BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam Peningkatan Prestasi Belajar Siswa di SMP NU 10 Ringinarum Kecamatan Ringinarum Kabupaten Kendal
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Evaluasi Program
Evaluasi merupakan suatu proses perencanaan,
pemerolehan,
serta
menyediakan
informasi
dalam
memberikan alternatif penyelesaian keputusan yang
tepat. Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh Arikunto,
(2007:290) Evaluasi Program adalah suatu rangkaian
kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat
tingkat keberhasilan program. Dari pengertian tersebut,
dapat ditafsirkan bahwa evaluasi adalah kegiatan
menilai suatu proses perkembangan yang telah di capai
anak didik setelah mengalami proses pendidikan dalam
waktu tertentu.
Untuk
manajemen
mengukur
berbasis
kualitas
sekolah
dari
dalam
program
peningkatan
prestasi belajar siswa di SMP NU 10 Ringinarum yang
sudah berjalan dilakukan proses evaluasi yang melihat
suatu proses berdasarkan teori sistem adalah model
evaluasi dari Stufflebeam dan Guba yang meliputi
context, input, process and product (CIPP). Melalui
metode ini akan diketahui, mana yang berjalan, mana
yang tidak berjalan atau mana yang gagal, dan apa
yang harus dirubah dan apa yang bisa dipertahankan
Kaufman&Thomas (1980:4).
Dari keempat aspek Model Evaluasi CIPP (context,
input, process and output) dapat diuraian sebagai
berikut:
11
12
1) Contect Evaluation
Contect Evaluation (evaluasi konteks) dapat
diartikan
sebagai
kebutuhan
yang
upaya
belum
menggambarkan
terpenuhi
sehingga
mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi yang
dilakukan
dalam
bersangkutan.
suatu
Penilaian
dari
program
yang
dimensi
konteks
evaluasi ini seperti kebijakan atau unit kerja terkait,
sasaran yang ingin dicapai unit kerja dalam waktu
tertentu, masalah ketenagaan yang dihadapi dalam
unit kerja terkait dan sebagainya.
Stufflebeam (dalam Hamid Hasan, 1983:128)
menyebutkan, tujuan evaluasi konteks yang utama
adalah untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan
yang
dimiliki
evaluan.
Dengan
mengetahui
kekuatan dan kelemahan ini, evaluator akan dapat
memberikan
arah
perbaikan
yang
diperlukan.
Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin menjelaskan
bahwa,
evaluasi
konteks
adalah
dan
merinci
menggambarkan
upaya
untuk
lingkungan
kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan
sampel yang dilayani, dan tujuan proyek konteks
evaluasi ini membantu merencanakan keputusan,
menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh
program,
Evaluasi
dan
merumuskan
konteks
menggambarkan
adalah
dan
tujuan
upaya
merinci
program.
untuk
lingkungan,
kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan
sampel yang dilayani, dan tujuan proyek.
13
2) Input Evaluation
Input Evaluation pada dasarnya mempunyai
tujuan untuk mengaitkan tujuan, konteks, input,
dan proses dengan hasil program. Evaluasi ini juga
untuk menentukan kesesuaian lingkungan dalam
membantu pencapaian tujuan dan objektif program.
Menurut Eko Putro Widyoko, evaluasi masukan
(Input
Evaluation)
ini
ialah
untuk
membantu
mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber
yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana
dan
strategi
untuk
mencapai
tujuan,
dan
bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya.
Evaluasi ini menolong mengatur keputusan,
menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif
apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk
mencapai kebutuhan, bagaimana prosedur kerja
untuk mencapainya.
3) Process Evaluation
Process evaluation ini ialah merupakan model
CIPP yang diarahkan untuk mengetahui seberapa
jauh kegiatan yang dilaksanakan, apakah program
terlaksana sesuai dengan rencana atau tidak.
Evaluasi proses juga digunakan untuk mendeteksi
atau
memprediksi
rancangan
implementasi,
rancangan
implementasi
menyediakan
prosedur
atau
selama
tahap
informasi
untuk
keputusan program dan sebagai rekaman atau arsip
prosedur yang telah terjadi.
4) Product Evaluation
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
bahwa evaluasi produk ialah untuk melayani daur
14
ulang
suatu
evaluasi
keputusan
produk
pimpinan
dalam
diharapkan
proyek
dalam
program.
dapat
Dari
membantu
mengambil
suatu
keputusan terkait program yang sedang terlaksana,
apakah program tersebut dilanjutkan, berakhir,
ataukah ada keputusan lainnya.
Keputusan ini juga dapat membantu untuk
membuat keputusan selanjutnya, baik mengenai
hasil
yang
telah
dicapai
maupun
apa
yang
dilakukan setelah program itu berjalan. Evaluasi
produk diarahkan pada hal-hal yang menunjukkan
perubahan yang terjadi pada masukan mentah.
Secara garis besar evaluasi model CIPP mencakup
empat macam keputusan yang sangat dominan yaitu:
1) Perencanaan
keputusan
yang
mempengaruhi
pemilihan tujuan umum dan tujuan khusus
2) Keputusan pembentukan atau structuring
3) Keputusan implementasi
4) Keputusan
yang
telah
disusun
ulang
yang
menentukan suatu program perlu diteruskan,
diteruskan
dengan
modifikasi,
dan
atau
diberhentikan secara total atas dasar kriteria yang
ada
Adapun Tujuan dan fungsi Evaluasi CIPP sebagai
berikut:
1) Tujuan evaluasi program model CIPP adalah untuk
keperluan
pertimbangan
sebuah keputusan/kebijakan.
dalam
pengambilan
15
2) Fungsi dari evaluasi model CIPP adalah sebagai
berikut:
a. Membantu
penanggung
jawab
program
tersebut (pembuat kebijakan) dalam mengambil
keputusan apakah meneruskan, modifikasi,
atau menghentikan program.
b. Apabila tujuan yang ditetapkan program telah
mencapai keberhasilannya, maka ukuran yang
digunakan tergantung pada kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Langkah-langkah Pelaksanaan Evaluasi CIPP
1) Menetapkan keputusan yang akan diambil
2) Menetapkan jenis data yang diperlukan
3) Pengumpulan data
4) Menetapkan kriteria mengenai kualitas
5) Menganalisis
dan
menginterpretasi
data
berdasarkan kriteria
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa evaluasi merupakan sebuah kegiatan yang
sistematis dengan melalui proses yang terukur dan
terarah dalam mencapai hasil dengan waktu yang
ditentukan.
2.2 Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen Berbasis Sekolah merupakan salah
satu program yang dikembangkan oleh pemerintah
dalam paradigma meningkatkan mutu pendidikan di
tingkat Sekolah Dasar ataupun Menengah. Adapun
Pengertian
Manajemen
Berbasis
Sekolah
menurut
16
Dirjen
Dikdasmen
Sekolah
(2001:2)
merupakan
Manajemen
bentuk
alternatif
Berbasis
pengelolaan
sekolah dalam rangka desentralisasi pendidikan, yang
ditandai adanya kewenangan pengambilan keputusan
yang
lebih
luas
ditingkat
sekolah,
partisipasi
masyarakat yang relatif tinggi, dalam rangka Kebijakan
Pendidikan
Nasional.
Manajemen
Berbasis
(2002:24)
adalah
pengertian
Sekolah
menurut
Mulyasa
Manajemen
Berbasis
Sekolah
merupakan
paradigma
memberikan
otonomi
(pelibatan
Sedangkan
masyarakat)
baru
luas
pendidikan,
pada
dalam
tingkat
kerangka
yang
sekolah
kebijakan
pendidikan nasional.
Ciri-ciri Manajemen Berbasis Sekolah menurut
Nurkolis (2002:2) sebagai berikut: 1) Adanya otonomi
yang kuat pada tingkat sekolah. 2) Adanya peran serta
aktif
masyarakat
dalam
pendidikan.
3)
Proses
pengambilan keputusan yang demokratis, berkeadilan,
menjunjung
tinggi
akuntabilitas
dan
transparansi
dalam setiap kegiatan pendidikan. 4) Menggerakkan
sumber daya yang ada secara efektif. 5) Memahami
peran dan tanggung jawab yang sungguh-sungguh. 6)
Mendapat dukungan birokrasi/instansi atasannya. 7)
Meningkatkan kinerja sekolah untuk mencapai tujuan.
8) Diawali dengan sosialisasi konsep-konsep MBS,
pelatihan-pelatihan MBS, implementasi pada proses
pembelajaran, evaluasi atas pelaksanaan di lapangan
dan dilakukan perbaikan-perbaikan.
Menurut Mulyasa (2002:30) Manajemen Berbasis
Sekolah
dapat
dikembangkan
menjadi
4
bidang
perspektif, yaitu a. bidang organisasi sekolah, b. proses
17
belajar mengajar, c. sumber daya manusia, dan d.
sumber daya serta administrasi. Secara terperinci
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Bidang organisasi sekolah
Dalam bidang ini yang dibahas berkaitan tentang:
- Menyediakan
manajemen
kepemimpinan
organisasi
transformasional
dalam
mencapai tujuan sekolah.
- Menyusun rencana sekolah dan merumuskan
kebijakan untuk sekolahnya sendiri.
- Mengelola kegiatan operasional sekolah.
- Menjamin
adanya
komunikasi
yang
efektif
antara sekolah dan masyarakat terkait (school
community).
- Menjamin
keterlibatannya
bertanggung
jawab
sekolah
(akuntabel
yang
kepada
masyarakat dan pemerintah).
b. Proses belajar mengajar
Dalam kaitannya proses belajar mengajar yang
dibahas tentang,
- Meningkatkan kualitas belajar siswa
- Mengembangkan kurikulum yang
tanggap
terhadap
kebutuhan
cocok dan
siswa
dan
masyarakat sekolah.
- Menyelenggarakan pengajaran yang efektif.
- Menyediakan
program
penngembangan
yang
diperlukan siswa.
- Program pengembangan yang diperlukan siswa.
c. Sumber daya manusia
Dalam bidang ini yang dikembangkan tentang
18
- Memberdayakan
staf
dan
menempatkan
personal yang dapat melayani keperluan semua
siswa.
- Memilih staf yang memiliki wawasan manajemen
berbasis sekolah.
- Menyediakan kegiatan untuk mengembangkan
profesi pada semua staf.
- Menjamin kesejahteraan staf dan siswa.
d. Sumber daya serta adminitrasi
Dalam kegiatan ini yang dikembangkan tentang
- Mengindentifikasi sumber daya yang diperlukan
dan
mengalokasikan
sumber
daya
tersebut
sesuai dengan kebutuhan.
- Mengelola dana sekolah.
- Menyediakan dukungan administratif.
- Mengelola dan memelihara gedung dan sarana
lainnya.
Dari beberapa penjabaran di atas, dapat ditarik
kesimpulan mengenai pengertihan Manajemen Berbasis
Sekolah sebagai berikut; Manajemen Berbasis Sekolah
merupakan,
proses
wujud
kegiatan
suatu
penyelenggaraan
pendidikan
yang
dalam
memberikan
kewenangan secara utuh/maksimal serta keleluasaan
terhadap pihak sekolah.
Agar merancang atau menyusun melaksanakan
program kegiatan pendidikan di sekolah yang sesuai
dengan
kemanfaatan
serta
kebutuhannya
dalam
memberdayakan elemen-elemen yang sudah ada serta
mewujudkan sikap
partisipasi masyarakat sekitar,
sehingga akan memperlihatkan atau mencerminkan
adanya
wujud
peningkatan
dalam
pelayanan
19
pelaksanaan kegiatan pendidikan secara konperhensif,
akurat,
transparan,
dan
kemandirian
secara
kenyataan untuk menegaskan tujuan pendidikan yang
lebih efektif dan efesien serta memperhatikan tujuan
Pendidikan Nasional.
2.3 Karakteristik
Manajemen
Berbasis
Sekolah
Manajemen
berbasis
sekolah
memiliki
karakteristik yang perlu dipahami oleh sekolah yang
akan menerapkannya. Sekolah yang ingin berhasil
dalam menerapkan manajemen berbasis sekolah harus
memiliki
karakteristik.
Peningkatan
Mutu
dikemukakan
Dalam
Berbasis
karakteristik
buku
Manajemen
Sekolah
(2002:11)
manajemen
berbasis
sekolah:
a. Output yang Diharapkan
Output
adalah
kinerja
sekolah,
yaitu
prestasi
sekolah yang dihasilkan dari proses sekolah. Kinerja
sekolah diukur dari kualitasnya, efektivitasnya,
produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, kualitas
kehidupan kerja dan moral kerjanya.
b. Proses
1) Efektivitas Proses Belajar Mengajar yang Tinggi.
Sekolah
memiliki
efektivitas
proses
belajar
mengajar tinggi, hal ini ditunjukkan pada prose
belajar
mengajar
yang
menekankan
pemberdayaan peserta didik.
pada
20
2) Kepemimpinan
Kepala
Sekolah
yang
Kuat.
Kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam
mengkoordinasikan,
menggerakkan
dan
menyerasikan semua sumber daya pendidikan
yang tersedia.
3) Lingkungan Sekolah yang Aman dan Tertib.
Sekolah memiliki lingkungan yang aman, tertib
dan nyaman sehingga proses belajar mengajar
dapat berlangsung dengan efektif.
4) Pengelolaan Tenaga Kependidikan yang Efektif.
Guru merupakan jiwa dari sekolah. Pengelolaan
tenaga
kependidikan
kebutuhan,
evaluasi
mulai
perencanaan,
kerja,
hingga
dari
analisis
pengembangan,
dari
imbalan
jasa
merupakan peran penting bagi kepala sekolah,
terlebih
pada
pengembangan
tenaga
kependidikan.
5) Sekolah Memiliki Budaya Mutu.
Budaya mutu tertanam di sanubari semua
warga sekolah, sehingga setiap perilaku selalu
didasari oleh profesionalisme.
6) Sekolah Memiliki “Team Work” yang Kompak,
Cerdas dan Dinamis Kebersamaan merupakan
karakteristik
pendidikan
yang
dituntut
merupakan
karena
hasil
kolektif
output
warga
sekolah.
7) Sekolah
Memiliki
Kewenangan/Kemandirian.
Sekolah memiliki memiliki kewenangan untuk
melakukan
yang
terbaik
bagi
sekolahnya,
sehingga dituntut untuk memiliki kemandirian
dan
kesanggupan
kerja
yang
tidak
selalu
21
menggantungkan pada atasan. Untuk menjadi
mandiri, sekolah harus memiliki sumber daya
yang cukup untuk menjalankan tugasnya.
8) Partisipasi Warga Sekolah dan Masyarakat.
Partisipasi
warga
sekolah
dan
masyarakat
merupakan bagian dari kehidupannya.
9) Sekolah Memiliki Keterbukaan (Transparansi)
Manajemen
Keterbukaan
ini
ditunjukkan
dalam
pengambilan keputusan, penggunaan uang dan
sebagainya yang selalu melibatkan pihak-pihak
terkait sebagai alat kontrol.
10) Sekolah Memiliki Kemampuan untuk Berubah.
Sekolah
setiap
melakukan
perubahan
diharapkan hasilnya lebih baik dari sebelumnya
terutama mutu peserta didik.
11) Sekolah Melakukan Evaluasi dan Perbaikan
Secara Berkelanjutan.
Fungsi evaluasi menjadi sangat penting dalam
rangka meningkatkan mutu peserta didik dan
mutu sekolah secara keseluruhan dan secara
terus-menerus.
12) Sekolah Responsif dan Antisipasif Terhadap
Kebutuhan.
Sekolah
selalu
membaca
lingkungan
dan
menanggapinya secara cepat dan tepat.
13) Sekolah Memiliki Komunikasi yang Baik.
Sekolah yang efektif memiliki komunikasi yang
baik antar warga sekolah dan antar sekolah
masyarakat.
22
14) Sekolah Memiliki Akuntabilitas.
Akuntabilitas
adalah
bentuk
pertanggung
jawaban yang harus dilakukan sekolah terhadap
keberhasilan program yang telah dilaksanakan.
15) Sekolah Memiliki Suistainabilitas.
Sekolah
yang
efektif
untuk
menjaga
memiliki
kemampuan
kelangsungan
hidupnya
(suistainabilitas) tinggi karena di sekolah terjadi
proses akumulasi peningkatan mutu sumber
dana, pemilikan aset sekolah yang mampu
menggerakkan income generating activities dan
dukungan yang tinggi dari masyarakat terhadap
eksistensi sekolah.
c. Input Pendidikan
1) Memiliki Kebijakan Mutu.
Sekolah
menyatakan
dengan
jelas
tentang
keseluruhan maksud dan tujuan sekolah yang
berkaitan
tersebut
dengan
mutu.
dinyatakan
oleh
Kebijakan
pimpinan
mutu
sekolah
yaitu kepala sekolah. Kebijakan mutu tersebut
disosialisasikan kepada semua warga sekolah.
2) Sumber Daya Tersedia Lengkap.
Sumber daya yang memadai akan menghasilkan
pencapaian
sasaran
sekolah
seperti
yang
diharapkan.
3) Staf yang Kompeten dan Berdedikasi Tinggi.
Sekolah yang efektif memiliki staf yang mampu
dan berdedikasi tinggi terhadap sekolah.
23
4) Memiliki Harapan Prestasi yang Tinggi.
Sekolah memiliki dorongan dan harapan yang
tinggi untuk meningkatkan prestasi peserta
didik dan sekolahnya.
5) Fokus pada Pelanggan.
Pelanggan dalam hal ini adalah siswa harus
menjadi fokus semua kegiatan sekolah.
Sesuai dengan pemaparan di atas maka dapat
disimpulkan bahwa sekolah akan memiliki mutu
pendidikan yang berkualitas dan berkarakter jika
semua komponen pelaku atau penggerak proses
pendidikan memiliki efektivitas yang kuat dan tinggi
serta
memiliki
responsif
yang
kuat
terhadap
perubahan yang terjadi di lingkungan sekolah
tersebut.
2.4 Tahap-tahap
Pelaksanaan
Manajemen
Berbasis Sekolah
Dalam
buku
Manajemen
Peningkatan
Mutu
Berbasis Sekolah (2002:29) tahap-tahap yang harus
dilakukan dalam pelaksanaan manajemen berbasis
sekolah adalah sebagai berikut:
a. Melakukan Sosialisasi
Sekolah merupakan sistem yang terdiri dari unsurunsur, semua unsur sekolah harus memahami
konsep
manajemen
berbasis
sekolah.
Langkah
pertama yang harus dilakukan oleh sekolah adalah
mensosialisasikan konsep tersebut kepada setiap
unsur sekolah mulai guru, siswa, wakil kepala
sekolah,
guru
BK,
karyawan,
orangtua
siswa,
24
pengawas, pejabat dinas pendidikan kabupaten
atau propinsi dan sebagainya. Bentuk sosialisasi
melalui berbagai mekanisme, misalnya seminar,
diskusi dan sebagainya.
b. Mengidentifikasi Tantangan Nyata Sekolah
Sekolah melakukan analisi output sekolah yang
hasilnya berupa identifikasi tantangan nyata yang
dihadapi oleh sekolah.
c. Merumuskan
Visi,
Misi,
Tujuan
dan
Sasaran
Sekolah (Tujuan Situasional Sekolah)
Sekolah yang melaksanakan manajemen berbasis
sekolah harus memiliki rencana pengembangan
sekolah yang pada umumnya berupa perumusan
visi, misi,tujuan dan strategi pelaksanaannya.
d. Mengidentifikasi
Fungsi-fungsi
yang
Diperlukan
untuk Mencapai Sasaran
Fungsi-fungsi ini antara lain fungsi proses belajar
mengajar beserta fungsi-fungsi pendukungnya yaitu
fungsi
pengembangan
ketenagaan,
fungsi
kurikulum,
keuangan,
fungsi
fungsi
layanan
kesiswaan, fungsi pengembangan fasilitas, fungsi
perencanan dan evaluasi, dan fungsi hubungan
sekolah dan masyarakat.
e. Melakukan Analisis SWOT (Strength, Weakness,
Opportunity, and Threat)
Artinya tingkat kesiapan harus memadai, minimal
memenuhi ukuran kesiapan yang diperlukan untuk
memenuhi
ukuran
kesiapan
yang
dinyatakan
sebagai kekuatan (strength), peluang (opportunity),
kelemahan (weakness) dan ancaman (threat).
25
f.
Alternatif Langkah Pemecahan Persoalan.
Memilih
langkah
pemecahan
persoalan
yakni
tindakan yang diperlukan untuk mengubah fungsi
yang tidak siap menjadi fungsi yang siap.
g. Menyusun
Rencana
dan
Program
Peningkatan
Mutu.
Sekolah bersama-sama dengan semua unsurnya
membuat
perencanaan
beserta
program
untuk
merealisasikan rencana tersebut.
h. Melaksanakan Rencana Peningkatan Mutu.
Sekolah
bersama
warga
sekolah
hendaknya
mengambil langkah proaktif untuk mewujudkan
sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.
i.
Melakukan Evaluasi Pelaksanaan.
Sekolah perlu mengadakan evaluasi pelaksanaan
untuk mengetahui tingkat keberhasilan program.
j.
Merumuskan Sasaran Mutu.
Hasil evaluasi berguna untuk dijadikan sebagai alat
bagi perbaikan kinerja program yang akan datang.
Hasil evaluasi juga merupakan masukan bagi
sekolah dan orang tua peserta didik berguna untuk
merumuskan sasaran mutu baru untuk tahun yang
akan datang.
Dari uraian diatas dapat ditarik simpulan sebagai
berikut;
dalam
pelaksanaan
manajemen
berbasis
sekolah harus melalui tahap-tahap yang sistematis,
struktural
dan
berkesinambungan.
Sehingga
keberasilan dan kesuksesan akan diperoleh melalui
tahapan-tahapan ini.
26
2.5 Tugas
Kepala
Pelaksanaan
Sekolah
dalam
Manajemen
Berbasis
Sekolah
Manajemen berbasis sekolah yang menawarkan
keleluasaan pengelolaan sekolah memiliki potensi yang
besar dalam menciptakan kepala sekolah, guru dan
pengelola pendidikan yang profesional. Pelaksanaannya
juga
memerlukan
seperangkat
kewajiban,
disertai
dengan monitoring dan tuntutan pertanggung jawaban
yang relatif tinggi, untuk menjamin bahwa sekolah
selain
memiliki
otonomi
juga
memiliki
kewajiban
melaksanakan kebijakan pemerintah dan memenuhi
harapan masyarakat sekolah. Sekolah juga dituntut
mampu menampilkan pengelolaan sumber daya secara
transparan,
demokratis,
tanpa
monopoli,
dan
bertanggung jawab baik terhadap masyarakat maupun
pemerintah dalam rangka meningkatkan kapasitas
pelayanan terhadap peserta didik.
Kepala sekolah merupakan motor penggerak,
penentu
arah
kebijakan
sekolah
yang
akan
menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan
pendidikan direalisasikan. Kepala sekolah juga dituntut
untuk senantiasa meningkatkan efektivitas kinerja.
Kinerja kepemimpinan kepala sekolah dalam kaitannya
dengan manajemen berbasis sekolah adalah segala
upaya yang dilakukan dan hasil yang dicapai oleh
kepala
sekolah
dalam
melaksanakan
manajemen
berbasis sekolah di sekolahnya tersebut. Menurut
Mulyasa (2002: 126) kepemimpinan kepala sekolah
27
yang efektif dalam manajemen berbasis sekolah dapat
dilihat berdasarkan kriteria berikut:
a. Mampu
memberdayakan
guru-guru
untuk
melaksanakan proses pembelajaran dengan baik,
lancar dan produktif.
b. Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai
dengan waktu yang telah ditetapkan.
c. Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan
masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka
secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan
sekolah dan pendidikan.
d. Berhasil menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan
yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan
pegawai lain di sekolah.
e. Mampu bekerja dengan tim manajemen.
f.
Berhasil
mewujudkan
tujuan
sekolah
secara
produktif sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
2.6 Peran
Guru
dalam
Pelaksanaan
Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen berbasis sekolah memberi peluang
bagi kepala sekolah, guru, dan peserta didik untuk
melakukan
inovasi
dan
improvisasi
di
sekolah,
berkaitan dengan masalah kurikulum, pembelajaran,
manajerial dan lain sebagainya yang tumbuh dari
aktivitas,
kreativitas,
dan
profesionalisme
yang
dimiliki. Pemberian kebebasan yang lebih luas juga
memberikan kemungkinan kepada guru untuk dapat
menemukan jati dirinya dalam membina peserta didik
28
di lingkungan sekolah. Menurut Uzer Usman (1992:7)
peranan guru yang paling dominan adalah sebagai
berikut:
a. Guru sebagai Demonstrator
Guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau
materi
pelajaran
senantiasa
yang
akan
diajarkannya
mengembangkannya
dalam
dan
arti
meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang
dimilikinya karena hal ini akan dapat menentukan
hasil belajar yang dicapai siswa.
b. Guru sebagai Pengelola Kelas
Guru hendaknya mampu mengelola kelas, karena
kelas merupakan lingkungan belajar dan suatu
aspek
dari
lingkungan
sekolah
diorganisasi.
Pengawasan
terhadap
menentukan
sejauh
mana
yang
perlu
lingkungan
lingkungan
tersebut
menjadi lingkungan belajar yang kondusif.
c. Guru sebagai Mediator dan Fasilitator
Sebagai
mediator
guru
hendaknya
memiliki
pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang
media pendidikan karena media merupakan alat
komunikasi
guru
yang
berguna
untuk
lebih
mengefektifkan proses belajar mengajar.
d. Guru sebagai Evaluator
Penilaian perlu dilakukan karena dengan penilaian
guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian
tujuan,
penguasaan
siswa
terhadap
materi
pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan metode
mengajar.
Kesimpulan yang diperoleh dari uraian diatas
adalah guru memiliki peran yang sangat penting dalam
29
menentukan kuantitas dan kualitas pengajaran yang
dilaksanakannya.
memikirkan
dan
Oleh
sebab
membuat
itu,
guru
perencanaan
harus
secara
seksama dalam meningkatkan kesempatan belajar bagi
siswanya dan memperbaiki kualitas mengajarnya.
2.7 Implementasi
Manajemen
Berbasis
Sekolah
Dalam rangka mengimplementasikan manajemen
berbasis sekolah secara efektif dan efesien, guru harus
berkreasi dalam meningkatkan manajemen kelas. Guru
adalah teladan dan panutan
langsung para peserta
didik di kelas. Oleh karena itu, guru perlu siap dengan
segala kewajiban, baik manajemen maupun persiapan
isi
materi
pengajaran.
mengorganisasikan
kelasnya
Guru
juga
harus
dengan
baik.
Jadwal
pelajaran, pembagian tugas peserta didik, kebersihan,
keindahan dan ketertiban kelas, pengaturan tempat
duduk peserta didik, penempatan alat-alat dan lain-lain
harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Suasana kelas
yang
menyenangkan
dan
penuh
disiplin
sangat
diperlukan untuk mendorong semangat belajar peserta
didik. Kreativitas. Kreativitas dan daya cipta guru
untuk mengimplementasikan MBS perlu terus menerus
di dorong dan dikembangkan. Mulyasa. (2009:57).
Menurut Slameto. (2009::73) ada 6 prinsip umum
yang patut menjadi pijakan dalam melaksanakan
Manajemen Berbasis Sekolah, yaitu:
30
1. Memiliki
visi
ke
arah
pencapaian
mutu
pendidikan, khususnya mutu siswa dengan
jenjang masing-masing.
2. Berbijak
pada
“power
sharing”
(berbagi
kewenangan).
3. Adanya profesionalisme semua lini.
4. Melibatkan partisipasi masyarakat yang kuat.
5. Menuju kepada terbentuknya dewan sekolah.
6. Adanya transparansi dan akuntabilitas.
Dari
uraian
diatas
dapat
dipahami
bahwa
implementasi berbasis sekolah memerlukan aktifitas
semua komponen untuk aktif dan bertanggung jawab
sesuai dengan bidang yang telah diberikan agar tidak
ada kesenjangan dalam melakukan kegiatan belajar
mengajar.
2.8 Mutu Pendidikan
Mutu pendidikan merupakan kualitas yang dicapai
melalui suatu proses kegiatan belajar mengajar baik
intra maupun ekstra sekolah dengan menghasilkan
prestasi
dalam
jenjang
pendidikan
yang
telah
ditentukan atau ditargetkan oleh lembaga pendidikan
melalui hasil nilai yang dicapai. Ini sesuai yang
diungkapkan
oleh
Umiarsa
dan
Imam
Gojali,
(2010:125) Mutu pendidikan adalah derajat keunggulan
dalam pengelolaan pendidikan secara efektif dan efisien
untuk
melahirkan
keunggulan
akademis
dan
ekstrakulikuler pada peserta didik yang dinyatakan
lulus
untuk
satu
jenjang
pendidikan
atau
menyelesaikan program pembelajaran tertentu. Selain
31
itu juga dipaparkan oleh Dzaujak Ahmad (1996:8 dalam
Umiarso dan Imam Gojali 2010:124). Mengungkapkan
bahwa mutu pendidikan kemapuan sekolah dalam
pengelolaan secara operasional dan efisien terhadap
komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah,
sehingga
menghasilkan
komponen
tersebut
nilai
menurut
tambah
terhadap
norma/standar
yang
berlaku.
Dari pengertian di atas tersebut maka wujudkan
dimensi mutu pendidikan seperti yang diungkapkan
oleh M.N Nasution (dalam Umiarso dan Imam Gojali,
2010:130-131) sebagai berikut: 1) Kinerja. 2) Features.
3) Keandalan. 4) Konformitas. 5) Daya Tahan. 6)
kemampuan Pelayanan. 8) Kualitas yang dipersepsikan.
Dari perwujutan uraian di atas dapat diungkapkan
bahwa mutu pendidikan merupakan segala proses yang
dilakukan dengan sadar, secara pencapaian maksimal
di dalam kegiatan belajar formal ataupun non formal,
yang mampu memberikan perubahan yang positif pada
siswa dengan ukuran nilai melalui standaritas yang
ditentukan dalam lembaga pendidikan.
2.9 Proses Belajar Siswa
Proses belajar mengajar merupakan kegiatan yang
sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan.
Bahkan dapat pula dikatakan bahwa aktivitas ini
merupakan
kunci
dan
sentral
dari
proses
penyelenggaraan pendidikan secara keseluruhan dalam
konteks Program Manajemen Berbasis Sekolah proses
belajar
mengajar
didasarkan
pada
sebuah
model
32
pendekatan pembelajaran yang dikenal dengan nama
PAKEM atau Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan.
Menurut
Durori
(2002:xii)
metode
PAKEM dapat ditinjau dari 2 segi, yaitu segi siswa dan
segi guru.
1) Dari segi Guru
K = Aktif. Dalam hal ini guru aktif dalam:
-
memantau kegiatan belajar siswa
-
memberi umpan balik
-
memberi pertanyaan yang menantang
-
mempertanyakan gagasan siswa
K = Kreatif.
Hal ini guru dituntut untuk kreatif dalam:
-
mengembangkan kegiatan yang beragam
-
membantu alat bantu belajar sederhana
E = Efektif,
Yaitu guru harus mampu mencapai tujuan
pembelajaran.
M = Menyenangkan.
Dalam
hal
ini
guru
menciptakan
suasana
pembelajaran yang menyenangkan dan tidak
membuat anak takut salah, takut ditertawakan,
takut dianggap sepele.
2) Dari segi Siswa
A = Aktif. Dalam hal ini siswa aktif :
-
bertanya
-
mengemukakan gagasan
-
mempertanyakan gagasan orang lain dan
gagasannya.
33
K = Kreatif. Hal ini siswa dituntut untuk kreatif
dalam :
- Merancang/membuat sesuatu
- Menulis/mengarang
E = Efektif,
Yaitu siswa harus menguasai ketrampilan
yang diperlukan.
M = Menyenangkan.
Dalam hal pembelajaran membuat anak:
- berani mencoba
- berani bertanya
- berani mengemukakan pendapat/
gagasan
- berani mempertanyakan gagasan orang
lain
Dalam dimensi proses belajar mengajar ini, hal-hal
yang akan dikaji meliputi:
- Penyusunan program dan perangkat pembelajaran
sebagai
upaya
persiapan
pelaksanaan
proses
pembelajaran
- Penyajian dan teknik model belajar mandiri dengan
PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan
Menyenangkan)
- Perilaku siswa yang muncul dari kegiatan model
belajar mandiri yang merupakan penilaian proses
pembelajaran.
2.10 Prestasi Belajar Siswa
Belajar merupakan salah satu bentuk perilaku
yang amat penting bagi kelangsungan hidup manusia.
34
Belajar membantu manusia menyelesaikan diri dengan
lingkungannya.
Secara
sederhana
belajar
dapat
diartikan sebagai proses perubahan dari sebelumnya
maupun menjadi sudah mampu yang terjadi dalam
jangka waktu tertentu. Perubahan itu harus secara
relatif menetap dan tidak hanya terjadi pada perilaku
yang sesaat ini kelihatan juga pada perilaku yang
mungkin
terjadi
dkk.1991:105).
di
masa
mendatang.
Selanjutnya
Morgan
(Irwanto,
(1975:136).
Mendefinisikan belajar sebagai perubahan tingkahlaku
yang sifatnya relatif menetap dan terjadinya sebagai
hasil dari pengalaman atau latihan.
Menurut
Winkel
(1996:475).
Prestasi
belajar
adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam
belajar. Dalam pendidikan formal, pada tahap akhir
akan
di
dapat
keterampilan,
kecakapan
dan
pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut
tercermin
dalam
prestasi
belajarnya.
Gambaran
mengenai prestasi tersebut biasanya dapat diperoleh
melalui raport sekolah yang dibagikan pada waktuwaktu tertentu. Murjono, (1996:174).
Menurut
Poerwadarminta,
(1990:260).
Prestasi
belajar adalah hasil yang dicapai seorang siswa dalam
jangka waktu tertentu dan tercatat dalam buku raport
sekolah. Menurut Sukadji, (2000:20) bahwa prestasi
belajar adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam
belajar.
Dalam
mempunyai
belajar,
harapan
sikap
untuk
seseorang
mencapai
hasil
selalu
yang
optimal demi tercapainya prestasi belajar yang tinggi.
Prestasi belajar juga sering dikatakan sebagai hasil dari
perbuatan belajar yang melukiskan taraf kemampuan
35
seseorang setelah belajar dan berlatih dengan sengaja
sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku kea
rah yang lebih maju.
Dari uraian di atas dapat di tarik kesimpulan
bahwa prestasi belajar adalah sebuah hasil kegiatan
seseorang yang dilakukan dengan kesadaran tanpa ada
paksaan dari pihak lain dalam waktu yang ditentukan
dalam alat ukur standar proses belajar yang sudah
ditentukan sebelumnya yang ditetapkan dalam nilai
raport.
2.11 Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Perstasi Belajar
Prestasi belajar ditentukan oleh beberapa faktor.
Menurut
Azwar
(2000:165),
faktor-faktor
yang
mempengaruhi prestasi belajar adalah:
a. Faktor fisik yang meliputi panca indera dan kondisi
fisik umum.
b. Faktor psikologis yang meliputi kemampuan non
kognitif dan kemampuan kognitif. Kemampuan non
kognitif terdiri dari minat, motivasi, dan variabelvariabel
kepribadian.
Sedangkan
kemampuan
kognitif terdiri dari kemampuan khusus (bakat) dan
kemampuan umum (inteligensi).
c. Faktor sosial dan budaya yang meliputi lingkungan
keluarga,
lingkungan
sekolah,
lingkungan
masyarakat, lingkungan kelompok, adat istiadat,
ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.
36
2.12 Pengukuran Prestasi Belajar
Menurut
Suryabrata
(2000:322),
untuk
mengetahui prestasi belajar seseorang perlu dilakukan
penilaian terhadap hasil pendidikan yang diberikan.
Adapun cara seseorang melakukan penilaian tersebut
bermacam-macam, misalnya: dengan jalan testing,
dengan
memberikan
tugas-tugas
tertentu,
dengan
bertanya tentang berbagai hal, menyuruh membuat
karangan, memberi ulangan dan lain-lain.
Pengukuran prestasi belajar menurut Rusyan, dkk
(1992:21) digunakan untuk mmelihat sejauh mana
taraf keberhasilan proses belajar mengajar pada peserta
secara tepat (valid) dan dapat dipercaya (reliabel),
sehingga disini diperlukan informasi yang didukung
oleh data yang obyektif dan memadai tentang indikatorindikator perubahan perilaku dan pribadi peserta didik.
Menurut
Murjono
(1996:178),
prestasi
belajar
biasanya diperoleh dengan melihat nilai raport dimana
prestasi belajar seorang siswa dapat dioprasionalkan
dalam
bentuk
prestasi
indikator-indikator
belajar,
predikat
berupa
keberhasilan
indeks
dan
semacamnya.
Dari
berbagai
pendapat
diatas,
maka
dapat
disimpulkan bahwa pengukuran prestasi belajar adalah
penilaian terhadap hasil pendidikan yang diberikan
kepada peserta didik atas hasil belajar yang dapat
dilihat melalui buku raport. Dalam penelitian ini
pengukuran prestasi belajar menggunakan metode
dokumentasi raport.
37
2.13 Hubungan
Manajemen
Berbasis
Sekolah dengan Prestasi Belajar Siswa
Belajar merupakan salah satu bentuk perilaku
yang amat penting bagi kelangsungan hidup manusia.
Belajar membantu manusia menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.
Secara
sederhana
belajar
dapat
diartikan sebagai proses perubahan dari belum mampu
menjadi sudah mampu yang terjadi dalam jangka
waktu tertentu. Perubahan itu harus secara relatif
menetap dan tidak hanya terjadi pada perilaku yang
saat ini diketahui, tetapi juga pada perilaku yang
mungkin terjadi di masa mendatang. (Irwanto, dkk,
1991:105)
Dalam pendidikan formal, belajar menunjukkan
adanya perubahan yang sifatnya positif sehingga pada
tahap akhir akan didapat ketrampilan, kecakapan, dan
pengetahuan yang baru. Hasil dari proses belajar
tersebut tercermin dalam prestasi belajar. Gambaran
mengenai prestasi belajar tersebut biasanya dapat
diperoleh melalui raport sekolah yang dibagikan pada
waktu-waktu tertentu. (Murjono, 1996:174).
Prestasi belajar seorang siswa berkaitan dengan
berbagai hal yang meliputi keadaan anak tersebut. Ada
banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
siswa yaitu: faktor yang bersifat internal adalah faktorfaktor yang berasal dari dalam diri siswa, diantaranya:
kondisi fisik dan kondisi psikologis siswa. Sedangkan
faktor yang bersifat eksternal adalah faktor-faktor yang
berhubungan
Inteligensi
dengan
merupakan
lingkungan
salah
disekitar
satu
faktor
siswa.
yang
38
mempengaruhi prestasi belajar seseorang. (sinambela,
1996:202).
Selain
mengemukakan
itu
bahwa
Hawadis
dari
(2001:91)
beberapa
juga
penelitian
ditemukan adanya korelasi positif dan cukup kuat
antara taraf intelegensi dengan prestasi seseorang.
Selain
faktor
inteligensi
yang
mempengarui
prestasi siswa juga faktor dari manajemen berbasis
sekolah karena dalam faktor ini memerankan dari
berbagai komponen yang ada di lingkungan sekitar
siswa, misalnya peran orang tua, peran karyawan,
peran guru, peran kepala sekolah, peran masyarakat,
dan peran birokrasi pemerintahan yang memberikan
bagian penting dalam perkembangan siswa dalam
pencapaian prestasi. Dengan peran guru siswa akan
mudah memahami materi atau tehnik belajar yang
tepat
sesuai
denga
keinginan
siswa.
Menurut
Wrightman yang dikutip Uzer Usman (1992:1), peran
guru adalah serangkaian tingkah laku yang saling
berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu
serta
berhubungan
dengan
kemajuan
perubahan
tingkah laku dan perkembangan siswa yang menjadi
tujuannya. Hal itu akan memberikan dampak positif
bagi
siswa
dalam
pemerolehan
prestasi
yang
diinginkan.
2.14 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Berkaitannya otonomi kebijakan pendidikan dari
sentralisasi menjadi desentralasasi telah menekankan
bahwa
pengambilan
kebijakan
dialihkan
dari
Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah yang akhirnya
39
menggulirkan manajemen berbasis sekolah, sehingga
banyak peneliti telah melakukan penelitian terhapan
masalah tersebut, di antaranya sebagai berikut:
- Yulianingsih, Rahmi. 2012. Penerapan Manajemen
Berbasis Sekolah dan Kaitannya dengan Prestasi
Belajar
Siswa
Semester
Gasal
Tahun
Ajaran
2012/2013 di SDI Surya Buana Malang Hasil
penelitian menunjukkan bahwa 13 responden guru
menyatakan bahwa penerapan manajemen berbasis
sekolah di SDI Surya Buana Malang yaitu sangat
baik dengan perolehan nilai sebesar 93% dan 1
responden guru menyatakan baik dengan perolehan
sebesar 7%. Sedangkan hasil penelitian prestasi
belajar di SDI Surya Buana Malang menunjukkan
bahwa 67 siswa mempunyai prestasi belajar yang
sangat
tinggi
yaitu
sebesar
41%,
88
siswa
mempunyai prestasi belajar yang tinggi sebesar
54%, 6 siswa mempunyai prestasi belajar yang
cukup sebesar 4%, dan 1 siswa mempunyai prestasi
belajar yang kurang yaitu 1 %.
Dari uraian diatas, peneliti mencoba melakukan
pemahaman keterkaitan manajemen sekolah dengan
prestasi belajar siswa namun yang dinilai bukan
sekedar penerapan dan manajemennya saja. Dengan
dasar hal tersebut peneliti pengembangan dengan
melalukan penelitian tentang Evaluasi Manajemen
Berbasis Sekolah dalam Peningkatan Prestasi Belajar
Siswa
di
SMP
NU
10
Ringinarum
Ringinarum kabupaten Kendal.
kecamatan
40
2.15 Kerangka Berpikir Penelitian
Kerangka pikir penelitian menunjukkan rangkaian
langkah sistematis dari proses penelitian berdasarkan
landasan teoritik yang telah dijelaskan sebelumnya.
Jadi
hal
tersebut
munculnya
menyangkut
Program
MBS,
latar
belakang
tujuan
program,
implementasinya, serta dimensi-dimensi untuk melihat
implementasi Program MBS di lapangan. Untuk lebih
jelasnya kerangka pikir tersebut dapat disusun pada
bagan berikut:
Dari
rendahnya
didalamnya
termasuk
mutu
tidak
pendidikan,
efektifnya
yang
proses
pembelajaran yang dilaksanakan di Sekolah Menengah
Pertama
(SMP)
maka
pemerintah
mengeluarkan
kebijakan dalam rangka mengatasi masalah tersebut
dengan
cara
menggulirkan
program
manajemen
berbasis sekolah. Program Manajemen berbasis sekolah
merupakan program yang melibatkan beberapa unsur
atau komponen yang ikut terlibat didalamnya yaitu:
41
Unsur manajemen sekolah, unsur kinerja guru dan
kepala sekolah serta anggota sekolah lainnya, dan juga
peran serta masyarakat yang mana ketiga unsur
tersebut saling mendukung dan saling terkait antara
yang satu dengan yang lain.
Keberhasilan
Sekolah
program
khususnya
Manajemen
tentang
pembelajaran
yang
sangat
peningkatan
prestasi
efektivitas
penting
belajar
Berbasis
proses
sebagai
siswa
upaya
atau
mutu
pendidikan maka diwujudkan dalam bentuk CIPP
(context, input, process and product).
Adapun
dalam
komponen
Context
meliputi
dukungan dari berbagai warga sekolah, masyarakat,
dan
pemerintah
dalam
mewujudkan
keberasilah
prestasi belajar siswa. Selain itu juga ditunjang oleh
letak georafis yang harus memadai secara kondusif
untuk menciptakan kestabilan dalam kegiatan belajar
yang tenang, menyenangkan, dan kreativitas untuk
menciptakan kenyamanan, serta didukung dengan
sarana prasarana yang mampu memberikan fasilitas
yang mencukupi kebutuhan siswa dalam belajar.
Dalam komponen input mampu mewujudkan visi
dan misi sekolah agar bisa terarah dalam melakukan
proses pengelolaan lembaga pendidikan di SMP NU 10
Ringinarum dalam mencapai sasaran, tujuan dan
program
sekolah
dengan
tepat
sehingga
mampu
mewujudkan sumber daya iptek yang berkualitas.
Komponen
mewujudkan
process
kepala
diharapkan
sekolah
yang
mampu
edukatif,
manageriatif, administratif, dan supervisioner, dengan
sikap
tersebut
agar
mampu
menumbuhkan
42
kemandirian sekolah dalam pengelolaannya sehingga
proses
kegiatan
belajar
dan
akuntabel
keuangan
sekolah diproses secara objektif.
Komponen product merupakan hasil dari kegiatan
komponen
context,
input,
process
yang
mampu
menghasilkan prestasi belajar siswa secara maksimal
atau optimal sehingga akan memberikan dampak yang
baik di dalam pengelolaan lembaga pendidikan secara
menyeluruh.
Dengan demikian Program Manajemen Berbasis
Sekolah sangat diharapkan dapat dilaksanakan di
sekolah-sekolah
khususnya
di
Sekolah
Menengah
Pertama (SMP) dalam rangka meningkatkan hasil atau
prestasi belajar siswa baik di bidang akademik maupun
non akademik. Semua itu dapat terwujud apabila
ketiga komponen di atas saling bekerja sama dan saling
bertanggung jawab terhadap mutu pendidikan. Dengan
tercapainya
hasil
belajar
yang
baik
akan
dapat
memberikan dampak positif untuk peningkatan mutu
pendidikan, termasuk pembentukan sikap dan moral.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Evaluasi Program
Evaluasi merupakan suatu proses perencanaan,
pemerolehan,
serta
menyediakan
informasi
dalam
memberikan alternatif penyelesaian keputusan yang
tepat. Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh Arikunto,
(2007:290) Evaluasi Program adalah suatu rangkaian
kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat
tingkat keberhasilan program. Dari pengertian tersebut,
dapat ditafsirkan bahwa evaluasi adalah kegiatan
menilai suatu proses perkembangan yang telah di capai
anak didik setelah mengalami proses pendidikan dalam
waktu tertentu.
Untuk
manajemen
mengukur
berbasis
kualitas
sekolah
dari
dalam
program
peningkatan
prestasi belajar siswa di SMP NU 10 Ringinarum yang
sudah berjalan dilakukan proses evaluasi yang melihat
suatu proses berdasarkan teori sistem adalah model
evaluasi dari Stufflebeam dan Guba yang meliputi
context, input, process and product (CIPP). Melalui
metode ini akan diketahui, mana yang berjalan, mana
yang tidak berjalan atau mana yang gagal, dan apa
yang harus dirubah dan apa yang bisa dipertahankan
Kaufman&Thomas (1980:4).
Dari keempat aspek Model Evaluasi CIPP (context,
input, process and output) dapat diuraian sebagai
berikut:
11
12
1) Contect Evaluation
Contect Evaluation (evaluasi konteks) dapat
diartikan
sebagai
kebutuhan
yang
upaya
belum
menggambarkan
terpenuhi
sehingga
mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi yang
dilakukan
dalam
bersangkutan.
suatu
Penilaian
dari
program
yang
dimensi
konteks
evaluasi ini seperti kebijakan atau unit kerja terkait,
sasaran yang ingin dicapai unit kerja dalam waktu
tertentu, masalah ketenagaan yang dihadapi dalam
unit kerja terkait dan sebagainya.
Stufflebeam (dalam Hamid Hasan, 1983:128)
menyebutkan, tujuan evaluasi konteks yang utama
adalah untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan
yang
dimiliki
evaluan.
Dengan
mengetahui
kekuatan dan kelemahan ini, evaluator akan dapat
memberikan
arah
perbaikan
yang
diperlukan.
Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin menjelaskan
bahwa,
evaluasi
konteks
adalah
dan
merinci
menggambarkan
upaya
untuk
lingkungan
kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan
sampel yang dilayani, dan tujuan proyek konteks
evaluasi ini membantu merencanakan keputusan,
menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh
program,
Evaluasi
dan
merumuskan
konteks
menggambarkan
adalah
dan
tujuan
upaya
merinci
program.
untuk
lingkungan,
kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan
sampel yang dilayani, dan tujuan proyek.
13
2) Input Evaluation
Input Evaluation pada dasarnya mempunyai
tujuan untuk mengaitkan tujuan, konteks, input,
dan proses dengan hasil program. Evaluasi ini juga
untuk menentukan kesesuaian lingkungan dalam
membantu pencapaian tujuan dan objektif program.
Menurut Eko Putro Widyoko, evaluasi masukan
(Input
Evaluation)
ini
ialah
untuk
membantu
mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber
yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana
dan
strategi
untuk
mencapai
tujuan,
dan
bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya.
Evaluasi ini menolong mengatur keputusan,
menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif
apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk
mencapai kebutuhan, bagaimana prosedur kerja
untuk mencapainya.
3) Process Evaluation
Process evaluation ini ialah merupakan model
CIPP yang diarahkan untuk mengetahui seberapa
jauh kegiatan yang dilaksanakan, apakah program
terlaksana sesuai dengan rencana atau tidak.
Evaluasi proses juga digunakan untuk mendeteksi
atau
memprediksi
rancangan
implementasi,
rancangan
implementasi
menyediakan
prosedur
atau
selama
tahap
informasi
untuk
keputusan program dan sebagai rekaman atau arsip
prosedur yang telah terjadi.
4) Product Evaluation
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
bahwa evaluasi produk ialah untuk melayani daur
14
ulang
suatu
evaluasi
keputusan
produk
pimpinan
dalam
diharapkan
proyek
dalam
program.
dapat
Dari
membantu
mengambil
suatu
keputusan terkait program yang sedang terlaksana,
apakah program tersebut dilanjutkan, berakhir,
ataukah ada keputusan lainnya.
Keputusan ini juga dapat membantu untuk
membuat keputusan selanjutnya, baik mengenai
hasil
yang
telah
dicapai
maupun
apa
yang
dilakukan setelah program itu berjalan. Evaluasi
produk diarahkan pada hal-hal yang menunjukkan
perubahan yang terjadi pada masukan mentah.
Secara garis besar evaluasi model CIPP mencakup
empat macam keputusan yang sangat dominan yaitu:
1) Perencanaan
keputusan
yang
mempengaruhi
pemilihan tujuan umum dan tujuan khusus
2) Keputusan pembentukan atau structuring
3) Keputusan implementasi
4) Keputusan
yang
telah
disusun
ulang
yang
menentukan suatu program perlu diteruskan,
diteruskan
dengan
modifikasi,
dan
atau
diberhentikan secara total atas dasar kriteria yang
ada
Adapun Tujuan dan fungsi Evaluasi CIPP sebagai
berikut:
1) Tujuan evaluasi program model CIPP adalah untuk
keperluan
pertimbangan
sebuah keputusan/kebijakan.
dalam
pengambilan
15
2) Fungsi dari evaluasi model CIPP adalah sebagai
berikut:
a. Membantu
penanggung
jawab
program
tersebut (pembuat kebijakan) dalam mengambil
keputusan apakah meneruskan, modifikasi,
atau menghentikan program.
b. Apabila tujuan yang ditetapkan program telah
mencapai keberhasilannya, maka ukuran yang
digunakan tergantung pada kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Langkah-langkah Pelaksanaan Evaluasi CIPP
1) Menetapkan keputusan yang akan diambil
2) Menetapkan jenis data yang diperlukan
3) Pengumpulan data
4) Menetapkan kriteria mengenai kualitas
5) Menganalisis
dan
menginterpretasi
data
berdasarkan kriteria
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa evaluasi merupakan sebuah kegiatan yang
sistematis dengan melalui proses yang terukur dan
terarah dalam mencapai hasil dengan waktu yang
ditentukan.
2.2 Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen Berbasis Sekolah merupakan salah
satu program yang dikembangkan oleh pemerintah
dalam paradigma meningkatkan mutu pendidikan di
tingkat Sekolah Dasar ataupun Menengah. Adapun
Pengertian
Manajemen
Berbasis
Sekolah
menurut
16
Dirjen
Dikdasmen
Sekolah
(2001:2)
merupakan
Manajemen
bentuk
alternatif
Berbasis
pengelolaan
sekolah dalam rangka desentralisasi pendidikan, yang
ditandai adanya kewenangan pengambilan keputusan
yang
lebih
luas
ditingkat
sekolah,
partisipasi
masyarakat yang relatif tinggi, dalam rangka Kebijakan
Pendidikan
Nasional.
Manajemen
Berbasis
(2002:24)
adalah
pengertian
Sekolah
menurut
Mulyasa
Manajemen
Berbasis
Sekolah
merupakan
paradigma
memberikan
otonomi
(pelibatan
Sedangkan
masyarakat)
baru
luas
pendidikan,
pada
dalam
tingkat
kerangka
yang
sekolah
kebijakan
pendidikan nasional.
Ciri-ciri Manajemen Berbasis Sekolah menurut
Nurkolis (2002:2) sebagai berikut: 1) Adanya otonomi
yang kuat pada tingkat sekolah. 2) Adanya peran serta
aktif
masyarakat
dalam
pendidikan.
3)
Proses
pengambilan keputusan yang demokratis, berkeadilan,
menjunjung
tinggi
akuntabilitas
dan
transparansi
dalam setiap kegiatan pendidikan. 4) Menggerakkan
sumber daya yang ada secara efektif. 5) Memahami
peran dan tanggung jawab yang sungguh-sungguh. 6)
Mendapat dukungan birokrasi/instansi atasannya. 7)
Meningkatkan kinerja sekolah untuk mencapai tujuan.
8) Diawali dengan sosialisasi konsep-konsep MBS,
pelatihan-pelatihan MBS, implementasi pada proses
pembelajaran, evaluasi atas pelaksanaan di lapangan
dan dilakukan perbaikan-perbaikan.
Menurut Mulyasa (2002:30) Manajemen Berbasis
Sekolah
dapat
dikembangkan
menjadi
4
bidang
perspektif, yaitu a. bidang organisasi sekolah, b. proses
17
belajar mengajar, c. sumber daya manusia, dan d.
sumber daya serta administrasi. Secara terperinci
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Bidang organisasi sekolah
Dalam bidang ini yang dibahas berkaitan tentang:
- Menyediakan
manajemen
kepemimpinan
organisasi
transformasional
dalam
mencapai tujuan sekolah.
- Menyusun rencana sekolah dan merumuskan
kebijakan untuk sekolahnya sendiri.
- Mengelola kegiatan operasional sekolah.
- Menjamin
adanya
komunikasi
yang
efektif
antara sekolah dan masyarakat terkait (school
community).
- Menjamin
keterlibatannya
bertanggung
jawab
sekolah
(akuntabel
yang
kepada
masyarakat dan pemerintah).
b. Proses belajar mengajar
Dalam kaitannya proses belajar mengajar yang
dibahas tentang,
- Meningkatkan kualitas belajar siswa
- Mengembangkan kurikulum yang
tanggap
terhadap
kebutuhan
cocok dan
siswa
dan
masyarakat sekolah.
- Menyelenggarakan pengajaran yang efektif.
- Menyediakan
program
penngembangan
yang
diperlukan siswa.
- Program pengembangan yang diperlukan siswa.
c. Sumber daya manusia
Dalam bidang ini yang dikembangkan tentang
18
- Memberdayakan
staf
dan
menempatkan
personal yang dapat melayani keperluan semua
siswa.
- Memilih staf yang memiliki wawasan manajemen
berbasis sekolah.
- Menyediakan kegiatan untuk mengembangkan
profesi pada semua staf.
- Menjamin kesejahteraan staf dan siswa.
d. Sumber daya serta adminitrasi
Dalam kegiatan ini yang dikembangkan tentang
- Mengindentifikasi sumber daya yang diperlukan
dan
mengalokasikan
sumber
daya
tersebut
sesuai dengan kebutuhan.
- Mengelola dana sekolah.
- Menyediakan dukungan administratif.
- Mengelola dan memelihara gedung dan sarana
lainnya.
Dari beberapa penjabaran di atas, dapat ditarik
kesimpulan mengenai pengertihan Manajemen Berbasis
Sekolah sebagai berikut; Manajemen Berbasis Sekolah
merupakan,
proses
wujud
kegiatan
suatu
penyelenggaraan
pendidikan
yang
dalam
memberikan
kewenangan secara utuh/maksimal serta keleluasaan
terhadap pihak sekolah.
Agar merancang atau menyusun melaksanakan
program kegiatan pendidikan di sekolah yang sesuai
dengan
kemanfaatan
serta
kebutuhannya
dalam
memberdayakan elemen-elemen yang sudah ada serta
mewujudkan sikap
partisipasi masyarakat sekitar,
sehingga akan memperlihatkan atau mencerminkan
adanya
wujud
peningkatan
dalam
pelayanan
19
pelaksanaan kegiatan pendidikan secara konperhensif,
akurat,
transparan,
dan
kemandirian
secara
kenyataan untuk menegaskan tujuan pendidikan yang
lebih efektif dan efesien serta memperhatikan tujuan
Pendidikan Nasional.
2.3 Karakteristik
Manajemen
Berbasis
Sekolah
Manajemen
berbasis
sekolah
memiliki
karakteristik yang perlu dipahami oleh sekolah yang
akan menerapkannya. Sekolah yang ingin berhasil
dalam menerapkan manajemen berbasis sekolah harus
memiliki
karakteristik.
Peningkatan
Mutu
dikemukakan
Dalam
Berbasis
karakteristik
buku
Manajemen
Sekolah
(2002:11)
manajemen
berbasis
sekolah:
a. Output yang Diharapkan
Output
adalah
kinerja
sekolah,
yaitu
prestasi
sekolah yang dihasilkan dari proses sekolah. Kinerja
sekolah diukur dari kualitasnya, efektivitasnya,
produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, kualitas
kehidupan kerja dan moral kerjanya.
b. Proses
1) Efektivitas Proses Belajar Mengajar yang Tinggi.
Sekolah
memiliki
efektivitas
proses
belajar
mengajar tinggi, hal ini ditunjukkan pada prose
belajar
mengajar
yang
menekankan
pemberdayaan peserta didik.
pada
20
2) Kepemimpinan
Kepala
Sekolah
yang
Kuat.
Kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam
mengkoordinasikan,
menggerakkan
dan
menyerasikan semua sumber daya pendidikan
yang tersedia.
3) Lingkungan Sekolah yang Aman dan Tertib.
Sekolah memiliki lingkungan yang aman, tertib
dan nyaman sehingga proses belajar mengajar
dapat berlangsung dengan efektif.
4) Pengelolaan Tenaga Kependidikan yang Efektif.
Guru merupakan jiwa dari sekolah. Pengelolaan
tenaga
kependidikan
kebutuhan,
evaluasi
mulai
perencanaan,
kerja,
hingga
dari
analisis
pengembangan,
dari
imbalan
jasa
merupakan peran penting bagi kepala sekolah,
terlebih
pada
pengembangan
tenaga
kependidikan.
5) Sekolah Memiliki Budaya Mutu.
Budaya mutu tertanam di sanubari semua
warga sekolah, sehingga setiap perilaku selalu
didasari oleh profesionalisme.
6) Sekolah Memiliki “Team Work” yang Kompak,
Cerdas dan Dinamis Kebersamaan merupakan
karakteristik
pendidikan
yang
dituntut
merupakan
karena
hasil
kolektif
output
warga
sekolah.
7) Sekolah
Memiliki
Kewenangan/Kemandirian.
Sekolah memiliki memiliki kewenangan untuk
melakukan
yang
terbaik
bagi
sekolahnya,
sehingga dituntut untuk memiliki kemandirian
dan
kesanggupan
kerja
yang
tidak
selalu
21
menggantungkan pada atasan. Untuk menjadi
mandiri, sekolah harus memiliki sumber daya
yang cukup untuk menjalankan tugasnya.
8) Partisipasi Warga Sekolah dan Masyarakat.
Partisipasi
warga
sekolah
dan
masyarakat
merupakan bagian dari kehidupannya.
9) Sekolah Memiliki Keterbukaan (Transparansi)
Manajemen
Keterbukaan
ini
ditunjukkan
dalam
pengambilan keputusan, penggunaan uang dan
sebagainya yang selalu melibatkan pihak-pihak
terkait sebagai alat kontrol.
10) Sekolah Memiliki Kemampuan untuk Berubah.
Sekolah
setiap
melakukan
perubahan
diharapkan hasilnya lebih baik dari sebelumnya
terutama mutu peserta didik.
11) Sekolah Melakukan Evaluasi dan Perbaikan
Secara Berkelanjutan.
Fungsi evaluasi menjadi sangat penting dalam
rangka meningkatkan mutu peserta didik dan
mutu sekolah secara keseluruhan dan secara
terus-menerus.
12) Sekolah Responsif dan Antisipasif Terhadap
Kebutuhan.
Sekolah
selalu
membaca
lingkungan
dan
menanggapinya secara cepat dan tepat.
13) Sekolah Memiliki Komunikasi yang Baik.
Sekolah yang efektif memiliki komunikasi yang
baik antar warga sekolah dan antar sekolah
masyarakat.
22
14) Sekolah Memiliki Akuntabilitas.
Akuntabilitas
adalah
bentuk
pertanggung
jawaban yang harus dilakukan sekolah terhadap
keberhasilan program yang telah dilaksanakan.
15) Sekolah Memiliki Suistainabilitas.
Sekolah
yang
efektif
untuk
menjaga
memiliki
kemampuan
kelangsungan
hidupnya
(suistainabilitas) tinggi karena di sekolah terjadi
proses akumulasi peningkatan mutu sumber
dana, pemilikan aset sekolah yang mampu
menggerakkan income generating activities dan
dukungan yang tinggi dari masyarakat terhadap
eksistensi sekolah.
c. Input Pendidikan
1) Memiliki Kebijakan Mutu.
Sekolah
menyatakan
dengan
jelas
tentang
keseluruhan maksud dan tujuan sekolah yang
berkaitan
tersebut
dengan
mutu.
dinyatakan
oleh
Kebijakan
pimpinan
mutu
sekolah
yaitu kepala sekolah. Kebijakan mutu tersebut
disosialisasikan kepada semua warga sekolah.
2) Sumber Daya Tersedia Lengkap.
Sumber daya yang memadai akan menghasilkan
pencapaian
sasaran
sekolah
seperti
yang
diharapkan.
3) Staf yang Kompeten dan Berdedikasi Tinggi.
Sekolah yang efektif memiliki staf yang mampu
dan berdedikasi tinggi terhadap sekolah.
23
4) Memiliki Harapan Prestasi yang Tinggi.
Sekolah memiliki dorongan dan harapan yang
tinggi untuk meningkatkan prestasi peserta
didik dan sekolahnya.
5) Fokus pada Pelanggan.
Pelanggan dalam hal ini adalah siswa harus
menjadi fokus semua kegiatan sekolah.
Sesuai dengan pemaparan di atas maka dapat
disimpulkan bahwa sekolah akan memiliki mutu
pendidikan yang berkualitas dan berkarakter jika
semua komponen pelaku atau penggerak proses
pendidikan memiliki efektivitas yang kuat dan tinggi
serta
memiliki
responsif
yang
kuat
terhadap
perubahan yang terjadi di lingkungan sekolah
tersebut.
2.4 Tahap-tahap
Pelaksanaan
Manajemen
Berbasis Sekolah
Dalam
buku
Manajemen
Peningkatan
Mutu
Berbasis Sekolah (2002:29) tahap-tahap yang harus
dilakukan dalam pelaksanaan manajemen berbasis
sekolah adalah sebagai berikut:
a. Melakukan Sosialisasi
Sekolah merupakan sistem yang terdiri dari unsurunsur, semua unsur sekolah harus memahami
konsep
manajemen
berbasis
sekolah.
Langkah
pertama yang harus dilakukan oleh sekolah adalah
mensosialisasikan konsep tersebut kepada setiap
unsur sekolah mulai guru, siswa, wakil kepala
sekolah,
guru
BK,
karyawan,
orangtua
siswa,
24
pengawas, pejabat dinas pendidikan kabupaten
atau propinsi dan sebagainya. Bentuk sosialisasi
melalui berbagai mekanisme, misalnya seminar,
diskusi dan sebagainya.
b. Mengidentifikasi Tantangan Nyata Sekolah
Sekolah melakukan analisi output sekolah yang
hasilnya berupa identifikasi tantangan nyata yang
dihadapi oleh sekolah.
c. Merumuskan
Visi,
Misi,
Tujuan
dan
Sasaran
Sekolah (Tujuan Situasional Sekolah)
Sekolah yang melaksanakan manajemen berbasis
sekolah harus memiliki rencana pengembangan
sekolah yang pada umumnya berupa perumusan
visi, misi,tujuan dan strategi pelaksanaannya.
d. Mengidentifikasi
Fungsi-fungsi
yang
Diperlukan
untuk Mencapai Sasaran
Fungsi-fungsi ini antara lain fungsi proses belajar
mengajar beserta fungsi-fungsi pendukungnya yaitu
fungsi
pengembangan
ketenagaan,
fungsi
kurikulum,
keuangan,
fungsi
fungsi
layanan
kesiswaan, fungsi pengembangan fasilitas, fungsi
perencanan dan evaluasi, dan fungsi hubungan
sekolah dan masyarakat.
e. Melakukan Analisis SWOT (Strength, Weakness,
Opportunity, and Threat)
Artinya tingkat kesiapan harus memadai, minimal
memenuhi ukuran kesiapan yang diperlukan untuk
memenuhi
ukuran
kesiapan
yang
dinyatakan
sebagai kekuatan (strength), peluang (opportunity),
kelemahan (weakness) dan ancaman (threat).
25
f.
Alternatif Langkah Pemecahan Persoalan.
Memilih
langkah
pemecahan
persoalan
yakni
tindakan yang diperlukan untuk mengubah fungsi
yang tidak siap menjadi fungsi yang siap.
g. Menyusun
Rencana
dan
Program
Peningkatan
Mutu.
Sekolah bersama-sama dengan semua unsurnya
membuat
perencanaan
beserta
program
untuk
merealisasikan rencana tersebut.
h. Melaksanakan Rencana Peningkatan Mutu.
Sekolah
bersama
warga
sekolah
hendaknya
mengambil langkah proaktif untuk mewujudkan
sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.
i.
Melakukan Evaluasi Pelaksanaan.
Sekolah perlu mengadakan evaluasi pelaksanaan
untuk mengetahui tingkat keberhasilan program.
j.
Merumuskan Sasaran Mutu.
Hasil evaluasi berguna untuk dijadikan sebagai alat
bagi perbaikan kinerja program yang akan datang.
Hasil evaluasi juga merupakan masukan bagi
sekolah dan orang tua peserta didik berguna untuk
merumuskan sasaran mutu baru untuk tahun yang
akan datang.
Dari uraian diatas dapat ditarik simpulan sebagai
berikut;
dalam
pelaksanaan
manajemen
berbasis
sekolah harus melalui tahap-tahap yang sistematis,
struktural
dan
berkesinambungan.
Sehingga
keberasilan dan kesuksesan akan diperoleh melalui
tahapan-tahapan ini.
26
2.5 Tugas
Kepala
Pelaksanaan
Sekolah
dalam
Manajemen
Berbasis
Sekolah
Manajemen berbasis sekolah yang menawarkan
keleluasaan pengelolaan sekolah memiliki potensi yang
besar dalam menciptakan kepala sekolah, guru dan
pengelola pendidikan yang profesional. Pelaksanaannya
juga
memerlukan
seperangkat
kewajiban,
disertai
dengan monitoring dan tuntutan pertanggung jawaban
yang relatif tinggi, untuk menjamin bahwa sekolah
selain
memiliki
otonomi
juga
memiliki
kewajiban
melaksanakan kebijakan pemerintah dan memenuhi
harapan masyarakat sekolah. Sekolah juga dituntut
mampu menampilkan pengelolaan sumber daya secara
transparan,
demokratis,
tanpa
monopoli,
dan
bertanggung jawab baik terhadap masyarakat maupun
pemerintah dalam rangka meningkatkan kapasitas
pelayanan terhadap peserta didik.
Kepala sekolah merupakan motor penggerak,
penentu
arah
kebijakan
sekolah
yang
akan
menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan
pendidikan direalisasikan. Kepala sekolah juga dituntut
untuk senantiasa meningkatkan efektivitas kinerja.
Kinerja kepemimpinan kepala sekolah dalam kaitannya
dengan manajemen berbasis sekolah adalah segala
upaya yang dilakukan dan hasil yang dicapai oleh
kepala
sekolah
dalam
melaksanakan
manajemen
berbasis sekolah di sekolahnya tersebut. Menurut
Mulyasa (2002: 126) kepemimpinan kepala sekolah
27
yang efektif dalam manajemen berbasis sekolah dapat
dilihat berdasarkan kriteria berikut:
a. Mampu
memberdayakan
guru-guru
untuk
melaksanakan proses pembelajaran dengan baik,
lancar dan produktif.
b. Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai
dengan waktu yang telah ditetapkan.
c. Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan
masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka
secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan
sekolah dan pendidikan.
d. Berhasil menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan
yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan
pegawai lain di sekolah.
e. Mampu bekerja dengan tim manajemen.
f.
Berhasil
mewujudkan
tujuan
sekolah
secara
produktif sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
2.6 Peran
Guru
dalam
Pelaksanaan
Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen berbasis sekolah memberi peluang
bagi kepala sekolah, guru, dan peserta didik untuk
melakukan
inovasi
dan
improvisasi
di
sekolah,
berkaitan dengan masalah kurikulum, pembelajaran,
manajerial dan lain sebagainya yang tumbuh dari
aktivitas,
kreativitas,
dan
profesionalisme
yang
dimiliki. Pemberian kebebasan yang lebih luas juga
memberikan kemungkinan kepada guru untuk dapat
menemukan jati dirinya dalam membina peserta didik
28
di lingkungan sekolah. Menurut Uzer Usman (1992:7)
peranan guru yang paling dominan adalah sebagai
berikut:
a. Guru sebagai Demonstrator
Guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau
materi
pelajaran
senantiasa
yang
akan
diajarkannya
mengembangkannya
dalam
dan
arti
meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang
dimilikinya karena hal ini akan dapat menentukan
hasil belajar yang dicapai siswa.
b. Guru sebagai Pengelola Kelas
Guru hendaknya mampu mengelola kelas, karena
kelas merupakan lingkungan belajar dan suatu
aspek
dari
lingkungan
sekolah
diorganisasi.
Pengawasan
terhadap
menentukan
sejauh
mana
yang
perlu
lingkungan
lingkungan
tersebut
menjadi lingkungan belajar yang kondusif.
c. Guru sebagai Mediator dan Fasilitator
Sebagai
mediator
guru
hendaknya
memiliki
pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang
media pendidikan karena media merupakan alat
komunikasi
guru
yang
berguna
untuk
lebih
mengefektifkan proses belajar mengajar.
d. Guru sebagai Evaluator
Penilaian perlu dilakukan karena dengan penilaian
guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian
tujuan,
penguasaan
siswa
terhadap
materi
pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan metode
mengajar.
Kesimpulan yang diperoleh dari uraian diatas
adalah guru memiliki peran yang sangat penting dalam
29
menentukan kuantitas dan kualitas pengajaran yang
dilaksanakannya.
memikirkan
dan
Oleh
sebab
membuat
itu,
guru
perencanaan
harus
secara
seksama dalam meningkatkan kesempatan belajar bagi
siswanya dan memperbaiki kualitas mengajarnya.
2.7 Implementasi
Manajemen
Berbasis
Sekolah
Dalam rangka mengimplementasikan manajemen
berbasis sekolah secara efektif dan efesien, guru harus
berkreasi dalam meningkatkan manajemen kelas. Guru
adalah teladan dan panutan
langsung para peserta
didik di kelas. Oleh karena itu, guru perlu siap dengan
segala kewajiban, baik manajemen maupun persiapan
isi
materi
pengajaran.
mengorganisasikan
kelasnya
Guru
juga
harus
dengan
baik.
Jadwal
pelajaran, pembagian tugas peserta didik, kebersihan,
keindahan dan ketertiban kelas, pengaturan tempat
duduk peserta didik, penempatan alat-alat dan lain-lain
harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Suasana kelas
yang
menyenangkan
dan
penuh
disiplin
sangat
diperlukan untuk mendorong semangat belajar peserta
didik. Kreativitas. Kreativitas dan daya cipta guru
untuk mengimplementasikan MBS perlu terus menerus
di dorong dan dikembangkan. Mulyasa. (2009:57).
Menurut Slameto. (2009::73) ada 6 prinsip umum
yang patut menjadi pijakan dalam melaksanakan
Manajemen Berbasis Sekolah, yaitu:
30
1. Memiliki
visi
ke
arah
pencapaian
mutu
pendidikan, khususnya mutu siswa dengan
jenjang masing-masing.
2. Berbijak
pada
“power
sharing”
(berbagi
kewenangan).
3. Adanya profesionalisme semua lini.
4. Melibatkan partisipasi masyarakat yang kuat.
5. Menuju kepada terbentuknya dewan sekolah.
6. Adanya transparansi dan akuntabilitas.
Dari
uraian
diatas
dapat
dipahami
bahwa
implementasi berbasis sekolah memerlukan aktifitas
semua komponen untuk aktif dan bertanggung jawab
sesuai dengan bidang yang telah diberikan agar tidak
ada kesenjangan dalam melakukan kegiatan belajar
mengajar.
2.8 Mutu Pendidikan
Mutu pendidikan merupakan kualitas yang dicapai
melalui suatu proses kegiatan belajar mengajar baik
intra maupun ekstra sekolah dengan menghasilkan
prestasi
dalam
jenjang
pendidikan
yang
telah
ditentukan atau ditargetkan oleh lembaga pendidikan
melalui hasil nilai yang dicapai. Ini sesuai yang
diungkapkan
oleh
Umiarsa
dan
Imam
Gojali,
(2010:125) Mutu pendidikan adalah derajat keunggulan
dalam pengelolaan pendidikan secara efektif dan efisien
untuk
melahirkan
keunggulan
akademis
dan
ekstrakulikuler pada peserta didik yang dinyatakan
lulus
untuk
satu
jenjang
pendidikan
atau
menyelesaikan program pembelajaran tertentu. Selain
31
itu juga dipaparkan oleh Dzaujak Ahmad (1996:8 dalam
Umiarso dan Imam Gojali 2010:124). Mengungkapkan
bahwa mutu pendidikan kemapuan sekolah dalam
pengelolaan secara operasional dan efisien terhadap
komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah,
sehingga
menghasilkan
komponen
tersebut
nilai
menurut
tambah
terhadap
norma/standar
yang
berlaku.
Dari pengertian di atas tersebut maka wujudkan
dimensi mutu pendidikan seperti yang diungkapkan
oleh M.N Nasution (dalam Umiarso dan Imam Gojali,
2010:130-131) sebagai berikut: 1) Kinerja. 2) Features.
3) Keandalan. 4) Konformitas. 5) Daya Tahan. 6)
kemampuan Pelayanan. 8) Kualitas yang dipersepsikan.
Dari perwujutan uraian di atas dapat diungkapkan
bahwa mutu pendidikan merupakan segala proses yang
dilakukan dengan sadar, secara pencapaian maksimal
di dalam kegiatan belajar formal ataupun non formal,
yang mampu memberikan perubahan yang positif pada
siswa dengan ukuran nilai melalui standaritas yang
ditentukan dalam lembaga pendidikan.
2.9 Proses Belajar Siswa
Proses belajar mengajar merupakan kegiatan yang
sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan.
Bahkan dapat pula dikatakan bahwa aktivitas ini
merupakan
kunci
dan
sentral
dari
proses
penyelenggaraan pendidikan secara keseluruhan dalam
konteks Program Manajemen Berbasis Sekolah proses
belajar
mengajar
didasarkan
pada
sebuah
model
32
pendekatan pembelajaran yang dikenal dengan nama
PAKEM atau Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan.
Menurut
Durori
(2002:xii)
metode
PAKEM dapat ditinjau dari 2 segi, yaitu segi siswa dan
segi guru.
1) Dari segi Guru
K = Aktif. Dalam hal ini guru aktif dalam:
-
memantau kegiatan belajar siswa
-
memberi umpan balik
-
memberi pertanyaan yang menantang
-
mempertanyakan gagasan siswa
K = Kreatif.
Hal ini guru dituntut untuk kreatif dalam:
-
mengembangkan kegiatan yang beragam
-
membantu alat bantu belajar sederhana
E = Efektif,
Yaitu guru harus mampu mencapai tujuan
pembelajaran.
M = Menyenangkan.
Dalam
hal
ini
guru
menciptakan
suasana
pembelajaran yang menyenangkan dan tidak
membuat anak takut salah, takut ditertawakan,
takut dianggap sepele.
2) Dari segi Siswa
A = Aktif. Dalam hal ini siswa aktif :
-
bertanya
-
mengemukakan gagasan
-
mempertanyakan gagasan orang lain dan
gagasannya.
33
K = Kreatif. Hal ini siswa dituntut untuk kreatif
dalam :
- Merancang/membuat sesuatu
- Menulis/mengarang
E = Efektif,
Yaitu siswa harus menguasai ketrampilan
yang diperlukan.
M = Menyenangkan.
Dalam hal pembelajaran membuat anak:
- berani mencoba
- berani bertanya
- berani mengemukakan pendapat/
gagasan
- berani mempertanyakan gagasan orang
lain
Dalam dimensi proses belajar mengajar ini, hal-hal
yang akan dikaji meliputi:
- Penyusunan program dan perangkat pembelajaran
sebagai
upaya
persiapan
pelaksanaan
proses
pembelajaran
- Penyajian dan teknik model belajar mandiri dengan
PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan
Menyenangkan)
- Perilaku siswa yang muncul dari kegiatan model
belajar mandiri yang merupakan penilaian proses
pembelajaran.
2.10 Prestasi Belajar Siswa
Belajar merupakan salah satu bentuk perilaku
yang amat penting bagi kelangsungan hidup manusia.
34
Belajar membantu manusia menyelesaikan diri dengan
lingkungannya.
Secara
sederhana
belajar
dapat
diartikan sebagai proses perubahan dari sebelumnya
maupun menjadi sudah mampu yang terjadi dalam
jangka waktu tertentu. Perubahan itu harus secara
relatif menetap dan tidak hanya terjadi pada perilaku
yang sesaat ini kelihatan juga pada perilaku yang
mungkin
terjadi
dkk.1991:105).
di
masa
mendatang.
Selanjutnya
Morgan
(Irwanto,
(1975:136).
Mendefinisikan belajar sebagai perubahan tingkahlaku
yang sifatnya relatif menetap dan terjadinya sebagai
hasil dari pengalaman atau latihan.
Menurut
Winkel
(1996:475).
Prestasi
belajar
adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam
belajar. Dalam pendidikan formal, pada tahap akhir
akan
di
dapat
keterampilan,
kecakapan
dan
pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut
tercermin
dalam
prestasi
belajarnya.
Gambaran
mengenai prestasi tersebut biasanya dapat diperoleh
melalui raport sekolah yang dibagikan pada waktuwaktu tertentu. Murjono, (1996:174).
Menurut
Poerwadarminta,
(1990:260).
Prestasi
belajar adalah hasil yang dicapai seorang siswa dalam
jangka waktu tertentu dan tercatat dalam buku raport
sekolah. Menurut Sukadji, (2000:20) bahwa prestasi
belajar adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam
belajar.
Dalam
mempunyai
belajar,
harapan
sikap
untuk
seseorang
mencapai
hasil
selalu
yang
optimal demi tercapainya prestasi belajar yang tinggi.
Prestasi belajar juga sering dikatakan sebagai hasil dari
perbuatan belajar yang melukiskan taraf kemampuan
35
seseorang setelah belajar dan berlatih dengan sengaja
sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku kea
rah yang lebih maju.
Dari uraian di atas dapat di tarik kesimpulan
bahwa prestasi belajar adalah sebuah hasil kegiatan
seseorang yang dilakukan dengan kesadaran tanpa ada
paksaan dari pihak lain dalam waktu yang ditentukan
dalam alat ukur standar proses belajar yang sudah
ditentukan sebelumnya yang ditetapkan dalam nilai
raport.
2.11 Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Perstasi Belajar
Prestasi belajar ditentukan oleh beberapa faktor.
Menurut
Azwar
(2000:165),
faktor-faktor
yang
mempengaruhi prestasi belajar adalah:
a. Faktor fisik yang meliputi panca indera dan kondisi
fisik umum.
b. Faktor psikologis yang meliputi kemampuan non
kognitif dan kemampuan kognitif. Kemampuan non
kognitif terdiri dari minat, motivasi, dan variabelvariabel
kepribadian.
Sedangkan
kemampuan
kognitif terdiri dari kemampuan khusus (bakat) dan
kemampuan umum (inteligensi).
c. Faktor sosial dan budaya yang meliputi lingkungan
keluarga,
lingkungan
sekolah,
lingkungan
masyarakat, lingkungan kelompok, adat istiadat,
ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.
36
2.12 Pengukuran Prestasi Belajar
Menurut
Suryabrata
(2000:322),
untuk
mengetahui prestasi belajar seseorang perlu dilakukan
penilaian terhadap hasil pendidikan yang diberikan.
Adapun cara seseorang melakukan penilaian tersebut
bermacam-macam, misalnya: dengan jalan testing,
dengan
memberikan
tugas-tugas
tertentu,
dengan
bertanya tentang berbagai hal, menyuruh membuat
karangan, memberi ulangan dan lain-lain.
Pengukuran prestasi belajar menurut Rusyan, dkk
(1992:21) digunakan untuk mmelihat sejauh mana
taraf keberhasilan proses belajar mengajar pada peserta
secara tepat (valid) dan dapat dipercaya (reliabel),
sehingga disini diperlukan informasi yang didukung
oleh data yang obyektif dan memadai tentang indikatorindikator perubahan perilaku dan pribadi peserta didik.
Menurut
Murjono
(1996:178),
prestasi
belajar
biasanya diperoleh dengan melihat nilai raport dimana
prestasi belajar seorang siswa dapat dioprasionalkan
dalam
bentuk
prestasi
indikator-indikator
belajar,
predikat
berupa
keberhasilan
indeks
dan
semacamnya.
Dari
berbagai
pendapat
diatas,
maka
dapat
disimpulkan bahwa pengukuran prestasi belajar adalah
penilaian terhadap hasil pendidikan yang diberikan
kepada peserta didik atas hasil belajar yang dapat
dilihat melalui buku raport. Dalam penelitian ini
pengukuran prestasi belajar menggunakan metode
dokumentasi raport.
37
2.13 Hubungan
Manajemen
Berbasis
Sekolah dengan Prestasi Belajar Siswa
Belajar merupakan salah satu bentuk perilaku
yang amat penting bagi kelangsungan hidup manusia.
Belajar membantu manusia menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.
Secara
sederhana
belajar
dapat
diartikan sebagai proses perubahan dari belum mampu
menjadi sudah mampu yang terjadi dalam jangka
waktu tertentu. Perubahan itu harus secara relatif
menetap dan tidak hanya terjadi pada perilaku yang
saat ini diketahui, tetapi juga pada perilaku yang
mungkin terjadi di masa mendatang. (Irwanto, dkk,
1991:105)
Dalam pendidikan formal, belajar menunjukkan
adanya perubahan yang sifatnya positif sehingga pada
tahap akhir akan didapat ketrampilan, kecakapan, dan
pengetahuan yang baru. Hasil dari proses belajar
tersebut tercermin dalam prestasi belajar. Gambaran
mengenai prestasi belajar tersebut biasanya dapat
diperoleh melalui raport sekolah yang dibagikan pada
waktu-waktu tertentu. (Murjono, 1996:174).
Prestasi belajar seorang siswa berkaitan dengan
berbagai hal yang meliputi keadaan anak tersebut. Ada
banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
siswa yaitu: faktor yang bersifat internal adalah faktorfaktor yang berasal dari dalam diri siswa, diantaranya:
kondisi fisik dan kondisi psikologis siswa. Sedangkan
faktor yang bersifat eksternal adalah faktor-faktor yang
berhubungan
Inteligensi
dengan
merupakan
lingkungan
salah
disekitar
satu
faktor
siswa.
yang
38
mempengaruhi prestasi belajar seseorang. (sinambela,
1996:202).
Selain
mengemukakan
itu
bahwa
Hawadis
dari
(2001:91)
beberapa
juga
penelitian
ditemukan adanya korelasi positif dan cukup kuat
antara taraf intelegensi dengan prestasi seseorang.
Selain
faktor
inteligensi
yang
mempengarui
prestasi siswa juga faktor dari manajemen berbasis
sekolah karena dalam faktor ini memerankan dari
berbagai komponen yang ada di lingkungan sekitar
siswa, misalnya peran orang tua, peran karyawan,
peran guru, peran kepala sekolah, peran masyarakat,
dan peran birokrasi pemerintahan yang memberikan
bagian penting dalam perkembangan siswa dalam
pencapaian prestasi. Dengan peran guru siswa akan
mudah memahami materi atau tehnik belajar yang
tepat
sesuai
denga
keinginan
siswa.
Menurut
Wrightman yang dikutip Uzer Usman (1992:1), peran
guru adalah serangkaian tingkah laku yang saling
berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu
serta
berhubungan
dengan
kemajuan
perubahan
tingkah laku dan perkembangan siswa yang menjadi
tujuannya. Hal itu akan memberikan dampak positif
bagi
siswa
dalam
pemerolehan
prestasi
yang
diinginkan.
2.14 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Berkaitannya otonomi kebijakan pendidikan dari
sentralisasi menjadi desentralasasi telah menekankan
bahwa
pengambilan
kebijakan
dialihkan
dari
Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah yang akhirnya
39
menggulirkan manajemen berbasis sekolah, sehingga
banyak peneliti telah melakukan penelitian terhapan
masalah tersebut, di antaranya sebagai berikut:
- Yulianingsih, Rahmi. 2012. Penerapan Manajemen
Berbasis Sekolah dan Kaitannya dengan Prestasi
Belajar
Siswa
Semester
Gasal
Tahun
Ajaran
2012/2013 di SDI Surya Buana Malang Hasil
penelitian menunjukkan bahwa 13 responden guru
menyatakan bahwa penerapan manajemen berbasis
sekolah di SDI Surya Buana Malang yaitu sangat
baik dengan perolehan nilai sebesar 93% dan 1
responden guru menyatakan baik dengan perolehan
sebesar 7%. Sedangkan hasil penelitian prestasi
belajar di SDI Surya Buana Malang menunjukkan
bahwa 67 siswa mempunyai prestasi belajar yang
sangat
tinggi
yaitu
sebesar
41%,
88
siswa
mempunyai prestasi belajar yang tinggi sebesar
54%, 6 siswa mempunyai prestasi belajar yang
cukup sebesar 4%, dan 1 siswa mempunyai prestasi
belajar yang kurang yaitu 1 %.
Dari uraian diatas, peneliti mencoba melakukan
pemahaman keterkaitan manajemen sekolah dengan
prestasi belajar siswa namun yang dinilai bukan
sekedar penerapan dan manajemennya saja. Dengan
dasar hal tersebut peneliti pengembangan dengan
melalukan penelitian tentang Evaluasi Manajemen
Berbasis Sekolah dalam Peningkatan Prestasi Belajar
Siswa
di
SMP
NU
10
Ringinarum
Ringinarum kabupaten Kendal.
kecamatan
40
2.15 Kerangka Berpikir Penelitian
Kerangka pikir penelitian menunjukkan rangkaian
langkah sistematis dari proses penelitian berdasarkan
landasan teoritik yang telah dijelaskan sebelumnya.
Jadi
hal
tersebut
munculnya
menyangkut
Program
MBS,
latar
belakang
tujuan
program,
implementasinya, serta dimensi-dimensi untuk melihat
implementasi Program MBS di lapangan. Untuk lebih
jelasnya kerangka pikir tersebut dapat disusun pada
bagan berikut:
Dari
rendahnya
didalamnya
termasuk
mutu
tidak
pendidikan,
efektifnya
yang
proses
pembelajaran yang dilaksanakan di Sekolah Menengah
Pertama
(SMP)
maka
pemerintah
mengeluarkan
kebijakan dalam rangka mengatasi masalah tersebut
dengan
cara
menggulirkan
program
manajemen
berbasis sekolah. Program Manajemen berbasis sekolah
merupakan program yang melibatkan beberapa unsur
atau komponen yang ikut terlibat didalamnya yaitu:
41
Unsur manajemen sekolah, unsur kinerja guru dan
kepala sekolah serta anggota sekolah lainnya, dan juga
peran serta masyarakat yang mana ketiga unsur
tersebut saling mendukung dan saling terkait antara
yang satu dengan yang lain.
Keberhasilan
Sekolah
program
khususnya
Manajemen
tentang
pembelajaran
yang
sangat
peningkatan
prestasi
efektivitas
penting
belajar
Berbasis
proses
sebagai
siswa
upaya
atau
mutu
pendidikan maka diwujudkan dalam bentuk CIPP
(context, input, process and product).
Adapun
dalam
komponen
Context
meliputi
dukungan dari berbagai warga sekolah, masyarakat,
dan
pemerintah
dalam
mewujudkan
keberasilah
prestasi belajar siswa. Selain itu juga ditunjang oleh
letak georafis yang harus memadai secara kondusif
untuk menciptakan kestabilan dalam kegiatan belajar
yang tenang, menyenangkan, dan kreativitas untuk
menciptakan kenyamanan, serta didukung dengan
sarana prasarana yang mampu memberikan fasilitas
yang mencukupi kebutuhan siswa dalam belajar.
Dalam komponen input mampu mewujudkan visi
dan misi sekolah agar bisa terarah dalam melakukan
proses pengelolaan lembaga pendidikan di SMP NU 10
Ringinarum dalam mencapai sasaran, tujuan dan
program
sekolah
dengan
tepat
sehingga
mampu
mewujudkan sumber daya iptek yang berkualitas.
Komponen
mewujudkan
process
kepala
diharapkan
sekolah
yang
mampu
edukatif,
manageriatif, administratif, dan supervisioner, dengan
sikap
tersebut
agar
mampu
menumbuhkan
42
kemandirian sekolah dalam pengelolaannya sehingga
proses
kegiatan
belajar
dan
akuntabel
keuangan
sekolah diproses secara objektif.
Komponen product merupakan hasil dari kegiatan
komponen
context,
input,
process
yang
mampu
menghasilkan prestasi belajar siswa secara maksimal
atau optimal sehingga akan memberikan dampak yang
baik di dalam pengelolaan lembaga pendidikan secara
menyeluruh.
Dengan demikian Program Manajemen Berbasis
Sekolah sangat diharapkan dapat dilaksanakan di
sekolah-sekolah
khususnya
di
Sekolah
Menengah
Pertama (SMP) dalam rangka meningkatkan hasil atau
prestasi belajar siswa baik di bidang akademik maupun
non akademik. Semua itu dapat terwujud apabila
ketiga komponen di atas saling bekerja sama dan saling
bertanggung jawab terhadap mutu pendidikan. Dengan
tercapainya
hasil
belajar
yang
baik
akan
dapat
memberikan dampak positif untuk peningkatan mutu
pendidikan, termasuk pembentukan sikap dan moral.