FITRAH DAN IMPLIKASINYA DALAM TEORI PERK (1)

FITRAH DAN IMPLIKASINYA DALAM TEORI PERKEMBANGAN MANUSIA
MENURUT AL QUR'AN DAN AL HADITS

Ria Fransiska
Institut Agama Iaslam Negeri Metro
Jl. Ki Hajar Dewantara 15 A Iringmulyo Kota Metro Lampung 34111
email: riafransiska1597@gmail.com

Abstrak
Al-Quran merupakan pedoman hidup bagi manusia dan juga sumber dari segala ilmu
pengetahuan yang ada di dunia ini. Tulisan ini sebenarnya akan membahas bagaimana
hakikat manusia yang sesungguhnya serta implikasinya dalam beberapa teori perkembangan
manusia menurut kajian di dalam Al Qur’an dan Al Hadits. Pada dasarnya manusia itu terdiri
dari dua substansi yakni ruh dan jasad. Kedua subtansi tersebut saling kaitan dan
berkolaborasi sehingga kedua substansi tersebut bisa dinamakan manusia. Manusia
diciptakan oleh Allah dibumi untuk menjadi kholifah. Pada hakikatnya manusilah ciptaan
Allah yang paling mulia, diantara makhluk ciptaan Allah lainnya. Diantaranya manusia
memiliki fisik yang lebih sempurna, yang dilengkapi oleh akal pikiran, hati, serta pemikiran
supaya dapat melangsungkan kehidupan di dunia dengan baik. Fitrah diciptakannya manusia
sebagai kholifah dimuka bumi, tidak hanya menjadi kholifah untuk dirinya sendiri melainkan
juga menjadi kholifah bagi lingkungan sendiri maupun orang lain. Dengan kelebihan yag

dimiliki manusia sebaiknya manusia menjalankan fitrah manusia dengan sebaik-baiknya
didunia. Dikarnakan manusialah yang menentukan kemakmuran dan kehancuran dunianya
karna ulah tangan yang tidak amanah dalam menjalankan janjinya kepada Allah.
Kata kunci: manusia, fitrah, dunia.

Abstrak
Al-Quran is a way of life for humans and also the source of all knowledge that exists in this
world. This paper will discuss how the actual real human nature and its implications in
human development theory according to a study in the Qur'an and Hadith. Basically, human
beings consist of two substances that soul and body. Both substances are mutually linkages
and collaborate so that both of these substances can be called human. Man was created by
God on earth to become caliph. In essence manusilah noblest creation of God, among other

God's creatures. Among humans have a more perfect physical, complemented by a mind,
heart, and thinking in order to establish a life in the world well. The creation of human
nature as caliph on earth, not only became caliph for himself but also for the environment
became caliph himself or others. With the benefit of human beings humans should Yag run
human nature with the best in the world. Because of men that determines their world
prosperity and ruin because the act of hand or ineffective in carrying out his promise to God.
Keywords: man, nature, the world.


A.

Pendahuluan
Manusia ialah makhluk yang komplek serta unik. Ketika membahas tentang manusia

maka tidak akan pernah kehabisan pembahasan seperti penjelasan berikut; di antara sekian
banyak tema yang dibicarakan Alquran adalah tema tentang manusia itu sendiri, karena
petunjuk itu diberikan kepadanya sebagai makhluk yang dianugerahi akal. Agama sebagai
hidayah (petunjuk) Allah melalui Nabi, memang diberikan kepada manusia, terlepas manusia
tersebut mau menerima hidayah ataupun mengingkarinya.1
Manusia merupakan makhluk yang memiliki kemampuan istimewa dan menempati
kedudukan tertinggi di antara makhluk lainnya, yakni menjadi khalifah (wakil) Tuhan di muka
bumi Q.S. al-Baqarah ayat 30.2

                 

            

Artiya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku

hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui.
Maka dari itu manusia diberi akal oleh Allah Swt untuk berfikir bahwa ia adalah
khalifah di muka bumi maka manusia memiliki inteligensi yang paling tinggi sehingga
memiliki sekumpulan unsur surgawi yang luhur. Dan manusia memiliki kesadaran normal,

Santoso Irfan, ‘Konsepsi Al Quran Tentang Maniisia’, Jurnal Hunafa, Vol. 4, No. 3, 291.
Dian Iskandar Jaelani, ‘Pendidikan Islam Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya
Mnausia:Konsep Dan Strategi Implementatif’, Edukasi, Vol. 3, No. 1 (2015), 701.
1

2

jiwa manusia manusia tidak pernah damai/tentram kecuali mengigat penciptanya yakni Allah
Swt.3
Manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang paling sempurna diantara
makhluk lainnya, karna manusia memiliki segalanya yakni hati, akal, pikiran yang

membantunya untuk menjalani kehidupan di muka bumi ini. Dengan segala kelebihan yang
dimilikinya maka manusialah yang menjadi raja di muka bumi ini. Tuhan menciptakan alam
semesta ini semesta ini untuk dilestarikan oleh manusia itu sendiri. Didalam alam pun ada
manusia itu sendiri dan hewan, tumbuhan, serta lingkungan merupakan tanggung jawab
manusia untuk menjaganya untuk dijaga dan dilestarikan. Manusia juga tidak hanya mengkaji
tentang alam sekitarnya saja melainkan ada aspek-aspek lain diantaranya yaitu, sosial,
budaya, ekonomi, pendidikan serta masih banyak lainnya. Maka dari itu manusia harus
mengkajinya berdasarkan Al Qur’an dan Al Hadist.4
Al Qur’an juga menerangkah bahwa manusialah sebagai sasaran terakhir yang
meneriama Al Qur’an.5 Dari kalimat diatas bahwasannya manusialah yang bertanggung
jawab menjaga dan melestarikan isi kandungan Al Qur’an. M. Quraish Shihab mengutip A.
Carrel yang menjelaskan kesulitan yang dihadapi manusia untuk mengetahui hakikat dirinya.
Keterbatasan manusia untuk mengetahui dirinya tersebut, antara lain disebabkan oleh: (1)
Pembahsan

tentang

manusia

terlambat,


dikarnakan

manusia

lebih

dahulu

mempelajari/menyelidiki tentang alam materi. (2) Ciri khas manusia yang lebih cenderung
memikirkan hak-hak yang tidak kompleks. (3) Multikompleknya masalah manusia (M.
Quraish Shihab, 2003). Oleh karena itu, satu-satunya jalan untuk mengetahui lebih baik
keberadaan manusia sebagai muslim, wajib merujuk kepada wahyu Allah.6
Dari penjelasan diatas maka disini diperlukan pendidikan bagi manusia. Pendidikan itu
ialah suatu kepentingan bagi setiap manusia, karena melalui pendidikan manusia mampu
memiliki kualitas serta integritas kepribadian. Untuk itu, manusia harus mengenal pendidikan
serta menerapkan yang telah dipelajarinya dalam kesehariannya. Proses pendidikan yang baik
akan menerapkan yang telah dipelajarinya dalam kesehariannya. Proses pendidikan yang baik
akan menghasilkan hasil manusia yang sebenarnya, sempurna pula. Sejak lahir ke dunia anak


Abdul Halim Fathani, ‘Paradigma Pembelajaran Dalam Perspektif Tarbiyah Ululalbab Dan Multiple
Intelligences’, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Malang, 2.
4
Abdul Khobir, ‘Hakikat Manusia Dan Implikasinya Dalam Proses Pendidikan’, Vorum Tarbiyah, Vol.
8, No. 1 (2010), 2.
5
Santoso Irfan.
6
Santoso Irfan.
3

sangat bergantungan pada orang lain, karena ia memerlukan bimbingan dari orang dewasa
untuk mengetahui sesuatu dalam proses pendidikan.7
Dalam keilmuan pendidikan terdapat lima bagian pokok yang dipelajari, yaitu
diantaranya: konsep tentang manusia, tujuan pendidikan, peserta didik, pendidik, serta proses
pembelajaran. Yang paling pokok/penting diantara kelima hal tersebut yakni konsep tentang
manusia, karena manusia merupakan makhluk yang dapat dididik serta dapat mendidik.
Selain itu manusia melakukan proses pembelajaran dan mencapai tujuan pembelajarannya
yang telah mereka rencanakan. Sedangkan makhluk lain tidak dapat melakukannya, maka
dari itu manusia dijuluki sebagai home educabile. Selain itu manusia dijuluki sebagai

manusia modern (homo sapiens, homo recens). Homo sapiens merupakan salah satu
organisme yang ada dalam evolusi yang telah berhasil hidup dan memiliki kedudukan di alam
semesta mempunyai otak cerdas serta beasar, selain itu manusia meruoakan pengamat serta
telah baik.8
Dua fungsi manusia sebagai ibid serta khalifah adalah kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Untuk menjalankan fungsi abid serta khalifah, tentu tidak cukup mengendalkan
ilmu-ilmu kauniyah sehingga tidak ada lagi pemisah ilmu.Sebagaimana sabda Nabi
Muhammad saw., yang artinya: “Barang siapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia
hendakalah dia berilmu. Dan barang siapa menginginkan (kebahagiaan) akhirat hendaklah
ia berilmu. Dan barang siapa yang mengiginkan (kebahagian) keduanya hendaklah berilmu.
(HR. Imam Ahmad).
Berdasarkan Al Hadits tersebut tergambar bahwa untuk menjalankan fungsi sebagai
abid dan khalifah, manusia harus berilmu. Hakikat ilmu sebagai ilmu Allah harus dikaji
setiap pribadi dalam membawa dunia serta isinya ke gerbang kemaslahatan. Sosok manusia
yang berilmu selalu memperhatikan keseimbangan duniawi dan ukhrawi sehingga disebut
sebagai manusia Ulul Albab. Manusia seperti itu selalu mengedepankan aspek fikir, dzikir,
serta amal shaleh. Maka dari itu mereka mempunyai pandangan mata yang tajam, otak yang
cerdas, hati yang lembut, serta ilmu yang luas, dan semangat serta jiwa pejuang.9

Barsihannor, ‘Strategi Dan Pendekatan Pendidikan (Telaah Terhadap Konsep Pendidikan Lukman AlHakim)’, Jurnal Adabiyah, Vol. no. 2 (2014), 203.

8
Dinasril Amir, ‘Konsep Manusia Dalam Pendidikan Islam’, Jurnal Al-Ta;alim, Jilid 1, No 3 (2012),
188–200.
9
Abdul Halim Fathani.
7

B.

Metode penelitian
Dalam penulisan ini peneliti menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi

pustaka. Metode kualitatif ialah penelitian yang tujuan utamanya adalah untuk memperoleh
wawasan tentang pokok tertentu. Teknik yang digunakan dalam penelitian kualitatif pada
umumnya yaitu metode wawancara dan observasi. Metode penelitian kualitatif ini
mengkonstruksi realitas dan memahami maknannya. Sehingga, penelitian menggunakan
metode kualitatif ini sangat memperhatikan proses, peristiwa dan otentisitas.10 Prosedur
penelitian kualitatif ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati didukung dengan studi literatur atau studi
kepustakaan berdasarkan pendalaman kajian pustaka berupa data, sehingga realitas dapat

dipahami. Terkait dengan studi pustaka, Muhajjir membedakan menjadi dua jenis, yaitu: studi
pustaka yang memerlikan olahan uji kebermaknaan empirik di lapangan dan kajian
kepustakaan yang lebih memerlukan olahan filisofik dan teoritik daripada uji empirik.11
Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian metode yang
digunakan adalah metode kualitatif. Metode kualitatif merupakan metode yang menggunakan
data deskripsi secara tertulis maupun lisan yang memfokuskan pada persepsi serta teori-teori
para ahli yang dikaji ulang melalui suatu penelitian yang sesuai dengan kenyataan yang ada.

C.

Ranah Pembahasan
Suatu pelajaran mengenai manusia sudah ada dari dahulu sejak adanya diciptakannya

makhluk di muka bumi. Sebenarnya manusia itu ialah makhluk Tuhan yang diberi potensi
akal dan budi, nalar serta moral untuk dapat menguasai makhluk lainnya demi kemakmuran
dan kemaslahatannya.12 Dari situ manusia sudah semestinya ada dimuka bumi ini untuk
menjaga, melestarikan, dan memakmurkan, serta menjalankan apa yang sudah ada yakni
alam yang ada disekitarnya ataupun dimanapun yang jauh darinya. Berbicara tentang
manusia, dalam pandangan ilmu pengetahuan sangat tergantung dengan metodologi yang
digunakan. Dari situ ada beberapa pendapat tentang apa manusia itu.

Para penganut teori psikoanalisis menyebut bahwa manusia ialah sebagai homo volens
yakni (makhluk berkeinginan). Menurut aliran ini, manusia adalah makhluk yang memiliki
perilaku interaksi antara komponen biologis Id (Das Es), Ego (Das Ich), Super ego (Das
Ueber Ich). Dalam diri manusia terdapat unsur Animal (hewani), rasional (akali), dan moral
Gumilar Rusliwa Somatrimilar, ‘Memahami Metode Kualitatif’, Makara, Sosial Humaniora, Vol. 9,
No. 2 (2005), 58.
11
Abdul Khobir.
12
Ishak Hariyanto, ‘Pandangan Al Qur’an Tentang Manusia’, Komunike, Vol. 7, No. 2 (2015), 39.
10

(nilai). Sedangkan para penganut teori behaviorisme menyebutkan bahwa manusia sebagai
homo mehanibcus (manusia mesin). Menurut aliran ini segala tingkah laku manusia terbentuk
sebagai hasil proses pembelajaran terhadap lingkungannya, tidak disebabkan aspek. Para
penganut teori kognitif menyebut manusia sebagai homo sapiens (manusia berpikir). Menurut
aliran ini manusia tidak di pandang lagi sebagai makhluk yang bereaksi secara pasif pada
lingkungannya, makhluk yang selalu berpikir.13
Manusia juga menjadi pusat pembicaraan sepanjang zaman. Kajian mengetahui
manusia telah menciptakan berbagai macam pengetahuan yang sangat berguna untuk

berlangsungnya kehidupan. Tetapi pembicaraan tentangnya sampai kapanpun senantiasa
menarik. Allah juga telah memudahkan manusia untuk meninjau kembali hakikat dirinya
berdasarkan Al Quran dan Al Hadist. Dengan begitu manusia tidak akan keliru ataupun
terjerumus dalam menjalankan kehidupan di muka bumi ini sebagai makhluk Allah.14
Hakikat manusia dalam islam ialah: mahluk yang mulia, dan sempurna di bandingkan
mahluk ciptaan Allah lainnya, ini disebabkan manusia diberi kelebihan berupa akal untuk
berpikir, sehingga dengan akal tersebut bisa membedakan mana yang hak mana yang batil,
selain dari itu manusia juga diberikan Allah berupa Nafsu. Namun apabila mereka tidak bisa
memanfa’atkan kelebihan tersebut dengan sebaik-baiknya, maka mereka akan menjadi
mahluk yang paling hina, bahkan lebih hina dari pada binatang.15
Ketika bertemu dengan beberapa ayat Al Qur’an, Al Hadits, keterangan para ulama
serta para mufassir, hampir semua menyatakan fitrah telah di bawa manusia sejak lahir.
Sehingga orang akan berbuat buruk, maka dapat dikatakan manusia melenceng dari
fitrahnya. Ada beberapa penyebabnya yang terdapat didalam Al Qur’an, dan Al Qur’an
memberi solusi untuk menyelamatkan fitrah tersebut agar manusia menjadi manusia
seutuhnya.
Selain potensi beragama, manusia memiliki potensi lain yang beragam serta berbeda
tingkatan. Ia berpengaruh pada perkembangan fisik, psikis, serta fitrah keagamaan. Hal ini
jika ditinjau dari struktur penciptaan manusia yang terdiri atas dua unsur yang masing-masing
memiliki potensi atau daya. Jasmani memiliki daya fisik diantaranya melihat, mendengar,

13

Ishak Hariyanto.
Bahroni, ‘Pendidikan Islam Sebagai Solusi Alternatif Untuk Mengatasi Kemerosotan Moralitas Anak
Bangsa’, INSANIA, Vol. 14, No. 2 (2009), 2.
15
Ishak Hariyanto.
14

mencium, meraba, daya gerak, serta merasa. Sedangkan rohani dalam Al Qur’an disebut alNafs memiliki dua daya yaitu daya pikir serta daya rasa.16
Seluruh potensi/kemampuan manusia terkumpul pada otak. Dan ilmu yang mempelajari
otak disebut neurosains. Dalam hal ini pendidikan terbatas pada pengembangan potensi
manusia, terutama yang bertumpu pada otaknya. Terdapat dua sebab pendidikan Islam tidak
menaruh perhatian pada neurosains sehingga menyebabkan pemisahan IQ/EQ/SQ, yaitu
hilangnya filsafat dalam pendidikan Islam maksudnya pendidikan Islam tidak mempunyai
basis epistimologi keilmuan, dan pengembangan keilmuan dikotomik (wajib-sunnah, ‘ainkifayah. Dunia-akhirat). Dalam filsafat pendidikan Islam tujuan pendidikan Islam adalah
menciptakan insan kamil.17
Setiap kecerdasan berdasarkan potensi biologis, yang selanjutnya diekspresikan dari
hasil fator-faktor genetik serta lingkungan yang mempengaruhi. Kecerdasan tidak ditemukan
dalam bentuk murni. Sebaliknya kecerdasan tertanam dalam berbagai simbol; seperti gambar,
bahasa, notasi musik, pita serta simbol matematika. Secara rinci kecerdasan dibedakan
menjadi tiga, yaitu: kemampuan untuk menyelesaikan suatu masalah yang terjadi dalam
kehidupan nyata, kemampuan untuk mrnghasilkan masalah baru untuk dipecahkan,
kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau menawarkan suatu pelayanan yang berharga
dalam budaya masyarakat. Pada dasarnya setiap individu cerdas, tidak ada individu yang
bodoh. Cerdas yang dimaksud bukan cerdas di segala bidang, namun cerdas di bidang
masing-masing. Dalam kehidupan nyata. Semua aktivitas yang dilakukan memerlukan
kombinasi dari beberapa kecerdasan.
Kecerdasan memiliki tujuh komponen, yang meliputi: kecerdasan verbal-linguistik,
kecerdasan logis-matematis, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan ritmik-musik, kecerdasan
kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal. Masing-masing individu
memiliki kecerdasan tersebut tetapi memiliki persentase yang berbeda. Pada dasarnya setiap
individu memiliki potensi kecerdasan masing-masing yang berdampak pada proses
pendidikan yang dilaluinya, maka diharapkan memudahkan manusia untuk menyiapkan diri
sebagai manusia ulul albab.
Konsep
memperhatikan

pembelajaran
fitrah

berparadigma

kecerdasan

tarbiyah

manusia,

dalam

ulul

albab

tulisan

ini

harus

benar-benar

dimaksud

sebagai

kecenderungan kecerdasan individu. Ulul albab adalah orang yang memiliki akal murni yang
Syarifah Ismail, ‘Tinjauan Filosofis Pengembangan Fitrah Manusia Dalam Pendidikan Islam’, Jurnal
At-Ta’adid, Vol. 8, No. 2 (2013), 243.
17
Suyadi, ‘Integrasi Pendidikan Islam Dan Neurosains Dan Implikasinya Bagi Pendidikan Dasar’, AlBidayah, Vol. 4, No 1 (2012), 116.
16

tidak diselubungi kulit. Akal pikirannya digunakan untuk memikirkan serta memahami ayatayat Allah.18
Namun manusia merupakan penyebab terjadinya kerusakan di muka bumi. Berbagai
kasus kerusakan alam dalam lingkup global maupun nasional, sebenarnya berakar dari
perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan. Peningkatan jumlah
penduduk yang sangat pesat mengakibatkan eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya
alam.
Pengelolaan ekonomi tanpa penyelarasan implikasi sosial ekonominya, yang berperan
penting dalam hilangnya jaminan keselamatan manusia serta keamanan sosial dalam
perubahan proses ekonomi. Perubahan ekologis yang mendasar telah mengubah pola dasar
interaksi sosial.19
Konsep

pembelajran

memperhatikan

fitrah

berparadigma

kecerdasan

tarbiyah

manusia,

dalam

ulul

albab

tulisan

ini

harus

benar-benar

dimaksud

sebagai

kecenderungan ecerdasan individu. Ulul albab adalah orang yang memiliki akal murni yang
tidak diselubungi kulit. Akal pikirannya digunakan untuk memikirkan serta memahami ayatayat Allah.20
Namun manusia merupakan penyebab terjadinya kerusakan di muka bumi. Berbagai
kasus kerusakan alam dalam lingkup global maupun nasional, sebenarnya berakar dari
perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan. Peningkatan jumlah
penduduk yang sangat pesat mengakibatkan eksploitasi terlebih pada sumber daya alam.
Pengelolaan ekonomi tanpa penyelarasan implikasi sosial ekonominya, yang berperan
penting dalam hilangnya jaminan keselamatan manusia serta keamanan sosial dalam
perubahan proses ekonomi. Perubahan ekologis yang mendasar telah mengubah pola dasar
interaksi sosial21
Banyak sejarah yang mencatat tentang realitas yang ada bahwa kebebasan manusia
untuk memiliki adalah kesatuan yang tidak dipisahkan dalam kehidupannya dan selalau
berkesinambungan serta saling mempengaruhi satu serta lainnya. Individu dapat menguasai
sumber kekayaan serta menguasai ekonominya. Selain itu, manusia juga mengarahkan

18

Abdul Halim Fathani.
Ahmad Khoirul Fata, ‘Teologi Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Islam’, Ulul Albab, Vol. 15, No. 2
(2014), 134.
20
Abdul Halim Fathani.
21
Ahmad Khoirul Fata.
19

kehidupan masyarakat serta merencanakan hari esok dan menjamin kelangsungan kekuasaan
manusia.22
Manusia mempunyai posisi serta kedudukan yang mulia dan berwujud sempurna
dibanding makhluk lain. Tetapi tidak jarang amnesia yang tergelincir ke posisi yang rendah
bahkan lebih rendah dari hewan. Hal istimewa yang dimiliki manusia yaitu adanya
kemampuan untuk berfikir serta berzikir. Dengan itu, manusia dapat mengenali yang baik
serta buruk. Moral yang dimiliki manusialah yang membedakan manusia dari makhluk
lainnya. Pengertian moral berkaitan erat dengan kesadaran moral. Manusia dikodratkan
memiliki kesadaran moral saat awal pertumbuhan pada saat awal manusia berpikir serta
berkehendak, karena datangnya kebenaran dalam diri setiap orang berbeda waktunya,
bertahap, serta akibatnya dipengaruhi lingkungan.23 Dilihat dari kedudukannya, anak didik
merupakan makhluk yang berbeda dalam proses perkembangan serta pertumbuhan menurut
kemampuan masing-masing yang membutuhkan bimbingan, pengarahan, dan pendampingan
yang bertujuan kearah titik tujuan yang optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki. Dalam
pandangan yang modern anak didik tidak hanya dianggap sebagai objek pendidikan, tetapi
perlu diperlakukan sebagai subjek pendidikan. Sebab beranggapan anak memiliki potensi
yang harus dikembangkan.
Pandangan modern menyatakan anak didik memiliki potensi alamiah yang diwarisi
sejak lahir yaitu bakat serta kemampuan atau potensi dasar yaitu akal yang membuat anak
didik mampu mengatasi problematika hidupnya berupa tantangan, ancaman, hambatan, serta
gangguan yang timbul dari lingkungan. Potensi yang dimiliki manusia mempunyai kekuatankekuatan yang perlu dikembangkan. Salah satu usaha yang digunakan untuk mewujudkan
potensi dasar yang berupa bakat serta serta kemampuan akal yang perlu dikembangkan agar
berfungsi secara optimal yaitu melalui pendidikan.24
Baru lah dan dengan sendirnyainya menjadi manusia yang pendidikan dapat diartikan
sebagai suatu proses untuk menyebut manusia itu benar benar manusia. Maksudnya ialah
seora yang lahir tidak dengan sendirinya menjadi manusia yang berbudaya. Untuk itu
manusia yang berbudaya harus melalui pengembangan serta pembinaan jasmani dan rohani
melalui kegiatan pendidikan. Rumusan operasional mengenai hakikat pendidikan memiliki
komponen-komponen seperti berikut: pendidikan merupakan proses berkesinambungan,
Ambok Pangiuk, ‘Kepemilikan Ekonomi Kapasitas Dan Sosialis (Konsep Tauhid Dalam Sistem
Islam)’, Jurnal Kajian Ekonomi Islam Dan Kemasyarakatan, Vol. 4, No. 2 (2011), 2.
23
Asep Mahfudz, ‘Menghadapi Tantangan Modernisasi Dengan Mewujudkan Kualitas Manusia
Indonesia Melalui Peneguhan Pendidikan Moral’, Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid. 2, No. 3 (1995), 244.
24
Azimatul Khoirot, ‘Studi Komparatif Tentang Konsep Potensi Anak Didik Dalam Perspektif John
Dewey Dan Pendidikan Islam’, Jurnal Studi Islam, Vol. 6, No.1 (182AD).
22

proses pendidikan memiliki arti menumbuh kembangkan eksistensi manusia, eksistensi
manusia yang memasyarakatkan, proses pendidikan dalam masyarakat yang membudaya.
Manusia merupakan makhluk yang berkembang karena dipengaruhi pembawaan serta
lingkungan. Dalam perkembangan berikutnya manusia memiliki kecenderungan untuk
menerima Allah sebagai Tuhan, karena manusia memiliki kecenderungan untuk Bergama
sejak lahir sebagai fitrahnya. Ayat ini dapat dijadikan bukti adanya kecenderungan manusia
untuk menerima Allah sebagai Tuhan mereka. Firman Allah dalam Q.S. Al Rum ayat 30,

                   
     
Artinya:Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada
fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.(Q.S
Al Rum:30)
Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri
beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu
tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
Meskipun Islam mengakui pengaruh lingkungan atas perkembangan fitrah, tetapi bukan
berarti Islam menjadi hamba kepada lingkungan. Lingkungan memang memegang peranan
yang penting dalam pembentukan tingkah laku anak, namun ia bukan satu-satunya faktor
yang menentukannya, karena berat sebelah dalam melihat hakikat manusia, serta tidak
menghargai harkat manusia yang pada hakikatnya proses individualitas serta sosialitasnya
secara naluriah tidak mungkin dihindarkan dalam perkembangan hidupnya.25
Shalat merupakan benteng hidup kita agar tidak terjerumus dalam perbuatan keji dan
mungkar, selain itu kita akan merasa lebih dekat kepada-Nya serta segala sesuatu yang
dilakukan hanya karena Allah serta hanya mencari ridho Allah, dan membersihkan jiwa dari
sifat-sifat yang buruk.26 Sikap serta perilaku manusia merupakan realisasi nilai-nilai ajaran
Islam sehingga terbentuk watak yang terpuji, kemandirian, kedamaian, serta kasih sayang.
Buhori Muslim, ‘Kurikulum Pendidikan Islam Dalam Konsep Filosof’, Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA,
Vol. 9, No. 2 (2011), 360.
26
Edi Bachtiar, ‘Sholat Sebagai Media Komunikasi Vertikal Transendental’, Jurnal Bimbingan
Konseling Islam, Vol. 5, No. 2 (2014), 389.
25

Dalam fitrah agama, manusia merupakan makhluk etik religius. Sejak dilahirkan manusia itu
suci, maka Allah swt. senantiasa membimbingnya dengan agama fitrah, yaitu agama yang
sesuai manusia agar kesucian yang dibawa sejak lahir.
Islam sebagai agama fitrah tidak hanya sesuai dengan naluri keberagaman manusia,
tetapi sesuai dengan pertumbuhan serta perkembangan fitrahnya sehingga membawa
kesempurnaan pribadinya. Manusia merupakan makhluk individu social. Fitrah dengan
segala potensinya tidak berfungsi apabila tidak ada campur tangan lingkungan yang membina
serta mengembangkan sehingga teraktualkan.27 Pendidikan Islam merupakan segala cara
untuk memelihara serta mengembangkan fitrah manusia dan sumber daya manusia yang ada
untuk menuju terbentuknya manusia insan kamil sesuai norma Islam. Maka dari itu perlu bagi
manusia untuk mengembangkan serta menggali potensi yang ada dalam dirinya. Untuk
mencapai tujuan yang diinginkan perlu bagi manusia untuk mengikuti pendidikan.28 Allah
swt. telah menciptakan manusia dengan dua kecenderungan baik serta buruk yang dilengkapi
dengan kebebasan kehendak, kebebasan memilih, serta bertindak yang telah dianugerahkan
Tuhan kepadanya Q.S. Al Syams ayat10

    
Artinya: dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
Pendidikan Islam memang mementingkan unsur-unsur pembinaan moral manusia yang
merupakan implikasi teoritis serta logis dari adanya tanggung jawab manusia pengembang
amanah. Hakikat pendidikan Islam merupakan keseluruhan dari proses serta fungsi rububiyah
Allah terhadap manusia sejak dari proses penciptaan dan pertumbuhan serta pengembangan
manusia secara berangsur-angsur sampai sempurna, hingga pengarahan serta bimbingan
Allah swt. dalam melaksanakan tugas kekhalifahan. Dengan tugas kekhalifahan manusia
bertanggung jawab untuk merealisasikan proses kependidikan Islam.29 Dalam pendidikan
islam harus ada tantangan pendidikan karna untuk menguji kemampuan untuk berdi-sendiri,
mandiri, dan mampu berkompwtisi dengan umat umat lainnya. Salah satu aspek yang harus
unggul adalah masalah pendidikan islam sehingga pendidikan agama islam yang
mengagumkan bagi semua insan manusia.30
Kholid Mawardi, ‘Model Pembinaan Kesehatan Mental Anak Dalam Pendidikan Islam’, INSANIA,
Vol. 11, No.1 (2006), 7.
28
Mukhtar Hadi, ‘Hakikat Sistem Pendidikan Islam’, Jurnal Tarbawiyah, Vol. 10, No. 2 (2013).
29
Kholid Musyaddad, ‘Pendidikan Dalam Perspektif Islam’, Al-Ulum, Vol. 1 (2012), 31.
30
Suparta, ‘Tantangan Pendidikan Islam Dalam Pemberdayaan Umat Implikasinya Terhadap
Kesejahteraan Umat.’, Akademika, Vol. 20, No, 2 (2001), 361.
27

Ilmu merupakan pengetahuan dari pikiran yang didapat dari para ilmuwan muslim yang
mengkaji masalah dunia maupun akhirat dengan berpedoman pada wahyu Allah swt. Ilmu
yang kita dapatkan perlu bagi kita umat muslim untuk mengkaji ulang karena Ilmu yang
didapatkan dari dunia Barat beranggapan tidak ada keterkaitan antara mereka dengan Tuhan
maka dari ityu mereka tidak melibatkan agama ditemuan-temuan mereka31
Setiap peserta didik mempunyai kemampuan dasar yang dibawa sejak lakir.
Kemampuan tersebut terdiri dari kemampuan berfikir, berbuat, serta bersikap. Untuk
mengembangkan kemampuan yang dimiliki peserta didik, perlu adanya pengalaman yang
diberikan kapada mereka baik di dalam rumah, sekolah, maupun masyarakat. Untuk itu perlu
adanya strategi yang mendukung proses belajar peserta didik sehingga mereka mampu
mengembangkan potensi dirinya, misalnya menggunakan learning revolution.32 Dalam proses
pembelajaran harus ada keseimbangan antara pemanfaatan otak kiri dan otak kanan, agar
pembelajaran tidak terasa membosankan. Selain itu, peserta didik akan bisa mengikuti
pembelajaran dengan baik dan mampu mengembangkan potensi yang terpendam dalam
dirinya.33
Selain itu, penting bagi pesera didik untuk mengerti serta memahami sejarah pemikiran
serta peradaban Islam agar mereka bisa lebih mengembangkan potensi yang dimilikinya
dengan berdasarkan sejarah yang ada. Karena pada zaman dahulu orang-orang islam ternyata
merupakan ilmuwan yang hebat serta ilmunya berguna hingga saat ini, namun umat Islam
sudah mulai melupakan adanya sejarah tersebut, sehingga mereka lebih mengidolakan
ilmuwan Barat yang tidak memntingkan agama. Jadi peserta didik juga harus diberkan materi
sejarah peradaban Islam yang mampu memotivasi mereka untuk berfikir lebih maju.34
Dengan memperhatikan perkembangan kehidupan manusia akhir-akhir ini kita dapat
melihat bahwa manusia saat ini berada pada kesadaran sejarah yang paling puncak, yaitu
kesadaran bahwa dirinya sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia lain secara
universal. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat kesadaran tersebut
teraktualisasi dengan sempurna setidaknya secara materil.35

Dedi Wahyudi dan Rahayu Fitri AS, ‘Islam Dan Dialog Antar Kebudayaan (Studi Dinamika Islam
Dunia Barat)’, Vol. 1, No. 2 (2016), 268.
32
Dedi Wahyudi dan Habibatul Azizah, ‘Strategi Pembelajaran Menyenangkan Dengan Konsep
Learning Revolution’, Attarbiyah, Vol. 26 (2016), 3.
33
Dedi Wahyudi, ‘Pengembangan Multimedia Pembelajaran Interaktif Pendididkan Akhlak Dengan
Program Prezi’, 3-4–5.
34
Dedy Wahyudi, Muh. Alif dkk., ‘Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam Dari Masa Klasik, Tengah,
Hingga Modern.’, 2014, v.
35
Muh. Idris, ‘Konsep Pendidikan Manusia Dalam Pengenbangan Pendidikan Islam’, MIQOT, Vol. 38,
No. 2 (2014), 429.
31

Di era modern ini, nilai-nilai etika pendidikan sangat dibutuhkan untukmembentuk
karakter generasi muda yang tertanam melalui pendidikan. Hal ini karena di era modern
manisia mulai mengalami krisis moral serta etika yang menjadi prinsip hidup bermasyarakat.
Untuk itu perlu adanya perbaikan kurikulum yang tidak hanya mementingkan pengetahuan
peserta didik, namun juga melihat karakter yang mendarah daging dalam diri peserta didik.36

D.

Problem Naskah
Saat ini terdapat permasalahan yang hampir setiap orang mengalaminya yaitu

pemikiran manusia mengenai pendidikan dari anak. Misalnya, orang tua membiarkan
anaknya tanpa adanya bimbingan atau pantauan dari orang tua serta hanya menyerahkannya
kepada guru di sekolah. Setelah anak mulai memasuki pendidikan dasar orang tua seringkali
lupa betapa pentingnya peranan orang tua dalam pengembangan potensi yang dimiliki anak.
Masalah pendidikan agama bagi siswa yaitu kurangnya terinternalisasinya nilai-nilai
agama. Berdasarkan kenyataan yang ada terdapat kelemahan pembelajaran PAI, yaitu sebagai
guru tidak memiliki strategi penyusunan serta pemilihan materi yang tepat dan hanya
memenuhi tuntutan kognitif atau sekedar tahu saja tanpa juga mempraktekkannya. Itu yang
menyebabkan kemerosotan moral yang dimiliki peserta didik.
Saat ini umat Islam menghadapi tantangan yang berat dari pihak luat mulai dari
kolonialisme serta imperialisme yang menghasilkan benturan keras antara budaya Barat
dengan ajaran Islam sampai materialisme, kapitalisme, industrialisme yang merubah sistem
berfikir serta struktur sosial. Pada masa sekarang masyarakat Indonesia mengalami krisis baik
moral maupun etika yang terjadi karena kurangnya tokoh-tokoh yang bisa menjadi teladan
yang baik serta banyaknya kasus kriminal yang dilakukan orang yang telah menjadi idola
masyarakat misalnya melakukan korupsi, pelecehan seksual, serta tindakan lainnya yang
tidak baik untuk ditiru.
Selain itu di kalangan pelajar banyak sekali hal-hal yang terjadi, diantaranya: narkoba,
tawuran, seks bebas, serta pelanggaran moral lainnya. Dan adanya pengaruh barat yang
menjadikan anak-anak lupa waktu dan tempat, biasanya anakanak terlalu sibuk dengan media
social yang mereka miliki yang membuat mereka lebih nyaman berkomunikasi serta
mencurahkan isi hati daripada bercerita dengan orang yang berada disekitarnya.

Zainal Abidin, ‘Konsep Pendidikan Karakter Islam Menurut Ibnu Maskawaih Dan Implikasinya Bagi
Pendidikan Karakter Di Indonesia’, Tapis, Vol. 14, No. 2 (2014), 274.
36

E.

Solusi
Pendidikan perlu diarahkan untuk memberi fasilitas dalam pertumbuhan serta

perkembangan kecerdasan yang beragam agar peserta didik menjadi manusia yang mampu
menerapkan nilai-nilai keyakinan serta etika berbeda secara terhormat dan saling
menghormati.
Selain itu, perlu adanya perbaikan serta penyesuaian kurikulum, dan perlu adanya
solusi alternative agar lebih menyadarkan serta memberikan pemahaman kempali makna
serta aplikasi inti pelajaran agama serta cara beragama.
Agar pendidikan mampu membina mental serta mempengaruhi iman, pendidikan
agama tidak hanya berbentuk pengajaran agama atau sekedar pengetahuan agama semata.
Namun juga perlu adanya pengalaman serta penghayatan nilai-nilai dalam situasi serta
lingkungan hidup.
Pendidikan Islam dalam aktualisasi penyelenggaraannya pada jenjang dasar maupun
menengah perlu sinkronisasi dengan kenyataan perkembangan kehidupan sehingga hasil
pendidikan tidak mengalami distorsi nilai. Pendidikan Islam sebagai landasan pada dasar
ajaran Islam yang rahmatan lil’alamin.
Perlu bagi orang tua serta masyarakat yang lebih dewasa memperhatikan
perkembangan serta pertumbuhan anak dan menerapkan nilai-nilai yang mulai mereka
tinggalkan. Seperti yang kita ketahui bahwa anak-anak sekarang kurang memperhatikan
sopan santun terhadap orang yang lebih tua, maka perlu adanya tindakan lanjut untuk
merubah kebiasaan tersebut dan kembali mewariskan etika yang telah membudidaya.
Selain itu orang tua juga tidak hanya menyerahkan pendidikan anak kepada sekolah
namun mereka juga perlu memantau perkembangan anaknya agar mereka tidak salah dalam
melangkah dan menjalani kehidupan yang penuh dengan hal-hal yang justru dapat merusak
moral serta etika yang telah diajarkan orang tuanya.

F.

Simpulan
Berdasarkan dari beberapa pendapat yang ada bahwasannya pada dasarnya manusia

mahluk yang mulia, dan sempurna di bandingkan mahluk ciptaan Allah lainnya, ini
disebabkan manusia diberi kelebihan berupa akal untuk berpikir, dan diciptakan dalam
keadaan suci/fitrah, memiliki potensi serta kemampuan yang unik serta khas. Potensi yang
dimilikinya harus dikembangkan untuk mencapai tujuan hidup manusia yaitu menjadi
manusia seutuhnya.

Untuk mengembangkan potensi yang dimiliki manusia harus memperhatikan factorfaktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Selain itu ada
factor lain yang mempengaruhinya yang juga penting untuk diperhatikan.
Pendidik juga harus memperhatikan karakter peserta didik agar tidak salah dalam
mengarahkannya untuk menggali ulang potensi yang dimiliki peserta didik. Khususnya
mengkaji dalam pelajaran yang beraliran keagamaan sehingga anak tetap bisa mengikuti
perkembangan zaman tetapi tidak terjerumus kejalan yang salah, serta kemajuan ilmu
pengetahuan serta teknologi.

G.

Referensi

Abdul Halim Fathani, ‘Paradigma Pembelajaran Dalam Perspektif Tarbiyah Ululalbab Dan
Multiple Intelligences’, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam
Malang, 2
Abdul Khobir, ‘Hakikat Manusia Dan Implikasinya Dalam Proses Pendidikan’, Vorum
Tarbiyah, Vol. 8, No. 1 (2010), 2
Ahmad Khoirul Fata, ‘Teologi Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Islam’, Ulul Albab, Vol.
15, No. 2 (2014), 134
Ambok Pangiuk, ‘Kepemilikan Ekonomi Kapasitas Dan Sosialis (Konsep Tauhid Dalam
Sistem Islam)’, Jurnal Kajian Ekonomi Islam Dan Kemasyarakatan, Vol. 4, No. 2
(2011), 2
Asep Mahfudz, ‘Menghadapi Tantangan Modernisasi Dengan Mewujudkan Kualitas Manusia
Indonesia Melalui Peneguhan Pendidikan Moral’, Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid. 2, No.
3 (1995), 244
Azimatul Khoirot, ‘Studi Komparatif Tentang Konsep Potensi Anak Didik Dalam Perspektif
John Dewey Dan Pendidikan Islam’, Jurnal Studi Islam, Vol. 6, No.1 (182AD)
Bahroni, ‘Pendidikan Islam Sebagai Solusi Alternatif Untuk Mengatasi Kemerosotan
Moralitas Anak Bangsa’, INSANIA, Vol. 14, No. 2 (2009), 2
Barsihannor, ‘Strategi Dan Pendekatan Pendidikan (Telaah Terhadap Konsep Pendidikan
Lukman Al-Hakim)’, Jurnal Adabiyah, Vol. no. 2 (2014), 203
Buhori Muslim, ‘Kurikulum Pendidikan Islam Dalam Konsep Filosof’, Jurnal Ilmiah
DIDAKTIKA, Vol. 9, No. 2 (2011), 360
Dedi Wahyudi, ‘Pengembangan Multimedia Pembelajaran Interaktif Pendididkan Akhlak
Dengan Program Prezi’, 3-4–5
Dedi Wahyudi dan Habibatul Azizah, ‘Strategi Pembelajaran Menyenangkan Dengan Konsep
Learning Revolution’, Attarbiyah, Vol. 26 (2016), 3

Dedi Wahyudi dan Rahayu Fitri AS, ‘Islam Dan Dialog Antar Kebudayaan (Studi Dinamika
Islam Dunia Barat)’, Vol. 1, No. 2 (2016), 268
Dedy Wahyudi, Muh. Alif dkk., ‘Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam Dari Masa Klasik,
Tengah, Hingga Modern.’, 2014, v
Dian Iskandar Jaelani, ‘Pendidikan Islam Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya
Mnausia:Konsep Dan Strategi Implementatif’, Edukasi, Vol. 3, No. 1 (2015), 701
Dinasril Amir, ‘Konsep Manusia Dalam Pendidikan Islam’, Jurnal Al-Ta;alim, Jilid 1, No 3
(2012), 188–200
Edi Bachtiar, ‘Sholat Sebagai Media Komunikasi Vertikal Transendental’, Jurnal Bimbingan
Konseling Islam, Vol. 5, No. 2 (2014), 389
Gumilar Rusliwa Somatrimilar, ‘Memahami Metode Kualitatif’, Makara, Sosial Humaniora,
Vol. 9, No. 2 (2005), 58
Ishak Hariyanto, ‘Pandangan Al Qur’an Tentang Manusia’, Komunike, Vol. 7, No. 2 (2015),
39
Kholid Mawardi, ‘Model Pembinaan Kesehatan Mental Anak Dalam Pendidikan Islam’,
INSANIA, Vol. 11, No.1 (2006), 7
Kholid Musyaddad, ‘Pendidikan Dalam Perspektif Islam’, Al-Ulum, Vol. 1 (2012), 31
Muh. Idris, ‘Konsep Pendidikan Manusia Dalam Pengenbangan Pendidikan Islam’, MIQOT,
Vol. 38, No. 2 (2014), 429
Mukhtar Hadi, ‘Hakikat Sistem Pendidikan Islam’, Jurnal Tarbawiyah, Vol. 10, No. 2 (2013)
Santoso Irfan, ‘Konsepsi Al Quran Tentang Maniisia’, Jurnal Hunafa, Vol. 4, No. 3, 291
Suparta, ‘Tantangan Pendidikan Islam Dalam Pemberdayaan Umat Implikasinya Terhadap
Kesejahteraan Umat.’, Akademika, Vol. 20, No, 2 (2001), 361
Suyadi, ‘Integrasi Pendidikan Islam Dan Neurosains Dan Implikasinya Bagi Pendidikan
Dasar’, Al-Bidayah, Vol. 4, No 1 (2012), 116
Syarifah Ismail, ‘Tinjauan Filosofis Pengembangan Fitrah Manusia Dalam Pendidikan
Islam’, Jurnal At-Ta’adid, Vol. 8, No. 2 (2013), 243
Zainal Abidin, ‘Konsep Pendidikan Karakter Islam Menurut Ibnu Maskawaih Dan
Implikasinya Bagi Pendidikan Karakter Di Indonesia’, Tapis, Vol. 14, No. 2 (2014),
274