izin
Perempuan
yang
Mengandungnya
Hal ini diatur oleh Pasal 348 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :”(1)
Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan seorang
perempuan dengan izin perempuan itu, dihukum dengan hukuman penjara selamalamanya lima tahun enam bulan; (2) Jika perbuatan itu berakibat perempuan itu
mati, ia dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun.36
C. Akibat Dari Pembunuhan Menurut Hukum Islam
34 Molejatno,op.cit, hlm. 148.
35 Ibid.
36 Ibid., hlm. 149.
Setelah membahas dari klasifikasi pembunuhan menurut Islam, maka dari
setiap jenis memiliki akibat atau sanksi yang berbeda, berikut akan diuraikan
sanksi pembunuhan menurut Islam.37
1.
Sanksi Atas Pembunuhan yang Disengaja
Pembunuhan yang disengaja, akan membawa akibat kepada empat perkara,
yaitu:
a. Dosa;
b. Terhlang dari hak waris;
c. Membayar kifarat;
d. Di-qishash atau mendapat amnesti.
Si pembunuh sama sekali tidak mendapat warisan dari harta si terbunuh,
apabila yang membunuh adalah ahli waris, baik membunuh karena disengaja
atau karena kesalahan. Ulama ushul fiqh dalam masalah ini menetapkan
kaidah: “barang siapa tergesa-gesa untuk mendapatkan sesuatu sebelum
saatnya, maka ia diganjar dengan tidak mendapatkannya.”
Rasulullah SAW, pernah bersabda:
يءء)روه ابوداود النساءى وابن
مش ف
)ماجه
ل مي فمس لتل فمقاتتتل تممن التمي فمراتث
Artinya: “pembunuh tidak mempunyai hak mewarisi sesuatu….”
37 Sayyid Sabiq, op.cit, hlm.417.
Apabila seseorang melakukan pembunuhan maka diwajibkan kepadanya
hukuman qishash, namun apabila wali si terbunuh atau korban memberikan
ampunan, hendaklah membayar diyat pada keluarga korban. Dan dikenakan
diyat berat yaitu seratus ekor unta, dengan perincian: 30 ekor unta betina usia
3-4 tahu, 30 ekor unta betina usia 4-5 tahun, dan 40 ekor unta betina yang
sedang hamil. Diyat ini wajib dibayar tunai oleh orang yang membunuh. Dan
alangkah utamanya apabila wali korban memaafkannya. Ini didasarkan pada
ayat Q.S Al-Baqoroh: 178
ع تبالممفعهرفو ت
...ف موا ممدااءءاتل مي فته
عتفمي ل مهه تمفن اتخي فته شفيءء مفا تترمبا ء
مفممفن ه
سانق
تباتفح م ن...
“…maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya,
hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, hendaklah
(yang diberi maaf) membayar (diyat), kepada yang memberi maaf dengan
cara yang baik (pula)…” (Al-Baqoroh: 178)
Serta pembunuh diwajibkan membayar kifarat ini didasarkan pada hadits
Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadits dari Wa’ilah bin Ashaqa bahwa
pada suatu hari dating kepada nabi SAW sekolompok orang dari kalangan
bani Salim. Mereka mengadukan permasalahan yang sedang mereka hadapi
kepada beliau, “ada seseorang di antara kami yang wajib atasnya membayar
diyat.”Rasulullah SAW menjawab:
)رواه
)احمد
غفضووا تمن فهه تممن ال رمناتر
غفضنو تمن فمها ه
مفل في هفعتتفق مرمقبوة ي مففتدي الله تبك ر تل ه
Artinya: “hendaknya ia memerdekakan maka kelak Allah akan menebus
setiap anggota tubuhnya dengan setiap anggota tubuh budak tersebut,
sehingga ia selamat dari neraka.”(H.R Ahmad)
Adapun bila wali si korban menuntut qishash, maka pembunuh tidak
diwajibkan atasnya membayar kifarat, karena qishash itu sendiri sebagai
kifaratnya. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Nua’aim dalam
kitab Al-Ma’rifah bahwa Nabi SAW, bersabda
ال فمقتفهل ك م ر مفامرهة
Artinya: “Qishash itu adalah kifarat”
2.
Sanksi Pembunuhan Tidak Sengaja
Pembunuhan karena tidak sengaja atau karena suatu kesalahan membawa
kepada dua konsekuensi, ini didasarkan pada ayat Al-Qur’an yang
mmenerangkan Q.S An-Nissa: 92.
الىى
موممفن مقتممل همفؤتمونا م
خمطأ مفتم ف
حتري فهر مرمقبمنة رهمفؤتمن منة رموتدي مءة رهممسل ر مممءة ا
ماهلتهى...
“…dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah,
(hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta
membayar diyat yang diserahkan kepada keluarga si terbunuh…”(Q.S. AnNissa: 92)
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sanksi bagi pembunuhan tidak disengaja
adalah sebagai berikut:
a. Diyat ringan, yang dibebankan atas keluarga pembunuh untuk
membayarnya dan boleh membayar secara berangsur-angsur sampai tiga
tahun. Diyatnya berupa 100 ekor unta, dengan perincian: 20 ekor unta
betina usia 1-2 tahun, 20 ekor unta betina usia 2-3 tahun, 20 ekor unta
jantan usia 2-3 tahun, 20 ekor unta betina usia 3-4 tahun, 20 ekor unta
betina usia 4-5 tahun. Dan tiap-tiap akhir tahun harus dibayar
sepertiganya.
b. Kifarat, yaitu memerdekakan budak muslim tanpa cacat , bilamana pelaku
tidak dapat memenuhinya maka diwajibkan berpuasa selama dua bulan
berturut-turut.
3.
Pembunuhan Semi Disengaja
Pembunuhan
semi
disengaja
atau
serupa
dengan
kesengajaan
mengharuskan pembunuhnya untuk membayar diyat berat, yaitu: seratus ekor
unta, dengan perincian: 30 ekor unta betina usia 3-4 tahu, 30 ekor unta betina
usia 4-5 tahun, dan 40 ekor unta betina yang sedang hamil. Diyat ini wajib
dibayar tunai oleh orang yang membunuh.
Adapun hukum qishash diwajibkan apabila orang yang membunuh memenuhi
syarat-syarat dikenakannya seseorang hukum qishash. Adapun syaratnya adalah
sebagai berikut:38
a. Orang yang terbunuh terlindungi darahnya, apabila yang dibunuh adalh
kafir harbi, orang yang zina muhshan, atau orang yang murtad, maka
38 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam,Cet. ke-41, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2008), hlm. 431.
pembunuh tidak dikenakan hukum qishash ataupun keharusan membayar
diyat, ini dikarenakan yang dibunuh adalah orang yang tersia-siakan
darahnya dan tidak dilindungi. Rasulullah Saw bersabda:
تبكافنر
همسلتمء
لي هفقتمهل
))رواهالبخارى
Artinya: “Orang Islam tidak dibunuh sebab ia membunuh orang kafir.”
(H.R Bukhari)
b. Orang yang membunuh sudah baligh dan berakal, hukum qishash tidak
dikenakan pada anak keci, orang gila, dan orang yang berkebutuhan
khusus atau perkembangan akalnya terganggu, karena mereka bukan
orang yang terkena talif syar’i.
c. Orang yang dibunuh tidak kurang derajatnya dari orang yang membunuh
atau sederajat. Dan hendaklah ia membayar kifarat. Ini didasarkan pada
Q.S Al-Baqaroh : 178
حترر موال فمعبفهد
ح رهر بال ف ه
عل ميفك ههم ال فتقمصاهص تفےالمقفتلى ا مل ف ه
ب م
اياي رهمها ال ر متذي فمن ا اممن هفوا ك هتت م
تبال فمعبفتد
“hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash
berkenaan orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka,
hamba sahaya dengan hamba sahaya…”(Q.S Al-Baqoroh: 178)
d. Pembunuh adalah orang tua dari si korban, ini didasarkan pada hadits
yang diriwayatkan Imam Tirmidzi dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Saw,
bersabda:
تبال فمولتد )رواه الترمذى
)لي مفقتههل المولتهد
Artinya: Orang tua tidak diqishash oleh sebab membunuh anaknya.”
(H.R Tirmidzi)
e. Pembunuh dalam kondisi bebas memilih, karena bila pembunuh dalam
kondisi dipaksa, maka ia tidak memiliki hak memilih dicabut, dan
tanggung jawab tidak dibebankan kepada orang yang tidak memiliki hak
pilih.
Qishash dilaksanakan setelah ada kesepakatan dengan wali korban, qishash
dirasakan perlu kepada seseorang yang kemungkinan besar akan melakukan
kejahatan yang sama apabila tidak dijatuhi hukum qishash. Qishash hendaknya
dilakukan setelah ada wali dari pihak korban, dan hukuman qishash dilaksanakan
sama dengan kejahatan yang dilakukan pada korban, karena qishash menuntut
persamaan. Allah SWT berfirman dalam Q.S An-Nahl: 126:
Dan hukum qishash menjadi hak hakim, dan qishash dapat gugur apabila ada
ampunan dari pihak wali korban, atau pembunuh telah mati terlebih dahulu
sebelum di qishash.
D. Pembunuhan Menurut Hukum Positif
Adapun sanksi tindak pidana pembunuhan sesuai dengan KUHP bab XIX
buku II adalah sebagai berikut :
1. Pembunuhan biasa, menurut pasal 338 diancam dengan hukuman penjara
selama-lamanya lima belas tahun
2. Pembunuhan dengan pemberatan, menurut 339 diancam dengan hukuman
penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh
tahun
3. Pembunuhan berencana, menurut 340 diancam dengan hukuman mati atau
penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh
tahun
4. Pembunuhan bayi oleh ibunya, menurut pasal 341 diancam dengan
hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun
5. Pembunuhan bayi oleh ibunya secara berencana, menurut pasal 342
diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun
6. Pembunuhan atas permintaan sendiri, menurut pasal 344 bagi orang yang
membunuh diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas
tahun
7. Penganjuran agar bunuh diri, menurut pasal 345 jika benar-benar orangnya
membunuh diri pelaku penganjuran diancam dengan hukuman penjara
selama-lamanya empat tahun
8. Pengguguran kandungan
a.
Pengguguran kandungan oleh si ibu, menurut pasal 346 diancam
dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun
b.
Pengguguran kandungan oleh orang lain tanpa izin perempuan yang
mengandung, menurut pasal 347 diancam dengan hukuman penjara
selama-lamanya : (1)dua belas tahun;(2) lima belas tahun, jika
perempuan itu mati.
c.
Pengguguran
kandungan
dengan
izin
perempuan
yang
mengandungnya, menurut pasal 348 diancam dengan hukuman
penjara selama-lamanya :(1) lima tahun enam bulan;(2)tujuh tahun,
jika perempuan itu mati
Adapun alasan-alasan yang menghilangkan sifat tindak pidana dibedakan
dalam dua kategori, yaitu :
1. Alasan yang membenarkan atau menghalalkan perbuatan pidana, adalah :
a. Keperluan membela diri atau noodweer (Pasal 49 ayat 1 KUHP)
b. Melaksanakan ketentuan undang-undang (Pasal 50 KUHP)
c. Melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh seorang penguasa
yang berwenang (Pasal 51 ayat 1 KUHP)
Ketiga alasan ini menghilangkan sifat melawan hukum dari suatu tindakan
sehingga perbuatan si pelaku menjadi diperbolehkan.
2. Alasan yang memaafkan pelaku, hal ini termuat dalam :
a. Pasal 44 ayat 1 KUHP, yang menyatakan seseorang tidak dapat
dipertanggung jawabkan perbuatannya, disebabkan jiwanya cacat
dalam tubuhnya (gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu karena
penyakit (ziekelijke storing)
b. Pasal 48 KUHP, yang menyatakan seseorang yang melakukan
perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana
c. Pasal 49 ayat 2 KUHP, menyatakan bahwa pembelaan terpaksa yang
melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh kegoncangan jiwa
yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.
d. Pasal 51 ayat 2 KUHP, menyatakan terhapusnya pidana karena
perintah jabatan tanpa wenang, jika yang diperintah, dengan itikad
baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wenang, dan
pelaksanaanya termasuk dalam lingkungan pekerjaanya.
Ketentuan-ketentuan tentang alasan dan hal-hal yang mempengaruhi
pemidanaan ini bersifat umum, sehingga berlaku juga pada kejahatan
terhadap nyawa.
E. Hikmah Diterapkannya Hukum Qishash dan Pembayaran Diyat
Qishash memiliki arti persamaan. Pada dasarnya dengan dilaksanakannya
hukum qishash ini akan tercipta kehidupan yang tenang, dan dengan sendirinya
masyarakat akan terpelihara dari penganiayaan dan permusuhan. Dengan qishash
akan menghapuskan kejahatan pembunuhan, atau paling tidak mengurangi
pembunuhan.
ا مفنفى
تللمقتفهل
ال فمقتفهل
“Membunuh itu akan menghapus pembunuhan.”
Karena, bila seseorang pembunuh hanya sekedar di penjara, dikhawatirkan
setelah ia terbebas dari penjara, masih memiliki dendam dan hendak membunuh
kembali. Atau bahkan si pembunuh karena ia memang ingin tinggal di penjara
tanpa harus memikirkan persoalan hidup. 39
Adapun diyat dimaksudkan agar jangan sampai terjadi kejahatan yang serupa
sekaligus melindungi jiwa jangan sampai dianggap remeh. Melihat kenyataan ini,
maka denda dengan pembayaran yang memberatkan dirasa harus, agar si pelaku
menjadi jera. Dengan demikian diyat dianggap sebagai pembalasan yang
mencakup hukuman dan penggantian. 40
Dan dengan penerapan qishash dan diyat, masyarakat akan bersih dari
tindakan pidana yang dapat mengacaukan ketertiban umum dan mengganggu
stabilitas masyarakat
BAB III
PENUTUP
39 Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, (Semarang; Toha Putra, 1984),
Juz II, hlm. 112.
40 Sayyid Sabiq, Ter. H. A. Ali, Fikih Sunnah,, Cet. ke-8, (Bandung: Al-Maarif, 1997), Jilid 10,
hlm. 93.
Manusia merupakan makhluk Allah yang paling mulia, manusia memilki
hak yang paling utama dan wajib mendapat perhatian ialah hak hidup, yang tidak
boleh dilanggar oleh siapa pun. Dan pembunuhan merupakan suatu jalan untuk
melanggar hak tersebut. Pembunuhan adalah perampasan hak hidup seseorang
atau peniadaan nyawa seseorang oleh orang lain yang dapat mengakibatkan tidak
berfungsinya seluruh anggota badan disebabkan ketiadaan roh, baik perbuatan
tersebut dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja. Dalam hukum pidana
Islam, pembunuhan termasuk ke dalam jarimah qishash-diyat (tindakan pidana
yang bersanksikan hukum qishash atau diyat).. Pembunuhan menurut Islam dibagi
ke dalam tiga jenis, yaitu:
a. Pembunuhan disengaja (qathlul amdi), yang dihukumi qishash, dan
apabila diampuni oleh wali korban hendaklah membayar diyat dan kifarat.
b. Pembunuhan tidak disengaja (qathlul ghairul amdi), pembunuhan ini
dihukum diyat ringan atau kifarat.
c. Pembunuhan semi disengaja (qathlul syighrul amdi), pembunuhan ini
dihukumi diyat berat.
Adapun hikmah dibalik penerapan qishash dan diyat ini agar ada efek jera
dan tercipta kehidupan yang tenang, dan dengan sendirinya masyarakat akan
terpelihara dari penganiayaan dan permusuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Chidir. 1985. Responsi Hukum Pidana: Penyertaan dan Gabungan Tindak
Pidan. Bandung: Armico.
Al-Maraghi , Ahmad Mustafa, 1984. Terjemahan Tafsir Al-Maraghi. Semarang;
Toha Putra. Juz II.
‘Audah, Abdul Qadir. at-Tasyri’i al-Jina’i al-Islami.
al-‘Arabi. t.t. Jilid II.
Beirut: Dar al-Kitab
Az-Zuhaili, Wahbah. 1989. Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh. Damaskus: Dar alFikr. Jilid: II. Cet. 3.
Bassar, M. Sudradjat. 1986. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Dalam KUHP.
Bandung: Remaja Rosda Karya. Cet. 2.
Hakim, Rahmat. 2010. Hukum Pidana Islam. Bandung: Pustaka Setia. Cet. 2.
Lamintang, P.A.F. 1986. Delik-Delik Khusus. Bandung: Bina Cipta. Cet.1.
Marpaung, Leiden. 1991. Unsur-unsur Perbuatan yang dapat Dihukum. Jakarta:
Grafika.
Moeljatno. KUHP.
Rasjid, Sulaiman. 2008. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Cet. 41.
Sabiq , Sayyid, Ter. H. A. Ali. 1997. Fikih Sunnah. Bandung: Al-Maarif. Jilid 10.
Cet. ke-8.
Sabiq, Sayyid. Ter. Nor Hasanuddin, dkk. 2006. Fiqhus Sunnah. Jakarta: Pena
Budi Aksara. Jilid. III. Cet. 1.
Tirtaatmadja. 1955. Pokok-pokok Hukum Pidana. Jakarta: Fasco.
Warson, Ahmad. 1992. Al-Munawwir. Yogyakarta; Pustaka Progresif. Cet. 1.