BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Siswa Menggunakan Model Problem Based Learning pada Mata Pelajaran Matematika Kelas 3 SD Negeri Gendongan 02 Kecamatan Tingkir

7

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori
Dalam kajian teori ini diawali dari hakikat Matematika SD mulai dari
pengertian,

kompetensi

dasar

pembelajaran

Matematika

SD,

pembelajaran


Matematika SD, dan penilaian Matematika SD. Kajian teori yang kedua merupakan
pendekatan (PBL) dimulai dari pengertian, karakteristik pendekatan (PBL), langkahlangkah pendekatan (PBL), analisis komponen-kompenen pendekatan (PBL) dan
penerapan pendekatan (PBL). Kajian teori yang ketiga merupakan pengertian hasil
belajar matematika dan pengukuran hasil belajar matematika, kajian penelitian
relevan, kerangka pikir dan hipotesis penelitian.
2.1.1 Hakikat Matematika SD
a. Pengertian
Depdiknas seperti dikutip oleh Susanto (2015:184) matematika berasal dari
bahasa Latin, manthanein atau mathema yang berarti “belajar atau hal yang
dipelajari”, sedang dalam bahasa Belanda, matematika disebut wiskunde atau ilmu
pasti yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Kurikulum 2006 mendefinisikan
bahwamatematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan
daya pikir manusia.Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan
komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori
bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, dan diskrit. Untuk menguasai dan
menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat
sejak dini.
Menurut Susilo seperti dikutip oleh Ibrahim dan Suparni (2012:12)
berpendapat bahwa “matematika dipandang sebagai aspek metode, cara penalaran,

bahasa dan objek penyeledikannya memiliki kekhasan yang keseluruhnya merupakan

7

8

bagian dari karya manusia yang bersifat universal. Sehingga matematika merupakan
salah satu hasil karya manusia berdasarkan pengalaman baik dari aspek metode, cara
penalaran, bahasa dan objek peyelidikan yang telah dilakukan sebelumnya. Hal ini
sejalan dengan pendapat Ahmad Susanto (2008: 189) berpendapat bahwa
“matematika merupakan aktivitas insane (human activities) yang harus dikaitkan
dengan realitas”. Sehingga matematika merupakan cara berfikir logis yang yang
dipresentasikan dalam bilangan, ruang, dan bentuk dengan aturan-aturan yang tak ada
yang tak lepas dengan aktivitas insani tersebut. Maka dari itu, matematika tidak lepas
dari kehidupan sehari-hari yang mempunyai kegunaan dalam pemecahan masalah
matematika sehari-hari.
Menurut Ahmad Susanto (2012: 185) Matematika merupakan salah satu
disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir dan berargumentasi,
memberikan kontribusi dalam peyelesaian masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja,
serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Menurut Wahyudi (2012: 5) Matematika merupakan suatu ilmu yang
mempelajari struktur abstrak dan pola hubungan yang ada didalamnya.sehingga dapat
diartikan bahwa matematika merupakan ilmu yang mempelajari tentang konsep,
struktur konsep dan mencari hubungan yang ada didalamnya.
Dari uraian beberapa pendapat ahli tersebut matematika merupakan ilmu yang
yang mengkaji berbagai aspek berupa metode, cara penalaran, bahasa,dan pola
struktur dan objek

peyelidikan berkaitan dengan penyelesaian masalah dalam

kehidupan sehari-hari sehingga mempunyai kegunaan dalam pengembangan
pengetahuan dan teknologi.

b. Kompetensi Dasar Matematika SD
Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkar SD / MI
dalam peraturan Pemerintah Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
untuk Satuan pendidikan dasar dan menengah bahwa Kompetensi Dasar Matematika

9


SD dijadikan sebagai landasan untuk mengembangkan kemampuan dalam berfikir
logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan berkerjasama.
Kompetensi tersebut diperluhkan oleh peserta didik dalam mengembangkan
kemampuan yang telah dimiliki dalam pengeloalaan dan pemanfaatan informasi yang
telah didapatkan.
Berdasarkan uraian tersebut kompetensi dasar merupakan kemampuan
minimal yang diharapkan dapat tercapai oleh peserta didik dalam pembelajaran
matematika. Kemampuan tersebut meliputi kemampuan dalam dalam berfikir logis,
analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan berkerjasama yang didapakan
melalui proses pembelajaran. Kompetensi Dasar yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu 2.1 Memilih alat ukur sesuai dengan Fungsinya dan 2.2 Menggunakan alat ukur
dalam pemecahan masalah.

c. Pembelajaran Matematika di SD
Menurut Ahmad Susanto (2012: 185) Matematika merupakan salah satu
disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir dan berargumentasi,
memberikan kontribusi dalam peyelesaian masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja,
serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selain itu, matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang terdapat pada
semua jenjang pendidikan, salah satunya jenjang pendidikan sekolah dasar (SD).

Sehingga belajar matematika mulai dari jenjang sekolah dasar menjadi syarat untuk
melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya. Karena dengan belajar matematika
siswa akan belajar bernalar secara kritis, kreatif dan aktif. Oleh karena itu,
pembelajaran matematika di SD guru hendaknya disampaikan dengan baik sehingga
siswa dapat memahami pembelajaran serta bermakna bagi kehidupannya.
Menurut Susanto (2013: 186-187) pembelajaran matematika merupakan suatu
proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru untuk mengembangkan kreativitas
berfikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa serta

10

meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya
meningkatkan penguasa yang baik terhadap materi matematika. Sehingga
pembelajaran matematika merupakan suatu proses pembelajaran yang mengupayakan
siswa untuk mengkontruksi pengetahuan yang didapatkan memlalui pengembangan
kretivitas berfikir siswa dalam pemahamn materi matematika.
Menurut Ibrahim (2012: 35)

pembelajaran matematika merupakan


pembelajaran yang menekankan pada hafalan sehingga bagi siswa yang ekempuan
matematis tingkat tinggi memiliki peluang yang kecil.
Dari pendapat di atas, pembelajaran matematika merupakan pembelajaran
agar siswa memiliki pola bepikir kritis, kreatif

sehingga dapat membangun

pengetahuannya sendiri dan mengaitknnya pada kehidupan sehari-hari.Oleh karena
itu pembelajaran matematika diberikan sejak dini agar siswa mampu memahami
matematika dari tingkat yang paling dasar ke tingkat yang tinggi.

2.1.2

Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

a. Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Model pembelajaran Problem Based Learning dipopulerkan Mc Master
Unversity Canada pada tahun 1970-an. Konsep model pembelajaran Problem Based
Learning berasal dati Joyce dan Well, namun berkembang karena adanya dukungan
dari Arends. Model pembelajaran Problem Based Learning memiliki karakteristik

yaitu pemberian masalah pada awal pembelajaran yang berkaitan dengan dunia
nyata.sehingga siswa aktif secara individu maupun kelompok untuk merumuskan
masalah yang diberikan.Sehingga

model pembelajaran Problem Based Learning

siswa cenderung lebih aktif dalam pembelajaran. Sedangkan guru cenderung
memfasiltasi siswa. Selain merumuskan masalah, siswa terlebih dahulu menyusun
kerangka masalah, mencermati, mengumpulan data dan mengorganisasikan masalah,
menyusun argumentasi terkait dengan pemecahan masalah baik dilakukan secara
individu maupun kelompok.

11

Menurut Miftahul Huda (2015: 271) Problem Based Learning (Pembelajaran
Berbasis Masalah) merupakan pembelajaran yang dapat diperoleh melalui proses
pemahaman akan suatu masalah tersebut dipertemuan petama dalam proses
pembelajaran. Sehingga pusat pembelajaran adalah siswa bukan pada pengajaran
guru. Oleh karena itu pembelajaran Problem Based Learning merupakan
pembelajaran yang memberikan masalah pada awal pembeljaran sehingga siswa

cenderung lebih aktif dalam pemecahan masalah yang diberikan.
Menurut Mohammad Jauhar (2011: 86) Problem Based Learning merupakan
model pembelajaran yang memusatkan pada masalah kehidupnya yang bermakna
bagi siswa sehingga guru mempunyai menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan
kepada siswa dan memfasilitasi peyelidikan serta dialog. Sehingga pembelajaran
masalah dirancang dengan adanya pemberian masalah sehingga membantu siswa
lebih aktif, kritis dan kreatif dalam pemecahan masalah.
Dalam model pembelajaran Problem Based Learning atau Problem Based
Instruction merupakan model pembelajaran yang erat kaitannya dengan pendekatan
kontekstual dimana siswa diberikan masalah autentik sehingga siswa diharapkan
dapat mengembangkan kemampuan menyusun pengetahuan sendiri, mengembangkan
kemampuan berfikir kritis, kreatif dan kerjasama.

b. Karakteristik Model Pembelajaran Problem Based Learning
Menurut Mohammad Jauhar (2011: 87-88) model pembelajaran Problem
Based Learning memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Bukannya mengorganisasikan di sekitar
prinsip-prinsip atau keterapilan akademik tertentu, pembelajaran berbasisi
masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah
yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk

siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik menghindari

12

jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk
situasi itu.
2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun pembelajaran berbasis
masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu, masalah yang akan
diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa
meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.
3. Penyelidikan autentik. Pembelajaran berbasis masalah mengharuskan siswa
melakukan penyidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap
masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpul dan
menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperluhkan), membuat
inferensi dan merumuskan kesimpulan. Sudah barang tentu, metode
penyeledikan yang digunakan, bergantung kepada maslah yang sedang
dipelajari.
4. Menghasilkan produk dan memamerkannya. Pembelajaran berbasis masalah
menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya
nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk

penyelesaian masalh yang mereka temukan. Produk tersebut dapat berupa
traskrip debat seperti pada pelajaran “Roots and wings”. Produk ini dapat
berupa laporan, model fisik, video maupun program komputer. Karya nyata
dan peragaan seperti yang akan dijelaskan kemudian, direncanakan oleh siswa
untuk mendemonstrasikan kepada teman-temannya tentang apa yang akan
dipelajari dan menyediakan suatu alternative segar terhadap laporan
tradisional atau makalah.
5. Kolaborasi. Pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa yang
bekerjasama satu dengan yang lainnya, paling sering secraa berpasangan atau
dalam kelompok kecil. Bekerjasama memberikan motivasi untuk secara
berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak

13

peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan
keterampilan sosial dan keterampilan nyata.
Dalam model Problem Based Learning (PBL) tidak dirancang untuk
membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Model
pembelajaran berbasisi masalah ini dikembangkan dengan tujuan membantu siswa
untuk mengembangkan kemampuan berfikir kritis , pemecahan masalah dan

keterampilan intelektual belajar sebagai orang dewasa melalui keterlibatan mereka
daam pengalaman simulasi sehingga menjadi siswa yang mandiri dan otonom. Hal ini
didukung dengan adanya keterkaitan model dengan kehidupan nyata melalui beberap
tahapan tertentu. Dengan berkaitan itu juga model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) mempunyai kelebihan dan kelemahan, yang pertama adalah
kelebihan dari pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) menurut
Trianto (2014: 68) adalah sebagai berikut :
1. Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan, sebab mereka sendiri yang
menemukan konsep tersebut.
2. Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut ketrampilan
berpikir siswa yang lebih tinggi.
3. Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki siswa sehingga
pelajaran lebih bermakna.
4. Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah yang
diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini dapat
meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang dipelajari.
5. Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan
menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial yang positif diantara
siswa.
6. Pengondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap
pembelajar dan temannya, sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa
sangat diharapkan.

14

Kekurangan Problem Based Learning menurut Mohamad Jauhar (2011: 86),
adalah sebagai berikut :
1. Bagi siswa yang pemalas tujuan dari model ini tidak akan tercapai.
2. Membutuhkan banyak waktu dan dana.
3. Tidak semua mata pelajaran sesuaiuntuk diterapkan model ini.
Berdasarkan uraian diatas mengenai kelebihan dan kekurangan model
pembelajaran Problem Based Learning juga mempunyai manfaat dimana membantu
siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah , dan
melatih kemapuan berkerjasama dengan siswa yang lain. Selain itu, memabantu siswa
mambangun pengetahuan siswa menjadi lebih bermakna.

c. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Menurut Mohammad Jauhar (2012: 88-89) langkah – langkah model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL)sebagai berikut:
1. Langkah 1 : Melakukan orientasi siswa terhadap masalah
Pada tahap ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan kebutuhan
logistik (alat dan bahan) yang diperluhkan bagi pemecahan masalah,
memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang
telah dipilih siswa dan guru, maupun yang telah dipih sendiri oleh siswa.
2. Langkah 2 : Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan agar relevan
dengan penyelesaian masalah.
3. Langkah 3 : Mendukung investigasi kelompok maupun individual.
Guru mendorong siswa untuk mencari informasi yang sesuai, melakukan
eksperimen dan mencari penjelasan dan pemecahan masalahnya.
4. Langkah 4 : Mengembangkan dan menyajiakn artefak dan memamerkannya.

15

Guru membantu siswa dalam perencanaan dan perwujudan artefak yang
sesuai dengan tugas yang diberikan seperti laporan, video, model-model serta
membantu mereka saling berbagi satu sam lain terkait hasil karyanya.
5. Langkah 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah.
Guru

membantu

siswa

untuk

melakukan

refleksi

terhadap

hasil

penyelidikannya serta proses-proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.

d. Analisis Komponen-komponen Model Pembelajaran

Problem

Based

Learning (PBL)
Joyce, Weil, dan Calhoun (2009: 104-106), mengemukakan bahwa setiap
model pembelajaran memiliki unsur-unsur berupa 1) Sintaks; 2) Prinsip reaksi; 3)
Sistem sosial; 4) Sistem Pendukung 5) Dampak Instruksional dan dampak pengiring.
Berikut

merupakan

uraian

komponen-komponen

pembelajaran

dengan

menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) berdasarkan
teori Bruce Joyce diatas.
1. Sintaks
Sintaks merupakan urutan langkah pengajaran yang merujuk pada fase-fase
atau tahap-tahap yang harus dilakukan oleh guru bila menggunakan model
pembelajaran tertentu. Mohammad Jauhar (2011: 87-88) sebagai berikut :
1) Melakukan orientasi siswa terhadap masalah
Pada tahap ini dapat berupa
a) Menjelaskan tujuan pembelajaran
b) Menjelaskan kebutuhan logistik (alat dan bahan)yang diperluhkan
bagi pemecahan masalah
c) Memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah
yang telah dipilih siswa dan guru, maupun yang telah dipih sendiri
oleh siswa.
2) Mengorganisasikan siswa untuk belajar

16

Pada

tahap

ini

guru

membantu

siswa

mendefinisikan

dan

mengorganisasikan agar relevan dengan penyelesaian masalah.
3) Mendukung investigasi kelompok maupun individual
Guru mendorong siswa agar:
a) Mencari informasi yang sesuai melakukan eksperimen
b) Mencari penjelasan dan pemecahan masalahnya.
4) Mengembangkan dan menyajiakn artefak dan memamerkannya.
Guru membantu siswa :
a) Menyusun perencanaan dan perwujudan artefak yang sesuai dengan
tugas yang diberikan seperti laporan, video, model-model serta
membantu mereka saling berbagi satu sam lain terkait hasil karyanya.
5) Menganalisis dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah.
Guru membantu siswa :
a) Melakukan refleksi terhadap hasil penyelidikannya
b) Melakukan refleksi terhadap proses-proses pembelajaran.
2. Prinsip Reaksi
Prinsip reaksi merupakan pola kegiatan yang memberikan gambaran
bagaimana seharusnya guru melihat dan memperlakukan siswa, termasuk
bagaimana seharusnya guru memberikan respon terhadap siswa.Dalam prinsip
ini merupakan petunjuk bagaimana seharusnya guru menggunakan aturan
permainan ynag berlaku pada setiap pembelajaran.
Dalam pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based
Learning (PBL) ini guru berperan sebagai fasilitator dalam arti guru hanya
sebagai pelatih yang sedang melakukan proses penilaian dengan memberikan
masalah terhadap siswa, dimana siswa berperan sebagai problem solver yang
terlibat lebih aktif dalam pembelajaran untuk memecahkan masalah. Selain itu
guru berperan sebagai fasilitator yang memberikan bantuan dan pengarahan
bagi siswa saat pembelajaran. Guru juga berperan sebagai pembimbing siswa

17

dalam melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan pembelajaran yang
dilakukan.
3. Sistem Sosial
Sistem sosial merupakan pola hubungan guru dengan siswa pada saat
terjadinya proses pembelajaran (situasi atau suasana dan norma yang berlaku
dalam penggunan metode tertentu).
Dalam pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based
Learning (PBL) ini kegiatan kelas berorientasi pada pemecahan masalah baik
secara individu maupun kelompok. Dalam hal ini siswa difasilitatori guru
untuk memecahkan sebuah masalah yang berkaitan dengan kehidupan seharihari sesuai dengan materi pembelajaran. Dalam hal ini peran guru dan siswa
sederajat hanya berbeda peran.
4. Sistem Pendukung
Sistem Pendukung merupakan segala sarana, bahan, dan alat yang
dibutuhkan untuk menunjang terlaksananya proses pembelajaran menggunakan
model Problem Based Learning (PBL) ini sistem pendukung yang dibutuhkan
dari segi kondisi fisik seperti papan tulis, alat, dan bahan yang diperluhkan
untuk pemecahan masalah. Selain itu guru harus mempersiapkan rancangan
pembelajaran berupa RPP , lembar kerja siswa berbasis

Problem Based

Learning (PBL), panduan penilaian dan lembar evaluasi.
5. Dampak Instruksional dan Dampak Pendukung
Dampak instruksional adalah hasil belajar siswa yang dicapai atau yang
berkaitan dengan materi pembelajaran. Jadi dampak instruksional merupakan
kemampuan siswa yang diperoleh setelah dilaksanakannya pembelajaran.
Secara khusus dampak instruksional yang terdapat pada pembelajaran dengan
menggunakan model Problem Based Learning (PBL) adalah kemampuan
siswa dalam memecahkan masalah pengukuran berkaitan dengan kehidupan

18

sehari-hari, memilih alat ukur sesuai dengan fungsinya dan mempraktikan
penggunaan alat ukur dalam pemecahan masalah.
Dampak pengiring adalah hasil belajar sampingan atau iringan yang
dicapai sebagai akibat dari penggunaan model pembelajaran tertentu. Secara
umum, dampak pengiring akan timbul dengan penerapan model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) adalah siswa cenderung kritis, aktif, kratif,
teliti, komunikatif dalam penyampaian hasil kerjanya, sikap menghargai dan
kerjasama dalam kelompok.
Aktif

Kemampuan siswa
dalam memilih alat
ukur sesuai dengan
fungsinya

Kreatif
Kritis
Teliti
Tanggungjawab
Komunikatif

Model
Pembelajaran
Problem Based
Learning (PBL)

Saling
Menghargai
Kerjasama

Keterangan
Dampak intruksional
Dampak pengiring

Kemampuan siswa
dalam
menggelompokan
alat ukur
Kemampuan siswa
dalam
menggunakan alat
ukur
Kemampuan siswa
dalam
memecahkan
masalah
pengukuran

Gambar 2.1
Dampak Pengiring dan Dampak Instruksional Model Pembelajaran Problem
Based Learning (PBL)

19

Pada gambar 2.1 terlihat bahan penerapan model Problem Based Learning
(PBL) menghasilkan dampak berupa dampak instruksional dan dampak pengiring.
Dampak instruksional merupakan kemampuan yang harus dikuasai saiswa dengan
setelah melalui proses pembelajaran. Dampak instruksional dari penerapan model
Problem Based Learning (PBL) berupa kemampuan siswa dalam memilih alat ukur,
kemampuan siswa dalam menggelompokkan alat ukur, kemampuan siswa dalam
menggunakan alat ukur, dan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah
menggunakan alat ukur.
Sedangkan dampak pengiring merupakan hasil sampingan atau iringan yang
didapatkan dari penerapan model Problem Based Learning (PBL). Sehingga dampak
pengiring dari penerapan model Problem Based Learning (PBL) berupa siswa
menjadi lebih aktif, kreatif, kritis, teliti, komunikatif, saling menghargai dan
kerjasama.

e. Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) dalam Pembelajaran
Matematika SD
Berdasarkan hasil kajian berkaitan dengan model Problem Based Learning
(PBL), maka menurut peneliti bahwa
merupakan salah satu model yang

model Problem Based Learning (PBL)

digunakan dalam pembelajaran matematika

sekolah dasar berkaitan dengan pemecahan masalah. Model pembelajaran Problem
Based Learning (PBL) merupakan pembelajaran yang memusatkan masalah yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga dengan penerapan model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL), siswa dapat membangun pengetahuan
menjadi lebih bermakna. Dalam penerapan model Problem Based Learning (PBL)
siswa diberikan kesempatan memecahkan masalah dengan cara mereka sendiri
sesuai dengan informasi yang didapatkan oleh siswa. Sehingga dengan penerapan

20

model Problem Based Learning (PBL) ini siswa juga dapat memecahkan asalah
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Tabel 2.1
Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran Matematika dengan Model Pembelajaran
Problem Based Learning (PBL)

Kegiatan Guru

Tahapan Pelaksanaan

Kegiatan murid

1. Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran.
2. Guru menjelaskan kebutuhan
bahan dan alat misalnya
meteran, timbangan, dan
jam/stopwatch yang
diperluhkan untuk penyelesaian
masalah.
3. Guru memberikan motivasi
kepada siswa terhadap aktivitas
pembelajaran berkaitan dengan
penyelesaian masalalah

1) Melakukan orientasi
siswa pada masalah

1. Siswa menyimak
penyampaian tujuan
pembelajaran
2. Memperhaikan penjelasan
guru berkaitan kebutuhan alat
dan bahan misalnya meteran,
timbangan dan
jam/stopwatch.
3. Siswa ikut serta dalam
kegiatan pembelajaran
berkaitan penyelesaian
masalah

1. Guru membantu siswa untuk
mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas yang
berkaitan dengan penyelesaian
pemecahan masalah.

2) Mengorganisasi
siswa untuk belajar.

1. Guru mendorong siswa untuk
mencari informasi yang sesuai,
melakukan eksperimen dan
mencari penjelasan dan
pemecahan masalahnya.
1. Guru membantu siswa dalam
perwujudan laporan hasil kerja
yang sesuai dengan tugas yang
diberikan berupa laporan
tentang pengukuran (panjang,
berat dan waktu).
2. Guru membantu siswa saling
berbagi satu sama lainnya
terkait hasil kerjanya tentang
pengukuran (panjang, berat dan
waktu).

3) Mendukung
penyelidikan
kelompok maupun
individu

1. Siswa mendefenisikan dan
mengorganisasikan tugas
yang berkaitan dengan
penyelesaian tugas yang
berkaitan pemecahan
masalah.
1. Siswa secara berkelompok
mencari informasi yang
sesuai dengan pemecahan
masalah tentang pengukuran
(panjang, berat dan waktu)
1. Siswa secara berkelompok
menyusun laporan hasil
kerjanya.
2. Siswa berbagi tugas dengan
kelompknya.
3. Siswa mempresentasikan
hasil kerjanya sebagai bukti
pemecahan masalah tentang
pengukuran.

4) Mengembangkan dan
menyajikan artefak
dan mamerkannya.

21

3. Guru membimbing siswa
mempresentasikan hasil
kerjanya.

1. Guru membimbing siswa untuk
melakukan refleksi terhadap
hasil penyelidikannya
2. Guru membimbing siswa untuk
melakukan refleksi prosesproses pembelajaran yang telah
dilaksanakan.

5) Menganalisis dan
mengevaluasi
proses
penyelesaian
masalah.

1. Siswa melakukan refleksi
terhadap hasil kerja
kelompok
2. Siswa melakukan refleksi
pembelajaran yang
dilakukan.

Berdasarkan prosedur pelaksanaan model Problem Based Learning (PBL)
yang disajikan pada tabel tersebut bahwa rancangan prosedur pelaksanaan
pembelajaran dapat dikatakan berhasil jika telah dilaksanakan sesuai dengan sintaks
apabila disertai dengan adanya pengamatan adanya pengamatan tentang kegiatan
guru dan siswa dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran Problem
Based Learning (PBL). Hal-hal yang perlu diamati dalam pelaksanaan prosedur
pembelajaran model Problem Based Learning (PBL) agar dapat berjalan dengan baik
yaitu:
1. Pada langkah pertama yaitu guru melakukan orientasi siswa terhadap masalah
berkaitan dengan materi pembelajaran dengan yang akan diajarkan sehingga
pada tahap ini siswa memperhatikan tujuan pembelajaran yang berkaitan
dengan materi pemecahan masalah, kemudian guru menjelaskan alat dan
bahan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah, sedangkan siswa
memperhatikan penjelasan tentang alat dan bahan yang dibutuhkan dalam
pemecahan sehingga siswa dapat mengeahui alat-alat yang dibutuhkan dalam
pemecahan masalah. Setelah siswa memperhatikan penjelasan guru tentang
alat dan bahan yang dibutuhkan, guru memberikan motivasi terhadap siswa
agar ikut serta terlibat dalam pemecahan masalah yang diberikan.

22

2. Pada langkah kedua siswa mendefinisikan masalah dan mengorganisasikan
tugas-tugas yang diberikan berkaitan dengan pemecahan masalah serta
melakukan eksperimen berdasarkan informasi-informasi telah dikumpulkan
oleh siswa sedangkan guru membimbing siswa dalam pemecahan masalah
yang dilakukan oleh siswa sehingga pada tahap ini siswa menyususn
pemecahan masalah yang akan dilakukan.
3. Pada langkah ketiga guru membimbing siswa dalam membentuk kelompok,
setelah itu siswa mendiskusikan tentang pemecahan masalah secara
berkelompok dengan informasi – informasi yang didapatkan untuk pemecahan
masalah yang diberikan berkaitan dengan materi yang diajarkan serta
merumuskan pemecahan masalah yang diberikan. Pada tahap ini guru
mengamati kegiatan

siswa saat

melakukan

memecahkan masalah dan membimbing siswa

kerja

kelompok dalam

merumuskan penyelesaian

masalah yang diberikan.
4. Pada tahap keempat siswa menyusun dan mengembangkan hasil dari kerja
kelompok berupa laporan berdasarkan informasi dan eksperime yang
dilakukan, guru membimbing siswa dalam penyusunan laporan yang
dilakukan berdasarkan eksperimen yang telah dilakukan oleh siswa. Setelah
siswa selesai menyusun dan mengembangkan laporan guru meminta siswa
untuk mempresentasikan hasil pemecahan masalah yang dilakukan oleh siswa
agar sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
5. Pada tahap kelima, guru melakukan refleksi terhadap hasil kerja siswa melalui
laporan kerja kelompok tentang pemecahan masalah yang dilakukan oleh
siswa serta guru bersama siswa melakukan refleksi terhadap proses
pembelajaran yang telah dilakukan

siswa sehingga dapat perbaiki dalam

pembelajaran-pembelajaran selanjutnya.

23

2.1.3 Hasil Belajar Matematika SD
Menurut Ahmad Susanto (2012: 4) belajar merupakan suatu aktivitas yang
dilakukan seeorang dengan sengaja untuk memperoleh konsep, pemahaman atau
pengetahuan baru sehingga memungkinkan seseoang terjadi perubahan tingkah
perilaku yang relative baik dalam berpikir, mersa maupun bertindak.
Menurut Sudjana (2008: 28) menyatakan hasil belajar pada dasarnya adalah
akibat dari suatu proses belajar. Menurut Nawani (dalam Susanto, 2012: 5)
berpendapat bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa
dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang
diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu. Sehingga yang
dimaksud dengan hasil belajar merupakan hasil pencapaian kemampuan siswa dalam
mempelajari materi pelajaran yang telah disampaikan.
Menurut Ahmad Susanto (2013: 5) berpendapat hasil belajar adalah
kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Oleh karena itu
hasil belajar dapat diartikan bahwa anak mencapai hasil belajar jika anak telah
mencapai tujuan pembelajaran sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku siswa.
Berdasarkan beberapa ahli diatas bahwa hasil belajar merupakan kemampuan
yang diperoleh siswa baik kemampuan kognitif, kemampuan afektif dan
psikomotorik. Sehingga hasil belajar siswa bukan hanya dilihat dari pencapaian hasil
belajar tetapi dapat dilihat dari perubahan tingkah laku.
Teknik penilaian merupakan cara untuk mengukur melalui tes maupun non tes
yang dijelaskan dalam skor pengukuran maupun dalam bentuk angka.
1) Teknik Tes
Teknik tes merupakan suatu alat yang digunakan dalam kegiatan
pembelajaran yang berupa serangkaian pertanyaan atau soal yang dikerjakan
untuk mengukur kemampuan individu maupun kelompok.
2) Teknik Non Tes

24

Teknik non tes meliputi observasi langsung dan tidak langsung, angket,
wawancara. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik tes yang berupa
soal-soal tes yang diberikan siswa dengan memberikan jawaban tertulis. Tes
tertulis yang digunakan adalah pilihan ganda dan lembar kerja siswa secara
berkelompok.
Dari uraian tentang pengukuran hasil belajar yang telah diuraikan diatas
maka peneliti menggunakan tes tertulis untuk mengukur hasil belajar siwa pada
mata pelajaran matematika berupa pilihan ganda dalam bentuk pretest dilakukan
pada awal pembelajaran setiap siklus dan posttest akhir pembelajaran pada setiap
siklus.

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
Dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model Problem Based
Learning (PBL) merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
hasil belajar siswa. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam
pembelajaran Matematika merupakan model pembelajaran yang memusatkan siswa
pada masalah sehingga akan lebih kritis dalam memecahkan masalah matematika.
Dalam penelitian tentang penggunaanmodel pembelajaran Problem Based Learning
(PBL) sebagi upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran
matematika peneliti menggunakan untuk meneliti beberapa peneliti terdahulu yang
juga telah melakukan yaitu.
Penelitian Mustamilah (2015) dengan menggunakan model Problem Based
Learning (PBL)dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran
matematika, pada kondisi awal 36,6% pada siklus 1 presentase meningkat menjadi
36,6%, siklus 2 menjadi 63,63% dan pada silus meningkat menjadi 77,27%.
Penelitian oleh Sri Giarti (2014) dengan menggunakan model Problem Based
Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata Pelajaran
Matematika, pada kondisi awal presentase pencapaian KKM mencapai 30,77 %,

25

meningkat pada siklus 1 menjadi 58, 84% dan pada siklus 2 meningkat menjadi
84,61 %.
Penelitian Ahmad Subbanarrijal (2015) dengan menggunakan model Problem
Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran
Matematika, pada siklus 1 mencapai 77,37% siklua 2 mengalami peningkatan
menjadi 85,17 dan pada siklus 3 meningkat menjadi 91,10% telah memenuhi target
ketuntasan yaitu 85%.
Penelitian oleh Taurinda Mahardiyanti (2014) menggunakan Problem Based
Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar siswa mata pelajaran Matematika
dari siklus 1 menjadi 56,67%, pada siklus 2 menjadi 70% pada siklus 3 meningkat
90%. Penelitian oleh Gunantara (2014) menggunakan Problem Based Learning
(PBL) dapat meningkatkan hasil belajar siswa.Penelitian Putu Diantari (2014)
menggunakan Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar
siswa pada mata pelajaran Matematika. Oleh karena itu, pembelajaran dengan
menggunakan model Problem Based Learning (PBL)

dapat meningkatkan hasil

belajar siswa dengan signifikan pada setiap siklus.
Berdasarkan penelitian relevan yang telah dipaparkan, penelitian ini
menggunakan model Problem Based Learning (PBL) digunakan sebagai upaya
peningkatan hasil belajar Matematika. Meskipun menggunakan model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) yang sama dengan penelitian yang sebelumnya telah
dipaparkan terdapat materi dan subjek yang berbeda yang digunakan dalam penelitan
ini, materi menggunakan pengukuran panjang berat dan waktu dalam pemecahan
masalah, subjek penelitian siswa kelas 3 SD Negeri Gendongan 02 Salatiga.

2.3 Kerangka Pikir
Berdasarkan indentifikasi masalah telah dilakukan, pembelajaran masih
menggunakan

cara

konvensional

dimana

peran

guru

masih

mendominasi

dibandingkan oleh siswa. Hal ini menyebabkan siswa menjadi pasif sedangkan guru

26

menjadi aktif. Sehingga siswa merasa bosan dan tidak memperhatikan pembelajaran
yang sedang berlangsung. Oleh karena itu berdampak pada hasil belajar siswa yang
kurang dan memuaskan karena berada dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yang digunakan sebagai
upaya agar siswa mampu memahami pembelajaran matematika lebih baik.Model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yang pada dasarnya melatih siswa
dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupannya sehingga siswa
dapat membangun pengetahuannya menjadi lebih bermakna.
Dalam kerangka pikiran ditunjukkan jalannya penelitian agar tidak
menyimpang dari pokok-pokok permasalahan yang ada maka kerangka pikir
ditunjukkan dalam sebuah gambar skema dibawah ini agar peneliti mempunyai
gambaran yang jelas dalam penelitian yangakan dilakukan.
Sintaks
Aktif

Melakukan orientasi
siswa pada masalah

Kreatif
Kritis

Mengoranisasi siswa
untuk belajar

Teliti

Kerjasama

Tanggungjawab

Saling
menghargai

Keterangan
Dampak Intruksional
Dampak pengiring

Mendukung Kelompok
investigasi

Mengembangkan dan
menyajikan artefak dan
mamerkannya.
Menganalisis dan
mengevaluasi proses
penyelesaian masalah

Kemampuan siswa
memilih alat ukur sesuai
fungsinya

Kemampuan siswa dalam
menggelompokkan alat
ukur

Kemampuan siswa dalam
menggunakana alat ukur

Kemampuan siswa
menggunakan alat ukur
dalam memecahkan
masalah

Hasil Belajar

27

Gambar 2.2.
Kerangka Pikir Model Pembelajaran Problem Based Learning

Berdasarkan gambar 2.2 pembelajaran dengan menggunakan sintaks model
pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) mampu memberikan dampak

instruksional yang terlihat pada hasil belajar siswa berupa kemampuan yang telah
dikuasainya, kemampuan tersebut berupa kemampuan siswa dalam memilih alat ukur
sesuai

fungsinya,

kemampuan

menggelompokkan

alat

ukur,

kemampuan

menggunakan alat ukur dan kemampuan memecahkan masalah dengan menggunakan
alat ukur.
Dampak pengiring berupa kemampuan yang didapatkan dari pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran penerapan Problem Based Learning
(PBL) yaitu siswa menjadi aktif karena pembelajaran berpusat pada siswa sedangkan
guru hanya sebagai fasilitator, siswa menjadi kreatif belajar mengorientasi masalah
dan mengembangkan hasil dari kerja kelompok dalam bentuk laporan., siswa menjadi
kriitis dalam mengidentifikasi masalah yang diberikan. Siswa menjadi lebih teliti
mengidentifikasi masalah yang yang akan dipecahkan, siswa dengan berkelompok
akan melatih siswa untuk saling menghargai satu sama lain dengan kelompoknya
serta siswa bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan berkaitan dengan
pemecahan masalah.

2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis tindakan dalam penelitian adalah peningkatan hasil belajar
Matematika dapat ditingkatkan dengan menggunakan model pembelajaran Problem
Based Learning (PBL) pada siswa kelas 3 SD Negeri Gendongan 02 Salatiga
Semester 1 Tahun Pelajaran 2015/2016.