TUGAS DAN ILMU DAN JIWA

PENDIDIKAN NILAI DALAM PAI
Oleh: Masduki Duryat*)
A. Pendahuluan
Relevansi antara nilai dengan pendidikan sangat erat. Nilai dilibatkan dalam setap tndakan
pendidikan, baik dalam memilih mapun dalam memutuskan setap hal untuk kebutuhan belajar.
Melalui persepsi nilai, guru dapat mengevaluasi siswa. Demikian pula sebaliknya, siswa dapat
mengukur kadar nilai yang disajikan guru dalam proses pembelajaran.
Masyarakat juga dapat merujuk sejumlah nilai (benar salah, baik-buruk, indah-tdak indah) ketka
mereka mempertmbangkan kelayakan pendidikan yang dialami oleh anaknya. Secara singkat dapat
dikatakan bahwa dalam bentuk persepsi, sikap, keyakinan dan tndakan manusia dalam pendidikan,
nilai selalu disertakan. Bahkan melalui nilai itulah manusia dapat bersikap krits terhadap dampakdamapak yang ditmbulkan pendidikan—termasuk pendidikan agama Islam. Di sisi lain, nilai juga
diposisikan sebagai muatan pendidikan. Bahkan, sebagai media kritk bagi setap orang yang
berkepentngan dengan pendidikan (stakeholders) dalam mengevaluasi proses dan hasil pendidikan.
B. Hakikat, Ruang Lingkup dan Nilai Pembelajaran PAI
1. Hakekat Pendidikan Nilai PAI
Sebelum menjelaskan defnisi pendidikan nilai, ada baiknya dijelaskan defnisi pendidikan dan nilai.
Karena pada pendidikan nilai dirumuskan dari dua pengertan dasar yang terkandung dalam term
pendidikan dan term nilai.
Term pendidikan secara etmologi berasal dari bahasa Inggris “educatoo”, yang akar katanya berasal
dari bahasa Latn “educere” berart memasukkan sesuatu. Barangkali yang dimaksud adalah
memasukkan ilmu ke kepala seseorang.[1] Jadi di sini ada tga hal yang terlibat, yaitu: ilmu, proses

memasukkan dan kepala orang—kalaulah ilmu itu memang masuk ke kepala.
Dalam bahasa Arab, menurut Zakiah Daradjat[2] pendidikan berasal dari kata “Tarbiyah”, dengan
kata kerja “rabba”. Kata kerja “rabba” sudah digunakan sejak zaman nabi Muhammad saw., sepert
terlihat dalam al-Quran:
Éb>§‘ $yJßg÷Hxqö‘$# $yJx. ’ÎT$u‹/u‘ #ZŽÉó|¹ ÇËÍÈ
Artnya: “Wahai Tuhaoku, kasihilah mereka keduaoya, sebagaimaoa mereka berdua telah meodidik
aku waktu kecil”. (QS. Al-Isra: 24).
Istlah lain yang digunakan dalam pengertan pendidikan adalah kata “ta’lim”, sepert frman Allah:
zN¯=tæur tPyŠ#uä uä!$oÿôœF{$# $yg¯=ä.
Artnya: “Allah meogajarkao kepada Adam segala oama” (QS. Al-Baqara: 31).
Kata lain yang mengandung art pendidikan juga adalah “addaba”, sepert sabda rasulullah saw:
Artnya: “Tuhao telah meodidikku, maka ia sempuroakao peodidikaoku”. (al-Hadits).
Kata-kata “’allama”, “rabba”, “addaba” sepert tersebut di atas, adalah mengandung pengertan
yang berbeda. “’allama”, mengandung pengertan kadar memberi tahu atau memberi pengetahuan.
Berbeda dengan pengertan “rabba” dan “addaba” yang mengandung makna pembinaan, pimpinan,
pemeliharaan dan sebagainya.[3] Menurut al-Atas, sebagaimana dikutp oleh Hasan Langgulung[4]

bahwa ta’lim hanya berart pengajaran, jadi lebih sempit dari pendidikan. Sedang kata tarbiyah,
terlalu luas. Sebab kata tarbiyah juga digunakan untuk binatang dan tumbuh-tumbuhan dengan
pengertan memelihara atau membela, berternak dan lain-lain, sebagaimana digunakan di negaranegara berbahasa Arab. Sedang pendidikan yang dalam bahsa Inggrisnya educatoo itu hanya untuk

manusia saja. Jadi ta’dib, kata al-Atas, lebih tepat sebab tdak terlalu sempit sekedar mengajar saja,
dan tdak meliput makhluk-makhluk lain selain manusia. Jadi ta’dib sudah meliput kata ta’lim, dan
tarbiyah.
Secara termioologi, defnisi pendidikan dalam nndang-nndang Pendidikan Indonesia Nomor 2
tahun 2 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I pasal I: “Pendidikan adalah usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau lathan bagi perannya
di masa yang akan datang”.[5]
Dari defnisi di atas, memberikan indikasi bahwa pendidikan itu dilakukan secara sadar, tdak secara
kebetulan. Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama.[6]Dengan demikian dalam pendidikan terdapat beberapa
unsur. Pertama, adalah usaha (kegiatan), usaha itu bersifat bimbingan (pimpinan atau pertolongan)
dan dilakukan secara sadar. Kedua, pendidik atau penolong. Ketga, ada yang dididik atau si terdidik.
Keempat, bimbingan itu mempunyai sadar dan tujuan. Kelima, dalam usaha itu tentu ada alat-alat
yang dipergunakan.
Tentang nilai, secara etmologi berasal dari kata value; dalam bahasa Arab al-Qiyamah; dalam
bahasa Indonesia berarti oilai.[7]Dalam bahasa Latn (berguna, mampu, akan, berdaya, berlaku dan
kuat) termasuk dalam kajian flsafat.[8]Persoalan-persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah
satu cabang flsafat yaitu flsafat nilai (Axiology, Theory of Value).[9]Istlah nilai dalam kajian flsafat
dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artnya ‘keberhargaan’ (worth) atau ‘kebaikan’
(goodoess), dan kata kerja yang artnya suatu tndakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau

melakukan penilaian.[1 ]
Di dalam Dictooary of Sociology aod Related Scieoces dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan
yang dicapai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Nilai adalah sifat dari suatu
benda yang menarik minat seseorang atau kelompok (The believed capacity of aoy object to statsty
a humao desire). Jadi pada hakekatnya, nilai adalah sifat atau kualitas yang melekat pada obyek,
bukan obyek itu sendiri. Sesuatu dikatakan mengandung nilai jika memiliki sifat atau kualitas yang
melekat padanya. Dengan demikian, nilai adalah suatu keyataan ‘tersembunyi’ di balik kenyataankenyataan lainnya. Nilai ada karena adanya kenyataan-kenyataan lain sebagai pembawa nilai.
Menilai berart menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu
yang lain, untuk selanjutnya mengambil keputusan. Keputusan itu merupakan keputusan nilai yang
dapat menyatakan berguna atau tdak berguna, benar atau tdak benar, baik atau tdak baik, indah
atau tdak indah. Sesuatu dikatakan mempunyai nilai apabila berguna/berharga (nilai kegunaan),
benar (nilai kebenaran), baik (nilai moral, dan etka), religius (nilai agama).
Dari defnisi tentang pendidikan dan nilai yang beragam, maka berimplikasi pada beragamnya
defnisi pendidikan nilai—jika digabungkan, yang beragam pula. Misalnya dikemukakan oleh
Sastrapratedja yang dikutp oleh Kaswardi[11]yang dimaksud dengan pendidikan nilai adalah
penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada diri seseorang. Dalam pengertanyang sama
Mardiatmadja sebagaimana dikutp oleh Rohmat Mulyana mendefnisikan pendidikan nilai sebagai
bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai serta menempatkannya
secara integral dalam keseluruhan hidupnya.[12] Dua ahli pendidikan itu memiliki pandangan yang


sama bahwa pendidikan nilai tdak hanya merupakan program khusus yang diajarkan melalui
sejumlah mata pelajaran, tetapi mencakup pula keseluruhan proses pendidikan.
Sementara itu dalam laporan Natooal Resource Ceeoter for Value Edducatoo, pendidikan nilai di
negara India didefnisikan sebagai usaha untuk membimbing peserta didik dalam memahami,
mengalami, dan mengamalkan nilai-nilai ilmiah, kewarganegaraan, dan sosial yang tdak secara
khusus dipusatkan pada pandangan agama tertentu.[13]
Dari defnisi di atas dapat ditarik suatu defnisi pendidikan nilai yang mencakup keseluruhan aspek
sebagai pengajaran atau bimbingan kepada peserta didik agar menyadari nilai kebenaran, kebaikan,
dan keindahan, melalui proses pertmbangan nilai yang tepat dan pembiasaan bertndak yang
konsisten. Jika defnisi ini direlevansika dengan Pendidikan Agama Islam, tentu pengajaran atau
bimbingan tentang nilai yang akan ditanamkan kepada peserta didik adalah penanaman nilai melalui
PAI.
2. Ruang Lingkup Pendidikan Nilai dalam PAI
Ruang lingkup PAI meliput keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara hubungan
manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan sesama, hubungan manusia dengan makhluk lain
dan linkungannya.
Adapun ruang lingkup bahan pelajaran PAI, meliput tujuh unsur pokok, yaitu 1) Keimanan, 2)
Ibadah, 3) al-Quran, 4) Akhlaq, 5) Muamalah, 6) Syariah, dan 7) Tarikh.
3. Sumber/Dasar Pendidikan Nilai PAI
PAI memiliki dua sumber/dasar dalam pelaksanaan aktvitasnya, yaitu:

a. Dasar/Sumber Ideal
Dasar/sumber ideal PAI adalah: 1) al-Quran, 2) al-Hadits, 3) Kata-kata sahabat, 4) kemasyarakatan
ummat (sosial), 5) Nilai-nilai dan adat kebiasaan masyarakat dan 6) Hasil pemikiran para pemikir
Islam.
Keenam dasar ideal tersebut merupakan hierarki yang tdak dapat diubah susunannya, walaupun
hakekatnya keseluruhan dasar itu telah mengkristal dalam al-Quran dan Hadits.
b. Dasar/Sumber Operasional
Dasar operasional PAI adalah merupakan dasar yang terbentuk sebagai aktualisasi dari dasar ideal.
Menurut Hasan Langgulung,[14] dasar operasional dari PAI adalah:
1) Dasar Historis, yaitu dasar yang memberikan persiapan kepada pendidik dengan hasil-hasil
pegalaman masa lalu, undang-undang dan peraturan-peraturannya, batas-batas dan kekurangankekurangannya.
2) Dasar Sosial, yaitu dasar yang memberikan kerangka budaya yang pendidikannya itu bertolak dan
bergerak. Sepert memindah budaya, memilih dan mengembangkannya.
3) Dasar Edkooomi, yaitu dasar yang memberikan perspektf tentang potensi-potensi manusia dan
keuangan, materi dan persiapan yang mengatur sumber-sumbernya dan bertanggung jawab
terhadap anggaran pembelajaran.

4) Dasar Politk dao Admioistrasi, yaitu dasar yang memberikan bingkai ideologi (aqidah) dasar, yang
digunakan sebagai dasar bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan rencana yang telah
dibuat.

5) Dasar Psikologi, yaitu dasar yang memberikan informasi tentang watak pelajar-pelajar, guru-guru,
cara-cara terbaik dalam praktek, pencapaian dan penilaian serta pengukuran dan bimbingan.
6) Dasar Filosofs, yaitu dasar yang memberikan kemampuan memilih yang terbaik, memberi arah
satu sistem, mengontrol dan memberi arah kepada semua dasar-dasar operasional lainnya.
4. Karakter Pembelajaran Nilai PAI
Dalam buku pedoman khusus PAI dijelaskan sebagai berikut[15]:
1. PAI merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-ajaran pokok agama Islam.
2. PAI bertujuan membentuk peserta didik agar beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt., serta
memiliki akhlaq mulia.
3. PAI mencakup tga kerangka dasar, yaitu aqidah, syariah, dan ahlaq.
Berdasarkan karakteristk di atas, PAI jelas berbeda dari mata pelajaran yang lainnya. Muatan int PAI
adalah nilai-nilai kebenaran dan kebakan (juga keindahan) yang berasal dari wahyu. Nilai-nilai itu
tercakup dalam tga kerangka dasar PAI yang harus dikuasai oleh peserta didik.
Apabila itu dikorelasikan dengan pendidikan nilai, maka persoalan utama yang menjadi tanggung
jawab guru PAI adalah agar bagaimana pengetahuan tentang tga kerangka dasar itu menyatu
dengan kesadaran yang optmal terhadap nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
5. Posisi Pembelajaran Nilai PAI
Posisi pembelajaran nilai PAI dapat dijelaskan dari fungsi PAI yang diembannya, yaitu:
a) Dalam aspek kehidupan individual adalah untu membentuk manusia Indonesia yang percaya dan
bertaqwa terhadap Tuhan YME dan warga negara yang baik.

b) Dalam aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara adalah untuk: melestrikan Pancasila dan
melaksanakan nnD 1945, melestarikan asas pembangunan nasional dan melestarikan modal dasar
pembangunan.
Lebih rinci mengenai fungsi pendidikan agama itu adalah sebagai berikut:
1) Peogembaogao, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan siswa kepada Allah Swt., yang
telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga.
2) Peoyalurao, yaitu untuk menyalurkan siswa yang memiliki bakat khusus di bidang agama agar
bakat tersebut dapat berkembang secara optmal.
3) Perbaikao, yaitu untuk memperbaiki kesalahan, kekurangan dan kelemahan siswa dalam
keyakinan, pemahaman dan pengamalan ajara Islam dalam kehidupan sehari-hari.
4) Peocegahao, yaitu untuk menangkal hal-hal yang negatf dari lingkungan siswa atau dari budaya
lain yang dapat membahayakan dan menghambat perkembangan dirinya menuju manusia Indonesia
seutuhnya.

5) Peoyesuaiao, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, baik ingkungan fsik maupun
lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.
6) Sumber Nilai, yaitu memberikan pedoman hidup untuk mencapai kebahagaiaan hidup di dunia
dan akhirat.
7) Peogajarao, yaitu untuk menyampaikan pengetahuan keagamaanyang fungsional.
6. Nilai PAI Secara Filosofs dan Tujuan Nasional Indonesia

Pendidikan agama di Indonesia menjadi tnggi perannya sesuai dasar flosof dan tujuan nasional
Indonesia. Hal ini misalnya dijelaskan oleh Rusmin Tumanggor[16], sebagai berikut:
1. Filosof bangsa Indonesia yang tertuang dalam nnD 1945 pada pembukaan disebutkan negara RI
yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada “Ketuhaoao Yaog Maha Edsa”. Juga disebutkan
pada Bab XI tentang agama dinyatakan lagi pada pasal 29 ayat (1) dan (2).
2. Tujuan nasional Indonesia “Meociptakao maousia Iodooesia seutuhoya”. Keutuhan dimaksud
dipayungi dengan “spiritualitas keagamaao” yang dari itu ditekankan agar semua pembangunan kita
dilandasi dan tdak boleh bertentangan dengan nilai dan norma agama, dan dari itu sejak GBHN 1999
yang lalu ditekankan ”Dari itu peodidikao agama perlu dimaotapkao”.
C. Tujuan Pembelajaran Nilai PAI
Apabila pendidikan kita dipandang sebagai suatu proses, maka prose tersebut akan berakhir pada
tercapainya tujuan pendidikan. Suatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan, pada hakekatnya
adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dari dalam pribadi manusia yang
diinginkan.
Ahmad D. Marimba[17] misalnya menjelaskan, bahwa tujuan akhir biasanya dirumuskan secara
padat dan singkat, sepert “terbeotukoya kepribadiao muslim”. Pendidikan agama Islam dalam
realisasi pengajarannya memiliki tujuan yang ingin dicapai. Tujuan itu adalah untuk meningkatkan
ketaqwaan siswa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, artnya menghayat dan mengamakan ajaran
agamanya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial
kemasyarakatan dan menjadi warga negara yang baik. Tujuan ini secara berjenjang harus tercermin

secara hirarkhis pada tujuan insttusional (kelembagaan), tujuan kurikuler (bidang studi tertentu—
misalnya PAI, Standar kompetensi pokok bahasan tertentu sampai kepada KD dan indikatornya.
D. Peran Pengajaran Nilai PAI[18]
1. Peran Pembelajaran Nilai dalam Pendidikan Nasional
Rendahnya mutu pendidikan nasional tdak hanya disebabkan oleh kelemahan pendidikan dalam
membekali kemampuan akademis kepada peserta didik. Lebih dari itu ada hal lain yang tdak kalah
pentng, yaitu kurangnya penyadaran nilai sebenarnya disebabkan oleh banyak hal, tetapi secara
umum persoalan itu muncul karena pendidikan nilai selalu menghadapi sejumlah tantangan yang
kian hari kian kompleks.
Beberapa penyebab itu antara laini Pertama, masih kukuhnya pengaruh paham behaviorisme dalam
sistem pendidikan kita. Kedua, kapasitas mayoritas pendidik kita dalam mengangkat struktur dasar
bahan ajar masih relatf rendah. Ketga, Tuntutan zaman yang makin pragmats. Keempat, terdapat
sikap dan pendirian yang kurang menguntungkan bagi tegaknya demokratsasi pendidikan.

Kendala-kendala itu harus menjadi dasar pertmbangan pembaharuan pendidikan kita yang
cenderung sedang mengalami pergeseran makna pendidikan ke pengajaran.
2. Peran Pembelajaran Nilai dalam PAI
PAI dapat dimaknai dari dua sisi, yaitu: Pertama, ia dipandang sebagai sebuah mata pelajaran sepert
dalam kurikulm sekolah umum (SD, SMP, SMA). Kedua, ia berlaku sebagai rumpun pelajaran yang
terdiri atas mata pelajaran Aqidah-Ahlaq, Fiqh, Quran-Hadits, SKI, dan Bahasa Arab sepert yang

diajarkan di Madrasah (MI, MTs dan MA). Pada bagian ini pendidikan nilai melalui PAI dimaksudkan
pada pemaknaan yang pertama, walaupun dalam kerangka umum dapat mencakup keduanya.
Sebagai mata pelajaran PAI memiliki peranan pentng dalam penyadaran nilai-nilai agama Islam
kepada peserta didik. Muatan mata pelajaran yang mengandung nilai, moral, dan etka agama
menempatkan PAI pada posisi trdepan dalam pengembangan moral beragama peserta didik. Hal itu
berimplikasi pada tugas-tugas guru PAI yang kemudian dituntut lebih banyak perannya dalam
penyadaran nilai-nilai keagamaan.
Muatan int PAI adalah nilai-nilai kebenaran dan kebaikan—juga keindahan yang berasal dari wahyu.
3. Peran Pembelajaran Nilai dalam IPA dan Matematka
Pada dasarnya setap proses pendidikan menyertakan nilai dengan beragam jenis dan intensitasnya.
Pembelajaran PAI dan Matematka perlu diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan yang
berdiversifkasi. Beberapa tujuan yang harus dicapai dalam pendidikan IPA dan Matematka adalah:
membangkitkan peserta didik agar memiliki dorongan untuk tahu dan paham, memiliki kemampuan
mengumpulkan data, menemukan makna,berpikir logis, memilih alternatf pilihan beserta akibatnya,
memahami manusia pada posisi yang manusiawi dan menghargai perbedaan pendapat. Pendekatan
nilai melalui IPA dan Matematka diperlukan strategi yang tepat. Nilai perlu diperluas dan diperkaya.
Demikian pula aktftas pembelajaran perlu diarahkan pada pemahaman dan pengalaman nilai-nilai
yang secara langsung berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
E. Proses Belajar Mengajar Nilai PAI
1. Prinsip Pembelajaran

Sebagai salah satu proses pembelajaran yang memiliki misi pengembangan nilai agama pada diri
peserta didik, PAI perlu mengacu pada prinsip pengembangan nilai keyakinan beragama secara
koostruktf. Kerangka makro pendidikan agama perlu memberikan peluang-peluang bagi
pengembangan sistem nilai pada diri peserta didik, sekaligus menumbuhkan semangat belajar.
Prinsip-prinsip pembelajaran yang harus ditempuh dalam pendidikan agama antara lain:
pengembangan ftrah beragama, pemusatan belajar pada kebutuhan peserta didik, pembangkitan
motvasi peserta didik, pembiasaan belajar sepanjang hayat, dan keutuhan kompetensi.
2. Pemanfaatan Sumber Belajar
Sumber belajar yang dimaksud meliput sumber belajar yang sudah disediakan secara formal sepert
perpustakaan, buku sumber, laboratorium, mesjid, dan sumber belajar lain yang dapat digali.
3. Penyusunan Materi Terpilih
Dalam menginternalisasikan nilai keagamaan kepada peserta didik sebenarnya banyak materi yang
dapat dipilih berdasarkan kebutuhan pembelajaran. Cerita-cerita dari sejarah Islam, sejarah para
nabi, sejarah cendekiawan muslim adalah materi yang efektf untuk menanamkan nilai keagamaan.

Karena itu, cerita-cerita itu dapat dijadikan materi terpilih dalam menyusun silabus materi yang
disesuaikan dengan kompetensi siswa yang hendak dicapai.
4. Penerapan Variasi Metode
Pada dasarnya pendidikan agama tdak akan berhasil apabila hanya menerapkan satu metode. Setap
metode memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Karena itu, pada prinsipnya metode
pembelajaran agama dapat dilakukan secara eklektk—yakni menggabungkan sejumlah metode
secara proporsional.
5. Penerapan Evaluasi Berkelanjutan
Evaluasi berkelanjutan pentng untuk dilakukan oleh para pendidik. Betapa tdak, salah satu
penyebab lemahnya pendidikan agama di sekolah adalah kurang terukurnya aspek-aspek kemajuan
belajar yang mewakili sikap dan nilai. Sementara ini, evaluasi melalui tes sering dijadikan tujuan
pembelajaran. Padahal tes hanya merupakan salah satu tujuan antara (meao) dalam
mengidentfkasi kemampuan akademis peserta didik. Dalam konteks pembelajaran nilai-nilai
agama, evaluasi berkelanjutan menjadi perhatan utama. Fokus utamanya adalah internalisasi nilai
pada peserta didik melalui pengembangan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai.
DAFTAR PUSTAKA
Bagus, Lorens, 1996. Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia
D. Marimba, Ahmad, 1981. Peogaotar Filsafat Peodidikao Islam, Bandung: al-Ma’arif
Daradjat, Zakiah, 1991. Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang
Daradjat, Zakiah, 1992. Ilmu Peodidikao Islam, Jakarta: Bina Aksara dan Depag RI
Depdiknas, 2 2. Koosep Peodidikao Kecakapao Hidup (Life Skill Edducatoo), Jakarta: Tim BroadBased Educaton
Ismaun, 2

1. Diktat Kuliah Filsafat Ilmu, Bandung: nPI

Kaswardi, 1993. Peodidikao Nilai Memasuki Tahuo 2000, Jakarta: Gramedia
Langgulung, Hasan, 1988. Asas-Asas Peodidikao Islam, Bandung: al-Husna
Priatna, Tedi, 2

4. Reaktualisasi Paradigma Peodidikao Islam, Bandung: Pustaka Bani Quraisy

Rusmin Tumanggor, Peoiogkatao Spiritualitas Keagamaao pada Sekolah Implemeotasi Falsafah dao
Regulasi NKRI, Makalah Seminar di Indramayu, Ahad, 27 Juli 2 8
Sudijono, Anas, 2

7. Peogaotar Edvaluasi Peodidikao, Jakarta: RajaGrafndo Persada

nndang-nndang RI No. 2 Tahun 2
Semarang: Aneka Ilmu

3 Teotaog Sistem Peodidikao Nasiooal dao Peojelasaooya,

[1] Hasan Langgulung, Asas-Asas Peodidikao Islam, (Bandung: al-Husna, 1988), h. 4
[2]Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), h. 26
[3] Zakiyah Daradjat, Ilmu Peodidikao Islam, (Jakarta: Bina Aksara dan Depag RI, 1992), h. 25-27
[4] Hasan Langgulung, Op.cit., h. 5

[5] nndang-nndang RI, No. 2 Tahun 2
(Semarang: Aneka Ilmu, 2 3), h. 2

3 Teotaog Sistem Peodidikao Nasiooal dao Peojelasaooya,

[6] Ahmad D. Marimba, Peogaotar Filsafat Peodidikao Islam, (Bandung: al-Ma’arif, 1981), h. 19
[7] Anas Sudijono, Peogaotar Edvaluasi Peodidikao, (Jakarta: RajaGrafndo Persada, 2

7), h. 1

[8] Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 1996), h. 779
[9] Aksiologi (Axios=value, worthy + logos = accouot, reasoo, theory) adalah bidang flsafat yang
menyelidiki pengertan, jenis, tngkat, sumber dan hakekat nilai secara kemestaan. Lihat H. Ismaun,
Diktat Kuliah Filsafat Ilmu, (Bandung: nPI, 2 1), h. 11
[1 ] Tedi Priatna, Reaktualisasi Paradigma Peodidikao Islam, Ikhtar Mewujudkao Peodidikao
Beroilai Ilahiah dao Iosaoiah di Iodooesia, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2 4), h. 16
[11] Kaswardi, Peodidikao Nilai Memasuki tahuo 2000, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia,
1993), h. 78
[12] Rohmat Mulyana, Op.Ceit, h. 119
[13] Ibid, h. 119. Hal ini juga diamini oleh David Aspin, walau defnisinya lebih operasional. Ia
misalnya mengatakan bahwa pendidikan nilai sebagai bantuan untuk mengembangkan dan
mengartkulasikan kemampuan pertmbangan nilai atau keputusan moral yang dapat melembagakan
kerangka tndakan manusia.
[14] Hasan Langgulung, Op.Ceit., h. 6
[15] Depdiknas, Koosep Peodidikao Kecakapao Hidup (Life Skill Edducatoo), (Jakarta: Tim Broad-Based
Educaton, 2 2), h. 15
[16] Lebih jelas dan terperinci baca Rusmin Tumanggor, Peoiogkatao Spiritualitas Keagamaao pada
Sekolah Implemeotasi Falsafah dao Regulasi NKRI, Makalah disampaikan pada workshop guru agama
dan umum, menmbuhkan proses belajar yang baik dan bernuansa agama terhadap siswa. Ahad, 27
Juli 2 8 di SMP Negeri 1 Indramayu Jawa Barat.
[17] Ahmad D. Marimba, Op.Ceit., h 46
[18] Baca Lebih jelas pada Rohmat Mulyana, Op.Ceit., h. 146-211
Diposkan oleh Drs. Masduki Duryat M.Pd di 2.19
Reaksi:

Label: opini pai
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Postng Lebih Baru Postng Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Ruang Belajar

Suasana Belajar SMA Islam At-Taqwa
CAMPUS SMA ISLAM AT-TAQWA KANDANGHAUR

Foto Campus SMA ISLAM AT-TAQWA
Pengikut
Arsip Blog
 ► 2 1 (2)
 ▼ 2

9 (2 )

o

► November (2)

o

► Juni (2)

o

▼ Mei (16)


DIENnL ISLAM DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI



Modernisasi dan Globalisasi dalam Perspektf Antho...



DOA RINTIHAN AHLnLBAIT



Kepemimpinan Supervisor dalam Meningkatkan Motvas...



Khutbah Iedul Adha 143 H.



VALENTINE DAY DAN GENERASI RABBANI Oleh: Masduki D...



Abdullah Gymnastar dalam renungannya "Cermin Dir...



PEMIKIRAN TOKOH PENDIDIKAN ISLAM (KLASIK DAN KONTE...



Solidaritas SMANKA untuk Palestna



REMAJA BERCINTAi PAHALA VS DOSA



PERKEMBANGAN TRADISI KEILMnAN, KEAGAMAAN nnSANTARA...



PENDIDIKAN NILAI DALAM PAI



Pendidikan Agama Sebagai syistem



Makalah POLIGAMI DALAM ISLAM



Konsep agama Max Weber



Demokratsasi dlam Pend Islam

Mengenai Saya

Drs. Masduki Duryat M.Pd
menarik dan menyenangkan
Lihat profl lengkapku
tour ke masjid kubah mas

" bertafakur "
Ada kesalahan di dalam gadget ini

Label
 index opini (5)
 opini (3)
 opini pai (2)
 Pendidikan Agama Sebagai syistem (1)

Ada kesalahan di dalam gadget ini

PEMBELAJARAN PAI DALAM KERANGKA PENDIDIKAN NILAI Sebuah Paradigma dan Analisis
Konstruktif
PEMBELAJARAN PAI DALAM KERANGKA PENDIDIKAN NILAI

Sebuah Paradigma dan Analisis Konstruktif
Oleh: Achmad Darwiz

Abstrak
Pendidikan pada hakikatnya adalah memanusiakan manusia, membentuk generasi bangsa yang lebih
unggul dan berkepribadian humanis, intelektual dan spiritual, namun pada realitasnya kini
pendidikan belum dapat dimaksimalkan peranannya dalam membentuk nilai peserta didik tersebut,
pengaruh negatf lingkungan ditambah dengan kemajuan globalisasi turut menggeser kadar nilai
peserta didik dari waktu kewaktu sehingga degradasi moral pun kian tak terbendung, melahirkan
penyakit sosial yang kian hari mewarnai dunia pendidikan dan lingkup suatu masyarakat. Pendidikan
nilai disini sangat urgen diperlukan sebagai langkah terdepan dalam membawa kondisi generasi
bangsa kearah yang lebih bernilai dan berkarakter. Pendidikan Islam yang didalamnya memuat unsur
kegiatan pembelajaran PAI merupakan mata pelajaran yang sangat mendominasi dalam
pembentukan nilai ilahiyah. Pembelajaran PAI merupakan kegiatan pembelajaran yang lebih
menekankan pada arah pembentukan kepribadian peserta didik melalui ranah psikomotorik, kognitf
maupun afektf, sehingga pembelajaran PAI dianggap berpotensi dalam kerangka pendidikan nilai
bagi peserta didik.
Kata Kunci: Paradigma, Pembelajaran PAI, Pendidikan Nilai.

Pendahuluan
Dalam nndang-nndang No. 2 Tahun 2 3 Tentang Sistem Pendidikan Nasional bab II pasal 3 secara
eksplisit menegaskan tujuan[1] pendidikan nasional sebagai target yang akan dicapai dalam
melakukan pendidikan. Salah satu ttk perhatan dan pengembangan untuk mencapai tujuan int
pendidikan tersebut adalah standar proses[2], sepert yang termuat dalam PP No. 19 tahun 2 5
tentang standar nasional pendidikan. Hal ini diperkuat pula dengan Permendiknas RI Nomor 41
Tahun 2 7, Standar Proses tersebut untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Standar
penyelenggaraan pendidikan secara umum berpijak pada perundang-undangan, peraturan
pemerintah demikian pula Permendiknas sebagaimana tersebut di atas adalah sebagai landasan
yuridisnya.
Pada hakekatnya pendidikan adalah upaya dan proses untuk “memaousiakao maousia” ini
mengandung implikasi bahwa tanpa pendidikan maka manusia tdak menjadi manusia dalam art
yang sebenarnya, yaitu manusia yang utuh dengan segala fungsinya, baik fsik maupun psikis.[3]
Dengan demikian tuntutan kualitas (mutu) yang perlu dihasilkan dalam suatu lembaga pendidikan
selalu menjadi topik perbincangan serius dalam berbagai kalangan. npaya yang dilakukan dengan
memaksimalkan pola pembelajaran ditap lembaga pendidikan. Persoalan-persoalan terkait
pengelolaan, kebiajakan dan system pendidikan hingga proses pembelajaran seolah tak pernah
kering dari sentuhan pemikiran-pemikiran yang mencita-citakan peningkatan dan terciptanya mutu
tujuan pendidikan nasional dan tujuan pendidikan Islam khususnya.

Pada abad ke 21 ini sebagai era globalisasi ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi pada bidang transportasi dan komunikasi. Kemajuan keilmuan dan tekhnologi yang
begitu pesat menopang terciptanya kenyamanan dan kemudahan hidup manusia. Kemajuan iptek
tdak hanya membawa manusia pada aspek kemudahan, dilain sisi arus deras dan terjangan
pengaruh negatf globalisasi yang tak terhindarkan bagi siapa pun terutama generasi bangsa
Indonesia hal ini menyebabkan terjadinya pergeseran nilai dari waktu ke waktu, baik nilai adatistadat, budaya, bahkan nilai-nilai agama yang nyaris tak mengenal ruang dan waktu sehingga
pendidikan nilai pentng mengambil peranan dalam memflter dan meminimalisir pengaruh negatf
tersebut. Oleh karena itu nilai moral sebagai rujukan yang dikembangkan selama ini dalam
pendidikan tdak hanya didasarkan pada nilai moral masyarakat, tetapi yang esensial dan terpentng
adalah nilai-nilai transendental yakni sumbernya dari agama−agama Islam.
Sebagai salah satu yang melandasi pemikiran pentngnya transformasi pendidikan dalam konteks
nilai-nilai moralitas keagamaan, maka menurut Hasan Langgulung, pendidikan Islam dapat dilihat
dari tga sudut pandang yakni [4], yang pertama, pengembangan potensi, potensi manusia sebagai
karunia Tuhan itu harus dikembangkan. Kedua, pendidikan adalah pewarisan budaya, memindahkan
(traosmissioo) nilai-nilai budaya dari satu generasi kepada generasi berikutnya. ketga, interaksi
antar potensi dan budaya.
Pendidikan dengan nilai memiliki relevansi yang sangat erat. Nilai terlibat dalam tap tndakan
pendidikan baik dalam merencanakan suatu proses belajar maupun dalam pengajaran karena
dengan nilai guru dapat memberikan tndakan pembelajaran dan evaluasi, demikian pula siswa
dapat mengukur hasil proses pembelajaran yang diterima dengan nilai tersebut.
Jika ditnjau nilai-nilai hidup dalam masyarakat sangat banyak jumlahnya sehingga pendidikan
berusaha membantu untuk mengenali, memilih, dan menetapkan nilai-nilai tertentu sehingga dapat
digunakan sebagai landasan pengambilan keputusan untuk berprilaku secara konsisten dan menjadi
kebiasaan dalam hidup bermasyarakat.[5] Dalam pembelajaran PAI dianggap sebagai salah satu
konsep strategis dalam upaya menciptakan peserta didik yang bernilai dan memiliki karakter.
Pembelajaran PAI pentng sebagai kerangka pendidikan nilai, hal ini disebabkan dalam pembentukan
karakter berasas pada nilai dan pendidikan itu sendiri, terkhusus pendidikan agama Islam yang
orientasi pembelajarannya adalah upaya pembentukan moral dan kecerdasan peserta didik yang
beriman dan bertakwa. Disisi lain dalam lingkungan keluarga dan masyarakat, nilai menjadi sumber
rujukan bagi ukuran dan pertmbangan kelayakan pendidikan peserta didik yang telah didapatkan
pada lingkungan sekolah, karena itu dalam setap tndakan individu baik persepsi, sikap lembut
ataupun krits, dan keyakinan dalam pendidikan yang dialaminya selalu diserta dengan nilai.
Demikianlah urgensi pendidikan nilai sebagai muatan dalam pendidikan agama Islam. Sebelum
dieksplorasi lebih jauh tentang PAI sebagai kerangka pendidikan nilai, perlu dipahami bahwa dalam
konteks ini pendidikan agama Islam adalah pendidikan nilai, dan pendidikan nilai itu sendiri adalah
pendidikan agama Islam.
Dari uraian tersebut di atas maka dalam makalah ini dapat ditelaah melalui beberapa rumusan
permasalahan yang perlu ditnjau lebih mendalam. Rumusan masalah tersebut yaitui (1) Bagaimana
hakikat dan tujuan pendidikan agama Islam?, (2) Bagaimana pendekatan pembelajaran dan asasasas pendidikan agama Islam?, (3) Bagaimana ruang lingkup pembelajaran PAI?, (4) Bagaimana
pengertan pendidikan nilai dalam PAI?, (5) Mengapa pentng pendidikan nilai?, (6) Bagaimana
bentuk-bentuk nilai dalam pendidikan agama Islam?, (7) Sepert apa pendekatan dalam pendidikan
nilai?, (8) Bagaimana paradigma dan analisis kontruktf pendidikan nilai sebagai kerangka
pembelajaran PAI?

Pembahasan makalah ini tentunya bertujuan memberikan informasi dan wawasan pengetahuan
terkait urgensi pendidikan nilai dalam kerangka pembelajaran PAI di sekolah/madrasah. Dalam
tujuan yang lain tentunya sedikit dapat dijadikan rujukan dalam proses pembinaan bagi peserta
didik, pemikiran konstruktf ini yang dituangkan dengan mengambil peran dalam pengembangan
khazanah keilmuan dalam pendidikan agama Islam.
Pembahasan
1.

Hakikat dan Tujuan Pendidikan Agama Islam (PAI)

Pendidikan Agama Islam (PAI) dapat diartkan sebagai usaha sadar, systemats, berkelanjutan untuk
mengembangkan potensi ras, agama, menanamkan sifat, dan memberikan kecakapan sesuai dengan
tujuan pendidikan Islam. Fungsi pendidikan ditnjau dari sudut pandang sosiologis dan antropologis
adalah untuk mengembangkan kreatftas peserta didik. Karena itu tujuan akhir pendidikan Islam
adalah untuk mengembangkan potensi kreatf peserta didik untuk menjadi manusia yang baik
menurut pandangan manusia dan menurut pandangan agama Islam. Pada hakikatnya pendidikan
Islam adalah proses pemeliharaan dan penguatan sifat dan potensi insan menimbulkan kesadaran
untuk menemukan kebenaran. Tujuan pendidikan Islam adalah mengembangkan potensi peserta
didik serta meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan membentuk karakter siswa
yang menghargai dan menjunjung tnggi kebenaran.[6] Menurut Jalaluddin, hakikatnya pendidikan
merupakan proses dan kreatftas pembentukan system nilai yang menitkberatkan pada
pembentukan akhlak al-karimah pada diri individu. Dengan demikian, pengembangan potensi
individu dalam segala aspeknya harus mengacu pada nilai-nilai akhlak mulia ini. Selanjutnya, system
nilai ini melalui aktvitas pendidikan diwariskan kepada generasi muda agar terpelihara secara
lestari. Kedua sudut pandang pendidikan dimaksud menyatu dalam kepentngan yang sama, yakni
pembentukan dan pewarisan nilai-nilai budaya yang bersumber dari ajaran Islam, yang misi
utamanya adalah pencapaian terbentuknya akhlak yang mulia.[7]
Beberapa ahli merumuskan tujuan pendidikan Islam, sepert Al-Abrasyi yang dikutp Ramayulis dan
Syamsul Nizar menyimpulkan tujuan umum pendidikan Islam yaitu:[8]
a. nntuk mengadakan penbentukan akhlak yang mulia, kaum muslimin dahulu kala sampai
sekarang setuju bahwa pendidikan akhlak adalah int pendidikan Islam, dan bahwa mencapai akhlak
yang sempurna adalah tujuan pendidikan yang sebenarnya.
b. Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tdak hanya
menitkberatkan pada keagamaan saja, tetapi pada kedua-duanya.
c. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi manfaat, atau yang lebih terkenal
sekarang ini dengan tujuan-tujuan vokasional dan professional.
d. Menumbuhkan semangat ilmiah pada pelajar dan memuaskan keinginan tahu (curiosity) dan
memungkinkan ia mengkaji ilmu demi ilmu itu sendiri.
e. Menyiapkan pelajar dari segi professional, tekhnikal dan pertukangan supaya dapat menguasai
profesi dan keterampilan pekerjaan tertentu agar ia dapat mencari rezeki dalam hidup disamping
memelihara segi kerohanian dan keagamaan.

Selanjutnya pada pendapat lain yang dikemukakan oleh Al-Gazali yang dikutp oleh Akmal Hawi
mengemukakan bahwa tujuan pendidikan Islam yang paling utama adalah beribadah dan
bertaqarrub kepada Allah, dan kesempurnaan insan yang tujuannya kebahagiaan dunia akhirat.[9]

Sedangkan Zakiah Darajat menjelaskan dalam konteks pembelajaran bahwa tujuan pendidikan
adalah sesuatu yang hendak dicapai dengan kegiatan atau usaha pendidikan. Bila pendidikan itu
berbentuk formal, tujuan pendidikan itu harus tergambar dalam suatu kurikulum.[1 ]
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah
terciptanya dan berkembangnya potensi peserta didik dalam kehidupannya sehingga menjadi
manusia utuh dan taat (beriman dan bertakwa) kepada Allah SWT, memiliki kecerdasan spiritual,
menjunjung tnggi kebenaran dan sebagai salah satu upaya memaksimalkan kelansungan hidupnya
dengan jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.
Pendidikan agama Islam sebagai kerangka mata pelajaran yang diterapkan dalam pendidikan Islam di
sekolah/madrasah mengambil peranan pentng sebagai upaya pencerdasan anak didik yang pada
tataran normatfnya adalah terciptanya insan yang saleh beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.
Dalam menuju pencapaian tujuan pendidikan memuat langkah pembelajaran sebagai proses yang
berlangsung yang tdak hanya dalam skala waktu tertentu serta satu bidang pengajaran tertentu,
akan tetapi pembelajaran merupakan langkah yang sifatnya umum yang di dalamnya mencakup
bentuk mewadahi, menguatkan metode yang digunakan dalam cakupan suatu bidang. Pembelajaran
PAI misalnya yang tak hanya penerapan dan transfer pemahaman dari ilmu pengetahuan,
sebagaimana pembelajaran ilmu-ilmu lainnya yang hanya memperhitungkan hasil pemahaman akan
tetapi pendidikan agama Islam prosesnya melebihi dengan adanya sisi nilai.
2.

Pendekatan dalam Pembelajaran dan Asas-Asas Pendidikan Agama Islam

Dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam, hal yang sangat mempengaruhi keberhasilan
pembelajaran adalah tentunya ditunjang dengan metode dan penguasaan materi pembelajaran oleh
pendidik (guru), pelaksanaannya pembelajaran Pendidikan Agama Islam tersebut pada dasarnya
dapat melalui kegiatan intrakurikuler maupun kegiatan ekstrakurikuler dengan demikian diperlukan
beberapa pendekatan yang perlu saling melengkapi dan terintegrasi antara satu dengan yang lain.
Menurut Akmal Hawi, pendekatan tersebut yaitu[11]:
a. Pendekatan pengalaman, yaitu pemberian pengalaman keagamaan kepada peserta didik dalam
rangka menanamkan nilai-nilai keagamaan.
b. Pendekatan pembiasaan, yaitu dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
senantasa mengamalkan ajaran agamanya.
c. Pendekatan emosional, yaitu usaha untuk menggugah perasaan dan emosi peserta didik
dengan meyakini, memahami dan menghayat ajaran agamnya.
d. Pendekatan rasional, yaitu usaha memberikan peranan kepada rasio (akal) dalam memahami
dan menerima kebenaran ajaran agama.

Dari pendekatan-pendekatan tersebut diatas dapat dikatakan sebagai pendekatan yang pada
umumnya dalam pembelajaran banyak digunakan, namun dalam melakukan pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan-pendekatan tersebut akan sulit tercipta tanpa dengan perencanaan dan
metode pembelajaran yang tepat. Menggunakan pendekatan-pendekatan dalam pembelajaran
pendidikan agama Islam maka pendidik diperlukan terlebih dahulu memahami asas-asas pendidikan
sebagai kerangka dasar dalam proses pembelajaran yakni terutama pada pembelajaran pendidikan
agam Islam. Asas utama pendidikan agama Islam adalah Al-Qur’an dan hadist Nabi, ijthat ulama,
dan adat istadat masyarakat.

Hasan Langgulung menguraikan asas-asas (dasar) pendidikan sebagai asas operasionalnya tersebut
yaitu: Pertama, asas-asas historis yang mempersiapkan sipendidik dengan hasil-hasil pengamalan
masa lalu, dengan undang-undang dan peraturan-peraturannya, batas-batas dan kekurangankekurangannya. Kedua, asas-asas sosial yang memberinya kerangka budaya dari mana pendidikan itu
bertolak dan bergeraki memindah budaya, memilih dan mengembangkannya. Ketga, asas-asas
ekonomi yang memberinya perspektf tentang potensi-potensi manusia dan keuangan, materi dan
persiapan yang mengatur sumber-sumbernya dan bertanggung jawab terhadap anggaran
belanjanya. Keempat, asas-asas politk dan demokrasi yang memberinya bingkai ideology (aqidah)
dari mana ia bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan rencana yang telah dibuat.
Kelima, asas-asas psikologi yang memberinya informasi tentang watak pelajar-pelajar, guru-guru,
cara-cara terbaik dalam praktek, pencapaian dan penilaian, dan pengukuran dan bimbingan.
Keeoam, asas-asas flsafat yang berusaha memberinya kemampuan memilih yang lebih baik, yang
memberi arah suatu system, mengontrolnya, dan memberi arah kepada semua asas-asas yang lain.
[12]
Jika dicermat asas-asas tersebut dan oleh karenanya untuk mencapai proses pendidikan nilai, maka
hal ini sangat urgen bagi pendidik untuk dipahami dalam rangka persiapan pembelajaran. Pendidikan
nilai sebagai cakupan pentng berada ditap lini mata pelajaran, terlebih pada pembelajaran PAI. Hal
ini dapat dimulai dari aspek penyusunan RPP yang memuat Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar, Tujuan Intruksional Khusus dan Indikator pembelajaran dan lain-lain.
3.

Ruang Lingkup Pembelajaran PAI

Ruang lingkup PAI meliput keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara hubungan manusia
dan Allah, hubungan manusia dengan sesama hubungan manusia dengan makhluk lain dengan
lingkungannya. Ruang lingkup pendidikan agama Islam juga identk dengan aspek-aspek pengajaran
Islam karena materi yang terkandung di dalamnya merupakan perpaduan yang saling melengkapi
antara satu dengan yang lainnya.
Apabila dilihat dari segi pembahasannya, maka PAI yang diajarkan di sekolah meliput:
a.

Pengajaran keimanan

Pengajaran keimanan adalah proses belajar mengajar tentang aspek kepercayaan. Yang dimaksud
disini tentunya kepercayaan menurut ajaran Islam. Int pengajaran ini adalah tentang rukun iman.
b.

Pengajaran Akhlak

Pengajaran akhlak adalah bentuk pengajaran yang mengarah pada pembentukan jiwa, cara bersikap
individu pada kehidupannya. Pengajaran ini berart proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan
supaya apa yang diajarkan berakhlak baik.
c.

Pengajaran ibadah

Pengajaran ibadah adalah bentuk pengajaran ibadah dan tata cara pelaksanaan. Tujuan dari
pengajaran ini agar siswa mampu melaksanakan ibadah dengan baik dan benar. Mengert segala
bentuk ibadah dan memahami art dan tujuan pelaksanaan ibadah.
d.

Pengajaran Fiqih

Pengajaran fqih adalah bentuk pengajaran tentang segala bentuk-bentuk hukum yang bersumber
pada Al-Qur’an, Sunnah dan dalil-dalil syar’i lainnya tujuan pengajaran ini agar siswa mengetahui dan
mengert tentang hukum-hukum Islam dan dapat melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.

e.

Pengajaran Al-Qur’an

Pengajaran Al-Qur’an adalah pengajaran yang bertujuan agar siswa dapat membaca Al-Qur’an dan
mengert kandungannya yang terdapat disetap ayat Al-Qur’an.
f.

Pengajaran Sejarah Kebudayaan Islam[13]

Tujuan pengajaran ini adalah agar siswa dapat mengetahui tentang pertumbuhan dan
perkembangan Islam dari awalnya sampai zaman sekarang. Hal ini pentng untuk dilakukan sehingga
siswa dapat lebih mengenal dan mencintai agamanya.
Dalam kaitan pembahasan pendidikan nilai ini maka ruang lingkup pembelajaran PAI tersebut adalah
ruang lingkup yang mencakup pendidikan nilai yang diajarkan.
4.

Pengertian Pendidikan Nilai dalam PAI

Pengertan Pendidikan Nilai
Dalam pendidikan nilai terdapat dua kata dasar yakni term “Pendidikan” dan term “Nilai”.
Pendidikan berasal dari kata “didik” dengan memberinya awalan “pe-“ dan akhiran “ao” yang
mengandung art “perbuatan” (hal, cara dan sebagainya). Istlah pendidikan berasal dari bahasa
Yunani yaitu “paedagogie” yang berart bimbingan yang diberikan kepada peserta didik.[14] Seiring
dengan perkembangannya secara etmologi diterjemahkan kedalam bahasa Inggris “educatoo” yang
akar katanya berasal dari bahasa Latn “educere” berart memasukkan sesuatu, barangkali
memasukkan ilmu kepada seseorang, jadi disini ada tga hal yang terlibat yakni ilmu, proses
memasukkan, dan kepala seseorang.[15] Dalam bahasa Arab ada beberapa istlah yang biasa
dipergunakan dengan pengertan pendidikan sepert Ta’alim, Tarbiyah, dan Ta’dib. Dari ketga istlah
tersebut di atas yang biasa dipergunakan dan lebih populer adalah Tarbiyah.
Jika disimpulkan dari beberapa istlah diatas maka pendidikan dapat dikatakan sebagai proses
bimbingan atau pertolongan yang dilakukan secara sengaja dan bertanggung jawab oleh seseorang
atau kelompok kepada anak didik sehingga memiliki pengetahuan dan menjadi insan yang dewasa.
Secara terminologi ini defnisi pendidikan termuat pula dalam nndang-nndang No. 2 Tahun 2 3
Tentang Sistem Pendidikan Nasional.[16]
Pada defnisi pendidikan nasional dan tujuan pendidikan Islam sebagaimana yang telah dijelaskan
diawal telah memberikan indikasi bahwa pendidikan dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip
kesadaran guna pengembangan potensi kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan keterampilan
sehingga wujud pribadi seseorang berada pada kesalehan spiritual, kecerdasan emosional dan
intelektual. Dalam melakukan proses dan mencapai tujuan tersebut termuat komponen-komponen
yang tak dapat terpisahkan baik aktvitas pembimbingan, peranan pendidik sebagai pelaku dalam
melakukan bimbingan, adanya peserta didik, adanya peranan media pendidikan serta tujuan
pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu pada konteks ini antara pendidikan dan nilai memiliki kaitan
dan relevansi yang sangat erat.
Nilai secara etmologi berasal dari kata value, dalam bahasa Arab al-Qiyamah, dalam bahasa
Indonesia berart nilai.[17] Chabib Thoha mengutp Sidi Gazalba mendefnisikan nilai adalah sesuatu
yang bersifat abstrak, ia ideal, nilai bukan benda konkrit, bukan fakta, tdak hanya persoalan benar
dan salah yang membutuhkan pengertan empirik, melainkan soal penghayatan yang dikehendaki
disenangi dan tdak disenangi.[18] Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nilai adalah harga dalam
art taksiran hargai harga sesuatu, angka kepandalami kadar, mutu, banyak sedikitnya isi.[19]
Menurut Khoiron Rosyadi nilai adalah ukuran untuk menghukum atau memilih tndakan dan tujuan

tertentu. Nilai sesungguhnya tdak terletak pada barang atau peristwa, tetapi manusia memasukkan
nilai kedalamnya, jadi barang mengandung nilai, karena subyek yang tahu dan menghargai nilai itu.
[2 ] Masduki Duryat memberikan defnisi bahwa pendidikan nilai ialah mencakup keseluruhan aspek
sebagai pengajaran atau bimbingan kepada peserta didik agar menyadari nilai kebenaran, kebaikan,
dan keindahan, melalui proses pertmbangan nilai yang tepat dan pembiasaan bertndak yang
konsisten.[21] Nilai adalah suatu keyataan ‘tersembunyi’ di balik kenyataan-kenyataan lainnya. Nilai
ada karena adanya kenyataan-kenyataan lain sebagai pembawa nilai. Menilai berart menimbang,
suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, untuk selanjutnya
mengambil keputusan. Keputusan itu merupakan keputusan nilai yang dapat menyatakan berguna
atau tdak berguna, benar atau tdak benar, baik atau tdak baik, indah atau tdak indah. Sesuatu
dikatakan mempunyai nilai apabila berguna/berharga (nilai kegunaan), benar (nilai kebenaran), baik
(nilai moral, dan etka), religius (nilai agama).[22] Persoalan tentang nilai dipelajari pula sebagai salah
satu cabang flsafat yakni flsafat nilai (axiology).[23]
Dari beberapa defnisi diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan nilai adalah sesuatu
tndakan mengarahkan dan membantu peserta didik atau yang berupa bimbingan dan pengajaran
yang dilakukan sehingga terbentuk dan memiliki kadar nilai yang sesuai serta menyadari berbagai
keadaannya, terbiasa bertndak dan bertanggungjawab dengan penuh pertmbangan sesuai asas
nilai yang dipahaminya.
Jika pengertan-pengertan di atas diintegrasikan dalam proses Pendidikan Agama Islam, maka aspek
bimbingan nilai yang akan ditanamkan memiliki ruang dan peranan yang cukup dominan dalam
membentuk kadar positf peserta didik melalui pendidikan agama Islam yang di dalamnya
merupakan int penanaman nilai. Oleh karena itu pendidikan nilai merupakan int, hakikat serta
tujuan pentng dari pendidikan itu sendiri. Abd. Aziz mengutp Jalaluddin dan Abdullah Idi[24]
menjelaskan bahwa nilai dan implikasi aksiologi didalam pendidikan adalah pendidikan menguji dan
mengintegrasikan semua nilai tersebut didalam kehidupan manusia dan membinanya di dalam
kepribadian anak. Karena untuk mengatakan bahwa sesuatu itu bernilai baik, bukanlah sesuatu yang
mudah. Apalagi menilai dalam art mendalam untuk membina dalam kepribadian ideal.
Menurut Zaim Elmubarok mengutp Linda, secara gari besar nilai dibagi dalam dua kelompok yaitu
nilai-nilai nurani (values of beiog) dan nilai-nilai memberi (values of giviog). Nilai-nilai nurani adalah
nilai yang ada dalam diri manusia kemudian berkembang menjadi prilaku serta cara kita
memperlakukan orang lain.[25]
Nilai yang diajarakan kepada peserta didik menjadi pokok dalam setap pembahasan sekaligus int
dari pembelajaran khususnya pendidikan agama Islam. Nilai-nilai tersebut menjadi tertampung dari
berbagai topik pembahasan sehingga sikap dan prilaku yang termanifestasikan dalam kehidupan
sehari-harinya merupakan cerminan dari nilai-nilai yang telah diajarkan.
5.

Mengapa Penting Pendidikan Nilai?

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa perubahan individu sebagai dari masyarakat Indonesia
yang kompleks dan tradisional kearah yang maju dan berkembang, antara lain karena majunya
pengembangan iptek yang terselenggara membawa berbagai perubahan pada kehidupan manusia
pada umumnya.[26] Perubahan drasts sebagai akibat globalisasi dan watak lingkungan yang berciri
sekularisasi sangat berpengaruh terhadap lahirnya individu-individu yang telah jauh dari bingkai
nilai-nilai moral spiritual agama, potret dan pola hidup generasi anak-anak bangsa yang kian tak
terbendung dengan menabur benih-benih permusuhan, kebencian, dengki dan dendam, terlebih lagi
ada sederetan kaum intelektual yang telah melanggar etka profesinya, para siswa dan mahasiswa

yang terlibat aksi-aksi kekerasan, pornograf, narkoba, seks bebas serta beberapa penyakit sosial
lainnya sehingga jauh dari nilai budaya luhur positf. Jika direnungkan subtansi pendidikan adalah
memanusiakan manusia, pendidikan meningkatkan derajat dan meningkatkan keimanan kepada
Allah SWT. Dalam hal ini jika kita merujuk potongan frman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah AlMujadalah: 11:
            
 
Artnya: ”Allah akao meoioggikao oraog-oraog yaog berimao di aotaramu dao oraog-oraog yaog
diberi ilmu peogetahuao beberapa derajat. dao Allah Maha meogetahui apa yaog kamu kerjakao”.
(QS. Al-Mujadalah [58]:11.[27]

Hilangnya kadar nilai positf pada diri individu sepert yang telah tercermin di atas, senada pula
dengan yang dijelaskan oleh Adimassana, bahwa nilai-nilai manusia yang rendah, yaitu pada
pemerolehan “semat” (harta kekayaan dan kenikmatannya), “pangkat” (kedudukan dan
kenikmatannya) dan “derajat” (kehormatan, gensi, nama baik, popularitas, keagungan dan segala
kenikmatannya). Lebih lanjut dikemukakan bahwa pendidikan kita dalam 35 tahun terakhir ini
kurang menumbuhkan kesadaran akan nilai-nilai luhur (aspek rohani), yang menjadi motor
penggerak perkembangan peserta didik kearah hidup yang manusiawi dan bahkan kearah hidup
yang adil−manusiawi (ilahi). Dengan dih