Pengaruh Kualitas Pelayanan Purna Jual Terhadap Citra Merek Dan Loyalitas Konsumen Pada PT. Astra International TBK. (AUTO2000) Sisimangaraja, Medan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN HIPOTESIS
2.1.TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Kualitas Pelayanan Purna Jual
Menurut Kotler, Philip dan Armstrong (2001:310), “Kualitas adalah totalitas fitur dan
karakteristik produk atau jasa yang mempengaruhi kemampuannya untuk memenuhi
keinginan yang dinyatakan atau yang tersirat”. Menurut Sviokla dalam Lupiyoadi (2008:181)
“Kualitas adalah kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan.”
Sementara menurut Ratminto (2005:2) “Pelayanan adalah produk-produk yang tidak kasat
mata (tidak dapat dirasa) melibatkan usaha-usaha manusia dan menggunakan peralatan”
Wyckoff dalam Tjiptono (2005:59) mendefinisikan “Kualitas pelayanan merupakan
tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut
untuk memenuhi keinginan pelanggan.”
Tjiptono (2005:261) menjelaskan “Persepsi Kualitas pelayanan (service quality) yang
baik / positif diperoleh bila kualitas yang dialamai (experienced quality) memenuhi harapan
pelanggan (expected quality), bila harapan pelanggan tidak realistis, maka persepsi kualitas
total (total perceived quality) akan rendah.”
Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No.
634/MPP/Kep/9/2002 tentang ketentuan dan tata cara pengawasan barang dan atau jasa yang
beredar di pasar, pasal 1 angka 12 disebutkan pelayanan purna jual adalah pelayanan yang
diberikan oleh pelaku usaha kepada konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang dijual
dalam hal jaminan mutu, daya tahan, kehandalan operasional sekurang-kurangnya selama 1
(satu) tahun. Dan dalam Pasal 25 ayat 1 UUPK menyatakan bahwa pelaku usaha yang
memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurangkurangnya satu tahun wajib menyediakan suku cadang dan atau fasilitas purna jual dan wajib
Universitas Sumatera Utara
memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan.
Menurut Shaharudin, Muzani, Jamel dan Wan (2009) layanan purna jual
digambarkan sebagai layanan yang di berikan kepada konsumen ketika barang yang dibeli
konsumen sudah dikirim. Layanan purna jual sering disebut sebagai "kegiatan pendukung
produk", yang berarti semua kegiatan yang mendukung transaksi-sentris produk . Hal ini
juga didefinisikan sebagai "dukungan kepada pelanggan" dimana semua unsur-unsur kegiatan
yang dilakukan dapat memastikan pelanggan bahwa produk yang dibelinya memiliki jaminan
bebas masalah sesuai dengan yang dijanjikan.
Dalam pengertian umum layanan purna jual adalah bentuk jasa yang di tawarkan oleh
produsen kepada konsumennya setelah transaksi penjualan dilakukan sebagai jaminan
mutu untuk produk yang ditawarkannya.
Layanan purna jual tidak terbatas hanya pada produk kongkrit, produk abstrak seperti
pendidikan pun oleh produsen (universitas) kadang-kadang memiliki layanan purna jual
dimana mahasiswa dijanjikan mendapatkan pekerjaan setelah lulus dengan berbagai
macam saluran untuk mencari pekerjaan yang disediakan. Drucker menyatakan bahwa tujuan
perusahaan adalah menciptakan dan mempertahankan pelanggan. Salah satu cara untuk
mempertahankan pelanggan ini adalah dengan memberikan layanan dan dukungan kepada
konsumen dengan baik seperti misalnya memberikan layanan purna jual.
Layanan Purna jual adalah layanan yang diberikan oleh organisasi kepada para
konsumen setelah konsumen tersebut melakukan transaksi pembelian kepada suatu
organisasi. Adapun tujuan layanan purna jual yang diberikan suatu organisasi antara lain :
1. Layanan purna jual dimaksudkan untuk menjaga minat konsumen atau calon
konsumen dan memperluas sikap positif dari keunggulan produk yang telah
dijanjikan.
2. Menumbuhkan kepuasan konsumen, kekaguman terhadap produk, rekomendasi
Universitas Sumatera Utara
dan di atas semuanya mengharapkan pembelian ulang.
3. Menciptakan kepercayaan, keyakinan diri, dan reputasi.
4. Mengungkapkan garansi dengan persyaratan termasuk penjelasan tentang suku
cadang (bila ada) secara terbuka.
5. Meningkatkan kepuasan konsumen agar para konsumen tersebut mau kembali
membeli produk-produk yang dijual organisasi atau perusahaan sehingga proses
bisnis berjalan lancar dan berkesinambungan.
Hal yang meliputi layanan purna jual yang dilakukan organisasi atau perusahaan seperti :
1. Layanan yang diberikan oleh costumer service
2. Pemberian jaminan
3. Pelatihan dan petunjuk penggunaan produk
4. Penyediaan suku cadang
5. Penanganan
perbaikan,
penanganan
keluhan,
trakcing
informasi yang
dibutuhkan mengenai kondisi produk yang sedang diperbaiki
6. up selling serta cross selling
2.1.1.1. Faktor – Faktor Kualitas Pelayanan Purna Jual
1. Pengiriman
Produk harus dikirimkan dengan segera, konsumen akan merasa terpuaskan
dengan tersebut. Diantaranya adalah dengan menjaga safety stock
dapat
menghindari keterlambatan pengiriman produk ke pelanggan, menjaga waktu
tunggu minimal, dan sistem distribusi yang baik.
2. Instalasi
Respon instalasi harus sesuai dengan spesifikasi dan kebutuhan. Dengan melatih
staff mereka untuk memberikan kohesif dan layanan yang handal kepada
konsumen.
Universitas Sumatera Utara
3. Garansi
Jaminan yang diberikan perusahaan kepada konsumen sesuai dengan janji
yang diberikan dan menyediakan suku cadang dalam jangka waktu yang sudah
ditentukan.
2.1.2. Citra Merek atau Brand Image
Menurut Kotler (2008 : 275) Merek adalah nama, istilah, tanda, lambang, atau desain,
atau kombinasi dari semua ini yang memperlihatkan identitas produk atau jasa dari satu
penjual atau sekelompok penjual dan membedakan produk itu dari produk pesaing. Merek
adalah segala hal yang digambarkan oleh persepsi dan perasaan konsumen mengenai produk
dan kinerjanya dan segala hal lainnya yang berarti bagi konsumen.
Sejumlah teknik kualitatif dan kuantitatif telah dikembangkan untuk membantu
mengungkapkan persepsi dan asosiasi konsumen terhadap sebuah merek tertentu. Sejak
diperkenalkan secara formal dalam disiplin pemasaran, komunikasi Citra merek atau yang
biasa disebut Brand Image kepada segmen target telah menjadi aktivitas pemsaran yang
penting. Dan bahkan ini menjadi sesuatu yang biasa dalam penelitian perilaku konsumen dari
tahun beberapa tahun belakangan.
Membicarakan citra/image, maka biasanya bisa menyangkut image produk, perusahaan,
merek, orang atau apapun yang berada dalam benak seseorang. Mengukur image ada dua
kesulitan, pertama adalah konseptualisasi image, Image adalah konsep yang mudah
dimengerti tetapi sulit dijelaskan secara sistematis karena sifatnya abstrak dan yang kedua
adalah kesulitan dalam pengukuran.
Terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan dalam mengukur image. Pertama adalah
merefleksikan image di benak konsumen menurut mereka sendiri. Pendekatan ini disebut
pendekatan tidak terstuktur (unstructured approach) karena memang konsumen bebas
Universitas Sumatera Utara
menjelaskan image suatu objek dibenak mereka. Cara yang kedua adalah peneliti menyajikan
dimensi yang jelas, kemudian responden merespon terhadap dimensi-dimensi yang
ditanyakan itu. Ini disebut pendekatan terstuktur (structured approach).
Menurut Tjiptono (2005:49) “Citra merek atau Brand Image merupakan deskripsi
tentang asosiasi dan keyakinan konsumen terhadap merek tersebut.” Sementara menurut
Ferrinadewi (2008:166) “Citra Merek atau Brand Image merupakan konsep yang diciptakan
oleh konsumen karena alasan subjektif dan emosi pribadinya.” Berbagai asosiasi yang diingat
konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk image tentang merek atau Brand Image di
dalam benak konsumen. Konsumen yang terbiasa menggunakan merek tertentu cenderung
memiliki konsistensi terhadap citra merek atau hal ini disebut juga denga kepribadian merek
atau brand personality.
Pengertian Citra merek atau Brand Image menurut Keller (2008:165) :
1. Bahwa anggapan tentang brand yang direfleksikan konsumen yang berpegang pada
ingatan konsumen.
2. Cara orang berpikir tentang sebuah brand secara abstrak dalam pemikiran mereka,
sekalipun pada saat mereka memikirkannya, mereka tidak berhadapan langsung dengan
produk. Membangun brand image yang positif dapat dicapai dengan program pemasaran
yang kuat terhadap produk tersebut, yang unik dan memiliki kelebihan yang ditonjolkan,
yang membedakannya dengan produk lain. Kombinasi yang baik dari elemen-elemen
yang mendukung dapat menciptakan brand image yang kuat bagi konsumen.
Bagaimana Brand Image terbentuk pada konsumen? Brand Image merupakan intepretasi
akumulasi berbagai informasi yang diterima konsumen. Jadi yang mengiteepretasi adalah
konsumen, dan yang diitepretasi adalah informasi. Hasil intrepretasi bergantung pada dua hal.
Pertama bagaimana konsumen melakukan intepretasi dan kedua informasi yang diintepretasi.
Universitas Sumatera Utara
Perusahaan tidak sepenuhnya dapat mengontrol kedua faktor ini. Karena faktor “ Bagaimana
konsumen melakukan inteprestasi” dipengaruhi oleh aspek konsumen sendiri dan lingkungan.
Brand Image penting untuk diketahui karena Brand Image dibentuk melalui kepuasan
konsumen. Penjualan dengan sendirinya diperoleh melalui kepuasan konsumen, sebab
konsumen yang puas selain akan membeli lagi, juga akan mengajak calon pembeli lainnya.
Komunikasi pemasaran, iklan dan promosi mempunyai peran penting dalam
pembangunan Brand Image. Hal ini disebabkan karena kegiatan ini mempunya target
audience luas sehingga dalam waktu relatif singkat pesan yang ingin disampaikan tentang
brang lebih cepat sampai. Ada banyak kegiatan lain yang juga berdampak besar. Contohnya
adalah
1. Desain Kemasan, termasuk isi tulisan/pesan yang disampaikan.
2. Event, promosi di toko, promosi di tempat umum dan kegiatan below the line
lainnya.
3. Iklan tidak langsung yaitu bersifat public relations
4. Corporate Social Responsibility (CSR) yaitu kegiatan-kegiatan sosial untuk
komunitas yang dilakukan oleh perusahaan.
5. Customer Service, bagaimana perusahaan menangani keluhan, masukan dari
konsumen setelah terjadi transaksi.
6. Bagaimana karyawan yang kerja di lini depan/front lines (apakah itu bagian
penjualan, kasir dan resepsionis, dan lain-lain) bersikap dalam menghadapi
pelanggan, dan lain-lain.
Jenis tipe komunikasi dalam daftar diatas adalah kegiatan-kegiatan yang baik buruknya
tergantung dari kegiatan perusahaan, semuanya dapat dikontrol atau dikendalikan.
Komplikasi justru akan muncul dari kegiatan-kegiatan komunikasi seputar brand oleh pihak
Universitas Sumatera Utara
lain yang tidak bisa dikontrol oleh perusahaam, misalnya komunikasi oleh konsumen
langsung. Mereka bisa menyebarkan pada networknya dengan berita yang kurang
menyenangkan yang mereka alami pada saat berinteraksi dengan brand.
Word of Mouth Communication adalah salah satu jenis komunikasi yang sangat efektif
dan berbahaya apabila itu menyangkut publisitas buruk. Dalam komunikasi pemasaran, iklan
dan promosi mempunyai target audience yang luas, sehingga dalam waktu relatif singkat
pesan yang
ingin disampaikan tentang brand lebih cepat sampai. Jadi pada dasarnya
perusahaan perlu memperhatikan semua elemen komunikasi dalam bentuk apapun yang
menghubungkan konsumen dengan brand perusahaan. Minimalkan kemungkinan terjadinya
ketidapuasan konsumen, sehingga berita seputar brand bisa selalu merupakan berita baik.
Penyampaian komunikasi yang berbeda mempunyai kekuatan dan juga pandangan akan
suatu tujuan yang berbeda. Pengembangan Brand Image penting agar komunikasi yang
disampaikan kepada calon pembeli dapat sejajar dengan maksud dan tujuan dari produsen.
Pengembangan Brand Image dapat membentuk kesan tersendiri. Beberapa kesan yang
terbentuk dari sudut pandang konsumen akan mempengaruhi mereka tentang bagaimana cara
mereka memandang merek tersebut, kemudian masuk kedalam ciri dan kepribadian yang
khas sehingga terbentuklah citra terhadap suatu merek.
Dalam pengembangan image atau kesan terhadap suatu brand, terhadap ciri dan
kepribadian yang khas yang harus diutamakan. Dibutuhkan beberapa perubahan seperti
program pemasaran dengan meningkatkan kekuatan dan keunikan dari suatu merek yang
akan meningkatkan brand image tersebut.
Selain itu juga mempertahankan image positif dari merek tersebut juga dapat menetralisir
image negatif yang terbentuk dari suatu brand. Pengembangan image tersebut dapat berupa
Universitas Sumatera Utara
promosi ulang produk-produk yang ditawarkan untuk dapat menimbulkan familiaritas brand
atau dengan menciptakan suatu promosi seperti promosi dari mulut ke mulut, salah satunya
melalui pelanggan yang telah mendapatkan pengalaman positif dari merek tersebut atau
melalui pelanggan yang telah loyal terhadap brand tersebut. Lebih jauh lagi dibutuhkan usaha
untuk membangun pengalaman positif yang lebih sering dan lebih banyak. Usaha-Usaha yang
dilakukan dari membentuk citra tersebut tidak lepas dari seperangkat assest dan liabilitas
mereka yang berkaitan dengan suatu brand (Brand Equity).
2.1.2.1. Elemen-Elemen dan Komponen Brand Image
Berikut adalah beberapa elemen yang terkandung didalam brand image suatu produk
yaitu :
1. Ketahanan (tenacity) berkaitan dengan kualitas dan brand image produk itu sendiri.
2. Kesesuaian (congruence) berkaitan dengan kesesuaian antara brand image dan
karakteristik brand.
3. Keseksamaan (precision) menentukan berapa akurat dan jelasnya image yang ingin
ditampilkan.
4. Konotasi (connotative) merupakan pendapat konsumen dari kepribadian produk yaitu
dari semua karakteristik merek produk sejenis yang diterima, konsumen menemukan
brand produk yang satu berbeda dengan brand produk yang lainnya,
Pembentukan brand image dalam benak konsumen tidak terjadi dalam waktu sekejap,
melainkan dalam waktu bertahun-tahun. Pembentukan brand image ini dipengaruhi oleh :
1.
Kualitas produk yang dihasilkan
2.
Pelayanan yang disediakan
3.
Reputasi perusahaan
Universitas Sumatera Utara
4.
Kebijaksanaan perusahaan
5.
Kegiatan-Kegiatan perusahaan itu sendiri.
Brand Image merupakan asosiasi dari semua informasi yang tersedia mengenai produk,
jasa dan perusahaan dari brand yang dimaksud. Informasi ini didapat dari dua cara;
Pertama melalui pengalaman konsumen secara langsung, yang terdiri dari kepuasan
fungsional dan kepuasan emosional. brand tersebut tidak cuma dapat bekerja maksimal dan
memberikan performansi yang dijanjikan tapi juga harus dapat memahami kebutuhan
konsumen, mengusung nilai-nilai yang diinginkan oleh kosumen dan juga memenuhi
kebutuhan individual konsumen – yang akan mengkontribusi atas hubungan dengan brand
tersebut.
Kedua, persepsi yang dibentuk oleh perusahaan dari brand tersebut melalui berbagai
macam bentuk komunikasi, seperti iklan, promosi, hubungan masyarakat (public relations),
logo, fasilitas retail, sikap karyawan dalam melayani penjualan, dan performa pelayanan.
Bagi banyak brand, media dan lingkungan dimana merek tersebut dijual dapat
mengkomunikasikan atribut atribut yang berbeda. Setiap alat pencitraan ini dapat berperan
dalam membina hubungan dengan konsumen. Penting demi kesuksesan sebuah brand, jika
semua faktor ini dapat berjalan sejajar atau seimbang, ketika nantinya akan membentuk
gambaran total dari brand, tersebut. Gambaran inilah yang disebut Brand Image atau reputasi
brand, dan image ini bisa berupa image yang positif atau negatif atau bahkan diantaranya.
Brand Image terdiri dari atribut objektif / instrinsik seperti ukuran kemasan dan bahan
dasar yang digunakan, serta kepercayaan, perasaan dan asosiasi yang ditimbulkan oleh brand
produk tersebut.
Brand Image merepresentasikan inti dari semua kesan menngenai suatu merek yang
terbentuk dalam benak konsumen. Kesan-kesan ini terdiri dari:
Universitas Sumatera Utara
1. Kesan mengenai penampilan fisik dan performansi produk;
2. Kesan tentang keuntungan fungsional produk;
3. Kesan tentang orang-orang yang memakai produk tersebut;
4. Semua emosi dan asosiasi yang ditimbulkan produk itu;
5. Kesan mengenai penampilan fisik dan performansi produk;
6. Kesan tentang keuntungan fungsional produk;
7. Kesan tentang orang-orang yang memakai produk tersebut;
8. Semua emosi dan asosiasi yang ditimbulkan produk itu;
dapat dikatakan bahwa Brand Image merupakan „totalitas‟ terhadap suatu brand yang
terbentuk dalam persepsi konsumen.
Image pada suatu brand merefleksikan image dari perspektif konsumen dan melihat janji
yang dibuat brand tersebut pada konsumennya. Brand Image terdiri atas asosiasi konsumen
pada kelebihan produk dan karakteristik personal yang dilihat oleh konsumen pada brand
tersebut. Menurut Ferrinadewi (2009:167), Brand Image memilki tiga komponen, yaitu:
1. Brand Associations (Asosiasi Merek)
Asosiasi terhadap karakteristik produk atau jasa yang dilekatkan oleh konsumen pada
brand tersebut, termasuk persepsi konsumen mengenai janji janji yang dibuat oleh
merek tersebut, positif maupun negatif, dan harapan mengenai usaha-usaha untuk
mempertahankan kepuasan konsumen dari merek tersebut. Suatu brand memiliki akar
yang kuat, ketika brand tersebut diasosiasikan dengan nilai-nilai yang mewakili atau
yang diinginkan oleh konsumen. Asosiasi brand membantu pemasar mengerti
kelebihan dari brand yang tersampaikan pada konsumen.
2. Brand Value (Nilai Merek)
Nilai dari sebuah Brand, tidak hanya sekedar nilai asset yang berupa asset yang
tangible pada perusahaan. Nilai Brand dapat berupa segala sesuatu yang bersifat
Universitas Sumatera Utara
intangible pada perusahaan, seperti nilai dari customer loyalty, image perusahaan di
mata customer .
3. Brand Positioning (penempatan Merek)
Brand positioning adalah suatu kegiatan perusahaan untuk mendisain penawaran dan
image sehingga memberikan nilai yang berbeda didalam pikiran konsumen
Ferrinadewi (2008:167) juga mendefinisikan sebuah Brand Image sebagai persepsi
mengenai sebuah brand sebagaimana direfleksikan oleh asosiasi merek yang terdapat di
dalam benak konsumen. Brand Image terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut:
1. Attributes (Atribut) Merupakan pendefinisian deskriptif tentang fitur-fitur yang ada
dalam senuah produk atau jasa.
a. Product related attributes (atribut produk): Didefinisikan sebagai bahan-bahan
yang diperlukan agar fungsi produk yang dicari konsumen dapat bekerja.
Berhubungan dengan komposisi fisik atau persyaratan dari suatu jasa yang
ditawarkan, dapat berfungsi.
b. Non-product related attributes (atribut non-produk): Merupakan aspek
eksternal dari suatu produk yang berhubungan dengan pembelian dan
konsumsi suatu produk atau jasa. Terdiri dari: informasi tentang harga,
kemasan dan desain produk, orang, peer group atau selebriti yang
menggunakan produk atau jasa tersebut, bagaimana dan dimana produk atau
jasa itu digunakan.
2. Benefits (Keuntungan) yaitu Nilai personal yang dikaitkan oleh konsumen pada
atribut-atribut produk atau jasa tersebut.
a. Functional benefits : berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar seperti
kebutuhan fisik dan keamanan atau pemecahan masalah.
Universitas Sumatera Utara
b. Experiental benefits : berhubungan dengan perasaan yang muncul dengan
menggunakan suatu produk atau jasa. Benefit ini memuaskan kebutuhan
bereksperimen seperti kepuasan sensori, pencarian variasi, dan stimulasi
kognitif.
c. Symbolic benefits : berhubungan dengan kebutuhan akan persetujuan sosial
atau ekspresi personal dan self-esteem seseorang. Konsumen akan menghargai
nilai-nilai prestise, eksklusivitas dan gaya fashion dari sebuah brand karena
hal-hal ini berhubungan dengan konsep diri mereka
3. Brand Attitude (Sikap merek)
a. Didefinisikan sebagai evaluasi keseluruhan atas suatu brand, apa yang
dipercayai oleh konsumen mengenai brand tertentu – sejauh apa konsumen
percaya bahwa produk atau jasa tersebut memiliki atribut atau keuntungan
tertentu, dan penilaian evaluatif terhadap kepercayaan tersebut bagaimana baik
atau buruknya suatu produk jika memiliki atribut atau keuntungan tersebut.
Menurut Temporal (2002:44) Merek penting bagi konsumen karena :
1. Merek memberikan pilihan
2. Merek memudahkan mengambil keputusan
3. Merek memberikan jaminan kualitas
4. Merek memberikan pencegahan resiko
5. Merek memberikan alat untuk mengekspresikan diri
Brand image adalah penting karena kontribusinya dalam memilih merek yang cocok
untuk dirinya. Sehingga hal ini dapat mempengaruhi perilaku pembelian mereka ataupun
Brand Equity. Sebuah brand image yang terkomunikasi dengan baik dapat membangun
posisi merek yang bagus, membedakan merek dari persaingan, meningkatkan performa
brand pasar, dan berperan penting pada pembangunan ekuitas brand .
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Loyalitas Konsumen
Kotler dan Keller (2008:138) mendefenisikan “Loyalitas pelanggan adalah komitmen
pelanggan yang tinggi untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk /
jasa yang disukai secara konsisten di masa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan
usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku”.
Tjiptono (2005:386) menambahkan bahwa pembelian ulang bisa merupakan hasil
dominasi pasar oleh suatu perusahaan yang berhasil membuat produknya menjadi satusatunya alternatif yang tersedia. Konsekuensinya, pelanggan tidak memiliki peluang untuk
memilih. Selain itu, pembelian ulang bisa pula merupakan hasil dari upaya promosi terus
menerus dalam rangka memikat dan membujuk pelanggan untuk membeli kembali merek
yang sama. Pelanggan yang loyal pada merek tertentu cenderung ‟terikat‟ pada produk
tersebut dan akan membeli produk yang sama lagi sekalipun tersedia banyak alternatif
lainnya.
Loyalitas merupakan salah satu tujuan akhir yang sangat diharapkan oleh perusahaan.
Konsumen yang loyal terhadap perusahaan adalah salah satu tingkat pencapaian tertinggin
karena ketika konsumen loyal maka mereka akan menjadi konsumen tetap bahkan akan
membantu menjadi pemasar bagi lingkungan sekitar.
Supranto (2001:112) pengertian loyalitas pelanggan menekankan
pembelian, proporsi
pembelian, atau dapat juga
pelanggan merupakan reaksi atau akibat dari
pada
runtutan
probabilitas pembelian. Loyalitas
terciptanya kepuasan pelanggan sebagai
implementasi dari keberhasilan pelayanan yang berkualitas dalam memenuhi harapan
pelanggan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.1 Loyalitas dan Siklus Pembelian
Setiap kali pelanggan membeli, ia bergerak melalui siklus pembelian. Langkahlangkah yang dilewati pelanggan tersebut menurut Griffin (2003:18) adalah:
1.
Kesadaran
Pada tahap ini pelanggan mulai membentuk ”pangsa pikiran” yang dibutuhkan
untuk memposisikan produk sebagai produk yang lebih unggul dari
pesaing.Timbulnya kesadaran bisa melalui iklan konvensional (radio, TV, surat
kabar), iklan di web, komunikasi word of mouth, dan lain-lain.
2.
Pembelian awal
Pembelian pertama kali merupakan pembelian percobaan, disini perusahaan dapat
menanamkan kesan positif maupun negatif kepada pelanggan.
3.
Evaluasi pasca pembelian
Setelah pembelian dilakukan, pelanggan secara sadar atau tidak sadar akan
mengevaluasi transaksi. Bila merasa puas atau tidak begitu kecewa dengan
produk yang dibelinya, maka keputusan untuk membeli kembali mungkin terjadi.
4.
Keputusan untuk membeli kembali
Komitmen untuk membeli kembali merupakan sikap yang paling penting bagi
loyalitas.Ini muncul bila pelanggan telah memiliki ikatan emosional yang kuat
dengan produk.
5.
Pembelian kembali
Pelanggan benar-benar loyal menolak pesaing dan membeli kembali produk yang
sama kapan saja dibutuhkan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.2 Jenis Loyalitas
Griffin (2003:22) Empat jenis loyalitas yang berbeda muncul bila keterikatan rendah
dan tinggi diklasifikasi- silang dengan pola pembelian ulang yang rendah dan tinggi ( lihat
tabel 2.1).
1.
Tanpa Loyalitas
Beberapa pelanggan tidak mengembangkan loyalitas terhadap produk atau jasa
tertentu. Keterkaitannya yang rendah dengan tingkat pembelian berulang yang
rendah menunjukkan tidak adanya loyalitas.
2.
Loyalitas yang lemah
Keterkaitan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang tinggi
menghasilkan loyalitas yang lemah (intertia loyality).
Pelanggan yang membeli karena kebiasaan. Dengan kata lain, faktor nonsikap
dan faktor situasi merupakan alasan utama pembelian.
3.
Loyalitas Tersembunyi
Tingkat prefensi yang relatif tinggi digabung dengan tingkat pembelian berulang
yang rendah menunjukkan loyalitas tersembunyi (latent loyalty). Bila pelanggan
memiliki loyalitas yang tersembunyi, pengaruh situasi dan bukan pengaruh sikap
yang menentukan pembelian berulang.
4.
Loyalitas Premium
Jenis loyalitas yang paling dapat ditingkatkan, terjadi bila ada tingkat keterikatan
yang tinggi dan tingkat pembelian berulang yang tinggi. Pada tingkat prefensi
yang tinggi tersebut, orang bangga karena menemukan dan menggunakan produk
tertentu dan senang membagi pengetahuan mereka dengan rekan dan keluarga.
Para pelanggan ini menjadi pendukung vokal produk atau jasa tersebut dan selalu
menyarankan orang lain untuk membelinya.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1
Empat Jenis Loyalitas
Pembelian Berulang
Keterikatan
Relatif
Tinggi
Rendah
Tinggi
Loyalitas premium
Loyalitas tersembunyi
Rendah
Loyalitas yang lemah Tanpa loyalitas
Sumber: Jill Griffin (2003:22)
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa loyalitas adalah
suatu tingkatan dimana konsumen benar – benar melekat kepada suatu perusahaan tersebut,
baik terhadap suatu merek saja atau keseluruhan perusahaan. Loyalitas memungkinkan
perusahaan dapat bantuan dalam memasarkan produk yang diciptakan oleh konsumen yang
loyal, karena konsumen yang loyal akan memberitahukan dan menyarankan lingkungan
mereka untuk menggunakan produk atau jasa tersebut
2.1.3.3 Tingkatan Loyalitas
Menurut Kartajaya (2009:131) loyalitas sendiri memiliki lima tingkatan yaitu:
1.
Switchers / Price Sensitive, dimana pada tingkatan ini pelanggan tidak loyal
kepada merek atau belum memiliki brand equity yang kuat. Setiap merek
dipersepsikan memberikan kepuasan yang cukup.
2.
Satisfied / Habitual Buyer , dimana pada tingkatan kedua ini pelanggan merasa
puas terhadap produk atau setidaknya tidak merasa tidak puas terhadap produk
perusahaan. Pelanggan juga sensitif terhadap benefit baru yang ditawarkan
kepada mereka.
3.
Satisfied buyer with switching cost, dimana pelanggan merasa puas terhadap
produk. Mereka harus mengeluarkan biaya tertentu apabila mereka ingin
berpindah merek. Pada tingkatan ini, pelanggan sensitif dengan benefit yang
dapat melampaui biaya beralih merek.
Universitas Sumatera Utara
4.
Likes the brand, pelanggan sungguh menyukai merek yang ditawarkan
perusahaan. Mereka memiliki pertalian emosional dengan merek tersebut.
5.
Commited buyer , pelanggan memiliki rasa bangga menggunakan produk yang
ditawarkan perusahaan. Mereka merekomendasikan merek yang sama kepada
orang lain. Pada tingkatan ini ,merek produk memiliki brand equity yang kuat di
mata pelanggan.
2.1.3.4 Model Loyalitas
Model loyalitas pelanggan berdasarkan telaah literatur yang dilakukan dalam Fandy
Tjiptono (2005:400) mengidentifikasi tiga model popular dalam konseptualisasi loyalitas
pelanggan.
Model 1 . Memandang loyalitas sebagai sikap yang kadang-kadang mengarah pada
terjalinnya relasi dengan merek. Beragumen bahwa harus ada komitmen sikap terhadap suatu
merek, baru bisa berbentuk loyalitas sejati. Sikap ini tercermin dalam serangkaian keyakinan
positif yang konsisten terhadap merek yang dibeli. Sikap semacam itu diukur dengan jalan
menanyakan kepada pelanggan seberapa suka mereka terhadap merek tertentu, seberapa kuat
komitmen mereka terhadap merek tersebut, kecendrungan untuk ,merekomendasikan merek
tersebut kepada orang lain, serta keyakinan dan perasaan terhadap merek bersangkutan,
relatif dibandingkan merek-merek pesaing. Kekuatan sikap ini merupakan prediktor kunci
pembelian merek dan pola pembelian uang.
Model 2 . Mendasarkan loyalitas lebih pada pola pembelian masa lalu dibandingkan
motivasi atau komitmen konsumen terhadap merek. Model ini mengandalkan data
longitudinal tentang pola pembelian di berbagai kategori produk dan dibanyak negara. Risetriset berdasarkan perspektif ini menemukan bahwa hanya sedikit konsumen yang tergolong
loyal monogami.
Universitas Sumatera Utara
Model 3 . Merupakan ancangan kontingensi yang beranggapan bahwa konseptualisasi
terbaik untuk loyalitas adalah bahwa hubungan antara sikap dan perilaku di moderasi oleh
variabel-variabel kontingensi, seperti kondisi individu saat ini, karakteristik individu dan atau
situasi pembelian yang dihadapi konsumen. Dengan demikian, sikap yang positif terhadap
sebuah merek mungkin hanya memberikan prediksi yang lemah mengenai apakah merek
tersebut akan dibeli atau tidak pada kesempatan pembelian berikutnya.
Pelanggan yang loyal kepada keputusan pembeliannya tidak lagi mempertimbangkan
faktor–faktor yang berpengaruh dalam penentuan pilihan seperti tingkat harga, jarak, kualitas
dan atribut lainnya, karena telah tertanam dalam dirinya bahwa produk atau jasa yang
dibeli sesuai dengan harapan dan mampu memenuhi kebutuhan. Karena pelanggan yang
loyal merupakan kelangsungan hidup perusahaan, dan tentu saja meningkatkan profitabilitas
perusahaan. Pemahaman loyalitas pelanggan
sebenarnya
tidak
hanya
dilihat dari
transaksinya saja atau pembelian berulang.
Ada beberapa ciri suatu pelanggan dianggap loyal :
1. Pelanggan yang melakukan pembelian ulang secara teratur.
2. Pelanggan yang membeli produk yang lain di tempat yang sama.
3. Pelanggan yang mereferensikan kepada orang lain.
4. Pelanggan yang tidak dapat dipengaruhi pesaing untuk pindah.
Di dalam pasar yang persaingannya sangat ketat, banyak alternatif merek, harga
bervariasi, dan banyak produk pengganti, maka loyalitas merek pada umumnya cenderung
menurun. Oleh karenanya perusahaan yang ingin tetap bertahan perlu mengembangkan
strategi pemasaran, dengan harapan konsumen tetap memiliki loyalitas terhadap produk dari
perusahaan tersebut.
Loyalitas dapat dicapai melalui dua tahap (Kotler 2001) :
Universitas Sumatera Utara
1. Perusahaan harus mempunyai kemampuan dalam memberikan kepuasan kepada
konsumennya agar konsumen mendapatkan suatu pengalaman positif.
2. Perusahaan harus mempunyai cara untuk mempertahankan hubungan yang lebih
jauh dengan konsumennya dengan menggunakan kesetiaan yang dipaksa (Forced
Loyalty) supaya konsumen ingin melakukan pembelian ulang.
Dalam lingkungan bisnis dimana persaingan berlangsung sangat ketat seperti saat
ini, upaya memenangkan persaingan tidak hanya didasarkan pada mutu produk atau jasa yang
tinggi, harga jual bersaing, tetapi juga upaya terpadu untuk memberikan kepuasan pada
pelanggan dan memenuhi kebutuhan lebih baik sesuai dengan yang diharapkan pelanggan.
Dalam jangka panjang, loyalitas pelanggan menjadi tujuan bagi perencanaan pasar strategik
selain itu juga dijadikan dasar untuk pengembangan keuntungan kompetitif yang
berkelanjutan,
yaitu
keunggulan
yang
dapat direalisasikan
melalui
upaya–upaya
pemasaran.
Dalam
lingkungan
persaingan
global
yang semakin ketat dengan masuknya
produk–produk inovatif ke pasaran di satu sisi, dan kondisi pasar yang jenuh untuk
produk–produk tertentu di sisi lain, tugas mengelola loyalitas pelanggan menjadi
tantangan manajerial yang tidak ringan. Griffin (2003:35) lebih lanjut mengemukakan enam
indikator yang bisa digunakan untuk mengukur loyalitas pelanggan yaitu:
1) Pembelian ulang
2) Kebiasaan mengonsumsi merek tersebut
3) Selalu menyukai merek tersebut
4) Tetap memilih merek tersebut
5) Yakin bahwa merek tersebut yang terbaik
6) Merekomendasikan merek tersebut pada orang lain
Maka dapat disimpulkan bahwa loyalitas pelanggan itu sendiri adalah suatu komitmen
yang mendalam untuk membeli kembali atau berlangganan suatu produk atau jasa secara
Universitas Sumatera Utara
konsisten dimasa yang akan datang. Sehingga dapat menyebabkan pengulangan pembelian
merek yang sama walaupun ada pengaruh situasi dan berbagai usaha pemasaran yang
berpotensi untuk menyebabkan tindakan perpindahan merek, perusahaan untuk mendapatkan
loyalitas atau kesetiaan konsumen perlu strategi pemasaran yang tepat dan kompleks.
2.2. Penelitian Terdahulu
Ada beberapa penelitian terdahulu yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini.
Berikut ini adalah beberapa diantaranya :
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
No.
1.
2.
Nama
Peneliti
Azizah
Karim
(2008)
Nuraidya
Fajariah
(2010)
Judul
Pengaruh Pelayanan
Purna Jual Terhadap
Tingkat Kepuasan
Konsumen Dalam
Membeli Yamaha Mio
pada P.T.Thamrin
Brothers Cabang
Lemabang di Palembang
Pengaruh Pelayanan
Purna Jual Terhadap
Kepuasan Konsumen
Produk Sepeda Motor
Merek Suzuki
( Studi kasus pada PT.
HERO SAKTI MOTOR
Malang)
Tehnik
Analisis
- Regresi
Linier
- Regresi
Linier
Hasil Penelitian
Terdapat hubungan yang
positif dan signifikan antara
pelayanan purna jual dengan
tingkat kepuasan konsumen,
hal ini disebabkan mampunya
perusahaan
dalam
menyediakan suku cadang
yang membuat konsumen
tidak ragu untuk membeli
produk
yang
ditawarkan
perusahaan
Ada pengaruh yang signifikan
pelayanan
purna
jual
(penyerahan barang, garansi,
fasilitas perbaikan (servis),
dan jasa konsultasi) terhadap
kepuasan konsumen PT. Hero
Sakti Motor Malang secara
parsial
dan
simultan.
Pelayanan
purna
jual
mempunyai pengaruh terhadap
kepuasan konsumen sebesar
65,1%
sedangkan
34,9%
dipengaruhi oleh variabel lain
yang tidak diteliti dalam
penelitian ini
Universitas Sumatera Utara
3.
Muhammad
Yusup
(2011)
Analisis Pengaruh
Promosi, Harga, Kualitas
Produk Dan Layanan
Purna Jual Terhadap
Keputusan Pembelian
Sepeda Motor Honda
(Studi Kasus pada
Mahasiswa Fakultas
Ekonomi Universitas
Diponegoro, Semarang)
- Regresi
Linier
Berganda
Hasil penelitian membuktikan
bahwa
tiga
variabel
independen
yaitu
harga,
kualitas produk dan layanan
purna
jual
mempunyai
pengaruh
positif
dan
signifikan terhadap variabel
dependen
yaitu keputusan
pembelian
sepeda
motor
Honda.
2.3. Kerangka Konseptual
Penulisan ini bermaksud memberikan wacana secara mendetail atas pengaruh yang
dapat diberikan kualitas pelayanan purna jual terhadap citra merek dan pengaruhnya terhadap
loyalitas konsumen.
Penelitian ini terdiri dari :
1. Variabel X (independen)
a. Variabel X yaitu : Kualitas Pelayanan Purna Jual memiliki beberapa dimensi yang
diteliti yaitu Ketersediaan stock, instalasi, dan garansi produk.
2. Variabel Y (dependen)
a. Variabel Y1 yaitu : Citra Merek, dimensi yang diteliti adalah Citra Perusahaan
(Corporation Image) indikator meliputi: popularitas, kredibilitas serta jaringan
perusahaan, Citra Konsumen (User Image) indikator meliputi : pemakai itu sendiri,
gaya hidup/kepribadian, serta status sosialnya dan yang terakhir Citra Produk
(Product Image) indikator meliputi : artibut produk tersebut, manfaat bagi
konsumen, serta jaminan.
b. Variabel Y2 yaitu : Loyalitas Konsumen, indikator yang diteliti adalah pembelian
ulang, kebiasaan mengonsumsi merek tersebut, selalu menyukai merek tersebut,
tetap memilih merek tersebut, yakin bahwa merek tersebut yang terbaik,
merekomendasikan merek tersebut pada orang lain
Universitas Sumatera Utara
Penjelasan atas hubungan dan pengaruh antar variabel dalam kerangka konseptual ini
dapat digambarkan sebagai berikut :
CITRA MEREK
(Y1)
KUALITAS PELAYANAN
PURNA JUAL
(X)
LOYALITAS
KONSUMEN
(Y2)
Sumber : Griffin (2003)
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual
Keterangan :
: menyatakan pengaruh
Dalam model diatas dapat digambarkan bahwa kualitas pelayanan purna jual (X)
dinyatakan memiliki pengaruh atas citra merek (Y1) dan loyalitas konsumen (Y2). Dalam
model di atas juga digambarkan bahwa ada hubungan antara citra merek (Y1) dengan
loyalitas konsumen (Y2).
2.4. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh
karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pernyataan
(Sugiyono, 2008:51). Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Kualitas pelayanan purna jual berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap citra
merek mobil Toyota pada PT. Astra International Tbk. (AUTO 2000) Sisimangaraja,
Medan. 2. Kualitas pelayanan purna jual berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
Loyalitas Pelanggan mobil Toyota pada PT. Astra International Tbk. (AUTO 2000)
Sisimangaraja, Medan.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN HIPOTESIS
2.1.TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Kualitas Pelayanan Purna Jual
Menurut Kotler, Philip dan Armstrong (2001:310), “Kualitas adalah totalitas fitur dan
karakteristik produk atau jasa yang mempengaruhi kemampuannya untuk memenuhi
keinginan yang dinyatakan atau yang tersirat”. Menurut Sviokla dalam Lupiyoadi (2008:181)
“Kualitas adalah kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan.”
Sementara menurut Ratminto (2005:2) “Pelayanan adalah produk-produk yang tidak kasat
mata (tidak dapat dirasa) melibatkan usaha-usaha manusia dan menggunakan peralatan”
Wyckoff dalam Tjiptono (2005:59) mendefinisikan “Kualitas pelayanan merupakan
tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut
untuk memenuhi keinginan pelanggan.”
Tjiptono (2005:261) menjelaskan “Persepsi Kualitas pelayanan (service quality) yang
baik / positif diperoleh bila kualitas yang dialamai (experienced quality) memenuhi harapan
pelanggan (expected quality), bila harapan pelanggan tidak realistis, maka persepsi kualitas
total (total perceived quality) akan rendah.”
Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No.
634/MPP/Kep/9/2002 tentang ketentuan dan tata cara pengawasan barang dan atau jasa yang
beredar di pasar, pasal 1 angka 12 disebutkan pelayanan purna jual adalah pelayanan yang
diberikan oleh pelaku usaha kepada konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang dijual
dalam hal jaminan mutu, daya tahan, kehandalan operasional sekurang-kurangnya selama 1
(satu) tahun. Dan dalam Pasal 25 ayat 1 UUPK menyatakan bahwa pelaku usaha yang
memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurangkurangnya satu tahun wajib menyediakan suku cadang dan atau fasilitas purna jual dan wajib
Universitas Sumatera Utara
memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan.
Menurut Shaharudin, Muzani, Jamel dan Wan (2009) layanan purna jual
digambarkan sebagai layanan yang di berikan kepada konsumen ketika barang yang dibeli
konsumen sudah dikirim. Layanan purna jual sering disebut sebagai "kegiatan pendukung
produk", yang berarti semua kegiatan yang mendukung transaksi-sentris produk . Hal ini
juga didefinisikan sebagai "dukungan kepada pelanggan" dimana semua unsur-unsur kegiatan
yang dilakukan dapat memastikan pelanggan bahwa produk yang dibelinya memiliki jaminan
bebas masalah sesuai dengan yang dijanjikan.
Dalam pengertian umum layanan purna jual adalah bentuk jasa yang di tawarkan oleh
produsen kepada konsumennya setelah transaksi penjualan dilakukan sebagai jaminan
mutu untuk produk yang ditawarkannya.
Layanan purna jual tidak terbatas hanya pada produk kongkrit, produk abstrak seperti
pendidikan pun oleh produsen (universitas) kadang-kadang memiliki layanan purna jual
dimana mahasiswa dijanjikan mendapatkan pekerjaan setelah lulus dengan berbagai
macam saluran untuk mencari pekerjaan yang disediakan. Drucker menyatakan bahwa tujuan
perusahaan adalah menciptakan dan mempertahankan pelanggan. Salah satu cara untuk
mempertahankan pelanggan ini adalah dengan memberikan layanan dan dukungan kepada
konsumen dengan baik seperti misalnya memberikan layanan purna jual.
Layanan Purna jual adalah layanan yang diberikan oleh organisasi kepada para
konsumen setelah konsumen tersebut melakukan transaksi pembelian kepada suatu
organisasi. Adapun tujuan layanan purna jual yang diberikan suatu organisasi antara lain :
1. Layanan purna jual dimaksudkan untuk menjaga minat konsumen atau calon
konsumen dan memperluas sikap positif dari keunggulan produk yang telah
dijanjikan.
2. Menumbuhkan kepuasan konsumen, kekaguman terhadap produk, rekomendasi
Universitas Sumatera Utara
dan di atas semuanya mengharapkan pembelian ulang.
3. Menciptakan kepercayaan, keyakinan diri, dan reputasi.
4. Mengungkapkan garansi dengan persyaratan termasuk penjelasan tentang suku
cadang (bila ada) secara terbuka.
5. Meningkatkan kepuasan konsumen agar para konsumen tersebut mau kembali
membeli produk-produk yang dijual organisasi atau perusahaan sehingga proses
bisnis berjalan lancar dan berkesinambungan.
Hal yang meliputi layanan purna jual yang dilakukan organisasi atau perusahaan seperti :
1. Layanan yang diberikan oleh costumer service
2. Pemberian jaminan
3. Pelatihan dan petunjuk penggunaan produk
4. Penyediaan suku cadang
5. Penanganan
perbaikan,
penanganan
keluhan,
trakcing
informasi yang
dibutuhkan mengenai kondisi produk yang sedang diperbaiki
6. up selling serta cross selling
2.1.1.1. Faktor – Faktor Kualitas Pelayanan Purna Jual
1. Pengiriman
Produk harus dikirimkan dengan segera, konsumen akan merasa terpuaskan
dengan tersebut. Diantaranya adalah dengan menjaga safety stock
dapat
menghindari keterlambatan pengiriman produk ke pelanggan, menjaga waktu
tunggu minimal, dan sistem distribusi yang baik.
2. Instalasi
Respon instalasi harus sesuai dengan spesifikasi dan kebutuhan. Dengan melatih
staff mereka untuk memberikan kohesif dan layanan yang handal kepada
konsumen.
Universitas Sumatera Utara
3. Garansi
Jaminan yang diberikan perusahaan kepada konsumen sesuai dengan janji
yang diberikan dan menyediakan suku cadang dalam jangka waktu yang sudah
ditentukan.
2.1.2. Citra Merek atau Brand Image
Menurut Kotler (2008 : 275) Merek adalah nama, istilah, tanda, lambang, atau desain,
atau kombinasi dari semua ini yang memperlihatkan identitas produk atau jasa dari satu
penjual atau sekelompok penjual dan membedakan produk itu dari produk pesaing. Merek
adalah segala hal yang digambarkan oleh persepsi dan perasaan konsumen mengenai produk
dan kinerjanya dan segala hal lainnya yang berarti bagi konsumen.
Sejumlah teknik kualitatif dan kuantitatif telah dikembangkan untuk membantu
mengungkapkan persepsi dan asosiasi konsumen terhadap sebuah merek tertentu. Sejak
diperkenalkan secara formal dalam disiplin pemasaran, komunikasi Citra merek atau yang
biasa disebut Brand Image kepada segmen target telah menjadi aktivitas pemsaran yang
penting. Dan bahkan ini menjadi sesuatu yang biasa dalam penelitian perilaku konsumen dari
tahun beberapa tahun belakangan.
Membicarakan citra/image, maka biasanya bisa menyangkut image produk, perusahaan,
merek, orang atau apapun yang berada dalam benak seseorang. Mengukur image ada dua
kesulitan, pertama adalah konseptualisasi image, Image adalah konsep yang mudah
dimengerti tetapi sulit dijelaskan secara sistematis karena sifatnya abstrak dan yang kedua
adalah kesulitan dalam pengukuran.
Terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan dalam mengukur image. Pertama adalah
merefleksikan image di benak konsumen menurut mereka sendiri. Pendekatan ini disebut
pendekatan tidak terstuktur (unstructured approach) karena memang konsumen bebas
Universitas Sumatera Utara
menjelaskan image suatu objek dibenak mereka. Cara yang kedua adalah peneliti menyajikan
dimensi yang jelas, kemudian responden merespon terhadap dimensi-dimensi yang
ditanyakan itu. Ini disebut pendekatan terstuktur (structured approach).
Menurut Tjiptono (2005:49) “Citra merek atau Brand Image merupakan deskripsi
tentang asosiasi dan keyakinan konsumen terhadap merek tersebut.” Sementara menurut
Ferrinadewi (2008:166) “Citra Merek atau Brand Image merupakan konsep yang diciptakan
oleh konsumen karena alasan subjektif dan emosi pribadinya.” Berbagai asosiasi yang diingat
konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk image tentang merek atau Brand Image di
dalam benak konsumen. Konsumen yang terbiasa menggunakan merek tertentu cenderung
memiliki konsistensi terhadap citra merek atau hal ini disebut juga denga kepribadian merek
atau brand personality.
Pengertian Citra merek atau Brand Image menurut Keller (2008:165) :
1. Bahwa anggapan tentang brand yang direfleksikan konsumen yang berpegang pada
ingatan konsumen.
2. Cara orang berpikir tentang sebuah brand secara abstrak dalam pemikiran mereka,
sekalipun pada saat mereka memikirkannya, mereka tidak berhadapan langsung dengan
produk. Membangun brand image yang positif dapat dicapai dengan program pemasaran
yang kuat terhadap produk tersebut, yang unik dan memiliki kelebihan yang ditonjolkan,
yang membedakannya dengan produk lain. Kombinasi yang baik dari elemen-elemen
yang mendukung dapat menciptakan brand image yang kuat bagi konsumen.
Bagaimana Brand Image terbentuk pada konsumen? Brand Image merupakan intepretasi
akumulasi berbagai informasi yang diterima konsumen. Jadi yang mengiteepretasi adalah
konsumen, dan yang diitepretasi adalah informasi. Hasil intrepretasi bergantung pada dua hal.
Pertama bagaimana konsumen melakukan intepretasi dan kedua informasi yang diintepretasi.
Universitas Sumatera Utara
Perusahaan tidak sepenuhnya dapat mengontrol kedua faktor ini. Karena faktor “ Bagaimana
konsumen melakukan inteprestasi” dipengaruhi oleh aspek konsumen sendiri dan lingkungan.
Brand Image penting untuk diketahui karena Brand Image dibentuk melalui kepuasan
konsumen. Penjualan dengan sendirinya diperoleh melalui kepuasan konsumen, sebab
konsumen yang puas selain akan membeli lagi, juga akan mengajak calon pembeli lainnya.
Komunikasi pemasaran, iklan dan promosi mempunyai peran penting dalam
pembangunan Brand Image. Hal ini disebabkan karena kegiatan ini mempunya target
audience luas sehingga dalam waktu relatif singkat pesan yang ingin disampaikan tentang
brang lebih cepat sampai. Ada banyak kegiatan lain yang juga berdampak besar. Contohnya
adalah
1. Desain Kemasan, termasuk isi tulisan/pesan yang disampaikan.
2. Event, promosi di toko, promosi di tempat umum dan kegiatan below the line
lainnya.
3. Iklan tidak langsung yaitu bersifat public relations
4. Corporate Social Responsibility (CSR) yaitu kegiatan-kegiatan sosial untuk
komunitas yang dilakukan oleh perusahaan.
5. Customer Service, bagaimana perusahaan menangani keluhan, masukan dari
konsumen setelah terjadi transaksi.
6. Bagaimana karyawan yang kerja di lini depan/front lines (apakah itu bagian
penjualan, kasir dan resepsionis, dan lain-lain) bersikap dalam menghadapi
pelanggan, dan lain-lain.
Jenis tipe komunikasi dalam daftar diatas adalah kegiatan-kegiatan yang baik buruknya
tergantung dari kegiatan perusahaan, semuanya dapat dikontrol atau dikendalikan.
Komplikasi justru akan muncul dari kegiatan-kegiatan komunikasi seputar brand oleh pihak
Universitas Sumatera Utara
lain yang tidak bisa dikontrol oleh perusahaam, misalnya komunikasi oleh konsumen
langsung. Mereka bisa menyebarkan pada networknya dengan berita yang kurang
menyenangkan yang mereka alami pada saat berinteraksi dengan brand.
Word of Mouth Communication adalah salah satu jenis komunikasi yang sangat efektif
dan berbahaya apabila itu menyangkut publisitas buruk. Dalam komunikasi pemasaran, iklan
dan promosi mempunyai target audience yang luas, sehingga dalam waktu relatif singkat
pesan yang
ingin disampaikan tentang brand lebih cepat sampai. Jadi pada dasarnya
perusahaan perlu memperhatikan semua elemen komunikasi dalam bentuk apapun yang
menghubungkan konsumen dengan brand perusahaan. Minimalkan kemungkinan terjadinya
ketidapuasan konsumen, sehingga berita seputar brand bisa selalu merupakan berita baik.
Penyampaian komunikasi yang berbeda mempunyai kekuatan dan juga pandangan akan
suatu tujuan yang berbeda. Pengembangan Brand Image penting agar komunikasi yang
disampaikan kepada calon pembeli dapat sejajar dengan maksud dan tujuan dari produsen.
Pengembangan Brand Image dapat membentuk kesan tersendiri. Beberapa kesan yang
terbentuk dari sudut pandang konsumen akan mempengaruhi mereka tentang bagaimana cara
mereka memandang merek tersebut, kemudian masuk kedalam ciri dan kepribadian yang
khas sehingga terbentuklah citra terhadap suatu merek.
Dalam pengembangan image atau kesan terhadap suatu brand, terhadap ciri dan
kepribadian yang khas yang harus diutamakan. Dibutuhkan beberapa perubahan seperti
program pemasaran dengan meningkatkan kekuatan dan keunikan dari suatu merek yang
akan meningkatkan brand image tersebut.
Selain itu juga mempertahankan image positif dari merek tersebut juga dapat menetralisir
image negatif yang terbentuk dari suatu brand. Pengembangan image tersebut dapat berupa
Universitas Sumatera Utara
promosi ulang produk-produk yang ditawarkan untuk dapat menimbulkan familiaritas brand
atau dengan menciptakan suatu promosi seperti promosi dari mulut ke mulut, salah satunya
melalui pelanggan yang telah mendapatkan pengalaman positif dari merek tersebut atau
melalui pelanggan yang telah loyal terhadap brand tersebut. Lebih jauh lagi dibutuhkan usaha
untuk membangun pengalaman positif yang lebih sering dan lebih banyak. Usaha-Usaha yang
dilakukan dari membentuk citra tersebut tidak lepas dari seperangkat assest dan liabilitas
mereka yang berkaitan dengan suatu brand (Brand Equity).
2.1.2.1. Elemen-Elemen dan Komponen Brand Image
Berikut adalah beberapa elemen yang terkandung didalam brand image suatu produk
yaitu :
1. Ketahanan (tenacity) berkaitan dengan kualitas dan brand image produk itu sendiri.
2. Kesesuaian (congruence) berkaitan dengan kesesuaian antara brand image dan
karakteristik brand.
3. Keseksamaan (precision) menentukan berapa akurat dan jelasnya image yang ingin
ditampilkan.
4. Konotasi (connotative) merupakan pendapat konsumen dari kepribadian produk yaitu
dari semua karakteristik merek produk sejenis yang diterima, konsumen menemukan
brand produk yang satu berbeda dengan brand produk yang lainnya,
Pembentukan brand image dalam benak konsumen tidak terjadi dalam waktu sekejap,
melainkan dalam waktu bertahun-tahun. Pembentukan brand image ini dipengaruhi oleh :
1.
Kualitas produk yang dihasilkan
2.
Pelayanan yang disediakan
3.
Reputasi perusahaan
Universitas Sumatera Utara
4.
Kebijaksanaan perusahaan
5.
Kegiatan-Kegiatan perusahaan itu sendiri.
Brand Image merupakan asosiasi dari semua informasi yang tersedia mengenai produk,
jasa dan perusahaan dari brand yang dimaksud. Informasi ini didapat dari dua cara;
Pertama melalui pengalaman konsumen secara langsung, yang terdiri dari kepuasan
fungsional dan kepuasan emosional. brand tersebut tidak cuma dapat bekerja maksimal dan
memberikan performansi yang dijanjikan tapi juga harus dapat memahami kebutuhan
konsumen, mengusung nilai-nilai yang diinginkan oleh kosumen dan juga memenuhi
kebutuhan individual konsumen – yang akan mengkontribusi atas hubungan dengan brand
tersebut.
Kedua, persepsi yang dibentuk oleh perusahaan dari brand tersebut melalui berbagai
macam bentuk komunikasi, seperti iklan, promosi, hubungan masyarakat (public relations),
logo, fasilitas retail, sikap karyawan dalam melayani penjualan, dan performa pelayanan.
Bagi banyak brand, media dan lingkungan dimana merek tersebut dijual dapat
mengkomunikasikan atribut atribut yang berbeda. Setiap alat pencitraan ini dapat berperan
dalam membina hubungan dengan konsumen. Penting demi kesuksesan sebuah brand, jika
semua faktor ini dapat berjalan sejajar atau seimbang, ketika nantinya akan membentuk
gambaran total dari brand, tersebut. Gambaran inilah yang disebut Brand Image atau reputasi
brand, dan image ini bisa berupa image yang positif atau negatif atau bahkan diantaranya.
Brand Image terdiri dari atribut objektif / instrinsik seperti ukuran kemasan dan bahan
dasar yang digunakan, serta kepercayaan, perasaan dan asosiasi yang ditimbulkan oleh brand
produk tersebut.
Brand Image merepresentasikan inti dari semua kesan menngenai suatu merek yang
terbentuk dalam benak konsumen. Kesan-kesan ini terdiri dari:
Universitas Sumatera Utara
1. Kesan mengenai penampilan fisik dan performansi produk;
2. Kesan tentang keuntungan fungsional produk;
3. Kesan tentang orang-orang yang memakai produk tersebut;
4. Semua emosi dan asosiasi yang ditimbulkan produk itu;
5. Kesan mengenai penampilan fisik dan performansi produk;
6. Kesan tentang keuntungan fungsional produk;
7. Kesan tentang orang-orang yang memakai produk tersebut;
8. Semua emosi dan asosiasi yang ditimbulkan produk itu;
dapat dikatakan bahwa Brand Image merupakan „totalitas‟ terhadap suatu brand yang
terbentuk dalam persepsi konsumen.
Image pada suatu brand merefleksikan image dari perspektif konsumen dan melihat janji
yang dibuat brand tersebut pada konsumennya. Brand Image terdiri atas asosiasi konsumen
pada kelebihan produk dan karakteristik personal yang dilihat oleh konsumen pada brand
tersebut. Menurut Ferrinadewi (2009:167), Brand Image memilki tiga komponen, yaitu:
1. Brand Associations (Asosiasi Merek)
Asosiasi terhadap karakteristik produk atau jasa yang dilekatkan oleh konsumen pada
brand tersebut, termasuk persepsi konsumen mengenai janji janji yang dibuat oleh
merek tersebut, positif maupun negatif, dan harapan mengenai usaha-usaha untuk
mempertahankan kepuasan konsumen dari merek tersebut. Suatu brand memiliki akar
yang kuat, ketika brand tersebut diasosiasikan dengan nilai-nilai yang mewakili atau
yang diinginkan oleh konsumen. Asosiasi brand membantu pemasar mengerti
kelebihan dari brand yang tersampaikan pada konsumen.
2. Brand Value (Nilai Merek)
Nilai dari sebuah Brand, tidak hanya sekedar nilai asset yang berupa asset yang
tangible pada perusahaan. Nilai Brand dapat berupa segala sesuatu yang bersifat
Universitas Sumatera Utara
intangible pada perusahaan, seperti nilai dari customer loyalty, image perusahaan di
mata customer .
3. Brand Positioning (penempatan Merek)
Brand positioning adalah suatu kegiatan perusahaan untuk mendisain penawaran dan
image sehingga memberikan nilai yang berbeda didalam pikiran konsumen
Ferrinadewi (2008:167) juga mendefinisikan sebuah Brand Image sebagai persepsi
mengenai sebuah brand sebagaimana direfleksikan oleh asosiasi merek yang terdapat di
dalam benak konsumen. Brand Image terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut:
1. Attributes (Atribut) Merupakan pendefinisian deskriptif tentang fitur-fitur yang ada
dalam senuah produk atau jasa.
a. Product related attributes (atribut produk): Didefinisikan sebagai bahan-bahan
yang diperlukan agar fungsi produk yang dicari konsumen dapat bekerja.
Berhubungan dengan komposisi fisik atau persyaratan dari suatu jasa yang
ditawarkan, dapat berfungsi.
b. Non-product related attributes (atribut non-produk): Merupakan aspek
eksternal dari suatu produk yang berhubungan dengan pembelian dan
konsumsi suatu produk atau jasa. Terdiri dari: informasi tentang harga,
kemasan dan desain produk, orang, peer group atau selebriti yang
menggunakan produk atau jasa tersebut, bagaimana dan dimana produk atau
jasa itu digunakan.
2. Benefits (Keuntungan) yaitu Nilai personal yang dikaitkan oleh konsumen pada
atribut-atribut produk atau jasa tersebut.
a. Functional benefits : berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar seperti
kebutuhan fisik dan keamanan atau pemecahan masalah.
Universitas Sumatera Utara
b. Experiental benefits : berhubungan dengan perasaan yang muncul dengan
menggunakan suatu produk atau jasa. Benefit ini memuaskan kebutuhan
bereksperimen seperti kepuasan sensori, pencarian variasi, dan stimulasi
kognitif.
c. Symbolic benefits : berhubungan dengan kebutuhan akan persetujuan sosial
atau ekspresi personal dan self-esteem seseorang. Konsumen akan menghargai
nilai-nilai prestise, eksklusivitas dan gaya fashion dari sebuah brand karena
hal-hal ini berhubungan dengan konsep diri mereka
3. Brand Attitude (Sikap merek)
a. Didefinisikan sebagai evaluasi keseluruhan atas suatu brand, apa yang
dipercayai oleh konsumen mengenai brand tertentu – sejauh apa konsumen
percaya bahwa produk atau jasa tersebut memiliki atribut atau keuntungan
tertentu, dan penilaian evaluatif terhadap kepercayaan tersebut bagaimana baik
atau buruknya suatu produk jika memiliki atribut atau keuntungan tersebut.
Menurut Temporal (2002:44) Merek penting bagi konsumen karena :
1. Merek memberikan pilihan
2. Merek memudahkan mengambil keputusan
3. Merek memberikan jaminan kualitas
4. Merek memberikan pencegahan resiko
5. Merek memberikan alat untuk mengekspresikan diri
Brand image adalah penting karena kontribusinya dalam memilih merek yang cocok
untuk dirinya. Sehingga hal ini dapat mempengaruhi perilaku pembelian mereka ataupun
Brand Equity. Sebuah brand image yang terkomunikasi dengan baik dapat membangun
posisi merek yang bagus, membedakan merek dari persaingan, meningkatkan performa
brand pasar, dan berperan penting pada pembangunan ekuitas brand .
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Loyalitas Konsumen
Kotler dan Keller (2008:138) mendefenisikan “Loyalitas pelanggan adalah komitmen
pelanggan yang tinggi untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk /
jasa yang disukai secara konsisten di masa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan
usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku”.
Tjiptono (2005:386) menambahkan bahwa pembelian ulang bisa merupakan hasil
dominasi pasar oleh suatu perusahaan yang berhasil membuat produknya menjadi satusatunya alternatif yang tersedia. Konsekuensinya, pelanggan tidak memiliki peluang untuk
memilih. Selain itu, pembelian ulang bisa pula merupakan hasil dari upaya promosi terus
menerus dalam rangka memikat dan membujuk pelanggan untuk membeli kembali merek
yang sama. Pelanggan yang loyal pada merek tertentu cenderung ‟terikat‟ pada produk
tersebut dan akan membeli produk yang sama lagi sekalipun tersedia banyak alternatif
lainnya.
Loyalitas merupakan salah satu tujuan akhir yang sangat diharapkan oleh perusahaan.
Konsumen yang loyal terhadap perusahaan adalah salah satu tingkat pencapaian tertinggin
karena ketika konsumen loyal maka mereka akan menjadi konsumen tetap bahkan akan
membantu menjadi pemasar bagi lingkungan sekitar.
Supranto (2001:112) pengertian loyalitas pelanggan menekankan
pembelian, proporsi
pembelian, atau dapat juga
pelanggan merupakan reaksi atau akibat dari
pada
runtutan
probabilitas pembelian. Loyalitas
terciptanya kepuasan pelanggan sebagai
implementasi dari keberhasilan pelayanan yang berkualitas dalam memenuhi harapan
pelanggan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.1 Loyalitas dan Siklus Pembelian
Setiap kali pelanggan membeli, ia bergerak melalui siklus pembelian. Langkahlangkah yang dilewati pelanggan tersebut menurut Griffin (2003:18) adalah:
1.
Kesadaran
Pada tahap ini pelanggan mulai membentuk ”pangsa pikiran” yang dibutuhkan
untuk memposisikan produk sebagai produk yang lebih unggul dari
pesaing.Timbulnya kesadaran bisa melalui iklan konvensional (radio, TV, surat
kabar), iklan di web, komunikasi word of mouth, dan lain-lain.
2.
Pembelian awal
Pembelian pertama kali merupakan pembelian percobaan, disini perusahaan dapat
menanamkan kesan positif maupun negatif kepada pelanggan.
3.
Evaluasi pasca pembelian
Setelah pembelian dilakukan, pelanggan secara sadar atau tidak sadar akan
mengevaluasi transaksi. Bila merasa puas atau tidak begitu kecewa dengan
produk yang dibelinya, maka keputusan untuk membeli kembali mungkin terjadi.
4.
Keputusan untuk membeli kembali
Komitmen untuk membeli kembali merupakan sikap yang paling penting bagi
loyalitas.Ini muncul bila pelanggan telah memiliki ikatan emosional yang kuat
dengan produk.
5.
Pembelian kembali
Pelanggan benar-benar loyal menolak pesaing dan membeli kembali produk yang
sama kapan saja dibutuhkan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.2 Jenis Loyalitas
Griffin (2003:22) Empat jenis loyalitas yang berbeda muncul bila keterikatan rendah
dan tinggi diklasifikasi- silang dengan pola pembelian ulang yang rendah dan tinggi ( lihat
tabel 2.1).
1.
Tanpa Loyalitas
Beberapa pelanggan tidak mengembangkan loyalitas terhadap produk atau jasa
tertentu. Keterkaitannya yang rendah dengan tingkat pembelian berulang yang
rendah menunjukkan tidak adanya loyalitas.
2.
Loyalitas yang lemah
Keterkaitan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang tinggi
menghasilkan loyalitas yang lemah (intertia loyality).
Pelanggan yang membeli karena kebiasaan. Dengan kata lain, faktor nonsikap
dan faktor situasi merupakan alasan utama pembelian.
3.
Loyalitas Tersembunyi
Tingkat prefensi yang relatif tinggi digabung dengan tingkat pembelian berulang
yang rendah menunjukkan loyalitas tersembunyi (latent loyalty). Bila pelanggan
memiliki loyalitas yang tersembunyi, pengaruh situasi dan bukan pengaruh sikap
yang menentukan pembelian berulang.
4.
Loyalitas Premium
Jenis loyalitas yang paling dapat ditingkatkan, terjadi bila ada tingkat keterikatan
yang tinggi dan tingkat pembelian berulang yang tinggi. Pada tingkat prefensi
yang tinggi tersebut, orang bangga karena menemukan dan menggunakan produk
tertentu dan senang membagi pengetahuan mereka dengan rekan dan keluarga.
Para pelanggan ini menjadi pendukung vokal produk atau jasa tersebut dan selalu
menyarankan orang lain untuk membelinya.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1
Empat Jenis Loyalitas
Pembelian Berulang
Keterikatan
Relatif
Tinggi
Rendah
Tinggi
Loyalitas premium
Loyalitas tersembunyi
Rendah
Loyalitas yang lemah Tanpa loyalitas
Sumber: Jill Griffin (2003:22)
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa loyalitas adalah
suatu tingkatan dimana konsumen benar – benar melekat kepada suatu perusahaan tersebut,
baik terhadap suatu merek saja atau keseluruhan perusahaan. Loyalitas memungkinkan
perusahaan dapat bantuan dalam memasarkan produk yang diciptakan oleh konsumen yang
loyal, karena konsumen yang loyal akan memberitahukan dan menyarankan lingkungan
mereka untuk menggunakan produk atau jasa tersebut
2.1.3.3 Tingkatan Loyalitas
Menurut Kartajaya (2009:131) loyalitas sendiri memiliki lima tingkatan yaitu:
1.
Switchers / Price Sensitive, dimana pada tingkatan ini pelanggan tidak loyal
kepada merek atau belum memiliki brand equity yang kuat. Setiap merek
dipersepsikan memberikan kepuasan yang cukup.
2.
Satisfied / Habitual Buyer , dimana pada tingkatan kedua ini pelanggan merasa
puas terhadap produk atau setidaknya tidak merasa tidak puas terhadap produk
perusahaan. Pelanggan juga sensitif terhadap benefit baru yang ditawarkan
kepada mereka.
3.
Satisfied buyer with switching cost, dimana pelanggan merasa puas terhadap
produk. Mereka harus mengeluarkan biaya tertentu apabila mereka ingin
berpindah merek. Pada tingkatan ini, pelanggan sensitif dengan benefit yang
dapat melampaui biaya beralih merek.
Universitas Sumatera Utara
4.
Likes the brand, pelanggan sungguh menyukai merek yang ditawarkan
perusahaan. Mereka memiliki pertalian emosional dengan merek tersebut.
5.
Commited buyer , pelanggan memiliki rasa bangga menggunakan produk yang
ditawarkan perusahaan. Mereka merekomendasikan merek yang sama kepada
orang lain. Pada tingkatan ini ,merek produk memiliki brand equity yang kuat di
mata pelanggan.
2.1.3.4 Model Loyalitas
Model loyalitas pelanggan berdasarkan telaah literatur yang dilakukan dalam Fandy
Tjiptono (2005:400) mengidentifikasi tiga model popular dalam konseptualisasi loyalitas
pelanggan.
Model 1 . Memandang loyalitas sebagai sikap yang kadang-kadang mengarah pada
terjalinnya relasi dengan merek. Beragumen bahwa harus ada komitmen sikap terhadap suatu
merek, baru bisa berbentuk loyalitas sejati. Sikap ini tercermin dalam serangkaian keyakinan
positif yang konsisten terhadap merek yang dibeli. Sikap semacam itu diukur dengan jalan
menanyakan kepada pelanggan seberapa suka mereka terhadap merek tertentu, seberapa kuat
komitmen mereka terhadap merek tersebut, kecendrungan untuk ,merekomendasikan merek
tersebut kepada orang lain, serta keyakinan dan perasaan terhadap merek bersangkutan,
relatif dibandingkan merek-merek pesaing. Kekuatan sikap ini merupakan prediktor kunci
pembelian merek dan pola pembelian uang.
Model 2 . Mendasarkan loyalitas lebih pada pola pembelian masa lalu dibandingkan
motivasi atau komitmen konsumen terhadap merek. Model ini mengandalkan data
longitudinal tentang pola pembelian di berbagai kategori produk dan dibanyak negara. Risetriset berdasarkan perspektif ini menemukan bahwa hanya sedikit konsumen yang tergolong
loyal monogami.
Universitas Sumatera Utara
Model 3 . Merupakan ancangan kontingensi yang beranggapan bahwa konseptualisasi
terbaik untuk loyalitas adalah bahwa hubungan antara sikap dan perilaku di moderasi oleh
variabel-variabel kontingensi, seperti kondisi individu saat ini, karakteristik individu dan atau
situasi pembelian yang dihadapi konsumen. Dengan demikian, sikap yang positif terhadap
sebuah merek mungkin hanya memberikan prediksi yang lemah mengenai apakah merek
tersebut akan dibeli atau tidak pada kesempatan pembelian berikutnya.
Pelanggan yang loyal kepada keputusan pembeliannya tidak lagi mempertimbangkan
faktor–faktor yang berpengaruh dalam penentuan pilihan seperti tingkat harga, jarak, kualitas
dan atribut lainnya, karena telah tertanam dalam dirinya bahwa produk atau jasa yang
dibeli sesuai dengan harapan dan mampu memenuhi kebutuhan. Karena pelanggan yang
loyal merupakan kelangsungan hidup perusahaan, dan tentu saja meningkatkan profitabilitas
perusahaan. Pemahaman loyalitas pelanggan
sebenarnya
tidak
hanya
dilihat dari
transaksinya saja atau pembelian berulang.
Ada beberapa ciri suatu pelanggan dianggap loyal :
1. Pelanggan yang melakukan pembelian ulang secara teratur.
2. Pelanggan yang membeli produk yang lain di tempat yang sama.
3. Pelanggan yang mereferensikan kepada orang lain.
4. Pelanggan yang tidak dapat dipengaruhi pesaing untuk pindah.
Di dalam pasar yang persaingannya sangat ketat, banyak alternatif merek, harga
bervariasi, dan banyak produk pengganti, maka loyalitas merek pada umumnya cenderung
menurun. Oleh karenanya perusahaan yang ingin tetap bertahan perlu mengembangkan
strategi pemasaran, dengan harapan konsumen tetap memiliki loyalitas terhadap produk dari
perusahaan tersebut.
Loyalitas dapat dicapai melalui dua tahap (Kotler 2001) :
Universitas Sumatera Utara
1. Perusahaan harus mempunyai kemampuan dalam memberikan kepuasan kepada
konsumennya agar konsumen mendapatkan suatu pengalaman positif.
2. Perusahaan harus mempunyai cara untuk mempertahankan hubungan yang lebih
jauh dengan konsumennya dengan menggunakan kesetiaan yang dipaksa (Forced
Loyalty) supaya konsumen ingin melakukan pembelian ulang.
Dalam lingkungan bisnis dimana persaingan berlangsung sangat ketat seperti saat
ini, upaya memenangkan persaingan tidak hanya didasarkan pada mutu produk atau jasa yang
tinggi, harga jual bersaing, tetapi juga upaya terpadu untuk memberikan kepuasan pada
pelanggan dan memenuhi kebutuhan lebih baik sesuai dengan yang diharapkan pelanggan.
Dalam jangka panjang, loyalitas pelanggan menjadi tujuan bagi perencanaan pasar strategik
selain itu juga dijadikan dasar untuk pengembangan keuntungan kompetitif yang
berkelanjutan,
yaitu
keunggulan
yang
dapat direalisasikan
melalui
upaya–upaya
pemasaran.
Dalam
lingkungan
persaingan
global
yang semakin ketat dengan masuknya
produk–produk inovatif ke pasaran di satu sisi, dan kondisi pasar yang jenuh untuk
produk–produk tertentu di sisi lain, tugas mengelola loyalitas pelanggan menjadi
tantangan manajerial yang tidak ringan. Griffin (2003:35) lebih lanjut mengemukakan enam
indikator yang bisa digunakan untuk mengukur loyalitas pelanggan yaitu:
1) Pembelian ulang
2) Kebiasaan mengonsumsi merek tersebut
3) Selalu menyukai merek tersebut
4) Tetap memilih merek tersebut
5) Yakin bahwa merek tersebut yang terbaik
6) Merekomendasikan merek tersebut pada orang lain
Maka dapat disimpulkan bahwa loyalitas pelanggan itu sendiri adalah suatu komitmen
yang mendalam untuk membeli kembali atau berlangganan suatu produk atau jasa secara
Universitas Sumatera Utara
konsisten dimasa yang akan datang. Sehingga dapat menyebabkan pengulangan pembelian
merek yang sama walaupun ada pengaruh situasi dan berbagai usaha pemasaran yang
berpotensi untuk menyebabkan tindakan perpindahan merek, perusahaan untuk mendapatkan
loyalitas atau kesetiaan konsumen perlu strategi pemasaran yang tepat dan kompleks.
2.2. Penelitian Terdahulu
Ada beberapa penelitian terdahulu yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini.
Berikut ini adalah beberapa diantaranya :
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
No.
1.
2.
Nama
Peneliti
Azizah
Karim
(2008)
Nuraidya
Fajariah
(2010)
Judul
Pengaruh Pelayanan
Purna Jual Terhadap
Tingkat Kepuasan
Konsumen Dalam
Membeli Yamaha Mio
pada P.T.Thamrin
Brothers Cabang
Lemabang di Palembang
Pengaruh Pelayanan
Purna Jual Terhadap
Kepuasan Konsumen
Produk Sepeda Motor
Merek Suzuki
( Studi kasus pada PT.
HERO SAKTI MOTOR
Malang)
Tehnik
Analisis
- Regresi
Linier
- Regresi
Linier
Hasil Penelitian
Terdapat hubungan yang
positif dan signifikan antara
pelayanan purna jual dengan
tingkat kepuasan konsumen,
hal ini disebabkan mampunya
perusahaan
dalam
menyediakan suku cadang
yang membuat konsumen
tidak ragu untuk membeli
produk
yang
ditawarkan
perusahaan
Ada pengaruh yang signifikan
pelayanan
purna
jual
(penyerahan barang, garansi,
fasilitas perbaikan (servis),
dan jasa konsultasi) terhadap
kepuasan konsumen PT. Hero
Sakti Motor Malang secara
parsial
dan
simultan.
Pelayanan
purna
jual
mempunyai pengaruh terhadap
kepuasan konsumen sebesar
65,1%
sedangkan
34,9%
dipengaruhi oleh variabel lain
yang tidak diteliti dalam
penelitian ini
Universitas Sumatera Utara
3.
Muhammad
Yusup
(2011)
Analisis Pengaruh
Promosi, Harga, Kualitas
Produk Dan Layanan
Purna Jual Terhadap
Keputusan Pembelian
Sepeda Motor Honda
(Studi Kasus pada
Mahasiswa Fakultas
Ekonomi Universitas
Diponegoro, Semarang)
- Regresi
Linier
Berganda
Hasil penelitian membuktikan
bahwa
tiga
variabel
independen
yaitu
harga,
kualitas produk dan layanan
purna
jual
mempunyai
pengaruh
positif
dan
signifikan terhadap variabel
dependen
yaitu keputusan
pembelian
sepeda
motor
Honda.
2.3. Kerangka Konseptual
Penulisan ini bermaksud memberikan wacana secara mendetail atas pengaruh yang
dapat diberikan kualitas pelayanan purna jual terhadap citra merek dan pengaruhnya terhadap
loyalitas konsumen.
Penelitian ini terdiri dari :
1. Variabel X (independen)
a. Variabel X yaitu : Kualitas Pelayanan Purna Jual memiliki beberapa dimensi yang
diteliti yaitu Ketersediaan stock, instalasi, dan garansi produk.
2. Variabel Y (dependen)
a. Variabel Y1 yaitu : Citra Merek, dimensi yang diteliti adalah Citra Perusahaan
(Corporation Image) indikator meliputi: popularitas, kredibilitas serta jaringan
perusahaan, Citra Konsumen (User Image) indikator meliputi : pemakai itu sendiri,
gaya hidup/kepribadian, serta status sosialnya dan yang terakhir Citra Produk
(Product Image) indikator meliputi : artibut produk tersebut, manfaat bagi
konsumen, serta jaminan.
b. Variabel Y2 yaitu : Loyalitas Konsumen, indikator yang diteliti adalah pembelian
ulang, kebiasaan mengonsumsi merek tersebut, selalu menyukai merek tersebut,
tetap memilih merek tersebut, yakin bahwa merek tersebut yang terbaik,
merekomendasikan merek tersebut pada orang lain
Universitas Sumatera Utara
Penjelasan atas hubungan dan pengaruh antar variabel dalam kerangka konseptual ini
dapat digambarkan sebagai berikut :
CITRA MEREK
(Y1)
KUALITAS PELAYANAN
PURNA JUAL
(X)
LOYALITAS
KONSUMEN
(Y2)
Sumber : Griffin (2003)
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual
Keterangan :
: menyatakan pengaruh
Dalam model diatas dapat digambarkan bahwa kualitas pelayanan purna jual (X)
dinyatakan memiliki pengaruh atas citra merek (Y1) dan loyalitas konsumen (Y2). Dalam
model di atas juga digambarkan bahwa ada hubungan antara citra merek (Y1) dengan
loyalitas konsumen (Y2).
2.4. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh
karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pernyataan
(Sugiyono, 2008:51). Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Kualitas pelayanan purna jual berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap citra
merek mobil Toyota pada PT. Astra International Tbk. (AUTO 2000) Sisimangaraja,
Medan. 2. Kualitas pelayanan purna jual berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
Loyalitas Pelanggan mobil Toyota pada PT. Astra International Tbk. (AUTO 2000)
Sisimangaraja, Medan.
Universitas Sumatera Utara