Laporan Akhir KABUPATEN MALANG Sistem Di

PT. HESA LARAS CEMERLANG
HESA LC for Exellent Services

LAPORAN AKHIR
IMPLEMENTASI SISTEM PENDISTRIBUSIAN TERTUTUP LPG
TERTENTU WILAYAH KABUPATEN MALANG

HESA LC for Exellent Services

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kegiatan
Sejak program konversi minyak tanah ke LPG diimplementasikan pada akhir tahun 2007
sampai tahun 2010, pemerintah telah mendistribusikan secara gratis sekitar ± 45 juta
paket perdana LPG tabung 3 kg ke rumah tangga dan usaha mikro yang berhak. Hasil
evaluasi menunjukkan bahwa pelaksanaan program konversi selama ini dinilai berhasil.
Indikasinya adalah penggunaan LPG tabung 3 kg di masyarakat yang terus meningkat, di
mana pada tahun 2010 penyaluran isi ulang LPG tabung 3 kg setidaknya telah mencapai
sekitar 2,5 juta MT, atau naik sekitar 416% dari tahun 2008 yang sebesar 0,6 juta MT,
serta minyak tanah bersubsidi yang ditarik sejak awal program konversi sebesar 8,42

juta kiloliter. Dari pelaksanaan konversi mitan ke LPG tersebut di atas diperkirakan telah
dilakukan penghematan sebesar 26,4 trilyun rupiah selama 2007-2010. Penghematan
diperkirakan akan naik dengan semakin meluasnya target konversi di 2011 yang
ditargetkan sebesar 52 juta KK.
Berdasarkan Permen No. 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian
Liquefied Petroleum Gas, sistem pendistribusian LPG Tertentu dilaksanakan secara
tertutup yang dimaksud LPG Tertentu dalam Permen tersebut adalah LPG tabung 3 kg
yang saat ini disubsidi oleh pemerintah yang digunakan oleh rumah tangga dan usaha
mikro sesuai kriteria yang ditetapkan Pemerintah. dalam sistem tertutup ini pembelian isi
ulang LPG tertentu oleh rumah tangga dan usaha mikro yang berhak dilakukan dengan
menggunakan kartu kendali melalui Penyalur dan/atau Sub Penyalur yang ditunjuk.
dengan demikian, transaksi pembelian isi ulang LPG tertentu oleh kelompok masyarakat
yang tidak berhak dapat diminimalisir.
Sebagai tindak lanjut dari ketentuan di atas pada tahun 2009 telah dilakukan pilot
project implementasi di Kota Malang yang mencakup dua ratus ribu KK. pada tahun 2010
wilayah implementasi telah diperluas menjadi Wilayah Malang Raya (Kota Malang,
Kabupaten Malang dan Kota Batu), Kota Surakarta, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten
Sumedang dan Kota Pekanbaru. pada tahun 2011 melakukan kegiatan lanjutan
Implementasi dan Penerapan Sistem Pengawasan Pendistribusian Tertutup LPG Tertentu
dari wilayah yang telah diimplementasi pada tahun 2010 dan juga mengembangkan

Implementasi dan Penerapan Sistem Pengawasan Pendistribusian Tertutup LPG Tertentu
di Kota Semarang. pada tahun 2012 pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber

HESA LC for Exellent Services

Daya Mineral cq Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi melakukan kegiatan lanjutan
Pengawasan implementasi sistem pendistribusian LPG tertentu secara tertutup di
wilayah yang telah diimplementasi pada tahun 2011 yang meliputi 8 Kabupaten/Kota dan
3 wilayah baru.

1.2 Maksud, Tujuan, dan Sasaran Kegiatan
1.2.1 Maksud
Maksud kegiatan ini adalah melakukan implementasi sistem pendistribusian tertutup LPG
tertentu yang menjamin pasokan dan pembayaran subsidi LPG tertentu sesuai peraturan
yang berlaku.

1.2.2 Tujuan
Tujuan dari kegiatan ini adalah:

1. Terlaksananya sistem pelayanan terpadu dari kegiatan


implemetasi sistem

pendistribusian tertutup LPG tertentu;

2. Terlaksananya transaksi pembelian LPG tertentu oleh pengguna yang berhak
menggunakan kartu kendali di sub penyalur yang ditentukan sesuai HET (Harga
Eceran Tertinggi);

3. Terlaksananya penyaluran LPG tertentu oleh lembaga penyalur ke konsumen sesuai
dengan wilayah penyaluran yang telah ditentukan;

4. Terwujudnya partisipasi aktif masyarakat pengguna LPG tertentu yang berhak dan
stakeholder dalam mendukung pelaksanaan implementasi sistem pendistribusian
LPG tertentu;
Terlaksananya sistem pelaporan transaksi LPG Tertentu secara kontinyu, traceable,
accountable, dan verifee.

1.2.3 Sasaran Kegiatan
Sasaran dari kegiatan ini adalah terlaksananya sistem Pendistribusian LPGtertentu

secara tertutup di wilayah yang ditetapkan, meliputi:

1. Berfungsinya sistem layanan terpadu di wilayah kegiatan;
2. Berfungsinya sistem transaksi pembelian LPG tertentu melalui Electronic Data
Capture (EDC) di sub penyalur dan sistem aplikasi desktop di penyalur;

3. Berfungsi sistem kontrol wilayah penyaluran berdasarkan hasil transaksi dengan
wilayah penyaluran yang telah ditentukan;

4. Berjalannya pendampingan kepada pengguna LPG Tertentu yang berhak dan
stakeholder melalui kegiatan pembinaan dan pengawasan;

HESA LC for Exellent Services

5. Berfungsinya sistem transaksi dan pelaporan LPG tertentu melalui penerapan
teknologi informasi yang terintegrasi dari SPPBE hingga konsumen.

HESA LC for Exellent Services

1.3 Manfaat Pekerjaan

Manfaat kegiatan ini adalah:
1.

Pemerintah mendapatkan informasi kebutuhan pasokan LPG Tertentu di setiap Kota/
Kabupaten;

2.

Pemerintah

mendapatkan

laporan

hasil

monitoring

transaksi


isi

ulang

LPG

Tertentusecara kontinyu, traceable, dan aueitablesehingga efisiensi dan efektifitas
penyaluran subsidi kepada pengguna yang berhak dapat terjamin;
3.

Pemerintah mendapatkan data perhitungan transaksi isi ulang LPG Tertentu yang
update dan valid sebagai dasar pembayaran subsidi pemerintah kepada Badan
Usaha Penyedia LPG Tertentu;

4.

Masyarakat mendapatkan kemudahan dalam membeli isi ulang LPG Tertentu dengan
harga dan pasokan yang terjamin

1.4 Dasar Hukum Kegiatan

Dasar hukum kegiatan ini adalah:
1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4152);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4286);
3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4400);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak
dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 124,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4436);
5. Keputusan Presiden R.I Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan Belanja Negara jo Keputusan Presiden R.I. Nomor 72 Tahun
2004 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang
Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara;
6. Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tanggal 6 Agustus 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah;
7. Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2007 tanggal 28 Nopember 2007 tentang

Penyediaan, Pendistribusian dan Penetapan Harga Liquefied Petroleum Gas Tabung 3
Kilogram;

HESA LC for Exellent Services

8. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 0030 Tahun 2005 tanggal
20 Juli 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral;
9. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 056 Tahun 2006 Tanggal
28 Desember 2006 tenteng Organisasi dan Tata Kerja Pengelola Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
10. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 021 Tahun 2007 tanggal
19 Desember 2007 tentang Penyelenggaraan Penyediaan dan Pendistribusian
Liquefied Petroleum Gas Tabung 3 Kilogram;
11. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2009 tanggal 29
September 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas;
12. Peraturan Bersama Menteri dalam Negeri dan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral Nomor 17 Tahun 2011 dan Nomor 05 Tahun 2011 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Pendistribusian Tertutup Liquefied Petroleum Gas Tertentu di Daerah.


1.5 Ruang Lingkup dan Metodologi Kegiatan
1.5.1 Ruang Lingkup
Secara umum batasan dan ruang lingkup Implementasi Sistem Pendistribusian LPG
tertentu secara tertutup meliputi :
1. Inventarisasi dan analisa data sekunder;
2. Pengurusan perijinan dan koordinasi dengan pemerintah daerah Propinsi/Kab/Kota
dan Stakeholder;
3. Implementasi sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu;
4. Mengoperasikan peralatan dan melakukan pembinaan dan pengawasan dalam
pelaksanaan sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu;
5. Verifikasi distribusi isi ulang LPG tertentu;
6. Pelaporan dan presentasi.

1.5.2 Metodologi
Pelaksanaan kegiatan Implementasi Sistem Pendistribusian LPG Tertentu Secara
Tertutup berdasarkan pada metodologi sebagai berikut :
1. Melakukan identifikasi dan inventarisasi data sekunder :
a. Melakukan inventarisasi data hasil pelaksanaan kegiatan 2011, meliputi:
i.


Data hasil verifikasi penerima dan penerima kartu kendali tahun 2011;

ii. Data dan karakteristik lembaga penyalur dan jalur distribusi;
iii. Data transaksi penyalur dalam satuan waktu yang diperlukan untuk validasi
penataan penyalur; dan

HESA LC for Exellent Services

iv. Volume realisasi penyaluran SP(P)BE dan penerimaan penyalur di wilayah
terpilih tahun 2011.
b. Melakukan pengolahan dan flling data awal;
c. Melakukan analisa awal terhadap data hasil kegiatan 2011 dalam penentuan
strategi dan perencanaan lapangan.
2. Melakukan perijinan dan koordinasi dengan Stakeholder meliputi :
a. Mempersiapkan administrasi perijinan ke Stakeholder ;
b. Melakukan perijinan kepada Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota
setempat;
c. Melakukan koordinasi dan sosialisasi perencanaan kegiatan dengan stakeholder;
dan
d. Melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah dalam hal penerapan regulasi

daerah.
3. Melakukan persiapan dan pelatihan kepada pelaksana kegiatan di wilayah, meliputi :
a. Melakukan persiapan sarana dan prasarana pelaksanaan kegiatan di wilayah;
b. Melakukan pelatihan personil pelaksana; dan
c. Melakukan mobilisasi personil dan non personil.
4. Implementasi infrastruktur sistem pendistribusian tertutup LPG Tertentu, meliputi :
a. Melakukan pendistribusian dan instalasi infrastruktur sistem pendistribusian
tertutup LPG tertentu di wilayah, meliputi :
i.

Melakukan instalasi infrastruktur IT berupa EDC di subpenyalur; dan

ii.

Melakukan instalasi perangkat komputer kepada seluruh penyalur;

b. Instalasi infrastruktur sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu di pusat.
5. Mengoperasikan peralatan serta melakukan pembinaan dan pengawasan dalam
pelaksanaan sistem pendistribusian tertutup LPG tertentu, meliputi:
a. Operasi Wilayah
i.

Melakukan pengecekan dan perawatan peralatan secara periodik; dan

ii. Memberikan pelaporan hasil pengecekan dan perawatan (upeatee).
b. Pelaksanaan pelayanan terpadu penanganan dan informasi pelanggan LPG
tertentu dan lembaga penyalur, meliputi:
i.

Menerima pengaduan dari pengguna dan lembaga penyalur LPG tertentu
terkait permasalahan terhadap sistem dan penyaluran; dan

ii. Memberikan pelayanan ke pengguna LPG tertentu (penerima kardal), dan
lembaga

penyalur

LPG

tertentu

terkait

pergantian

kartu

rusak/hilang,

perbaikan kartu, perbaikan EDC, dan perbaikan desktop.
c. Pembinaan dan Pengawasan terhadap pelaksanaan sistem pendistribusian
tertutup LPG tertentu meliputi:
i.

Melakukan

pembinaan

dan

pengawasan

terhadap

penyalur

dalam

melaksanakan penyaluran LPG tertentu sesuai wilayah yang telah ditentukan;

HESA LC for Exellent Services

ii. Melakukan

pembinaan

dan

pengawasan

terhadap

subpenyalur

dalam

pelaksanaan penyaluran serta infrastruktur transaksi pembelian; dan
iii. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengguna dalam transaksi
pembelian LPG tertentu di subpenyalur yang telah ditunjuk.
6. Verifikasi Distribusi Isi Ulang LPG tertentu, meliputi :
a. Melakukan verifikasi on desk berdasarkan data realisasi penyaluran MySAP
dengan SPBBE dan lembaga penyalur;
b. Melakukan verifikasi penyaluran isi ulang LPG Tertentu di lapangan berdasarkan
verifikasi on desk (point a) MySAP dengan data di SPPBE dan lembaga penyalur di
wilayah kegiatan meliputi:
i.

Melakukan pemeriksaan data penyaluran SPPBE dan lembaga penyalur;

ii. Melakukan pemeriksaan ketepatan isi tabung LPG tertentu.
7. Pelaporan dan presentasi
Laporan:
a. Laporan Pendahuluan;
b. Laporan Antara;
c. Laporan Akhir; dan
d. Ringkasan Eksekutif.
Presentasi:
a. Presentasi Laporan Pendahuluan;
b. Presentasi Laporan Antara; dan
c. Presentasi Laporan Akhir.

1.6 Hasil/Output
Hasil/output dari kegiatan ini adalah:
1.

Tersedianya sistem pengawasan pendistribusian tertutup LPG tertentu yang sudah
diimplementasikan,

dikembangkan

serta

dioperasikan

pada

di

wilayah

yang

ditetapkan.
2.

Termonitornya kegiatan pendistribusian LPG tertentu secara aktual dan efektif di
wilayah yang ditetapkan.

3.

Tersedianya data volume penyaluran isi ulang yang verifee, aueitable, traceable,
accountable dalam penyaluran LPG Tertentu untuk rumah tangga dan usaha mikro di
wilayah yang ditetapkan.

HESA LC for Exellent Services

1.7 Objek Kegiatan
Objek pelaksanaan implementasi sistem pendistribusian LPG tertentu secara tertutup
meliputi:
1.

Rumah tangga dan usaha mikro penggunaLPG tertentu;

2.

Penyalur dan sub penyalur LPG Tertentu;

3.

SPPBE/SPBE;

4.

Stakeholder terkait.

1.8 Wilayah Kegiatan
Wilayah kegiatan implementasi sistem pendistribusian LPG tertentu secara tertutup di
Kota Malang-Kabupaten Malang-Kota Batu di Propinsi Jawa timur.

HESA LC for Exellent Services

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan

Regulasi

Terkait

Pelaksanaan

Program

Sistem

Distribusi Tertutup di Daerah
2.1.1 Regulasi Terkait Otonomi Daerah
Beberapa urusan yang menjadi kewenangan daerah pasca reformasi (otoda) dan UU
Tentang Pemerintahan Daerah Nomor 32 Tahun 2004, seperti urusan wajib dan urusan
pilihan yang menjadi kewenangan daerah diatur dalam ketentuan Pasal 13 dan Pasal 14
yang telah diatur lebih lanjut dengan PP No. 38/2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Dalam

rangka

penyelenggaraan

Pemerintahan

Daerah,

Pemerintah

juga

telah

menetapkan PP No.41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.Untuk menjalankan
urusan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah
tersebut, Pemerintah Daerah memerlukan perangkat peraturan perundang‐undangan.
Secara konseptual ‘’Perundang-undangan” (legislation, wetgeving, atau gesetzgebung)
mempunyai

dua

pengertian,

yaitu;

Perundang-undangan

merupakan

proses

pembentukan/proses membentuk peraturan-peraturan Negara, baik pemerintah di
tingkat pusat, maupun tingkat daerah (formal). Perundang-undangan adalah segala
peraturan Negara, yang merupakan hasil pembentukan peraturan-peraturan baik di
tingkat pusat maupun di tingkat daerah (materiil).
Pengertian

perundang-undangan

tidak

hanya

tentang

proses

atau

formalitas

pembentukan/pembuatan pembentuk peraturan-peraturan Negara atau aspek materiil,
melainkan juga seluruh peraturan Negara yang di hasilkan dari pembentukan peraturanperaturan Negara itu, baik di tingkat pusat maupun daerah harus memenuhi aspek
produktifitas dan norma-norma. Aspek produktifitas produk perundang-undangan adalah
mengenai daya laku (valieity) dan daya guna (efficacy). Suatu produk hukum berlaku jika
mempunyai daya laku atau mempunyai keabsahan (valieity/geltung) yang diperoleh
kalau dibentuk oleh lembaga yang berwewenang dan sesuai dengan norma hukum yang
berlaku serta secara sah dan memiliki daya guna (efficacy). Hal ini antara lain
disebabkan produk hukum yang berlaku sah belum tentu ditaati produk hukum materiil
dikatakan berdaya guna jika tidak hanya berlaku sah tetapi sekaligus ditaati dan

HESA LC for Exellent Services

memenuhi norma. Norma (produk materiil hukum) adalah suatu ukuran yang harus di
patuhi

oleh

seseorang

dalam

hubungannya

dengan

sesamanya

atau

dengan

lingkungannya. Dalam perkembangannya, norma diartikan sebagai suatu ukuran atau
pedoman bagi seseorang dalam bertindak atau bertingkah bertingkah laku dalam
masyarakat. Jadi, inti suatu norma adalah segala aturan yang harus di patuhi.
Produk hukum yang memiliki nilai norma hukum adalah yang di dasarkan kepada ukuran
nilai-nilai baik atau buruk yang berorientasi kepada asas keadilan dan bersifat; suruhan
(impare), yaitu apa yang harus dilakukan orang; larangan (prohibitee), yaitu apa yang
tidak boleh dilakukan orang. Sebaiknya produk hukum daerah (SK Pembentukan Tim
Monitoring

dan

Peraturan

WaliKota/Bupati

Tentang

Penataan

Distup)

yang

ditandatangani oleh regulator daerah yaitu KDH sehingga berfungsi sebagai payung
hukum, dapat memenuhi prasyarat seperti tersebut diatas dan memenuhi amanat
otonomi daerah.

2.1.2 Tinjauan Mekanisme Pengembangan Regulasi Daerah
Ke depan untuk lebih menjamin kepastian hukum program distup LPG tertentu
diperlukan produk hukum daerah seperti Surat Keputusan (SK), atau berupa peraturan
yang dibuat oleh Pemerintah Daerah/Pemerintah Kota. Pembentukan Tim Monitoring dan
Peraturan WaliKota/Bupati. Peraturan Daerah (Perda) merupakan produk hukum daerah
yang dapat menjamin kepastian hukum dan penegakan hukum implementasi tentang
Pengawasan dan Penataan Distup di daerah, karena beberapa hal dan adanya sanksi
yang lebih pasti.
Secara umum kinerja di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan (PUU) di
daerah dalam 10 tahun terakhir ini telah memperlihatkan peningkatan baik secara
kualitas maupun kuantitas. Hal ini tidak terlepas dari proses penyusunan PUU dengan
mekanisme yang makin tertib, terarah, dan terukur, meskipun masih tetap perlu
diupayakan penyusunan PUU dengan proses yang lebih cepat dengan tidak mengurangi
kualitas PUU yang dihasilkan. Khususnya penyusunan PPU di daerah (Perda dll) sehingga
tidak menghambat proses pembangunan dan program pembangunan. Percepatan
penyelesaian PUU utamanya perlu didorong terhadap program pembentukan PUU yang
penyelesaiannya ditentukan dalam waktu tertentu atau diperlukan segera untuk
merealisasikan program-program strategis pembangunan.
Penyerahan sebagian besar kewenangan pemerintahan kepada pemerintah daerah,
telah menempatkan pemerintah daerah sebagai ujung tombak pembangunan nasional,
dalam rangka menciptakan kemakmuran rakyat secara adil dan merata.Dalam kaitan ini
peran dan dukungan daerah dalam rangka pelaksanaan PUU sangat strategis, khususnya
dalam membuat Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Daerah lainnya sesuai dengan

HESA LC for Exellent Services

ketentuan peraturan perundang-undangan. Perda sebagai jenis PUU nasional memiliki
landasan konstitusional dan landasan yuridis dengan diaturnya kedudukan Perda dalam
UUD 1945 Pasal 18 ayat (6), UU No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah termasuk
perundang-undangan tentang daerah otonomi khusus dan daerah istimewa sebagai lex
specialis dari UU No.32/20042. Selain itu terkait dengan pelaksanaan wewenang dan
tugas DPRD dalam membentuk Perda adalah UU No.27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR,
DPD, dan DPRD dan Peraturan Pemerintah No.16 Tahun 2010 tentang Pedoman
Penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD. Pasal 18 ayat (6) UUD 1945
menyatakan bahwa pemerintah daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah dan
peraturan-peraturan

lain

untuk

melaksanakan

otonomi

daerah

dan

tugas

pembantuan.Dalam kaitan ini maka sistem hukum nasional memberikan kewenangan
atributif kepada daerah untuk menetapkan Perda dan Peraturan Daerah lainnya, dan
Peraturan Daerah diharapkan dapat mendukung secara sinergis program-program
Pemerintah di daerah.
Perda sebagaimana PUU lainnya memiliki fungsi untuk mewujudkan kepastian hukum
(rechtszekerheie, legal certainty). Untuk berfungsinya kepastian hukum PUU harus
memenuhi syarat-syarat tertentu antara lain konsisten dalam perumusan dimana dalam
PUU yang sama harus terpelihara hubungan sistematik antara kaidah-kaidahnya,
kebakuan susunan dan bahasa, dan adanya hubungan harmonisasi antara berbagai
peraturan perundang-undangan. Pengharmonisasian PUU memiliki urgensi dalam kaitan
dengan

asas

peraturan

perundang-undangan

yang

lebih

rendah

tidak

boleh

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, sehingga hal
yang mendasar dalam penyusunan rancangan Peraturan Daerah adalah kesesuaian dan
kesinkronannya dengan PUU lainnya.

2.1.3 Tinjauan Law Enforcement
Law enforcement atau penegakan hukum menurut para pakar terkait hal-hal berikut:
a. Adanya paksaan dari luar yang berwujud ancaman hukum bagi pelanggarnya
(biasanya berupa sanksi fisik yang dapat di paksakan oleh alat Negara).
b. Bersifat umum yaitu berlaku bagi siapa saja dan mengandung nilai norma. Norma
hukum bersifat heteronom karena datang dari luar diri kita sendiri norma hukum
dapat dilekati dengan sanksi pidana atau sanksi secara fisik. Sanksi pidana atau
sanksi pemaksa dalam norma hukum di laksanakan oleh aparat Negara.
Perda terkait implementasi pendistribusian secara tertutup LPG tertentu memiliki sanksi
pidana

selain

sanksi

lainnya

sehingga

lebih

menjamin

kepastian

hukum.perda

sebagaimana PUU lainnya memiliki fungsi untuk mewujudkan kepastian hukum
(rechtszekerheie, legal certainty). Perda adalah bagian dari peraturan perundang-

HESA LC for Exellent Services

undangan umumnya yang berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki
susunan. Suatu Perda berlaku, bersumber, dan berdasar pada peraturan lain yang lebih
tinggi peraturan tersebut merupakan norma yang berlaku menurut yang lebih tinggi lagi.
Demikian

seterusnya

Perda

itu

berlaku,

bersumber,

dan

berlaku

pada

norma

perundangan lain yang lebih tinggi sampai pada suatu sumber yang tidak dapat
ditelusuri lagi karena bersifat hipotesis dan fiktif yang disebut Norma dasar (runenorm)
dan ditetapkan lebih dulu oleh masyarakat.
Berdasarkan pendapat pakar hukum.
a. perundang-undangan yang lebih rendah derajatnya tidak dapat mengubah atau
menyampingkan kententuan-ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi tetapi
yang sebaliknya dapat.
b. perundang-undangan hanya dapat dicabut, diubah atau ditambah oleh atau dengan
perundang-undangan yang sederajat atau yang lebih tinggi tingkatannya, dst.

2.2 Tinjauan Rantai Suplai LPG Tertentu
Pada

sub

bab

ini

membahas

tentang

tinjauan

sistem

implementasi

sistem

pendistribusian LPG tertentu dari berbagai sudut pandang, baik dari rantai distribusinya,
mekanisme rayonisasi distribusi, sistem distribusi tertutup, profil lembaga penyalur,
manajemen

pelayanan,

manajemen

mutu

pengelolaan,

maupun

manajemen

pengendalian pasokannya.

2.2.1 Tinjauan Rantai Distribusi LPG Tertentu
Perkembangan dunia industri, baik manufaktur maupun jasa sangat pesat.Fokus yang
mengarah kepada customization kepada konsumen menjadi tantangan berat bagi pelaku
bisnis dalam era persaingan saat ini. Era bisnis yang beralih dari kompetisi antar usaha
kemudian menjadi Networking antar berbagai unit bisnis membutuhkan berbagai strategi
baru dalam mengelola usaha guna mengembangkan unit bisnisnya.
SCM (SupplyChainManagement) adalah konsep atau mekanisme untuk meningkatkan
produktivitas total perusahaan dalam rantai suplai melalui optimalisasi waktu, lokasi dan
aliran kuantitas bahan. SCM adalah modifikasi praktek tradisional dari manajemen
logistik yang bersifat adversial ke arah koordinasi dan kemitraan antar pihak-pihak yang
terlibat dalam pengelolaan aliran informasi dan produk tersebut.
Keunggulan kompetitif dari SCM adalah bagaimana kemampuan mengatur aliran barang
atau produk dalam suatu rantai supply. Dengan kata lain, model SCM mengaplikasikan
bagaimana suatu jaringan kegiatan produksi dan distribusi dari suatu perusahaan dapat
bekerja bersama-sama untuk memenuhi tuntutan konsumen. Tujuan utama dari SCM

HESA LC for Exellent Services

adalah:

pernyerahan/pengiriman

produk

secara

tepat

waktu

demi

memuaskan

konsumen, mengurangi biaya, meningkatkan segala hasil dari seluruh supplychain
(bukan hanya satu perusahaan), mengurangi waktu, memusatkan kegiatan perencanaan
dan distribusi.
SupplyChainManagement (SCM) dapat pula didefinisikan sebagai pengintegrasian bisnis
secara efisien sejak dari pemasok (suppliers), pembuat (manufacturers), gudang
(warehouse), dan toko (stores) sampai ke pelanggan akhir, sehingga barang-barang
diproduksi dan didistribusikan tepat sesuai jumlah yang dibutuhkan, menuju ke lokasi
yang tepat, dan waktu yang tepat, guna meminimalisasi biaya dengan tetap
mempertahankan tingkat layanan yang dituntut oleh para pelanggan.
Rantai suplai merupakan jejaring yang terdiri dari banyak pemain, mulai dari pemasok
bahan baku, fabrikan, grosiran (wholesaler), distributor, peritel (retailer). Sebelum suatu
produk berada di tangan konsumen akhir, produk tersebut harus melewati sejumlah
pemain dalam rantai suplai produk tersebut.Sesungguhnya, kekuatan suatu rantai suplai
terletak oleh pemain yang terlemah dalam rantai tersebut.Oleh karenanya, menjadi
tanggung jawab semua pemain dalam suatu rantai suplai untuk membangun rantai
suplai yang kokoh.Rantai suplai yang kokoh hanya bisa dibangun dari pemain-pemain
yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam menekan biaya yang terjadi dalam
keseluruhan rantai suplai dan menjaga ketersediaan.Dari rantai suplai yang kokoh inilah,
konsumen akhir dapat mendapatkan produk secara mudah, karena rantai suplai menjaga
ketersediaannya dengan harga yang terjangkau dan mampu menekan biaya-biaya yang
tidak perlu.
Peran dan Hubungan Antar Entitas Rantai Distribusi LPG Tertentu
Melihat dari jumlah entitas yang ada maka mata rantai suplai LPG 3 Kg relatif pendek
dan tidak banyak melibatkan entitas distribusi.Dalam implementasinya bahkan titik awal
pendistribusian beranjak dari entitas SPPBE/SPBE, Penyalur/Agen, Sub Penyalur/Sub
Agen/Pangkalan dan Pengguna.

PENGGUNA

SUB PENYALUR

PENYALUR

SPBE/SPPBE
Gambar 2-1

Rantai Pendek Pendistribusian LPG Tertentu

HESA LC for Exellent Services

Artinya entitas mata rantai suplai yang ada tidak banyak. Dampak yang terjadi bilamana
suatu mata rantai suplai suatu barang semakin pendek maka konsekuensi yang ada
adalah :
a. Biaya distribusi relatif rendah;
b. Perputaran barang relatif lebih cepat;
c. Pengadaan barang relatif lebih cepat;
d. Harga di tingkat pengguna relatif lebih proposional;
Situasi ini sangat menguntungkan pengguna.Selain mendapatkan harga barang yang
relatif murah, keuntungan lainnya adalah kemudahan mendapatkan barang tersebut di
pasar. Kondisi sebaliknya bilamana mata rantai yang terlibat disuatu rantai distribusi
terlalu panjang dan banyak entitias distribusi yang terlibat maka harga distribusi barang
tersebut semakin mahal, kelangkaan barang akan lebih mudah terjadi serta dapat
menimbulkan peluang-peluang terbentuknya mata rantai baru seperti pengecer yang
akan lebih membuat harga semakin tinggi di tingkat pengguna seperti diilustrasikan
pada gambar berikut.

PENGGUNA

MOTORIS

SUB PENYALUR

PENYALUR

SPBE/
SPPBE
Gambar 2-2

Rantai panjang pendistribusian LPG tertentu

Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM R.I Nomor 26 Tahun 2009 Tentang Penyediaan dan
Pendistribusian LPG Tertentu tersirat rantai distribusi LPG tertentu seperti Gambar 2.2-3
di bawah ini :

PENGGUNA

SUB PENYALUR

PENYALUR

SPBE/SPPBE

Gambar 2-3 Rantai Distribusi LPG Tertentu berdasarkan Peraturan Menteri
ESDM R.I Nomor 26 tahun 2009
Pola distribusi tersebut diselenggarakan dengan tujuan agar pengguna mendapatkan
manfaat :

HESA LC for Exellent Services

a. Tepat salur, relatif cepat penyalurannya dan terdistribusi kepada pengguna yang
tertentu;
b. Tepat harga, dengan rantai distribusi yang pendek maka tidak banyak entitas
distribusi yang terlibat menyebabkan biaya distribusi menjadi minimal sehingga pada
akhirnya harga LPG 3 Kg yang harus ditebus pengguna menjadi lebih reasonable;
c. Tepat waktu, relatif cepat penyalurannya karena jumlah entitas rantai distribusi tidak
panjang sehingga waktu pendistribusian relatif pendek.
Hubungan SPPBE/SPBE-Penyalur
Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk LPG (SPPBE) dan Statiun Pengisian Bulk LPG
(SPBE) merupakan induk pengisian dan pengangkutan LPG 3 Kg beberapa Penyalur/Agen
di suatu wilayah. Setiap H-15 Pengambilan Barang LPG 3 Kg, pihak Penyalur/Agen
menyerahkan Realisasi Penyaluran Alokasi Harian (Kitir Harian) untuk bulan berjalan
kepada PERTAMINA untuk selanjutnya pihak PERTAMINA akan mengesahkan Alokasi
Penyaluran Harian tersebut untuk bulan berikut. Berdasarkan kuota yang telah diberikan
PERTAMINA kepada setiap Penyalur/Agen, pihak Penyalur/Agen pada hari H melakukan
pengambilan barang di SPPBE/SPBE yang ditunjuk.Beberapa Penyalur/Agen LPG 3 Kg di
suatu wilayah dapat merujuk ke satu SPPBE/SPBE sebagai sentra pengisian bulk LPG 3 Kg
yang telah ditentukan.
Hubungan Penyalur-Sub Penyalur
Penyalur/Agen yang telah mengambil alokasi kuota LPG tertentu di SPPBE/SPBE yang
telah ditunjuk kemudian mendistribusikan alokasi harian tersebut ke sejumlah Sub
Penyalur/Pangkalan yang berada dalam wilayah salur penyalur yang bersangkutan. Pada
H-1 setiap penyalur/agen melakukan kegiatan Rencana Tujuan Harian (RTH) guna
mengalokasikan berapa kebutuhan setiap sub penyalur/pangkalan yang berada dalam
kewenangan wilayah salurnya. Berdasarkan RTH ini, realisasi penyaluran kuota harian
Penyalur didistribusikan kepada Sub Penyalur/Pangkalan. Transaksi bersifat harian dan
idealnya setiap transaksi pengiriman/pendistribusian LPG tertentu dari penyalur ke sub
penyalur tercatat dalam suatu media pencatatan transaksi.

HESA LC for Exellent Services

Hubungan Sub Penyalur-Pengguna
Pada entitas ini terjadi transaksi pembelian refil LPG tertentu antara pengguna dan sub
penyalur. Berdasarkan stok yang tersedia, sub penyalur mendistribusikan LPG tertentu
kepada pengguna yang membutuhkan.Transaksi bersifat harian dan tercatat dalam
suatu media pencatatan. Idealnya secara periodik sub penyalur melaporkan seluruh
transaksi pendistribusian (transaksi penjualan refll) LPG tertentu ke penyalur/agen.

2.2.2 Tinjauan Sistem Distribusi Tertutup

2.2.2.1 Gambaran Umum SCM
LPG tertentu dalam kerangka

supplychainmanagement

merupakan produk yang

diidamkan oleh setiap pemain di dalam rantai pasokan, karena secara lanescape
ketidakpastian, LPG tertentu merupakan produk yang memiliki ketidakpastian rendah
pada sisi permintaan (permintaannya sangat tinggi) dan ketidakpastian rendah pada sisi
pasokan sebagai akibat dari komitmen pemerintah dan pertamina dalam menjamin
pasokan LPG ke masyarakat.

Gambar 2-4

Landscape ketidakpastian permintaan dan pasokan

Apabila berjalan dengan normal maka semestinya akan terjadi keseimbangan pasokan
dan dinikmati dengan mudah oleh konsumen, akan tetapi pada kenyataannya
permasalahannya menjadi menarik. Meskipun merupakan produk fungsional, yang
semestinya dapat dinikmati oleh konsumen secara mudah, kenyataan di lapangan tidak
demikian. Kejadian seperti adanya kelangkaan akan produk fungsional tersebut di
beberapa daerah menunjukkan adanya gangguan dalam rantai suplai, terlebih yang
datang dari sisi suplai. Untuk mengatasi segala gangguan tersebut diperlukan suatu
rantai suplai yang kokoh yang dapat mengefisiensikan semua aliran yang terjadi dalam
rantai suplai, yaitu aliran material, informasi dan transaksi.

HESA LC for Exellent Services

Dengan mengefisienkan segala bentuk aliran di atas, tujuan utama dari sebuah rantai
suplai berupa maksimisasi keuntungan dari setiap lembaga penyalur dalam rantai suplai
tanpa mengorbankan ketersediaan dapat dipenuhi.Untuk mendesain jejaring rantai
suplai yang kokoh, gambar berikut memperlihatkan kerangka kerja yang digunakan.
Ketidakpastian Permintaan
Fase I
Strategi Rantai Suplai

Tingkat Skala Ekonomis

Ketidakpastian Suplai

Teknologi Produksi

Intensif Tarif dan Pajak
Fase II
Konfgurasi Rantai Suplai

Tingkat Persaingan Wilayah
Faktor Agregrat dan Biaya
Logistik

Resiko-resiko Politik, Nilai Tukar
Mata Uangdan Permintaan

Kemampuan Operasional

Fase III
Penetapan Jumlah Pemain dan
Kapasitas

Biaya-biaya Spesifk Lokasi

Gambar 2-5

Tingkat dan Pola Permintaan

Ketersediaan Infrastruktur

Biaya-biaya Logistik

Kerangka pengambilan keputusan untuk desain
jejeaaring rantai distribusi

Fase 1 : Penyusunan Strategi Rantai Suplai
Fase

I

menyiapkan

strategi

rantai

suplai

dengan

memperhatikan

lanescape

ketidakpastian di sisi suplai dan permintaan dan tingkat kepentingan dari skala ekonomis
dalam mendistribusikan produk.
Tujuan utama dari fase pertama dalam mendesain jejaring rantai suplai adalah
mendefinisikan strategi yang ingin dikejar oleh rantai suplai. Pemilihan strategi dilakukan
dengan memperhatikan lanescape ketidakpastian suplai, permintaan dan tingkat skala
ekonomis dalam pendistribusian.
Mengingat tingkat ketidakpastian yang relatif rendah dari sisi suplai maupun permintaan
dan skala ekonomis memiliki tingkat kepentingan yang tinggi dalam pendistribusian,
strategi rantai suplai yang tepat untuk kondisi tersebut adalah strategi yang mengejar
efisiensi (efficient supplychain). Gambar 2-6 memperlihatkan pemilihan strategi rantai
suplai yang tepat berdasarkan lanescape ketidakpastian di sisi permintaan dan suplai
dan juga tingkat kepentingan dari skala ekonomis dalam pendistribusian (Lee, H.L.,
2002).

HESA LC for Exellent Services

Ef
cient Supply Chain

Responsive Supply
Chain

Risk HedgingSupply
Chain

Agile Supply Chain

RENDAH

TINGGI

KETIDAKPASTIAN PERMINTAAN

Gambar 2-6

Pemilihan strategi rantai distribusi

Dalam kasus pendistribusian LPG, ketidakpastian permintaannya dapat dikatakan rendah
karena variabilitas permintaannya yang relatif kecil; ketidakpastian suplai juga dikatakan
rendah karena komitmen yang tinggi dari Pemerintah untuk menyalurkan minyak tanah
bersubsidi; dan perlunya skala ekonomis yang tinggi untuk mendistribusikan minyak
tanah bersubisidi ini. Memperhatikan kenyataan tersebut, strategi rantai suplai yang
cocok

untuk

LPG

supplychainstrategy).
Pemerintah.Bagi

adalah

strategi

Strategi

ini

konsumen,

rantai

mampu

stabilnya

supply

memenuhi

harga

LPG

dan

yang
tujuan

efisien
badan

ketersediaan

(efficient
usaha

yang

dan
tinggi

merupakan sesuatu yang mereka inginkan.
Fase II : Konfgurasi Rantai Suplai
Fase II untuk menggambarkan konfigurasi rantai suplai yang berisikan pemain-pemain
utama mulai dari agen hingga pemain yang terdekat dengan konsumen.Hal yang perlu
diperhatikan dalam menyusun konfigurasi rantai suplai adalah tingkat produktifitas,
tingkat persaingan wilayah, faktor biaya, intensif tarif dan pajak, tingkat pola permintaan
dan resiko politik.
Di Fase II akan dikembangkan berbagai konfigurasi fisik dan infrastruktur dari rantai
suplai. Penentuan konfigurasi rantai suplai in merupakan keputusan stratejik yang akan
berdampak panjang bagi setiap pemain di dalamnya. Desain rantai suplai pada
prinsipnya mencoba menjawab pertanyaan seperti siapa melayani siapa dan dalam
jumlah berapa di dalam rantai suplai.

HESA LC for Exellent Services

Logbook

Logbook

Kartu kendali

SUB PENYALUR

AGEN

KONSUMEN

DO
DO
ARUS INFORMASI
PERTAMINA

SPPBE

ARUS MATERIAL
ARUS TRANSAKSI

Gambar 2-7 Konfgurasi arus material,
pendistribusian tertutup LPG

informasi

dan

transaksi

pada

Berdasarkan Permen ESDM No. 26 tahun 2009, ada 3 aliran utama yang perlu dijaga
kelancarannya, yaitu:


Aliran Informasi yang bergerak dari pemain di sisi hilir ke pemain di sisi hulu.
Contohnya: agen akan mengorder LPG ke Pertamina, Pertamina memberikan
informasi Delivery Oreer (DO) agen ke SPPBE ; sub penyalur akan mengorder ke
agen; dan konsumen membeli LPG dari sub penyalur ataupun agen. Supaya tidak
terjadi pemborosan (waste) dalam bentuk kelebihan pasokan dalam rantai distribusi,
pengorderan yang dilakukan oleh agen, sub penyalur adalah sesuai dengan
permintaan dari konsumen akhir.



Aliran material/barang yang bergerak dari pemain di sisi hulu ke pemain di sisi
hilir. Contohnya: SPPBE akan menyalurkan LPG ke agen; agen memasok ke sub
penyalur , sub penyalur menjual langsung ke konsumen rumah tangga maupun
usaha mikro. Jumlah yang disalurkan dari pemain yang lebih dulu harus sesuai
dengan tingkat konsumsi yang dihadapi pemain yang berada di sisi hilir.



Aliran transaksi yang bergerak dari pemain di sisi hilir ke pemain di sisi hulu.
Contohnya: Konsumen membayar ke sub penyalur; sub penyalur membayar ke
agen, dan agen membayar ke Pertamina.

Keputusan-keputusan stratejik yang diambil dalam penentuan konfigurasi rantai suplai
dalam pendistribusian minyak tanah bersubsidi mencakup:


Penentuan jumlah fasilitas dalam rantai suplai. Untuk sistem distribusi minyak tanah
bersubsidi misalnya, fasilitas disini adalah jumlah agen yang dilayani SPPBE dalam
satu wilayah distribusi; dan jumlah sub penyalur yang dilayani satu agen.



Penentuan lokasi setiap fasilitas atau pemain dalam rantai suplai. Untuk satu wilayah
distribusi LPG misalnya, keberadaan agen, dan sub penyalur yang sekarang ini akan
dievaluasi kembali.

HESA LC for Exellent Services



Penentuan besar kapasitas setiap fasilitas atau pemain dalam rantai suplai. Dalam
sistem LPG yang terorkestrasi, kapasitas setiap pemain dibatasi untuk menghindari
terjadinya pemborosan, seperti penimbunan inventori.



Penentuan strategi distribusi untuk menjamin terciptanya kondisi optimal antara
efisiensi dan ketersediaan.

Tujuan dari penentuan konfigurasi rantai suplai ini tidak lain adalah untuk meminimalkan
biaya total (tahunan) rantai suplai, mencakup biaya-biaya pengadaan, penyimpanan,
biaya-biaya fasilitas, biaya transportasi tanpa mengorbankan persyaratan tingkat
layanan (service level).
Fase III : Penetepatan Jumlah Pemain (lembaga penyalur) dan kapasitas
(kuota)
Fase III dilakukan untuk menentukan jumlah pemain, siapa melayani siapa (membership)
berikut kapasitas (kuota) dari masing-masing pemain.Fase ini mempertimbangan
kemampuan modal, operasional dan infrastruktur dari lembaga penyalur.
Berbagai alternatif konfigurasi rantai suplai yang dihasilkan di fase kedua selanjutnya
akan dianalisis untuk kemudian dicari solusi yang paling baik. Di Fase III ini akan
ditentukan siapa melayani siapa dan dalam jumlah berapa. Untuk kasus pendistribusian
LPG bersubsidi mulai dari SPPBE, agen dan sub penyalur, akan ditentukan berapa banyak
agen yang diperlukan dalam satu wilayah distribusinya berikut kapasitas atau kuota
yang diberikan per agen. juga akan ditentukan berapa pangkalan berikut kapasitasnya
yang akan dilayani oleh setiap agen dalam satu wilayah distribusi.
Model Optimasi SupplyChainManagement
Memperhatikan lanescape ketidakpastian yang relatif rendah di sisi permintaan dan
suplai dari minyak tanah ini, maka desain jejaring dari rantai distribusi mulai dari Depot
sampai Pangkalan dapat didekati dengan model optimisasi. Model optimasi terdiri dari
satu fungsi tujuan dan satu set fungsi kendala (constraints). Tujuan optimasi adalah
untuk

meminimumkan

biaya

distribusi.

Jika

diketahui

volume

LPG

yang

akan

didistribusikan, wilayah pendistribusiannya dan konsumen yang dituju, maka pada
prinsipnya biaya distribusi tergantung pada beberapa faktor sebagai berikut:


Biaya transportasi



Biaya loaeing dan unloaeing



Jumlah pihak yang terlibat dalam distribusi (agen dan sub penyalur)



Jumlah armada distribusi



Hubungan antar pihak dalam jaringan distribusi (supplier-buyer relationship)

HESA LC for Exellent Services

Jadi, di dalam model optimasi umum akan tercakup beberapa model optimasi yang lebih
spesifik sebagai berikut:


Penentuan jumlah penyalur optimal per wilayah distribusi



Penentuan jumlah sub penyalur optimal per wilayah distibusi



Penentuan jumlah armada optimal per wilayah distribusi

Dalam memecahkan masalah ini, maka terlebih dahulu perlu dibuat desain jaringan
distribusi dan kemudian menentukan jumlah agen dan sub penyalur yang optimum untuk
jaringan tersebut.Setelah itu dibuat model optimasi umum untuk meminimumkan biaya
distribusi dan model optimasi yang lebih spesifik untuk penentuan jumlah armada pada
setiap wilayah distribusi.
Dengan asumsi eeterministis, model optimisasi yang dipilih adalah model Linear
Programming. Model optimisasi menggunakan Linear Programming secara generik dapat
dituliskan sebagai berikut:
Minimizing
Fungsi Obyektif = Total Biaya Penyediaan LPG yang terjadi mulaidari SPPBE – Sub
Penyalur
Subject to
Kendala-Kendala:
Kapasitas Suplai SPPBE
Kapasitas/Kuota Agen
Kapasitas/Kuota Sub Penyalur
Permintaan di wilayah distribusi
Tujuan utama dari desain jejaring rantai distribusi LPG tertentu bersubsidi adalah untuk
meminimunkan segala biaya-biaya yang timbul dalam mengadakan LPG tertentu bagi
konsumen akhir.Karena yang menjadi obyek pengamatan adalah agen/penyalur sampai
pangkalan/sub penyalur, maka biaya-biaya yang diminimumkan adalah biaya-biaya yang
terjadi mulai dari SPPBE-sub penyalur. Biaya pengadaan LPG tertentu (cost of acquisition)
dari agen/penyalur hingga pangkalan/sub penyalur meliputi:


Biaya pengiriman per unit LPG per KM jarak dengan moda transportasi darat;



Biaya pengiriman per unit LPG per KM jarak dengan moda transportasi sungai;



Biaya pengiriman per unit LPG per KM jarak dengan moda transportasi laut;



Biaya bongkar (unloaeing cost) di penyalur dan sub penyalur;



Biaya tetap per unit LPG di agen/penyalur;



Biaya tetap per unit LPG di pangkalan/sub penyalur.

Minimisasi total biaya penyediaan tidak bisa dilakukan tanpa batas karena adanya
kendala-kendala atau persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi. Persyaratanpersyaratan tersebut meliputi:

HESA LC for Exellent Services



Kapasitas suplai di setiap SPPBE. Kapasitas suplai disini akan menjadi kendala bagi
pemenuhan permintaan agregat dari konsumsi LPG bersubsidi di satu wilayah
distribusi tertentu. Dalam kasus pendistribusian LPG diasumsikan bahwa total
kapasitas suplai semua SPPBE dalam satu wilayah distribusi masih lebih besar dari
permintaan agregat di wilayah distribusi tersebut;



Kapasitas/kuota agen penyalur LPG. Disini diasumsikan kapasitas/kuota untuk setiap
agen sudah ditetapkan, meskipun dari keluaran model nantinya akan diketahui
berapa volume LPG yang disalurkan ke setiap agen;



Kapasitas/kuota sub penyalur. Sama halnya dengan kapasitas/kuota di agen,
kapasitas/kuota setiap sub penyalur juga dibatasi;



Permintaan agregat per wilayah distribusi.

Keluaran dari model optimisasi ini adalah penetapan berapa banyak pemain, agen
penyalur LPG dan sub penyalur, yang seharusnya berada dalam satu wilayah distribusi
sehingga total biaya yang terjadi dalam penyaluran LPG di wilayah tersebut menjadi
minimum. Dari keluaran model optimisasi ini, juga akan diketahui siapa melayani siapa
dan jumlah berapa besar, misalnya sub penyalur mana saja yang akan disuplai oleh satu
agen berikut besar volume penyaluran LPG.
Berdasarkan uraian di atas implementasi sistem distribusi tertutup LPG tertentu
dilaksanakan

guna

mengeliminasi

beberapa

kelemahan

mekanisme

rayonisasi

pendistribusian LPG tertentu di suatu wilayah. Filosofi sistem ini adalah restrukturisasi
atau menata kembali mekanisme rayonisasi pendistribusian LPG tertentu atau menata
kembali mekanisme distribusi LPG tertentu existing di suatu wilayah berdasarkan
kebutuhan agar optimalisasi kestabilan supply dan eemane LPG 3 Kg tercapai. Proses
retrukturisasi meliputi beberapa penataan:
a. Penataan yang kluster wilayah distribusi/penyaluran LPG tertentu;
b. Penataan lembaga penyalur sub penyalur;
c. Penataan kelompok pengguna.
Keluaran utama dari penataan ini, pendistribusian LPG tertentu setidaknya memiliki 3
(tiga) karakteristik :
a. Tepat waktu;
b. Tepat salur;
c. Tepat harga.
Tepat waktu mengandung pengertian LPG tertentu sebagai barang komoditi subsidi
dapat disalurkan ke masyarakat pengguna dengan waktu yang relatif cepat sehingga
masyarakat pengguna tidak memerlukan waktu lama untuk mendapatkan barang
tersebut.

HESA LC for Exellent Services

Tepat salur mengandung penegertian LPG 3 Kg sebagai barang komoditi subsidi dapat
disalurkan kepada masyarakat pengguna tertentu tidak melebar pendistribusian kepada
masyarakat yang tidak berhak menggunakan LPG 3 Kg. Pemerintah melalui Peraturan
Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2009 telah mengamanatkan bahwa pengguna LPG 3 Kg
adalah masyarakat yang memiliki pengeluaran belanja rumah tangga tidak lebih dari Rp.
1.500.000,- (Satu juta lima ratus ribu rupiah). Peraturan tersebut menyiratkan bahwa
pengguna LPG 3 Kg adalah bukan masyarakat umum tetapi masyarakat tertentu
sehingga dalam beberapa pembahasan istilah LPG 3 Kg kerap disebut juga LPG Tertentu.
Tepat harga mengandung pengertian LPG tertentu sebagai barang pokok strategis
bersubsidi dapat dibeli oleh masyarakat pada tingkat harga yang wajar.

2.2.2.2 Gambaran Umum SCM Terkait Sistem Distribusi Tertutup
Pola distribusi LPG tertentu secara umum hampir sama dengan pola distribusi minyak
tanah bersubsidi. Pertamina sebagai badan usaha pelaksana penugasan penyediaan dan
pendistribusian LPG 3 Kg atau LPG tertentu melaksanakan distribusi secara tidak
langsung ke konsumen rumah tangga dan usaha mikro (melalui lembaga penyalur yang
ditunjuk pada wilayah distribusi tertentu).

HESA LC for Exellent Services

Arus Material LPG 3 Tertentu
KETERANGAN
Kilang
Pertamina
Distribusi
LPG curah dari kilang ataupun import ke depot LPG dan Depot LPG ke filling plan (SPPBE)

Proses pengisian di filling plan (SPPBE)

Depot
LPG
Kilang
AgenSwasta
mengambil tabung
3 kg
yang sudah terisi gas dengan alat transportasi milik agen untuk selanjut

Agen menyalurkan LPG 3 kg ke sub penyalur, sub penyalur menyalurkan LPG 3 kg end user ( rumah t
Pada
kondisi lapangan ditemukan bahwa Agen juga bisa menjual langsung ke end user
Import
1

SPPBE

2

3

Agen 1

Agen 2

Sub Penyalur

Sub Penyalur

5

5
4

End User

Gambar 2-8

Arus material LPG tertentu

Pada kondisi eksisting di lapangan, ditemukan bahwa agen penyalur LPG menyalurkan
LPG tertentu ke beberapa sub penyalur yang juga mendapatkan pasokan dari
agen/penyalur lain, akibatnya terjadi persaingan antar agen/penyalur. Persaingan
tersebut memberikan dampak terhadap harga LPG tertentu, sehingga sub penyalur
hanya akan menerima LPG tertentu dari agen/penyalur yang berani menawarkan harga
lebih rendah. Kondisi demikian akan mengganggu keseimbangan pasokan di wilayah
tersebut.

HESA LC for Exellent Services

Arus Informasi LPG Tertentu
KETERANGAN

SR GASDOM
End User menyerahkan kartu
pada saat pembelian LPG di Pengecer
5 kendali
wilayah
dstribusi
Sub Penyalur mengorder LPG ke Agen
dengan
bukti DO ( delevery Order) atas dasar permintaan end
Agen mengoder LPG ke Pertamina dengan bukti DO ( Delevery Order) atas dasar kuota kontral denga
Selanutnya Agen akan mengambil sejumlah tabung LPG 3 kg sesuai DO yang diberikan oleh Pertamin
Pertamina akan memerintah SPPBE untuk menyalurkan tabung LPG 3kg ke Agen sesuai dengan DO A
SPPBE

3

4

Agen 2

2

Sub Penyalur

1

End User

Gambar 2-9

Arus Informasi LPG pada distribusi eksisting

Pada diagram tersebut dapat dilihat bahwa arus informasi terkait pendistribusian LPG
berjalan sesuai prosedur yang telah ditentukan. Mulai masyarakat pengguna LPG
melakukan transaksi pembelian menggunakan kartu kendali kepada pengecer dalam hal
ini kita sebut sebagai sub penyalur. Kemudian dari sub penyalur melakukan order
pemesanan kepada agen yang selanjutnya kita sebut sebagai penyalur, dengan bukti DO
dari pembeli. Kemudian dari DO penyalur menyerahkan kepada pihak pertamina, baru
kemudian pihak pertamina akan melakukan pendistribusian melalui SPPBE atas izin dari
SR Gasdom wilayah yang bersangkutan. Dengan demikian akan terjadi transaksi LPG dari
pembeli hingga ke penyalur dan akhirnya sampai ke SR gasdom wilayah.

HESA LC for Exellent Services

Arus Transaksi LPG Tertentu

KETERANGAN
SR
GASDOM
Sub penyalur menjual ke end user dengan
harga
sesuai patokan pemerintah setempat ditambah mar
4
wilayah
Agen menjual ke sub penyalur dengan harga HET dstribusi
dan membeli ke Pertamina dengan harga subsidi.
Pertamina menjual LPG ke agen dengan harga subsidi dan agen membayar ke Pertamina secara tuna
Pertamina memberikan fee kepada SPPBE untuk setiap pengisian tabung. Besaran fee ditentukan ses
SPPBE

3

Agen 2

2

Sub Penyalur

1

End User

Gambar 2-10

Arus transaksi LPG Tertentu pada distribusi eksisting

2.2.3 Profl Lembaga Penyalur
Pemahaman umum suatu rantai distribusi barang adalah proses mendistribusikan barang
dari suatu tempat ke tempat lain. LPG tertentu pada hakekatnya adalah barang milik
pemerintah yang harus didistribusikan kepada masyarakat pengguna tertentu dengan
kondisi dan persyaratan tertentu dalam proses pendistribusiannya. Namun walau
sebagai barang subsidi pemerintah, pendistribusian LPG tertentu dapat mengacu kepada
kaidah distribusi barang pada umumnya.Rantai distribusi LPG tertentu terdiri dari 3 (tiga)
rantai besar meliputi produsen, penyalur dan konsumen.Gambar 2.3-12 menggambarkan
rantai distribusi LPG tertentu dari produsen hingga pengguna akhir.

HESA LC for Exellent Services

Gambar 2-11

Infrastruktur pendistribusian LPG PT Pertamina

Rantai pasokan LPG pada saat ini oleh PT Pertamina (Persero) melibatkan beberapa
komponen distribusi. Komponen distribusi tersebut meliputi: LPG FP/ Depot LPG,
SPPBE/SPBE, SPPEK, Agen, Sub Agen/Penyalur/Moeern Outlet.
LPG FP/DEPOT LPG
Depot LPG adalah unit penampungan sementara dan penyaluran LPG yang berfungsi
untuk menyuplai dan mendistribusikan LPG. Saat ini pertamina memiliki 15 depot LPG
yang tersebar di lima region pemasaran LPG.
Tabel 2-1 Daftar Depot LPG Pertamina
NAMA DEPOT
Depot Tanjung Uban
Depot Tandem
Depot Pangkalan Susu
Depot P. Layang
Depot Tj Priok
Depot Balongan
Depot Eretan
Depot Cilacap
Depot Semarang
Depot Tanjung Perak
Depot TTM Manggis
Depot Gresik
Depot Tanjung Wangi
Depot Balikpapan
Depot Makasar

Sumber : Ditjen Migas, 2009
SPPBE/SPBE

REGION
1
1
1
1
2
2
2
3
3
4
4
4
4
5
5

ALAMAT
Batam
Jalan Medan Tanjung Pura
Sumatera Utara
Palembang
Jl Jampea Jakarta
Indramayu
Indramayu
Jl MT Hariyono-Cilacap
Semarang- Jawa Tengah
Jl Niam Barat- Surabaya
Jl Karang asem Desa manggis
Gresik- Jawa Timur
Banyuwangi-Jawa Timur
Jalan Minyak-Balik Papan
Jalan Moch Hatta Makasar

HESA LC for Exellent Services

SPP