Kondisi Periodontal Pengungsi yang Berada di Posko Pengungsian Bencana Erupsi Gunung Sinabung

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Bencana alam merupakan peristiwa yang sulit diprediksi dan tidak dapat
dikontrol oleh manusia. Bencana alam memberikan dampak secara fisik maupun
psikologis yang dapat mengancam kelangsungan hidup individu. Bencana alam
menyebabkan hilangnya anggota keluarga, harta benda, mata pencaharian, tempat
tinggal hingga timbulnya masalah kesehatan.1 Berdasarkan data Pusat Penanggulangan
Krisis Kesehatan (PPKK) dalam rentang waktu tiga tahun (2006 - 2009) tercatat ada
1.074 kejadian bencana yang mengakibatkan permasalahan kesehatan di Indonesia.2
Erupsi Gunung Sinabung merupakan bencana besar yang terjadi di Sumatera
Utara selama tahun 2014.3 Berbeda dengan bencana erupsi gunung api lain yang pernah
terjadi di Indonesia, bencana erupsi Gunung Sinabung tergolong lama dan berdurasi
panjang. Gunung Sinabung telah beberapa kali mengalami perpanjangan masa tanggap
darurat dan status terakhir Gunung Sinabung adalah awas (level IV) yang ditetapkan
sejak 2 Juni 2015. Peningkatan status Gunung Sinabung tersebut menyebabkan
bertambahnya wilayah yang harus dikosongkan, yaitu 7 km disisi tenggara dan selatan
dari puncak kawah Gunung Sinabung. Adanya perluasan radius yang harus

dikosongkan menyebabkan warga dari beberapa desa harus kembali dievakuasi ke
lokasi pengungsian yang lebih aman. Sampai saat ini belum ada kepastian kapan
Gunung Sinabung akan dinyatakan aman sehingga hal ini memaksa pengungsi untuk
tetap tinggal di posko pengungsian. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
masih menetapkan status Gunung Sinabung pada level tertinggi dan hal ini menjadikan
Gunung Sinabung sebagai satu-satunya gunung api di Indonesia yang berada pada level
IV.4
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Karo pada bulan Maret 2014
dilaporkan bahwa terjadi peningkatan angka kesakitan terhadap beberapa jenis penyakit
pada pengungsi bencana erupsi Gunung Sinabung, antara lain infeksi saluran

Universitas Sumatera Utara

2

pernapasan atas (ISPA), gastritis, diare, hipertensi, konjungtivitis, dan ansietas. 2
Penyakit-penyakit tersebut diakibatkan oleh debu vulkanik yang dikeluarkan saat
Gunung Sinabung erupsi disertai dengan kondisi lingkungan posko yang kurang bersih,
kualitas dan kuantitas air bersih yang minim, dan fasilitas sanitasi yang tidak sesuai
dengan jumlah pengungsi. Fasilitas sanitasi yang kurang memadai akan berakibat pada

buruknya kebersihan diri para pengungsi yang menyebabkan pengungsi mudah terkena
penyakit.5 Selain itu, tinggal bersama banyak orang di posko pengungsian serta
mobilitas dan kesempatan bekerja yang terbatas dapat menimbulkan stres pada
pengungsi yang secara fisiologis akan membuat sistem imun tertekan sehingga
kemampuan tubuh melawan penyakit akan menurun.6
Kebersihan diri yang buruk ternyata tidak hanya memengaruhi kondisi
kesehatan pengungsi secara umum namun juga berpengaruh terhadap kesehatan mulut
termasuk jaringan periodontal. Kondisi jaringan periodontal yang normal sangat
penting untuk dipelihara karena berperan dalam memberikan dukungan untuk
mempertahankan fungsi gigi. Periodonsium terdiri dari empat komponen utama, yaitu
gingiva, ligamen periodontal, sementum, dan tulang alveolar. Perubahan patologis yang
terjadi pada satu komponen periodonsium akan berpengaruh secara signifikan terhadap
pemeliharaan, perbaikan atau regenerasi komponen periodonsium lainnya yang dapat
menyebabkan terjadinya penyakit periodontal.7 Berdasarkan penelitian dari Global
Burden of Disease Study pada tahun 2010 ditemukan bahwa penyakit periodontal
merupakan penyakit keenam yang paling banyak terjadi di dunia.8
Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit periodontal bersifat
multifaktorial dengan interaksi kompleks antara infeksi plak bakteri dan respon imun
host yang dimodifikasi oleh faktor perilaku.9 Faktor risiko terjadinya penyakit
periodontal, antara lain higiene oral, kebiasaan merokok, diabetes melitus, penyakit

kardiovaskular, obesitas, penggunaan obat-obatan, dan stres.10 Penyakit periodontal
dapat terjadi pada seluruh populasi termasuk pengungsi dan pada kasus yang lebih berat
akan menyebabkan rasa sakit, tidak nyaman, dan hilangnya gigi yang dapat
berimplikasi pada kesehatan individu secara keseluruhan dan memengaruhi kualitas
hidup pengungsi.11 Padahal pengungsi harus memiliki kemampuan dan daya tahan yang

Universitas Sumatera Utara

3

baik untuk menghadapi situasi sulit seperti bencana dan kehidupan selama di posko
pengungsian.12
Beberapa penelitian mengindikasi bahwa pengungsi harus dianggap sebagai
populasi yang berisiko memiliki kondisi kesehatan mulut yang buruk. Rendahnya status
kesehatan mulut serta tingginya prevalensi penyakit gigi dan mulut pada pengungsi
disebabkan oleh banyak faktor, antara lain diet yang buruk, gaya hidup yang buruk
seperti merokok, tidak adanya akses terhadap pelayanan kesehatan gigi dan mulut,
perilaku higiene oral yang rendah, stres, dan tingkat kecemasan terhadap pelayanan
kesehatan gigi dan mulut.11 Penelitian Davidson N dkk menemukan bahwa kelompok
pengungsi di Australia memiliki status kesehatan mulut yang lebih buruk dibandingkan

dengan populasi umum.13
Selama masa tanggap darurat, pengungsi menghadapi beberapa tuntutan hidup
yang saling bersaing untuk lebih diprioritaskan daripada masalah kesehatan mulut dan
mencari layanan kesehatannya. Penelitian Lamb CEF dkk menemukan bahwa seluruh
pengungsi Hatara di Australia memiliki status kesehatan mulut yang buruk dan mereka
menempatkan kesehatan mulut pada prioritas yang rendah. 14 Masalah gigi dan mulut
yang dilaporkan terjadi pada pengungsi yang mengalami bencana, antara lain karies,
penyakit periodontal, maloklusi, trauma orofasial, fraktur gigi, dan kanker mulut.11
Penelitian Deora S dkk pada pengungsi yang berada di posko pengungsi Tibetan India
menemukan bahwa 69% dari 124 pengungsi mengalami penyakit periodontal. 15 Selain
itu, penelitian Al-Bayati FHMH pada 585 pengungsi Palestina yang tinggal di posko
pengungsian menemukan bahwa 58% subjek mengalami periodontitis dan 42% lainnya
mengalami gingivitis.12
Berdasarkan beberapa laporan penelitian tersebut, penulis tertarik dan merasa
perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kondisi periodontal pengungsi yang
berada di posko pengungsian bencana erupsi Gunung Sinabung.

1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah kondisi periodontal pengungsi yang berada di posko
pengungsian bencana erupsi Gunung Sinabung?


Universitas Sumatera Utara

4

1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi periodontal pengungsi yang
berada di posko pengungsian bencana erupsi Gunung Sinabung.

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang dapat diperoleh dari penelitian ini:
1. Manfaat bagi Pengungsi Bencana Alam
-

Sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup pengungsi dengan cara

meningkatkan kesadaran pengungsi untuk menjaga kesehatan rongga mulut termasuk
kesehatan jaringan periodontal.
2. Manfaat bagi Klinisi/ Dokter Gigi

-

Mendapatkan informasi tentang bagaimana kondisi periodontal pengungsi

bencana alam,
-

Masukan bagi dokter gigi untuk merencanakan program penyuluhan

kesehatan gigi dan mulut khususnya mengenai kondisi periodontal pengungsi,
-

Menjadi bahan referensi bagi dokter gigi dalam menghadapi pasien yang

berstatus pengungsi bencana alam sehingga dapat memberikan perawatan periodontal
yang tepat.

1.4.2 Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis yang dapat diperoleh dari penelitian ini:
1. Manfaat bagi Akademisi

-

Memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya

di bidang ilmu periodonsia.
2. Manfaat bagi Peneliti/ Peneliti lain
-

Memberikan pengalaman baru dalam melakukan penelitian, meningkatkan

kemampuan peneliti dalam menulis, dan mengembangkan wawasan peneliti tentang
kondisi periodontal pengungsi alam dan faktor-faktor risiko yang mempengaruhinya.
-

Memberikan data dan informasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

Universitas Sumatera Utara