Analisis Kausalitas antara Ekspor Indonesia ke Tiongkok dengan Inflasi Indonesia, Suku Bunga Dasar Tiongkok, dan Nilai Tukar Indonesia
Indonesia
SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Negeri Semarang
Oleh :
Teddy Aldwin Leonard 7111411054
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2017
(2)
(3)
(4)
(5)
v
Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa. (Q.S. Al-Layl 4-11)
Persembahan
Untuk Allah Tuhan Semesta Alam, tanpa Nya skripsi ini tidak akan selesai.
Untuk Ibu saya, Arief Hidayati.
Untuk kakak saya Julius Andre Alpha Nugraha. Untuk dosen pembimbing saya.
Untuk teman-teman saya. Untuk pembaca skripsi ini.
(6)
vi
kami kekuatan dalam menyelesaikan penyusun skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya , hingga kepada umatnya yang mengikuti ajarannya hingga akhir zaman.
Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang. Penulis tidak dapat menyelsaikan skripsi ini dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung ataupun tidak langsung oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada orang-orang yang telah membantu melancarkan penyusunan skripsi ini yaitu kepada.
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah menerima dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar dan menimba ilmu di Universitas Negeri Semarang.
2. Dr. Wahyono, MM., Dekan Fakultas Ekonomi yang telah memberikan kemudahan dan fasilitas selama penulis belajar di Fakultas Ekonomi. 3. Lesta Karolina br. Sebayang, S.E.,M.si., Ketua Jurusan Ekonomi
Pembangunan Universitas Negeri Semarang.dan selaku doen pembimbing saya yang telah membimbing dan memberi kritik dan saran dalam proses mengejarkan skripsi saya.
4. Dr. Amin Pujiati,. S.E, M.Si., selaku Dosen Penguji 1 dalam ujian skripsi saya yang telah memberi saya kritik dan saran atas skripsi saya sehingga skripsi saya dapat lebih baik.
5. Dyah Maya Nihayah, S.E, M.Si., Sekertaris Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Negeri Semarang dan selaku Dosen Penguji 1 dalam ujian skripsi saya yang telah memberi saya kritik dan saran atas skripsi saya sehingga skripsi saya dapat lebih baik.
(7)
(8)
viii
Indonesia”. Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan. Universitas Negeri Semarang. Lesta Karolina Br. Sebayang, S.E., M.Si..99 Halaman.
Kata kunci: suku bunga, inflasi, ekspor, nilai tukar, kausalitas granger.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan kausalitas antara total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok dengan tingkat suku bunga Tiongkok, tingkat inflasi Indonesia, dan nilai tukar Rupiah Indonesia terhadap Yuan China. Penelitian ini menggunakan uji kausalitas granger dengan variabel total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok, tingkat inflasi Indonesia, tingkat suku bunga dasar Tiongkok, dan nilai tukar Rupiah Indonesia terhadap Yuan China untuk melihat hubungan kausalitas antar variabel. Hasil uji kausalitas granger menunjukkan hasil bahwa total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok memiliki hubungan satu arah dengan variabel tingkat suku bunga Tiongkok dan variabel nilai tukar Rupiah Indonesia terhadap Yuan China, namun tidak terdapat hubungan kausalitas dengan variabel tingkat inflasi Indonesia. Hubungan satu arah antara total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok dengan tingkat suku bunga Tiongkok adalah total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok menyebabkan perubahan tingkat suku bunga Tiongkok, sedangkan hubungan satu arah antara total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok dengan nilai tukar Rupiah Indonesia terhadap Yuan China adalah nilai tukar Rupiah Indonesia terhadap Yuan China menyebabkan perubahan total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok.
(9)
ix
Exchange Rate". Bachelor of Economics Department of Development Economics. Semarang State University. Lesta Karolina Br. Sebayang, S.E., M.Si..99 Pages. Keywords: interest rate, inflation, export, exchange rate, granger causality.
The purpose of this study is to know the causality relationship between the total value of Indonesia's exports to Tiongkok with Tiongkok's interest rate, the inflation rate of Indonesia, and the exchange rate of Indonesian Rupiah against the Yuan China. This study uses granger causality test with total variable of Indonesian export value to Tiongkok, Indonesia inflation rate, interest rate of Tiongkok, and Indonesian Rupiah exchange rate to Yuan China to see the relation of causality among variables. Granger causality test results show that the total value of Indonesia's export to Tiongkok has unidirectional relationship with variable of Tiongkok interest rate and variable of Indonesian Rupiah exchange rate to Yuan China, but there is no causality relationship with Indonesian inflation rate variable. The unidirectional relationship between the total value of Indonesia's exports to Tiongkok and the Tiongkok interest rate is the total value of Indonesia's exports to Tiongkok causing a change in the Tiongkok interest rate, while the unidirectional relationship between the total value of Indonesia's exports to Tiongkok and the Indonesian rupiah against the Yuan China is the value The Indonesian rupiah exchange rate against the Yuan China led to a change in the total value of Indonesia's exports to Tiongkok
(10)
x
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ... iii
PERNYATAAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
SARI ... viii
ABSTRACT ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang Masalah... 1
1.2.Perumusan Masalah ... 12
1.3.Tujuan Penelitian ... 13
1.4.Manfaat Penelitian ... 14
1.4.1Manfaat bagi Pemerintah ... 14
1.4.2Manfaat bagi Mahasiswa ... 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15
2.1Landasan Teori ... 15
2.1.1Definisi Ekspor ... 15
2.1.2Pengaruh Inflasi terhadap Ekspor ... 15
2.1.3Pengaruh Ekspor terhadap Inflasi ... 16
2.1.4Pengaruh Inflasi terhadap Tingkat Suku Bunga Negara Lain ... 16
2.1.5Pengaruh Tingkat Suku Bunga terhadap Inflasi Negara Lain ... 16
2.1.6Hubungan Tingkat Suku Bunga dengan Ekspor Negara Lain ... 17
(11)
xi
2.1.11Definisi Suku Bunga ... 18
2.2Penelitian Terdahulu... 19
2.3Kerangka Penelitian ... 23
2.4Hipotesis ... 24
BAB III METODE PENELITIAN ... 25
3.1.Jenis Penelitian ... 25
3.2.Variabel Penelitian ... 25
3.3.Metode Pengumpulan Data ... 25
3.4.Metode Analisis Data ... 26
3.5.Definisi Operasional Variabel ... 27
3.6.Uji Stasioner ... 28
3.7.Uji Kointegrasi ... 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 31
4.1.Perkembangan Kondisi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ... 31
4.2.Perkembangan Inflasi di Indonesia ... 32
4.3.Perkembangan Kondisi Neraca Perdagangan Indonesia ... 33
4.4.Gambaran Kondisi Ekspor Indonesia ... 34
4.5.Tiga Negara dengan Pangsa Ekspor Terbesar Indonesia ... 35
4.6.Perkembangan Ekspor Indonesia ke Tiongkok ... 37
4.7.Perkembangan Perekonomian Tiongkok ... 38
4.8.Hasil Uji Stasioner ... 39
4.9.Hasil Uji Kointegrasi ... 41
4.10.Hasil Uji Kausalitas Granger ... 41
4.11.Hubungan Kausalitas antara Tingkat Inflasi Indonesia dengan Total Nilai Ekspor Indonesia ke Tiongkok ... 43
4.12.Hubungan Kausalitas antara Total Nilai Ekspor Indonesia ke Tiongkok dengan Tingkat Suku Bunga Tiongkok ... 45
(12)
xii
Tingkat Inflasi Indonesia ... 47
4.15.Hubungan Kausalitas antara Nilai Tukar Rupiah Indonesia terhadap Yuan China dengan Total Nilai Ekspor Indonesia ke Tiongkok ... 49
4.16.Hubungan Kausalitas antara Nilai Tukar Rupiah Indonesia terhadap Yuan China dengan Tingkat Suku Bunga Dasar Tiongkok ... 51
BAB V PENUTUP ... 53
5.1.Simpulan ... 53
5.2.Saran ... 54
DAFTAR PUSTAKA ... 57
(13)
xiii
Tabel Halaman
1.1Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ... 2
1.1Kondisi Neraca Perdagangan Indonesia... 3
1.1Kondisi Neraca Perdagangan Indonesia... 5
1.1Nilai Ekspor Indonesia ke Tiga Negara Tujuan Ekspor Terbesar ... 7
1.1Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok ... 9
1.1Suku Bunga Dasar Tiongkok ... 10
2.1Penelitian Terdahulu ... 19
4.1Uji Unit Root Augmented Dickey Fuller dengan Trend dan Intersep ... 40
4.2Uji Unit Root Augmented Dickey Fuller dengan Trend dan Intersep ... 40
(14)
xiv
Gambar Halaman
1.1Nilai dan Trend Ekspor Indonesia ke Negara Tiongkok ... 8
1.2Kerangka Penelitian ... 23
4.1Total Nilai Ekspor Indonesia ke Tiongkok Januari 2011 – Mei 2016 ... 44
4.2Tingkat Inflasi Indonesia Januari 2011-Mei 2016 ... 44
4.3Tingkat Impor Indonesia periode 2012-2016 ... 47
4.4Tingkat Suku Bunga Tiongkok ... 49
(15)
xv
Lampiran Halaman
1.Augmented Dickey Fuller Test variabel EKS tingkat level ... 71
2.Augmented Dickey Fuller Test variabel EKS tingkat first difference ... 72
3.Augmented Dickey Fuller Test variabel INF tingkat level ... 73
4.Augmented Dickey Fuller Test variabel INF tingkat first difference ... 74
5.Augmented Dickey Fuller Test variabel INT tingkat level ... 75
6.Augmented Dickey Fuller Test variabel INT tingkat first difference ... 76
7.Augmented Dickey Fuller Test variabel KURS tingkat level ... 77
8.Augmented Dickey Fuller Test variabel KURS tingkat first difference ... 78
9.Uji Johansen Cointegration ... 79
10.Uji Length Criteria ... 81
11.Uji Kausalitas Granger ... 81
(16)
1.1.Latar Belakang Masalah
Lima tahun kebelakang Indonesia mendapat beberapa tantangan dari melemahnya perekonomian global dan dampak-dampak rambatan dari kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh negara maju ataupun negara emerging market yang berhubungan dengan perekonomian Indonesia.
Melemahnya perekonomian global tersebut merupakan salah satu dampak dari krisis di kawasan Eropa dan masih buruknya perekonomian Amerika saat itu. Perlambatan ekonomi tersebut menyebar juga kepada beberapa negara berkembang termasuk Indonesia dan mitra dagang Indonesia. Gejolak tersebut mempengaruhi kondisi harga aset serta kondisi aliran modal asing dan nilai tukar yang fluktuatif. Permintaan barang dari negara maju juga mengalami penurunan akibat krisis tersebut sehingga memperlambat pertumbuhan ekspor di beberapa negara.
Dampak dari perlambatan ekonomi global bagi Indonesia semakin terlihat ditahun 2013. Pada tahun tersebut beberapa negara yang memiliki hubungan perdagangan dengan Indonesia mengurangi permintaan barang ekspor Indonesia dan diperparah dengan kondisi beberapa harga komoditi barang global yang semakin menurun. Neraca perdagangan juga semakin memburuk dengan tingginya permintaan domestik akan barang impor.
(17)
Tabel 1.1
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (Nilai dalam %)
Tahun Pertumbuhan Ekonomi
20116,5 20126,2 20135,8 20145,0 20154,8
Sumber: Laporan Perekonomian Indonesia, Bank Indonesia
Negara yang memberikan tekanan terhadap neraca perdagangan Indonesia salah satunya adalah Tiongkok. Tiongkok ditahun 2013 mengeluarkan agenda reformasi struktural sebagai hasil dari pertemuan ke 18 partai komunis. Hal tersebut dapat memperburuk perekonomian Tiongkok dalam jangka pendek karena perekonomian harus beradaptasi dengan reformasi struktural saat itu, walaupun perlambatan ekonomi Tiongkok sebenarnya sudah terjadi sebelum adanya agenda tersebut yang disebabkan oleh transisi perekonomian Tiongkok yang sebelumnya ditopang dengan kegiatan ekspor dan investasi menjadi kegiatan konsumsi domestik. Kemungkinan buruk dari adanya perlambatan ekonomi Tiongkok bagi negara Indonesia adalah turunnya permintaan barang ekspor Indonesia ke Tiongkok. Tiongkok cukup penting bagi ekspor Indonesia karena Tiongkok merupakan pangsa ekspor terbesar Indonesia untuk negara berkembang. Hal tersebut dilihat dari nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok yang lebih besar dari negara berkembang tujuan ekspor Indonesia lainnya.
Adanya perlambatan ekonomi global selain memberi dampak buruk, perlambatan ekonomi global juga mengurangi tekanan inflasi dari luar Indonesia.
(18)
Tekanan inflasi dari luar berkurang karena adanya perlambatan ekonomi global berdampak pada turunnya harga komoditi dunia sehingga tekanan imported inflation untuk Indonesia relatif terbatas.
Namun sebaliknya turunnya harga komoditi dunia adalah tanda turunnya nilai ekspor Indonesia jika volume ekspor tidak mengalami perubahan. Turunnya ekspor ini juga akan berpengaruh pada neraca perdagangan Indonesia yang kondisinya beberapa tahun kebelakang cukup berfluktuasi.
Tabel 1.2
Kondisi Neraca Perdagangan Indonesia (Nilai dalam Juta US$)
Uraian 2010 2011 2012
EXPORT 157.779,1203.496,6190.020,3 -OIL &GAS 28.039,6 41.477 36.977,3 -NON OIL & GAS129.739,5162.019,6 153.043 IMPORT 135.663,3177.435,6191.689,5 -OIL & GAS 27.412,7 40.701,5 42.564,2 -NON OIL & GAS108.250,6 136.734149.125,3 TOTAL 293.442,4380.932,2381.709,7 -OIL &GAS 55.452,3 82.178,6 79.541,4 -NON OIL & GAS237.990,1298.753,6302.168,3 BALANCE 22.115,8 26.061,1 -1.669,2 -OIL & GAS 626,9 775,5 -5.586,9 -NON OIL & GAS 21.488,9 25.285,5 3.917,7 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) diolah Kementrian Perdagangan (Kemendag)
Perkembangan neraca perdagangan Indonesia ditahun 2010 dan 2011 pada tabel 1.2 tercatat dengan nilai surplus sebesar 22.115,8 juta US$ pada tahun 2010 dan sebesar 26.061,1 juta US$ tahun 2011 aatau tumbuh 18%, namun ditiga tahun
(19)
setelahnya tercatat neraca perdagangan defisit sebesar 1669,2 juta US$ tahun 2012, 4.076,9 juta US$ tahun 2013, 1.886,3 juta US$ tahun 2014. Surplus pada tahun 2010 disebabkan oleh kondisi perekonomian global yang mengalami akselerasi pemulihan sedangkan di tahun 2011 surplus disebabkan oleh basis ekspor Indonesia merupakan komoditi sumber daya alam dan dukungan dari diversifikasi pasar tujuan ekspor di kawasan Asia seperti China dan India mampu mendorong ekspor tetap kokoh. Faktor lain seperti harga minyak yang mengalami kenaikan semakin menaikkan nilai ekspor Indonesia ditengah kondisi produksi minyak mentah Indonesia yang rata-ratanya menurun menjadi 0,902 juta barel per hari dibanding tahun 2010 yang produksinya rata-rata sebanyak 0,945 barel per hari.
Tahun berikutnya tahun 2013 kondisi neraca perdagangan semakin buruk seiring harga komoditi barang yang semakin menurun. Turunnya permintaan ekspor beberapa negara mitra dagang Indonesia akibat perlambatan ekonomi dan juga sebagai salah satu dampak dari adanya tappering off yang dilakukan Amerika Serikat tahun 2014 juga ikut memperburuk nilai ekspor Indonesia.
Jika dilihat pada tabel 1.2 dan tabel 1.3 kondisi total nilai ekspor Indonesia menurun sejak tahun 2012 hingga tahun 2015 dari nilai ekspor pada tahun 2011 sebesar 203.496,6 juta US$ (tabel 1.2) dan terus turun hingga nilai ekspor ditahun 2015 hanya sebesar 150.282,3 juta US$ (tabel 1.3), tingginya permintaan domestik juga ikut berperan dalam menurunnya neraca perdagangan karena tingginya permintan domestik ikut meningkatkan nilai impor. Selain itu ekspor komoditi seperti komoditi minyak juga sempat terganggu oleh adanya penurunan produksi minyak dan hal itu juga terjadi pada penurunan ekspor gas yang disebabkan oleh
(20)
gangguan dari reservoir gas dan shutdown di beberapa kilang gas. Adanya kebijakan konversi energi dari minyak menjadi gas mengakibatkan produksi gas lebih dituju pada permintaan domestik dan peningkatan konsumsi bahan bakar minyak pada sektor transportasi semakin meningkatkan impor migas Indonesia saat itu.
Tabel 1.3
Kondisi Neraca Perdagangan Indonesia (Nilai dalam Juta US$)
Uraian 2013 2014 2015
EXPORT 182.551,8176.292,5150.282,3 -OIL &GAS 32.633 30.331,9 18.552,0 -NON OIL & GAS149.918,8145.960,6131.730,3 IMPORT 186.628,7178.178,8142.694,8 -OIL & GAS 45.266,4 43.459,9 24.613,2 -NON OIL & GAS141.362,3134.718,9118.081,6 TOTAL 369.180,5354.471,3292.977,1 -OIL &GAS 77.899,4 73.791,8 43.165,2 -NON OIL & GAS291.281,1280.679,5249.811,9 BALANCE -4.076,9 -1.886,3 7.587,5 -OIL & GAS -12.633,3 -13.128 -6.061,2 -NON OIL & GAS 8.556,4 11.241,7 13.648,7
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) diolah Kementrian Perdagangan (Kemendag)
Selain itu kebijakan-kebijakan mitra dagang juga ikut mempengaruhi permintaan ekspor mitra dagang Indonesia. Seperti kebijakan tappering off Amerika Serikat yang mengakibatkan aliran modal keluar negara-negara mitra dagang yang kemudian berdampak pula pada melambatnya perekonomian negara-negara tersebut sehingga berpengaruh pada berkurangnya kegiatan impor. Namun adanya tappering off merupakan tanda bahwa telah membaiknya perekonomian
(21)
Amerika Serikat dan hal ini berdampak baik pada peningkatan permintaan barang ekspor dari Indonesia oleh Amerika Serikat seperti yang terlihat dari meningkatnya ekspor manufaktur Indonesia tahun 2014.
Contoh lain kebijakan negara mitra dagang Indonesia yang berpengaruh adalah kebijakan konversi energi Tiongkok yang berpengaruh pada menurunnya permintaan komoditi ekspor batu bara Indonesia. Kebijakan lain yang dapat memberi pengaruh pada permintaan barang ekspor Indonesia oleh Tiongkok adalah kebijakan transisi ekonomi Tiongkok dari perekonomian Tiongkok yang bertopang pada kegiatan ekspor dan investasi menjadi bertopang pada kegiatan konsumsi domestik yang berpengaruh pada perlambatan ekonomi dan kebijakan ini didukung pula dengan agenda reformasi struktural Tiongkok.
Dengan berbagai permasalahan tersebut, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit selama tiga tahun yaitu pada tahun 2012 hingga tahun 2014. Walaupun tahun 2014 keseimbangan neraca perdagangan mengalami defisit namun nilainya semakin membaik dibanding tahun sebelumnya, begitu juga tahun 2015 dengan surplus setelah sempat tiga tahun berturut mengalami defisit. Perbaikan kondisi neraca perdagangan pada tahun 2014 dan 2015 ini merupakan salah satu dampak baik dari peningkatan permintaan barang ekspor Indonesia dari Amerika Serikat dan penurunan konsumsi rumah tangga yang bedampak pada turunnya volume impor non migas. Selain itu rendahnya harga komoditi berdampak baik pada turunnya nilai impor non migas, ditambah dengan pelemahan nilai tukar.
Kondisi trend meningkat dari ekspor Indonesia ke Amerika Serikat berbalikan dengan dua negara tujuan ekspor Indonesia seperti Jepang dan Tiongkok. Kedua
(22)
negara tersebut termasuk pangsa ekspor terbesar Indonesia jika dilihat dari besar nilai ekspor ke negara tersebut selain Amerika Serikat. Permasalahannya adalah dalam perkembangannya kondisi ekspor ke negara tersebut terlihat menurun.
Tabel 1.4
Nilai Ekspor Indonesia ke Tiga Negara Tujuan Ekspor Terbesar (FOB dalam Juta US$)
Bulan NEGARA
Tiongkok Jepang Amerika 06/15 1332,4 1361,2 1430,3 05/15 1273,3 1418,9 1339,5
04/15 1255,4 1324 1466
03/15 1253,7 1752,2 1455 02/15 1150,2 1640,8 1228,9 01/15 1253,7 1752,2 1455 12/14 1504,2 1885,8 1536,3 11/14 1462,2 1933,1 1277,6 10/14 1399,4 2005 1403,3 09/14 1379,2 1886,1 1446,4 08/14 1229,7 1898,5 1354,2 07/14 1301,3 1689,3 1374,4 06/14 1376,3 1951 1436,8
05/14 1492,7 1828 1339
04/14 1316 1953 1405,6
03/14 1874,5 1938,9 1329 02/14 1700,4 2020,1 1354,4 01/14 1874,5 1938,9 1329 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Walaupun Jepang triwulan pertama tahun 2014 kondisi perekonomiannya dalam kondisi baik jika dilihat dari pertumbuhan ekonominya dan impor migas Jepang dari Indonesia mencapai nilai yang cukup besar pada triwulan pertama
(23)
sehingga nilai ekspor Indonesia ke Jepang masih tetap tergolong besar. Namun pada tiga triwulan berikutnya kenaikan pajak mengontraksi perekonomian Jepang termasuk kegiatan impornya. Ditambah pada tahun 2015 harga minyak pada kisaran harga yang rendah sehingga mengakibatkan menurunnya nilai ekspor Indonesia ke Jepang.
Sedangkan ekspor Indonesia ke Tiongkok sebagai negara berkembang yang masuk dalam tiga negara pangsa ekspor terbesar Indonesia, kondisi ekspor ke negara tersebut menurun seiring dengan perlambatan yang terjadi di negara tersebut. Perlambatan tersebut selain akibat kondisi perekonomian dunia yang memang sedang melambat, kondisi perekonomian Tiongkok melambat dikarenakan adanya rebalancing economy Tiongkok. Rebalancing economy ini sehubungan dengan transisi perekonomian Tiongkok yang bertumpu pada kegiatan ekspor dan investasi menjadi kegiatan konsumsi domestik
Gambar 1.1 Nilai dan Trend Ekspor Indonesia ke Negara Tiongkok Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) diolah.
06 /15 05 /15 04 /15 03 /1 5 02 /15 01 /15 12 /14 11 /1 4 10 /14 09 /14 08 /14 07 /14 06 /14 05 /14 04 /14 03 /14 02 /14 01 /14 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 ekspor Linear (ekspor)
(24)
Selain itu penurunan ekspor Indonesia ke Tiongkok terutama sangat terlihat dari ekspor komoditi batubara yang merupakan salah satu komoditas utama Indonesia. Penurunan impor komoditi tersebut merupakan salah satu respon pemerintah Tiongkok akan tingkat polusi di negaranya.
Tabel 1.5
Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok
Tahun Triwulan Pertumbuhan Ekonomi
2011Triwulan 1 9,7% yoy
Triwulan 2 9,5% yoy
Triwulan 3 9,1% yoy
Triwulan 4 8,9% yoy
2012Triwulan 1 8,1% yoy
Triwulan 2 7,6% yoy
Triwulan 3 7,4% yoy
Triwulan 4 7,9% yoy
2013Triwulan 1 7,8% yoy
Triwulan 2 7,7% yoy
Triwulan 3 7,8% yoy
Triwulan 4 7,7% yoy
2014Triwulan 1 7,4% yoy
Triwulan 2 7,5% yoy
Triwulan 3 7,3% yoy
Triwulan 4 7,3% yoy
2015Triwulan 1 7% yoy
Triwulan 2 7% yoy
Triwulan 3 6,9% yoy
Triwulan 4 6,8% yoy
Sumber : Bank Indonesia
Dari tiga negara tujuan ekspor Indonesia yaitu Amerika Serikat, Jepang dan Tiongkok, hanya Tiongkok yang merupakan negara berkembang. Sumbangan
(25)
ekspor Indonesia ke Tiongkok terutama pada komoditi ekspor non migas. Namun perkembangannya menurun dua tahun terakhir dibanding dengan negara lainnya, yang mana ekspor Tiongkok telah dilampui oleh Jepang dan Amerika Serikat padahal pada tahun 2011 hingga tahun 2013 ekspor Indonesia ke Tiongkok terbesar dibanding ekspor ke dua negara lainnya.
Perkembangan ekspor non migas Indonesia ke Tiongkok dikhawatirkan menurun sejalan dengan perlambatan ekonomi di Tiongkok. Sementara itu adanya rebalancing economy dan agenda reformasi struktural didalamnya semakin memberi tekanan pada perekonomian Tiongkok. Walaupun pemerintah Tiongkok memberi tekanan dari efek kebijakan reformasi struktural, namun Tiongkok juga memberi kebijakan untuk meredam perlambatan perekonomian Tiongkok.
Salah satu kebijakan yang digunakannya adalah menurunkan suku bunga Tiongkok secara bertahap dan penurunan cukup cepat dilakukan di tahun 2015, hanya berkisar kurang lebih dua bulan untuk mengganti suku bunga dasarnya.
Tabel 1.6
Suku Bunga Dasar Tiongkok (Nilai dalam %)
Bulan Suku Bunga Dasar
November 2015 43,5
Oktober 2015 43,5
September 2015 46
Agustus 2015 46
Juli 2015 48,5
Juni 2015 48,5
Mei 2015 5,1
April 2015 5,35
Maret 2015 5,35
November 2014 – Februari 2015 5,6
(26)
Adanya kebijakan moneter tersebut bagi ekspor Indonesia merupakan sinyal positif, karena harapannya dengan turunnya suku bunga masalah perlambatan perekonomian Tiongkok mulai terselesaikan sehingga permintaan barang dapat meningkat seiring mulai bergairahnya perekonomian Tiongkok termasuk permintaan barang impor dari Indonesia. Suku bunga Tiongkok ini juga dapat berpengaruh pada inflasi Indonesia secara tidak langsung karena pengaruh suku bunga negara Tiongkok sebagai negara berkembang dengan perekonomian cukup besar dapat mempengaruhi suku bunga negara mitra dagangnya.
Selain kondisi negara Tiongkok, faktor lain yang dapat memberi tekanan terhadap ekspor Indonesia adalah inflasi di Indonesia itu sendiri. Walaupun turunya harga komoditi dunia akibat perlambatan ekonomi global dapat mengurangi tekanan inflasi dari luar namun tekanan inflasi Indonesia dari dalam seperti kenaikan BBM cukup menjadi masalah bagi kondisi Inflasi Indonesia.
Kenaikan harga BBM saat itu disebabkan oleh permasalahan anggaran APBN yang cukup membengkak, kondisi kilang minyak yang berhenti produksi dan belum digantinya sumur-sumur minyak yang sudah tua. Kondisi tersebut akhirnya berimbas pada terbatasnya pasokan minyak saat itu.
Kenaikan BBM ini dapat memberi dampak pada kenaikan biaya-biaya produksi. Dampak lanjutan dari kenaikan biaya produksi ini bagi eksportir adalah kenaikan harga jual barang yang akan diekspor yang dapat mengurangi daya saing barang ekspor ataupun mengurangi jumlah barang yang akan diproduksi akibat kendala biaya produksi yang meningkat.
(27)
Selain itu faktor yang dapat mempengaruhi total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok adalah nilai tukar rupiah Indonesia terhadap yuan China. Nilai tukar rupiah Indonesia terhadap yuan China merupakan salah satu faktor penentu harga komoditi ekspor Indonesia dimata konsumen ataupun produsen negara Tiongkok. Kondisi nilai tukar rupiah Indonesia terhadap yuan China untuk beberapa tahun kebelakang menunjukkan trend terdepresiasi, artinya harga barang Indonesia akan lebih mampu bersaing terhadap barang-barang yang dijual di Tiongkok karena adanya depresiasi akan mengakibatkan yuan China dapat membeli lebih banyak uang rupiah Indonesia. Jika kondisi nilai tukar rupiah Indonesia terhadap yuan China ini menguntungkan ekspor Indonesia maka kondisi tersebut harus tetap dipertahankan.
Kondisi ekspor Indonesia ke Tiongkok yang dapat dipengaruhi kondisi inflasi Indonesia, nilai tukar rupiah Indonesia ke Tiongkok dan juga inflasi Indonesia yang dapat dipengaruhi oleh suku bunga negara Tiongkok sebagai negara berkembang dengan perekonomian Tiongkok yang besar di dunia, maka peneliti akan membahas tentang bagaimana hubungan kausalitas antar variabel nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok, inflasi Indonesia, nilai tukar rupiah Indonesia terhadap yuan China dan tingkat suku bunga Tiongkok.
1.2.Perumusan Masalah
Ekspor Indonesia ke Tiongkok cukup berfluktuasi ditahun 2011 hingga tahun 2015 dengan trend menurun. Pada periode yang sama suku bunga dasar Tiongkok sedang diturunkan karena perlambatan ekonomi Tiongkok sebagai salah satu dampak transisi ekonomi Tiongkok. Pengaruh suku bunga Tiongkok yang dapat
(28)
mempengaruhi suku bunga Indonesia secara tidak langsung dapat mempengaruhi variabel inflasi Indonesia dan semakin terkendalinya perekonomian Tiongkok maka semakin dapat meningkat juga permintaan impor Tiongkok salah satunya untuk barang ekspor Indonesia ke Tiongkok. Selain itu kondisi inflasi Indonesia dan nilai tukar Rupiah Indonesia terhadap Yuan China yang dapat mempengaruhi harga barang ekspor Indonesia juga menjadi variabel yang dapat mempengaruhi kondisi total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok. Oleh dasar permasalahan tersebut maka didapatkan pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana hubungan kausalitas antara total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok dengan inflasi Indonesia?
2. Bagaimana hubungan kausalitas antara total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok dengan tingkat suku bunga Tiongkok?
3. Bagaimana hubungan kausalitas antara total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok dengan nilai tukar Rupiah Indonesia terhadap Yuan China? 1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab beberapa pertanyaan penelitian yang telah dijelaskan pada rumusan masalah sehingga harapannya akan memenuhi beberapa pencapaian berikut :
1. Mengetahui hubungan kausalitas antara total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok dengan inflasi Indonesia.
2. Mengetahui hubungan kausalitas antara total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok dengan tingkat suku bunga Tiongkok.
(29)
Tiongkok dengan nilai tukar Rupiah Indonesia terhadap Yuan China. 1.4.Manfaat Penelitian
Ada beberapa menfaat penelitian dari hasil penelitian ini, beberapa diantaranya adalah :
1.4.1Manfaat bagi Pemerintah
Memberi gambaran kondisi ekspor Indonesia ke Tiongkok sehingga dapat memilih kebijakan yang tepat dalam mengatasi permasalahan ekspor Indonesia ke Tiongkok dikatikan dengan fenomena atau indikator ekonomi yang berkaitan yang telah dijelaskan beberapa dalam penelitian ini.
1.4.2Manfaat bagi Mahasiswa
Bagi mahasiswa, skripsi ini dapat memberi inspirasi untuk membuat judul skripsi yang berhubungan dengan perdagangan internasional. Mahasiswa juga dapat mengembangkan ulang penelitian ini agar kelemahan-kelemahan yang mungkin muncul dalam penelitian dapat hilang atau berkurang.
(30)
2.1.Landasan Teori 2.1.1.Definisi Ekspor
Ekspor secara definisinya adalah barang dan jasa yang dijual ke negara lain. (Mankiw, 2006:546). Pentingnya ekspor bagi sebuah negara karena ekspor merupakan salah satu penentu besarnya pendapatan nasional. Hal ini didasarkan dari cara penghitungan pendapatan nasional dengan metode pengeluaran memiliki persamaan sebagai berikut (Mankiw, 2006:25):
Y=C+I+G+NX………(2.1) Dimana Y adalah GDP atau output, C adalah konsumsi, I adalah investasi dan NX atau (X-M) adalah selisih antara ekspor dengan impor. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kenaikan ekspor akan menambah nilai GDP atau pendapatan nasional sebuah negara.
2.1.2.Pengaruh Inflasi terhadap Ekspor
Inflasi secara definisi adalah kenaikan dalam tingkat harga rata-rata. (Mankiw, 2006:75). Definisi tersebut menunjukkan bahwa yang dimaksudkan dengan harga didalamnya adalah harga faktor produksi. Sementara itu penawaran barang dan jasa sangat bergantung pada faktor produksi seperti yang diperlihatkan dari fungsi produksi Y=F(K,L), dimana Y adalah output, K adalah jumlah modal, dan L adalah jumlah tenaga kerja. (Mankiw, 2006:46). Hubungan negatif antara jumlah faktor produksi dengan harga faktor produksi
(31)
menunjukkan bahwa semakin tingginya harga akan menurunkan jumlah faktor produksi yang selanjutnya akan mengurangi jumlah output termasuk output dari barang-barang yang akan dijual keluar negeri (ekspor). Kesimpulannya adalah inflasi dapat mengurangi ekspor.
2.1.3.Pengaruh Ekspor terhadap Inflasi
Salah satu penyebab inflasi adalah karena tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. (Prasetyo, 2009:198). Sehingga ketika ekspor dikurangi maka jumlah barang yang ditawarkan di dalam negeri akan meningkat dan jika penawaran barang dalam negeri melebihi jumlah barang yang diminta maka harga barang atau inflasi akan menurun.
2.1.4.Pengaruh Inflasi terhadap Tingkat Suku Bunga Negara Lain.
Faktor penyebab terjadinya inflasi disuatu negara adalah imported inflation. Ketika inflasi sebuah negara menyebabkan harga komoditi barang tersebut meningkat dan komoditi tersebut meruapakan barang faktor produksi dinegara yang dituju maka dapat menjadi penyebab terjadinya inflasi di negara yang dituju tersebut. Sehingga salah satu instrumen moneter yang dapat digunakan untuk mengurangi tekanan inflasi di negara tersebut adalah dengan menaikkan tingkat suku bunga.
2.1.5.Pengaruh Tingkat Suku Bunga Terhadap Inflasi Negara Lain
Tingkat suku bunga untuk negara dengan perekonomian terbuka besar atau berpengaruh pada perekonomian dunia dapat mempengaruhi suku bunga negara lain. Hal itu dikarenakan tingkat bunga dunia menentukan tingkat bunga dalam perekonomian terbuka kecil. (Mankiw, 2006:119). Sehingga ketika tingkat suku
(32)
bunga dunia atau negara yang pengaruhnya cukup besar terhadap perekonomian dunia meningkat maka suku bunga negara dengan perekonomian terbuka kecil juga akan ikut meningkat sehingga inflasi di negara tersebut dapat menurun. 2.1.6.Hubungan Tingkat Suku Bunga dengan Ekspor Negara Lain.
Tingkat Suku Bunga negara yang cukup berpengaruh di perekonomian dunia akan diikuti pergerakannya oleh suku bunga negara perekonomian terbuka kecil. Meningkatnya tingkat suku bunga mengurangi arus modal keluar neto yang berarti berkurangnya penawaran dolar di pasar valuta asing sehingga menyebabkan kurs riil mengalami apresiasi dan ekspor neto turun. (Mankiw, 2006:150)
2.1.7.Hubungan Kurs dengan Ekspor
Hubungan kurs dengan ekspor sangat erat, hubungan antara kurs riil dan ekspor neto, semakin rendah kurs, semakin murah harga barang domestik relatif terhadap barang-barang luar negeri, dan semakin besar ekspor neto kita. (Mankiw, 2006:131).
2.1.8.Hubungan Kurs dengan Tingkat Suku Bunga
Kurs dan tingkat suku bunga sangat berhubungan terutama suku bunga dunia atau negara yang suku bunganya berpengaruh besar pada perkonomian dunia. Jika tingkat suku bunga dunia naik maka mengurangi arus modal keluar neto yang berarti berkurangnya penawaran dolar di pasar valuta asing, sehingga menyebabkan kurs riil mengalami apresiasi dan ekspor neto turun. (Mankiw, 2006:150).
(33)
2.1.9.Hubungan Kurs dengan Inflasi
Besarnya nilai kurs nominal tergantung pada nilai kurs riil dan rasio tingkat harga, sehingga jika tingkat harga domestik meningkat maka kurs nominal akan turun. (Mankiw, 2006:135)
2.1.10.Inflasi
1. Definisi dan Jenis Inflasi
Inflasi merupakan proses kecenderungan kenaikan harga-harga umum barang-barang dan jasa secara terus menerus. (Prasetyo, 2009:195). Ada empat jenis inflasi berdasarkan penyebabnya, yaitu (Prasetyo, 2009:198-200):
1) Daya Tarik Permintaan (Demand Pull Inflation)
Demand Pull Inflation, yaitu inflasi yang disebabkan karena adanya daya tarik dari permintaan masyarakat akan berbagai barang yang terlalu kuat. Faktor Penyebab demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya.
2) Daya Dorong Penawaran (Cost Push Inflation)
Cost push inflation, yaitu inflasi yang disebabkan karena adanya goncangan atau dorongan kenaikan biaya faktor-faktor produksi secara terus menerus dalam kurun waktu tertentu.
2.1.11.Definisi Suku Bunga
Suku bunga (interest rate) adalah biaya pinjaman atau harga yang dibayarkan untuk dana pinjaman tersebut (biasanya dinyatakan sebagai presentase dari $100 per tahun). (Mishkin, 2008:4)
(34)
2.2.Penelitian Terdahulu
Ada beberapa penelitian terhadulu yang berkaitan dengan penelitian ini dan untuk mempermudah pembaca maka dibuat tabel berikut:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Judul
Penelitian Peneliti PenelitianVariabel PenelitianMetode Hasil Analisis FDI, Inflation,
Exchange Rate And Growth In Ghana: Evidence From Causality And Cointegrated Analysis Emmanuel Amoah, M. Phil, Eric Nyarko, M. Phil,dan Kwabena Asare, M.Phil Foreign Direct Invesment (FDI), inflasi, nilai tukar, Growth Domestic Product (GDP). Uji Augmented Dickey Fuller, uji KPPS dan uji granger causality. (1) Terdapat kointegrasi antara GDP dengan variabel makroekonomi yang dipilih dalam penelitian dan mengindikasikan terdapat hubungan jangka panjang. (2) Nilai Tukar dan FDI memiliki pengaruh negatif terhadap GDP dalam jangka panjang, dan inflasi(CPI) memiliki pengaruh positif terhadap GDP. (3) Terdapat hubungan satu arah tingkat pertumbuhan GDP dengan nilai tukar, hubungan dua arah antara tingkat inflasi dengan nilai tukar, hubungan dua arah antara inflasi dengan GDP, dan tidak ada
(35)
kausalitas antara FDI dengan tingkat inflasi, nilai tukar dan GDP. Determinants of Export Performance in Tanzania Manamba
EPAPHRA GDP real perkapita, trade liberization, nilai tukar real, ekspor, official development assistance, dummy variabel(0 untuk 1966-1997 dan 1 untuk 1998-2015) Uji stasioner Augmented Dickey Fuller, Uji kointegrasi engle-granger, error correction model.
(1) GDP real perkapita, trade liberization, nilai tukar real memberi pengaruh positif terhadap ekspor, (2) Terdapat hubungan kausalitas antara ekspor dengan pertumbuhan ekonomi, (3) Terdapat hubungan kausalitas GDP real menyebabkan ekspor namun tidak sebaliknya, (4) Inflasi memiliki pengaruh negatif terhadap ekspor,dll Hubungan
Antara BI Rate dan Inflasi Pendekatan Kausalitas Toda-Yamamoto Banu
Yodiatmaja BI Rate dan Inflasi Kausalitas Toda-Yamamoto
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan kausal antara BI Rate dan inflasi yaitu BI Rate
mempengaruhi inflasi dan inflasi mempengaruhi BI Rate dalam lag 2. Ini artinya bahwa BI Rate mampu menjadi instrumen kebijakan moneter yang baik bagi
(36)
perekonomian Indonesia mengingat ke -mampuannya untuk
menyebabkan perubahan inflasi dimasa yang akan datang. Pengaruh Inflasi dan Investasi Terhadap Nilai Tukar Rupiah
Istiqomah Nilai tukar rupiah terhadap dollar, Inflasi, Penanaman Modal Dalam Negeri Langsung, Investasi Langsung Luar Negeri (FDI), dan juga variabel Dummy Metode OLS atau Ordinary Least Square (1) Inflasi, investasi asing langsung dan dummy krisis memiliki pengaruh positif terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia secara signifikan. (2) Investasi langsung dalam negeri tidak signifikan berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia. The Influence of Exchange Rate on Indonesia’s Exports Ari Mulianta
Ginting Ekspor, Nilai Tukar dan GDP
Error correction model (ECM)
Nilai tukar dalam jangka panjang dan jangka pendek signifikan memiliki pengaruh negatif terhadap ekspor Indonesia. Pengaruh Jumlah Nilai Ekspor, Impor dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Nilai Tukar dan Daya Beli Miranti Sedyaningru m, Suhadak,dan Nila Firdausi Nuzula Ekspor, impor, pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat, dan nilai tukar. Metode analisis regresi linear berganda. (1) Secara simultan ekspor, impor, dan pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai tukar dan daya
(37)
Masyarakat di Indonesia Studi Pada Bank Indonesia Periode Tahun 2006:IV-2015:III beli.
(2) Secara parsial variabel ekspor memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai tukar,
(3) Secara parsial variabel ekspor dan impor juga memiliki pengaruh signifikan terhadap daya beli. Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Nilai Tukar Rupiah Studi pada Bank Indonesia Periode Tahun 2003-2012 Roshinta Puspitaningr um, Suhadak, dan Zahroh Z.A Tingkat inflasi, tingkat suku bunga SBI,pertumbu han ekonomi, dan nilai tukar Rupiah
Metode analisis regresi berganda.
(1) tingkat inflasi, tingkat suku bunga SBI, dan pertumbuhan ekonomi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar Rupiah, (2) variabel tingkat inflasi dan tingkat suku bunga SBI berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar Rupiah. (3) variabel pertumbuhan ekonomi secara parsial menunjukkan tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar Rupiah.
(38)
2.3.Kerangka Penelitian
Gambar 2.1 Kerangka Penelitian
Jika mengkaji kondisi ekspor Indonesia ke Tiongkok maka ditemukan beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi ekspor Indonesia ke Tiongkok seperti tingkat inflasi Indonesia, tingkat suku bunga Tiongkok, dan nilai tukar Rupiah Indonesia terhadap Yuan China. Maka peneliti ingin mengetahui
Ekspor Indonesia ke Tiongkok Menurun
Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Indonesia ke Tiongkok
Nilai Tukar Rupiah Indonesia
terhadap Yuan China Tingkat
Suku Bunga Tiongkok
Tingkat Inflasi Indonesia
Uji Stasioner
Mengetahui Stasioner Data
Uji Kointegrasi
Mengetahui Kointegrasi Variabel Uji Kausalitas Granger
Mengetahui Kausalitas antar Variabel
Kesimpulan
Saran Kebijakan untuk Pemerintah Total Nilai
Ekspor Indonesia ke
Tiongkok
(39)
hubungan antar variabel yang mempengaruhi total nillai ekspor Indonesia ke Tiongkok.Maka dilakukan uji stasioner untuk mengetahui stasionarian data. Jika data tidak stasioner pada tingkat level maka terindikasi terdapat kointegrasi dalam jangka panjang maka dilakukakn uji kointegrasi. Selanjutnya setelah diketahui bahwa terdapat kointegrasi maka dilakukan uji kausalitas untuk mengetahui hubungan kausalitas antar variabel. Hasil uji kausalitas kemudian disimpulkan dan dengan kesimpulan yang didapat peneliti memberikan saran atas hasil penelitian ini.
2.4.Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangkan penelitian maka hipotesis untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan kausalitas antara total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok dengan tingkat inflasi Indonesia.
2. Terdapat hubungan kausalitas antara total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok dengan tingkat suku bunga Tiongkok.
3. Terdapat hubungan kausalitas antara total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok dengan nilai tukar Rupiah Indonesia terhadap Yuan China.
(40)
3.1.Jenis Penelitian
Penelitian ini yang diolah adalah data sekunder berupa skor atau nilai. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif. Berbeda dengan penelitian kualitatif yang menyimpulkan hasil penelitian tanpa perlu menggunakan olah data dari nilai atau skor, penelitian kuantitatif memerlukan data berupa nilai ataupun skor dalam menyimpulkan penelitiannya yang sebelumnya dilakukan pengolahan.
3.2.Variabel Penelitian
Penelitian ini tidak membagi jenis variabel menjadi dua jenis variabel independent dan variabel dependent. Variabel yang digunakan adalah variabel tingkat inflasi Indonesia, variabel tingkat suku bunga Tiongkok, kurs tengah nilai tukar rupiah Indonesia terhadap yuan Tiongkok dan variabel total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok.
3.3.Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data sekunder . Metode atau teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pengumpulan data arsip. Data sekunder didapatkan dari beberapa sumber seperti website lembaga pemerintah atau lembaga independent seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Kementrian Perdagangan (Kemendag), Bank Indonesia(Bank Indonesia) dan beberapa website lain seperti www.ieconomics.com ataupun
(41)
www.tradingeconomic.com sebagai website yang menyajikan data salah satunya dari People Bank of China.
3.4.Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan alat analisis granger causality. Kausalitas adalah hubungan dua arah. (Widarjono, 2009:223). Uji granger causality digunakan untuk mengetahui hubungan kausalitas antar variabel. Model persamaan kausalitas granger dapat ditulis sebagai berikut (Widarjono, 2009:223) :
� = ∑= �− + ∑= �− + � � ………...(3.1) �= ∑ = �− + ∑= � �− + � � ………..(3.2)
Selanjutnya untuk menyelesaikan persamaan diatas maka ada dua persamaan untuk menjelaskan variabel X mempengaruhi Y dan sebaliknya dua persamaan juga untuk menjelaskan variabel Y mempengaruhi X. Dua Persamaan untuk menjelaskan variabel Y mempengaruihi X adalah sebagai berikut (Widarjono, 2009:223):
Persamaan unrestricted
� = ∑= �− + ∑= �− + � � ………..(3.3)
Persamaan restricted
� = ∑= �− + � � ……….………..(3.4)
Dua Persamaan untuk menjelaskan variabel X mempengaruhi Y adalah sebagai berikut (Widarjono, 2009:223):
Persamaan unrestricted
�= ∑ = �− + ∑= � �− + � � ………..(3.5)
(42)
�= ∑ = �− + � � ………..(3.6)
Langkah berikutnya untuk mengetahui hubungan kausal antar variabel X dan Y digunakan uji F. Nilai F hitung diperoleh dari formula sebagai berikut (Widarjono, 2009:224):
� = � − � �− ��
�� ………...(3.7)
Keterangan :
RSSR adalah residual sum of squares persamaan restricted.
RSSUR adalah residual sum of squares persamaan unrestricted.
n adalah jumlah observasi. m adalah jumlah lag.
k adalah parameter yang diestimasi di dalam persamaan unrestricted.
Hasil uji F jika nilai F hitung lebih besar dari F table maka variabel Y mempengaruhi variabel X atau sebaliknya. Selain itu dapat pula menggunakan nilai probability, jika nilai probability lebih kecil dari nilai α (alpha) maka variabel Y mempengaruhi variabel X atau sebaliknya.
3.5.Definisi Operasional Variabel
1. Total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok
Total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok yang dimaksud disini adalah total nilai ekspor Indonesia dari seluruh komoditi migas ataupun non migas yang di ekspor Indonesia ke negara Tiongkok. Data berupa data bulanan dari bulan November 2011 hingga November 2016.
2. Nilai Tukar Rupiah Indonesia terhadap Yuan China
(43)
kurs jual dari mata uang Rupiah Indonesia dikonversi ke Yuan China yang dijumlahkan kemudian dibagi dua. Data berupa data bulanan dari bulan November 2011 hingga November 2016.
3. Suku Bunga Dasar Tiongkok
Suku bunga dasar Tiongkok disini adalah salah satu instrument moneter Tiongkok. Data berupa data bulanan dari bulan November 2011 hingga November 2016.
4. Inflasi Indonesia
Inflasi Indonesia disini adalah tingkat inflasi yang dicari berdasarkan indeks harga konsumen. Data berupa data bulanan dari bulan November 2011 hingga November 2016.
3.6.Uji Stasioner
Uji Stasioner digunakan untuk mengetahui stasioner atau tidaknya sebuah data. Ada beberapa cara uji yang dapat digunakan dalam uji stasioner, dan uji stasioner yang paling umum digunakan adalah uji stasioner dengan cara Augmented Dickey Fuller. Adapun formulasi untuk ADF adalah sebagai berikut (Widarjono, A, 2009:319)::
∆Yt = γYt-1+∑�= β ∆ �− + �� ………...(3.8)
∆Yt = a0+ γYt-1+∑�= β ∆ �− + �� ………(3.9)
∆Yt = a0+ a1T+ γYt-1+∑�= β ∆ �− + �� ………..(3.10)
dimana :
Y adalah variabel yang diamati ∆Yt adalah Yt-Yt-1
(44)
T adalah trend waktu
Jika nilai ADF statistik lebih dari nilai McKinon maka data stasioner dan jika nilai ADF statistik kurang dari nilai McKinon maka data tidak stasioner. Nilai ADF statistik didapatkan dari nilai γYt-1.
3.7.Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi digunakan untuk melihat kointegrasi dalam antar variabel. Ada beberapa uji kointegrasi seperti uji kointegrasi Engle-Granger, uji Cointegrating Regression Durbin Watson (CRDW), dan uji Johansen. Penelitian ini akan menggunakan uji johansen. Untuk menjelaskan uji dari Johansen kita perhatikan mdel autoregresif dengan order p berikut ini (Widarjono, A, 2009:328):
� = �− + ⋯ + � �−�+ �+ �� ………(3.11)
Dimana Yt adalah vector k dari variabel I(1) non-stasioner, Xt adalah vector d
dari variabel determanistik dan et merupakan vektor inovasi. Persamaan kita tulis kembali menjadi (Widarjono, 2009:328)::
�= ∑�−= �− + Π �− + �+ �� ………(3.12)
Dimana Π = ∑�= − �dan = − ∑�= + ………(3.13) Hubungan jangka panjang (kointegrasi) dijelaskan di dalam matrik dari sejumlah p variabel. Ketika 0 < rank = r < (Π) = r<p maka Π terdiri dari matrik Q dan R dengan demensi p x r sehingga Π = QR’. Matrik R terdiri dari r, 0,r,p vector kointegrasi sedangkan Q merupakan matrik vektor parameter error correction. Johansen menyarankan estimator maximum likehood untuk Q dan R dan uji statistic untuk menentukan vector kointegrasi r. Ada tidaknya kointegrasi didasarkan pada uji likehood ratio (LR). Jika nilai hitung LR lebih besar dari nilai kritis LR maka
(45)
kita menerima adanya kointegrasi sejumlah variabel dan sebalikny jika nilai hitung LR lebih kecil dari nilai kritisnya maka tidak ada kointegrasi (Widarjono, 2009:328-329).
(46)
4.1.Perkembangan Kondisi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif baik sebelum tahun 2013 seperti yang ditunjukkan pada tahun 2011 dan 2012. Pada tahun tersebut pertumbuhan ekonomi didukung oleh iklim investasi yang baik, kuatnya kegiatan konsumsi dan kegiatan ekspor.
Tahun 2011 perekonomian masih tergolong stabil dengan kegiatan konsumsi rumah tangga menguat selaras dengan meningkatnya pendapatan penduduk yang mendongkrak daya beli masyarakat. Sedangkan kegiatan ekspor semakin baik dengan adanya diversifikasi pasar tujuan ekspor serta kondisi pertumbuhan ekonomi pada negara tujuan ekspor seperti China dan Amerika. Namun tekanan perlambatan ekonomi global dari adanya krisis pada negara-negara maju di kawasan Eropa dan juga masih belum membaiknya perekonomian Amerika Serikat semakin menjalar efeknya pada perekonomian Indonesia terutama ekspor Indonesia yang menurun di tahun berikutnya. Adanya perbaikan Amerika Serikat bukan semakin memperbaiki kondisi perlambatan ekonomi global justru memberi dampak buruk karena munculnya isu tappering off yang pada akhirnya benar-benar dilaksanakan ditahun 2014. efek dari isu tappering off sendiri berimbas pada aliran modal keluar yang meningkat.
Tahun 2014 diisi dengan melambatnya investasi dan menurunnya kegiatan ekspor, sehingga pemerintah dan Bank Indonesia memberi beberapa kebijakan
(47)
seperti reformasi pada sektor pertambangan guna meningkatkan nilai tambah terkait kondisi ekspor yang kurang baik karena adanya penurunan harga komoditas dan berkurangnya serapan barang ekspor dari Indonesia oleh negara emerging market. Selain itu kebijakan-kebijakan lain seperti penghematan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) , menaikan BI Rate guna menanggapi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), dan kebijakan lain untuk menstabilkan kondisi perekonomian.
Dengan kebijakan tersebut kondisi perekonomian mulai terlihat ada perbaikan pada paruh kedua tahun 2015 terlihat dari belanja pemerintah yang meningkat, kondisi inflasi yang berada pada kisaran sasaran inflasi, menurunnya impor migas dan non migas seiring dengan depresiasi rupiah dan menurunnya permintaan domestik. Walaupun jika dilihat secara keseluruhan kondisi perekonomian Indonesia pada tahun 2015 masih tergolong melemah jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 4,8% (yoy) menurun jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi 2014 yang mencapai 5,0% (yoy).
4.2.Perkembangan Inflasi di Indonesia
Selama tahun 2011 hingga tahun 2015 kondisi inflasi mendapat tekanan dari harga komoditi global. Harga komoditi global sempat mengalami peningkatan dan mempengaruhi peningkatan inflasi Indonesia ditahun 2011 dan 2012.
Selain gejolak perekonomian global, tekanan terhadap inflasi Indonesia juga datang dari dalam negeri seperti gangguan pasokan pangan serta kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Gangguan pasokan pangan disebabkan oleh adanya gangguan iklim dan hambatan distribusi. Sedangkan kenaikan harga Bahan Bakar
(48)
Minyak disebabkan oleh pasokan minyak yang berkurang akibat sumur-sumur minyak mentah yang sudah tua ataupun adanya reformasi subsidi. Selain Bahan Bakar Minyak, imbas adanya reformasi subsidi dirasakan pada kenaikan harga Liquefied Proteleum Gas (LPG), dan Tarif Tenaga Listrik.
Perkembangan inflasi semakin baik seiring dengan berkurangnya tekanan inflasi dari luar. Kondisi perekonomian global yang sebelumnya memberi tekanan terhadap harga barang di Indonesia berubah seiring dengan krisis negara-negara maju. Adanya krisis negara maju kemudian berimbas pada perlambatan ekonomi dunia termasuk harga komoditi barang dunia. Dengan turunnya harga ekonomi global maka tekanan inflasi dari luar juga ikut semakin berkurang. Efek lain dengan adanya perlambatan ekonomi global adalah permintaan domestik yang menurun seperti yang terjadi di tahun 2015, sehingga semakin menurunkan tekanan inflasi. 4.3.Perkembangan Kondisi Neraca Perdagangan Indonesia
Neraca perdagangan Indonesia selama tahun 2011 hingga tahun 2015 cukup berfluktuasi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi fluktuasi neraca perdagangan Indonesia salah satunya adalah perlambatan ekonomi global. Perlambatan ekonomi global yang telah terjadi beberapa tahun kebelakang memberi efek kepada sisi impor ataupun ekspor Indonesia. Perlambatan ekonomi global menyebabkan turunnya permintaan beberapa komoditi barang yang selanjutnya memberi efek pada turunnya permintaan impor ataupun ekspor.
Namun tidak seluruh komoditi barang mengalami penurunan, salah satunya adalah komoditi minyak pada tahun 2013 yang permintaan domestiknya meningkat. Hal tersebut berakibat buruk pada turunnya ekspor migas Indonesia karena
(49)
turunnya permintaan domestik akan minyak diikuti oleh penurunan tingkat produksi minyak.
Selain itu efek berikutnya dari perlambatan ekonomi global adalah turunnya harga komoditi barang. Hal tersebut berpengaruh pada turunnya nilai ekspor ataupun impor. Perkembangan neraca perdagangan Indonesia semakin membaik tahun 2015.
4.4.Gambaran kondisi ekspor Indonesia
Perkembangan ekspor Indonesia selama lima tahun kebelakang mendapatkan tekanan dari perekonomian dunia seperti penurunan permintaan barang ekspor dari Indonesia dan penurunan harga komoditi. Sebelum tahun 2013 kondisi harga komoditi global masih pada kisaran yang baik untuk kegiatan ekspor Indonesia, bahkan ekspor sebagai sektor penopang pertumbuhan ekonomi. Namun seiring dengan krisis negara maju yang belum dapat diatasi pada saat itu, membuat harga komoditi terus menurun dan berakibat pada turunnya nilai beberapa barang ekspor Indonesia.
Walaupun secara nilai kedua sektor migas ataupun non migas mengalami peningkatan namun untuk sektor migas peningkatan nilai tidak diikuti oleh kenaikan volume yang justru mengalami penurunan saat itu. Penurunan pada sektor migas terus berlanjut hingga tahun 2014. Masalah struktural pasa sektor migas seperti produksi minyak yang menurun akibat belum diperbaharuinya kilang minyak yang sudah tua menjadi penyebab turunnya nilai ekspor migas. Namun dengan bertambahnya lifting minyak, kondisi ekspor migas semakin membaik ditahun 2015.
(50)
Selain komoditi minyak, penurunan volume ekspor juga sempat terjadi pada komoditi pertambangan. Penurunan ini terjadi karena adanya kebijakan yang mengatur ekspor pertambangan
Sedangkan pada sektor non migas yang lain, komoditi manufaktur untuk beberapa bulan menunjukkan adanya peningkatan ditengah perlambatan ekonomi global yang mengakibatkan penurunan permintaan ekspor. Peningkatan permintaan ekspor manufaktur dari Indonesia terutama diakibatkan oleh kenaikan permintaan dari Amerika Serikat. Berbeda dengan negara tujuan ekspor Indonesia yang mengalami perlambatan ekonomi, perekonomian Amerika justru mengalami peningkatan dan menjadi salah satu penyebab perlambatan ekonomi global karena kebijakan tappering off nya.
Perkembangan komoditi ekspor manufaktur mengalami penurunan di tahun 2015, selain itu komoditi migas masih mengalami tekanan karena turunnya nilai ekspor minyak. Turunnya ekspor minyak lebih disebabkan karena penurunan harga akibat pasokan minyak dunia yang melimpah. Komoditi yang perkembangannya mengalami peningkatan adalah pertanian. Perkembangan terbaru ditahun 2015 menunjukkan perlambatan ekonomi global masih menjadi masalah turunnya ekspor Indonesia karena perlambatan ekonomi global mengakibatkan turunnya permintaan ataupun harga komoditi ekspor Indonesia.
4.5.Tiga Negara dengan Pangsa Ekspor Terbesar Indonesia
Ada tiga negara tujuan ekspor Indonesia dengan pangsa ekspor terbesar yaitu Amerika Serikat, Jepang dan Tiongkok. Semuanya memiliki kondisi perekonomian yang berbeda-beda dan dari tiga negara tersebut, kondisi ekspor Indonesia paling
(51)
baik ditunjukkan oleh ekspor Indonesia ke negara Amerika Serikat seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian Amerika Serikat pasca krisis. Komoditi ekspor yang terlihat meningkat atas membaiknya perekonomian Amerika Serikat adalah ekspor manufaktur Indonesia.
Sedangkan Jepang mengalami penurunan cukup dalam dibanding awal tahun 2011. Penyebabnya adalah turunnya nilai ekspor migas Indonesia ke Jepang. Walau pada tahun 2011 bencana alam tsunami yang dialami Jepang sempat meningkatkan permintaan impor energi Jepang namun kondisi tersebut berubah seiring dengan melemahnya permintaan minyak dunia yang mengakibatkan turunya harga minyak dunia. Selain penurunan permintaan minyak dunia, semakin banyaknnya pasokan minyak dunia yang disumbang oleh beberapa negara seperti Arab Saudi dan Amerika Serikat juga menjadi salah satu penyebab turunnya harga minyak dunia. Tidak hanya penurunan harga minyak yang menjadi penyebab turunnya nilai ekspor miyak Indonesia, turunnya volume ekspor minyak juga ikut berperan dalam hal tersebut. Adanya kendala teknis dan operasional lapngan menyebabkan turunnya produksi minyak yang berpengaruh pula pada turunnya ekspor minyak.
Selain Jepang, trend penurunan ekspor juga dialami pada nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok. Hal ini disebabkan oleh kondisi perekonomian Tiongkok yang melambat diakibatkan salah satunya oleh reblancing economy Tiongkok. Komoditi ekspor Indonesia yang cukup terkena dampak perlambatan perekonomian Tiongkok adalah komoditi ekspor batu bara. Hal tersebut semakin diperparah dengan kebijakan pemerintah Tiongkok untuk mengurangi penggunaan batu bara dikarenakan polusi udara Tiongkok yang semakin parah saat itu.
(52)
4.6.Perkembangan Ekspor Indonesia ke Tiongkok
Indonesia memiliki beberapa komoditi ekspor utama yang diekspor ke Tiongkok. Beberapa komoditi ekspor utama Indonesia yang diekspor ke Tiongkok adalah dari komoditi minyak nabati, karet, TPT, baturbara, dll. Dari beberapa komoditi utama ekspor tersebut, peningkatan permintaan sangat terlihat dari ekspor minyak nabati. Namun ditahun 2016 ekspor minyak nabati terkendala oleh penurunan produk kelapa sawit ditengah permintaan ekspor minyak nabati yang meningkat oleh Tiongkok.
Peningkatan permintaan ekspor minyak nabati oleh Tiongkok berbanding terbalik dengan permintaan ekspor komoditi batubara dan karet olahan oleh Tiongkok yang menurun. Ada beberapa penyebab turunnya ekspor komoditi batubara ke Tiongkok yaitu perlambatan ekonomi Tiongkok, industri di Tiongkok yang kurang mendapat pinjaman, melambatnya kinerja industri, pembatasan impor batubara kualitas rendah, usaha pemerintah Tiongkok untuk mengganti energi alternatif sebagai bahan bakar pembangkit listrik di Tiongkok, dan usaha pemerintah Tiongkok dalam mengurangi polusi udara di Tiongkok.
Nilai ekspor batubara ke Tiongkok semakin parah dengan turunnya harga batubara dunia. Penyebab turunnya harga batubara itu sendiri adalah turunnya permintaan batubara Tiongkok. Besarnya pengaruh turunnya permintaan Tiongkok terhadap harga komoditi batubara dikarenakan hampir setengah suplai batubara diserap oleh Tiongkok.
Pengaruh Tiongkok terhadap harga komoditi dunia selain pada harga komoditi batubara juga terjadi pada komoditi karet. Turunnya permintaan karet olahan dari
(53)
industri ban Tiongkok menjadi salah satu penyebab turunnya harga komoditi karet Indonesia.
Tantangan ekspor Indonesia ke Tiongkok kedepan masih diwarnai dengan permasalahan perlambatan ekonomi Tiongkok dan harga beberapa komoditi dunia walaupun harga komoditi batubara menunjukkan adanya peningkatan diakhir tahun 2016.
4.7.Perkembangan Perekonomian Tiongkok
Perekonomian Tiongkok dalam beberapa dekade mengalami perlambatan. Pada tahun 2011 perlambatan ekonomi Tiongkok disebabkan oleh beberapa kebijakan moneter Tiongkok untuk meredam inflasi yang cukup tinggi pada saat itu dan pada sisi eksternal kondisi krisis utang Eropa memberi dampak menurunnya ekspor Tiongkok. Kebijakan moneter kemudian menjadi longgar setelah kondisi inflasi pada tahun 2011 terlihat mereda ditahun 2012. Pelonggaran ini juga merupakan respon dari melemahnya pasar properti dan tekanan perekonomian global seperti krisis utang Eropa dan masih belum membaiknya perekonomian Amerika Serikat yang menyebabkan perlambatan ekonomi global termasuk Tiongkok.
Selain itu tekanan dari negara maju di Eropa dan Amerika Serikat, tekanan juga datang dari kondisi dalam negeri. Proses rebalancing economy untuk merubah struktur ekonomi Tiongkok yang bertumpu pada investasi dan ekspor menjadi bertumpu pada konsumsi domestik memberi dampak berupa perlambatan ekonomi Tiongkok. Proses rebalancing economy juga didukung dengan upaya pemerintah yang ditunjukkan dalam pertemuan ke-18 Partai Komunis China yang
(54)
diselenggarakan pada 9-12 November 2013 dengan mengeluarkan agenda reformasi struktural.
Walaupun rebalancing economy menyebabkan perlambatan ekonomi Tiongkok, namun pemerintah Tiongkok menjaga agar tidak mengalami hard landing sebagai salah satu kemungkinan efek dari rebalancing economy dalam jangka pendek. Usaha yang ditempuh pemerintah Tiongkok adalah pelonggaran likuiditas dan peningkatan stimulus.
Pada tahun 2015 kondisi struktur ekonomi yang dulu proporsinya didominasi oleh sektor manufaktur mulai mengalami penggeseran oleh sektor jasa. Hal ini sesuai dengan upaya rebalancing economy Tiongkok dan merupakan gejala alamiah dari pasca industrialisasi. Sejalan dengan rebalancing economy Tiongkok, kondisi ekonomi Tiongkok dalam jangka pendek masih terlihat melambat. Upaya pemerintah dalam menahan perlambatan yang lebih dalam masih tetap dilakukan namun utang pemerintah yang meningkat menyebabkan stimulus pemerintah tertahan.
Rata-rata kondisi perkonomian Tiongkok selama lima tahun kebelakang ekonomi melambat. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kondisi ekonomi Tiongkok melambat seperti pelemahan perekonomian global dan konsekuensi dari adanya rebalancing economy Tiongkok.
4.8.Hasil Uji Stasioner
Uji stasioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji stasioner Augmented Dickey Fuller. Jika ditemukan stasioner pada data di tingkat level maka pengujian akan diulang kembali di tingkat differenece. Hasil pengujian stasioner
(55)
pada tingkat level adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1
Uji Unit Root Augmented Dickey Fuller
Dengan Trend dan Intersep
Critical
Value Variabel
EKS INF INT KURS
1% -4.118444 -4.121303 -4.118444 -4.118444 5% -3.486509 -3.487845 -3.486509 -3.486509 10% -3.171541 -3.172314 -3.171541 -3.171541
ADF-Stat -3.980978 -2.276629 -1.299064 0.063744 Sumber : Hasil Olah Eviews7
Dari tiga variabel yang diuji hanya variabel EKS (total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok) yang stasioner pada critival value 5% namun terbukti tidak stasioner pada critical value 1% yang mana nilai Augmented Dickey Fuller Statistic nya menunjukkan nilai lebih kecil dibandingkan nilai critical value, karena seluruh variabel terbukti terdapat unit root atau tidak stasioner maka variabel tersebut akan diuji lagi dengan tingkat first difference yang hasilnya adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2
Uji Unit Root Augmented Dickey Fuller
Dengan Trend dan Intersep
Critical
Value Variabel
EKS INF INT KURS
1% -4.121303 -4.124265 -4.124265 -4.121303 5% -3.487845 -3.489228 -3.489228 -3.487845 10% -3.172314 -3.173114 -3.173114 -3.172314
ADF-Stat -9.663794 -6.027184 -4.096271 -5.898817 Sumber : Hasil olah Eviews7
(56)
Hasil uji unit root pada tingkat first difference ditemukan bahwa ketiga variabel yaitu INT (Tingkat Suku Bunga Tiongkok), KURS (Nilai Tukar Rupiah Indonesia terhadap Yuan China), dan INF (Tingkat Inflasi Indonesia) sudah tidak terdapat unit root pada critical value 5% atau data stasioner. Nilai ADF statistik untuk variabel EKS atau total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok sebesar -9.663794 lebih besar dari critical value 5% sebesar -3.487845. Nilai ADF statistik untuk variabel INF atau tingkat inflasi Indonesia sebesar -6.027184 lebih besar dari critical value 5% sebesar -3.489228. Nilai ADF statistik untuk variabel INT atau tingkat suku bunga dasar Tiongkok sebesar -4.096271 lebih besar dari critical value 5% sebesar -3.489228. Nilai ADF statistik untuk variabel KURS atau Kurs Tengah mata uang Rupiah Indonesia terhadap Yuan Tiongkok sebesar -5.898817 lebih besar dari critical value 5% sebesar -3.487845.
4.9.Hasil Uji Kointegrasi
Pengujian kointegrasi Johansen dengan menggunakan aplikasi EViews 7 dengan kelemban 1 didapatkan hasil uji trace statistic menunjukkan terdapat satu kointegrasi pada tingkat α 5% dimana nilai trace statistic sebesar 51.16971 lebih besar dari nilai critical value-nya sebesar 47.85613. Hal tersebut menunjukkan bahwa antara total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok, tingkat suku bunga Tiongkok, tingkat inflasi Indonesia, dan nilai tukar Rupiah Indonesia terhadap Yuan China terdapat hubungan kointegrasi pada lag 1.
4.10.Hasil Uji Kausalitas Granger
Hasil Uji kausalitas granger dengan lag 1 (penentuan lag berdasarkan SIC) menggunakan aplikasi Eviews 7 menunjukkan hasil sebagai berikut :
(57)
Tabel 4.3
Hasil Uji Kausalitas Granger
Nilai
Proba-bility Keputusan Hubungan
0.7219 INF tidak menyebabkan perubahan EKS
Tidak Ada 0.3787 EKS tidak menyebabkan perubahan INF
0.1157 INT tidak menyebabkan perubahan EKS
Satu Arah 0.0246 EKS menyebabkan perubahan INT
0.0099 KURS menyebabkan perubahan EKS
Satu Arah 0.5653 EKS tidak menyebabkan perubahan KURS
0.1249 INT tidak menyebabkan perubahan INF
Tidak Ada 0.5581 INF tidak menyebabkan perubahan INT
0.2270 KURS tidak menyebabkan perubahan INF
Satu Arah 0.0012 INF menyebabkan perubahan KURS
0.0260 KURS menyebabkan perubahan INT
Satu Arah 0.0536 INT tidak menyebabkan perubahan EKS
Sumber : Hasil Olah Data Eviews7
Hasil uji hubungan kausalitas antara variabel INF (tingkat inflasi Indonesia) dan EKS (total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok) tidak menunjukkan adanya hubungan. Hal yang sama juga terjadi antara variabel INF dengan variabel INT (tingkat suku bunga dasar Tiongkok). Hasil uji kausalitas granger juga m,enunjukkan bahwa hubungan kausalitas dua arah tidak terjadi antar variabel yang diuji, namun terjadi empat hubungan satu arah yaitu variabel EKS menyebabkan perubahan variabel INT, variabel KURS (Nilai Tukar Rupiah Indonesia terhadap Yuan China) menyebabkan perubahan EKS, Variabel INF menyebabkan perubahan KURS dan variabel KURS menyebabkan perubahan variabel INT.
(58)
4.11.Hubungan Kausalitas antara Tingkat Inflasi Indonesia dengan Total Nilai Ekspor Indonesia ke Tiongkok
Hasil olah data menggunakan uji kausalitas granger menunjukkan total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok tidak terdapat hubungan kausalitas dengan tingkat inflasi Indonesia. Jika dilihat dari pola data, trend data tingkat inflasi Indonesia berfluktuasi seperti total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok, namun yang jadi perbedaan disini adalah fluktuasi yang terjadi pada total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok lebih sering terjadi dibanding tingkat inflasi Indonesia dan trend penurunan lebih terlihat pada total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok dibanding dengan tingkat inflasi Indonesia, hal tersebut menjadi alasan tidak adanya hubungan kausalitas antara tingkat inflasi dengan total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok. Hal tersebut tidak sesuai dengan jurnal berjudul “Determinants of Export Performance in Tanzania” (EPAPHRA, 2016) yang menemukan bahwa inflasi memiliki pengaruh negatif terhadap ekspor. Secara teori inflasi akan menaikkan biaya faktor produksi dan dapat menyebabkan perubahan jumlah barang yang akan diproduksi termasuk barang ekspor.
(59)
Gambar 4.1 Total Nilai Ekspor Indonesia ke Tiongkok Januari 2011 – Mei 2016
Gambar 4.2 Tingkat Inflasi Indonesia Januari 2011-Mei 2016
Jika dilihat dari kondisi empirisnya tingkat inflasi Indonesia pada tahun 2013 hingga masuk tahun 2014 menurun lebih dikarenakan oleh pengaruh perlambatan ekonomi dunia yang terjadi pada saat itu yang mengakibatkan tekanan imported inflation menurun dan bukan karena ekspor Indonesia ke Tiongkok. Sedangkan perubahan total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok lebih dsebabkan oleh turunnya volume ekspor seperti komoditi batubara dan karet karena kebijakan pembatasan
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
11/11 02/12 05/12 08/12 11/12 02/13 05/13 08
/13
11/13 02/14 05/14 08/14 11/14 02/15 05
/15
08/15 11/15 02/16 05/16
Total Nilai Ekspor Indonesia ke Tiongkok
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11/11 02/12 05/12 08
/12
11/12 02/13 05/13 08/13 11/13 02/14 05/14 08/14 11/14 02/15 05/15 08/15 11/15 02/16 05/16
(60)
batu bara atau permintaan yang berkurang dari industri ban Tiongkok oleh karena itu tidak terdapat hubungan kausalitas antara tingkat inflasi dengan total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok.
4.12.Hubungan Kausalitas antara Total Nilai Ekspor Indonesia ke Tiongkok dengan Tingkat Suku Bunga Tiongkok
Hasil olah data menggunakan uji kausalitas granger menunjukkan nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok menyebabkan perubahan tingkat suku bunga Tiongkok. Hal tersebut tidak sesuai teori karena, meningkatnya tingkat suku bunga mengurangi arus modal keluar neto yang berarti berkurangnya penawaran dolar di pasar valuta asing sehingga menyebabkan kurs riil mengalami apresiasi dan ekspor neto turun. (Mankiw, 2006:150)
Namun kegiatan ekspor yang meningkat dan mampu memberi surplus perdagangan dapat meningkatkan kurs nominal sebuah negara artinya harga barang di negara tersebut relatif mahal dibanding barang luar negeri (Tiongkok). Jika inflasi Tiongkok turun dan tidak sesuai target maka untuk meningkatkannya dapat menggunakan instrumen suku bunga dengan cara menurunkannya. Secara kondisi empirisnya adalah kondisi ekspor Indonesia ke Tiongkok sedang mengalami trend menurun yang merupakan sebagai salah satu langkah Tiongkok dalam menanggapi perlambatan ekonomi Tiongkok yang sedang menurun sehingga sangat wajar kenapa tingkat suku bunga Tiongkok tidak menyebabkan perubahan total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok.
Pola data tingkat suku bunga tingkat suku bunga dasar Tiongkok menunjukkan trend menurun hal ini sama terjadi dengan total nilai ekspor Indonesia
(61)
ke Tiongkok, sedangkan pola fluktuasi data yang terjadi pada total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok (Gambar 4.1) tidak terjadi pada tingkat suku bunga Tiongkok yang cenderung menurun (Gambar 4.4) sehingga yang terjadi adalah hubungan satu arah dari tingkat suku bunga Tiongkok dengan total nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok.
4.13.Hubungan Kausalitas antara Tingkat Inflasi Indonesia dengan Nilai Tukar Rupiah Indonesia terhadap Yuan China.
Hasil olah data menggunakan uji kausalitas granger menunjukkan nilai tukar Rupiah Indonesia terhadap Yuan China memiliki hubungan satu arah dengan tingkat inflasi Indonesia yaitu tingkat inflasi Indonesia menyebabkan perubahan nilai tukar Rupiah Indonesia terhadap Yuan China. Hasil tersebut sesuai dengan jurnal yang berjudul “FDI, Inflation, Exchange Rate And Growth In Ghana: Evidence From Causality And Cointegrated Analysis” (Amoah, 2015) hasil penelitiannya menemukan terdapat hubungan dua arah antara inflasi dengan nilai tukar dan jurnal berjudul “Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Nilai Tukar Rupiah Studi pada Bank Indonesia Periode Tahun 2003-2012” (Puspitaningrum, 2014) hasil penelitiannya menemukan bahwa inflasi berpengaruh terhadap nilai tukar.
Secara teori, berdasarkan nilai kurs riil, jika tingkat harga domestik meningkat, maka kurs nominal akan turun. (Mankiw, 2006:135), artinya semakin tinggi tingkat harga domestik Indonesia atau meningkatnya maka kurs rupiah Indonesia terhadap yuan China semakin terdepresiasi. Dalam bukunya (Mankiw, 2006:136) menyatakan jika suatu negara memiliki tingkat inflasi yang relatif tinggi
(62)
terhadap Amerika Serikat, satu dolar akan membeli jumlah mata uang asing yang semakin lama semakin banyak sepanjang waktu, artinya semakin tinggi tingkat Inflasi Indonesia maka yuan China akan membeli rupiah Indonesia yang semakin banyak.
Gambar 4.3. Tingkat Impor Indonesia periode 2012-2016
Secara empirisnya kondisi tingkat inflasi Indonesia kurang mendapat tekanan inflasi yang cukup besar dari luar. Hal tersebut dikarenakan perlambatan ekonomi yang terjadi diperiode penelitian yang menyebabkan permintaan barang dunia menurun sehingga tekanan dari imported inflation tidak terlalu cukup besar. Turunnya permintaan impor barang (Gambar 4.3) juga mengakibatkan nilai tukar Rupiah Indonesia terhadap Yuan China tidak berpengaruh terhadap tingkat inflasi Indonesia.
4.14.Hubungan Kausalitas antara Tingkat Suku Bunga Dasar Tiongkok dengan Tingkat Inflasi Indonesia
Hasil olah data menggunakan uji kausalitas granger menunjukkan tdak
0 50000 100000 150000 200000 250000
2012 2013 2014 2015 2016
(63)
terdapat hubungan kausalitas antara tingkat suku bunga Tiongkok dengan tingkat inflasi Indonesia. Pola trend pada data tingkat inflasi Indonesia memiliki trend fluktuatif (Gambar 4.2). Tingkat inflasi naik tahun diawali dengan trend meningkat hingga mencapai titik puncaknya di bulan agustus 2013 dan kemudian menurun hingga masuk bulan Agustus 2014 dan kembali meningkat lalu turun kembali dari desember 2014 hingga Mei 2016. Jika dibandingkan dengan pola pada data tingkat suku bunga Tiongkok maka kita dapat mengetahui bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat inflasi Indonesia dengan tingkat suku bunga TIongkok satu arah ataupun dua arah karena pola trend pada periode penelitian terus menurun dan tidak seperti tingkat inflasi yang fluktuatif dan jika dibuat garis trend hanya membentuk garis trend yang cenderung datar walaupun menurun jika dibandingkan awal Januari 2011 dengan tingkat inflasi Indonesia sebesar 4,15% menjadi 3,33% pada bulan Mei 2015. Walaupun secara teori tingkat bunga dunia menentukan tingkat bunga dalam perekonomian terbuka kecil. (Mankiw, 2006:119), dan hasil penelitian pada jurnal yang berjudul “Hubungan Antara BI Rate dan Inflasi Pendekatan Kausalitas Toda-Yamamoto” (Yodiatmaja, 2012) menjelaskan bahwa terdapat hubungan dua arah BI Rate dengan inflasi, namun sesuai data yang ada ternyata tidak terdapat hubungan kausalitas antara tingkat suku bunga dasar Tiongkok dengan tingkat inflasi Indonesia.
(1)
---. 2016j. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor Menurut Harmonized System Februari 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
---. 2016k. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor Menurut Kelompok Komoditi dan Negara Februari 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
---. 2016l. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor Menurut Harmonized System Maret 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik. ---. 2016m. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor
Menurut Harmonized System April 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik. ---. 2016n. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor
Menurut Kelompok Komoditi dan Negara April 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
---. 2016o. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor Menurut Harmonized System Mei 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik. ---. 2016p. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor
Menurut Kelompok Komoditi dan Negara Mei 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
---. 2016q. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor Menurut Harmonized System Juni 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik. ---. 2016r. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor
Menurut Kelompok Komoditi dan Negara Juni 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
---. 2016s. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor Menurut Harmonized System Juli 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik. ---. 2016t. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor
Menurut Kelompok Komoditi dan Negara Juli 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
---. 2016u. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor Menurut Harmonized System Agustus 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik. ---. 2016v. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor
Menurut Kelompok Komoditi dan Negara Agustus 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
(2)
---. 2016w. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor Menurut Harmonized System September 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
---. 2016x. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor Menurut Kelompok Komoditi dan Negara September 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
---. 2016y. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor Menurut Harmonized System Oktober 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik. ---. 2016z. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor
Menurut Kelompok Komoditi dan Negara Oktober 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
---. 2017. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor Menurut Harmonized System November 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Bank Indonesia. 2017. Kurs Transaksi BI – Bank Sentral Republik Indonesia. http://www.bi.go.id/id/moneter/inflasi/data/Default.aspx.
Bank Indonesia. Data Inflasi – Bank Sentral Republik Indonesia. http://www.bi.go.id/id/moneter/informasi-kurs/transaksi-bi/Default.aspx. Bank Indonesia. 2011a. Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerjasama
Internasional Triwulan I 2011. Jakarta: Bank Indonesia.
---. 2011b. Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional Triwulan II 2011. Jakarta: Bank Indonesia.
---. 2011c. Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional Triwulan III 2011. Jakarta: Bank Indonesia.
---. 2011d. Laporan Neraca Pembayaran Realisasi Triwulan I-2011. Jakarta:Bank Indonesia.
---. 2011e. Laporan Neraca Pembayaran Realisasi Triwulan II-2011. Jakarta:Bank Indonesia.
---. 2011f. Laporan Neraca Pembayaran Realisasi Triwulan III-2011. Jakarta:Bank Indonesia.
---. 2012a. Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional Triwulan IV 2011. Jakarta: Bank Indonesia.
(3)
---. 2012b. Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional Triwulan I 2012. Jakarta: Bank Indonesia.
---. 2012c. Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional Triwulan II 2012. Jakarta: Bank Indonesia.
---. 2012d. Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional Triwulan III 2012. Jakarta: Bank Indonesia.
---. 2012e. Laporan Perekonomian Indonesia 2011. Jakarta: Bank Indonesia.
---. 2012f. Laporan Neraca Pembayaran Realisasi Triwulan IV-2011. Jakarta:Bank Indonesia.
---. 2012g. Laporan Neraca Pembayaran Realisasi Triwulan I-2012. Jakarta:Bank Indonesia.
---. 2012h. Laporan Neraca Pembayaran Realisasi Triwulan II-2012. Jakarta:Bank Indonesia.
---. 2012i. Laporan Neraca Pembayaran Realisasi Triwulan III-2012. Jakarta:Bank Indonesia.
---. 2013a. Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional Triwulan IV 2012. Jakarta: Bank Indonesia.
---. 2013b. Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional Triwulan I 2013. Jakarta: Bank Indonesia.
---. 2013c. Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional Triwulan II 2013. Jakarta: Bank Indonesia.
---. 2013d. Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional Triwulan III 2013. Jakarta: Bank Indonesia.
---. 2013e. Laporan Perekonomian Indonesia 2012. Jakarta: Bank Indonesia.
---. 2013f. Laporan Neraca Pembayaran Realisasi Triwulan IV-2012. Jakarta:Bank Indonesia.
---. 2013g. Laporan Neraca Pembayaran Realisasi Triwulan I-2013. Jakarta:Bank Indonesia.
(4)
Jakarta:Bank Indonesia.
---. 2013i. Laporan Neraca Pembayaran Realisasi Triwulan III-2013. Jakarta:Bank Indonesia.
---. 2014a. Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional Triwulan IV 2013. Jakarta: Bank Indonesia.
---. 2014b. Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional Triwulan I 2014. Jakarta: Bank Indonesia.
---. 2014c. Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional Triwulan II 2014. Jakarta: Bank Indonesia.
---. 2014d. Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional Triwulan III 2014. Jakarta: Bank Indonesia.
---. 2014e. Laporan Perekonomian Indonesia 2013. Jakarta: Bank Indonesia.
---. 2014f. Laporan Neraca Pembayaran Realisasi Triwulan IV-2013. Jakarta:Bank Indonesia.
---. 2014g. Laporan Neraca Pembayaran Realisasi Triwulan I-2014. Jakarta:Bank Indonesia.
---. 2014h. Laporan Neraca Pembayaran Realisasi Triwulan II-2014. Jakarta:Bank Indonesia.
---. 2014i. Laporan Neraca Pembayaran Realisasi Triwulan III-2014. Jakarta:Bank Indonesia.
---. 2015a. Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional Triwulan IV 2014. Jakarta: Bank Indonesia.
---. 2015b. Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional Triwulan I 2015. Jakarta: Bank Indonesia.
---. 2015c. Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional Triwulan II 2015. Jakarta: Bank Indonesia.
---. 2015d. Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional Triwulan III 2015. Jakarta: Bank Indonesia.
---. 2015e. Laporan Perekonomian Indonesia 2014. Jakarta: Bank Indonesia.
(5)
---. 2015f. Laporan Neraca Pembayaran Realisasi Triwulan IV-2014. Jakarta:Bank Indonesia.
---. 2015g. Laporan Neraca Pembayaran Realisasi Triwulan I-2015. Jakarta:Bank Indonesia.
---. 2015h. Laporan Neraca Pembayaran Realisasi Triwulan II-2015. Jakarta:Bank Indonesia.
---. 2015i. Laporan Neraca Pembayaran Realisasi Triwulan III-2015. Jakarta:Bank Indonesia.
---. 2016a. Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional Triwulan IV 2015. Jakarta: Bank Indonesia.
---. 2016b. Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional Triwulan I 2016. Jakarta: Bank Indonesia.
---. 2016c. Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional Triwulan II 2016. Jakarta: Bank Indonesia.
---. 2016d. Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional Triwulan III 2016. Jakarta: Bank Indonesia.
---. 2016e. Laporan Perekonomian Indonesia 2015. Jakarta: Bank Indonesia.
---. 2016f. Laporan Neraca Pembayaran Realisasi Triwulan IV-2015. Jakarta:Bank Indonesia.
---. 2016g. Laporan Neraca Pembayaran Realisasi Triwulan I-2016. Jakarta:Bank Indonesia.
---. 2016h. Laporan Neraca Pembayaran Realisasi Triwulan II-2016. Jakarta:Bank Indonesia.
---. 2016i. Laporan Neraca Pembayaran Realisasi Triwulan III-2016. Jakarta:Bank Indonesia.
---. 2017. Laporan Neraca Pembayaran Triwulan IV-2016. Jakarta:Bank Indonesia.
EPAPHRA, Manamba. 2016. “Determinants of Export Performance in Tanzania” Dalam Journal of Economics Library. Volume 3 No.3. Hal 470-487.
(6)
Ginting, Ari Mulianta. 2013. “The Influence of Exchange Rate on Indonesia’s Exports” Dalam Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan. Volume 7 No.1. Hal 1-18.
Ieconomics. 2015. China Interest Rate. https://ieconomics.com/china-interest-rate. Istiqomah. 2013. “Pengaruh Inflasi dan Investasi Terhadap Nilai Tukar Rupiah”
Dalam signifikan. Volume 2 No.1. Hal 57-68.
Kemendag. 2015. Neraca Perdagangan Indonesia Total.
http://www.kemendag.go.id/id/economic-profile/indonesia-export-import/indonesia-trade-balance.
Mankiw, Gregory N. 2006. Makroekonomi Edisi Keenam. Terjemahan Fitria Liza dan Imam Nurmawan. Jakarta: Erlangga.
Mishkin, Frederic S. 2008. Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan Buku 1 dan Buku 2 Edisi 8. Terjemahan Lana Soelistianingsih dan Beta Yulianita G. Jakarta: Salemba Empat.
Prasetyo, Eko P. 2009. Fundamental Makro Ekonomi. Yogyakarta: Beta Offset Yogyakarta.
Puspitaningrum, Roshinta; Suhadak,dan Zahroh Z.A. 2014. “Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Nilai Tukar Rupiah Studi pada Bank Indonesia Periode Tahun 2003-2012” Dalam Jurnal Administrasi Bisnis. Volume 8 No.1. Hal 1-9. Malang: Universitas Brawijaya Malang.
Sedyaningrum,Miranti; Suhadak,dan Nila Firdausi Nuzula. 2016. “Pengaruh Jumlah Nilai Ekspor, Impor dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Nilai Tukar dan Daya Beli Masyarakat di Indonesia Studi Pada Bank Indonesia Periode Tahun 2006:IV-2015:III” Dalam Jurnal Administrasi Bisnis. Volume 34 No.1. Hal 114-121. Malang: Universitas Brawijaya Malang.
Tradingeconomics. 2017. China Interest Rate.
https://tradingeconomics.com/china/interest-rate.
Widarjono, Agus. 2009. Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya. Yogyakarta: Ekonisia.
Yodiatmaja, Banu. 2012. “Hubungan Antara BI Rate dan Inflasi Pendekatan Kausalitas Toda-Yamamoto” Dalam Journal of Economics and Policy (JEJAK). Volume 5 No.2. Hal 127-136. Semarang: Univesitas Negeri Semarang.