MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PROB

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
(PROBLEM BASED LEARNING)
A. Pengertian Metode Pembelajaran Berbasis Masalah
 Menurut Suherman (2003:7)
Model pembelajaran dimaksudkan sebagai pola interaksi siswa dengan guru di
dalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran
yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas. Konsep yang
dikemukakan Suherman menjelaskan bahwa model pembelajaran adalah suatu bentuk
bagaimana interaksi yang tercipta antara guru dan siswa berhubungan dengan strategi,
pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang digunkan dalam proses
pembelajaran.
 Gijselaers (1996)
Pembelajaran berbasis masalah diturunkan dari teori bahwa belajar adalah
proses dimana pembelajar secara aktif mengkontruksi pengetahuan. Konsep ini
menjelaskan bahwa belajar terjadi dari aksi siswa, dan pendidik hanya berperan dalam
memfasilitasi terjadinya aktivitas kontruksi pengetahuan oleh pembelajar. Pendidik
harus memusatkan perhatiannya untuk membantu siswa dalam mencapai keterampilan
self directed learning.
 Secara umum
Pembelajaran Berbasis Masalah adalah suatu proses pembelajaran yang
keterlibatan siswanya lebih besar dalam pemecahan suatu masalah melalui tahaptahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang

berhubungan dengan masalah yang disajikan oleh pendidik dengan berbekal
pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sehingga dari prior knowledge ini akan
terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru.

B. Tujuan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah

 Departemen Pendidikan Nasional (2003)
Pembelajaran berbasis masalah membuat siswa menjadi pembelajar yang
mandiri, artinya ketika siswa belajar, maka siswa dapat memilih strategi belajar yang
sesuai, terampil menggunakan strategi tersebut untuk belajar dan mampu mengontrol
proses belajarnya, serta termotivasi untuk menyelesaikan belajarnya itu. Dari
pengertian ini, dikatakan bahwa tujuan utama pembelajaran berbasis masalah adalah
untuk menggali daya kreativitas siswa dalam berpikir dan memotivasi siswa untuk
terus belajar.
 Muslimin Ibrahim (2000:7)
Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru
memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi pembelajaran
berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan
berfikir, pemecahan masalah, dan ketrampilan intelektual, belajar berbagai peran
orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan

menjadi pembelajar yang mandiri. Dari pengertian ini kita dapat mngetahui bahwa
pembelajaran berbasis masalah ini difokuskan untuk perkembangan belajar siswa,
bukan untuk membantu guru mengumpulkan informasi yang nantinya akan diberikan
kepada siswa saat proses pembelajaran.
Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran
berbasis masalah (problem based learning) bertujuan untuk:
1) Membantu siswa mengembangkan keterampilan berfikir dan keterampilan
pemecahan masalah.
2) Belajar peranan orang dewasa yang otentik.
3) Menjadi siswa yang mandiri.
4) Untuk bergerak pada level pemahaman yang lebih umum dapat membuat
kemungkinan transfers pengetahuan baru.
5) Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif.

6) Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah.
7) Meningkatkan motivasi belajar siswa.
8) Membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru

C. Prinsip-Prinsip Metode Pembelajaran Berbasis Masalah
Berdasar pada pandangan psikologi kognitif, terdapat tiga prinsip pembelajaran

yang berkaitan dengan PBL, yaitu :
1) Belajar adalah proses konstruktif dan bukan penerimaan.
Pembelajaran tradisional didominasi oleh pandangan bahwa belajar adalah
penuangan pengetahuan ke kepala pebelajar. Kepala pebelajar dipandang sebagai
kotak kosong yang siap diisi melalui repetisi dan penerimaan. Pengajaran lebih
diarahkan untuk penyimpanan informasi oleh pebelajar pada memorinya seperti
menyimpan buku-buku di perpustakaan. Namun, psikologi kognitif modern
menyatakan bahwa memori merupakan struktur asosiatif. Pengetahuan disusun dalam
jaringan antar konsep, mengacu pada jalinan semantik. Ketika belajar terjadi informasi
baru digandengkan pada jaringan informasi yang telah ada.
2) Knowing about knowing (metakognisi) mempengaruhi pembelajaran
Prinsip kedua yang sangat penting adalah belajar adalah proses cepat, bila
pebelajar mengajukan keterampilan-keterampilan self monitoring, secara umum
mengacu pada metakognisi (Bruer, 1993 dalam Gijselaers, 1996). Metakognisi
dipandang sebagai elemen esensial keterampilan belajar seperti setting tujuan (what
am I going to do), strategi seleksi (how am I doing it), dan evaluasi tujuan (did it
work). Keberhasilan pemecahan masalah tidak hanya bergantung pada pemilikan
pengetahuan konten (body of knowledge), tetapi juga penggunaan metode pemecahan
masalah untuk mencapai tujuan. Secara khusus keterampilan metokognitif meliputi
kemampuan memonitor prilaku belajar diri sendiri, yakni menyadari bagaimana suatu

masalah dianalisis dan apakah hasil pemecahan masalah masuk akal.

3) Faktor-faktor kontekstual dan sosial mempengaruhi pembelajaran
Prinsip ketiga ini adalah tentang penggunaan pengetahuan. Mengarahkan
pebelajar untuk memiliki pengetahuan dan untuk mampu menerapkan proses
pemecahan masalah merupakan tujuan yang sangat ambisius. Pembelajaran biasanya
dimulai dengan penyampaian pengetahuan oleh pembelajar kepada pebelajar,
kemudian disertai dengan pemberian tugas-tugas berupa masalah untuk meningkatkan
penggunaan pengetahuan. Namun studi-studi menunjukkan bahwa pebelajar
mengalami kesulitan serius dalam menggunakan pengetahuan ilmiah (Bruning et al,
1995).

D. Ciri Utama Metode Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Bridges (1992) dan Charlin (1998), dalam melaksanakan proses
pembelajaran PBL ini terdapat beberapa ciri-ciri utama seperti berikut.
1) Pembelajaran berpusat dengan masalah.
2) Masalah yang digunakan merupakan masalah dunia sebenarnya yang mungkin akan
dihadapi oleh siswa dalam kerja profesional mereka di masa depan.
3) Pengetahuan yang diharapkan dicapai oleh siswa saat proses pembelajaran disusun
berdasarkan masalah.

4) Para siswa bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri.
5) Siswa aktif dengan proses bersama.
6) Pengetahuan menyokong pengetahuan yang baru.
7) Pengetahuan diperoleh dalam konteks yang bermakna.
8) Siswa berpeluang untuk meningkatkan serta mengorganisasikan pengetahuan.
9) Kebanyakan pembelajaran dilaksanakan dalam kelompok kecil.

Sedangkan ada beberapa kriteria dalam pemilihan bahan pembelajaran berbasis
masalah, yakni :
1) Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik yang bisa
bersumber dari berita,rekaman,video dan lain sebagainya.
2) Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa,sehingga setiap
siswa dapat mengikutinya dengan baik.
3) Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang
banyak,sehingga terasa manfaatnya.
4) Bahan yang dipilih adalah bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang
harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
5) Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu
untuk mempelajarinya.


E. Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Pannen (2001), langkah-langkah pemecahan masalah dalam pembelajaran
PBL paling sedikit ada delapan tahapan, yaitu:
1) Mengidentifikasi masalah.
2) Mengumpulkan data.
3) Menganalisis data.
4) Memecahkan masalah berdasarkan pada data yang ada dan analisisnya.
5) Memilih cara untuk memecahkan masalah.
6) Merencanakan penerapan pemecahan masalah.
7) Melakukan ujicoba terhadap rencana yang ditetapkan.

8) Melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah.
Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa
melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar yang
beragam pada siswa seperti kerjasama dan interaksi dalam kelompok, disamping
pengalaman belajar yang berhubungan dengan pemecahan masalah seperti membuat
hipotesis, merancang percobaan, melakukan penyelidikan, mengumpulkan data,
menginterpretasikan data, membuat kesimpulan, mempresentasikan, berdiskusi, dan
membuat laporan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa model PBL dapat memberikan
pengalaman yang kaya kepada siswa. Dengan kata lain, penggunaan PBL dapat

meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang mereka pelajari sehingga diharapkan
mereka dapat menerapkannya dalam kondisi nyata pada kehidupan sehari-hari.
Sedangkan Arends (2004) mengemukakan bahwa ada 5 fase (tahap) yang perlu
dilakukan untuk mengimplementasikan PBL, yakni sebagai berikut.
 Fase 1 : Mengorientasikan mahasiswa pada masalah. Menjelaskan tujuan
pembelajaran, logistik yang diperlukan, memotivasi mahasiswa terlibat aktif pada
aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
 Fase 2 : Mengorganisasi mahasiswa untuk belajar. Membantu mahasiswa
membatasi dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah
yang dihadapi.
 Fase 3 : Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok. Mendorong
mahasiswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, dan
mencari untuk penjelasan dan pemecahan.
 Fase 4 : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Membantu mahasiswa
merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan
model, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
 Fase 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Membantu
mahasiswa melakukan refleksi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang
digunakan selama berlangusungnya pemecahan masalah.


Berikut langkah-langkah proses belajar mengajarnya :
1) Guru memulai sesi awal PBM dengan presentasi permasalahan yang akan dihadapi
oleh siswa.
2) Siswa terstimulus untuk berusaha menyelesaikan permasalahan di lapangan.
3) Siswa mengorganisasikan apa yang telah mereka pahami tentang permasalahan dan
mencoba mengidentifikasi hal-hal terkait.
4) Siswa berdiskusi dengan mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang tidak mereka
pahami.
5) Guru mendampingi siswa untuk fokus terhadap pertanyaan yang dianggap penting.
6) Setelah periode self-study, sesi kedua dilakukan.
7) Pada awal sesi ini siswa diharapkan dapat membagi dan mengembangkan
pengetahuan baru yang mereka peroleh.
8) Siswa menganalisis dan mengevaluasi dari proses pemecahan masalah.
9) Siswa berlatih mentransfer pengetahuan dalam konteks nyata melalui pelaporan di
kelas.

Sedangkan berikut ini merupakan pelaksanaan pembelajaran berdasarkan masalah :
 Pierce dan Jones (Ratnaningsih, 2003)
Mereka mengemukakan bahwa kejadian-kejadian yang harus muncul pada
waktu pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:

a. Keterlibatan (engagement) meliputi mempersiapkan siswa untuk berperan sebagai
pemecah masalah yang bisa bekerja sama dengan pihak lain, menghadapkan siswa
pada situasi yang mendorong untuk mampu menemukan masalah dan meneliti
permasalahan sambil mengajukkan dugaan dan rencana penyelesaian.

b. Inkuiri dan investigasi (inquiry and investigation) yang mencakup kegiatan
mengeksplorasi dan mendistribuskan informasi.
c. Performansi (performance) yaitu menyajikan temuan.
d. Tanya jawab (debriefing) yaitu menguji keakuratan dari solusi dan melakukan
refleksi terhadap proses pemecahan masalah.
 Pendapat lain mengatakan terdapat beberapa kejadian yang merupakan bagian dari
pelaksanaan PBL, yakni sebagai berikut :
Tugas Perencanaan
Pembelajaran Berdasarkan Masalah memerlukan banyak perencanaan seperti halnya
model-model pembelajaran yang berpusat pada siswa lainnya.
1) Penetapan Tujuan
Pertama

mendiskripsikan


bagaimana

pembelajaran

berdasarkan

masalah

direncanakan untuk membantu tercapainya tujuan-tujuan tertentu misalnya
keterampilan menyelidiki, memahami peran orang dewasa dan membantu siswa
menjadi pebelajar yang mandiri. Hendaknya difikirkan dahulu dengan matang
tujuan yang hendak dicapai sehingga dapat dikomunikasikan dengan jelas kepada
siswa.
2) Merancang situasi masalah yang sesuai
Dalam pembelajaran berdasarkan masalah guru memberikan kebebasan siswa
untuk memilih masalah yang akan diselidiki, karena cara ini meningkatkan
motivasi siswa. Masalah sebaiknya otentik (berdasarkan pada pengalaman dunia
nyata siswa), mengandung teka-teki dan tidak terdefinisikan secara ketat,
memungkinkan kerjasama, bermakna bagi siswa dan konsisten dengan tujuan
kurikulum.

3) Organisasi sumber daya dan rencana logistik

Dalam pembelajaran berdasarkan masalah guru mengorganisasikan sumber daya
dan merencanakan kebutuhan untuk penyelidikan siswa karena dalam model
pembelajaran ini dimungkinkan siswa bekerja dengan beragam material dan
peralatan, pelaksanaan dapat dilakukan didalam maupun diluar kelas.

Tugas Interaktif
1) Orientasi siswa pada masalah
Siswa perlu memahami bahwa pembelajaran berdasarkan masalah tidak untuk
memperoleh informasi baru dalam jumlah besar, tetapi pembelajaran ini adalah
kegiatan penyelidikan terhadap masalah-masalah yang penting dan untuk menjadi
pelajar yang mandiri. Oleh karena itu cara yang baik dalam menyajikan masalah
adalah dengan menggunakan kejadian-kejadian yang mencengangkan dan
menimbulkan misteri sehingga merangsang untuk memecahkan masalah tersebut.
2) Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Dalam pembelajaran berdasarkan masalah siswa memerlukan bantuan guru untuk
merencanakan penyelidikan dan tugas-tugas pelaporan. Mengorganisasikan siswa
ke dalam kelompok belajar kooperatif juga diperlukan pengembangan ketrampilan
kerja sama di anatara siswa dan saling membantu untuk menyelidiki masalah
secara bersama.
3) Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok
 Guru membantu siswa dalam pengumpulan informasi dari berbagai sumber,
siswa diberi pertanyaan yang membuat siswa memimikirkan masalah dan
jenis informasi yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah sehingga siswa
diajarkan menjadi penyelidik yang aktif dan dapat menggunakan metode
yang sesuai untuk memecahkan masalah tersebut. Membantu penyelidikan
mandiri dan kelompok
 Guru mendorong pertukaran ide secara bebas dan penerimaan sepenuhnya
ide-ide tersebut. Guru mendorong siswa dalam pengumpulan informasi dari

berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan yang membuat mereka memikirkan
masalah dan jenis informasi yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah.
Selama tahap penyelidikan guru memberi bantuan yang dibutuhkan tanpa
mengganggu siswa.
 Puncak kegiatan pembelajaran berdasarkan masalah adalah penciptaan dan
peragaan artifak seperti laporan, poster, model-model fisik, videotape dsb.
Tugas guru pada tiap akhir pembelajaran berbasis masalah adalah membantu
siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berfikir mereka sendiri, dan
ketrampilan penyelidikan yang mereka gunakan.
4) Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah
Tugas guru pada tahap akhir pembelajaran berdasarkan masalah adalah membantu
siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan
ketrampilan penyelidikan yang mereka gunakan.

Lingkungan Belajar dan Tugas-Tugas Managemen
Guru perlu memberikan seperangkat aturan, sopan santun kepada siswa untuk
mengendalikan tingkah laku siswa ketika mereka melakukan penyelidikan sehingga
terciptanya kenyamanan, kemudahan siswa dalam melakukan aktivitasnya.

Asesmen dan Evaluasi
Penilaian yang dilakukan guru tidak hanya terbatas dengan tes kertas dan pensil (paper
and paper tes) tetapi termasuk menemukan prosedur penilaian alternative yang dapat
digunakan untuk mengukur pekerjaan siswa. Penetapan kriteria penilaian tugas-tugas
kinerja/ hasil karya harus dilakukan pada awal-awal pembelajaran dan harus dapat
dikerjakan oleh pebelajar (Fottrell, 1996). Kriteria penilaian itu harus didiskusikan
terlebih dahulu bersama pebelajar di kelas. Diskusi ini meliputi berapa grade yang
harus mereka capai dan siapa yang akan menilai mereka (pembelajar, pebelajar, atau
ahli luar).

Penilaian pada pembelajaran berbasis masalah berorientasi pada proses dengan tujuan
untuk menilai ketrampilan berkomunikasi, bekerjasama, penerimaan siswa terhadap
tanggung jawab belajar, kemampuan belajar bagaimanan belajar (learning to learn),
penyelesaian dan penggunaan sumber serta pengembangan ketrampilan memecahkan
masalah.

Dalam

pembelajaran

berbasis

masalah

guru

berperan

dalam

mengembangkan aspek kognitif dan metakognitif siswa, bukan sekedar sumber
pengetahuan dan penyebar informasi. Disamping itu siswa bukan sebagai pendengar
yang pasif tetapi berperan aktif sebagai problem.

Muslimin Ibrahim menjelaskan bahwa dalam menerapkan model pembelajaran
berbasis masalah membutuhkan banyak latihan dan perlu membuat ke putusan-keputusan
khusus pada fase-fase perencanaan, interaksi dan setelah pembelajaran. Arends (2004)
menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar (outcomes) yang diperoleh pebelajar yang diajar
dengan PBL yaitu:
1) Inkuiri dan ketrampilan melakukan pemecahan masalah, dimana siswa yang
melakukan inkuiri dalam pempelajaran akan menggunakan ketrampilan berpikir
tingkat tinggi (higher-order thinking skill) sehingga mereka akan melakukan operasi
mental seperti induksi, deduksi, klasifikasi, dan reasoning.
2) Belajar model peraturan orang dewasa (adult role behaviors).
3) Keterampilan belajar mandiri (skills for independent learning).

F. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah
Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah sebagai
berikut.
1. Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif.
2. Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah.
3. Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar.

4. Membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru.
5. Dapat mendorong siswa/mahasiswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara
mandiri.
6. Mendorong kreativitas siswa dalam pengungkapan penyelidikan masalah yang telah
ia lakukan.
7. Dengan PBM akan terjadi pembelajaran bermakna.
8. Dalam

situasi

PBM,

siswa/mahasiswa

mengintegrasikan

pengetahuan

dan

keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
9. PBM dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif
siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat
mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.

Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah sebagai
berikut.
1. Kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan metode ini sehingga peserta
didik dan pengajar masih terbawa kebiasaan metode konvensional, pemberian materi
terjadi secara satu arah.
2. Kurangnya waktu pembelajaran dimana PBM terkadang membutuhkan waktu yang
lebih banyak karena peserta didik terkadang memerlukan waktu untuk menghadapi
persoalan yang diberikan. Sementara, waktu pelaksanaan PBM harus disesuaikan
dengan beban kurikulum.
3. Menurut Fincham et al. (1997), “PBL tidak menghadirkan kurikulum baru tetapi
lebih pada kurikulum yang sama melalui metode pengajaran yang berbeda,” (hal.
419).
4. Siswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka untuk
belajar, terutama di daerah yang mereka tidak memiliki pengalaman sebelumnya.

5. Seorang guru mengadopsi pendekatan PBL mungkin tidak dapat untuk menutup
sebagai bahan sebanyak kursus kuliah berbasis konvensional. PBL bisa sangat
menantang untuk melaksanakan, karena membutuhkan banyak perencanaan dan
kerja keras bagi guru. Ini bisa sulit pada awalnya bagi guru untuk “melepaskan
kontrol” dan menjadi fasilitator, mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan
yang tepat daripada menyerahkan mereka solusi.