Analisis Kelayakan Finansial Usaha Penggilingan Padi Kecil (Studi Kasus: Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara)

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

Penggilingan padi merupakan industri padi tertua dan tergolong paling besar di Indonesia, yang mampu menyerap lebih dari sepuluh juta tenaga kerja, menangani lebih dari empat puluh juta ton gabah menjadi beras giling per tahun. Penggilingan padi merupakan titik sentral agroindustri padi, karena disinilah diperoleh produk utama berupa beras dan bahan baku untuk pengolahan lanjutan produk pangan dan industri (Thahir, 2008)

Penanganan pascapanen adalah tindakan yang dilakukan atau disiapkan agar hasil pertanian siap dan aman digunakan oleh konsumen atau dapat diolah lebih lanjut melalui kegiatan produksi. Penanganan pascapanen padi meliputi semua kegiatan perlakuan dan pengolahan yang meliputi proses pemotongan, perontokan, pengangkutan, perawatan dan pengeringan, penyimpanan, penggilingan, penyosohan, pengemasan, penyimpanan, dan pengolahan (Setyono, 1994).

Untuk memperoleh beras yang putih bersih harus mencapai derajat sosoh 100% dan memerlukan waktu penumbukan lebih lama. Secara tradisional, beras yang telah disosoh dengan cara ditumbuk, ditaruh pada tampah dan diinteri. Bekatul yang terpusat di sentral tampah diambil dengan tangan. Pada mesin penggiling padi, saat penyosohan, beras bergesekan atau dikikis sehingga bekatul keluar lewat saringan dan beras tersosoh terus berjalan keluar karena dorongan dari beras berikutnya (Suprayono danSetyono, 1997).


(2)

Secara umum, mesin-mesin yang digunakan dalam usaha industri jasa penggilingan padi adalah mesin pemecah kulit/sekam, (huller atau husker), mesin pemisah gabah dan beras pecah kulit (brown rice separator), mesin penyosoh atau mesin pemutih (polisher), mesin pengayak bertingkat (sifter), mesin atau alat bantu pengemasan (timbangan dan penjahit karung). Bila ditinjau dari kapasitasnya, mesin-mesin penggiling padi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu rice milling unit (RMU) dan rice milling plant (RMP). Perbedaan yang mendasar antara keduanya adalah pada ukuran, kapasitas dan aliran bahan dalam proses penggilingan yang dilakukan. Penggilingan padi yang lengkap kadangkala dilengkapi dengan pembersih gabah sebelum masuk mesin pemecah kulit, dan pengumpul dedak sebagai hasil sampingan dari proses penyosohan.

Gabah yang ditumbuk dengan menggunakan alu dan lesung memerlukan lebih banyak tenaga kerja dan waktu. Butiran beras yang dihasilkan juga kurang baik karena banyak butiran yang pecah sehingga hanya cocok untuk konsumsi sendiri. Sebaliknya dengan mesin penggiling, tenaga dan waktu yang diperlukan lebih sedikit dan hasilnya pun lebih baik (Andoko, 2006).

Di Indonesia, usaha penggilingan gabah dikelompokkan berdasarkan kapasitas penggilingan yang meliputi penggilingan sederhana (PS), penggilingan kecil (PK), penggilingan besar atau terpadu (PB). Jenis usaha penggilingan gabah yang termasuk dalam penggilingan sederhana dan penggilingan kecil merupakan yang paling banyak ditemui di pedesaan pada umumnya. Secara umum, penggilingan sederhana dan penggilingan kecil memiliki karakteristik secara umum menghasilkan beras dengan mutu rendah, skala ekonominya kecil dan jangkauan pemasarannya lokal (Hasbullah, 2007).


(3)

Penggilingan gabah kecil memiliki 2 unit mesin yang dipasang secara terpisah, yaitu pemecah kulit dan pemutih dengan kapasitas produksi riil antara 0,3 – 0,7 ton beras/jam (Departemen Pertanian, 2005).

Menurut Hardjosentono (2000), Terdapat perbedaan antara penggilingan padi dengan penumbukan padi (cara tradisional) antara lain:

Tabel 3. Perbedaan Antara Penggilingan Padi Dengan Penumbukan Padi Kriteria Penggilingan Penumbukan Padi

- Tenaga penggerak (Power) - Mesin/listrik - Manusia

- Sistem pengupasan - Gesekan antara dua rubber - Ditumbuk dengan (Pecah kulit) roll dengan arah berbeda alu

- Pemisahan sekam - Hembusan angin - Ditampi dengan tangan manusia - Pemisahan bekatul - Sistem saringan - diinteri

- Persentase butir pecah - Rendah - Tinggi

- Mutu beras - Baik, putih, bersih - Kurang putih

Penggilingan gabah menjadi beras sosoh, dimulai dengan pengupasan kulit gabah. Syarat utama proses pengupasan gabah adalah kadar keringnya gabah yang akan digiling. Gabah kering giling berarti gabah yang sudah kering dan siap digiling. Bila diukur dengan alat pengukur air, maka angka kekeringannya mencapai 14%-14,5% ( Hardjosentono.M, 2000).

Gabah masuk kedalam mesin pemecah kulit sekam /gabah kering giling yang berfungsi untuk memecahkan dan melepaskan kulit gabah, hasil yang diperoleh berupa beras pecah kulit yang berwarna putih kecoklatan (kusam) atau disebut


(4)

juga brown rice. Gabah yang diumpankan ke dalam mesin pemecah kulit biasanya tidak seluruhnya terkupas.

Menurut Hardjosentono (2000) ada beberapa model dan tipe mesin penggiling padi. Besarnya kapasitas penggunaan sangat bervariasi; ada yang kecil, sedang, dan besar. Dalam penggilingan padi terdapat alat-alat yang digunakan dalam penggilingan padi, alat-alat itu adalah sebagai berikut:

a. Pocket elevator. Alat ini untuk mengangkut gabah ke atas dan memasukkannya ke mesin pengupas penyosoh, atau alat lain.

b. Saringan atau ayakan bergetar/bergoyang. Ayakan untuk memisahkan kotoran dan benda asing, seperti kayu dan paku agar tidak ikut masuk ke mesin pengupas sehingga kerusakan mesin pengupas dapat dihindari.

c. Mesin pengupas. Dulu, mesin pengupas gabah menggunakan batu pengupas berbentuk meja bulat, tetapi sekarang jarang digunakan. Sekarang ini banyak digunakan rubber roll. Rubber roll ini terdiri atas dua buah roll karet yang perputarannya berlawanan arah.

d. Mesin penyosoh. Untuk mendapatkan beras dengan derajat sosoh seperti yang dikehendaki dapat dilakukan dengan mengatur berat beban pada bandul penyosoh beras. Untuk mendapatkan beras yang bermutu baik dengan derajat sosoh 90-100%, biasanya dilakukan penyosohan secara bertahap dengan menggunakan dua buah mesin penyosoh.

e. Mesin pemoles. Mesin pemoles digunakan untuk membersihkan bekatul yang masih menempel pada butir-butir beras sehingga diperoleh butir beras yang bersih, putih dan mengkilat.


(5)

f. Mesin grader. Beras sosoh yang bersih masuk ke mesin grader untuk memisahkan beras yang patah, beras yang pecah, dan beras yang utuh.

Teknik penggilingan gabah yang baik meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut : a. Persiapan Bahan Baku

Beras bermutu dihasilkan dari bahan baku gabah bermutu. Gabah harus diketahui varietasnya, asal gabah, kapan dipanen dan kadar air gabah. Penundaan gabah kering panen sampai lebih dari 2-3 hari akan menimbulkan kuning pada gabah dan sebaiknya gabah yang sudah kering dijaga agar tidak kehujanan, karena apabila kehujanan akan menyebabkan butir patah. Diusahakan agar gabah yang hendak digiling merupakan gabah kering panen (GKG) yang baru dipanen, agar penampakan putih cerah dan cita rasa belum berubah. Jika penggilingan terhadap gabah kering yang telah disimpan lebih dari 4 bulan atau 1 musim, menyebabkan penampakan beras yang tidak optimal dan berubahnya citarasa.

b. Proses Pemecahan Kulit

Proses ini diawali dengan menyiapkan tumpukan gabah berdekatan dengan lubang pemasukan (corong sekam) gabah. Mesin penggerak dihidupkan, corong sekam dibuka dan ditutup dengan klep penutup. Proses ini dilakukan 2 kali, kemudian diayak 1 kali dengan alat ayakan beras pecah kulit, agar dihasilkan beras pecah kulit. Proses ini dapat berjalan dengan baik, apabila tidak terdapat butir gabah dalam kumpulan beras pecah kulit. Apabila masih ditemukan juga butir gabah dalam kumpulan beras pecah kulit, maka harus dilakukan penyetelan ulang struktur rubber roll dan kecepatan putarannya.


(6)

c. Proses Penyosohan Beras

Dalam proses ini digunakan alat penyosoh tipe friksi, yaitu gesekan antar butiran, sehingga dihasilkan beras dengan penampakan bening. Yang perlu dicermati untuk memperoleh beras bermutu adalah kecepatan putaran, yaitu 1.100 rpm dengan menyetel mesin penggerak dan dan katup pengepresan keluarnya beras. Proses ini berjalan baik, apabila rendemen beras yang dihasilkan sama atau lebih dari 65% dan derajat sosoh sama atau lebih dari 95%. Terdapat 3 jenis preferensi konsumen terhadap beras yaitu beras bening, beras putih dan beras mengkilap. Untuk menghasilkan beras bening digunakan alat penyosoh tipe friksi, beras putih digunakan alat penyosoh tipe abrasif dan beras putih menggunakan alat penyosoh sistem pengkabutan.

d. Proses Pengemasan

Beras yang sudah digiling hendaknya tidak langsung dikemas, agar panas akibat penggilingan hilang. Untuk jenis kemasan sebaiknya memerhatikan berat isinya. Kemasan lebih dari 10 kg sebaiknya menggunakan karung plastik yang dijahit tutupnya. Pada kemasan 5 kg dapat menggunakan kantong plastik yang memiliki ketebalan 0,8 mm. Yang perlu diperhatikan dalam pemilihan jenis kemasan adalah kekuatan kemasan dan bahan kemasan (sebaiknya tidak korosif, tidak mencemari produk beras dan kedap udara).

e. Proses Penyimpanan

Yang perlu diperhatikan dari tempat penyimpanan beras adalah kondisi tempat penyimpanan yang aman dari tikus dan pencuri, bersih, bebas kontaminasi hama, terdapat sistem pengaturan sirkulasi udara, tidak terdapat kebocoran dan tidak lembab. Karung yang sudah berisi beras diletakkan di atas bantalan kayu, agar


(7)

dapat menghindari kelembapan yang disebabkan oleh kontak langsung dengan lantai (Departemen Pertanian, 2005).

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Teori Biaya Produksi

Biaya produksi merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk membiayai berbagai faktor produksi dalam suatu usaha, baik biaya tetap (FC) maupun biaya variabel (VC). Biaya tetap adalah biaya dimana jumlah totalnya tetap walaupun jumlah yang diproduksi berubah-ubah dalam kapasitas normal. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang berubah-ubah sebanding dengan perubahan volume produksi (Witjaksono, 2006).

Biaya penyusutan juga diperhitungkan sebagai biaya tetap. Suatu mesin hanya dapat dipakai selama selang waktu tertentu. Oleh sebab itu kalau di lihat dari waktu ke waktu selama selang waktu tersebut, nilai mesin telah berkurang/menyusut, dapat dirumuskan dengan:

� =

P − S � Dimana:

D = Biaya penyusutan per tahun (Rp/tahun) P = Harga awal mesin (Rp)

S = Harga Akhir Mesin (Rp)

N = Perkiraan Umur Ekonomis (Tahun).

Perhitungan biaya produksi suatu usaha berguna untuk keberlangsungan usaha tersebut agar mampu memaksimalkan keuntungannya.


(8)

2.2.2 Teori Pendapatan

Pendapatan bersih suatu usaha mengukur imbalan yang diperoleh pengusaha dari penggunaan faktor-faktor produksi , pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam suatu usaha. Pendapatansuatu usaha merupakan selisih penerimaan dengan total biaya usaha, dimana penerimaan diperoleh dari perkalian antara jumlah produksi dan harga jual yang diterima pengusaha (Soekartawi, 2002).

Modal dapat diartikan secara fisik dan bukan fisik. Dalam artian fisik modal diartikan sebagai segala hal yang melekat pada faktor produksi yang dimaksud, seperti mesin-mesin dan peralatan-peralatan produksi, kendaraan serta bangunan. Modal juga dapat berupa dana untuk membeli segala input variabel untuk digunakan dalam proses produksi guna menghasilkan output produksi (Teguh, 2010).

Biaya modal kerja dalam kegiatan usaha/proyek terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang tidak dipengaruhi oleh naik turunnya produksi yang dihasilkan, seperti biaya tenaga kerja tidak langsung, penyusutan, bunga bank, asuransi, dan lainnya. Sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan mentah/bahan pembantu, biaya transportasi, biaya pemasaran, dan lainnya (Ibrahim, 2009).


(9)

2.2.3 Kelayakan Finansial

Analisis kelayakan merupakan suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu usaha atau bisnis yang dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau tidak usaha tersebut dijalankan. Kelayakan artinya penelitian yang dilakukan secara mendalam tersebut dilakukan untuk menentukan apakah usaha yang akan dijalankan akan memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan.

Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak layak bisnis dibangun, tetapi juga saat dioperasionalkan secara rutin dalam rangka pencapaian keuntungan yang maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan (Umar, 2001).

Bermacam-macam peluang dan kesempatan yang ada dalam kegiatan usaha, telah menuntut perlu adanya penilaian sejauh mana kegiatan atau kesempatan tersebut dapat memberikan menfaat bila diusahakan. Kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan satu kegiatan usaha disebut dengan studi kelayakan ( Ibrahim, 2009).

Kelayakan dari suatu kegiatan usaha diperhitungkan atas dasar besarnya laba finansial yang diharapkan. Kegiatan usaha dikatakan layak jika memberikan keuntungan finansial, sebaliknya kegiatan usaha dikatakan tidak layak apabila

kegiatan usaha tersebut tidak memberikan keuntungan finansial (Kasmir dan Jakfar, 2003).

Fokus dari suatu analisis adalah menentukan apakah dan sampai berapa jumlah proyek tersebut dapat memberikan manfaat yang lebih besar jika disbanding


(10)

dengan biaya dan investasi kepada pemilik (owner) proyek tersebut. Discounting rate (tingkat diskonto) merupakan suatu teknik perhitungan untuk dapat menurunkan manfaat (benefit) yang diperoleh investor dimasa sekarang ataupun nilai biaya dan investasi pada masa yang akan datang. Dalam rangka mengevaluasi proyek tersebut apakah ditolak atau disetujui. Semua pengorbanan rupiah untuk suatu proyek merupakan biaya pada saat sekarang dan diharapkan mendapatkan manfaat untuk masa yang akan datang (Musa, 2012).

Menurut Soekartawi dalam Analisis Usaha Tani (2002), umumnya ada beberapa kriteria dalam menentukan kelayakan suatu usaha yang dapat dipilih sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, antara lain:

1. NPV

NPV dari suatu proyek merupakan nilai sekarang (Present Value) dari selisih antara benefit (manfaat) dengan cost (biaya) pada discount rate tertentu. NPV (Net Present Value) menunjukkan kelebihan benefit (manfaat) dibandingkan dengan cost (biaya). Apabila evaluasi suatu proyek telah dinyatakan “Go” maka nilai NPV ≥ 0. Bila NPV = 0, berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar sosial opportunity cost of capital, dan apabila NPV < 0, maka proyek tersebut “no go” atau ditolak. Artinya, ada penggunaan lain yang lebih menguntungkan untuk sumber – sumber yang diperlukan proyek.

2. IRR

IRR ialah alat ukur kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman dari lembaga internal keuangan yang membiayai proyek tersebut. Pada dasarnya IRR memperlihatkan bahwa present value (PV) benefit akan sama dengan present value (PV) cost. Dengan kata lain IRR tersebut menunjukkan NPV = 0. Dengan


(11)

mencoba beberapa nilai dari DF (discount factor) untuk mendapatkan nilai penjumlahan PV sama dengan nol.

3. B/C ratio

B/C ratio menunjukkan bahwa besarnya benefit berapa kali besarnya biaya dan investasi untuk memperoleh suatu manfaat. Cara ini banyak dipakai karena dengan menghitung B/C ratio, maka akan diketahui secara cepat berapa besarnya manfaat proyek yang dilaksanakan.

Cara perhitungan IRR berbeda dengan cara perhitungan B/C ratio. Pada perhitungan B/C, maka nilai diskonto yang dipakai adalah tertentu, tetapi pada perhitungan IRR yang dicari adalah besaran nilai diskonto tersebut (Soekartawi, 1995).

d. Payback Period (PP)

Payback period adalah jangka waktu tertentu yang menunjukkan terjadinya arus penerimaan (cash in flows) secara kumulatif sama dengan jumlah investasi dalam bentuk present value. Analisis payback period dalam studi kelayakan perlu juga diperhitungkan untuk mengetahui berapa lama proyek/usaha yang dikerjakan baru dapat mengembalikan investasi.

2.3 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Samapaty (2010), yang berjudul Kajian Kelayakan Pendirian Usaha Penggilingan Gabah Di Desa Konda Maloba, Kecamatan Lolukalay, Kabupaten Sumba Tengah, hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis kelayakan keuangan menghasilkan keuntungan bagi penggilingan gabah Duma Lori Rp 97.332.467 per tahun, R/C ratio 1,81, dan Break Event Point (BEP) Rp 42.210.492 per tahun serta kriteria investasi seperti Net Present Value


(12)

(NPV) Rp 255.639.085 per tahun, Internal Rate Return (IRR) 50%, Net Benefit/Cost atau Profitabilitas Index (PI) 4,183, dan Payback Periode (PBP) 2 tahun.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Indriani (2013), yang berjudul Analisis Kelayakan Usaha Penggilingan Padi mobile Di Kecamatan Pantai Labu Dan Kecamatan Pantai Cermin, menunjukkan bahwa berdasarkan modal yang dikeluarkan untuk setiap unit penggilingan padi mobile di daerah penelitian rata-rata sebesar Rp.42.633.333 per tahun. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk setiap unit penggilingan padi mobile di daerah penelitian rata-rata sebesar Rp.73.112.267 per tahun. Penerimaan yang diperoleh untuk setiap unit penggilingan padi mobile di daerah penelitian rata-rata sebanyak 16.800 kg per tahun atau setara dengan Rp.134.400.000 per tahun. Total pendapatan yang diperoleh untuk setiap unit penggilingan padi mobile di daerah penelitian lebih tinggi dari Upah Minimum Propinsi (UMP) yaitu rata-rata sebesar Rp.52.887.733 per tahun. Rata-rata nilai R/C ratio penggilingan padi mobile adalah 1,7. Usaha penggilingan padi mobile di daerah penelitian layak untuk diusahakan karena nilai R/C > 1.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chaerunisa (2007) yang meneliti analisis kelayakan pendirian usaha penggilingan gabah di desa Cikarawang, Kabupaten Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kelayakan pendirian usaha penggilingan gabah di lihat dari aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologis, aspek manajemen operasional dan aspek finansial.. Berdasarkan analisis finansial diperoleh nilai dari beberapa parameter kelayakan proyek yang meliputi Net Present Value (NPV) Rp. 254.889.000,00 ; Internal


(13)

Rate of Return (IRR) 40,8% ; Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) 8,54 ; Payback Periode (PBP) 0,8 tahun. Dari keseluruhan penilaian kriteria tersebut, terlihat bahwa pendirian usaha penggilingan gabah layak untuk didirikan. Dan dari analisis sensitivitas ditunjukkan NPV negatif pada saat harga input operasional naik 50% dan volume penjualan turun 66%.

2.4 Kerangka Pemikiran

Usaha penggilingan padi merupakan pusat pertemuan antara produksi, pascapanen, pengolahan dan pemasaran gabah/beras sehingga merupakan mata rantai yang sangat penting dalam suplai beras. Namun usaha penggilingan padi ini tidak lah dapat dioperasikan terus setiap hari karena tanaman padi yang bersifat musiman, sehingga penggilingan padi dapat beroperasi pada saat musim panen di sekitar wilayah penggilingan padi tersebut.

Biaya yang dikeluarkan dalam pelaksanaan usaha penggilingan padi bukanlah sedikit atau tidak murah, karena penggilingan padi itu sendiri menggunakan alat yang mahal ditambah lagi dengan biaya tenaga kerja, biaya penyusutan, biaya bahan bakar serta oli dan biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan kegiatan penggilingan padi. Pengusaha gilingan padi harus memperhitungkan biaya produksi agar dapat memperoleh informasi berupa keuntungan yang diperoleh. Dengan diketahuinya penerimaan dan biaya produksi maka akan dapat diketahui pendapatan bersih yaitu dengan mengurangkan penerimaan dengan biaya produksi yang dikeluarkan.

Penerimaan pengusaha penggilingan padi didapat dari hasil penggilingan gabah yakni jumlah gabah dikali dengan harga penggilingan gabah perkilogram nya.


(14)

Pendapatan lain pengusaha penggilingan padi dapat diperoleh dari kulit gabah (sekam) yang dapat dijual kembali, karena kulit gabah dapat diolah kembali untuk keperluan tertentu seperti dedak. Dengan demikian usaha penggilingan padi ini diharapkan mampu memperoleh keuntungan yang besar melihat peluang nya sebagai tempat bertemunya proses produksi, pascapanen, pengolahan dan pemasaran yang sangat besar.

Selanjutnya akan dilakukan analisis finansial yang digunakan untuk mengetahui kelayakan suatu usaha di lihat dari arus kasnya. Adapun kriteria investasi yang dipakai dalam analisis ini yakni B/C ratio, NPV, dan IRR. Bila kriteria tersebut terpenuhi maka dapat dikatakan usaha tersebut layak untuk diusahakan.

Bila usaha dikatakan layak artinya usaha tersebut memberikan keuntungan / manfaat secara finansial, namun bila dikatakan tidak layak artinya usaha tersebut tidak memberikan keuntungan / manfaat secara finansial sehingga pengusaha pemilik dapat melakukan tindakan penyesuaian karena usaha yang dikerjakan meyimpang dari tujuan semula.


(15)

Dimana:

: Hubungan : Pengaruh

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Usaha Penggilingan Padi

Proses Penggilingan

Penerimaan

Pendapatan Usaha Penggilinan Padi

Analisis Finansial

Layak Tidak Layak

Output (Beras)

Biaya Produksi Gabah


(16)

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori yang telah disusun, maka diajukan hipotesis bahwa usaha penggilingan padi kecil di daerah penelitian secara finansial layak untuk diusahakan.


(1)

mencoba beberapa nilai dari DF (discount factor) untuk mendapatkan nilai penjumlahan PV sama dengan nol.

3. B/C ratio

B/C ratio menunjukkan bahwa besarnya benefit berapa kali besarnya biaya dan investasi untuk memperoleh suatu manfaat. Cara ini banyak dipakai karena dengan menghitung B/C ratio, maka akan diketahui secara cepat berapa besarnya manfaat proyek yang dilaksanakan.

Cara perhitungan IRR berbeda dengan cara perhitungan B/C ratio. Pada perhitungan B/C, maka nilai diskonto yang dipakai adalah tertentu, tetapi pada perhitungan IRR yang dicari adalah besaran nilai diskonto tersebut (Soekartawi, 1995).

d. Payback Period (PP)

Payback period adalah jangka waktu tertentu yang menunjukkan terjadinya arus penerimaan (cash in flows) secara kumulatif sama dengan jumlah investasi dalam bentuk present value. Analisis payback period dalam studi kelayakan perlu juga diperhitungkan untuk mengetahui berapa lama proyek/usaha yang dikerjakan baru dapat mengembalikan investasi.

2.3 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Samapaty (2010), yang berjudul Kajian Kelayakan Pendirian Usaha Penggilingan Gabah Di Desa Konda Maloba, Kecamatan Lolukalay, Kabupaten Sumba Tengah, hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis kelayakan keuangan menghasilkan keuntungan bagi penggilingan gabah Duma Lori Rp 97.332.467 per tahun, R/C ratio 1,81, dan Break Event Point (BEP) Rp 42.210.492 per tahun serta kriteria investasi seperti Net Present Value


(2)

(NPV) Rp 255.639.085 per tahun, Internal Rate Return (IRR) 50%, Net Benefit/Cost atau Profitabilitas Index (PI) 4,183, dan Payback Periode (PBP) 2 tahun.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Indriani (2013), yang berjudul Analisis Kelayakan Usaha Penggilingan Padi mobile Di Kecamatan Pantai Labu Dan Kecamatan Pantai Cermin, menunjukkan bahwa berdasarkan modal yang dikeluarkan untuk setiap unit penggilingan padi mobile di daerah penelitian rata-rata sebesar Rp.42.633.333 per tahun. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk setiap unit penggilingan padi mobile di daerah penelitian rata-rata sebesar Rp.73.112.267 per tahun. Penerimaan yang diperoleh untuk setiap unit penggilingan padi mobile di daerah penelitian rata-rata sebanyak 16.800 kg per tahun atau setara dengan Rp.134.400.000 per tahun. Total pendapatan yang diperoleh untuk setiap unit penggilingan padi mobile di daerah penelitian lebih tinggi dari Upah Minimum Propinsi (UMP) yaitu rata-rata sebesar Rp.52.887.733 per tahun. Rata-rata nilai R/C ratio penggilingan padi mobile adalah 1,7. Usaha penggilingan padi mobile di daerah penelitian layak untuk diusahakan karena nilai R/C > 1.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chaerunisa (2007) yang meneliti analisis kelayakan pendirian usaha penggilingan gabah di desa Cikarawang, Kabupaten Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kelayakan pendirian usaha penggilingan gabah di lihat dari aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologis, aspek manajemen operasional dan aspek finansial.. Berdasarkan analisis finansial diperoleh nilai dari beberapa parameter kelayakan proyek yang meliputi Net Present Value (NPV) Rp. 254.889.000,00 ; Internal


(3)

Rate of Return (IRR) 40,8% ; Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) 8,54 ; Payback Periode (PBP) 0,8 tahun. Dari keseluruhan penilaian kriteria tersebut, terlihat bahwa pendirian usaha penggilingan gabah layak untuk didirikan. Dan dari analisis sensitivitas ditunjukkan NPV negatif pada saat harga input operasional naik 50% dan volume penjualan turun 66%.

2.4 Kerangka Pemikiran

Usaha penggilingan padi merupakan pusat pertemuan antara produksi, pascapanen, pengolahan dan pemasaran gabah/beras sehingga merupakan mata rantai yang sangat penting dalam suplai beras. Namun usaha penggilingan padi ini tidak lah dapat dioperasikan terus setiap hari karena tanaman padi yang bersifat musiman, sehingga penggilingan padi dapat beroperasi pada saat musim panen di sekitar wilayah penggilingan padi tersebut.

Biaya yang dikeluarkan dalam pelaksanaan usaha penggilingan padi bukanlah sedikit atau tidak murah, karena penggilingan padi itu sendiri menggunakan alat yang mahal ditambah lagi dengan biaya tenaga kerja, biaya penyusutan, biaya bahan bakar serta oli dan biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan kegiatan penggilingan padi. Pengusaha gilingan padi harus memperhitungkan biaya produksi agar dapat memperoleh informasi berupa keuntungan yang diperoleh. Dengan diketahuinya penerimaan dan biaya produksi maka akan dapat diketahui pendapatan bersih yaitu dengan mengurangkan penerimaan dengan biaya produksi yang dikeluarkan.

Penerimaan pengusaha penggilingan padi didapat dari hasil penggilingan gabah yakni jumlah gabah dikali dengan harga penggilingan gabah perkilogram nya.


(4)

Pendapatan lain pengusaha penggilingan padi dapat diperoleh dari kulit gabah (sekam) yang dapat dijual kembali, karena kulit gabah dapat diolah kembali untuk keperluan tertentu seperti dedak. Dengan demikian usaha penggilingan padi ini diharapkan mampu memperoleh keuntungan yang besar melihat peluang nya sebagai tempat bertemunya proses produksi, pascapanen, pengolahan dan pemasaran yang sangat besar.

Selanjutnya akan dilakukan analisis finansial yang digunakan untuk mengetahui kelayakan suatu usaha di lihat dari arus kasnya. Adapun kriteria investasi yang dipakai dalam analisis ini yakni B/C ratio, NPV, dan IRR. Bila kriteria tersebut terpenuhi maka dapat dikatakan usaha tersebut layak untuk diusahakan.

Bila usaha dikatakan layak artinya usaha tersebut memberikan keuntungan / manfaat secara finansial, namun bila dikatakan tidak layak artinya usaha tersebut tidak memberikan keuntungan / manfaat secara finansial sehingga pengusaha pemilik dapat melakukan tindakan penyesuaian karena usaha yang dikerjakan meyimpang dari tujuan semula.


(5)

Dimana:

: Hubungan : Pengaruh

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Usaha Penggilingan Padi

Proses Penggilingan

Penerimaan

Pendapatan Usaha Penggilinan Padi

Analisis Finansial

Layak Tidak Layak

Output (Beras)

Biaya Produksi Gabah


(6)

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori yang telah disusun, maka diajukan hipotesis bahwa usaha penggilingan padi kecil di daerah penelitian secara finansial layak untuk diusahakan.