LAPORAN PRAKTIKUM ANESTESI DAN PEMBEDAHA

LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI BIOTA AIR

ANESTESI DAN PEMBEDAHAN

NAMA
STAMBUK
KELOMPOK
ASISTEN

: ARIANA
: L221 12 607
: II (DUA)
: 1. ASIAH ZAHRAH ZAINUDDIN
2. JUNAEDI
3. UTAMI NACHDATULLAH

LABORATORIUM FISIOLOGI BIOTA AIR
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR
2014

I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Fisiologi dapat didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari fungsi,
mekanisme dan cara kerja dari organ, jaringan dan sel-sel organisme. Fisiologi
menerangkan faktor- faktor fisik dan kimia yang bertanggung jawab akan asal,
perkembangan, dan gerak maju kehidupan. Fisiologi ikan mencakup proses
osmoregulasi, sistem sirkulasi, sistem respirasi, bioenergetik dan metabolisme,
pencernaan, organ-organ sensor, sistem saraf, sistem endokrin dan sistem
reproduksi. Oleh karena itu, dilakukan percobaan Anestesi dan Pembedahan
(Fujaya, 2008).
Anestesi adalah suatu kondisi dimana tubuh atau bagian tubuh
kehilangan kemampuan untuk merasa (insensibility). Anestesi dapat disebabkan
oleh senyawa-senyawa kimia, suhu rendah dan arus listrik. Anestesi yang terjadi
pada system saraf pusat menyebabkan organisme tidak sadar dan pingsan
(Albani, ihlas rabani, dkk. 2008) Anestesi terbagi menjadi tiga tipe yaitu
pembiusan total, pembiusan lokal dan pembiusan regional. Pembiusan total
adalah hilangnya kesadaran total pada seluruh tubuh atau seluruh tubuh yang

tidak sadar, pembiusan lokal adalah hilangnya rasa pada daerah tubuh yang
diinginkan saja sedangkan pembiusan regional adalah hilangnya rasa pada
daerah yang lebih luas yaitu adanya blockade.
Pembedahan merupakan suatu perlakuan dimana praktikan dapat
mengamati bagian internal dari ikan. Melalui perlakuan ini, maka akan diketahui
anatomi internal dari ikan. Metode ini dilakukan dengan cara menyisik sisik ikan
Nila pada bagian truncus setelah dibius terlebih dahulu. Bagian truncus yang
telah dihilangkan sisiknya kemudian dibedah. Pembedahan dilakukan mulai dari

bagian pinna pectoralis, venter, sampai dengan bagian pinna analis (Soni, Amad.
2009)
Ikan Nila merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sangat potensial
untuk dibudidayakan secara intensif berpola agribisnis ( Rukamana, 1997 dalam
Nurdiyanto dan Sumartono, 2006). Pada mulanya, ikan Nila berasal dari perairan
tawar di Afrika. Di Asia penyebaran ikan Nila pada mulanya berpusat di beberapa
negara seperti Filipina dan Cina. Dalam perkembangan selanjutnya, ikan Nila
meluas dibudidayakan di berbagai negara, antara lain Taiwan, Thailand,
Vietnam, Bangladesh, dan Indonesia. Pengembangan ikan Nila di perairan tawar
di Indonesia dimulai tahun 1969. Jenis atau strain ikan Nila yang pertama kali
didatangkan ke Indonesia adalah Nila hitam asal Taiwan. (Rukmana,1997). Ikan

Nila banyak dibudidyakan karena dagingnya mirip dengan ikan daging kakap dan
mempunyai daging sisi badan yang cukup tebal. Ikan Nila memiliki keunggulan
yang komparatif yaitu perkembangan dan budidaya yang reletif cepat
dibandingkan dengan ikan yang lain. Hal ini disebabkan dengan sifatnya yang
mudah berkembang biak dan pertumbuhan badannya cepat. Ikan Nila termasuk
jenis ikanyang omnivore dan sangat efisien dalam mencerna makanan (Santoso,
1996 dalam Nurdiyanto dan Sumartono, 2006).
Dalam bidang perikanan, percobaan ini dapat bermanfaat pada proses
budidaya ikan, misalnya dalam pemanenan hasil budidaya yang membutuhkan
waktu transportasi untuk menempuh jarak yang jauh, maka anestesi dapat
dilakukan pada ikan dengan menggunakan es batu agar tetap sehat sampai ke
tempat tujuan. Selain itu, percobaan ini dilakukan untuk dapat mengetahui teknik
pembiusan dan cara pembedahan pada ikan, melihat secara langsung seks
primer jantan dan betina melalui anetesi dan pembedahan.

Tujuan dan Kegunaan
Tujuan
Adapun tujuan dari

praktikum mengenai anestesi dan pembedahan


adalah untuk melihat dan mengetahui seks primer jantan (testis) dan betina
(ovarium) pada ikan Nila Oreochromis niloticus melalui teknik pembiusan dan
pembedahan
Kegunaan
Adapun kegunaan dari praktikum ini adalah agar dapat mengetahui teknik
atau cara melakukan pembiusan dan pembedahan pada ikan dan dapat melihat
seks primer jantan dan betina pada ikan.

II TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi
Adapun klasifikasi Ikan nila Oreochromis niloticus, yaitu :
Kingdom

: Animalia

Phylum

: Chordata


Subphylum

: Vertebrata

Class

: Osteichthyes

Subclass

: Actinopterygii

Order

: Perciformes

Suborder

: Labroidei


Family

: Cichlidae

Genus

: Oreochromis

Specific name

: niloticus

Scientific name

:Oreochromis niloticus (www.zipcodezoo.com)

Gambar 1. Ikan Nila Oreochromis niloticus
Morfologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Berdasarkan morfologinya, ikan Nila umumnya memiliki bentuk tubuh
panjang dan ramping, dengan sisik berukuran besar. Matanya besar, menonjol,

dan bagian tepinya berwarna putih. Gurat sisi (linea literalis) terputus dibagian
tengah badan kemudian berlanjut, tetapi letaknya lebih ke bawah dari pada letak

garis yang memanjang di atas sirip dada. Sirip punggung, sirip perut, dan sirip
dubur mempunyai jari-jari keras dan tajam seperti duri. Sirip punggungnya
berwarna hitam dan sirip dadanya juga tampak hitam. Bagian pinggir sirip
punggung berwarna abu-abu atau hitam. Ikan Nila memiliki lima sirip, yaitu sirip
punggung (dorsal fin), sirip dada (pectoral fin), sirip perut (venteral fin), sirip anus
(anal fin), dan sirip ekor (caudal fin). Sirip punggung memanjang, dari bagian
atas tutup insang hingga bagian atas sirip ekor. Ada sepasang sirip dada dan
sirip perut yang berukuran kecil. Sirip anus hanya satu buah dan berbentuk agak
panjang. Sementara itu, sirip ekornya berbentuk berbentuk bulat dan hanya
berjumlah satu buah (Amri & Khairuman, 2002: 17-18).
Berdasarkan alat kelaminnya, ikan Nila jantan memiliki ukuran sisik yang
lebih besar daripada ikan Nila betina. Alat kelamin ikan Nila jantan berupa
tonjolan agak runcing yang berfungsi sebagai muara urin dan saluran sperma
yang terletak di depan anus. Jika diurut, perut ikan Nila jantan akan
mengeluarkan cairan bening (cairan sperma) terutama pada saat musim
pemijahan. Sementara itu, ikan Nila betina mempunyai lubang genital terpisah
dengan lubang saluran urin yang terletak di depan

anus. Bentuk hidung dan rahang belakang ikan Nila jantan melebar dan agak
lancip dan berwarna kuning terang. Sirip punggung dan sirip ekor ikan Nila jantan
berupa garis putus-putus. Sementara itu, pada ikan Nila betina, garisnya
berlanjut (tidak putus) dan melingkar (Amri & Khairuman, 2002: 19
Syarat Hidup Ikan Nila
Ikan Nila memiliki toleransi yang tinggi terhadap lingkungan hidupnya
sehingga dapat dipelihara di dataran rendah yang berair payau hingga dataran
tinggi yang berair tawar. Habitat hidup ikan Nila cukup beragam, dari sungai,
danau, waduk, rawa, sawah, kolam, hingga tambak. Ikan Nila dapat tumbuh
secara normal pada kisaran suhu 14-38oC dan dapat memijah secara alami pada

suhu 22-37oC. Untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan, suhu optimum bagi
ikan Nila adalah 25-30oC. Pertumbuhan ikan Nila biasanya terganggu jika suhu
habitatnya lebih rendah dari 14oC atau pada suhu tinggi 38oC.
Ikan Nila akan mengalami kematian pada suhu 6oC atau 42oC (Amri &
Khairuman, 2002: 20). Ikan Nila memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan
lingkungan hidup. Keadaan pH air antara 5 – 11 dapat ditoleransi oleh ikan Nila,
tetapi pH optimal untuk perkembangan dan pertumbuhan ikan ini adalah 7 – 8.
ikan Nila masih dapat tumbuh dalam keadaan air asin pada kadar salinitas 0 – 35
permil. Oleh karena itu, ikan Nila dapat dibudidayakan di perairan payau, tambak,

dan perairan laut, terutama untuk tujuan usaha pembesaran (Rukmana, 1997:
24).
Siklus hidup
Secara alami, ikan Nila bisa berpijah sepanjang tahun di daerah tropis.
Frekuensi pemijahan yang terbanyak terjadi pada musim hujan. Di alamnya, ikan
nila bisa berpijah 6-7 kali dalam setahun. Berarti, rata-rata setiap dua bulan
sekali, ikan Nila akan berkembang biak. Ikan ini mencapai stadium dewasa pada
umur 4-5 bulan dengan bobot sekitar 250 gram. Masa pemijahan produktif
adalah ketika induk berumur 1,5-2 tahun dengan bobot di atas 500 gram/ekor.
Seekor ikan Nila betina dengan berat sekitar 800 gram menghasilkan larva
sebanyak 1.200 – 1.500 ekor pada setiap pemijahan. Sebelum memijah, ikan
Nila jantan selalu membuat sarang berupa lekukan berbentuk bulat di dasar
perairan. Diameter lekukan setara dengan ukuran ikan Nila jantan. Sarang itu
merupakan daerah teritorial ikan Nila jantan. Ketika masa birahi, ikan Nila jantan
kelihatan tegar dengan warna cerah dan secara agresif mempertahankan daerah
terotorialnya tersebut. Sarang tersebut berfungsi sebagai tempat pemijahan dan
pembuahan telur.

Proses pemijahan ikan Nila berlangsung sangat cepat. Telur ikan Nila
berdiameter kurang lebih 2,8 mm, berwarna abu-abu, kadang-kadang berwarna

kuning, tidak lengket, dan tenggelam di dasar perairan. Telur telur yang telah
dibuahi dierami di dalam mulut induk betina kemudian menetas setelah 4-5 hari.
Telur yang sudah menetas disebut larva. Panjang larva 4-5 mm. Larva yang
sudah menetas diasuh oleh induk betina hingga mencapai umur 11 hari dan
berukuran 8 mm. Larva yang sudah tidak diasuh oleh induknya akan berenang
secara bergerombol di bagian perairan yang dangkal atau di pinggir kolam (Amri
& Khairuman, 2002: 20-21).
Telur ikan Nila bulat dengan warna kekuningan. Sekali memijah dapat
mengeluarkan telur sebanyak 300-1.500 butir tergantung ukuran induk betina.
Ikan Nila mulai berpijah pada bobot 100-150 gram, tetapi produksi telurnya masih
sedikit. Induk yang paling produktif bobotnya antara 500-600 gram (Suyanto,
1993: 12) Ikan Nila tergolong ikan pemakan segala atau omnivora, karena itulah,
ikan ini sangat mudah dibudidayakan. Ketika masih benih, makanan yang disukai
ikan Nila adalah zooplankton (plankton hewani), seperti Rotifera sp, Monia sp
atau Daphnia sp. Selain itu, juga memakan alga atau lumut yang menempel pada
benda-benda di habitat hidupnya. Ikan Nila dewasa ataupun induk pada
umumnya mencari makanan di tempat yang dalam. Jenis makanan yang disukai
ikan dewasa adalah fitoplankton, seperti algae berfilamen, tumbuh-tumbuhan air,
dan ooganisme renik yang melayang-layang dalam air (Rukmana, 1997: 24)


III. METODOLOGI PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum Fisiologi Biota Air mengenai Anestesi dan Pembedahan
dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 04 Maret 2014 pukul 13.20 sampai 15.20
WITA, bertempat di Laboratorium Fisilogi Biota Air, Jurusan Perikanan, Fakultas
Ilmu Kelautan Dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Alat dan Bahan
Tabel 1. Alat yang digunakan beserta fungsinya:
No Alat
Fungsi
1
Baskom
untuk mengisi air
2
Papan preparat
untuk meletakkan ikan
3
Gunting bedah
untuk membedah ikan
4 Pinset
untuk membantu dalam pembedahan
5
Akuarium
untuk wadah setelah ikan di bius
6
Aerator
untuk menyuplai oksigen bagi ikan
7
Pisau bedah
untuk membedah ikan
8
Lap kasar
untuk pengalas papan preparat
9
Stopwatch
untuk menghitung waktu
10 Scapel
untuk membantu melihat seks primer
11 Jarum bedah
untuk menjahit luka
Tabel 2. Bahan beserta fungsinya :
No Alat
1
Ikan Nila Oreochromis niloticus
2
Es batu
3
Benang cat gut
4
Alkohol 70%
5
Methylane blue
6
Air tawar
7
Tissue 1000 sheets

Fungsi
Untuk sampel dalm praktikum
Untuk membius ikan
Untuk menjahit ikan
Untuk mensterilkan alat
Untuk mensterilkan air
Untuk media pada ikan
Untuk membersihkan alat

Prosedur Kerja
1) Menyiapkan semua peralatan dan bahan yang akan digunakan
2) Mengambil baskom yang berisi air lalu masukkan es batu ke dalam baskom
3) Memasukkan ikan ke dalam baskom dan menhitung waktu pingsan
4) Setelah ikan pinsan, letakkan ikan diatas papan preparat yang telah dialasi lap
kasar

5) Menyeterilkan semua peralatan yang akan digunakan menggunakan alcohol
70%
6) Pembadahan mulai dilakukan menggunakan pisau bedah dan hitung lamanya
pembedahan menggunakan stopwatch
7) Pembedahan dilakukan dengan teknik menghitung sisik ke tiga diatas sirp
perut dan dari bagian tersebut mulai dibedah hingga ke atas sirip dubur
8) Setelah ikan dibedah, kita melihat seks primer ikan dengan bantuan scapel,
lalu dimulailah penjahitan ikan.
9) Penjahitan ikan dilakukan dengan menggunakan jarum bedah dan benang cat
gut, penjahitan dilakukan dengan hati-hati agar organ dalam ikan tidak rusak
10) Setelah penjahitan luka selesai, ikan dimasukkan ke dalam akuarium yang
telah diberikan metylane blue untuk menyeterilkan air dan catat waktu yang
diperlukan agar pembiusan pada ikan hilang

IV. Hasil dan Pembahasan
Hasil
Tabel 3. Hasil pengamatan yang diperoleh yaitu:
No.
1.
2.
3.
4.

Jenis perlakuan
Waktu pingsan
Rentang waktu pingsan
Waktu pembedahan
Waktu pulih

Ikan jantan
8 menit 23 detik
14 menit 36 detik
17 menit 27 detik
33 menit 18 detik

Waktu
Ikan betina
3 menit 54 detik
12 menit 15 detik
19 menit 19 detik
33 menit 53 detik

Pembahasan
 Waktu pingsan
Waktu pingsan yaitu lamanya waktu yang digunakan oleh ikan saat mulai
dimasukkan dalam es batu sampai tidak sadarkan diri.Untuk menghitung
waktu saat ikan mulai pingsan dilakukan dengan cara memasukkan ikan
pada wadah dan diberi dengan es batu sebanyak enam bungkus untuk
melakukan pembiusan. Pada percobaan ini, saat melakukan pembiusan
waktu yang digunakan oleh ikan untuk mulai pingsan yaitu pada ikan jantan
adalah 1.31.66.s sedangkan pada ikan betina adalah 1.40.66 s. Pembiusan
dilakukan pada suhu yang rendah yaitu dengan menggunakan es batu.
Bahan anestetik dapat berupa bahan kimia sintetik atau bahan alami.
Bahan kimia yang biasa digunakan dalam anestetik diantaranya ms-222,
benzocaine, metomidate, phenoxy ethanol, quinaldine, chinaldine yang
merupakan cairan toksik. Penggunaan bahan kimia sebagai bahan anestetik
dapat meninggalkan residu yang berbahaya bagi ikan, manusia dan
lingkungan. Sedangkan bahan anestetik alami yang biasa digunakan
misalnya es batu dan minyak cengkeh, dan pada percobaan ini bahan
anestetik yang digunakan adalah bahan anestetik alami yaitu dengan
menggunakan es batu (Yayu saskia et. Al :84).

Menurut ( Setiabudi. Et.al 1995 dalam Sari dan sukmiwati.2007). yaitu
untuk menekan aktivitas metabolisme agar kebutuhan oksigen maupun
menekan sekecil mungkin aktivitas metabolismenya, salah satu cara yang
dapat dilakukan dengan mengendalikan kondisi optimal ikan dengan
menggunakan suhu yang rendah yang dapat dilakukan dengan cara bertahap
maupun secara langsung. Cara umum yang dilakukan untuk menekan
aktivitas metabolisme adalah dengan pendinginan dengan penambahan es
batu dalam media ikan sehingga dalam percobaan ini es batu digunakan
sebagai bahan dalam melakukan pembiusan.
 Waktu rentang pingsan
Waktu rentang pingsan yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan ikan
mulai saat pingsan hingga pulih kembali. Pada percobaan ini, waktu rentang
pingsan yang dibutuhkan oleh ikan jantan adalah 14 menit 36 detik
sedangkan pada ikan betina waktu yang dibutuhkan adalah 12 menit 15
detik. Selama pingsan, proses fisiologis tetap terjadi dalam tubuh ikan. Pada
saat ini biasanya ikan akan menyekresikan kortisol dan epinephrine, dan
selanjutnya peningkatan glukosa dan gangguan osmoregulasi sebagai
indikator stress. Glukosa diproduksi dari proses glikogenolisis di hati sebagai
upaya pemenuhan kebutuhan energi selama stres. Sebagai steroid hormon,
kortisol

diproduksi

untuk

berbagai

aktivitas

biologis,

termasuk

glukoneogenesis dan peningkatan ketahanan tubuh (Davis dan Griffin, 2004
dalam H. Yanto. 2012).
 Waktu pembedahan
Waktu pemebedahan adalah lamanya waktu yang dibutuhkan saat
mulai membedah tubuh ikan hingga selesai melakukan penjahitan. Untuk
menghitung waktu pembedahan atau lamanya pembedahan yang dilakukan,

dimulai saat ikan mulai pingsan, dibedah sampai dengan selesai melakukan
penjahitan pada bagian tubuh ikan yang luka dengan teknik menghitung sisik
ketiga diatas sirip perut, kemudian dari arah tersebut ikan dibedah hingga di
bagian atas sirip duburnya. Hasil percobaan yang didapatkan saat melakukan
pembedahan yaitu waktu yang dibutuhkan selama pembedahan untuk ikan
nila jantan adalah 5.22.37 s sedangkan untuk ikan nila betina waktu yang
dibutuhkan adalah 6.32.15 s. Pada saat melakukan pembedahan, dapat
diamati ciri seks primer pada ikan. Lagler et al. (1962)dalam (Haryono, 2006)
menyatakan bahwa ikan mempunyai penampakan yang berbeda antara
jantan dan betina, yang meliputi ciri primer antara ovarium dan testis maupun
ciri sekunder. Pada ciri kelamin sekunder (dimorfisme jenis kelamin) berguna
untuk membedakan jenis kelamin jantan dan betina secara morfologis tanpa
harus melakukan pembedahan terhadap organ reproduksinya.
 Waktu pulih
Waktu pulih yaitu lamanya waktu yang digunakan oleh ikan pulih dari
perlakuan pembiusan dan pembedahan. Untuk waktu pemulihan, ikan yang
telah dibedah dimasukkan didalam akuarium yang telah diberi methylane
blue untuk mensterilkan air untuk dilakukan perhitungan waktu yang
dibutuhkan masing- masing ikan untuk sadar atau pulih. Pada ikan nila jantan
waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan adalah 1.40.08 sedangkan pada
ikan nila betina waktu yang dibutuhkan adalah 1.20.12 s. Setelah pulih, ikan
tersebut dipuasakan selama 2 hari.
Menurut (Irvina et al. 2010 )saat pemulihan pada ikan terjadi, laju
metabolisme tinggi (karena suhu lingkungan yang tinggi pada siang hari),
maka produksi CO2 juga akan semakin tinggi. Hal ini membuat pH air
semakin asam dan dapat mengakibatkan ionisasi dari molekul amonia yang

dihasilkan oleh ikan. Molekul amonia yang terionisasi dapat menjadi toksik
bagi ikan nila dan dapat mengakibatkan kematian.
Menurut Pickering (1981) dalam H.Arfah dan E.supriyono (2002) pada
proses pemingsanan ikan, produksi urin akan meningkat dan setelah 2 jam
penyembuhan dan pada saat ini ikan bergerak sangat aktif. Kondisi inilah
yang pada akhirnya diduga dapat meningkatkan kandungan CO2 dalam
media.

V. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum yang telah dilaksanakan yaitu:
1. Anestesi merupakan suatu tindakan yang dapat dilakukan untuk
menghilangkan rasa sakit saat melakukan pembedahan.
2. Pembedahan merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk mengobati
luka melalui teknik operasi atau penjahitan.
3. Seks primer jantan dan betina dapat kita amati melalui teknik
pembedahan.
Saran
Untuk laboratorium
Sebaiknya penataan alat- alat laboratorium ditata sedemikian rupa agar
terlihat rapi untuk memudahkan jalannya praktikum.
Untuk Asisten
 Asiah Zahrah Zainuddin
Meskipun sudah sangat tegas menjadi asisten tapi jangan juga terlalu
galak kak.
 Junaedi
Sudah cukup baik dalam mendampingi praktikan selama praktikum
berlangsung.
 Utami Nachdatullah
Sebaiknya kakak lebih tegas lagi.

DAFTAR PUSTAKA
Yayu Saskia et al. Toksisitas dan Kemampuan Anastetik Minyak Cengkeh
(Sygnium aromaticum) terhadap benih ikan pelangi merah
(Glossolepis incisus). Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya
Perairan.
H. Yanto. 2012. Kinerja MS-222 dan Kepadatan Ikan Botia (Botia macracanthus)
yang Berbeda Selama Transportasi. Jurnal Penelitian Perikanan 1(1)
(2012) 43-51, online at www.jpp.ub.ac.id.
Adriyanto et al, 2009. Potensi Penggunaan Acepromazine Sebagai Sediaan
Transquilizer Pada Transportasi Ikan Patin. Berkala Perikanan Terubuk,
Februari 2010, hlm 62-70 Vol 38 No.1 ISSN 0126-6265.
Soni, ahmad. 2009. Pengamatan Anatomi Eksternal dan Internal Pisces.
http:// pdf.com. diakses pada tanggal 12 Maret 2014 pukul 22.00
WITA.
Haryono. 2006. aspek biologi ikan tambra (tor tambroides blkr.) yang eksotik dan
langka sebagai dasar domestikasi. Biodiversitas ISSN: 1412-033X
Volume 7, Nomor 2 April 2006 Halaman: 195-198.
Albani, Radi I, dkk. 2008. Laporan Akhir Program Kreativitas Mahasiswa Bidang
Penelitian. Teknik Anestesi Ikan Menggunakan Arus Listrik. Institut
Pertanian Bogor : Bogor.
H. Arfah dan E. Supriyono. 2002. Penggunaan ms–222 pada pengangkutan
benih ikan patin (pangasius sutchi). Jurnal Akuakultur Indonesia, 1(3)
119:122 (2012). http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id.
Mery Sukmiwati dan N. Ira Sari. 2007. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Biji Karet
(Havea brancilliensis Muel. ARG) Sebagai Pembius dan Aktivitas
Kelulusan Hidup Ikan Mas (Cyprinus carpio, L) Selama Transportasi.
Klasifikasi Ikan Nila Oreochromis niloticus. www.Zipcodezoo.com. Diakses pada
tanggal 12 Maret 2014 pukul 22.30. WITA.
Nurdiyanto dan Santoso, 2006. Model Distribusi Monogenea Pada Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) di Daerah Istimewa Yogyakarta. J. Sain Vet Vol.
24. No.2 th. 2006.