ANALISIS KOMPARASI USAHATANI PADI SAWAH METODE SRI (System of Rice Intensification) DAN KONVENSIONAL DI KECAMATAN GERIH KABUPATEN NGAWI.

(1)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS

Diajukan Oleh: S U P A R T A NPM : 0864020050

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR SURABAYA


(2)

TESIS

Yang dipersiapkan dan disusun oleh : S U P A R T A

NPM : 0864020050

Telah dipertahankan didepan Dosen Penguji Pada Tanggal : 11 Juni 2010 dan dinyatakan telah

Memenuhi syarat untuk diterima SUSUNAN DEWAN PENGUJI Pembimbing Utama

Prof. Dr. Djohan Mashudi, SE, MS

Anggota Penguji Lain

Ir. Setyo Parsudi, MP

Pembimbing Pendamping

Dr. Ir. Sudiyarto, MM

Ir. Sri Widayanti, MP

Ir. Endang Yektiningsih, MP

Surabaya, Juni 2010 UPN “Veteran” Jawa Timur

Program Pascasarjana Direktur,

Prof. Dr. Djohan Mashudi, SE, MS NIP. 030 184 828


(3)

Puji Syukur senantiasa Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian tesis dengan judul “ANALISIS KOMPARASI USAHATANI PADI SAWAH METODE SRI (System of Rice Intensification) DAN KONVENSIONAL DI KECAMATAN GERIH KABUPATEN NGAWI” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Magister Manajemen Agribisnis Strata dua (S2) pada Program Pascasarjana Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”.

Penyusunan proposal tesis ini tidak akan mungkin berjalan tanpa ada bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, karena itu pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Djohan Mashudi, MS selaku dosen pembimbing I yang telah memberi motivasi, saran perbaikan dalam penyusunan tesis.

2. Bapak Dr. Ir. Sudiyarto, MM selaku dosen pembimbing II yang telah memberi petunjuk dalam penyusunan tesis.

3. Rektor dan Direktur beserta seluruh Dosen Program Pascasarjana Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” yang telah memberikan ilmunya di bidang akademik kepada penulis.


(4)

membangun untuk mendekati sebuah kesempurnaan. Semoga penulisan proposal penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan. Amien.

Ngawi, Juni 2010


(5)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI...v

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ... 9

2.2 Landasan Teori ... 13

2.2.1 Tinjauan Umum Komoditas Padi ... 13

2.2.2 Pola Tanam ... 15

2.2.3 Usahatani Padi Metode SRI ... 17

2.2.4 Penelitian Usahatani ... 26

2.2.5 Pengertian Produksi, Biaya Produksi, Penerimaan dan Efisiensi ... 28

2.2.6 Hubungan Antara Produksi, Biaya Produksi dengan Penerimaan ... 32


(6)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 45

3.2 Metode Penentuan Populasi dan Sampel ... 45

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 47

3.4 Pengukuran Variabel ... 47

BAB IV ANALISA DATA 4.1 Metode Analisa Data... 50

4.1.1 Budidaya Padi Metode SRI di Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi. ... 50

4.1.2. Membandingkan Struktur Biaya Dan Pendapatan Usahatani Padi Metode SRI dan Konvensional di Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi. ... 50

4.1.3 Menghitung Efisiensi Usahatani Padi Metode SRI dan Konvensional di Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi. ... 52

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Budidaya Padi Sawah Metode SRI (System of Rice Intensification) Di Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi ... 55

5.2 Keadaan Fisik Daerah ... 64

5.2.1 Letak Daerah Administratif ... 64


(7)

5.3 Karakteristik Petani ... 70

5.3.1 Umur Petani ... 71

5.3.2 Pendidikan Petani... 72

5.3.3 Luas Pemilikan Lahan ... 73

5.4 Perbandingan Struktur Biaya dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Metode SRI dan Konvensional di Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi ... 74

5.4.1 Biaya Tetap (Fixed Cost) ... 74

5.4.2 Biaya Variabel (Variabel Cost) ... 76

5.4.3 Penerimaan Usaha Tani Padi ... 78

5.4.4 Produksi ... 79

5.4.5 Pendapatan ... 79

5.5 Pengujian Hipotesis ... 80

5.5.1 Total Biaya ... 80

5.5.2 Total Penerimaan ... 81

5.5.3 Laba ... 82

5.6 Analisis Efisiensi Usahatani Padi Sawah Metode SRI dan konvensional di Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi ... 84

5.6.1 Analisis R/C Ratio ... 84

5.6.2 Analisis B/C Ratio ... 86

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 88


(8)

(9)

Tabel 1. Komposisi Zat Makanan Pada Buah Padi tiap 100 gramnya ... 14

Tabel 2. Perbedaan sistem tanam padi Organik SRI dengan sistem Konvensional ... 22

Tabel 3. Rata-Rata Curah Hujan dan Hari Hujan per Bulan di Kecamatan Gerih ... 66

Tabel 4. Sarana dan Prasarana Pertanian di Kecamata Gerih ... 67

Tabel 5. Jenis Tanaman dan Produksinya di Kecamatan Gerih ... 69

Tabel 6. Lembaga dan Fasilitas Pertanian di Kecamatan Gerih ... 70

Tabel 7. Karakteristik Petani Berdasarkan Usia ... 71

Tabel 8. Karakteristik Petani Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 72

Tabel 9. Karakteristik Petani Berdasarkan Kepemilikan Lahan ... 73

Tabel 10. Rata-Rata Biaya Tetap Petani SRI dan Konvensional per Ha ... 75

Tabel 11. Rata-Rata Biaya Variabel Petani SRI dan Konvensional per Ha ... 76

Tabel 12. Rata-Rata Penerimaan Petani SRI dan Konvensional per Hektar .... 78

Tabel 13. Rata-Rata Pendapatan Petani SRI dan Konvensional per Hektar... 79


(10)

Gambar 2. Kerangka Pemikiran ... 44 Gambar 3. Diagram Alir Pengambilan Sampel ... 46


(11)

Pembimbing II: Dr. Ir. Sudiyarto, MM.

Kebijakan produksi beras menjadi kebijakan inti dalam pembangunan pertanian. Permasalahan di lapangan adalah, semakin turunnya daya dukung lahan dengan adanya penyempitan areal, berkurangnya tingkat kesuburan tanah, sehingga perlu adanya inovasi teknologi budidaya padi seperti metode SRI.

Tujuan dari penelitian adalah (1) Untuk medeskripsikan metode budidaya padi sawah metode SRI di Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi, (2) Membandingkan struktur biaya dan pendapatan usahatani padi sawah Metode SRI dan Konvensional di Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi, (3) Menghitung efisiensi usahatani padi sawah Metode SRI dan Konvensional di Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi.

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara Purposive, dengan pertimbangan telah dilaksanakan program SRI yang diresmikan Gubernur Jawa Timur. Populasi dalam penelitian ini adalah petani padi varietas ciherang di Kecamatan Gerih dengan Metode SRI dan Konvensional. Metode sampling menggunakan Purposive Sampling. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 40 petani yang tersebar di kecamatan Gerih.

Metode analisis data yang digunakan adalah : (1) Analisis deskriftif, untuk mediskripsikan budidaya padi sawah Metode SRI, (2) Analisis Uji t, untuk menganalisis perbandingan struktur biaya dan pendapatan, (3) Analisa Kelayakan Usahatani digunakan untuk menghitung efisiensi.

Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata biaya produksi petani SRI sebesar Rp. 15.697.750,00 lebih besar dari petani konvensional (Rp. 12.926.400,00). Dengan Uji t menunjukkan perbedaan yang nyata antara biaya produksi petani SRI dengan petani konvensional. Rata-rata penerimaan untuk petani SRI sebesar Rp. 22.727.550,00 lebih tinggi dari penerimaan petani konvensional sebesar Rp. 18.062.650,00. Dengan menggunakan Uji t menunjukkan perbedaan yang nyata antara penerimaan petani SRI dengan petani konvensional. Rata-rata pendapatan/laba untuk petani SRI sebesar Rp. 7.029.850,00 lebih besar daripada tingkat laba petani konvensional sebesar Rp. 5.136.250,00. Dengan menggunakan Uji t menunjukkan perbedaan yang nyata antara pendapatan petani SRI dengan petani konvensional.

Nilai R/C Ratio masing-masing adalah 1,46 untuk metode SRI dan 1,40 untuk metode Konvensional, sehingga usahatani ini dikatakan efisien. Namun teknologi SRI mampu memberikan nilai R/C ratio yang lebih besar, yakni dengan selisih sebesar 0.6 satuan, dan mengingat teknologi ini masih baru sehinga berpotensi untuk dikembangkan. Nilai B/C Ratio incremental sebesar 0,68 artinya usahatani padi metode SRI lebih menguntungkan sebesar 0,68 satuan dibandingan dengan metode konvensional, sehingga metode SRI layak untuk dianjurkan penggunaanya oleh petani.


(12)

Counsellor II.: Dr. Ir. Sudiyarto, MM.

Rice production policy becomes core policy in agricultural development. About problem at the site is, progressively descent of farm advocate energy by marks sense acreage narrowing, its dwindling is level soiled fecundity, so needs to mark sense conducting technology innovation paddy as SRI method.

To the effort of observational is (1) For explain to methodic paddy conducting SRI at Gerih district Ngawi Regency, (2) Compare cultivation cost and income structure paddies SRI Methods and Conventional at Gerih district Ngawi Regency, (3) Account cultivation efficiencies paddies SRI Methods and Conventional at Gerih district Ngawi Regency.

Observational region determination done by Purposive methods, with consideration was performed SRI program that formalized by East Java Governor. Population in observational is paddy ciherang varieties farmer at Gerih district by SRI Methods and Conventional. Sampling method utilizes Purposive Sampling. Total sample that is taken as much 40 farmers spread at Gerih district.

Analysis’s method data that is utilized is: (1) Descriptive Analysis, to clarifies paddy conducting SRI Methods, (2) t tests analysis, to analize cost structure compare and income, (3) Cultivation Feasibility Analysis’s is utilized to account efficiencies.

Base observational result, averagely SRI farmer production cost as big as Rp. 15.697.750,00 greater of conventional farmer (Rp.12.926.400,00). The t test point out a marked difference among SRI farmer production cost with conventional farmer. Average accepting for SRI farmer as big as Rp. 22.727.550,00 higher than accepting conventional farmer as big as Rp. 18.062.650,00. By t test point out a marked difference among accepting SRI farmer with conventional farmer. Average interest for SRI farmer as big as Rp. 7.029.850,00 greater than level interest conventional farmer as big as Rp. 5.136.250,00. By t test point out a marked difference among income SRI farmer with conventional farmer.

R/C Ratio point show 1,46 for SRI method and 1,40 for Conventional method, so all cultivation it is said efficient. But SRI technology can assign value R/C ratio that greater, namely with difference as big as 0.6 unit, and remembers this technology still new so its potentially to be developed. B/C Ratio Incremental point as big as 0,68 its means paddy cultivation methods SRI more advantage as big as 0,68 unit at appeal by methods conventional, so SRI method reasonably to be advised the use of by farmer.


(13)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagian besar wilayah Indonesia adalah pertanian, yang mayoritasnya usaha pertaniannya masih berupa usaha kecil berbasis keluarga, dengan produksi musiman, praktek kultivasi dan manajemen yang masih tradisional. Kebanyakan para petani kecil merupakan produsen mandiri, yang menjual hasil pertaniannya dengan daya jual rendah dan harus bertahan menghadapi suplier input dan produk pasar. Pemasaran pertanian ini terlihat kurang berkembang dengan indikator seperti tumpang tindihnya jalur-jalur pemasaran, infrastruktur, informasi harga yang tidak tepat, minimnya produk pasca panen, dan pengemasan produk yang buruk.

Pasar ekspor dunia yang mengiginkan tingkat mutu yang tinggi menuntut pula cara budidaya yang baik dan memakai benih unggul. Masih sedikit petani tanaman pangan di Indonesia yang sudah melaksanakan hal itu. Bahkan mutu produksi tanaman pangan di Indonesia dicurigai oleh kalangan perdangangan luar negeri. Kecurigaan tersebut disebabkan karena mereka khawatir kalau cara-cara pembudidayaan dan jenis pestisida serta aplikasinya yang dilakukan petani Indonesia tidak sesuai dengan standart pasar internasional sehingga kedua negara tersebut ingin tahu cara pembudidayaan yang dilakukan dan jenis pestisida yang digunakan karena di khawatirkan bisa mengganggu konsumen negara tersebut.


(14)

Beras merupakan komoditas penting dan strategis bagi Indonesia karena merupakan makanan pokok dan sumber perolehan karbohidrat bagi lebih dari 200 juta jiwa penduduknya. Upaya difersifikasi pangan tampaknya masih belum mampu mengubah preferensi penduduk terhadap beras. Berkaitan dengan hal ini, dalam jangka panjang beras akan tetap menjadi pangan pokok penduduk indonesia, sehingga kebijakan produksi beras akan tetap menjadi kebijakan inti dalam pembangunan pertanian.

Setelah lebih dari dua dekade pemerintah telah mencurahkan perhatian terhadap masalah pangan dengan mengerahkan seluruh sumberdaya, baik sumberdaya alam, kapital, dan kelembagaan, akhirnya tahun 1984 Indonesia di kategorikan sebagai negara berswasembada pangan, utamanya beras. Irawan dkk (2000) mengemukakan bahwa keberhasilan swasembada beras tersebut ditentukan oleh beberapa faktor kunci yaitu (a) meningkatnya produktivitas usahatani melalui perbaikan teknologi usahatani, dan (b) tersedianya anggaran pemerintah yang cukup (berkat boom minyak) untuk membiayai berbagai proyek dan program pengembangan teknologi usahatani serta proses sosialisasi di tingkat petani, (c) pengembangan infrastruktur seperti irigasi, lembaga penyuluhan dan sebagainya.

Seiring dengan perjalanan dengan waktu, kendala dalam pengembangan produksi padi semakin berat. Menurut Kasryno (1995), Rasahan (1996) dan Tabor, et.al. (1999), kendala pengembangan produksi padi/beras antara lain: (a) Adanya konversi lahan sawah subur di Jawa dari pertanian ke non pertanian, sebagai akibat dari berkembangnya kawasan industri, perkotaan dan pembangunan prasarana ekonomi, sehingga sektor pertanian terdesak


(15)

kelahan-lahan marjinal yang produktivitasnya rendah; (b) Persaingan yang semakin ketat dalam pemanfaatan sumber daya air antara sektor pertanian dengan sektor industri dan rumah tangga, disertai dengan menurunnya kualitas air akibat limbah industri dan rumah tangga, yang pada gilirannya produktivitas pertanian pun menjadi menurun; (c) Kualitas tenagakerja di sektor pertanian secara umum lebih rendah dari pada sektor industri dan jasa, sehingga tenagakerja muda cenderung lebih memilih sektor non pertanian.

Di samping tersebut di atas, kemandegan produksi padi antara lain karena produktivitas padi secara nasional telah mengalami levelling-off yang disebabkan oleh kemandegan teknologi terutama penemuan bibit padi unggul, penurunan investasi sarana dan prasarana, seperti kredit finansial, penyuluhan pertanian, pemeliharaan dan pembangunan infrastruktur. Akibatnya, memasuki Pelita IV hingga Pelita VI, penerapan tekonologi tidak lagi memberikan lonjakan produksi yang nyata seperti dalam Pelita-Pelita sebelumnya, sekalipun luas areal penen masih dapat diperluas masing-masing 2,1 dan 1,3 persen pada periode yang sama.

Diperkirakan 60 % lahan sawah di Pulau Jawa telah mengalami degradasi kesuburan tanah (fisika, kimia dan biologi) yang diindikasikan oleh rendahnya kandungan bahan organik (dibawah 1%). Dampak dari rendahnya kandungan bahan organik (BO) ini antara lain tanah menjadi keras dan liat sehingga sulit diolah, respon terhadap pemupukan rendah, tidak responsif terhadap unsur hara tertentu, tanah menjadi masam, penggunaan air irigasi menjadi tidak efisien serta produktivitas tanaman cenderung “levelling-off” dan semakin susah untuk ditingkatkan. Hal ini disebabkan oleh kesuburan tanah yang semakin menurun


(16)

karena cara-cara pengelolaan lahan sawah yang kurang tepat sehingga sawah semakin tandus sementara pemberian pupuk buatan yang terus-menerus, bahan organik yang berupa jerami padi tidak dikembalikan ke lahan, tetapi dibuang/dibakar sehingga mengakibatkan lahan sawah menjadi miskin beberapa unsur hara yang dibutuhkan tanaman serta memburuknya sifat fisik lahan. Pemakaian pestisida yang cenderung berlebihan dan tidak terkontrol mengakibatkan :

1. Keseimbangan alam terganggu

2. Musuh alami hama menjadi punah sehingga banyak hama dan penyakit tanaman semakin tumbuh berkembang dengan pesat

3. Adanya residu pestisida pada hasil panen

Dari aspek pengelolaan air usahatani sawah pada umumnya dilakukan dengan penggenangan secara terus-menerus dilain pihak kesediaan air semakin terbatas. Untuk itu diperlukan peningkatan efisiensi penggunaan air melalui usahatani hemat air.

Usahatani padi sawah metode SRI merupakan teknologi usahatani ramah lingkungan, efisiensi input melalui pemberdayaan petani dan kearifan lokal.Dengan pendekatan kelompok melalui fasilitasi pembelajaran, pendampingan serta pemberdayaan kearifan lokal yang ada, tahun 2007. Direktorat Pengelolaan Lahan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air akan melaksanakan kegiatan Pelatihan Petani dalam rangka Pengembangan Usahatani Padi Sawah Metode “System of Rice Intensification” (SRI).


(17)

Berbagai paket teknologi untuk meningkatkan produktifitas padi telah diimplementasikan pemerintah, melalui beberapa program nasional diantaranya: program peningkatan ketahanan pangan melalui Departemen Pertanian yang bertugas untuk meningkatkan kebutuhan bahan pangan beras sebanyak 2 juta ton beras, hal ini dimaksudkan untuk mengurangi impor beras. Guna memenuhi kebutuhan tersebut, Departemen Pertanian membuat program ketahanan pangan yang diimplementasikan dalam kegiatan pengembangan budidaya padi sawah dengan metode System Of Rice Intensification (SRI). Permasalahan yang ditemui di lapangan adalah, semakin turunnya daya dukung lahan dengan adanya penyempitan areal akibat alih fungsi lahan, berkurangnya kandungan bahan organik dalam tanah yang mengakibatkan tingkat kesuburan tanah semakin menurun.

Hal ini tentu berdampak negatif bagi para petani yang membudidayakan padi secara konvensional, dengan adanya penurunan produktifitas, tonase hasil padi, mahalnya biaya produksi (pupuk, benih dan obat-obatan), sulitnya tenaga kerja manusia dan hewan, serta keterbatasan mesin-mesin pertanian. Disamping itu kondisi cuaca yang tidak menentu, akan berpengaruh pada penurunan produksi dan produktifitas, hal ini dapat diperparah dengan adanya serangan hama dan penyakit tanaman serta kurangnya pasokan air irigasi. Sehingga perlu adanya inovasi teknologi budidaya padi seperti metode System of Rice Intensification (SRI).


(18)

Penerapan SRI di Kabupaten Ngawi ini didasari kenyataan bahwa daerah Ngawi merupakan daerah agraris dan merupakan lumbung pangan Jawa Timur. Sebagaian penduduk tinggal di daerah pedesaan dan menggantungkan usahanya pada sektor pertanian. Disamping itu Kab. Ngawi yang mempunyai luas wilayah 1.298,58 Km2, potensi lahan pertaniannya mencapai 673.869 Ha (84,7 %) akan tetapi besarnya potensi ini tidak dimbangi dengan inovasi teknologi yang ternyata masih rendah. Selain itu, kondisi geografis Ngawi yang tidak merata ketersediaan airnya, membuat petani harus kreatif dan inovatif untuk terus mengembangkan metode baru yang bisa memecahkan permasalahan ketersediaan air ini. untuk itu SRI yang terkenal dengan hemat airnya sangat cocok dikembangkan di Ngawi.

Mulai tahun 2006, budidaya padi metode SRI telah diperkenalkan di kabupaten Ngawi dan sekarang hampir semua kecamatan telah melakukan SL (sekolah lapang) padi metode SRI. Beberapa kelompok tani telah diberi bantuan dari dinas pertanian dan instansi terkait lainnya untuk melaksanakan SRI. bantuan tersebut berupa benih, pupuk organik, dan biaya perawatan. Respon petani di Kabupaten Ngawi sangat bagus dan sebagian besar telah menerapkan SRI, bahkan tahun lalu di Kecamatan Gerih dilakukan panen raya padi SRI yang dihadiri oleh Bapak Gubernur Jawa Timur beserta jajarannya. Rencananya tahun ini akan digalakkan penanaman padi Metode SRI seluas 600 Ha.


(19)

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah :

1. Bagaimana Penerapan Budidaya Padi Sawah Metode SRI di Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi?

2. Bagaimana perbandingan struktur biaya dan pendapatan usahatani padi sawah Metode SRI dan Konvensional di Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi?

3. Bagaimana efisiensi usahatani padi sawah Metode SRI dan Konvensional di Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk Medeskripsikan Metode Budidaya Padi Sawah Metode SRI di Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi.

2. Membandingkan struktur biaya dan pendapatan usahatani padi sawah Metode SRI dan Konvensional di Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi. 3. Menghitung efisiensi usahatani padi sawah Metode SRI dan Konvensional


(20)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan informasi dan bahan pertimbangan bagi semua pihak yang terkait dan tertarik dengan usahatani padi sawah Metode SRI (System of Rice Intensification).

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam penerapan dan pengembangan kebijakan usahatani padi sawah Metode SRI.

3. Sebagai bahan informasi bagi para petani padi yang berminat dalam penerapan usahatani padi sawah Metode SRI.

4. Sebagai bahan referensi bagi kalangan akademisi maupun mahasiswa dalam studi tentang usahatani padi sawah Metode SRI (System of Rice Intensification).


(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil penelitian Anugrah, Iwan Setiaji (2008) di dua lokasi kajian (Kabupaten Garut dan Ciamis), bahwa pada awal penerapan pola SRI terjadi penurunan produktivitas, terutama pada tanah-tanah yang memiliki kesuburan yang rendah. Penurunan produksi pada musim tanam pertama dan kedua, dalam penerapan SRI mencapai 30-50 persen. Namun melalui pemberian kompos yang kontinyu, produktivitas lahan secara perlahan meningkat. Pada musim ke empat, untuk tanah-tanah yang tidak terlalu subur tingkat produktivitas relatif sama dengan produktivitas usahatani yang menggunakan teknik konvensional.

Ketetapan petani untuk terus menerapkan SRI, meskipun pada awal usahatani mengalami penurunan hasil, didorong oleh pemahaman pola usahatani yang sehat dan berkelanjutan. Dengan meninggalkan pupuk kimia dan pestisida, diyakini akan mampu memperbaiki kesehatan tanah dan tanaman. Padi yang dihasilkan melalui pola tanam organik diyakini membawa dampak pada kehidupan yang lebih sehat.

Peningkatan produktivitas pada umumnya terjadi karena jumlah anakan padi lebih banyak. Teknologi yang digunakan, pada dasarnya memungkinkan terbentuknya anakan yang lebih banyak daripada metode konvensional.


(22)

Dengan anakan yang cukup banyak, menyebabkan anakan produktif yang terbentuk juga cukup tinggi sehingga sangat memungkinkan hasil gabah yang lebih tinggi. Hampir semua jenis padi yang ditanam memberikan peningkatan produksi terutama bagi petani yang telah melakukan pola SRI lebih dari dua kali tanam. Hasil wawancara dengan sejumlah responden di Garut dan Ciamis menunjukkan bahwa rata-rata peningkatan hasil padi sebesar 1 ton/ha (18 %) dan 0,25 ton/ha (5,6 %) masing-masing di kabupaten Garut dan Ciamis.

Berdasarkan pengalaman petani di lokasi kajian, hasil padi yang diperoleh dengan metode SRI rata-rata berkisar 5-7 ton per hektar. Sementara bila diusahakan secara konvensional diperoleh hasil gabah rata-rata berkisar antara 4-5 ton per hektar. Budidaya padi pola SRI membentuk anakan yang jauh lebih banyak daripada pola konvensional. Jumlah anakan pada pola SRI berkisar 30-40 anakan/rumpun sedangkan pola konvensional berkisar 20–25 anakan/rumpun. Penggunaan pupuk organik yang cukup tinggi pada setiap musim tanam baik di Kabupaten Garut maupun Ciamis menyebabkan penyediaan hara untuk pertumbuhan tanaman selalu terjamin. Hal ini tampak pada kondisi pertanaman petani yang tidak lagi menggunakan pupuk anorganik namun daun tanaman masih dapat dipertahankan hijau sampai tahap menjelang panen.

Rata-rata pemberian kompos mencapai 4,7 ton/ha (Garut) dan 9,4 ton/ha (Ciamis) dengan luas lahan garapan yang diusahakan berkisar 0,07 – 0,14 ha. Sebagian petani telah menerapkan pola SRI selama 3-4 tahun dan secara umum memang terjadi peningkatan produktivitas sekitar 250-1000 kg per hektar.


(23)

Namun demikian, indikator peningkatan produksi yang dilaporkan petani masih perlu dikaji lebih lanjut, terutama pada beberapa pengukuran satuan luas, seperti satuan luasan baku lahan usahatani yang diusahakan untuk pola SRI, juga satuan sampel ubinan yang dilakukan dalam pengukuran produktivitas.

Berdasarkan penelitian Santoso, Alfandi dan Dukat (2005) di Desa Karangsari, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon, pada judul penelitian Analisis Usaha Tani Padi Sawah (Oryza sativa L.) Dengan Benih Sertifikasi dan Non Sertifikasi (Studi Kasus di Desa Karangsari, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon), Berdasarkan hasil analisis uji t terhadap biaya usahatani yang dikeluarkan petani yang menggunakan benih bersertifikat dalam luas garapan per hektar sebesar Rp5.441.108, meliputi biaya variabel, biaya tetap dan biaya lain-nya. Untuk pengeluaran biaya usahatani yang menggunakan benih non sertifikat sebesar Rp5.330. 399 / Ha. Dalam penggunaan biaya usahatani tidak menunjukan suatu perbedaan yang nyata, walaupun ada beberapa perlakuan yang tidak sama dari komponen tersebut, akan tetapi diimbangi juga dengan komponen lainnya seperti :

1. Rata-rata petani yang menggunakan benih bersertifikat sebanyak 20,307 Kg /Ha dengan harga Rp 3.000 / Kg, sedangkan petani yang menggunakan benih non sertifikat sebanyak 26,060 Kg / Ha dengan harga Rp 2.000 / Kg.

2. Untuk komponen biaya lainnya berupa biaya variabel, biaya tetap dan suku bunga Bank tidak berbeda nyata. Sehingga biaya yang dikeluarkan baik yang menggunakan benih bersertifikat maupun non sertifikat relatif sama.


(24)

Sesuai dengan hasil perhitungan usahatani dalam luas garapan 1 Ha yang dikelola oleh petani yang menggunakan benih bersertifikat sebesar Rp 1.186.588, terdiri dari penerimaan dikurangi biaya (Rp6.597.696 - Rp 5.411.108), sedangkan untuk yang menggunakan benih non sertifikat sebesar Rp 940.545 / Ha (Rp 6.470.944 – Rp 5.530.399). Adanya perbedaan pendapatan, hal ini disebabkan oleh perlakuan petani dalam menerapkan salah satu teknologi yang berbeda yaitu menggunakan benih bersertifikat dan non sertifikat. Adapun perbedaan tersebut antara lain :

1. Petani yang menggunakan benih non sertifikat beranggapan bahwa, benih sendiri atau dari petani lainnya yang keadaan di lapangannya sangat baik, bila ditanam kembali akan menghasilkan produksi yang sama.

2. Harga benih bersertifikat harganya lebih mahal dan tidak tersedia di wilayah setempat.

3. Petani umumnya tidak menghitung–hitung secara rinci tentang berapa pendapatan atau keuntungan usahataninya.

Perbandingan antara penerimaan dengan pendapatan atau R/C yang diperoleh petani dalam berusahatani padi antara yang menggunakan benih bersertifikat dan non sertifikat adalah sebagai berikut : R/C = 1,22 untuk penggunaan benih bersertifikat dan R/C = 1,17 untuk petani yang menggunakan benih non sertifikat. Nilai R/C yang menggunakan benih bersertifikat lebih tinggi, ini disebabkan oleh :

1. Nilai analisis ekonomi usahataninya lebih baik bila dibandingkan dengan usahatani yang menggunakan benih non sertifikat.


(25)

2. Benih bersertifikat lebih memenuhi standar teknologi sehingga mendapatkan hasil yang lebih tinggi.

2.2. Landasan Teori

2.2.1 Tinjauan Umum Komoditas Padi

Padi (Oriza sativa), tersebar di daerah tropik dan subtropik seperti di Asia, Afrika, Amerika, dan Australia. Menurut ahli tanaman padi berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika. Padi termasuk golongan tanaman semusim atau tanaman muda yaitu tanaman yang biasanya berumur pendek, kurang dari satu tahun dan hanya berproduksi satu kali, setelah berproduksi akan mati atau dimatikan.

Akar padi berbentuk serabut, berwarna coklat bila akar telah dewasa atau sudah tua sedangkan apabila masih muda akarnya berwarnah putih. Batang padi beruas-ruas, panjang batang tergantung pada jenis padi itu sendiri. Padi jenis unggul biasanya berbatang pendek, lebih pendek dari jenis padi lokal, sedang jenis padi yang tumbuh di daerah rawa dapat lebih panjang lagi yaitu antara 2-6 meter. Rangkaian ruas-ruas pada batang padi punya panjang yang berbeda, pada ruas batang bawah pendek, semakin keatas mempunyai ruas batang yang semakin panjang. Ruas batang padi berongga dan bulat diantara ruas batang padi terdapat buku pada tiap-tiap buku duduk sehelai daun. Daun padi berwarna hijau waktu masih muda dan akan menguning bila sudah tua atau pada waktu memasuki usia panen. Buah padi berbentuk pipih berwarna kuning dan mengggerombol pada tangkainya.


(26)

Tanaman padi dapat tumbuh dengan baik pada suhu 230C keatas, sedang

di Indonesia pengaruh suhu tidak terasa karena suhu di Indonesia hampir konstan sepanjang tahun. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm pe bulan atau lebih dengan distribusi selama 4 bulan. Sedang curah hujan yang dikehendaki pertahun sekitar 1500-2000 mm. Tinggi tempat antara 0-650 meter dpl dengan suhu antara 26,50C-22,50C, termasuk 96% dari luas lahan di pulau Jawa cocok untuk tanaman

padi. Tinggi tempat antara 650-1500 m di atas permukaan laut dengan suhu antara 22,50C-18,50C, masih cocok untuk tanaman padi. Tanaman padi dapat tumbuh

dengan baik pada tanah yang ketebalan lapisan atasnya antara 18-22 cm, terutama tanah muda dengan pH antara 4-7. Berikut ini kandungan zat makanan pada buah padi.

Tabel 1. Komposisi Zat Makanan Pada Buah Padi tiap 100 gramnya.

Kandungan Pecah Kulit Digiling

Lemak 2,45 0,37

Serat Kasar 0,88 0,16

Abu 1,22 0,36

Protein 8,67 8,15

Karbohidrat 86,67 86,34

Sumber : AAK, 1990

Beras mengandung berbagai zat makanan yang diperlukan oleh tubuh antara lain: karbohidrat, protein, serat kasar, dan abu. Nilai gizi yang diperlukan oleh setiap orang dewasa adalah 1.821 kalori. Apabia kebutuhan tersebut disetarakan dengan beras, maka setiap hari diperlukan beras sebanyak 0.88 Kg (AAK, 1990).


(27)

2.2.2 Pola Tanam

Kebanyakan manajemen usahatani keluarga bertujuan menghasilkan berbagai tanaman yang cukup serta diusahakan dengan aman guna menyediakan cukup pangan, bervariasi dan enak dimakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Pengalaman, pengetahuan dan teknologi digunakan untuk mendaya gunakan alam yang ujuan utamanya untuk mencukupi keperluan hidup dan juga kesejahteraan. Jalan pertama yang harus ditempuh petani untuk mencapai tujuan tersebut adalah mempertinggi kuantitas dan kualitas dari hasil buminya secara rasional, efisien dan ekonomis. Salah satu cara yang patut diperhatikan dan dikembangkan adalah pola tanam atau penataan pertanaman (Cropping System). Adapun yang dimaksud dengan pola tanam adalah tidak lain daripada cara pengaturan dan pemilihan jenis tanaman yang diusahakan pada sebidang tanah

tertentu selama jangka waktu tertentu (misalnya satu tahun atau lebih) (Kaslan A. Tohir, 1983).

Pola tanam adalah urutan pengaturan ruang untuk tanaman atau tanaman dan bero pada kawasan tertentu selama setahun, macam-macam pola tanam (Cropping System) yaitu :

Ä Multiple Cropping (pertanaman aneka) yaitu mengusahakan lebih dari satu tanaman pada lahan yang sama selama satu tahun.

Ä Sequential Cropping (pertanaman urutan) yaitu suatu tanaman ditanam setelah panenan tanaman yang pertama.

Ä Ratton Cropping ( pertanaman tukulan) yaitu menumbuhkan kembali tanaman setelah tanaman itu dipanen.


(28)

Ä Double Cropping (pertanaman ganda) yaitu mengusahakan dua macam tanaman pada tahun yang sama secara berurutan, persemaian yang kedua setelah panen tanaman yang pertama.

Ä Strip Cropping (pertanaman bidangan) yaitu mengusahakan dua tanaman atau lebih pada bidang lahan yang berbeda dalam satu hamparan yang cukup luas. Ä Inter Cropping (pertanaman tumpang baris) yaitu bentuk khusus dari tanaman

sela yaitu dua tanaman atau lebih ditanam secara serentak pada lahan yang sama baik secara bersamaan, selang seling, berpasangan dalam bentuk baris. Ä Mixed Cropping (pertanaman tumpang sari) yaitu mengusahakan dua tanaman

atau lebih ditanam secara serentak pada bidang lahan yang sama pada waktu yang sama namun tidak diatur dalam bentuk baris.

Ä Relay Cropping (pertanaman bersambung) yaitu tanaman yang diusahakan telah dewasa yang diantaranya ditanami dengan anakan atau bibit tanaman yang sejenis atau yang sama.

Seorang petani tidak dapat begitu saja memilih tata pertanamannya tanpa mempertimbangkannya. Tanaman yang beda, beda pula musim tumbuhnya, membutuhkan zat-zat hara yang berlainan dari tanah, memerlukan perhatian yang berbeda pula. Lagi pula kombinasi dari berbagai bidang usaha penuh dengan apa yang oleh para ahli ekonomi disebut hasil – hasil gabungan (Joint Product) dan biaya – biaya gabungan (Joint Cost) ( AT. Mosher, 1991).


(29)

2.2.3 Usahatani Padi Metode SRI

SRI adalah teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktifitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara, terbukti telah berhasil meningkatkan produktifitas padi sebesar 50% , bahkan di beberapa tempat mencapai lebih dari 100%. Metode ini pertama kali ditemukan secara tidak disengaja di Madagaskar antara tahun 1983 -84 oleh Fr. Henri de Laulanie, SJ, seorang Pastor Jesuit asal Prancis yang lebih dari 30 tahun hidup bersama petani-petani di sana. Oleh penemunya, metododologi ini selanjutnya dalam bahasa Prancis dinamakan Ie Systme de Riziculture Intensive disingkat SRI. Dalam bahasa Inggris populer dengan nama System of Rice Intensification disingkat SRI.

Tahun 1990 dibentuk Association Tefy Saina (ATS), sebuah LSM Malagasy untuk memperkenalkan SRI. Empat tahun kemudian, Cornell International Institution for Food, Agriculture and Development (CIIFAD), mulai bekerja sama dengan Tefy Saina untuk memperkenalkan SRI di sekitar Ranomafana National Park di Madagaskar Timur, didukung oleh US Agency for International Development. SRI telah diuji di Cina, India, Indonesia, Filipina, Sri Langka, dan Bangladesh dengan hasil yang positif.

SRI menjadi terkenal di dunia melalui upaya dari Norman Uphoff (Director CIIFAD). Pada tahun 1987, Uphoff mengadakan presentase SRI di Indonesia yang merupakan kesempatan pertama SRI dilaksanakan di luar Madagaskar,hasil metode SRI sangat memuaskan.


(30)

Di Madagaskar, pada beberapa tanah tak subur yang produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang menggunakan SRI memperoleh hasil panen lebih dari 8 ton/ha, beberapa petani memperoleh 10 – 15 ton/ha, bahkan ada yang mencapai 20 ton/ha. Metode SRI minimal menghasilkan panen dua kali lipat dibandingkan metode yang biasa dipakai petani. Hanya saja diperlukan pikiran yang terbuka untuk menerima metode baru dan kemauan untuk bereksperimen.

Dalam SRI tanaman diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya, bukan diperlakukan seperti mesin yang dapat dimanipulasi. Semua unsur potensi dalam tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya.

a) Prinsip-prinsip budidaya padi organik metode SRI

1. Tanaman bibit muda berusia kurang dari 12 hari setelah semai (HSS) ketika bibit masih berdaun 2 helai

2. Bibit ditanam satu pohon perlubang dengan jarak 30 x 30, 35 x 35 atau lebih jarang

2. Pindah tanam harus sesegera mungkin (kurang dari 30 menit) dan harus hati-hati agar akar tidak putus dan ditanam dangkal

3. Pemberian air maksimal 2 cm (macak-macak) dan periode tertentu dikeringkan sampai pecah (Irigasi berselang/terputus)

4. Penyiangan sejak awal sekitar 10 hari dan diulang 2-3 kali dengan interval 10 hari

5. Sedapat mungkin menggunakan pupuk organik (kompos atau pupuk hijau)


(31)

b) Keunggulan Metode SRI

1. Tanaman hemat air, Selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen memberikan air max 2 cm, paling baik macak-macak sekitar 5 mm dan ada periode pengeringan sampai tanah retak ( Irigasi terputus) 2. Hemat biaya, hanya butuh benih 5 kg/ha. Tidak memerlukan biaya pencabutan bibit, tidak memerlukan biaya pindah bibit, tenaga tanam kurang dll.

3. Hemat waktu, ditanam bibit muda 5 - 12 hss, dan waktu panen akan lebih awal

4. Produksi meningkat, di beberapa tempat mencapai 11 ton/ha

5. Ramah lingkungan, tidak menggunaan bahan kimia dan digantikan dengan mempergunakan pupuk organik (kompos, kandang dan Mikro-oragisme Lokal), begitu juga penggunaan pestisida.

c) Teknik Budidaya Padi Organik metode SRI

1. Persiapan benih

Benih sebelum disemai diuji dalam larutan air garam. Larutan air garam yang cukup untuk menguji benih adalah larutan yang apabila dimasukkan telur, maka telur akan terapung. Benih yang baik untuk dijadikan benih adalah benih yang tenggelam dalam larutan tersebut. Kemudian benih telah diuji direndam dalam air biasa selama 24 jam kemudian ditiriskan dan diperam 2 hari, kemudian disemaikan pada media tanah dan pupuk organik (1:1) di dalam wadah segi empat


(32)

ukuran 20 x 20 cm (pipiti). Selama 7 hari. Setelah umur 7-10 hari benih padi sudah siap ditanam.

2. Pengolahan tanah

Pengolahan tanah Untuk Tanam padi metode SRI tidak berbeda dengan cara pengolahan tanah untuk tanam padi cara konvesional yaitu dilakukan untuk mendapatkan struktur tanah yang lebih baik bagi tanaman, terhidar dari gulma. Pengolahan dilakukan dua minggu sebelum tanam dengan menggunakan traktor tangan, sampai terbentuk struktur lumpur. Permukaan tanah diratakan untuk mempermudah mengontrol dan mengendalikan air.

3. Perlakuan pemupukan

Pemberian pupuk pada SRI diarahkan kepada perbaikan kesehatan tanah dan penambahan unsur hara yang berkurang setelah dilakukan pemanenan. Kebutuhan pupuk organik pertama setelah menggunakan sistem konvensional adalah 10 ton per hektar dan dapat diberikan sampai 2 musim taman. Setelah kelihatan kondisi tanah membaik maka pupuk organik bias berkurang disesuaikan dengan kebutuhan. Pemberian pupuk organik dilakukan pada tahap pengolahan tanah kedua agar pupuk bisa menyatu dengan tanah.


(33)

4. Pemeliharaan

Sistem tanam metode SRI tidak membutuhkan genangan air yang terus menerus, cukup dengan kondisi tanah yang basah. Penggenangan dilakukan hanya untuk mempermudah pemeliharan. Pada prakteknya pengelolaan air pada sistem padi organik dapat dilakukan sebagai berikut; pada umur 1-10 HST tanaman padi digenangi dengan ketinggian air rata-rata 1cm, kemudian pada umur 10 hari dilakukan penyiangan. Setelah dilakukan penyiangan tanaman tidak digenangi. Untuk perlakuan yang masih membutuhkan penyiangan berikutnya, maka dua hari menjelang penyiangan tanaman digenang. Pada saat tanaman berbunga, tanaman digenang dan setelah padi matang susu tanaman tidak digenangi kembali sampai panen.

Untuk mencegah hama dan penyakit pada SRI tidak digunakan bahan kimia, tetapi dilakukan pencengahan dan apabila terjadi gangguan hama/penyakit digunakan pestisida nabati dan atau digunakan pengendalian secara fisik dan mekanik.


(34)

d) Pertanian Padi Organik Metode SRI dan Konvesional

Sistem tanam padi SRI, pada prakteknya memiliki banyak perbedaan dengan sistem tanam Konvensional, dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Perbedaan sistem tanam padi Organik SRI dengan sistem Konvensional

No. Komponen Sistem konvensional Sistem organic SRI

1 kebutuhan benih 30-40 kg/ha 5-7 Kg/ha

2 pengujian benih tidak dilakukan dilakukan pengujian 3 umur di persemaian 20-30 HSS 7-10 HSS

4 Pengolahan tanah

2-3 kali (Struktur

lumpur) rata-rata 5 pohon

3 kali (struktur lumpur dan rata)

5

Jumlah tanaman

perlubang tidak teratur 1 pohon/lubang 6

posisi akar waktu tanam

posisi akar horozontal (L)

7 pengairan terus digenangi

disesuaikan dengan kebutuhan

Sumber: Mutakin, 2008

Berdasarkan perbandingan pada tabel di atas, secara umum manfaat dari budidaya metode SRI adalah sebagai berikut

1. Hemat air (tidak digenang), Kebutuhan air hanya 20-30% dari kebutuhan air untuk cara konvensional.

2. Memulihkan kesehatan dan kesuburan tanah, serta mewujudkan keseimbangan ekologi tanah.

3. Membentuk petani mandiri yang mampu meneliti dan menjadi ahli di lahannya sendiri.

5. Tidak tergantung pada pupuk dan pertisida kimia buatan pabrik yang semakin mahal dan terkadang langka.


(35)

6. Membuka lapangan kerja dipedesaan, mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan keluarga petani.

7. Menghasilkan produksi beras yang sehat rendemen tinggi, serta tidak mengandung residu kimia.

6. Mewariskan tanah yang sehat untuk generasi mendatang, (Mutakin, 2008).

Menurut Anugrah, Iwan Setiajie (2008), SRI (System Of Rice Intensification) adalah cara budidaya padi yang pada awalnya diteliti dan dikembangkan sejak 20 tahun lalu di pulau Madagaskar. Untuk mengatasi kondisi lahan pertanian yang terus menurun kesuburannya, kelangkaan dan harga pupuk kimia yang melambung serta minimnya suplai air, maka dikembangkan lah metode SRI untuk meningkatkan hasil produksi padi. Melalui presentasinya Prof. Norman Uphoff dari universitas Cornell, USA, pada tahun 1997 di Bogor, SRI

diperkenalkan di Indonesia. Dan sejak tahun 2003 penerapan di lapangan oleh para petani kita di Sukabumi, Garut, Sumedang, Tasikmalaya dan daerah lainnya memberikan lonjakan hasil panen yang luar biasa.

Cara budidaya SRI sebenarnya tidak asing lagi para petani kita, karena sebagian besar prosesnya sudah bisa dipahami dan biasa dilakukan petani.Metode

SRI ini dinamakan bersawah organik dan menghasilkan padi atau beras organik karena mulai dari pengolahan lahan, pemupukan hingga penanggulangan serangan hama sama sekali tidak menggunakan bahan kimia. Metode SRI seluruhnya menggunakan bahan organik di sekitar kita (petani) yang ramah lingkungan, dan bersahabat dengan alam serta makluk hidup dilingkungan persawahan.


(36)

Dari hasil penelitian dan percobaan oleh para ahli selama bertahun-tahun di berbagai negara menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh dengan metode SRI sangat tinggi jika sepenuhnya tidak memakai bahan-bahan sintetis (kimia atau organik) baik untuk pupuk maupun untuk pembasmi hama dan penyakit padi.

Dalam SRI, nilai ekologis merupakan hal yang sangat penting karena terdapat anggapan bahwa SRI tidak harus atau bahkan tidak menggunakan masukan input pertanian anorganik, tetapi mengarah pada budidaya organik dengan penerapan komponen teknologi yang ada dalam model pertanian SRI, seperti :

1. Pengolahan tanah yang sehat serta pengelolaan bahan organik 2. Pengelolaan potensi tanaman secara optimal

3. Pengelolaan air yang baik dan teratur

Secara umum, dalam konsep SRI tanaman diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya, tidak diperlakukan seperti mesin yang dapat dimanipulasi. Semua potensi tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya. Hal ini karena SRI menerapkan konsep sinergi, dimana semua komponen teknologi SRI berinteraksi secara positif dan saling menunjang sehingga hasilnya secara keseluruhan lebih banyak daripada jumlah masing-masing bagian. Dalam pelaksanaannya, sangat ditekankan bahwa SRI hanya akan berhasil jika semua komponen teknologi dilaksanakan secara, terdapat beberapa komponen penting dalam penerapan SRI, yaitu meliputi :


(37)

1. Bibit dipindah lapangan (transplantasi) lebih awal (bibit muda). Secara umum SRI menganjurkan untuk menanam bibit muda saat berumur 8-15 hari. Tranplantasi pada saat bibit muda dapat mengurangi guncangan dan meningkatkan kemampuan tanaman dalam memproduksi batang dan akar selama pertumbuhan vegetatif, sehingga batang yang muncul lebih banyak jumlahnya dalam satu rumpun maupun bulir padi yang dihasilkan oleh malai. Disamping itu juga agar mendapatkan jumlah anakan dan pertumbuhan akar maksimum.

2. Bibit ditanam satu-satu daripada secara berumpun. Hal ini dimaksudkan agar tanaman memiliki cukup ruang untuk menyebar dan memperdalam perakaran. Tanaman tidak bersaing terlalu ketat untuk memperoleh ruang tumbuh, cahaya atau hara dalam tanah sehingga sistem perakaran menjadi sangat baik.

3. Jarak tanam lebar. SRI menganjurkan jarak tanam lebar dengan jarak minimal 25 cm x 25 cm agar akar tanaman tidak berkompetisi dan mempunyai cukup ruang untuk berkembang sehingga anakan maksimum dapat dicapai.

4. Kondisi tanah tetap lembab tapi tidak tergenang air (irigasi berselang). SRI menganjurkan teknik irigasi berselang agar tercipta kondisi perakaran yang teroksidasi, untuk meningkatkan kesuburan tanah dan mendapatkan akar tanaman yang panjang dan lebat. Dengan SRI, kondisi tidak tergenangi hanya dipertahankan selama


(38)

pertumbuhan vegetatif. Selanjutnya setelah pembuangan, sawah digenangi air 1-3 cm (seperti praktek konvensional). Petak sawah diairi secara tuntas mulai 25 hari sebelum panen.

5. Pendangiran. SRI menganjurkan 2-3 kali pendangiran dengan menggunakan gasrok atau lalandak, selain untuk membersihkan gulma, memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan aerasi tanah. 6. Bahan Organik (kompos) : SRI menganjurkan pemakaian bahan

organic (kompos) untuk memperbaiki struktur tanah agar padi dapat tumbuh baik dan hara tersupply kepada tanaman secara baik

2.2.4 Penelitian Usahatani

Usahatani adalah suatu unit ekonomi (suatu perusahaan bisnis) yang diorganisasikan untuk memproduksi tanam-tanaman dan hewan. Kegiatan ini memerlukan sumberdaya berupa tanah dan modal disamping manajemen dan tenaga kerja. Dalam skala yang lebih besar usahatani merupakan bagian dari Agribisnis, sedangkan pengertian dari agribisnis sendiri adalah: kesatuan sistem yang menggabungkan semua aktifitas bisnis di bidang pertanian yang saling terkait satu sama lain, mulai dari : (1) subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, (2) subsistem pengusahaan usaha tani, (3) subsistem pengolahan dan penyimpanan (agroindustri), (4) subsistem pemasaran, dan (5) subsistem jasa penunjang (lembaga keuangan, transportasi, penyuluhan dan pelayanan informasi agribisnis, penelitian dan pengembangan, kebijakan pemerintah dan asuransi


(39)

agribisnis. Jadi usahatani tidaklah sama dengan agribisnis, usahatani merupakan bagian atau subsistem dari Agribisnis.

Ilmu usahatani bukanlah ilmu pengetahauan yang tidak dilandasi oleh keadaaan yang sebenarnya terjadi pada usahatani dan petaninya. Keharusan pada setiap studi usahatani adalah memperoleh informasi yang sesungguhnya mengenai keadaan usahatani. Agar hasil studi usahatani bernilai tinggi, maka data yang digunakan harus mempunyai tingkat penelitian yang setinggi mungkin, relevan dengan persoalannya dan ekonomis. Ketelitian data berkaitan erat dengan derajat kesesuaian antara data dengan keadaan nyata yang ingin digambarkan oleh data itu. Kesalahan dalam pengamatan, pencatatan atau pelaporan merupakan faktor yang menyebabkan tidak telitinya data usahatani. Relevan atau tidak didefinisikan dalam hubungannya dengan rencana penggunaan data. Data dikatakan tidak atau kurang relevan bila ia dikumpulkan terlalu lama dari saat berlakunya atau apabila ia berlaku dalam sistem produksi yang berbeda dengan yang dilaksanakan petani. Misalnya, data percobaan mungkin mempunyai nilai ketelitian tinggi tetapi kurang relevan dengan persoalan usahatani apabila percobaan itu dilakaukan dalam kondisi yang berlainan dengan usahatani. Hasil analisis dengan cara demikian menyebabkan kekeliruan dalam menjelaskan persoalan yang sebenarnya.

Penelitian ialah suatu tindakan yang dilakukan dengan sistematis dan teliti dengan tujuan meningkatkan penelitian kita sehingga dapat menjelaskan mengapa sesuatu itu seperti yang kita lihat sekarang, dan bagaimana keadaan itu dapat diubah.


(40)

Penelitian terapan ialah, penelitian yang dilakukan terutama dengan tujuan memecahkan suatu masalah. Umumnya penelitian usahatani adalah penelitian terapan dan mempunyai salah satu atau kedua tujuan umum dibawah ini:

1. Menyediakan informasi yang dapat membantu petani dalam mengelola usahataninya sehingga mereka lebih mampu mencapai tujuannya.

2. Memberikan informasi kepada pemerintah mengenai petani dan pengelolaannya sehingga membantu di dalam perumusan kebijaksanaan dan perencanaan pembangunan yang lebih baik (Soekartawi, 1986).

2.2.5 Pengertian Produksi, Biaya Produksi, Penerimaan dan Efisiensi

Kebutuhan yang kita perlu kan u ntuk hidup hanya seb agian kecil saja yang d apat kita ambil d ari alam, agar siap untuk dapat memenuhi kebutu han manusia. Kebanyakan sumber-sumber yang tersedia di alam memerlukan suatu proses yang meliputi pengolahan, p engangkutan d an pemasaraan sebagainya yang bertu juan akhir untuk memenuhi kebutuhan manusia dan menambah nilai gu na dari b arang yang dihasilkan.

Menurut Soekartawi (1990), produksi adalah setiap usaha manusia baik secara langsu ng maupun tidak langsung untu k menghasilkan barang dan jasa supaya leb ih berguna, yaitu memenuhi kebutuhan manusia.


(41)

Hasil akhir dari suatu proses produksi tersebut berupa produk atau output, dimana produk yang dihasilkan bidang pertanian atau bidang lainnya dapat bervariasi yang disebabkan antara lain karena perbedaan kualitas. Masalah pokok dari produksi itu terletak pada soal mengatur produksi sedemikian rupa sehingga pemakain alat-alat atau sarana produksi dapat berjalan dengan imbangan yang seksama.

Biaya produksi adalah hasil guna dari alat-alat produksi yang dipakai atau dikorbankan untuk memperoleh guna dalam bentuk lain, atau biaya produksi adalah jumlah biaya yang harus dikeluarkan oleh produsen untuk menghasilkan suatu barang.

Biaya produksi dapat dibagi dalam biaya tetap dan biaya tidak tetap (variabel). Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, misalnya sewa tanah yang berupa uang. Biaya-biaya lainnya pada umumnya masuk biaya tidak tetap (variabel) misalnya pengeluaran-poengeluaran untuk bibit, biaya persiapan dan pengolahan tanah (Soekartawi, 1990).

Cara menghitung penggunaan tenaga kerja dalam suatu usahatani memakai ukuran hari orang kerja (HOK). Satu HOK sama dengan satu orang yang bekerja selam 7 (tujuh) jam. Cara perhitungan hanya memperkirakan berapa jam anggota yang bekerja dalam usahatani setiap hari.


(42)

Semua jenis tenaga kerja yang ada dalam anggota keluarga tani yaitu pria, wanita, anak dikonversikan atau disetarakan dengan tenaga pria dewasa.

Dalam pengelolaan usahataninya, petani dihadapkan pada masalah keterbatasan biaya. Oleh karena itu, petani dituntut dapat menghitung biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. Dengan demikian diharapkan petani dapat mengetahui apakah usahataninya mendapat keuntungan atau mengalami kerugian. Ciri dari suatu usahatani adalah cara petani mengadakan perhitungan-perhitungan mengenai biaya dalam usahataninya, yang secara keseluruhan biaya produksi meliputi biaya tetap dan biaya tidak tetap, yang termasuk biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan untuk biaya sewa. Sedangkan yang termasuk dalam biaya tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan untuk biaya sarana produksi dan biaya tenaga kerja.

Soekartawi (1995) mengemukakan bahwa penerimaan adalah sejumlah uang yang diterima atas penyerahan sejumlah barang kepada pihak lain, atau penerimaan dalam bidang pertanian adalah produksi yang dinyatakan dalam bentuk uang sebelum dikurangi dengan biaya-biaya pengeluaran selama kegiatan usaha. Ditambahkan pula bahwa penerimaan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh petani dari sumber usahatani dalam selang waktu tertentu yang meliputi sejumlah uang yang diterima dari hasil kerja dengan harga jual dari produksi.


(43)

Menurut Gilarso (1989), besarnya penerimaan (revenue) tergantung dari sejumlah barang yang dapat dihasilkan (Q) dan harga (P) yang diperolehnya. Penerimaan dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan produksi, memperluas dan menambah produktivitas sumber alam maupun tenaga kerja yang diperlukan.

Keberhasilan suatu usahatani dapat diukur dengan melalui berbagai cara atau indikator. Salah satu cara untuk menilai keberhasilan proses produksi usahatani adalah melalui penilaian efisiensi usahatani. Usaha untuk memperoleh keuntungan seperti yang diharapkan, petani dalam mengelola usahanya dihadapkan pada berbagai pilihan dalam memilih jenis usahatani dan menggunakan faktor-faktor produksi yang diperlukan serta mengkombinasikannya yang pada umumnya petani akan memperoleh keuntungan dalam mengelola usahataninya. Namun penggunaan faktor-faktor produksi belum efisien. Untuk mengetahui efesiensinya dapat dilihat jumlah nilai penerimaan produksi dan jumlah biaya yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung yang disebut ratio cost ratio).

Efisiensi merupakan pengorbanan yang sekecil-kecilnya untuk memperoleh hasil yang sebesar-besarnya yang tujuan utamanya adalah untuk memperoleh suatu cara, metode, teknik yang sebaik-baiknya dilakukan, supaya sumber yang terbatas misalnya modal, tenaga kerja, tanah dan sebagainya dapat diperoleh hasil yang sebesar-besarnya atau pendapatan (input)


(44)

2.2.6 Hubungan Antara Produksi, Biaya Produksi dengan Penerimaan

Menurut Gilarso (1989), produsen dikatakan berhasil secara ekonomis apabila usahanya menghasilkan keuntungan. Untuk mencapai hasil seperti yang diharapkan, produsen harus bertindak secara ekonomis artinya mempertimbangkan antara hasil dan pengorbanan atau penerimaan dengan biaya.

Petani perlu juga membandingkan antara hasil yang diharapkan antara yang akan diterima pada waktu panen dengan biaya yang dikeluarkan. Apabila petani ingin memperbesar produksi usahataninya maka petani harus mengadakan pengeluaran tambahan agar diperoleh tingkat produksi yang diinginkan dengan memperhatikan bia ya produksi yang akan dikeluarkan tanpa menyebabkan biaya pokok per satuan produk naik atau lebih tinggi dari harga pasar.

Setiap usahatani harus didasarkan pada perhitungan untung dan rugi, yaitu perhitungan biaya produiksi agar usahataninya itu dapat berkembang. Peneriman petani dipengaruhi oleh hasil produksi, petani akan menambah produksinya bila setiap penambahan produksi itu akan menaikkan jumlah penerimannya. Jadi tingkat produksi optimum tidak terlepas dari pengaruh biaya dan penerimaan.


(45)

2.2.7 Prinsip Ekonomi Dalam Proses Produksi Usahatani

Untuk melakukan analisa efisiensi usahatani, maka langkah pertama yang harus ditempuh adalah menentukan bentuk fungsi produksi pada usahatani tersebut. Bahwa di dalam proses produksi beberapa input (masukan) yang digunakan pada akhimya akan diubah ke dalam output (produksi) dan suatu alat untuk mengetahui keberhasilan produksi dalam suatu usaha adalah fungsi produksi. Fungsi produksi adalah suatu hubungan teknis antara faktor input dan output dalam suatu proses produksi (Koutsoyianis,1985). Hal tersebut menggambarkan hukum proporsi, yaitu transpormasi faktor input dalam produk (output) pada periode waktu tertentu.

Sementara Teken (1979) menyebutkan bahwa fungsi produksi adalah hubungan fisik atau hubungan teknis antara jumlah faktor produksi yang dipakai dengan jumlah produk yang dihasilkan per satuan waktu, tanpa memperhatikan harga-harga faktor produksi yang dipakai maupun harga produksi yang dihasilkan. Dan selanjutnya Soekartawi (1990) menambahkan bahwa fungsi produksi merupakan hubungan yang bersifat fisik maupun yang bersifat teknis antara faktor produksi dengan produksi, didalamnya menyangkut juga pengertian teknologi.

Memahami prinsip-prinsip ekonomi dalam proses produksi adalah penting, sebab proses produksi yang tidak diikuti oleh arti ekonomis menjadi tidak banyak berarti. Setiap produsen dalam usahatani akan selalu berusaha untuk mengalokasikan faktor produksi yang dikuasai seefisien mungkin untuk memperoleh produksi yang maksimal. Pendekatan ini disebut dengan pendekatan profit maximisation.


(46)

Di lain pihak apabila petani dihadapkan pada masalah keterbatasan biaya maka merekajuga tetap berusaha untuk meningkatkan keuntungan dengan kendala biaya yang dimiliki kuantitasnya terbatas. Pendekatan ini dikenal dengan istilah meminimumkan biaya atau cost minimazation. Kedua prinsip mi adalah sama yakni untuk memaksimumkan keuntungan dengan cara mengalokasikan penggunaan sumberdaya yang seefisien mungkin.

Dalam proses produksi dikenal konsep efisiensi ekonomis yaitu konsep yang mengukur penggunaan input, jumlah biaya (korbanan) dan keuntungan yang diperoleh atau konsep yang mengukur antara imbangan biaya dan penerimaan usahatani yang diterimanya.

Untuk mengukur imbangan biaya penerimaan dinyatakan dengan menggunakan rumus RC ratio (Return and Cost Ratio). Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Apabila hasil analisa memberikan R/C rasio> 1, maka usahatani atau usaha yang dilakukan tersebut dinyatakan dengan efisien dan menguntungkan.

2. Apabila hasil analisa memberikan R/C rasio = 1, maka usahatani atau usaha yang dilakukan tersebut dinyatakan dengan efisien dan menguntungkan dan juga tidak mengalami kerugian.

3. Apabila hasil analisa memberikan RIC rasio < 1, maka usahatani atau usaha yang dilakukan tersebut dinyatakan dengan tidak efisien dan tidak menguntungkan dan atau usaha tersebut mengalami suatu kerugian.


(47)

Selanjutnya seperti apa yang dikemukakan Banoewidjaja (1979) bahwa peranan penyuluhan mengenai teknologi baru adalah sangat penting, karena produksi pertanian akan meningkat apabila teknik bercocok tanam yang harus dilakukan oleh petani berkembang dengan baik yaitu dengan menggunakan teknologi baru yang dimaksud, meliputi penggunaan bibit unggul, pupuk, dan abat-obatan pemberantasan hama dan penyakit. Hal tersebut juga bisa ditunjukkan pada produksi:

Y (produksi kg)

F (X2)

F (X1)

X (Faktor Produksi)

Gambar 1 : Kurva Produksi Sebelum dan Sesudah Penerapan Teknologi Baru

Kurva produksi pada gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Mula-mula sebelum penggunaan teknologi baru produksi digambarkan

seperti garis f(X1)

2. Setelah adanya penerapan I penggunaan teknologi baru produksi yang dihasilkan mengalami perubahan / peningkatan yaitu seperti yang ditunjukkan oleh garis f(X2).

B A


(48)

2.2.8 Analisis Ekonomi Usahatani

Ilmu usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan

efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki atau kuasai dengan sebaik-baiknya; dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumber daya tersebut menghasilkan keluaran yang melebihi masukan (input) (Soekartawi, 1990).

Efisiensi usahatani dapat diukur dengan cara menghitung efisiensi teknis, efisiensi harga dan efisiensi ekonomi. Ketiga macam efisiensi ini penting untuk diketahui dan diraih oleh petani bila petani menginginkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Umumnya para petani memang tidak mempunyai catatan tentang usahatani yang sedang dilakukannya, sehingga sulit bagi petani untuk melakukan analisis usahataninya. Petani hanya mengingat-ingat anggaran arus uang tunai (cash flow) yang mereka lakukan, walaupun sebenarnya ingatan tidak terlalu jelek, karena mereka masih ingat bila ditanya tentang berapa output yang diperoleh dan berapa input mereka gunakan. Tentu saja teknik pengumpulan datanya harus baik dan benar. Perlunya analisis usahatani memang bukan untuk kepentingan petani saja tetapi juga untuk para penyuluh pertanian, mahasiswa dan pihak-pihak lain yang berkepentingan untuk melakukan analisis usahatani.


(49)

Menurut Soekartawi (1990), dalam melakukan analisis usahatani, seseorang dapat melakukannya menurut kepentingan untuk apa analisis yang dilakukannya. Dalam banyak pengalaman analisis usahatani yang dilakukan oleh petani memang dimaksudkan untuk tujuan mengetahui atau meneliti tentang :

a. Keunggulan komperatif (comparative advantage).

b. Kenaikan hasil yang semakin menurun (law of diminishing return) c. Substitusi (substitution effect)

d. Pengeluaran biaya usahatani (farm expenditure) e. Biaya yang diuangkan (opportunity cost) f. Macam tanaman yang diusahakan. g. Baku timbang tujuan (goal trade-off)

Maksud dari tujuh macam analisis usahatani pada dasarnya sama, yaitu mencari informasi tentang keragaan suatu usahatani dilihat dari berbagai aspek. Telaah seperti ini sangat penting karena tiap macam usahatani pada skala usaha dan pada teknologi tertentu berbeda satu dengan yang lain, karena terdapat perbedaan dalam karakteristik yang dipunyai pada usahatani yang bersangkutan.

Usahatani pada skala usaha yang luas umumnya bermodal besar, teknologi tinggi, manajemen modern dan bersifat komersial. Sebaliknya usahatani skala kecil umumnya bermodal sedikit, teknologi tradisional, bentuk usahataninya sederhana yang sifat usahanya subsisten. Untuk itulah dalam melakukan analisis usahatani hendaknya memperhatikan berbagai karakteristik usahatani yang ada dan selalu mengingat kegunaan dan analisis tersebut.


(50)

Menurut Soekartawi (1996), perhitungan yang dipakai dalam analisis ekonomis dalam usahatani untuk menentukan usahatani tersebut mengalami keuntungan atau tidak adalah anggaran arus uang tunai atau biasa disebut dengan cash flow analysis. Dibawah ini diuraikan penjelasan beserta rumus-rumus yang biasa digunakan. Dalam pekerjaan evaluasi suatu usahatani, perhitungan ini penting sekali karena menyangkut biaya sewa, penerimaan dan pendapatan yang berlaku pada usaha yang dijalankan. Anggaran arus uang tunai adalah besarnya pengeluaran yang diperoleh dari selisih pengeluaran (revenue) dan biaya (cost). Pada analisis ini terdapat tiga variabel yang diukur antara lain; biaya, penerimaan, dan pendapatan usahatani. Penjelasan dari ketiga variabel tersebut diuraikan beserta rumus-rumus yang berlaku sebagai berikut :

a. Biaya usahatani

Menurut Soekartawi (2001), biaya usahatani dibedakan menjadi dua kategori biaya yaitu biaya tetap (fixed cost), biaya tidak tetap (variable cost), biaya yang dikeluarkan petani dalam proses produksi serta membawanya menjadi produk disebut biaya produksi, termasuk didalamnya barang yang dibeli dan jasa yang dibayar didalam maupun diluar usahatani. Didalam jangka pendek, satu kali produksi dapat membedakan biaya tetap dan biaya tidak tetap. Adanya klasifikasi biaya ini sangat penting dalam membandingkan pendapatan untuk mengetahui kebenaran jumlah biaya yang digunakan. Ada dua kategori atau pengelompokan biaya, yaitu :


(51)

FC TFC n i

å

= = 1

1. Biaya Tetap (fixed cost)

Adalah biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu kali masa produksi. Tergolong dalam kelompok biaya ini antara lain: pajak, tanah, penyusutan alat maupun biaya pemeliharannya. Bila tidak ada biaya imbangan dalam penggunaannya atau tidak ada penawaran untuk hal tersebut baik didalam usahatani maupun diluar usahatani. Untuk menghitung biaya tetap dalam usahatani digunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

TFC : Total biaya tetap (total fixed cost) FC : Biaya tetap (fixed cost)

n : Macam input Dimana :

Keterangan :

FC : Biaya tetap (fixed cost)

PXi : Jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap

Xi : Jumlah input ke i

Maka :

Keterangan :

TFC : Total biaya tetap (fixed cost)

X i : Jumlah fisik dan input yang membentuk biaya tetap

PXi : Harga input ke i (Rp)

n : Macam input

Xi P FC= Xi.

Xi i n i P X TFC

å

= = 1


(52)

2. Biaya tidak tetap (variable cost)

Merupakan biaya yang besar kecilnya sangat bergantung kepada skala produksi. Apabila petani menginginkan produksi yang tinggi maka biaya untuk sarana produksi juga harus ditambah sehingga biaya ini sifatnya berubah-ubah tergantung besar kecilnya produksi yang diinginkan. Tergolong biaya ini antara lain : sewa lahan, pengolahan tanah, benih, biaya tanam, pupuk, dangir, obat, tenaga kerja, pengairan, serta biaya panen. Untuk mengetahui besarnya biaya varibel dapat menggunakan rumus :

Keterangan :

TVC : Total biaya tidak tetap (total variable cost) VC : Biaya tidak tetap (variable cost)

n : Macam input

Dimana :

Keterangan :

VC : Biaya tidak tetap (variable cost) PXi : Harga input ke i

Xi : Jumlah input ke i Maka :

Keterangan :

TVC : Total biaya tidak tetap (total variable cost) X i : Jumlah input ke i

PXi : Harga input ke i (Rp)

n : Macam input

VC TVC n i

å

= = 1 Xi P VC= Xi.

Xi i n i P X TVC

å

= = 1


(53)

Untuk mengetahui total biaya usahatani dapat dihitung dengan menggunakan rumus dibawah ini, karena total biaya (TC) adalah jumlah dari total biaya tetap (fixed cost) dan total biaya tidak tetap (variable cost), maka rumusnya adalah :

TC = TFC + TVC

Keterangan :

TC : Biaya produksi total (total cost) TFC : Biaya tetap total (total fixed cost) TVC : Biaya variabel total (total variable cost)

b. Penerimaan usahatani

Penerimaan usahatani adalah keseluruhan nilai produksi yang diperoleh petani, dengan klarifikasi musim, luas lahan, tahun, maupun banyaknya tanaman. Untuk mengetahui penerimaan usahatani menggunakan rumus :

TR = Q. P Keterangan :

TR : Penerimaan usahatani (total revenue) Q : Jumlah produksi (quantity)

P : Harga jual (price)

Apabila macam tanaman yang diusahakan lebih dari satu, maka rumus (1) berubah menjadi :

Keterangan :

TR : Penerimaan usahatani (total revenue) Q : Jumlah produksi (quantity)

Pi Qi TR

n

i . 1

å

= =


(54)

Pi : Harga jual (price)

N : Jumlah atau macam tanaman yang diusahakan

Menurut Soekartawi (2001), dalam menghitung penerimaan usahatani dapat dipisahkan menjadi 2 yaitu analisis parsial usahatani dan analisis keseluruhan (whole farm analysis) usahatani. Analisis parsial adalah analisis yang digunakan untuk menghitung penerimaan usahatani yang mengusahakan satu macam tanaman, sedangkan analisis keseluruhan (whole farm analysis) adalah analisis yang digunakan untuk menghitung penerimaan usahatani yang mengusahakan lebih dari satu macam tanaman (dalam proses penghitungan analisis keseluruhan jumlah tanaman yang diusahakan dihitung satu per satu kemudian hasil akhirnya dijumlahkan). Kedua analisis ini digunakan untuk membedakan usahatani yang mengusahakan satu komoditi dan usahatani yang mengusahakan tanaman lebih dari satu komoditi usaha.

c. Pendapatan usahatani

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dengan biaya produksi selama satu tahun dalam satuan rupiah. Bentuk penerimaan tunai dapat menggambarkan tingkat kemajuan usahatani dalam spesialisasi dan pembagian kerja. Besarnya pendapatan tunai dari total penerimaan dapat digunakan untuk perbandingan keberhasilan petani satu terhadap petani yang lain. Adapun manfaat dari analisis pendapatan ialah untuk mengukur kegiatan usahatani pada saat ini menguntungkan atau tidak.


(55)

Menurut Soekartawi (2001), untuk mengetahui besarnya pendapatan usahatani menggunakan rumus :

Pd = TR – TC Keterangan :

Pd : Pendapatan usahatani (Rp)

TR : Penerimaan usahatani (total revenue) TC : Biaya produksi (total cost)

2.3 Kerangka Pikir dan Hipotesis

Pembangunan pertanian pada hakekatnya adalah suatu proses perubahan sosial dan pertumbuhan ekonomi kearah yang lebih baik. Keberhasilan pembangunan pertanian ditentukan oleh kemampuan petani itu sendiri dalam berbagai usahatani dan diharapkan mampu mengelola usahanya dengan lebih baik, namun pada kenyataannya masih belum sesuai yang diharapkan.

System of rice intensification (SRI) merupakan salah satu pendekatan dalam praktek budidaya padi yang menekankan pada 3 pola manajemen pokok yaitu: (1) Manajemen pengelolaan tanah, (2) Manajemen pengelolaan tanaman, dan (3) Manajemen pengelolaan air melalui pemberdayaan petani maupun kelompok tani yang berbasis pada kegiatan ramah lingkungan. Penerapan gagasan System of rice intensification (SRI) yang dilakukan oleh petani maupun kelompok tani sebenarnya berdasarkan pada 7 komponen penting sebagai berikut: (1) Transplantasi bibit muda 7-15 hari, (2) Waktu transplating adalah 30 menit, (3) Bibit ditanam satu batang, (4) Jarak tanam lebar, (5) Melakukan irigasi berselang sehingga kondisi tanah lembab , (6) Melakukan penyiangan dengan gosrok, (7)


(56)

Dengan demikian diharapkan hasil peenerapan metode System of rice intensification (SRI) akan mampu meningkatkan produktifitas padi yang akhirnya berdaampak pada meningkatnya pendapatan petani/kelompok tani.

Gambar 2. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka disusunlah hipotesis sebagai berikut:

1. Diduga terdapat perbedaan Biaya (Total Cost) usahatani padi metode SRI dengan Metode Konvensional.

2. Diduga terdapat perbedaan Penerimaan (Total Revenue) usahatani padi metode SRI dengan Metode Konvensional.

3. Diduga terdapat perbedaan Laba usahatani padi metode SRI dengan Metode Konvensional.

4. Diduga bahwa usahatani padi Metode SRI lebih efisien dibandingkan metode konvensional.

Metode SRI

Petani

Metode Konvensional


(57)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara sengaja (Purposive). Penentuan daerah penelitian dengan dasar pertimbangan bahwa di Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi telah dilakukan program SRI dan diresmikan oleh Gubernur Jawa Timur pada Tahun 2009, selanjutnya direncanakan pada tahun 2010 luasan usahatani padi metode SRI akan ditambah sebesar 600 Ha.

3.2 Metode Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah para petani yang berada di Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi, yang membudidayakan padi sawah varietas Ciherang yang menggunakan Metode SRI dan konvensional. Metode yang digunakan dalam menentukan sampel adalah metode Purposive Sampling. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 40 petani yang tersebar di Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi dengan rincian 20 orang petani menggunakan metode SRI dan 20 orang petani menggunakan metode Konvensional pada musim tanam MK tahun 2009.

Penarikan sampel secara sengaja dilakukan dengan terlebih dahulu mendata petani berdasarkan varietas padi yang ditanam yaitu varietas ciherang, yang kemudian dikelompokkan menjadi sampel untuk metode SRI dan Konvensional, yang keduanya diasumsikan mengikuti sebaran normal dan dapat mewakili dari populasi.


(58)

Pada penelitian ini populasi yang digunakan sebagai dasar mementukan jumlah sampel bersumber dari data sekunder yang diperoleh dari informasi dan laporan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Gerih. Berikut disajikan diagram alir dari pengambilan sampel responden.

Gambar 4. Diagram Alir Pengambilan Sampel

Populasi yang akan diambil adalah semua petani SRI dan Konvensional yang membudidayakan varietas ciherang pada musim MK 2009 di Kecamatan Gerih, yang kemudian diambil dua desa secara sengaja (Purposive), kemudian dari dua desa tersebut dipilih responden sebanyak 40 orang yang terdiri dari 20 orang petani padi metode SRI dan 20 orang petani padi metode konvensional yang dianggap mewakili dari keseluruhan populasi.

Kecamatan Gerih

Desa Gerih Desa Guyung

Klp Tani Klp Tani

Responden SRI

Responden Konvensional

Responden SRI Responden Konvensional


(59)

3.3 Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer, adalah data yang diperoleh langsung dari responden, data diambil pada musim tanam tahun 2009, di Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi. Data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh dari BPS dan instansi terkait. Sumber-sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari :

1. Interview (wawancara), yaitu komunikasi lisan antara peneliti dengan individu yang menjadi obyek penelitian. Metode ini digunakan untuk mendapatkan data primer yang berkaitan dengan usahatani padi sawah dengan Metode SRI. 2. Observasi, yaitu mengambil obyek penelitian dengan memakai alat indera

utama terutama mata dan membuat catatan mengenai hasil pengamatan itu. Metode ini digunakan untuk untuk memperoleh data sekunder tentang letak geografis, jumlah petani padi sawah dan Instansi terkait.

3. Kuisioner, adalah serangkaian daftar pertanyaan berisi aset-aset pertanyaan yang secara logis berhubungan dengan masalah penelitian, dan juga digunakan dalam pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif yang objektif.

3.4 Pengukuran Variabel

1. Diasumsikan bahwa kondisi fisik lahan untuk kedua macam usahatani padi sama, baik metode SRI maupun konvensional.

2. Data tahun 2009 diambil pada musim tanam MK tahun 2009 di Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi.


(60)

3. Petani adalah seorang yang mengelola lahan untuk ditanami padi baik milik sendiri, dengan sewa maupun bentuk lain yang sah menurut hukum. 4. Petani SRI adalah petani yang menanam padi menggunakan metode SRI. 5. Total biaya (Rp) adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam usahatani

padi, baik itu biaya tetap ataupun biaya tidak tetap.

6. Penerimaan (Rp) adalah jumlah produksi petani dikalikan dengan harga jual padi pada saat panen.

7. Pendapatan (Rp) adalah pendapatan bersih yang diterima dari kegiatan usaha tani dikurangi dengan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam usaha tani padi.

8. Benih adalah biji tanaman yang dipergunakan untuk keperluan dan pengembangan usaha tani, memiliki fungsi agronomis atau merupakan komponen agronomi.

9. Sarana produksi adalah barang atau uang yang digunakan bersama faktor produksi dan tenaga kerja yang menghasilkan barang baru, dalam hal ini berupa benih, pupuk dan pestisida.

10.Produksi adalah hasil yang didapatkan petani dari kegiatan usaha tani, dalam hal ini adalah gabah kering sawah.

11.Luas lahan adalah sebidang tanah yang dipergunakan untuk usaha tanaman padi (Ha).

12.Biaya produksi adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi usaha tani padi metode SRI. Menurut sifatnya biaya produksi


(61)

dibagi menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost).

13.Biaya tetap ialah biaya yang tidak berubah walupun jumlah produksinya berubah (selalu sama) atau tidak terpengaruh terhadap besar kecilnya produksi.

14.Biaya Variabel adalah Biaya yang berubah sesuai dengan jumlah produksi. 15.Penerimaan adalah total rupiah yang diperoleh dari hasil penjualan

produksi padi dengan harga yang berlaku pada saat itu.

16.Pendapatan yaitu jumlah uang yang diperoleh setelah semua biaya variabel termasuk biaya operasional tertutupi, bila hasil pengurangannya positif berarti untung dan bila pengurangannya negatif berarti rugi.

17.Efisiensi Usaha adalah penggunaan modal sedikit tetapi mendapatkan keuntungan yang banyak.

18.Revenue and Cost Ratio (R/C) digunakan untuk membandingkan pendapatan kotor dengan seluruh biaya yang telah habis dalam setiap proses produksi.

19.Produksi adalah hasil fisik dari usaha tani padi yang diperoleh dan dinyatakan dalam kilogram.

20.Harga produksi adalah harga jual yang diterima petani setiap kali menjual hasil panennya yang dinyatakan dalam rupiah/kg.

21.Penyusutan adalah berkurangnya nilai awal suatu benda dikarenakan bertambahnya usia benda tersebut (Rupiah/ Musim tanam).


(62)

BAB IV ANALISA DATA

4.1 Metode Analisa Data

4.1.1. Budidaya Padi Metode SRI di Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi.

Untuk mediskripsikan penerapan cara budidaya padi sawah Metode SRI di Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi menggunakan analisis diskriptif dari hasil wawancara terhadap responden dan pengumpulan data yang diperoleh dari Dinas Pertanian, BPS, Monografi Desa dan sumber referensi lain yang terkait dengan penelitian.

4.1.2. Membandingkan Struktur Biaya Dan Pendapatan Usahatani Padi Metode SRI dan Konvensional di Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi.

Untuk menganalisis perbandingan struktur biaya dan pendapatan usahatani padi sawah Metode SRI dan Konvensional akan di Analisis menggunakan uji beda rata-rata (Uji t) dengan bantuan program SPSS. Sebelum data penelitian diuji, terlebih dahulu akan dilihat keragamannya dengan menggunakan uji F yang secara matematis dirumuskan sebagai berikut:

F maksimal = 2

2 2 1

S S


(63)

Dimana:

S12 : Ragam rata-rata struktur biaya dan pendapatan petani dari

usahatani padi sawah Metode SRI.

S2 2 : Ragam rata-rata struktur biaya dan pendapatan petani dari

usahatani padi sawah Metode Konvensional.

Setelah dilakukan uji F, maka dapat ditentukan langkah selanjutnya dalam proses analisis uji beda rata-rata (Uji t). Ketentuan-ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Jika F hitung > F tabel, maka rumus t hitung yang digunakan adalah:

t hit =

(

)

(

)

2 1 2 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2 1 2 1 1 X X n n n n x n n S n S n + + -+ -+

-2. Jika F hitung £ F tabel maka rumus t hitung yang digunakan adalah:

t hit =

1 2 2 1 2 1 2 1 n S n S X X ¸ -Dimana:

X1 = Rata- Rata struktur biaya dan pendapatan petani dari usahatani

padi sawah Metode SRI.

X2 = Rata-rata struktur biaya dan pendapatan petani dari usahatani

padi sawah Metode Konvensional.

S1 2 = Ragam rata-rata struktur biaya dan pendapatan petani dari


(64)

S2 2 = Ragam rata-rata struktur biaya dan pendapatan petani dari

usahatani padi sawah Metode Konvensional.

n1 = Jumlah sampel petani dari usahatani padi Metode SRI.

n2 = Jumlah sampel petani dari usahatani padi Metode Konvensional.

3. Apabila t hit £ dari t tabel a = 0,05 maka H0 diterima yang berarti

tidak ada perbedaan antara pendapatan petani dari usahatani padi Metode SRI dan metode Konvensional.

4. Apabila t hit > dari t tabel a = 0,05 maka H1 diterima yang berarti

terdapat perbedaan antara pendapatan petani dari usahatani padi Metode SRI dan metode Konvensional.

4.1.3 Menghitung Efisiensi Usahatani Padi Metode SRI dan Konvensional di Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi.

Untuk menghitung efisiensi usahatani padi Metode SRI dan Konvensional digunakan metode Analisa Kelayakan Usahatani. Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produksi yang dinilai dengan uang. Perhitungan biaya produksi dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

TC = FC + VC Dimana : TC = Total cost

FC = Fixed cost VC = Variabel cost


(65)

Total Cost atau Biaya total, terdiri atas 2 komponen biaya yaitu: biaya tetap (Fixed Cost) yang terdiri dari sewa lahan, penyusutan mesin dan peralatan usahatani, serta biaya tidak tetap (Variabel Cost) yang terdiri dari saprodi (bibit, pupuk, pestisida), tenaga kerja.

Total revenue (total penerimaan) merupakan hasil pengalian antara jumlah barang yang dihasilkan dengan harga yang bersangkutan. Harga tersebut dapat ditulis kedalam rumus sebagai berikut:

TR = P x Q Dimana : TR = Total revenue

P = Harga komoditi

Q = jumlah satuan komoditi yang dihasilkan

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya produksi. Dalam hal ini dapat ditulis dengan rumus:

π = TR – TC

Dimana : π = keuntungan

TR = total revenue/penerimaan TC = Total cost


(66)

Untuk mengetahui kelayakan usahatani padi sawah metode SRI, data dianalisis dengan menghitung R/C ratio. Kelayakan usahatani merupakan perbandingan antara penerimaan total dengan pengeluaran total dan atau perbandingan antara keuntungan total dengan pengeluaran total, dapat dirumuskan sebagai berikut:

(Revenue/Cost) R/C = TC TR

Kriteria : R/C > 1 , Untung R/C < 1 , Rugi R/C = 1 , Impas


(67)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Budidaya Padi Sawah Metode SRI (System of Rice Intensification) Di Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi

SRI (System of Rice Intensification) adalah cara budidaya padi yang pada awalnya diteliti dan dikembangkan sejak 20 tahun yang lalu di Pulau Madagaskar dimana kondisi dan keadaannya tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Karena kondisi lahan pertanian yang terus menurun kesuburannya, kelangkaan dan harga pupuk kimia yang terus melambung serta suplai air yang terus berkurang dari waktu ke waktu, maka dikembangkanlah Metode SRI untuk meningkatkan hasil produksi padi petani Madagaskar pada saat itu, dengan hasil yang sangat mengagumkan.

Metode SRI seluruhnya menggunakan bahan organik disekitar kita (petani) yang ramah lingkungan, dan bersahabat dengan alam serta mahluk hidup di lingkungan persawahan. Dari hasil penelitian dan percobaan oleh para ahli selama bertahun-tahun di berbagai negara menunjukan bahwa hasil yang diperoleh dengan Metode SRI sangat tinggi jika sepenuhnya tidak memakai bahan-bahan sintetis (kimia/anorganik) baik untuk pupuk maupun untuk pembasmi hama dan penyakit padi.


(1)

Jumlah A.I II. Panen 4. Memanen 5. Merontok 6. Mengangkut 3. Lain-lain

4. . ... 5. ... 6. ...

Jumlah A.II

Jumlah A.I + Jumlah A.II

Uraian

Riil Dikeluarkan Diperhitungkan

Fisik (Kg) Nilai (Rp) Fisik (Kg) Nilai (Rp)

B. SARANA PRODUKSI

1. Benih 2. Pupuk d. Anorganik · Urea · ZA · Phonska · ... e. Organik

· P. Kompos/Kandang

· ... f. Pupuk Cair

· ... · ... 3. Pestisida d. ... e. ... f. ... 4. Lain-lain 4. ... 5. ... 6. ... Jumlah B

C. PENGELUARAN LAIN-LAIN

5. Pajak Lahan 6. Sewa Lahan 7. Iuran Irigasi

8. ………..

Jumlah C


(2)

No Uraian Jumlah Harga/Unit (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis (Tahun) Penyusutan (Rp) 1. Sewa lahan

2. Cangkul 3. Sabit

4. Tangki Semprot 5. Baki/lengser

6. ………..

2. Penerimaan (TR) = Kg

Harga = Kg

Penerimaan = Jumlah Produksi X Harga ditingkat petani

= =

3. Biaya Total (TC) = Biaya Total (FC) + Biaya Tidak Tetap (VC) = (Biaya Tetap) + (Biaya TK+ Saprodi) = Rp

4. Pendapatan Bersih

a. Secara Ekonomis = Penerimaan (TR) – Biaya Total (TC) = Rp

=

b. Secara Riil = Penerimaan (TR) – TBRD(Total Biaya Riil dikeluarkan) = Rp

=

5. Efisiensi usahatani (R/C) =

TC TR

= Kriteria : R/C > 1 , Untung

R/C < 1 , tidak Untung R/C = 1 , impas


(3)

Lampiran 27 Budidaya Padi Metode SRI (System Of Rice Insentification)

Telur dalam larutan garam Benih Padi Direndam

Benih padi dipisahkan (disortir)


(4)

Media tanam di Baki Menata Benih di Baki


(5)

Membuat garis tanam (Caplak) Memindah Benih Padi


(6)

Pemupukan Padi SRI


Dokumen yang terkait

Analisis Perbandingan Usaha Tani Padi Sawah Sistem Sri (System Of Rice Intensification) Dengan Sistem Konvensional Di Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai

12 168 47

Analisis Komparasi Pendapatan Petani Sistem Tanam SRI (System of Rice Intensification) Dengan Petani Sistem Tanaman Legowo (Studi Kasus: Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai)

2 84 123

Analisis Usahatani Padi Konvensional dan Padi System Of Rice Intensification (SRI) Organik (Studi Kasus di Desa Ringgit, Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah)

1 13 168

Analisis Pendapatan Usahatani Padi Metode System Of Rice Intensification (SRI) dan Padi Konvensional di Desa Kebonpedes, Sukabumi

0 5 87

Pertanian padi sawah metode sri (System of Rice Intensification) dan konvensional serta peranannya dalam perekonomian Kabupaten Indramayu

6 77 134

Analisis Adopsi Sri (System Of Rice Intensification) Dan Dampaknya Terhadap Efisiensi Usahatani Padi Di Kabupaten Solok Selatan.

0 7 103

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

0 5 120

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

0 0 12

Tingkat Adopsi Teknologi SRI (System of Rice Intensification) dan Analisis Usahatani Padi di Kecamatan Nagrak Kabupaten Sukabumi I.Solihah

0 0 9

ANALISIS KOMPARASI USAHATANI PADI SAWAH METODE SRI (System of Rice Intensification) DAN KONVENSIONAL DI KECAMATAN GERIH KABUPATEN NGAWI

0 0 20