PENGARUH SUHU PENYIMPANAN TERHADAP SAR

PENGARUH SUHU PENYIMPANAN TERHADAP
MUTU SAWI HIJAU

LAPORAN

OLEH :
DEDI KURNIA
( J1B114021 )

TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Penanganan yang tidak optimal selama penyimpanan, transportasi atau pada


saat penjualan menyebabkan buah yang sampai ke konsumen tidak sesegar buah
aslinya dan sudah mengalami penurunan bobot dan nilai gizi bahkan kadangkadang telah terjadi pembusukan. Penanganan yang tidak optimal selain
disebabkan oleh fasilitas yang kurang memadai, juga karena pengetahuan pelaku
yang sangat kurang dalam melakukan penanganan yang baik.
Kehilangan hasil pada buah setelah panen dan sebelum pengolahan
umumnya disebabkan oleh 2 faktor, yaitu kehilangan kuantitatif dan kehilangan
kualitatif. Kehilangan kuantitatif seperti: kehilangan kandungan air, kerusakan
fisik, kerusakan fisiologi, dan luka. Sedangkan kehilangan secara kualitatif berupa
kehilangan tingkat keasaman, flavor, warna, serta nilai nutrisi pada buah.
Beberapa hal yang menyebabkan kehilangan hasil pada buah dapat terjadi di
kebun buah, transportasi setelah panen, dan keseluruhan sistem penanganan buah
mulai dari sortasi, pengelompokan ukuran buah, pematangan buah, proses

penyimpanan dingin, sampai pada penyimpanan buah. Jarak waktu antara panen
dan pengolahan buah juga menjadi faktor penting untuk menjaga kesegaran dan
kualitas dari buah tersebut. Sehingga meminimisasi kelambatan dalam
penanganan buah akan menurunkan kehilangan hasil (loss) terutama pada buah
yang mempunyai tingkat respirasi yang tinggi.
Permasalahan ini sangat penting karena pemahaman yang berbeda-beda
antar pelaku pemasaran. Sebagian berpendapat sesekali buah perlu difluktuasikan

suhunya, dari suhu dingin ke suhu ruang untuk dapat mempertahankan mutunya
dan memperpanjang masa simpannya. Jenis komoditi buah secara individual
berbeda ketahanannya terhadap penurunan kualitas dan kerusakan. Rantai
pemasaran yang panjang dengan penanganan yang salah juga ikut menyebabkan
buah yang sampai pada konsumen akhir tidak sesegar buah asli.
1.2

Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Mengamati dan membandingkan kualitas sawi hijau yang disimpan pada
penyimpanan suhu dingin dan penyimpanan pada suhu ruang
2. Menganalisis pengaruh suhu penyimpanan terhadap perubahan kualitas
sawi hijau

1.3

Manfaat Praktikum
Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui besarnya penurunan mutu sawi

hijau yang disimpan pada penyimpanan dingin dan penyimpanan suhu ruang.

Selain itu, hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
bagi konsumen sayur dalam membeli sayuran baik untuk distributor maupun
pedagang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Sawi Hijau
Sawi adalah tumbuhan dari marga Brasica yang dimanfaatkan daun atau

bunganya sebagai bahan pangan (sayuran), baik segar maupun diolah. Tanaman
sawi dapat tumbuh dengan baik di tempat yang berhawa panas maupun berhawa
dingin. Meskipun demikian, tanaman sawi dapat tumbuh dengan baik apabila di
tanam di dataran tinggi dengan ketinggian antara 100 meter sampai 500 meter dpl
dengan derajat keasaman (pH) tanah antara pH 6 sampai pH 7. Sawi mencakup
beberapa spesies Brasica yang kadang kadang mirip satu sama lain. Di Indonesia
penyebutan sawi biasanya mengacu pada sawi hijau (Budiono, 2015).
Kandungan zat gizi yang terdapat pada sawi hijau pun cukup lengkap
sehingga dapat dikonsumsi dengan sangat baik untuk mempertahankan kesehatan

tubuh. Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, kandungan gizi sawi
hijau yang segar seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan gizi sawi hijau dalam 100 gram
No
1
2

Komposisi
Energi (Kilokalori)
Protein (Gram)

Jumlah
20
1.7

3 Karbohidrat (Gram)
3.4
4 Lemak (Gram)
0.4
5 Kalsium (Miligram)

123
6 Fosfor (Miligram)
40
7 Zat Besi (Miligram)
1.9
8 Vitamin A (IU)
10
9 Vitamin B (Miligram)
0.04
10 Vitamin C (Miligram)
3
Sumber: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2001)

2.2

Penyimpanan Dingin
Karakteristik penting produk pascapanen sayuran adalah bahan tersebut

masih hidup dan masih melanjutkan fungsi metabolisme. Akan tetapi metabolisme
yang berlangsung tidak sama dengan tanaman induknya yang tumbuh dengan

lingkungan aslinya, karena produk yang telah dipanen mengalami berbagai bentuk
kondisi seperti hilangnya pasokan nutrisi, proses panen sering menimbulkan
pelukaan dan proses pengemasan dan transportasi dapat menimbulkan kerusakaan
mekanis lebih lanjut. Untuk mempertahankan mutu suatu produk sayuran agar
tetap segar, beberapa perlakuan diterapkan seperti pengaturan suplai O2 dan CO2,
pengemasan yang baik serta penempatan bahan dengan suhu rendah (Budianto,
2015).
Penyimpanan dingin adalah penyimpanan bahan produk pada suhu di atas
titik beku yaitu di antara -2oC dan 16oC. Suhu lemari es umumnya berkisar antara
4-7oC (Tjahjadi 2011 didalam Budianto, 2015). Tujuan penyimpanan suhu dingin
(cold storage) adalah untuk mencegah kerusakan tanpa mengakibatkan
pematangan abnormal atau perubahan yang tidak diinginkan sehingga
mempertahankan komoditas dalam kondisi yang dapat diterima oleh konsumen
selama mungkin (Tranggono 1990 didalam Budianto, 2015). Pengaruh
penyimpanan dingin terhadap sayuran yaitu:
1. Penurunan suhu akan mengakibatkan penurunan proses kimia, mikrobiologi
dan biokomia yang berhubungan dengan kelayuan (senescence), kerusakan
(decay), pembusukan dan lain-lain

2. Penyimpanan produk sayuran pada suhu rendah akan mengurangi proses

pertumbuhan yang tidak dikehendaki seperti pertumbuhan tunas atau akar.
3. Pada suhu di bawah 0oC air akan membeku dan terpisah dari larutan
membentuk es, yang mirip dalam hal air yang diuapkan pada pengeringan atau
suatu penurunan aw (Buckle 1985 didalam Budianto, 2015)
Daya tahan simpan sayuran yang disimpan dengan pendinginan berkisar
antara beberapa hari sampai beberapa minggu tergantung pada jenis sayurannya.
Tiap jenis sayuran mempunyai sifat karakteristik penyimpanan tersendiri. Sifat –
sifatnya selama dalam penyimpanan dipengaruhi oleh faktor varietas, iklim
tempat tumbuh, kondisi tanah, cara budidaya tanaman, derajat kematangan dan
cara penanganan yang dilakukan sebelum disimpan. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam melakukan penyimpanan dingin agar kualitas produk pangan
yang disimpan tetap terjaga adalah :
1. Pendinginan pendahuluan
2. Pembersihan, pembuangan bagian bagian yang tidak dikehendaki, grading dan
sortasi serta pengemasan
3. Pemilihan suhu penyimpanan
4. Suhu ruangan penyimpanan harus dipertahankan konstan (Tjahjadi, 2011
didalam Budianto, 2015)
Kelembapan nisbi dalam ruang penyimpanan dingin secara langsung
mempengaruhi mutu sayuran yang disimpan. Jika suatu ruang penyimpanan

memiliki kelembapan nisbi yang rendah maka akan terjadi pelayuan atau
pengkriputan pada sayuran yang disimpan. Hal ini disebabkan oleh keluarnya air
dari dalam produk keluar lingkungan. Sebaliknya, apabila kelembapan nisbi
didalam ruang penyimpanan tinggi maka akan merangsang proses pembusukan
pada sayuran karena kemungkinan terjadinya kondensasi air.
Sawi hijau merupakan salah satu sayuran yang tidak tahan terhadap suhu
udara yang tinggi. Suhu lingkungan yang tinggi dapat menyebabkan proses
respirasi pada sawi hijau meningkat sehingga kandungan air didalam bahan ikut
keluar dari dalam sel yang mengakibatkan sawi menjadi layu. Pengelolaan suhu
yang baik mulai dari panen dan berlanjut pada periode pendistribusianya akan
mampu memaksimalkan retensi mutu dan masa simpan. Selama pendinginan, air

dalam produk berubah dari cair menjadi gas (uap air). Perubahan fase ini disertai
dengan pengambilan panas dari produk sehingga suhu produk menjadi turun. Laju
pendinginan suatu produk ditentukan oleh banyak faktor diantaranya adalah
perbedaan suhu dari produk dan pendingin atau coolant (Budianto, 2015).
2.2

Parameter Perubahan Mutu
Sayuran serta hasil pertanian pada umumnya, apabila setelah dipanen tidak


ditangani dengan baik akan mengalami perubahan-perubahan akibat pengaruh
fisiologis, fisik, kimiawi, parasitik atau mikrobiologis. Beberapa perubahan
fisiologis dan kimiawi ada yang menguntungkan, misalnya perubahan warna,
flavor dan lain-lain. Perubahan fisiologis dan kimia tersebut apabila tidak
dikendalikan maka akan menyebabkan kerusakan pada bahan pertanian.
Kerusakan yang terjadi pada sayuran yang telah dipanen, disebabkan karena organ
sayuran tersebut masih melakukan proses metabolisme. Proses metabolisme yang
terjadi pada sayuran yang telah dipanen menggunakan cadangan makanan yang
tidak dapat digantikan karena sayuran tersebut sudah terpisah dari pohonnya
ataupun telah dicabut (untuk bayam,sawi) sehingga mempercepat proses
hilangnya nilai gizi sayur dan mempercepat senescence (kelayuan).
Kondisi suatu mutu produk pertanian dapat dilihat dari beberapa parameter
yang dapat diukur secara kualitatif sehingga mencerminkan kualitas suatu produk
pertanian. Beberapa parameter yang sering digunakan untuk menilai penurunan
mutu sayuran adalah :
a. Kadar Air
Kadar air suatu bahan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap
penurunan mutu produk pangan. Transpirasi adalah proses penguapan dari
tanaman yang mengakibatkan produk kehilangan air. Menurut Ryall dan Lipton

(1983) didalam Budianto, 2015, kecepatan kehilangan air tergantung dari stuktur
dan kondisi komoditas dari lingkunganya seperti suhu, kelembapan, aliran udara
dan kondisi tekanan atmosfer. Semakin tinggi suhu suatu lingkungan
penyimpanan, semakin besar pula proses kehilangan air pada bahan. Sebaliknya,
apabila suhu lingkungan penyimpanan semakin rendah, persentase kehilangan air
dari bahan ke luar semakin rendah. Kehilangan air yang berlebihan dari dalam
bahan dapat menyebabkan kerusakan komoditas. Hal ini akan mempengaruhi

kuantitas dan kualitas produk seperti berkurangnya bobot, penampilan menjadi
tidak menarik, tekstur menjadi jelek dan adanya penurunan nilai gizi pada produk.
Kadar air bahan merupakan banyaknya kandungan air yang terdapat
didalam bahan persatuan bobot bahan. Buah-buahan dan sayuran umumnya
mempunyai kadar air yang tinggi yaitu sekitar 80-90%, tergantung pada kultivar
dan asal produknya. Buah-buahan dan sayuran terus mengalami kehilangan air
setelah pemanenan dan selama penyimpanan. Kehilangan kandungan air pada
bahan dapat dikurangi dengan cara mengemas produk kedalam bahan penghalang
kedap uap air. Hal ini dapat mempertahankan umur komoditas karena turunnya
kehilangan kandungan air pada bahan akibat respirasi yang berlebihan. Selain itu,
penanganan pada sayuran perlu dilakukan secara hati-hati untuk mengurangi
kerusakan pada sayuran agar kualitas dari sayuran tetap terjaga dalam waktu yang

lama.
b. Vitamin C
Vitamin C disebut juga dengan asam askorbat, merupakan vitamin yang paling
sederhana, mudah berubah akibat oksidasi, tetapi sangat berguna bagi tubuh.
Struktur kimia vitamin C terdiri dari 6 atom C dengan kedudukan dari atom C
tersebut tidak stabil (C6H8O6). Ketidakstabilan dari struktur tersebut dikarenakan
Vitamin C mudah bereaksi dengan O2 di udara menjadi asam dehidroaskorbat
(Safaryani dkk, 2007).
Vitamin C mudah teroksidasi jika terkena udara dan proses ini dipercepat oleh
panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta katalis tembaga (Cu) dan besi (Fe)
(Martin, et.al 1981 didalam Budianto, 2015). Fungsi vitamin C pada tumbuhan
saat ini belum diketahui, tetapi fungsi vitamin C untuk tubuh adalah untuk
membentuk kolagen interselluler guna menyempurnakan tulang dan gigi,
mencegah bisul dan pendarahan. Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan
sariawan, gusi dan kulit udah berdarah, sendi-sendi sakit dan penyembuhan luka
menjadi lebih lama (Harper 1986 didalam Budianto dkk, 2015).
Kandungan vitamin C dalam sayuran dan buah-buahan dapat berkurang sampai
50% hanya dalam beberapa hari, tetapi kehilangan ini dapat dicegah dengan
penyimpanan pada suhu rendah (Pracaya 1999 didalam Budianto, 2015).
Penyimpanan sayuran dan buah-buahan pada suhu rendah dapat mengurangi

kegiatan respirasi dan metabolisme pada produk, mencegah kehilangan air dan
kelayuan (Wills et al 1981 didalam Budianto, 2015) akan tetapi vitamin C
didalam sayuran dan buah-buahan dapat hilang dalam waktu 3 sampai 5 bulan
walaupun disimpan pada suhu rendah dan kelembaban terpelihara (Linder 1992
didalam Budianto, 2015).
c. Perubahan Warna
Perubahan warna sebagai salah satu indeks mutu pangan sering dipergunakan
sebagai parameter untuk menilai mutu fisik produk pertanian. Selain itu, warna
dapat mempengaruhi daya tarik konsumen terhadap mutu produk. Salah satu
warna tersebut adalah warna hijau pada sayuran. Klorofil merupakan salah satu
zat warna (pigmen) yang terdapat pada sayuran dan buah-buahan dan menjadi
salah satu pembentuk warna dari sayuran dan buah-buahan. Sayuran terutama
yang berwarna hijau mengandung banyak klorofil. Klorofil terdapat didalam suatu
organ sel yang disebut kloroplas dan sangat peka terhadap kerusakan selama
pengolahan yang menyebabkan perubahan warna pada makanan (Schwartz 1983).
Pigmen pada sayuran dan buah-buahan mudah mengalami kerusakan oleh
perlakuan-perlakuan yang dilakukan selama penanganan dan pengolahan
diantaranya adalah oleh pengaruh panas, asam, alkali atau enzim (Muchtadi
1992).
Sayuran yang telah dipanen klorofil yang dikandungnya akan mengalami
degradasi yang mengakibatkan perubahan warna buah dan sayuran dari hijau
menjadi kuning, sehinggga sering digunakan sebagai indeks kesegaran khususnya
untuk sayuran daun (Koca et al 2003). Pigmen warna hijau yang terdapat di dalam
kloroplas, dimana dalam pigmen daun terdapat klorofil a yang berwarna biru-hijau,
klorofil b yang berwarna biru-hijau dan karoten.

d. Koloni Bakteri
Produk

hortikultura

setelah

dipanen

dipenuhi

oleh

beragam

jenis

mikroorganisme pembusukan (pathogenic microorganisms) maupun tidak
penyebab pembusukan (non-microorganism). Buah dan sayuran mengandung air
dan juga nutrisi dalam jumlah yang banyak, hal ini memungkinkan

mikroorganisme tumbuh subur dengan memanfaatkan air dan nutrisi tersebut.
Mikroorganisme penyebab pembusukan dapat tumbuh apabila kondisinya
memungkinkan seperti adanya pelukaan pada permukaan buah atau sayuran,
kondisi suhu dan kelembapan lingkungan sesuai dengan pertumbuhan
mikroorganisme.
Mikroorganisme yang terdapat pada buah dan sayuran dapat menurunkan
kualitas mutu dan umur simpan dari suatu produk. Mikroorgaisme pembusuk
yang menyebabkan susut pascapanen buah dan sayuran secara umum disebabkan
oleh jamur dan bakteri. Infeksi awal dapat terjadi selama pertumbuhan dan
perkembangan produk tersebut masih dilapangan akibat adanya kerusakan
mekanis selama operasi pemanenan atau melalui kerusakan fisiologis akibat dari
penyimpanan yang tidak baik. Pembusukan pada buah-buahan umumnya sebagai
akibat infeksi jamur sedangkan pada sayuran lebih banyak diakibatkan oleh
bakteri.
e. Total Padatan Terlarut
Adanya gula dalam produk akan dipecah menjadi asam untuk pertumbuhan
mikroorganisme sebagai substrat dalam jaringan sayuran yang disimpan. Selama
penyimpanan terjadi penurunan nilai total padatan terlarut pada setiap sayuran
termasuk sayuran sawi hijau. Total padatan terlarut dalam produk pangan
dinyatakan dengan satuan oBrix. Total padatan terlarut dalam bahan dapat diukur
dengan refraktometer. Untuk mendapatkan nilai padatan terlarut pada produk
dengan menggunakan refraktometer, bahan dihancurkan terlebih dahulu kemudian
diteteskan pada prisma refraktometer.
f. Susut Bobot
Proses respirasi dan transpirasi akan menyebabkan komoditi mengalami susut
bobot. Susut bobot yaitu massa sayuran yang berkurang sejalan dengan waktu
selama proses penyimpanan. Air dibebaskan dalam bentuk uap air pada proses
transpirasi dan respirasi melalui stomata, lenti sel, dan berbagai jaringan
tumbuhan lain yang berhubungan dengan sel epidermis. Kehilangan air selama
penyimpanan tidak hanya menurunkan susut bobot tetapi juga menurunkan mutu

dan menimbulkan kerusakan. Perhitungan susut bobot dilakukan berdasarkan
persentase penurunan bobot bahan sejak awal penyimpanan sampai dengan akhir
penyimpanan.

BAB III
BAHAN DAN METODA
3.1

Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan di Talang Bakung Kota Jambi pada tanggal 20

Februari 2017 hingga 28 Februari 2017.
3.2

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan selama prakatikum ini adalah 2 ikat sayuran sawi

hijau segar dengan berat masing-masing 2 gram. Alat yang digunakan adalah
timbangan, stayrofoam untuk wadah penyimpanan, lemari pendingin untuk
penyimpanan dan thermometer untuk mengukur suhu.
3.3

Cara Kerja
1. Dipersiapkan bahan yang akan digunakakan
2. Dibersihkan dari kotoran yang menempel pada sawi hijau
3. Dilakukan sortasi
4. Ditimbang dengan masing-masing berat sebesar 2 gram
5. Dimasukkan ke dalam dua stayrofoam atau wadah
6. Kemudian salah satu wadah yang berisi sawi hijau diletakkan kedalam
refrigerator dengan suhu 11oC dan wadah lainnya diletakkan di suhu
ruang yaitu 28oC
7. Setelah itu disimpan selama 8 hari yang diamati setiap 2 hari sekali.

3.4

Parameter Pengamatan
Parameter yang diukur setiap hari sampai sawi hijau mengalami pembusukan

adalah susut bobot, aroma, tekstur, penampakan warna dan kesukaan.

Persiapan Bahan

Sortasi

Cleaning

Penyimpanan pada suhu
ruang (28oC)

Penyimpanan pada suhu
dingin (11oC)

Pengamatan

-Susut Bobot
-Aroma
-Tekstur
-Penampakan warna
-Tingkat kesukaan

Analisis data
Kesimpulan dan