ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI (3)
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KEPUTUSAN NASABAH DALAM
MEMILIH JASA PERBANKAN SYARIAH (Studi Pada Bank Syariah Mandiri, Kantor Cabang Malang) JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
Toni Prasetyo Utomo 105020107111023
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN NASABAH DALAM MEMILIH JASA PERBANK SYARIAH (Studi Pada Bank Syariah Mandiri, Kantor Cabang Malang)
Toni Prasetyo Utomo
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, University Brawijaya Email: [email protected]
Pembimbing:
Prof. M. Umar Burhan, SE., MS.
ABSTRAK
This study aimed to analyze influencing factors of the decision in choosing Bank Syariah Mandiri Malang Branch. 100 customers surveyed to asses which fa ctors that influencing their decision to do transactions with banks. Based on the estimation using logistic regression resulted in finding that the service of the bank itself, the knowledge of sharia banking, and cost factors are significant factors in influencing the decision of the customers. And the factors of sharia banking characteristics, its location and promotion are insignificant to the decision making of the customers on choosing sharia bank. Aside of that, based on the logistic regression coefficients, the knowledge factor of sharia banking characteristic has the biggest beta values. This indicates that the knowledge of sharia bank is a dominant factor that influence the preference of customers on choosing sharia banking. Thus, in order to increase and attract new customers, sharia banking must be focused on socializing sharia banking to the community, so that the community will understand more about the stuffs and matters regarding sharia banking.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor -faktor yang mempengaruhi keputusan nasabah dalam memilih bank syariah di Bank Syariah Mandiri (BSM) Cabang Malang. 100 nasabah disurvei untuk menilai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi mereka untuk melakukan transaksi dengan bank. Berdasarkan hasil estima si Regresi Logistik, ditemukan bahwa faktor pelayanan bank syariah, faktor pengetahuan tentang konsep bank syariah, dan faktor harga/biaya berpengaruh signifikan terhadap keputusan nasabah dalam memilih bank syariah. Sedangkan faktor karakteristik bank syariah, faktor lokasi/aksesibilitas dan faktor promosi tidak berpengaruh secara signifikan. Selain itu, berdasarkan pada koefisiensi regresi logistik, faktor pengetahuan tentang konsep bank syariah mempunyai nilai beta yang paling besar. Hal ini menunjukan bahwa faktor pengetahuan tentang bank syariah adalah faktor yang dominan terhadap keputusan nasabah dalam memilih bank syariah. Dengan demikian, dalam rangka meningkatkan dan menarik nasabah baru, bank syariah harus fokus pada sosialisasi tentang bank syariah kepada masyarakat, agar masyarakat lebih memahami bagaimana seluk-beluk tentang bank syariah.
Keywords : Bank selection criteria, Islamic bank, logistic model
A. PENDAHULUAN
Secara umum bank mempunyai peran utama yaitu sebagai perantara keuangan (financial intermediatory ) atau dengan kata lain sebagai penghimpun dana dan menyalurkan kembali dalam bentuk fasilitas pembiayaan kepada pihak-pihak lain yang memerlukan dana. Sebelum kebangkitan kembali sistem ekonomi Islam, kaum muslimin hanya mempunyai satu pilihan bank untuk memenuhi kebutuhan finansialnya yaitu bank konvensional. Kebangkitan Islam di akhir tahun 1960an Secara umum bank mempunyai peran utama yaitu sebagai perantara keuangan (financial intermediatory ) atau dengan kata lain sebagai penghimpun dana dan menyalurkan kembali dalam bentuk fasilitas pembiayaan kepada pihak-pihak lain yang memerlukan dana. Sebelum kebangkitan kembali sistem ekonomi Islam, kaum muslimin hanya mempunyai satu pilihan bank untuk memenuhi kebutuhan finansialnya yaitu bank konvensional. Kebangkitan Islam di akhir tahun 1960an
Dari perspektif teoritis, perbankan syariah berbeda dengan bank konvensional karena bank syariah menerapkan prinsip-prinsip Syariah (hukum Islam). Dua sumber utama dari hukum Islam adalah Al Quran dan Hadis, sedangkan sumber hukum kedua hukum Islam adalah Ijma (kesepakatan para ulama) dan Qiyas (analogi). Perbankan Islam memberikan layanan bebas bunga pada nasabahnya. Bunga (riba) dilarang dalam Islam, yaitu bank tidak diperbolehkan melakukan pembayaran maupun penarikan bunga dalam semua bentuk transaksi. Sebuah fitur unik ditawarkan oleh bank syariah yakni sistem profit-and-loss-sharing (bagi-untung-dan-rugi). Meskipun banyak sekali kontrak dalam Islam, namun ada beberapa jenis transaksi yang penting: mudharabah (kontrak permodalan); musyarakah (kontrak kemitraan atau partnership) (Lewis dan Latifa, 2005:11-14).
Tonggak sejarah penting dari kerangka regulasi perbankan syariah di Indonesia dimulai pada tahu Tonggak sejarah penting dari kerangka regulasi perbankan syariah di Indonesia dimulai pada tahun 1990 dengan diselenggarakannya simposium MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang menyepakati pendirian bank syariah di Indonesia. Simposium MUI ini mendorong lahirnya UU No. 7/1992 tentang perbankan yang memperkenalkan “sistem bagi hasil”. Dengan aturan pelaksanaan PP No. 72/1992 tentang Bank berdasarkan Prinsip Bagi Hasil, maka lahirlah bank syariah pertama yaitu Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992. Kemudian pada tahun 1998 mulai diterapkan dual banking system atau sistem perbankan ganda yaitu terselenggaranya dua sistem perbankan (konvensional dan syariah), yang diatur dalam UU No. 10/1998 sebagai perubahan UU No. 7/1992. Dalam regulasi tersebut perbankan konvensional diizinkan untuk membuka unit usaha syariah. Regulasi baru ini memicu ekspansi industri perbankan nasional secara signifikan setelah mengalami stagnasi selama lebih dari 7 tahun dan sekaligus secara resmi menandai penerimaan Bank Indonesia terhadap eksistensi bank syariah dalam mekanisme dual banking system (PEBS-FEUI, 2011:2).
Saat ini, jumlah Bank Umum Syariah (BUS) telah mencapai 11 unit dan Unit Usaha Syariah (UUS) mencapai 23 unit. Memang jumlah ini tidak ada perubahan sejak 2010. Namun, jumlah jaringan kantor mengalami peningkatan yang signifikan. Jika pada bulan Desember 2012 jumlah kantor mencapai 1.780 unit, pada bulan Oktober 2013 jumlah ini bertambah menjadi 1.950 unit. Adanya penambahan jumlah jaringan kantor tentu saja menjadikan jumlah pengguna bank syariah juga meningkat. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan jumlah total rekening pembiayaan, tahun lalu, jumlah rekening tercatat 13.360.157 rekening, sedangkan pada tahun ini meningkat menjadi 15.578.578 rekening (Statistik Perbankan Syariah, 2013).
Statistik Perbankan Syariah yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia mencatat bahwa aset bank syariah per April 2013 telah menembus angka Rp. 207,800 triliun. Dibandingkan periode satu tahun sebelumnya, aset perbankan syariah telah mengalami pertumbuhan sebesar 44 persen. Angka pembiayaan telah mencapai Rp.163,407 triliun. Penghimpunan dana pihak ketiga telah mencapai Rp.158,519 triliun. Fungsi intermediasi perbankan syariah pun semakin meningkat. FDR per April 2013 mencapai 103,08 persen. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai 95,39 persen. Secara total, pangsa pasar perbankan syariah telah mencapai 4.86 persen. (Priantina, 2013).
Setelah dua dekade lebih bank syariah berjalan, ternyata bank syariah masih belum menjadi pilihan utama masyarakat dalam melakukan transaksi keuangan. Meskipun pertumbuhan aset perbankan syariah mengalami peningkatan signifikan tiap tahun, tetapi pangsa pasar (market share) perbankan syariah terhadap industri perbankan nasional sampai bulan April 2013 belum mencapai angka 5 persen. Fenomena ini jelas bertentangan dengan ekspektasi yang tertulis dalam Blueprint of
Islamic Banking Development in Indonesia yang di publikasikan Bank Indonesia pada tahun 2002. 1 Dalam jangka pendek, tantangan yang musti dihadapi oleh bank syariah adalah (1) penyediaan sumber
1 Dalam Blueprint tersebut, industri perbankan syariah di Indonesia ditargetkan bisa mencapai 5 persen dari total pangsa pasar (market share) industri perbankan pada tahun 2009. Lihat Rahmatina
A Kasri dan Hj. Kassim Salina. Empirical Determinants of Saving in the Islamic Banks: Evidence From Indonesia. Journal of King Abdul Aziz University. Islamic Economics, Vol. 22. 2009. Hal. 181-201.
daya insani (SDI); secara kuantitas maupun kualitas; (2) inovasi pengembangan produk dan layanan perbankan syariah yang kompetitif dan berbasis kekhususan kebutuhan masyarakat; dan (3) kontinuitas program sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat.
Dalam percaturan global, baik bank konvensional maupun bank syariah dituntut untuk bisa bersaing secara sehat di pasar yang semakin kompetitif. Keberhasilan sejumlah bank mengusung merek produk masuk dalam top brand Indonesia adalah karena keberhasilan pemasaran mereka memenangkan mind share, market share, dan heart/commitment share. Mind share adalah kekuatan merek di dalam benak konsumen kategori produk bersangkutan. Market share menunjukan kekuatan merek di dalam pasar tertentu dalam hal perilaku pembelian aktual dari konsumen. Kemudian commitment share menjelaskan kekuatan merek dalam mendorong konsumen untuk membeli merek terkait di masa mendatang (Hasan, 2010:205).
Salah satu bank syariah yang mempunyai kinerja baik di Indonesia adalah Bank Syariah Mandiri (BSM). Hal tersebut ditunjukan dari diraihnya beberapa penghargaan kepada BMS, seperti The Best Islamic Bank in Indonesia 2014 dalam pertemuan tahunan Islamic Finance Summit ke-13 di London. Kemudian The Best of Indonesian Bank Loyalty Champion 2014 Category: Saving Account, Islamic Bank dari Infobank bekerjasama dengan Markplus Insight (Bank Syariah Mandiri, 2014).
Kota Malang dengan mayoritas penduduknya adalah muslim, memiliki keunikan tersendiri terhadap perilaku mengonsumsi suatu produk. Struktur dan persepsi masyarakat Kota Malang yang sudah terbangun dengan mayoritas masyarakat yang beragama Islam yaitu sejumlah 722.680 atau 86,55 persen (Badan Pusat Statistik, 2013) dari total penduduk sangat memungkinkan terdapat bebagai macam persepsi yang mempengaruhi keputusan masyarakat dalam memilih bank. Berdasarkan data yang dipublikasikan Bank Indonesia, perkembangan perbankan syariah di wilayah kerja KBI Malang dinilai relatif cukup pesat. Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti et. al., (2009:32), menyatakan bahwa perkembangan tersebut disebabkan antara lain karena: (1) potensi ekonomi makro regional dan perbankan yang mendukung, dimana pertumbuhan ekonomi tahun 2010 dan 2011 cendrung meningkat masing-masing 6.52 persen, dan 6.65 persen; (2) terdapat beberapa perguruan tinggi yang berbasis Islam yaitu Universitas Islam Negeri Malang (UIN), Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dan Universitas Islam Malang (Unisma) serta beberapa perguruan tinggi lain yang membuka jurusan atau prodi ekonomi islam; (3) penyelenggaraan sosialisasi dan TOT yang sering dilakukan baik kepada pesantren maupun perguruan tinggi; (4) adanya kepedulian yang tinggi dari akademisi dan praktisi syariah dalam mengembangkan ekonomi Islam yang antara lain dengan terbentuknya AKKSI (Asosiasi Konsultan Keuangan Syariah Indonesia) sebagai wadah KKMB yang berbasis syariah, ABESINDO (Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia) wilayah Malang serta terbentuknya Masyarakat Ekonomi Syariah wilayah Malang Raya; (5) adanya kemudahan perizinan, antara lain dalam aspek permodalan BPRS yang lebih rendah dari BPR konvensional; (6) aspek demografis dan sosiologis, dimana Kota Malang termasuk daerah tapal kuda dengan tradisi pesantren yang kuat dan banyak yang beranggapan bahwa bunga bank adalah haram; dan (7) produk-produk perbankan syariah yang lebih bervariasi dari jual-beli sampai penyediaan jasa sehingga lebih cepat berkembang.
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan nasabah dalam memilih jasa perbankan syariah?
2. Apakah faktor yang dominan terhadap keputusan nasabah dalam memilih jasa perbankan syariah?
B. KAJIAN PUSTAKA
Konsep Bank Syariah
Sebutan umum untuk bank Islam adalah bank Syariah. Menurut ensiklopedia Islam, Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip Islam. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 pasal 1 ayat (1) tentang Perbankan Syariah, disebutkan bahwa bank syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Dalam pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Sebutan umum untuk bank Islam adalah bank Syariah. Menurut ensiklopedia Islam, Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip Islam. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 pasal 1 ayat (1) tentang Perbankan Syariah, disebutkan bahwa bank syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Dalam pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
Perbankan syariah memberikan layanan bebas-bunga kepada para nasabahnya. Pembayaran dan penarikan bunga dilarang dalam semua bentuk transaksi. Islam melarang kaum muslim menarik atau membayar bunga (riba). Pelarangan inilah yang membedakan sistem perbankan syariah dengan sistem perbankan konvensional. Meskipun sebelumnya terjadi perdebatan mengenai apakah riba ada kaitannya dengan bunga (interest) atau tidak, namun sekarang nampaknya ada konsensus di kalangan ulama bahwa istilah riba meliputi segala bentuk bunga.
Penolakan atas bunga ini memunculkan pertanyaan tentang apa yang dapat menggantikan mekanisme penerapan suku bunga dalam sebuah kerangka kerja Islam. Jika pembayaran dan penarikan bunga dilarang, bagaimana bank-bank syariah beroprasi? Di sinilah sistem profit-and-loss-sharing (bagi-untung-dan-rugi) digunakan sebagai metode alokasi sumberdaya. Meskipun banyak sekali bentuk kontrak dalam permodalan Islam, namun ada beberapa jenis transaksi yang penting: mudharabah (kontrak permodalan); musyarakah (kontrak kemitraan atau partnership); dan metode mark-up (penaikan harga). Mudharabah merupakan kontrak profit-and-loss-sharing dimana satu pihak memercayakan sejumlah modal kepada seorang investor dengam imbalan memperoleh suatu bagian yang telah ditentukan dari keuntungan atau kerugian bisnis yang di modali. Sedangkan dalam musyarakah, biasanya terdapat lebih dari satu penyandang dana; semua pihak menginvestasikan dananya dengan proporsi yang beragam, dan keuntungan atau kerugiannya ditanggung bersama sesuai dengan kontribusi mereka dalam bisnis itu. Musyarakah membutuhkan kemitraan yang lebih aktif dari pihak-pihak yang menggabungkan modalnya dan mengelola serta mengontrol perusahaan bersama- sama. Sementara keuntungan dan kerugian ditanggung bersama sesuai dengan rasio yang ditetapkan
sebelumnya. Apabila kita tambahkan kepada dua model ini ide ‘mark-up’, yang memiliki banyak sekali varian, dimana aset-aset dan barang-barang yang diperoleh kemudian dijual kembali atau
disewa-belikan dengan harga yang di-mark-up, maka kita mempunyai ramuan utama dari alternatif islami untuk bank yang menjalankan operasi sistem bunga (Lewis dan Latifa, 2005:11-14).
Berikut ini adalah perbandingan antara bank syariah dengan bank konvensional: Tabel 1
: Perbandingan Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional
Bank Syariah Bank Konvensional
1. Melakukan investasi-investasi yang halal Investasi yang halal dan haram. saja.
2. Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual-beli atau Memakai perangkat bunga. sewa.
3. Profit dan falah oriented.
Profit oriented .
4. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan.
hubungan debitor-debitor.
5. Penghimpunan dan penyaluran dana harus Tidak terdapat dewan sejenis. sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah.
Sumber: Antonio, 2010
Dasar Perbankan Syariah
a. Larangan Riba Riba secara literal berarti tambahan, berkembang, atau tumbuh. Akan tetapi tidak setiap
tambahan atau pertumbuhan itu dilarang oleh Islam. Dalam syariah, riba secara teknis mengacu kepada pembayaran “premi” yang harus dibayarkan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman di samping pemgembalian pokok sebagai syarat pinjaman atau perpanjangan batas jatuh tempo. (Chapra, 2000: 21-22). Karim (2004: 56-57) menjelaskan bahwa riba telah menjadi bahan perdebatan sejak zaman kaum muslim yang paling awal. Umar, khalifah kedua, menyesalkan karena Nabi saw. wafat sebelum sempat memberikan penjelasan yang terperinci mengenai pengertian riba. Di kalangan orang barat, tambahan atau pertumbuhan itu dilarang oleh Islam. Dalam syariah, riba secara teknis mengacu kepada pembayaran “premi” yang harus dibayarkan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman di samping pemgembalian pokok sebagai syarat pinjaman atau perpanjangan batas jatuh tempo. (Chapra, 2000: 21-22). Karim (2004: 56-57) menjelaskan bahwa riba telah menjadi bahan perdebatan sejak zaman kaum muslim yang paling awal. Umar, khalifah kedua, menyesalkan karena Nabi saw. wafat sebelum sempat memberikan penjelasan yang terperinci mengenai pengertian riba. Di kalangan orang barat,
bunga. Ini mengingatkan kepada argumen-argumen dari para sarjana Barat abad pertengahan yang menyatakan bahwa semua bunga itu berlebihan.
Dalam pengertian syariah, riba memiliki dua kategori: riba an-nasi`ah dan riba al-fadl (Chapra, 2000: 22-23).
a. Riba An-Nasi`ah Istilah nasi`ah berarti menunda, menangguhkan atau menunggu dan mengacu kepada waktu yang
diberikan bagi penguta ng untuk membayar kembali utang dengan memberikan “tambahan” atau “premi”. Intinya larangan riba nasi`ah memengandung implikasi bahwa penetapan suatu keuntungan positif di depan pada suatu pinjaman sebagai imbalan karena menunggu, menurut syariah tidak diperbolahkan.
b. Riba Al-Fadl Yaitu riba yang dilibatkan pada transaksi pembelian dari tangan ke tangan dan penjualan komodtas. Pembahasan riba al-fadl mucul dari hadits-hadits yang menuntut bahwa jika emas, perak, gandum, jelai, kurma dan garam dipertukarkan dengan barang yang sama, mereka harus ditukar di tempat dan dengan (takaran, timbangan) yang sama dan serupa. Berdasarkan karakteristik emas dan perak sebagai komoditas uang (commondity money), secara umum disimpulkan bajwa semua komoditas yang dipergunakan sebagai uang masuk ke dalam cakupan riba fadl, sedangkan terhadap komoditas empat lainnya banyak perbedaan di kalangan para fuqaha.
Larangan tentang praktik riba setidaknya disebutkan empat kali dalam Alquran, yang pertama adalah Surat ar-Ruuum: 39, menegaskan bahwa bunga akan menjauhkan keberkahan Allah dalam kekayaan, sedangkan zakat akan melipat gandakan pahala yang diterima. Kedua, adalah Surat an-Nisa` Ayat 166 yang juga mengutuk dengan keras praktik riba, bahkan hal ini sudah dinyatakan dalam kitab- kitab terdahulu sebelum Alquran. Seseorang yang mengambil riba disamakan dengan mereka yang mengambil harta orang lain dengan cara yang batil, dan Allah akan memberikan siksa yang amat pedih. Ketiga, adalah Surat Ali Imran Ayat 130-132, yang menyerukan kaum muslimin untuk menjauhi riba jika mereka menghendaki kesejahteraan yang diinginkan (dalam pengertian Islam yang sebenarnya). Keempat, Surat Al-Baqarah Ayat 275-281 yang memaparkan larangan pengambilan riba, menegaskan perbedaan yang jelas antara perniagaan dan riba, dan menuntut kaum muslimin agar menghapuskan utang piutang yang mengandung riba, menyerukan mereka hanya mengambil pokoknya saja, dan mengikhlaskan kepada peminjam yang mengalami kesulitan.
Sampai saat ini, Islam adalah satu-satunya agama besar yang mempertahankan pelarangan riba. Di India kuno, hukum yang berdasarkan Weda, kitab suci tertua agama Hindu, mengutuk riba sebagai dosa besar dan melarang operasi bunga (Gopal, 1935; Rangaswani, 1927; Lewis, 2005:264). Dalam agama Yahudi, Kitab Taurat (bahasa Yahudi untuk Hukum Musa atau Pentaeuch, lima kitab Perjanjian Lama) melarang riba di kalangan bangsa Yahudi, sementara paling tidak satu orang ahli melihat dalam Talmud (Hukum Lisan yang melengkapi Kitab Tertulis untuk kaum Yahudi ortodoks) suatu bias yang konsisten terhadap ‘kemunculan riba atau laba’.
Prinsip Bank Syariah
Bank syariah dituntut untuk menjalankan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip syariah (hukum Islam). Berikut ini beberapa prinsip-prinsip yang ada dalam bank syariah (Antonio, 2001):
1. Prinsip Titipan atau Simpanan (Al-Wadiah)
Al-Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikankapan saja si penitip menghendaki. Secara umum terdapat dua jenis al-wadiah, yaitu:
a. Wadiah Yad Al-Amanah (Trustee Depository) Yaitu akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan tidak diperkenankan menggunakan barang/uang yang dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan yang bukan diakibatkan perbuatan atau kelalaian penerima titipan. Adapun aplikasinya dalam perbankan syariah berupa produk safe deposit box.
b. Wadiah Yad adh-Dhamanah (Guarantee Depository) Merupakan akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin
pemilik barang/uang dapat memanfaatkan barang/uang titipan dan harus bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang/uang titipan. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan barang/uang titipan menjadi hak penerima titipan. Prinsip ini diaplikasikan dalam produk giro dan tabungan.
2. Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing)
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah:
a. Al-Mudharabah Al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul
maal ) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian ini diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Akad mudharabah secara umum terbagi menjadi dua jenis: 1). Mudharabah Muthlaqah, yaitu bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang
cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. 2). Mudharabah Muqayyadahm, yaitu bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib dimana mudharib memberikan batasan kepada shahibul maal mengenai tempat, cara dan obyek investasi.
b. Al-Musyarakah Al-musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Dua jenis al-musyarakah: 1). Musyarakah pemilikan, tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan
pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. 2). Musyarakah akad, tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah.
3. Prinsip Jual Beli (Al-Tijarah)
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin). Implikasinya berupa:
a. Al-Murabahah Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan
(margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
b. Salam Salam adalah akad jual beli barang pesanan dengan penangguhan pengiriman oleh penjual dan
pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan tersebut diterima sesuai syarat- syarat tertentu. Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi salam. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut salam paralel.
c. Istishna’ Istishna’ adalah akad jual beli antara pembeli dan produsen yang juga bertindak sebagai penjual.
Cara pembayarannya dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan, atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan kuantitasnya. Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara istishna maka hal ini disebut istishna paralel.
4. Prinsip Sewa (Al-Ijarah)
Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri. Al-ijarah terbagi kepada dua jenis: (1) Ijarah, sewa murni. (2) Ijarah al munta hiya bit tamlik merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa.
5. Prinsip Jasa (Fee-Based Service)
Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain:
a. Al-Wakalah Nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu,
seperti transfer.
b. Al-Kafalah Jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak
kedua atau yang ditanggung.
c. Al-Hawalah Adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib
menanggungnya. Kontrak hawalah dalam perbankan biasanya diterapkan pada Factoring (anjak piutang), Post-dated check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih tanpa membayarkan dulu piutang tersebut.
d. Ar-Rahn Adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang
diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.
e. Al-Qardh Al- qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau
dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Produk ini digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq dan shadaqah.
Teori Pengambilan Keputusan
a. Pengertian Keputusan Pembelian
Konsep keputusan, menurut James A.F. Stoner keputusan adalah pemilihan diantara alternatif- alternatif (Hasan, 2002:9). Definisi ini mengandung tiga pengertian. Pertama, ada pilihan atas dasar logika atau pertimbangan. Kedua, ada beberapa alternatif yang harus dan dipilih salah satu yang terbaik. Ketiga, ada tujuan yang ingin dicapai dan keputusan itu makin mendekatkan pada tujuan tersebut. Sedangkan Prajudi Atmosudirjo mendefinisikan keputusan sebagai suatu pengakhiran daripada proses pemikiran tentang suatu masalah atau problema untuk menjawab pertanyaan apa yang harus diperbuat guna mengatasi masalah tersebut, dengan menjatuhkan pilihan pada suatu alternatif.
Dari pengertian-pengertian keputusan diatas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa keputusan merupakan suatu pemecah masalah sebagai suatu hukum situasi yang dilakukan melalui pemilihan satu alternatif dari beberapa alternatif. Pengambilan keputusan oleh nasabah dapat diartikan sebagai suatu proses pemilihan alternatif terbaik dari beberapa alternatif yang ada secara sistematis untuk ditindaklanjuti (digunakan sebagai pedoman untuk memilih bank), oleh karena itu informasi yang lengkap, terpercaya dan aktual sangat diperlukan dalam rangka pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan sebagai suatu kelanjutan dari cara pemecahan masalah setidaknya memiliki dua fungsi pokok. Pertama, pangkal permulaan dari semua aktivitas manusia yang sadar dan terarah baik secara individual maupun secara kelompok, baik secara institusional maupun secara organisasional. Kedua, sesuatu yang bersifat futuristik, artinya bersangkut paut dengan hari depan, masa yang akan datang, dimana efek atau pengaruhnya berlangsung cukup lama.
Hasan (2002:11) menjelaskan bahwa, dalam pengambilan keputusan hendaknya harus dipahami empat unsur-unsur atau komponen-komponen dari sebuah pengambilan keputusan: (1) Tujuan dari pengambilan keputusan; (2) Identifikasi alternatif-alternatif keputusan untuk memecahkan masalah; (3) Perhitungan mengenai faktor-faktor yang tidak dapat diketahui sebelumnya/di luar jangkauan manusia; (4) Sarana atau alat untuk mengevaluasi atau mengukut hasil dari suatu pengambilan keputusan.
b. Proses Keputusan Pembelian
Proses keputusan pembelian suatu produk mengikuti Gambar 1 Peran seseorang (bukan pembeli utama) dalam proses pengambilan keputusan pembelian produk perlu diketahui oleh pemasar karena di antara mereka terkadang menjadi faktor pendorong yang sangat kuat bagi pengambilan keputusan pembelian (Hasan, 2010:64-65). Gambar 1
: Proses Keputusan Pembelian Jasa Bank Syariah
Pengenalan Masalah
Pengenalan Masalah Ya/Tidak
1. Teman, keluarga, tetangga, kenalan
Pengenalan Informasi
Mengumpulkan Data
2. Iklan, pedagang, pameran
3. Lembaga, expert
4. Fatwa MUI
1. Tangibility
2. Accesability
Evaluasi Alternatif
Kriteria Seleksi
6. Jaminan kualitas produk
Keputusan
Ya/Tidak
Keputusan Pembelian
Jenis Produk
Jasa, Jual Beli, Bagi Hasil
Waktu
Sekarang atau nanti
Keputusan Menguat Agama Kemudahan
Tingkat Kepuasan Perilaku Purna Beli 1. Sangat Puas
2. Puas
3. Tidak Puas
Sumber: Ali Hasan, 2010
Menurut Philip Kotler (2004:204-211), dalam sebuah pembelian, konsumen melewati lima tahapan yaitu:
a. Pengenalan Produk Proses pembelian dimulai saat pembeli mengenali sebuah masalah atau kebutuhan. Kebutuhan
tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal atau eksternal. Sebuah perusahaan perlu mengidentifikasikan keadaan yang memicu kebutuhan tertentu. Dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen, perusahaan dapat mengidentifikasi rangsangan yang paling sering membangkitkan strategi pemasaran yang memicu minat konsumen.
b. Pencarian Informasi Konsumen yang tergugah kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih
banyak. Situasi pencarian informasi ini terbagi menjadi dua tingkat. (1) perhatian yang menguat, pada tingkat ini seseorang hanya peka terhadap ingormasi tentang produk. (2) pencarian aktif informasi, pada tingkat ini seseorang akan mencari bahan bacaan, menelpon teman, dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk. Sumber informasi konsumen digolongkan menjadi empat yaitu sumber pribadi, sumber komersial, sumber publik, dan sumber pengalaman.
c. Evaluasi Alternatif Dalam tahap evaluasi, konsumen akan memproses informasi produk yang bersaing dan membuat
penilaian. Beberapa konsep dasar dalam proses evaluasi konsumen dapat di paparkan menjadi tiga bagian. Pertama, konsumen berusaha untuk memenuhi suatu ‘kebutuhan’. Kedua, konsumen mencari ‘manfaat’ tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen memandang masing-masing produk sebagai ‘sekumpulan atribut’ dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan.
d. Keputusan Pembelian Keputusan konsumen untuk menunda atau menghindari suatu keputusan pembelian sangat
dipengaruhi oleh resiko yang dirasakan (perceived risk). Besarnya risiko yang dirasakan berbeda menurut uang yang dipertaruhkan, besarnya ketidakpastian atribut, dan besarnya kepercaya dirian konsumen.
e. Perilaku Pasca Pembelian Setelah membeli produk, konsumen akan mengalami tahap berikutnya yaitu kepuasan pasca
pembelian, tindakan pasca pembelian dan pemakaian produk pasca pembelian. Para pelanggan yang puas akan terus melakukan pembelian; para pelanggan yang tidak puas akan menghentikan pembelian produk yang bersangkutan dan kemungkinan akan menyebarkan berita buruk tersebut ke teman-teman mereka. Oleh karena itu, perusahaan harus berusaha memastikan tercapainya kepuasan konsumen pada semua tingkat dalam proses pembelian.
Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang mengangkat tema tentang keputusan nasabah dalam memilih bank Islam atau bank syariah telah banyak dilakukan. Selamat dan Abdul-Khadir (2012), meneliti kriteria pemilihan bank yang digunakan oleh nasabah Muslim dan non-Muslim di Klang Valley, Malaysia. Studi ini menemukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan dalam kriteria pemilihan bank, baik Muslim maupun non-Muslim memiliki persepsi umum dalam memilih bank-bank mereka. Motivasi agama bukanlah faktor utama dalam kriteria seleksi bank, namun nasabah menempatkan penekanan yang tinggi pada penyediaan layanan yang cepat dan efisien, kerahasiaan bank, dan reputasi serta citra Bank. Data dikumpulkan dari beragam usia, 84 persen responden berumur 20-39 tahun. Berdasarkan latar belakang pendidikan, menunjukan bahwa mayoritas responden memiliki pendidikan yang baik, yaitu lebih dari 84 persen adalah sarjana dimana 10,7 persen adalah para profesional. Mayoritas responden bekerja di sektor swasta dan dikategorikan sebagai kalangan yang berpenghasilan menengah. Sejalan dengan temuan Zarehan, penelitian yang dilakukan Maski (2010) di Malang, Jawa Timur, Indonesia menemukan bahwa keputusan nasabah dalam memilih atau tidak memilih bank syariah dalam menabung dipengaruhi oleh variabel karakteristik syariah, pelayanan dan kepercayaan pada bank, pengetahuan dan obyek fisik bank. Dan pengaruh yang paling dominan terhadap keputusan nasabah adalah variabel pelayanan dan kepercayaan.
Hidayat dan Nouf K. (2012) meneliti tentang persepsi non-Muslim terhadap layanan perbankan Islam di Arab Saudi. Studi ini menyimpulkan bahwa alasan utama nasabah non-Muslim di Arab Saudi menggunakan jasa perbankan syariah karena biaya yang lebih murah dan kualitas layanan yang lebih baik. Prinsip perbankan syariah yang bebas bunga bukanlah faktor pendorong utama bagi nasabah non- Muslim untuk menggunakan layanan perbankan syariah. Mayoritas responden non-Muslim merasakan layanan perbankan syariah sangat memuaskan. Responden berpendapat bahwa layanan perbankan syariah dapat memenuhi kebutuhan perbankan mereka.
Studi literatur mengenai kriteria pemilihan bank Islam di Malaysia yang dilakukan Nawi et. al., (2013). Kontribusi non-Muslim terhadap pengembangan perbankan syariah di Malaysia sangat luar Studi literatur mengenai kriteria pemilihan bank Islam di Malaysia yang dilakukan Nawi et. al., (2013). Kontribusi non-Muslim terhadap pengembangan perbankan syariah di Malaysia sangat luar
Abdullah et. al., (2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan disimpulkan bahwa layanan dan produk syariah diterima dengan baik oleh penduduk non-Muslim terutama di Klang Valley (wilayah Kota), Malaysia. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki dua rekening bank, baik perbankan syariah maupun konvensional. Sementara itu responden tidak yakin jika pembentukan perbankan Islam akan meningkatkan keseluruhan fasilitas dan produk-produk perbankan. Mereka juga tidak yakin tentang persepsi nasabah dan potensi produk bank syariah di masa depan. Hal ini mungkin karena kurangnya informasi yang diberikan pihak bank ke masyarakat. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa non-Muslim dari kelompok usia antara 19-35 tahun dan dengan pendidikan tinggi memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang produk dan layanan perbankan syariah. Hasil penelitian ini sejalan dengan Haron (1994) bahwa responden non- Muslim akan mempertimbangkan untuk berhubungan dengan bank syariah jika mereka memiliki informasi yang cukup tentang operasional bank syariah.
Abduh et. al., (2012), meneliti tentang kepuasan nasabah dan perilaku berpindah ke bank syariah di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa kepuasan nasabah ditentukan oleh 5 faktor utama yaitu; staf bank, keuntungan, penampilan fisik bank, aksesibilitas dan biaya transaksi. Selain itu, karakteristik dari sampel yang diambil dalam penelitian nasabah bank syariah di Jakarta- Bogor-Depok yaitu sejumlah 75,4 persen nasabah adalah laki-laki, kebanyakan usia nasabah bank syariah antara 26-35 tahun, tingkat pendidikan rata-rata adalah perguruan tinggi (S1), bidang pekerjaan mereka didominasi oleh pegawai swasta. Berdasarkan penelitian ini, dapat dipaparkan bahwa nasabah yang mempunyai pendidikan dan mempunyai pengetahuan tentang bank syariah lebih memilih untuk menggunakan jasa perbankan syariah..
C. METODE PENELITIAN
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif deskriptif. Menurut Sugiyono (2008:8) metode penelitian kuantitatif merupakan metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik, dengan tujuan menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Sedangkan metode penelitian deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki (Nazir, 2003:54).
Lokasi dan Waktu Penelitan
Penelitian ini akan mengambil sampel di Bank Syariah Mandiri (BSM) dan Bank Mandiri kantor cabang Malang. Fokus penelitian adalah pada persepsi yang mempengaruhi keputusan nasabah dalam memilih bank syariah. Sedangkan jangka waktu penelitian yang digunakan adalah selama bulan Juli tahun 2014.
Pengukuran Variabel Penelitian
Pengkukuran variabel akan menggunakan skala likert dengan rentang pengukutan dari “sanat tidak setuju”, “tidak setuju”, “netral”, “setuju”, “sangat tidak setuju”. Gudono (2008: 93-94) menjelaskan bahwa skala likert biasanya digunakan utnuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi Pengkukuran variabel akan menggunakan skala likert dengan rentang pengukutan dari “sanat tidak setuju”, “tidak setuju”, “netral”, “setuju”, “sangat tidak setuju”. Gudono (2008: 93-94) menjelaskan bahwa skala likert biasanya digunakan utnuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi
Populasi dan Penentuan Sampel
Populasi adalah sebuah kumpulan dari semua kemungkinan orang –orang, benda–benda atau ukuran ketertarikan dari hal menjadi perhatian. Untuk menyimpulkan sesuatu dari sebuah populasi, biasanya diambil sampel dari populasi. Sampel diartikan sebagai porsi atau bagian dari populasi tertentu yang menjadi perhatian (Mason dan Lind, 1999). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh nasabah di Kota Malang, sedangkan sampelnya adalah Bank Syariah Mandiri (BSM) dan Bank Mandiri kantor cabang Malang.
Teknik pengambilan sampel akan menggunakan Sampling Purposive dan Sampling Insidental, teknik sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2008:85). Sampling purposive dipilih karena kendala memperoleh daftar nasabah bank syariah sehingga pengambilan secara acak tidak dimungkinkan. Meskipun pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non-random, generalisasi hasil masih dimungkinkan bila didukung dengan jumlah sampel yang besar. Sedangkan sampling insidental merupakan teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/insidental bertemu peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber.
Gudono (2012) menegaskan bahwa jumlah observasi dalam regresi logistik minimal adalah 100. Sehingga jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 100, dimana 50 berasal dari nasabah Bank Syariah Mandiri (BSM) dan 50 adalah nasabah Bank Mandiri kantor cabang Malang.
Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder (Hasan, 2002):
1. Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang
yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya. Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan cara membagikan sebanyak 100 kuesioner yang akan di bagikan secara acak kepada nasabah Bank Syariah Mandiri (BSM) dan Bank Mandiri kantor cabang Malang. Kuesioner akan dibagi menjadi dua bagian, yang pertama terkait dengan karakteristik nasabah berdasarkan segmentasi demografi, seperti jenis kelamin, usia, agama, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan. Bagian kedua berisi daftar variabel faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan nasabah memilih bank syariah.
2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian. Data
sekunder merupakan data yang tidak diperoleh dari sumbernya langsung, melainkan sudah dikumpulkan oleh pihak lain. Data ini diambil melalui kajian pustaka dari buku, jurnal ataupun dari penelitian lain yang terkait dengan tema penelitian ini.
Metode Analisis
Metode analisis statistik yang digunakan adalah metode Logistic Regression atau Analisis Model Logistik (LOGIT). Menurut Gudono (2012:173) analisis logit dipilih karena dalam penelitian ini variabel dependen dan independen bersifat kategorikal (non mentrik). Setelah mengumpulkan data dari kuesioner, input data terakhit akan diolah menggunakan Statistical Package for the Social Sciences (SPSS 17).
Bentuk model Logit dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: [�]
ln
Keterangan: P = Probabilitas keputusan nasabah memilih jasa perbankan syariah atau tidak
� = Konstanta � , � , � , � , � = Koefisien
� = Faktor Pelayanan Bank Syariah � = Faktor Pengetahuan Tentang Konsep Bank Syariah � = Faktor Karakteristik Bank Syariah � = Faktor Harga/Biaya � = Faktor Lokasi � = Faktor Promosi
D. PEMBAHASAN
Gambaran Umum Responden
Berdasarkan data yang terkumpul dari penyebaran kuesioner, dapat di ringkas dalam Tabel 2, dimana terdapat data tentang gambaran responden berdasarkan umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, jumlah dana yang ditabung, lama menjadi nasabah, dan kepemilikan rekening di bank lain.
Data dikumpulkan dari berbagai kelompok umur yang berbeda. Mayoritas responden baik bank konvensional maupun bank syariah berumur 20-29 tahun yaitu 28 orang (56 persen) dan 23 orang (46 persen). Berdasarkan jenis kelamin mayoritas responden bank konvensional dan bank syariah adalah laki-laki yaitu sejumlah 27 orang (54 persen) dan 34 orang (68 persen). Agama responden mayoritas adalah Islam, pada bank konvensional 44 orang (88 persen) dan pada bank syariah 34 orang (68 persen). Rata-rata tingkat pendidikan nasabah adalah S1, S2, S3 pada bank syariah 44 orang (88 persen) dan pada bank syariah 32 orang (64 persen). Sebanyak 41 orang (82 persen) responden bank konvensional adalah pelajar/mahasiswa. Sedangkan pekerjaan mayoritas responden bank syariah adalah pegawai swasta yaitu 22 orang (44 persen). Mayoritas pendapatan respodnen bank konvensional perbulan adalah kurang dari 1 juta yaitu sebanyak 25 orang (50 persen). Responden bank syariah pendapatan adalah antara 1-2 juta perbulan yaitu sejumlah 22 orang (44 persen). Dana yang ditabung nasabah bank konvensional dan nasabah bank syariah adalah sama yaitu kurang dari 500 ribu perbulan yaitu 28 orang (56 persen) dan 24 orang (48 persen). Kurun waktu menjadi nasabah bank konvensional mayoritas adalah antara 1-2 tahun sebanyak 25 orang (50 persen). Sedangkan responden bank syariah mayoritas kurang dari satu tahun menjadi nasabah, yakni 21 orang (27 persen). Gambaran responden yang terakhir adalah kepemilikan rekenig atau tabungan di bank lain, sebanyak 31 orang (62 persen) nasabah bank konvensional menyatakan mempunyai rekening di bank lain. Sedangkan responden bank syariah sejumlah 28 orang (56 persen) menyatakan mempunyai rekening di bank lain Tabel 2 :
Gambaran Umum Responden
Bank Syariah Item
Bank Konvensional
15 30 13 26 20-29 tahun
28 56 23 46 30-39 tahun
3 6 10 20 40-49 tahun
3 6 2 4 > 50 tahun
Jenis Kelamin:
Laki-laki
27 54 34 68 Perempuan
Agama:
Islam
44 88 49 98 Katolik
0 0 1 2 Protestan
5 10 0 0 Hindu
1 2 0 0 Budha
Pendidikan:
SD
Bank Syariah Item
Bank Konvensional
n=50 % SMP
Pelajar/Mahasiswa
41 82 20 40 PNS
3 6 1 2 Swasta
3 6 22 44 TNI/POLRI
0 0 1 2 Wiraswasta
3 6 5 10 Ibu Rumah Tangga
1 jt-2 jt
2 jt-3 jt
3 6 8 16 > 4 jt
3 jt-4 jt
Dana yang ditabung per bulan:
< 500 rb
28 56 24 48 500-1 jt
20 40 12 24 1jt-1,5jt
1 2 5 10 1,5jt-2jt
0 0 6 12 >2jt
Kurun waktu menjadi nasabah :
Menjadi Nasabah di bank lain:
Ya
31 62 28 56 Tidak
19 38 22 44 Sumber: Data primer diolah, 2014
Hasil Analisis Regresi Logistik
Hasil perhitungan regresi logistik terhadap keputusan nasabah dalam memilih bank syariah adalah sebagai berikut: Tabel 3
: Hasil Koefisien Regresi Logistik
Faktor
Koefisien Regresi
X4 -.481
a. Variable(s) entered on step 1: X1, X2, X3, X4, X5, X6. Sumber: Data primer diolah, 2014
Berdasarkan nilai koefisien regresi pada tabel di atas, maka dapat dibuat persamaan regresi logistik sebagai berikut: �
Nilai signifikansi yang digunakan yaitu α = 0.05. Berdasarkan Tabel 4.9 pada kolom signifikansi, nilai yang lebih kecil α = 0.05 adalah Faktor Pelayanan Bank Syariah (� ) dengan nilai 0.020, Faktor Pengetahuan Tentang Konsep Bank Syariah ( � ) dengan nilai 0.001, dan Faktor Harga/Biaya ( � ) dengan nilai 0.018 sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan tingkat keyakinan 95 persen variabel � , � , dan � berpengaruh signifikan terhadap keputusan nasabah dalam memilih bank syariah. Sedangkan Faktor Karakteristik Bank Syariah ( � ) dengan nilai 0.917, Faktor Lokasi ( � ) dengan nilai 0.135 dan Faktor Promosi (� ) dengan nilai 0.456 lebih dari nilai signifikansi α =