Pengaruh Kortikosteroid Intranasal (Fluticasone Furoate) Terhadap Interleukin – 5 (Il-5) Pada Polip Hidung
15
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Polip hidung ialah penyakit inflamasi kronik dari mukosa hidung yang
ditandai dengan adanya massa edematosa yang bertangkai dari mukosa
yang mengalami inflamasi (Kirtsreesakul, 2005). Prevalensi polip hidung
secara pasti sulit ditentukan karena beberapa penelitian epidemiologi
menggunakan metode diagnostik yang berbeda seperti rinoskopi,
endoskopi
atau
CT-scan
sehingga
hasilnya
berbeda.
Hedman
melaporkan, prevalensi polip hidung sekitar 4% dari populasi umum.
Suatu penelitian autopsi melaporkan insiden polip hidung bilateral sekitar
1,5-2% dari populasi umum. Di Indonesia studi epidemiologi menunjukkan
bahwa perbandingan pria dan wanita 2-3:1 dengan prevalensi 0,2-4,3 %.
Insiden polip meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Insiden
tertinggi pada usia 40-60 tahun (Mygind, Dahl, & Bachert, 2000; Newton &
Ah-See, 2008; Fransina, 2008; Aaron, 2010).
Interleukin-5 (IL-5) berperan dalam diferensiasi dan maturasi eosinofil
dalam sumsum tulang, migrasi ke jaringan dan mencegah apoptosis
eosinofil. IL-5 meningkatkan adhesi eosinofil ke endothelium sehingga
akan meningkatkan akumulasi eosinofil. IL-5 juga menginhibisi apoptosis
eosinofil. Diantara semua sitokin, IL-5 mempunyai hubungan yang paling
baik dengan eosinophil cationic protein (ECP). Hal ini menunjukkan
adanya hubungan yang erat antara IL-5 dengan beratnya peradangan
eosinofil. Dari limfosit, sumber terbesar IL-5 adalah helper T-cells. Dari
myeloid, produsen IL-5 yang utama adalah sel mast dan eosinofil.
Peradangan merupakan prinsip utama dalam patogenesis pembentukan
dan pertumbuhan polip. Peradangan eosinofil pada polip diatur oleh sel T
yang teraktivasi. Karakteristik polip hidung yang matang ditandai dengan
proses peradangan yang tampak seperti pembentukan pseudokista yang
kosong dan penumpukan sel-sel radang di subepitel, dimana EG2+
16
(teraktivasi) eosinofil adalah sel yang dominan (sekitar 80%). IL-5 dalam
jumlah yang sangat besar pada polip hidung menunjukkan bahwa IL-5
memiliki peran penting dalam patofisiologi polip hidung. (Mygind, Dahl, &
Bachert, 2000; Gevaert, Cauwenberge, & Bachert, 2004; Bachert, 2005).
Kortikosteroid memiliki efek anti-inflamasi yang luas, kortikosteroid
dapat menurunkan ekspresi dan produksi sitokin seperti IL-5 yang
mengakibatkan berkurangnya jumlah eosinofil. Apoptosis adalah proses
yang penting dalam mengurangi jumlah sel-sel inflamasi. Kortikosteroid
menginduksi proses apoptosis sel-sel inflamasi pada polip hidung.
Eosinofil memiliki banyak reseptor glukokortikoid yang merupakan salah
satu daerah kerja kortikosteroid. Salah satu efek kortikosteroid adalah
berkurangnya jumlah eosinofil. Kortikosteroid topikal dan sistemik
mempengaruhi fungsi eosinofil dengan cara langsung dan tidak langsung.
Dengan cara langsung yakni dengan mengurangi kemampuan hidup dan
fungsi eosinofil. Dengan cara tidak langsung yakni dengan mengurangi
sekresi sitokin kemotaktik oleh mukosa hidung dan sel-sel epitel polip
(Lund, 1995; Mygind, Dahl, & Bachert, 2000; Gevaert, Cauwenberge, &
Bachert, 2004; Bachert, 2005).
Fluticasone furoate adalah kortikosteroid trifluorinated sintetis dengan
aktifitas antiinflamasi yang sangat aktif. Fluticasone furoate semprot
hidung tersedia dalam suspensi cair dari fluticasone furoate micronized
untuk pemberian topikal. Fluticasone furoate memiliki aktifitas terbesar
dengan reseptor glukokorticoid ketika digunakan intranasal dengan
memiliki ikatan dengan reseptor yang sangat lama, yakni sekitar 24 jam
sehingga cukup sekali pemakaian dalam sehari. Mula kerja fluticasone
furoate sangat cepat sehingga efeknya dapat dirasakan dalam 8 jam
setelah pemberian. Fluticasone furoate berpengaruh terhadap banyak sel
(seperti sel mast, eosinofil, neutrofil, makrofag, limfosit) dan terhadap
mediator (seperti histamin, licosanoid, leukotrien, sitokin) yang semuannya
perperan dalam proses inflamasi. Fluticasone furoate seperti halnya
kortikosteroid lainnya menurunkan ekspresi dan produksi sitokin seperti IL-
17
5 yang sangat efektif dalam mengurangi jumlah eosinofil (Mygind, Dahl, &
Bachert, 2000; Kumar, Kumar, & Parakh, 2011).
Burgel dkk melaporkan, penggunaan fluticasone furoate selama 8
minggu terbukti menurunkan jumlah eosinofil dan ekspresi IL-5 serta
mengurangi ukuran polip. Naclerio dan Mackay melaporkan, penggunaan
fluticasone furoate selama 4 minggu efektif mengurangi ekspresi IL-5 dan
jumlah eosinofil (Assanasen & Naclerio, 2001; Burgel, 2004).
Polip
hidung
kortikosteroid
merupakan
adalah
terapi
manifestasi
yang
proses
efektif.
inflamasi,
Dibandingkan
maka
dengan
kortikosteroid oral maka efek samping yang mungkin ditimbulkan
fluticasone furoate jauh lebih ringan dan kepatuhan pasien menggunakan
obat lebih terjamin. Fluticasone furoate juga telah diterima Food and Drug
Administration (FDA) sebagai terapi polip hidung sejak Januari 2005
(Ferguson & Orlandi, 2006). Fluticasone furoate merupakan terapi yang
efektif terhadap polip hidung. Fluticasone furoate dapat mengurangi
ukuran polip dan juga kemungkinan kekambuhan setelah tindakan operasi
(Pornsuriyasak & assanasen, 2008).
Tujuan terapi pada polip hidung adalah menghilangkan polip,
membebaskan pasien dari keluhan sumbatan hidung, hiposmia/anosmia
dan keluhan rinitis serta mencegah polip kambuh dan membesar kembali
sehingga memerlukan operasi ulang. Dahulu operasi adalah pilihan
utama, namun setelah terbukti bahwa kortikosteroid intranasal maupun
sistemik , bermanfaat menghilangkan atau mengurangi ukuran polip, maka
terapi medikamentosa menjadi pilihan utama pengobatan polip hidung.
Akhir-akhir ini kortikosteroid intranasal digunakan sebagai terapi jangka
panjang pada kasus polip hidung ringan atau dikombinasi dengan
kortikosteroid sistemik ataupun operasi pada kasus berat (Damayanti,
2003).
Di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan belum
ada penelitian tentang pengaruh kortikosteroid intranasal (fluticasone
furoate) terhadap ekspresi IL-5 pada polip hidung. Oleh sebab itu penulis
berkeinginan untuk meneliti hal tersebut.
18
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, rumusan
masalah penelitian adalah bagaimana pengaruh kortikosteroid intranasal
(fluticasone furoate) terhadap ekspresi IL-5 pada polip hidung.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh kortikosteroid intranasal (fluticasone furoate)
terhadap ekspresi IL-5.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui distribusi polip hidung berdasarkan jenis kelamin
2. Mengetahui distribusi polip berdasarkan usia
3. Mengetahui ekspresi IL-5 pada polip sebelum terapi kortikosteroid
intranasal (fluticasone furoate)
4. Mengetahui ekspresi IL-5 pada polip setelah terapi kortikosteroid
intranasal (fluticasone furoate)
5. Mengetahui perbedaan ekspresi IL-5 pada polip hidung sebelum
dan sesudah terapi kortikosteroid intranasal (fluticasonefuroate).
1.4 Manfaat Penelitian
Memberikan masukan dalam tatalaksana medikamentosa polip hidung
berdasarkan ekspresi IL-5.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Polip hidung ialah penyakit inflamasi kronik dari mukosa hidung yang
ditandai dengan adanya massa edematosa yang bertangkai dari mukosa
yang mengalami inflamasi (Kirtsreesakul, 2005). Prevalensi polip hidung
secara pasti sulit ditentukan karena beberapa penelitian epidemiologi
menggunakan metode diagnostik yang berbeda seperti rinoskopi,
endoskopi
atau
CT-scan
sehingga
hasilnya
berbeda.
Hedman
melaporkan, prevalensi polip hidung sekitar 4% dari populasi umum.
Suatu penelitian autopsi melaporkan insiden polip hidung bilateral sekitar
1,5-2% dari populasi umum. Di Indonesia studi epidemiologi menunjukkan
bahwa perbandingan pria dan wanita 2-3:1 dengan prevalensi 0,2-4,3 %.
Insiden polip meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Insiden
tertinggi pada usia 40-60 tahun (Mygind, Dahl, & Bachert, 2000; Newton &
Ah-See, 2008; Fransina, 2008; Aaron, 2010).
Interleukin-5 (IL-5) berperan dalam diferensiasi dan maturasi eosinofil
dalam sumsum tulang, migrasi ke jaringan dan mencegah apoptosis
eosinofil. IL-5 meningkatkan adhesi eosinofil ke endothelium sehingga
akan meningkatkan akumulasi eosinofil. IL-5 juga menginhibisi apoptosis
eosinofil. Diantara semua sitokin, IL-5 mempunyai hubungan yang paling
baik dengan eosinophil cationic protein (ECP). Hal ini menunjukkan
adanya hubungan yang erat antara IL-5 dengan beratnya peradangan
eosinofil. Dari limfosit, sumber terbesar IL-5 adalah helper T-cells. Dari
myeloid, produsen IL-5 yang utama adalah sel mast dan eosinofil.
Peradangan merupakan prinsip utama dalam patogenesis pembentukan
dan pertumbuhan polip. Peradangan eosinofil pada polip diatur oleh sel T
yang teraktivasi. Karakteristik polip hidung yang matang ditandai dengan
proses peradangan yang tampak seperti pembentukan pseudokista yang
kosong dan penumpukan sel-sel radang di subepitel, dimana EG2+
16
(teraktivasi) eosinofil adalah sel yang dominan (sekitar 80%). IL-5 dalam
jumlah yang sangat besar pada polip hidung menunjukkan bahwa IL-5
memiliki peran penting dalam patofisiologi polip hidung. (Mygind, Dahl, &
Bachert, 2000; Gevaert, Cauwenberge, & Bachert, 2004; Bachert, 2005).
Kortikosteroid memiliki efek anti-inflamasi yang luas, kortikosteroid
dapat menurunkan ekspresi dan produksi sitokin seperti IL-5 yang
mengakibatkan berkurangnya jumlah eosinofil. Apoptosis adalah proses
yang penting dalam mengurangi jumlah sel-sel inflamasi. Kortikosteroid
menginduksi proses apoptosis sel-sel inflamasi pada polip hidung.
Eosinofil memiliki banyak reseptor glukokortikoid yang merupakan salah
satu daerah kerja kortikosteroid. Salah satu efek kortikosteroid adalah
berkurangnya jumlah eosinofil. Kortikosteroid topikal dan sistemik
mempengaruhi fungsi eosinofil dengan cara langsung dan tidak langsung.
Dengan cara langsung yakni dengan mengurangi kemampuan hidup dan
fungsi eosinofil. Dengan cara tidak langsung yakni dengan mengurangi
sekresi sitokin kemotaktik oleh mukosa hidung dan sel-sel epitel polip
(Lund, 1995; Mygind, Dahl, & Bachert, 2000; Gevaert, Cauwenberge, &
Bachert, 2004; Bachert, 2005).
Fluticasone furoate adalah kortikosteroid trifluorinated sintetis dengan
aktifitas antiinflamasi yang sangat aktif. Fluticasone furoate semprot
hidung tersedia dalam suspensi cair dari fluticasone furoate micronized
untuk pemberian topikal. Fluticasone furoate memiliki aktifitas terbesar
dengan reseptor glukokorticoid ketika digunakan intranasal dengan
memiliki ikatan dengan reseptor yang sangat lama, yakni sekitar 24 jam
sehingga cukup sekali pemakaian dalam sehari. Mula kerja fluticasone
furoate sangat cepat sehingga efeknya dapat dirasakan dalam 8 jam
setelah pemberian. Fluticasone furoate berpengaruh terhadap banyak sel
(seperti sel mast, eosinofil, neutrofil, makrofag, limfosit) dan terhadap
mediator (seperti histamin, licosanoid, leukotrien, sitokin) yang semuannya
perperan dalam proses inflamasi. Fluticasone furoate seperti halnya
kortikosteroid lainnya menurunkan ekspresi dan produksi sitokin seperti IL-
17
5 yang sangat efektif dalam mengurangi jumlah eosinofil (Mygind, Dahl, &
Bachert, 2000; Kumar, Kumar, & Parakh, 2011).
Burgel dkk melaporkan, penggunaan fluticasone furoate selama 8
minggu terbukti menurunkan jumlah eosinofil dan ekspresi IL-5 serta
mengurangi ukuran polip. Naclerio dan Mackay melaporkan, penggunaan
fluticasone furoate selama 4 minggu efektif mengurangi ekspresi IL-5 dan
jumlah eosinofil (Assanasen & Naclerio, 2001; Burgel, 2004).
Polip
hidung
kortikosteroid
merupakan
adalah
terapi
manifestasi
yang
proses
efektif.
inflamasi,
Dibandingkan
maka
dengan
kortikosteroid oral maka efek samping yang mungkin ditimbulkan
fluticasone furoate jauh lebih ringan dan kepatuhan pasien menggunakan
obat lebih terjamin. Fluticasone furoate juga telah diterima Food and Drug
Administration (FDA) sebagai terapi polip hidung sejak Januari 2005
(Ferguson & Orlandi, 2006). Fluticasone furoate merupakan terapi yang
efektif terhadap polip hidung. Fluticasone furoate dapat mengurangi
ukuran polip dan juga kemungkinan kekambuhan setelah tindakan operasi
(Pornsuriyasak & assanasen, 2008).
Tujuan terapi pada polip hidung adalah menghilangkan polip,
membebaskan pasien dari keluhan sumbatan hidung, hiposmia/anosmia
dan keluhan rinitis serta mencegah polip kambuh dan membesar kembali
sehingga memerlukan operasi ulang. Dahulu operasi adalah pilihan
utama, namun setelah terbukti bahwa kortikosteroid intranasal maupun
sistemik , bermanfaat menghilangkan atau mengurangi ukuran polip, maka
terapi medikamentosa menjadi pilihan utama pengobatan polip hidung.
Akhir-akhir ini kortikosteroid intranasal digunakan sebagai terapi jangka
panjang pada kasus polip hidung ringan atau dikombinasi dengan
kortikosteroid sistemik ataupun operasi pada kasus berat (Damayanti,
2003).
Di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan belum
ada penelitian tentang pengaruh kortikosteroid intranasal (fluticasone
furoate) terhadap ekspresi IL-5 pada polip hidung. Oleh sebab itu penulis
berkeinginan untuk meneliti hal tersebut.
18
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, rumusan
masalah penelitian adalah bagaimana pengaruh kortikosteroid intranasal
(fluticasone furoate) terhadap ekspresi IL-5 pada polip hidung.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh kortikosteroid intranasal (fluticasone furoate)
terhadap ekspresi IL-5.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui distribusi polip hidung berdasarkan jenis kelamin
2. Mengetahui distribusi polip berdasarkan usia
3. Mengetahui ekspresi IL-5 pada polip sebelum terapi kortikosteroid
intranasal (fluticasone furoate)
4. Mengetahui ekspresi IL-5 pada polip setelah terapi kortikosteroid
intranasal (fluticasone furoate)
5. Mengetahui perbedaan ekspresi IL-5 pada polip hidung sebelum
dan sesudah terapi kortikosteroid intranasal (fluticasonefuroate).
1.4 Manfaat Penelitian
Memberikan masukan dalam tatalaksana medikamentosa polip hidung
berdasarkan ekspresi IL-5.