KEPUASAN KERJA DAN DISIPLIN KARYAWAN

KEPUASAN KERJA DAN DISIPLIN KARYAWAN
1.

Pengertian Kepuasan Kerja
Menurut Hasibuan (2007) Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan
dan mencintai pekerjaannya. Kepuasan kerja (job statisfaction) karyawan harus
diciptakan sebaik-baiknya supaya moral kerja, dedikasi, kecintaan, dan kedisiplinan
karyawan meningkat. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi
kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam
dan luar pekerjaan. Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang
dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan,
perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang lebih
suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan
pekerjaannya daripada balas jasa walaupun balas jasa itu penting.
Robbins and Judge (2009) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan positive
tentang pekerjaan sebagai hasil evaluasi karakter-karakter pekerjaan tersebut. Senada
dengan itu, Noe, et. all (2006) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan yang
menyenangkan sebagai hasil dari persepsi bahwa pekerjaannya memenuhi nilai-nilai
pekerjaan yang penting. Selanjutnya Kinicki and Kreitner (2005) mendefinisikan
kepuasan kerja sebagai respon sikap atau emosi terhadap berbagai segi pekerjaan
seseorang. Definisi ini memberi arti bahwa kepuasan kerja bukan suatu konsep tunggal.

Lebih dari itu seseorang dapat secara relative dipuaskan

dengan satu aspek

pekerjaannya dan dibuat tidak puas dengan satu atau berbagai aspek. Dalam pandangan
yang hampir sama, Nelson and Quick (2006) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah
suatu kondisi emosional yang positif dan menyenangkan sebagai hasil dari penilaian
pekerjan atau pengalaman pekerjaan seseorang.
2.

Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja
Dalam suatu organisasi ketidakpuasan kerja dapat ditunjukan melalui berbagai cara,
Robins and Judge (2009) menerangkan ada 4 respon yang berbeda satu sama lain
dalam 2 dimensi yaitu konstruktif/destruktif dan aktif/pasif, dengan penjelasan sebagai
berikut:
a.

Exit , Ketidakpuasan ditunjukkan melalui perilaku diarahkan pada meninggalkan
organisasi, termasuk mencari posisi baru atau mengundurkan diri.


b.

Voice , Ketidakpuasan ditunjukkan melalui usaha secara aktif dan konstruktif

untuk memperbaiki keadaan, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan
masalah dengan atasan, dan berbagai bentuk aktivitas perserikatan.
c.

Loyalty , Ketidakpuasan ditunjukkan secara pasif, tetapi optimistik dengan
menunggu kondisi untuk memperbaiki, termasuk dengan berbicara bagi organisasi
dihadapan kritik eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemen melakukan
hal yang benar.

d.

Neglect,

Ketidakpuasan

ditunjukkan


melalui

tindakan

secara

pasif

membiarkan kondisi semakin buruk, termasuk kemangkiran atau keterlambatan
secara kronis, mengurangi usaha, dan meningkatkan tingkat kesalahan.
3.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan Kerja
Menurut Hasibuan (2007) kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh faktor-faktor:
a. Balas jasa yang adil dan layak.
b. Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian.
c. Berat ringannya pekerjaan.
d. Suasana dan lingkungan pekerjaan.
e. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan.

f. Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya.
g. Sifat pekerjaan monoton atau tidak.
Kepuasan kerja karyawan banyak dipengaruhi oleh sikap pimpinan dalam
kepemimpinan. Kepemimpinan partisipasi memberikan kepuasan kerja bagi karyawan,
karena karyawan ikut aktif dalam memberikan pendapatnya untuk menentukan
kebijaksanan perusahaan. Kepemimpinan otoriter mengakibatkan ketidakpuasan kerja
karyawan. Kepuasan kerja karyawan merupakan kunci pendorong moral kerja,
kedisiplinan dan prestasi kerja karyawan dalam mendukung terwujudnya tujuan
perusahaan.
Menurut Robbins dan Judge (2009) ada 21 faktor yang berhubungan dengan kepuasan
kerja yaitu otonomi dan kebebasan, karir benefit, kesempatan untuk maju, kesempatan
pengembangan karir, kompensasi/gaji, komunikasi antara karyawan dan manajemen,
kontribusi pekerjaan terhadap sasaran organisasi, perasaan aman di lingkungan kerja,
kefleksibelan untuk menyeimbangkan kehidupan dan persoalan kerja, keamanan
pekerjaan, training spesifik pekerjaan, pengakuan manajemen terhadap kinerja
karyawan,

keberartian

pekerjaan,


jejaring,

kesempatan

untuk

menggunakan

kemampuan atau keahlian, komitmen organisasi untuk pengembangan, budaya
perusahaan secara keseluruhan, hubungan sesama karyawan, hubungan dengan atasan
langsung, pekerjaan itu sendiri, keberagaman pekerjaan.
Luthans (2005) menyatakan bahwa ada sejumlah faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja. Hal-hal utama dengan mengingat dimensi-dimensi paling penting yaitu gaji,
pekerjaan itu sendiri, promosi, pengawasan, kelompok kerja dan kondisi kerja .
Selanjutnya Nelson and Quick

(2006) mengungkapkan bahwa kepuasan kerja

dipengaruhi 5 dimensi spesifik dari pekerjaan yaitu gaji, pekerjaan itu sendiri,

kesempatan promosi, supervisi dan rekan kerja.
Byars and Rue (2005), menyatakan bahwa sistem reward organisasi sering mempunyai
dampak signifikan pada tingkat kepuasan kerja karyawan.

Disamping dampak

langsung, cara reward extrinsik diberikan dapat mempengaruhi reward intrinsik (dan
kepuasan) dari penerima. Sebagai contoh jika tiap orang menerima peningkatan gaji 5
persen adalah sulit untuk mendapatkan penyelesaian reward. Namun demikian jika
kenaikan gaji dikaitkan langsung dengan kinerja, seorang karyawan yang menerima
peningkatan gaji yang besar akan lebih mungkin mengalami perasaan penyelesaian dan
kepuasan. Ada lima komponen utama kepuasan kerja yaitu:
a. Sikap terhadap kelompok kerja
b. Kondisi umum pekerjaan
c. Sikap terhadap perusahaan
d. Keuntungan secara ekonomi
e. Sikap terhadap manajemen
Komponen lain mencakup kondisi pikiran karyawan tentang pekerjaan itu sendiri dan
kehidupan secara umum. Sikap seorang karyawan terhadap pekerjaan mungkin positif
atau negative. Kesehatan, usia, tingkat aspirasi, status sosial, kegiatan sosial dan

politik dapat mempengaruhi kepuasan kerja.
Menurut Kreitner dan Kinicki (2005) terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi
timbulnya kepuasan yaitu:
a. Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan). Model ini mengajukan bahwa kepuasan
ditentukan tingkatan karakteristik pekerjaan yang memungkinkan kesempatan pada
individu untuk memenuhi kebutuhannya.

b. Discrepancies (perbedaan). Model ini menyatakan bahwa kepuasan merupakan
suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan
antara apa yang diharapkan dan yang diperoleh individu dari pekerjaan. Apabila
harapan lebih besar daripada apa yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya
diperkirakan individu akan puas apabila mereka menerima manfaat diatas harapan.
c. Value attainment (pencapaian nilai). Gagasan value attainment adalah bahwa
kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai
kerja individual yang penting.
d. Equity (keadilan). Dalam model ini dimaksudkan bahwa kepuasan merupakan
fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja. Kepuasan
merupakan hasil dari persepsi orang bahwa perbandingan antara hasil kerja dan
inputnya relatif lebih menguntungkan dibandingkan dengan perbandingan antara
keluaran dan masukkan pekerjaan lainnya.

e. Dispositional/genetic components (komponen genetik). Beberapa rekan kerja atau
teman tampak puas terhadap variasi lingkungan kerja, sedangkan lainnya kelihatan
tidak puas. Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian
merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Model menyiratkan perbedaan
individu hanya mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja seperti
halnya karakteristik lingkungan pekerjaan.
4.

Pengertian Disiplin Kerja
Menurut pendapat Alex S. Nitisemito(1984: 199) Kedisiplinan adalah suatu sikap
tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari perusahaan baik tertulis
maupun tidak tertulis.
Menurut pendapat T.Hani Handoko (1994:208)Disiplin adalah kegiatan manajemen
untuk menjalankan standar- standar organisasional.
Dari pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan disiplin kerja adalah suatu usaha dari
manajemen organisasi perusahaan untuk menerapkan atau menjalankan peraturan
ataupun ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap karyawan tanpa terkecuali.
T. Hani Handoko membagi 3 disiplin kerja(1994:208) yaitu:
a. Displin Preventif yaitu: kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para
karyawan agar mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga penyelewengan

dapat dicegah.

b. Disiplin Korektif yaitu: kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran
terhadap aturan-aturan yang mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran
lebih lanjut. Kegiatan korektif sering berupa suatu bentuk hukuman dan disebut
tindakan pendisiplin.
c. Disiplin Progresif yaitu: kegiatan memberikan hukuman-hukuman yang lebih berat
terhadap pelanggaran-pelanggaran yang berulang. Tujuan dari disiplin progresif
ini agar karyawan untuk mengambil tindakan-tindakan korektif sebelum mendapat
hukuman yang lebih serius.
5.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tegak tidaknya suatu disiplin kerja dalam
suatu perusahaan. Menurut Gouzali Saydam (1996:202), faktor-faktor tersebut antara
lain:
a. Besar kecilnya pemberian kompensasi
b. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan
c. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan
d. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan

e. Ada tidaknya pengawasan pimpinan
f. Ada tidaknya perhatian kepada pada karyawan
g. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin

6.

Hal-Hal yang Menunjang Kedisiplinan
Menurut Alex S. Nitisemito (1984:119-123) ada beberapa hal yang dapat menunjang
keberhasilan dalam pendisiplinan karyawan yaitu:
a. Ancaman
Dalam rangka menegakkan kedisiplinan kadang kala perlu adanya ancaman
meskipun ancaman yang diberikan tidak bertujuan untuk menghukum, tetapi lebih
bertujuan

untuk

mendidik

supaya


bertingkah

laku

sesuai

dengan

yang

kita harapkan.
b. Kesejahteraan
Untuk menegakkan kedisiplinan maka tidak cukup dengan ancaman saja, tetapi
perlu kesejahteraan yang cukup yaitu besarnya upah yang mereka terima, sehingga
minimal mereka dapat hidup secara layak.

c. Ketegasan
Jangan sampai kita membiarkan suatu pelanggaran yang kita ketahui tanpa tindakan
atau membiarkan pelanggaran tersebut berlarut-larut tanpa tindakan yang tegas.
d. Partisipasi
Dengan jalan memasukkan unsur partisipasi maka para karyawan akan merasa
bahwa peraturan tentang ancaman hukuman adalah hasil persetujuan bersama.
e. Tujuan dan Kemampuan
Agar kedisiplinan dapat dilaksanakan dalam praktek, maka kedisiplinan hendaknya
dapat menunjang tujuan perusahaan serta sesuai dengan kemampuan dari karyawan.
f. Keteladanan Pimpinan
Mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menegakkan kedisiplinan sehingga
keteladanan pimpinan harus diperhatikan.
7.

Cara Menegakkan Disiplin Kerja
Salah satu tugas yang paling sulit bagi seorang atasan adalah bagaimana menegakkan
disiplin kerja secara tepat. Jika karyawan melanggar aturan tata tertib, seperti terlalu
sering terlambat atau membolos kerja, berkelahi, tidak jujur atau bertingkah laku lain
yang dapat merusak kelancaran kerja suatu bagian, atasan harus turun tangan.
Kesalahan semacam itu harus dihukum dan atasan harus mengusahakan agar tingkah
laku seperti itu tidak terulang. Ada beberapa cara menegakkan disiplin kerja dalam
suatu perusahaan:
a. Disiplin Harus Ditegakkan Seketika
Hukuman harus dijatuhkan sesegera mungkin setelah terjadi pelanggaran Jangan
sampai terlambat, karena jika terlambat akan kurang efektif.
b. Disiplin Harus Didahului Peringatan Dini
Dengan peringatan dini dimaksudkan bahwa semua karyawan hams benar-benar
tahu secara pasti tindakan-tindakan mana yang dibenarkan dan mana yang tidak.
c. Disiplin Harus Konsisten
Konsisten artinya seluruh karyawan yang melakukan pelanggaran akan diganjar
hukuman yang sama. Jangan sampai terjadi pengecualian, mungkin karena alasan
masa kerja telah lama, punya keterampilan yang tinggi atau karena mempunyai
hubungan dengan atasan itu sendiri.
d. Disiplin Harus Impersonal

Seorang atasan sebaiknya jangan menegakkan disiplin dengan perasaan marah atau
emosi. Jika ada perasaan semacam ini ada baiknya atasan menunggu beberapa menit
agar rasa marah dan emosinya reda sebelum mendisiplinkan karyawan tersebut.
Pada akhir pembicaraan sebaiknya diberikan suatu pengarahan yang positif guna
memperkuat jalinan hubungan antara karyawan dan atasan.
e. Disiplin Harus Setimpal
Hukuman itu setimpal artinya bahwa hukuman itu layak dan sesuai dengan tindak
pelanggaran yang dilakukan. Tidak terlalu ringan dan juga tidak terlalu berat. Jika
hukuman terlalu ringan, hukuman itu akan dianggap sepele oleh pelaku pelanggaran
dan jika terlalu berat mungkin akan menimbulkan kegelisahan dan menurunkan
prestasi.

HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN TAHAPANNYA
Hubungan Industrial memusatkan perhatian pada pola perilaku dan Interaksi pekerja –
pengusaha. Hal-hal yang terkait dengan HI:
1. Pekerja dan serikat pekerja
2. Pengusaha dan asosiasi pengusaha
3. Peraturan hukum dan perundang-undangan
4. Peran-peran tertentu yang berupaya menjembatani
5. Interaksi antara pekerja dan pengusaha
6. Aspek-aspek politik, sosial, ekonomi dan kultural yang mempengaruhi HI
7. Fenomena konflik industrial
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi terbentuknya organisasi karyawan
adalah:
1. Faktor eksternal
a. Adanya perubahan dalam hukum ketenagakerjaan
b. Adanya peningkatan dalam aktivitas pembentukan organisasi karyawan di
lingkungan industri sekitar
2. Factor internal
a. Organisasi gagal untuk menyelesaikan aspirasi atau keluhan karyawan
b. Tingkat absen dan turn over sangat tinggi, melebihi perusahaan sejenis
c. Adanya ketidakpuasan kerja
d. Gaji dan tunjangan lebih rendah dari rata-rata industri dan perusahaan sejenis
yang berskala sama
e. Prosedur penyelesaian keluhan dianggap tidak berguna bagi karyawan
Pendekatan dalam hubungan industrial adalah:
1.

Pendekatan Unitaris ( UNITARY APPROACH)
a.

Memandang hubungan pekerja - pengusaha secara esensial sebagai suatu
harmoni, dengan asumsi bahwa setiap organisasi merupakan suatu entitas yang
terintegrasi berdasarkan tujuan bersama dan berbagai kepentingan

b.

Tidak terdapat konflik fundamental antara pekerja-pengusaha, konflik
terjadi secara temporer : karena troublemakers, rendahnya kinerja manajemen,
rendahnya intensitas komunikasi

c.

Peran dan keberadaan organissai pekerja umumnya dianggap sebagai
intruders yang tidak dikehendaki

d.

Nilai individual yang dihargai adalah loyalitas dan komitmen pada
organisasi

e.

Strategi manajerial ditujukan untuk membangun komitmen yang tinggi,
memperbaiki kualitas komunikasi dan menciptakan gaya kepemimpinan yang
demokratis dan partisipatif

2.

Pendekatan Pluralis ( PLURALIST APPROACH)
a.

Memandang bahwa konflik sifatnya inherent pada interaksi pekerjapengusaha, namun dapat dikelola sehingga tidak mengganggu organisasi dan
umumnya disebabkan oleh peraturan atau ketentuan

b.

Kelompok dan kepentingan di dalam organisasi merupakan faktor
pemicu kompetisi antara satu dengan lainnya untuk saling mencapai tujuan
masing-masing

c.

Kerangka kerja pendekatan ini merekomendasikan agar pekerja memiliki
kesamaan kepentingan dengan menciptakan hubungan horisontal di luar
organisasinya dalam bentuk serikat pekerja yang akan mengembangkan loyalitas
dan komitmen kepada pemimpinnya dan tidak pada organisasi

d.

Mengakui adanya sumber kepemimpinan dan pusat perhatian yaitu
loyalitas di luar organisai yang sifatnya legitimate

3.

Pendekatan Radikal ( RADICAL APPROACH)
a.

Memandang bahwa hubungan industrial sebagai konflik struktural yang
sifatnya abadi antara pekerja dan pengusaha

b.

Konflik yang terjadi cenderung mengarah pada perbedaan pemikiran
antara fungsi pekerja sebagai pihak yang memberikan tenaganya dan pengusaha
sebagai pemilik modal yang mampu memberikan kompensasi atas tenaga
tersebut.

c.

Konflik

tidak

sekedar

merupakan

fenomena

industrial,

namun

merupakan refleksi konflik antara kelompok karyawan dan kelompok organisasi
yang akan mempengaruhi keseluruhan anggota masyarakat

Hukum ketenagakerjaan adalah adalah:
1.

Umumnya terdapat sejumlah sumber kewajiban legal yang saling
berinteraksi untuk membentuk hukum ketenagakerjaan, yang antara lain dapat
berupa kontrak, status penghargaan, peraturan
a.

Kontrak merupakan akibat logis dari (akan) berlangsungnya interaksi
antara pekerja dengan organisasi (pengusaha) : kontrak formal dan informal

b.

Aspek esensial dalam isi kontrak:
jam kerja, tugas dan tanggung jawab, supervisi, kompensasi, lembur, kebijakan
dan disiplin kerja, lokasi kerja

Peraturan perusahaan yaitu peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang
memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan. 4 jenis struktur perundingan
dalam hubungan industrial adalah:
1.

Perundingan satu serikat pekerja dengan satu Perusahaan (single
union – single employer bargaining)

2.

Perundingan multi perusahaan: terdiri dari satu serikat pekerja
yang berunding dengan lebih dari satu perusahaan

3.

Perundingan yang terkoordinasi atau perundingan koalisi

4.

Perundingan nasional atau lokal

Kunci keberhasilan pengelolaan hubungan karyawan dan organisasi adalah:
1. Adanya organisasi karyawan
2. Keterbukaan Manajemen
3. Pengembangan Komunikasi
4. Dukungan Karyawan/ Pekerja
5. Komitmen Pucuk Pimpinan

HUBUNGAN INDUSTRI PANCASILA (HIP)
Menurut Hasibuan dalam bukunya yang berjudul “Manajemen SDM”,
hubungan industrial pancasila adalah hubungan antara para pelaku
dalam proses produksi barang dan jasa didasarakan atas nilai yang
merupakan manifestasi dari keseluruhan sila-sila Pancasila dan UUD
1945, yang tumbuh dan berkembang di atas kepribadian bangsa dan
kebudayaan nasional Indonesia.
Berikut adalah ciri-ciri khusus Hubungan Industrial Pancasila (Makalah
Falsafah Hubungan Industrial Pancasila) antara lain:
1.

Hubungan

Industrial

Pancasila

mengakui

dan

menyakini bahwa bekerja bukan hanya bertujuan untuk sekedar
mencari nafkah saja, akan tetapi sebagai pengabdian manusia
kepada tuhannya, kepada sesama manusia, masyarakat, bangsa
dan negara.
2.

HIP menganggap pekerja bukan hanya sekedar faktor
produksi belaka, tetapi sebagai manusia pribadi dengan segala
harkat dan martabatnya. Karena itu perlakuan pengusaha kepada
pekerja bukan hanya dilihat dari segi kepentingan produksi belaka,
akan tetapi haruslah dilihat dalam rangka meningkatkan harkat
dan martabat manusia.

3.

HIP melihat antara pekerja dan pengusaha bukanlah
mempunyai

kepentingan

mempunyai

kepentingan

yang
yang

bertentangan,
sama

yaitu

akan

tetapi

kemampuan

perusahaan. Karena dengan perusahaan yang maju dan semua
pihak akan dapat meningkatkan kesejahteraan.
4.

Dalam HIP setiap perbedaan pendapat antara pekerja
dan pengusaha harus diselesaikan dengan jalan musyawarah
untuk mencapai mufakat yang dilakukan secara kekeluargaan.
karena itu penggunaan tindakan penekanan dan aksi-aksi sepihak
seperti mogok, penutupan perusahaan dan lain-lain tidak sesuai
dengan prinsip-prinsip Hubungan Industrial.

Di

dalam

pandangan

HIP

terdapat

keseimbangan

antara

keseimbangan antara hak dan kewajiban kedua belah pihak dalam
perusahaan.

Keseimbangan

itu

dicapai

bukan

didasarkan

atas

perimbangan kekuatan, akan tetapi atas dasar rasa keadilan dan
kepatutan. Disamping itu juga HIP juga mempunyai pandangan
bahwa

hasil-hasil

perusahaan

yang

telah

dicapai

berdasarkan

kerjasama antara pekerja dan pengusaha harus dapat dinikmati
secara adil dan merata sesuai dengan pengorbanan masing-masing.

http://anissutriani.blog.perbanas.ac.id/2011/12/13/ulasan-hubungan-karyawan-danorganisasi-2/
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/05/disiplin-kerja-karyawan.html
http://dedylondong.blogspot.com/2011/11/kepuasan-kerja-job-satisfaction.html