Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Padi
Dalam bahasa latin, padi disebut dengan “Oryza sativa L”. Tanaman semak semusim
ini merupakan tanaman yang berbatang basah, dengan tingi antara 50cm-1,5m.
Batangnya tegak, lunak, beruas, berongga, kasar dan berwarna hijau. Padi
mempunyai daun tunggal berbentuk pita yang panjangnya 15-30cm. Ujungnya
runcing, tepinya rata, berpelepah, pertulangan sejajar, dan berwarna hijau. Bunganya
majemuk berbentuk malai. Buahnya seperti buah batu (keras) dan terjurai pada
tangkai. Setelah tua, warna hijau akan menjadi kuning. Bijinya keras, berbentuk bulat
telur, ada yang berwarna putih atau merah. Butir-butir padi yang sudah lepas dari
tangkainya disebut gabah, dan yang sudah dibuang kulit luarnya disebut beras. Bila
beras dimasak, maka namanya menjadi nasi, yang merupakan bahan makanan utama
bagi sebagian besar penduduk Indonesia (Deptan, 2008).
Menurut Yandianto (2003), kesuburan tanah merupakan syarat mutlak yang
dibutuhkan tanaman padi. Tanah subur, artinya cukup mengandung unsur hara yang
sangat dibutuhkan oleh tanaman. Tingkat kesuburan tanah cenderung bersifat
sementara. Artinya, pada suatu ketika kesuburan tanah dapat menurun bahkan hilang.
Kesuburan tanah dapat berkurang antara lain disebabkan oleh:

1. Pengikisan air dan angin (erosi).
2. penanaman terus-menerus tanpa pemeliharaan kesuburannya.

Universitas Sumatera Utara

3. pengolahan tanah yang salah.
Akar pertama yang timbul dari radikula tidak lama hidupnya, dalam beberapa
hari akar pertama itu akan mati dan fungsinya sebagai penyerap air untuk kebutuhan
kecambah, diambil alih oleh akar-akar yang bermunculan pada buku-buku batang
kecambah yang terbawah dari batang kecambah (Sugeng, 2001).

2.1.2. Metode SRI(System of Rice Intensification)
Upaya swadaya rakyat yang dikawal oleh semangat serta kiprah Dewan
Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) selama tahun 20002010 untuk mengangkat kesejahteraan petani melalui perbaikan produktivitas
pertanian padi dengan metodeSystem of Rice Intensification(SRI) mampu memanen
banyak manfaat yang sangat berarti (Purwasasmita dan Sutaryat, 2012).
Pola pertanian padi SRI (System of Rice Intensification) merupakan perpaduan
antara metode budidaya padi SRI yang pertamakali dikembangkan di Madagaskar,
dengan metode budidaya padi organik dalam praktek pertanian organik. Metode ini
akan meningkatkan fungsi tanah sebagai media tumbuh dan sumber nutrisi tanaman.

Dengan sistem SRI daur ekologis akan berlangsung dengan baik karena
memanfaatkan mikroorganisme tanah secara natural. Pada gilirannya keseimbangan
ekosistem dan kelestarian lingkungan akan selalu terjaga. Di sisi lain, produk yang
dihasilkan dari metode ini lebih sehat bagi konsumen karena terbebas dari paparan zat
kimia berbahaya (Lubis, 2000).
Menurut Mutakin(2005), SRI menjadi terkenal di dunia melalui upaya dari
Norman Uphoff

(Director CIIFAD). Pada tahun 1987, Uphoff mengadakan

Universitas Sumatera Utara

presentasi SRI di Indonesia yang merupakan kesempatan pertama SRI dilaksanakan
di luar Madagaskar. Hasil metode SRI sangat memuaskan, di Madagaskar, pada
beberapa tanah tak subur yang produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang
menggunakan SRI memperoleh hasil panen lebih dari 8 ton/ha, beberapa petani
memperoleh 10 – 15 ton/ha, bahkan ada yang mencapai 20 ton/ha. Metode SRI
minimal menghasilkan panen dua kali lipat dibandingkan metode yang biasa dipakai
petani. Hanya saja diperlukan pikiran yang terbuka untuk menerima metode baru dan
kemauan untuk bereksperimen. Dalam SRI tanaman diperlakukan sebagai organisme

hidup sebagaimana mestinya, bukan diperlakukan seperti mesin yang dapat
dimanipulasi. Semua unsur potensi dalam tanaman padi dikembangkan dengan cara
memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya.
SRI (System of Rice Intensification) mengembangkan praktek pengelolaan
padi yang memperhatikan kondisi pertumbuhan tanaman yang lebih baik, terutama di
zona perakaran, dibandingkan dengan teknik budidaya cara tradisional. Metode ini
pertama kali ditemukan secara tidak sengaja di Madagaskar antara tahun 1983-1984
oleh Fr. Henri de Laulanie, SJ. Seorang pastor Jesuit asal Prancis yang lebih dari 30
tahun hidup bersama petani-petani di sana. Oleh penemuannya, metode ini
selanjutnya dalam bahasa Prancis dinamakan Ie Systme de Riziculture Intensive yang
disingkat SRI. Dalam bahasa Inggris popular dengan namaSystem of Rice
Intensification yang disingkat SRI. Tahun 1990 dibentuk Association Tefy Saina
(ATS), sebuah LSM Malagasy untuk memperkenalkan SRI. Empat tahun kemudian,
Cornell International Institution for Food, Agriculture and Development (CIIFAD),
mulai bekerja sama dengan Tefy Saina untuk memperkenalkan SRI di sekitar

Universitas Sumatera Utara

Ranomafana NationalParkdi Madagaskar Timur, didukung oleh US Agency for
International Development. SRI telah diuji di Cina, India, Indonesia, Filipina, Sri

Langka, dan Bangladesh dengan hasil yang positif (Berkelaar, 2008).
Menurut Berkelaar (2005), mulanya praktek penerapan SRI tampak “melawan arus”.
SRI menentang asumsi dan praktek yang selama ratusan bahkan ribuan tahun telah
dilakukan. Kebanyakan petani padi menanam bibit yang telah matang (umur 20-30
hari), dalam bentuk rumpun, secara serentak, dengan penggenangan air di sawah
seoptimal mungkin disepanjang musim. Praktek ini seolah-olah mengurangi resiko
kegagalan bibit mati. Masuk akal bahwa tanaman yang lebih matang seharusnya
mampu bertahan lebih baik. Penanaman dalam bentuk rumpun akan menjamin
beberapatanaman tetap hidup saat pindah tanam (transplanting) dan penanaman
dalam air yang menggenang menjamin kecukupan air dan gulma sulit tumbuh.
Terlepas dari alasan tersebut, para petani yang menerapkan metode SRI belum
menemukan resiko yang lebih besar daripada metode tradisional.
Menurut berkelaar (2008), ada 6 penemuan kunci penerapan SRI:
1. Bibit transplantasi lebih awal
Bibit padi transplantasi saat dua daun telah muncul pada batang muda, biasanya saat
berumur 8-15 hari. Benih harus disemai pada petakan khusus dengan menjaga tanah
tetap lembab dan tidak tergenang air. Saat transplantasi dari petak semaian, harus
hati-hati serta menjaga tetap lembab. Bibit harus ditransplantasikan secepat mungkin
setelah dipindahkan dari persemaian. Saat menanam benih di sawah, benamkan benih
dalam posisi horizontal agar ujung-ujung akar tidak menghadap ke atas. Ujung akar

membutuhkan keleluasaan untuk tumbuh ke bawah. Transplantasi saat benih masih

Universitas Sumatera Utara

muda secara hati-hati dapat mengurangi guncangan dan meningkatkan kemampuan
tanaman dalam memproduksi batang dan akar selama tahap pertumbuhan vegetatif.
Bulir padi dapat muncul pada malai.
2. Bibit ditanam satu per satu
Bibit ditanam satu per satu, tidak secara berumpun, yang terdiri dari dua atau tiga
tanaman. Ini dimaksudkan agar tanaman

memiliki ruang untuk menyebar dan

memperdalam perakaran. Sehingga tanaman tidak bersaing selalu ketat untuk
memperoleh ruang tumbuh, cahaya atau nutrisi dalam tanah.
3. Jarak tanam
Dibandingkan dengan baris yang sempit, bibit lebih baik ditanam dalam pola luasan
yang cukup luas dari segala arah. Ada beberapa ukuran jarak tanam pada SRI, yaitu:
25 cm x 25 cm, 30 cm x 30 cm dan 35 cm x 35 cm.
Untuk membuat jarak tanam lebih tepat, petani dapat meletakkan tongkat-tongkat di

pinggir sawah, lalu diantaranya diikatkan tali melintasi sawah. Tali diberi tanda
interval yang sama, sehingga dapat menanam dalam pola segi empat. Dengan jarak
tanam yang lebar ini, memberi kemungkinan lebih besar kepada akar untuk tumbuh
leluasa, tanaman juga akan menyerap lebih banyak sinar matahari, udara dan nutrisi.
4. Kondisi tanah
Secara tradisional penanamanpadi biasanya selalu digenangi air. Namun, sebenarnya
air yang menggenang membuat sawah menjadi kekurangan oksigen bagi akar dan
tidak ideal untuk pertumbuhan. Akar padi akan mengalami penurunan bila sawah
digenangi air, hingga mencapai ¾ total akar saat tanaman mencapai masa berguna.

Universitas Sumatera Utara

Dengan SRI, petani hanya memakai ½ dari kebutuhan air pada sistem tradisional
yang biasa menggenangi tanaman padi. Tanah cukup dijaga tetap lembab selama
tahap vegetatif, untuk memungkinkan lebih banyak oksigen bagi pertumbuhan akar.
Kondisi tidak tergenang yang dikombinasikan dengan pengairan mekanis, akan
menghasilkan lebih banyak udara masuk kedalam tanah dan akar berkembang lebih
besar sehingga dapat menyerap nutrisi lebih banyak.
Pada tanaman padi sawah yang tergenang air, diakar padi akan terbentuk kantong
udara yang berfungsi untuk menyalurkan oksigen. Namun, karena kantong udara ini

mengambil 30-40% korteks akar, maka dapat berpotensi menghentikan penyaluran
nutrisi dari akar ke seluruh bagian tanaman. Penggenangan dapat dilakukan sebelum
pendangiran untuk mempermudah pendangiran. Selain itu penggenangan air paling
baik dilakukan pada sore hari, sehingga air yang berada di permukaan mulai
mengering keesokan harinya. Perlakuan ini membuat sawah mampu untuk menyerap
udara dan tetap hangat sepanjang hari. Sebaliknya sawah yang digenangi air justru
akan memantulkan kembali radiasi matahari matahari yang berguna, dan hanya
sedikit menyerap panas yang diperlukan dalam pertumbuhan tanaman. Dengan SRI,
kondisi tak tergenangi hanya dipertahankan selama pertumbuhan vegetatif.
Selanjutnya setelah pembuangan, sawah digenangi air 1-3 cm seperti yang diterapkan
di praktek tradisioanal. Petak sawah diairi secara tuntas mulai 25 hari sebelum panen.

5. Pendangiran
Pendangiran adalah usaha menggemburkan tanah disekitar tanaman untuk
memperbaiki struktur tanah

yang berguna untuk perkembangan tanaman.

Universitas Sumatera Utara


Pendangiran dapat dilakukan dengan tangan atau alat sederhana. Para petani di
Madagaskar beruntung setelah menggunakan alat pendengarin yang dikembangkan
oleh Internasional Rice ResearchInstitue sejak tahun 1960 an, yang mampu
mengurangi tenaga kerja dan meningkatkan hasil panen. Alat ini mempunyai roda
putar bergerigi yang berfungsi untuk mengaduk tanah saat ditekan kebawah dan tidak
merusak tanaman karena ada jarak diantara roda.
Pendangiran pertama dilakukan 10 atau 12 hari setelah transplantasi dan pendangiran
ke dua setelah 14 hari. Minimal disarankan 2-3 kali pendangiran, namun jika
ditambah sekali atau dua kali lagi akan mampu meningkatkan hasil hingga satu atau 2
ton/ha. Hal ini disebabkan karena tidak hanya sekedar membersihkan gulma, tetapi
pengadukan tanah dapat memperbaiki struktur dan meningkatkan aerasi tanah.
6. Asupan organik
Awalnnya

SRI

dikembangkan

dengan


menggunakan

pupuk

kimia

untuk

meningkatkan hasil panen pada tanah-tanah tandus di Madagaskar. Tetapi saat subsidi
pupuk dicabut pada akhir tahun 1980 an, petani disarankan untuk menggunakan
kompos, dan ternyata hasilnya lebih bagus. Kompos dapat dibuat dari macam-macam
sisa tanaman, seperti jerami, serasah tanaman dan dari bahan tanaman lainnya,
dengan tambahan pupuk kandang bila ada. Daun pisang bias menambah unsur
potassium, daun tanaman kacang-kacangan dapat menambah unsur N. Kompos
menambah nutrisi tanah secara perlahan-lahan dapat memperbaiki struktur tanah.

Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Adopsi Petani terhadap Teknologi
Besarnya perhatian dan keyakinan Pemerintah Indonesia akan pentingnya

sektor pertanian dapat dilihat dari kesungguhannya dalam membangun pertanian di
negara ini. Segala sarana dan prasarana pertanian disediakan, demikian pula segala
kemudahan bagi petani, termasuk berbagai bentuk subsidi. Guna mencapai
peningkatan produksi, teknologi memang diperlukan, dan para petani perlu
mengadopsi teknologi itu. Petani harus berubah dari penggunaan teknologi lama ke
penggunaan teknologi baru yang lebih maju (Slamet, 2003).
Adopsi petani terhadap teknologi pertanian sangat ditentukan dengan kebutuhan akan
teknologi tersebut dan kesesuaian teknologi dengan kondisi biofisik dan

sosial

budaya. Oleh karena itu, introduksi suatu inovasi teknologi baru harus disesuaikan
dengan kondisi spesifik lokasi. Adopsi adalah keputusan untuk menggunakan
sepenuhnya ide baru sebagai cara bertindak yang paling baik. Keputusan inovasi
merupakan proses mental, sejak seseorang mengetahui adanya inovasi sampai
mengambil keputusan untuk menerima atau menolaknya kemudian mengukuhkannya
(Suprapto dan Fahrianoor, 2004).
Menurut Yusdja, dkk (2004), petani sebagai subjek utama yang menentukan kinerja
produktivitas usahatani yang dikelolanya. Secara naluri petani menginginkan
usahataninya memberikan manfaat tertinggi dari sumber daya yang dikelolanya.

Produktivitas sumberdaya usahatani tergantung pada teknologi yang diterapkan.
Menurut Ginting (2002), dalam penerimaan inovasi (adopsi) terdapat lima (5) tahapan
yang harus dilalui sebelum seseorang bersedia menerapkan inovasi yang
diperkenalkan kepadanya, yaitu sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

1. Sadar, adalah seseorang belajar tentang ide baru produk, atau praktek baru. Dia
hanya mempunyai pengetahuan umum mengenai ide baru tersebut, tidak
mengetahui kualitasnya dan pemanfaatannya secara khusus.
2. Tertarik, adalah seseorang tidak hanya mempunyai pengetahuan keberadaan ide
baru itu, tapi ingin mendapatkan informasi lebih banyak dan lebih mendetail.
3. Penilaian, adalah seseorang menilai semua informasi yang diketahuinya dan
memutuskan apakah ide baru itu baik atau tidak untuknya.
4. Mencoba, adalah seseorang sekali dia putuskan bahwa dia menyukai ide tersebut,
dia kan mengadakan percobaan. Hal ini mungkin terlaksana dalam kurun waktu
yang lama dan dalam skala yang terbatas.
5. Adopsi atau menerapkan, adalah tahap seseorang meyakini akan kebenaran atau
keunggulan juga mendorong penerapan orang lain, dan inovasi biasanya diadopsi
dengan cepat karena:
1. Memiliki keuntungan relatif tinggi bagi petani.
2. Sesuai dengan nilai-nilai sosial adat setempat.
3. Tidak rumit.
4. Dapat dicoba dalam skala kecil.
5. Mudah diamati.

Universitas Sumatera Utara

2.2. Landasan Teori
2.2.1. Teori Adopsi
Pada dasarnya, proses adopsi pasti melalui tahapan sebelum masyarakat mau
menerima/menerapkan dengan keyakinannya sendiri, meskipun selang waktu antar
tahapan satu dengan lainnya itu tidak selalu sama (tergantung sifat inovasi,
karakteristik sasaran, keadaan lingkungan fisik maupun sosial), dan aktivitas/
kegiatan yang dilakukan oleh penyuluh). Inti dari setiap upaya pembangunan yang
disampaikan melalui kegiatan penyuluh, pada dasarnya ditujukan untuk tercapainya
perubahan perilaku masyarakat demi terwujudnya perbaikan mutu hidup yang
mencakup banyak aspek, baik aspek ekonomi, sosial, budaya, idiologi, politik
maupun pertahanan dan keamanan. Karena itu, pesan pembangunan yang disuluhkan
haruslah mampu mendorong atau mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan
yang memiliki sifat pembaharuan (Arip, 2009).
Adopsi adalah keputusan yang diambil oleh seseorang untuk menerima motivasi dan
menggunakannya dalam praktek usahataninya. Proses adopsi merupakan perubahan
kelakuan yang terjadi dalam diri petani melalui penyuluhan biasanya berjalan lambat.
Hal ini disebabkan karena dalam penyuluhan hal-hal yang disampaikan sebelum
dapat diterima dan diadopsi oleh petani, memerlukan keyakinan dalam diri petani
bahwa hal-hal baru ini akan berguna. Bila dalam diri petani telah timbul keyakinan
akan manfaat dari teknologi baru sehingga petani mau melaksanakannya (Slamet,
2003).

Universitas Sumatera Utara

2.2.2. Teori Produksi
Produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan
memanfaaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian ini dapat dipahami
bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasi berbagai input atau masukan untuk
menghasilkan output (Soekartawi, 2002).
Teori produksi yang sederhana menggambarkan tentang hubungan di antara
tingkat produksi suatu barang dengan sejumlah faktor produksi yang digunakan untuk
menghasilkan berbagai tingkat produksi produk tersebut (Sukirno, 2003).
Analisis tentang biaya produksi akan meliputi biaya produksi total dan biaya
produksi variabel (berubah-ubah). Biaya total adalah keseluruhan biaya yang
dikeluarkan untuk memperolah produksi yang tidak dapat diubah jumlahnya. Biaya
variabel (biaya berubah-ubah) adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya. Sedangkan biaya rata-rata
adalah biaya untuk memproduksi sejumlah produk tertentu dibagi dengan jumlah
produk tersebut, baik itu biaya tetap ataupun biaya variabel. Biaya produksi adalah
sebagai kompensasi yang diterima oleh para pemilik faktor-faktor produksi, atau
biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam proses produksi, baik secara tunai
maupun tidak tunai (Moehar, 2002).

Universitas Sumatera Utara

2.2.3. Pendapatan
Pendapatan adalah sumber utama dalam berbagai kegiatan yang dilakukan semua
masyarakat. Semua kebutuhan akan barang maupun jasa dapat terpenuhi dengan
adanya pendapatan baik dalam bentuk uang maupun barang. Daya beli ataupun
konsumsi seseorang tergantung dari pendapatan yang dibelanjakan. Apabila
pendapatan yang dibelanjakan berubah maka jumlah barang atau jasa yang diminta
juga akan berubah (Rahim dan Diah, 2008).
Menurut Rahim dan Diah (2008), pendapatan usahatani merupakan selisih antara
penerimaan dan semua biaya, atau dengan kata lain pendapatan meliputi pendaptan
kotor atau penerimaan total dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor/penerimaan
total adalah nilai produksi komoditas pertanian secara keseluruhan sebelum dikurangi
biaya produksi.
Menurut soekartawi (2002), biaya usahatani diklsifikasikan menjadi dua yaitu:
1. Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus
dikeluarkan walaupun prodiksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besar biaya
ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh.
2. Biaya tidak tetap (variabel cost) addalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi
oleh produksi yang diperoleh.
Biaya usahatani atau disebut dengan total biaya merupakan penjumlahan dari biaya
tetap dan biaya tidak tetap, dengan rumus sebagai berikut:
TC= FC + VC
Keterangan:

Universitas Sumatera Utara

TC = Total Biaya (Rp)
FC = Biaya Tetap (Rp)
VC = Biaya Variabel (Rp)
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga
jual, pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut:
TR = Y. PY
Keterangan:
TR = Total Penerimaan (Rp)
Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani
PY = Harga (Rp)
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya sehingga
dapat ditulis dengan rumus :
Pd = TR – TC
Keterangan:
Pd = Pendapatan usahatani (Rp)
TR = Total penerimaan (Rp)
TC = Total biaya (Rp).

2.3.Penelitian Terdahulu
Nasution (2012), dalam penelitiannya yang berjudul “Dampak Penerapan
Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) terhadap Pendapatan Padi Sawah
Studi Kasus Desa Pematang Setarak Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten
Serdang Bedagai” menyatakan bahwa variabel yang diamati adalah bagaimana

Universitas Sumatera Utara

dampak penerapan teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) terhadap
pendapatan petani. Analisis data yang digunakan adalah uji beda rata-rata (Compare
Means) metode dependent sample t-testyaitu dua sampel yang berpasangan dengan
alat bantu SPSS 18. Penelitiannyamenyimpulkan bahwa tingkat adopsi teknologi
pada petani adalah sangat berhasil dengan rata-rata skor 30,96. Kemudian terdapat
dampak positif penerapan teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) terhadap
tingginya pendapatan petani.
Amril Hanapi Nasution (2015), dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis
Dampak Adopsi Teknologi Budidaya Jagung terhadap Pendapatan Petani Studi Kasus
Desa Bangun Panei Kecamatan Dolok Pardamean Kabupaten Simalungun”
menyatakan bahwa tingkat adopsi petani jagung terhadap teknologi budidaya jagung
sesuai anjuran di daerah penelitian adalah tinggi. Hasil penelitian juga menyimpulkan
bahwa ada perbedaan pendapatan petani sebelum dan sesudah adopsi teknologi
budidaya jagung serta adopsi teknologi budidaya jagung sesuai anjuran berdampak
positif terhadap pendapatan petani.
Citranty Akriana (2011), dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan Tingkat
Adopsi Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dengan Produktivitas Padi
Sawah Lahan Irigasi Kasus Desa Sidodadi Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten
Deli Serdang” menyatakan bahwa tingkat adopsi teknologi Pengelolaan Tanaman
Terpadu (PTT) pada kegiatan pengolahan lahan, pembibitan, penanaman,
pemupukan, pemeliharaan, pengendalian gulma, pengendalian hama penyakit,
penggunaan irigasi, pemanenan dan pasca panen di daerah penelitian adalah sedang.
Penelitian juga menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

Universitas Sumatera Utara

tingkat adopsi teknologi dengan produktivitas padi sawah lahan irigasi di daerah
penelitian.
Nuhfil Hanani AR (2013), Dalam penelitiannya berjudul “Tingkat Adopsi Sistem
Usahatani Konservasi dan Pengaruhnya terhadap Tingkat Pendapatan Petani Studi
Kasus Desa Brantas, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu” menyatakan bahwa tingkat
adopsi sistem usahatani konservasi di Desa Sumber Brantas dan Desa Tulungrejo
masih relatif rendah. Adopsi sistem usahatani konservasi memiliki pengaruh nyata
(pada taraf kepercayaan 95%) dan positif terhadap pendapatan usahatani sayuran
dengan nilai koefisien regresi variabel sebesar Rp.4.473.000. Menunjukkan bahwa
peningkatan 1 level tingkat adopsi akan menyebabkan peningkatan pendapatan petani
sayur sebesar Rp.4.473.000.

2.4. Kerangka Pemikiran
Untuk meningkatkan produksi padi banyak dilakukan penelitian-penelitan dan
salah satunya adalah penelitian mengenai teknik budidaya atau sistem penanaman.
Dimana penelitan tersebut telah menemukan bentuk sistem penanaman padi yang
mampu meningkatkan produksi sekaligus memperbaiki ekosistem tanaman. Metode
yang dimaksudkan adalah System of Rice Intensification (SRI).
Dalam upaya menumbuhkan minat petani untuk mengadopsi metode SRI ini,
pemerintah melalui penyuluh pertanian telah memberikan bantuan berupa input
produksi dan maksimalisasi kegiatan penyuluhan pertaniankepada petani yang ingin
menerapkan SRI pada usahatani padi sawah mereka.

Universitas Sumatera Utara

Metode SRI yang diperkenalkan oleh pemerintah melalui penyuluhan pertanian
tentunya akan mengandung respon atau tanggapan yang berbeda-beda dari petani,
respon yang dimaksudkan adalah kemauan petani dalam mengadopsi metode
tersebut. Sebelum petani bersedia mengadopsi metode yang diperkenalkan
kepadanya, ada tahapan yang harus dilalui yaitu: tahap sadar, minat, menilai,
mencoba dan menerapkan. Selanjutnya, dalam mengadopsi metode System of Rice
Intensification(SRI), tentu tingkat adopsi petani tidak akan sama. Ada yang tinggi,
sedang dan ada pula yang rendah.
Pemanfaatan metode SRI dalam usahatani padi sawah akan mendorong petani
meningkatkan produksi dan produktivitas padi mereka guna memperoleh keuntungan
serta pendapatan yang maksimal sehingga akan diketahui dampaknya terhadap
pendapatan petani apakah pendapatan petani menjadi meningkat atau menurun

Universitas Sumatera Utara

Adopsi Metode :
1. Persiapan benih
2. Penanaman
3. Pemeliharaan Tanaman
Adopsi Metode
SRI

4. Pengolahan Tanah
5. Pemupukan
6. Pengendalian Hama Penyakit
7. Pemanenan

Rendah

Tinggi

Sesudah

Sebelum

Pendapatan

Sedang

Pendapatan

Keterangan:
: Hubungan
: Pengaruh
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Universitas Sumatera Utara

2.5. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan skema kerangka pemikiran maka dapat dirumuskan hipotesis
penelitian sebagai berikut:
1. Tingkat adopsi petani padi sawah terhadap metode SRI (System Rice
Intensification) di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang adalah tinggi.
2. Ada perbedaan pendapatan petani sebelum dan sesudah mengadopsi metode SRI
(System Rice Intensification) di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang.
3. Penerapan metode SRI (System of Rice Intensification) berdampak positif
terhadap pendapatan petani padi sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli
Serdang.
4. Adanya hubungan yang nyata antara tingkat adopsi metode SRI (System of Rice
Intensification) dengan pendapatan petani padi sawah di Kecamatan Beringin
Kabupaten Deli Serdang.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Perbandingan Usaha Tani Padi Sawah Sistem Sri (System Of Rice Intensification) Dengan Sistem Konvensional Di Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai

12 168 47

Analisis Komparasi Pendapatan Petani Sistem Tanam SRI (System of Rice Intensification) Dengan Petani Sistem Tanaman Legowo (Studi Kasus: Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai)

2 84 123

Analisis Adopsi Sri (System Of Rice Intensification) Dan Dampaknya Terhadap Efisiensi Usahatani Padi Di Kabupaten Solok Selatan.

0 7 103

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

0 5 120

ANALISIS KOMPARASI USAHATANI PADI SAWAH METODE SRI (System of Rice Intensification) DAN KONVENSIONAL DI KECAMATAN GERIH KABUPATEN NGAWI.

0 4 142

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

0 0 12

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

0 0 1

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

0 0 7

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

0 0 2

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

1 1 38