MAKALAH ID GANGGUAN BELAJAR DISKALKULIA

MAKALAH GANGGUAN BELAJAR : DISKALKULIA

A. Pengertian Diskalkulia
Diskalkulia adalah ketidakmampuan dalam melakukan keterampilan
aritmatika yang diharapkan untuk kapasitas intelektual dan tingkat pendidikan
seseorang yang diberikan melalui tes yang dibakukan secara individual
(Hidayati, n.d). Pernyataan ini sama dengan definisi diskalkulia menurut DSM IV
yaitu kekurangan kemampuan matematika yang diukur menggunakan tes
terstandarisasi yang mempengaruhi pencapaian akademik dan kehidupan
sehari-hari serta tidak bisa dijelaskan oleh kekurangan kemampuan sensori
ataupun pendidikan (dalam Visscher & Noel, 2013). Seorang anak yang
mengalami kesulitan matematika karena penglihatannya kurang ataupun karena
kurang diberi pelajaran matematika, tidak bisa diidentifikasikan sebagai
diskalkulia.
Menurut Muhammad (2008), diskalkulia adalah masalah yang memberi
dampak terhadap operasi perhitungan dalam matematika. Apabila anak
menghadapi masalah matematika pada tingkat yang serius, ia dapat dikatakan
mengalami masalah diskalkulia. Masalah yang dimaksud adalah masalah dalam
memahami istilah matematika dasar atau operasi seperti penjumlahan dan
pengurangan, simbol matematika, atau belajar tabel perkalian (Nevid dkk,
2003). Masalah ini biasanya nampak pada usia 8 tahun. Pada beberapa anak,

diskalkulia terlihat pada usia 6 tahun atau tidak terlihat sampai usia 10 tahun.
B. Ciri-Ciri Diskalkulia
Dua ciri-ciri utama diskalkulia adalah (Landerl dkk, 2004):
1. Kesulitan dalam mempelajari dan mengingat fakta-fakta aritmatika.
Anak dengan gangguan diskalkulia mengalami kesulitan dalam mempelajari
dan mengingat fakta aritmatika seperti makna dan sifat simbol angka,
pembandingan, deret, dan lainnya.
2. Kesulitan dalam melaksanakan prosedur perhitungan.

Prosedur perhitungan tidak bisa dilakukan oleh anak dengan gangguan
diskalkulia, dimana mereka kurang atau tidak mengerti maksud dan
penggunaan simbol-simbol perhitungan (+, -, x, : ).
C. Identifikasi
Cara mengidentifikasi anak dengan gangguan diskalkulia adalah dengan
melihat kemampuannya atau ciri-cirinya (Raharyanti, 2012), diantaranya:
1. Tingkat perkembangan bahasa dan kemampuan lainnya normal, seringkali
mempunyai memori visual yang baik dalam merekam kata-kata tertulis.
2. Sulit melakukan hitungan matematis. Contoh, ia sulit menghitung transaksi,
termasuk menghitung kembalian uang. Seringkali anak tersebut jadi takut
memegang uang, menghindari transaksi, atau apa pun kegiatan yang harus

melibatkan uang.
3. Sulit melakukan proses matematis, seperti penjumlahan, pengurangan,
perkalian, pembagian, dan konsep hitungan angka atau urutan.
4. Terkadang mengalami disorientasi waktu dan arah. Anak biasanya bingung
saat ditanya jam berapa sekarang. Ia juga tidak mampu membaca dan
memahami peta atau petunjuk arah.
5. Mengalami hambatan dalam menggunakan konsep abstrak tentang waktu,
misalnya mengurut kejadian masa lalu atau masa mendatang.
6. Sering melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan angka, seperti
proses substitusi, mengulang terbalik, dan mengisi deret hitung.
7. Mengalami hambatan dalam mempelajari musik, terutama karena sulit
memahami notasi, urutan nada, dan sebagainya.
8. Bisa juga mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga karena bingung
mengikuti aturan main yang berhubungan sistem skor.
D. Penyebab Diskalkulia
Penyebab terjadinya diskalkulia pada seorang anak adalah:
 Hipotesis tentang penyebab gangguan diskalkulia dan gangguan belajar
lainnya (disleksia dan disgrafia) cenderung terfokus pada masalah kognitif-

Diskalkulia | 1


perseptual dan kemungkinan faktor neurologis yang mendasarinya.
Berbagai penelitian yang berkaitan dengan fungsi tertentu bagian otak
seperti gangguan pada memori semantik dan memori kerja telah dilakukan,
namun belum diperoleh hasil yang meyakinkan, meskipun sebagian
diskalkulia berhubungan dengan hal-hal tersebut. Kesimpulan dari semua
penelitian tersebut adalah kegagalan bawaan untuk memahami konsep
numerik dasar dapat mendasari gangguan diskalkulia (Landerl dkk, 2004).
 Faktor

fisiologis,

seperti

kerusakan

otak (pada penghubung antara

bagian pariental dan temporal otak), keturunan.
 Faktor lingkungan

 Kelemahan dalam proses pengamatan yaitu anak anak tidak dapat
mengamati nomor dan matematika secara keseluruhan.
E. Penanganan
Gangguan diskalkulia berkaitan dengan masalah neurologis dan fungsi
otak sehingga untuk mengobati gangguan ini secara total tidak dapat dilakukan.
Hal yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penanganan supaya
gangguan ini tidak mengganggu segi kehidupan anak.
Penanganan bagi anak dengan diskalkulia [ CITATION Kli12 \l 1057 ]
antara lain:
 Penanganan harus dimulai di awal karir pendidikan anak. Sayangnya,
gangguan belajar matematika biasanya tidak disadari dan sulit
dideteksi cukup dini. Berdasarkan informasi baru, tersedia alat untuk
membaca gangguan (RDS), strategi baru yang dirancang untuk pendidik
untuk membimbing dan membantu siswa meningkatkan non-performing
tersedia.
 Perbanyak contoh-contoh konkrit untuk memastikan pemahaman yang
kuat sebelum melangkah kepada konsep yang abstrak. Hal ini akan
membantu untuk memberikan strategi untuk memvisualisasikan konsep.

Diskalkulia | 2


 Berikan kesempatan untuk menggunakan gambar, grafik, kalimat, atau
kartu untuk membantu dalam hal pemahaman soal disertai contoh
kehidupan sehari-hari.
 Kembangkan sebuah konsep diri positif bahwa ‘saya bisa’, sesering
mugkin.
 Gunakan pendekatan yang positif untuk mengenalkan konsep dasar.
 Berikan bantuan dalam mempelajari simbol-simbol matematika dan
bahasa matematika.
 Remediasi menuntut kerjasama erat antara guru kelas reguler dan
mereka yang terlibat dalam mendukung perbaikan.
F. Isu-Isu mengenai diskalkulia
Anak dengan gangguan diskalkulia tidak terlepas dari permasalahan
dalam kehidupannya. Sama halnya dengan gangguan belajar lain, diskalkulia
cenderung

menjadi

gangguan


kronis

yang

selanjutnya

mempengaruhi

perkembangan sampai masa dewasa (Nevid dkk, 2003).
Anak-anak dengan gangguan diskalkulia cenderung memiliki prestasi
buruk dalam pelajaran matematika di sekolah karena kekurang-mampuan
mereka dalam memahami dan mempelajari aritmatika (Nevid dkk, 2003). Anakanak tersebut ditempatkan dalam program edukasi atau kelas khusus untuk
mendapatkan bimbingan belajar khusus. Namun, tidak semua sekolah dan
tempat les menyediakan program edukasi tersebut sehingga orang tua harus
mencari alternatif lain dan berperan aktif dalam mengajari anak-anaknya.
Selain itu, anak dengan gangguan diskalkulia sering mengalami masalah
seperti ejekan, penolakan, dan pelabelan sebagai anak bodoh oleh teman
sebaya dan guru. Mereka sering dinilai gagal oleh guru, keluarga dan
lingkungan sekitar. Tidak mengherankan bahwa sebagian besar dari mereka
mengembangkan ekspektasi yang rendah dan bermasalah dengan self esteem

(Nevid dkk, 2003).
Berdasarkan dari sebuah artikel seorang dokter spesialis anak, seorang
anak dengan diskalkulia dapat disertai pula dengan disleksia atau kesulitan

Diskalkulia | 3

belajar membaca, mengeja, dan menulis yang dijumpai pada anak dengan level
intelegensi normal atau pada anak-anak cerdas [ CITATION Kri10 \l 1057 ].
Namun tidak serta-merta pula bahwa seluruh anak dengan gangguan diskalkulia
mengalami pula disleksia. Menurut Steves (dalam Dewi, 2010), banyak anak
disleksia yang jenius dalam bidang matematika. Bebeda dengan Miles dan
Miles yang menyatakan bahwa sebagian besar penyandang disleksia
mengalami diskalkulia (dalam Dewi, 2010).
Selain itu, terdapat mitos bahwa disleksia-diskalkulia lebih sering
disandang oleh anak laki-laki dibandingkan anak perempuan [ CITATION Kri10 \
l 1057 ]. Anggapan tersebut timbul akibat penelitian-penelitian yang kebanyakan
subjeknya berasal dari kelompok anak laki-laki yang sudah dirujuk untuk suatu
gangguan

perilaku.


Sementara

penelitian

terkini

menunjukkan

bahwa

penyandang disleksia-diskalkulia sama banyak antara laki-laki dan perempuan.
G. Komentar
Diskalkulia itu merupakan salah bentuk dari kesulitan belajar. Anak diskalkulia
berbeda dengan anak yang mengalami kesulitan matematika biasa. Anak yang
mengalami kesulitan matematika biasa penyebabnya bukan dari gangguan otak
seperti diskalkulia dan anak yang mengalami kesulitan matematika ia masih
mampu

mengenal


waktu,

angka,

uang,

bisa

menggunakan

kalkulator

sedangkan anak diseleksia tidak.

Diskalkulia | 4

KESIMPULAN

Diskalkulia merupakan gangguan belajar pada keterampilan matematika,

seperti mempelajari dan mengingat fakta aritmatika. Ciri-ciri dari diskalkulia adalah
sulit menjumlahkan dan menghitung, lebih sering menghafal, sulit mengasosiasikan
symbol auditorik dan visual, proses penglihatan dan visual lemah, bingung
membedakan dua angka yang bentuknya hampir sama, sulit memahami konsep
waktu dan arah, salah menyebut nama orang, memberikan jawaban yang berubahubah, sulit membaca angka pada jam atau sulit menentukan lokasi, sulit memahami
not not music. Penanganan yang dapat diberikan yaitu penanganan matematika
yang intensive, memberikan kalkulator untuk menghitung, dan dengan bimbingan
belajar.

Diskalkulia | 5

DAFTAR PUSTAKA

Dewi, K. (2010, Maret 18). Diskalkulia : apakah selallu mengikuti disleksia?
Retrieved September 12, 2013, from Indigrow Child Development Center:
http://indigrow.wordpress.com/2010/03/18/%E2%80%9Cdiskalkulia-apakahselalu-mengikuti-disleksia%E2%80%9D/
Hidayat, Y. S. (2010). Anak Berkebutuhan Khusus. 28.
Hidayati, F. Psikologi Abnormal . Semarang: Psikologi Universitas Diponegoro.
Idris, R. (2009). Mengatasi Kesulitan Belajar dengan Pendekatan Psikologi Kogitif.
Lentera Pendidikan , 167-168.

Landerl, K., Bevana, A., & Butterworth, B. (2004 ). Developmental Dyscalculia and
Basic Numerical Capacities: A Study of 8–9-Year-Old Students. Cognition
93 , 99–125.
Muhammad, J. K. (2008). Special Education For Spesial Children. Jakarta: Hikmah
Nizan Publika.
Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Greene, B. (2003). Psikologi Abnormal. Jakarta:
Erlangga.
Raharyanti, A. (2012, April). Mengenal Gangguan Belajar "DISKALKULIA".
Retrieved September 12, 2013, from Catatan-Ku:
http://ajenganjar.blogspot.com/2012/04/mengenal-gangguan-belajardiskalkulia.html
Visscher, A. d., & Noel, M. P. (2013). A Case Study of Arithmetic Facts Dyscalculia
Caused by a Hypersensitivity-to-Interference in Memory. Cortex 49 , 50-70.

Klinik Autis Indonesia. (2012, November 3). Diskalkulia, Gangguan Belajar
Matematika Pada Anak. Retrieved September 12, 2013, from Autism And
Behavior Disorders Online Clinic:
http://klinikautisindonesia.wordpress.com/2012/11/03/diskalkulia-gangguan-belajarmatematika-pada-anak/

Diskalkulia | 6

Diskalkulia | 7

Dokumen yang terkait

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA DENGAN GANGGUAN JIWA (SKIZOFRENIA) Di Wilayah Puskesmas Kedung Kandang Malang Tahun 2015

28 256 11

ANALISIS HUBUNGAN STATUS EKONOMI DENGAN KEJADIAN GANGGUAN SALURAN PERNAFASAN PADA PEKERJA TAMBANG BELERANG DI KAWAH IJEN, BANYUWANGI

9 160 23

GANGGUAN PICA(Studi Tentang Etiologi dan Kondisi Psikologis)

4 75 2

HUBUNGAN ANTARA KONDISI EKONOMI WARGA BELAJAR KEJAR PAKET C DENGAN AKTIVITAS BELAJAR DI SANGGAR KEGIATAN BELAJAR KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PELAJARAN 2010/2011

1 100 15

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENGARUH HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP TINGKAT APLIKASI NILAI KARAKTER SISWA KELAS XI DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH DI SMA NEGERI 1 SEPUTIH BANYAK KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

23 233 82

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS VI SD NEGERI 1 SINAR MULYA KECAMATAN BANYUMAS KAB. PRINGSEWU

43 182 68

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

PENGARUH PEMANFAATAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH DAN MINAT BACA TERHADAP HASIL BELAJAR IPS TERPADU SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 WAY

18 108 89

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMA MAKANANKU SEHAT DAN BERGIZI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE PADA SISWA KELAS IV SDN 2 LABUHAN RATU BANDAR LAMPUNG

3 72 62