Penetapan Kadar Vitamin C Dari Bawang Putih (Allium sativum L.) Secara Titrasi 2,6-Diklorofenol Indofenol

(1)

PENETAPAN KADAR VITAMIN C DARI BAWANG PUTIH

(Allium sativum L) SECARA TITRASI 2,6-DIKLOROFENOL

INDOFENOL

SKRIPSI

OLEH:

AZHAR ALIZA PUTRA NIM 060804026

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENETAPAN KADAR VITAMIN C DARI BAWANG PUTIH

(Allium sativum L) SECARA TITRASI 2,6-DIKLOROFENOL

INDOFENOL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi Pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

AZHAR ALIZA PUTRA NIM 060804026

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

Judul:

PENETAPAN KADAR VITAMIN C DARI BAWANG PUTIH

(Allium sativum L) SECARA TITRASI 2,6-DIKLOROFENOL

INDOFENOL

Oleh:

AZHAR ALIZA PUTRA NIM 060804026

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: Juni 2011

Pembimbing I, Panitia Penguji:

Dra. Saodah, M.Sc., Apt. Dra. Nurmadjuzita, M.Si., Apt.

NIP 194901131976032001 NIP 194809041974122001

Pembimbing II, Dra. Saodah, M.Sc., Apt.

NIP 194901131976032001

Drs. Syafruddin, M.S., Apt. NIP 194811111976031003

Dra. Salbiah, M.Si., Apt NIP 194810031987012001

Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si, Apt. NIP 195201041980031002

Disahkan Oleh: Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, penulis haturkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa yang

telah melimpahkan rahmat, hidayah dan kemudahan kepada penulis sehingga

dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Penetapan

Kadar Vitamin C Dari Bawang Putih (Allium sativum L.) Secara Titrasi 2,6-Diklorofenol Indofenol” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada

ayahandaku Ali Basyar dan almarhum ibundaku tersayang Netty Jafar, yang telah

memberikan semangat dan cinta yang teramat tulus, untuk adikku Muhammad

Zaki Putra serta kakakku Wati atas semua doa, kasih sayang, semangat dan

pengorbanan baik moril maupun materil. Semoga Allah SWT selalu melindungi

kalian semua.

Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Saodah, M.Sc., Apt., dan Bapak Drs. Syafruddin, M.S., Apt., selaku

pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan dan nasehat selama

penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

3. Bapak/Ibu Pembantu Dekan, Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi


(5)

Maralaut Batubara, M.Phil., Apt., selaku penasehat akademik yang telah

memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama ini.

4. Ibu Dra. Nurmadjuzita, M.Si., Apt., Ibu Dra. . Salbiah, M.Si., Apt., dan Bapak

Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si, Apt selaku dosen penguji yang telah

memberikan saran, arahan, kritik dan masukan kepada penulis dalam

penyelesaian skripsi ini.

5. Kepada Rabiatul hadawiyah yang telah menemani dan memberi support serta

masukkan yang membangun kemudian kepada temen satu kos saya hendra,

temen-temen ps pintu empat, aulia, gok boy, ko itam, ribut, roni, temen angkat

06, niki, oel-oel, ie, ririn, ari, moe-moe, yogi, yani, uji dan rekan-rekan

mahasiswa Farmasi USU khususnya stambuk 2006 atas dukungan, semangat,

bantuan dan persahabatan selama ini, kakak dan abang senior Farmasi,

adik-adik junior Farmasi serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu

persatu yang telah banyak memberikan bantuan, motivasi dan inspirasi selama

masa perkuliahan hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda dan pahala

yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian

skripsi ini.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak

guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang Farmasi.

Medan, Juni 2011

Penulis,


(6)

PENETAPAN KADAR VITAMIN C DARI BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) SECARA TITRASI2,6-DIKLOROFENOL INDOFENOL

ABSTRAK

Bawang putih merupakan salah satu komoditas pertanian unggulan yang dianggap memiliki prospek yang baik dalam pemasarannya. Hal ini terkait dengan banyak konsumsi bawang putih oleh masyarakat Indonesia yang di gunakan sebagai bumbu dapur. Selain itu bawang putih juga banyak mengandung senyawa nonsulfur allixin yang bersifat antioksidan, antimicrobial, dan antitumor. Bawang putih adalah sumber kalsium, fosfor, dan selenium yang baik, Selain itu, bawang putih juga merupakan sumber vitamin C, vitamin B6, dan manggan yang sangat baik.

Sampel bawang diperoleh dari salah satu pasar tradisonal Jamin Ginting Pasar Tradisional Pancur Batu dan Salah satu supermarket yang terdapat di daerah Sumatera Utara. Penetapan kadar vitamin C dilakukan dengan metode titrasi 2,6-diklorofenol indofenol sesuai dengan prosedur metode analisis pangan PPOMN karena larutan 2,6-diklorofenol indofenol selektif terhadap vitamin C dan dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar vitamin C dari Bawang putih dari pasar tradisional Pancur Batu adalah 27,45 mg/100 g, Bawang putih dari Supermarket adalah 25,90 mg/100 g, dan Bawang dari pasar tradisional Jamin Ginting 25,31 mg/100 g.

Berdasarkan hasil uji statistika One-Way ANOVA dari masing-masing bawang putih (Allium sativum L) menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna terhadap kadar vitamin C dari ketiga bawang putih tersebut. Pada uji validasi metode diperoleh persen recovery sebesar 91,56% dan persen RSD sebesar 1,55%. Berdasarkan data di atas, Bawang putih dari pasar tradisonal Pancur Batu mempunyai kadar vitamin C paling tinggi, dan Bawang putih dari pasar tradisional Jamin Ginting mempunyai kadar vitamin C paling rendah.

Kata kunci: penetapan kadar, vitamin C, bawang putih, supermarket 2,6-diklorofenol indofenol.


(7)

THE VITAMIN C CONTENT DETERMINATION OF GARLIC ( Allium sativum L.) WITH 2,6-DICHLOROFENOL INDOFENOL TITRATION

METHOD ABSTRACT

Garlic is one of the best agricultural commodity considered to have a very good marketing prospect, it is related with the high consumption rate of garlic by Indonesian people as food seasoning. Morever, garlic also contains many non sulphurous compound, alixin, that has antioxidant, antimicrobial, antitumor properties. Garlic is a rich source of calcium, phosphorus and selenium. Also, garlic is an excellent source of vitamin C, vitamin B6 and mangan.

Garlic sample were from one of traditional market Jamin ginting and Supermarket berastagi in the area of Medan city, from Pancur batu tradisional market. The determination of vitamin C content was done with 2,6 – Dichlorophenol indofenol titration method according to the PPOMN method of food analysis because of the selectivity of 2,6-Dichlorophenol indofenol solution to vitamin C, and it was done it the Quantitative Pharmaceutical chemistry Laboratory, University of Nort Sumatera, Medan.

The result of the research showed the Quantity of vitamin C in garlic from Pancur batu traditional market was 27,45 mg/100 g, for garlic from Supermarket was 25,73 mg/100 g, and for garlic from Jamin ginting traditional market 25,31 mg/100 g.

Based on the result of One-Way ANOVA statistical tes of garlic (Allium sativum L), it showed significant differences in vitamin C content of three garlic mentioned.The recovery percentage obtained was 91,56 % and RSD percentage obtained was 1,5530%. Bassed on the data above, the garlic sample from Pancur batu traditional market had highest vitamin C content, and the garlic sample from Jamin ginting traditional market had the lowest vitamin C content.

Keyword (S) : Determination of content, Vitamin C, Garlic, , 2,6-Dichlorophenol indofenol


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 3

1.3Hipotesis ... .. 3

1.4Tujuan Penelitian ... 4

1.5Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Uraian tumbuhan ………..……….. 5

2.1.1 bawang putih.……….……… 5

2.1.2 Pemilihan lokasi tanam…….………. 5

2.1.3 Morfologi tumbuhan……….. 6

2.1.4 Sistematika tumbuhan……… 6


(9)

2.2 Vitamin……… 8

2.2.1 Vitamin C……… 8

2.2.2 Peranan vitamin C………... 9

2.2.3 Perubahan vitamin C dalam buah dan sayur………... 10

2.3 Metode penetapan kadar viatamin C……… 11

2.4 Analisis Recovery………. 14

BAB III METODE PENELITIAN ……… 15

3.1Waktu dan tempat penelitian………... 15

3.2 Identifikasi tumbuhan……….. 15

3.2.1 Survei beberapa tempat penjualan sayur dan buah………. 15

3.3 Bahan dan alat………. 16

3.3.1 Sampel………. 16

3.3.2 Bahan-bahan……… 16

3.3.3 Alat-alat………... 16

3.4 Rancangan penelitian……….. 17

3.4.1 Pengambilan sampel………... 17

3.5 Prosedur penelitian………. 17

3.5.1 Pembuatan pereaksi……… 17

3.5.2 Perhitungan kesetaraan pentiter 2,6 diklorofenol indofenol 19

3.5.3 Penyiapan larutan sampel……… 19

3.5.4 Penetapan kadar vitamin C dari larutan sampel…………. 20

3.5.5 Uji perolehan kembali (recovery)……….. 20

3.6 Analisis data secara statistik……… 21


(10)

3.6.2 Uji ketelitian (presisi) metode analisis………... 22

3.6.3 Pengujian beda nilai rata-rata………. 23

3.7 Pembakuan larutan iodium 0,05 N………. 23

3.8 Penetapan kadar vitamin C baku dengan metode titrasi iodimetri ... 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

4.1 Identifikasi tumbuhan ... 25

4.2 Penetapan kadar vitamin C dari bawang putih (Allium sativum) Dari pasar tradisional Pancur batu, pasar tradisional Jamin Ginting dan supermarket berastagi yang terdapat di medan……… 25

4.3 Perolehan kembali (recovery) vitamin C……… 28

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

5.1 Kesimpulan ... 29

4.2 Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Analisis beda nilai rata-rata Kadar Vitamin C Rata-Rata (Mean) antar Bawang putih (Allium sativum L) dari pasar tradisional dan

Supermarket berastagi yang terdapat di Medan ... 26

Tabel 2. Perolehan Kembali dari Bawang putih (Allium sativum L)


(12)

DAFTAR GAMBAR Halaman

Gambar 1 Diagram Batang Kadar Vitamin C dari Bawang putih (Allium Sativum L.) dari pasar tradisional dan Supermarket di daerah

Sumatra Utara... 25


(13)

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Data Survei Beberapa Tempat Penjualan Sayur dan Buah

Yang menjual bawang putih (Allium sativum L.) ... 33 Lampiran 2. Sertifikat Identifikasi Tumbuhan ... 34

Lampiran 3. Sertifikat Bahan Baku Pembanding ... 35

Lampiran 4. Gambar Bawang putih (Allium sativum L.) lokal dan gambar Bawang putih (Allium sativum L.) import ... 36 Lampiran 5. Data Perhitungan Kesetaraan Larutan 2,6-Diklorofenol

Indofenol ... 37

Lampiran 6. Perhitungan Kadar Vitamin C dari Sampel yang

Dianalisis ... 39

Lampiran 7. Data Hasil Penetapan Kadar Vitamin C dari Sampel

yang Dianalisis ... 40

Lampiran 8. Analisis Data untuk Mencari Standar Deviasi dan Uji

Penolakan Hasil Analisis ... 41

Lampiran 9. Perhitungan Statistika Analisis Variansi Kadar

Vitamin C ... 45

Lampiran 10. Data Analisis Perolehan Kembali (Recovery) Vitamin C

dari Bawang putih (Allium sativum L.) dari Supermarket 46

Lampiran 11. Contoh Perhitungan % Recovery danKadar Vitamin C Sebenarnya dari Sampel dengan Analisis Perolehan

Kembali (Recovery) ... 47 Lampiran 12. Perhitungan Koefisien Variasi (% RSD) dari Bawang

Putih (Allium sativum L.) dari Supermarket... ... 48

Lampiran 13. Data Pembakuan Larutan Iodium 0,05 N ... 49

Lampiran 14. Data Penetapan Kadar Vitamin C Baku dengan Metode

Iodimetri ... 50

Lampiran 15. Analisis Data untuk Mencari Standar Deviasi Kadar

Vitamin C Baku dan Uji Penolakan Hasil Analisis ... 51

Lampiran 16. Daftar Distribusi F ... 52 Lampiran 17. Daftar Distribusi t ... 53


(14)

PENETAPAN KADAR VITAMIN C DARI BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) SECARA TITRASI2,6-DIKLOROFENOL INDOFENOL

ABSTRAK

Bawang putih merupakan salah satu komoditas pertanian unggulan yang dianggap memiliki prospek yang baik dalam pemasarannya. Hal ini terkait dengan banyak konsumsi bawang putih oleh masyarakat Indonesia yang di gunakan sebagai bumbu dapur. Selain itu bawang putih juga banyak mengandung senyawa nonsulfur allixin yang bersifat antioksidan, antimicrobial, dan antitumor. Bawang putih adalah sumber kalsium, fosfor, dan selenium yang baik, Selain itu, bawang putih juga merupakan sumber vitamin C, vitamin B6, dan manggan yang sangat baik.

Sampel bawang diperoleh dari salah satu pasar tradisonal Jamin Ginting Pasar Tradisional Pancur Batu dan Salah satu supermarket yang terdapat di daerah Sumatera Utara. Penetapan kadar vitamin C dilakukan dengan metode titrasi 2,6-diklorofenol indofenol sesuai dengan prosedur metode analisis pangan PPOMN karena larutan 2,6-diklorofenol indofenol selektif terhadap vitamin C dan dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar vitamin C dari Bawang putih dari pasar tradisional Pancur Batu adalah 27,45 mg/100 g, Bawang putih dari Supermarket adalah 25,90 mg/100 g, dan Bawang dari pasar tradisional Jamin Ginting 25,31 mg/100 g.

Berdasarkan hasil uji statistika One-Way ANOVA dari masing-masing bawang putih (Allium sativum L) menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna terhadap kadar vitamin C dari ketiga bawang putih tersebut. Pada uji validasi metode diperoleh persen recovery sebesar 91,56% dan persen RSD sebesar 1,55%. Berdasarkan data di atas, Bawang putih dari pasar tradisonal Pancur Batu mempunyai kadar vitamin C paling tinggi, dan Bawang putih dari pasar tradisional Jamin Ginting mempunyai kadar vitamin C paling rendah.

Kata kunci: penetapan kadar, vitamin C, bawang putih, supermarket 2,6-diklorofenol indofenol.


(15)

THE VITAMIN C CONTENT DETERMINATION OF GARLIC ( Allium sativum L.) WITH 2,6-DICHLOROFENOL INDOFENOL TITRATION

METHOD ABSTRACT

Garlic is one of the best agricultural commodity considered to have a very good marketing prospect, it is related with the high consumption rate of garlic by Indonesian people as food seasoning. Morever, garlic also contains many non sulphurous compound, alixin, that has antioxidant, antimicrobial, antitumor properties. Garlic is a rich source of calcium, phosphorus and selenium. Also, garlic is an excellent source of vitamin C, vitamin B6 and mangan.

Garlic sample were from one of traditional market Jamin ginting and Supermarket berastagi in the area of Medan city, from Pancur batu tradisional market. The determination of vitamin C content was done with 2,6 – Dichlorophenol indofenol titration method according to the PPOMN method of food analysis because of the selectivity of 2,6-Dichlorophenol indofenol solution to vitamin C, and it was done it the Quantitative Pharmaceutical chemistry Laboratory, University of Nort Sumatera, Medan.

The result of the research showed the Quantity of vitamin C in garlic from Pancur batu traditional market was 27,45 mg/100 g, for garlic from Supermarket was 25,73 mg/100 g, and for garlic from Jamin ginting traditional market 25,31 mg/100 g.

Based on the result of One-Way ANOVA statistical tes of garlic (Allium sativum L), it showed significant differences in vitamin C content of three garlic mentioned.The recovery percentage obtained was 91,56 % and RSD percentage obtained was 1,5530%. Bassed on the data above, the garlic sample from Pancur batu traditional market had highest vitamin C content, and the garlic sample from Jamin ginting traditional market had the lowest vitamin C content.

Keyword (S) : Determination of content, Vitamin C, Garlic, , 2,6-Dichlorophenol indofenol


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Vitamin C atau asam askorbat adalah komponen berharga dalam makanan

karena berguna sebagai antioksidan dan mengandung khasiat pengobatan (Sandra

G.,1995). Vitamin C mudah diabsorpsi secara aktif, tubuh dapat menyimpan

hingga 1500 mg vitamin C bila dikonsumsi mencapai 100 mg sehari. Jumlah ini

dapat mencegah terjadinya skorbut selama tiga bulan. Tanda-tanda skorbut akan

terjadi bila persediaan di dalam tubuh tinggal 300 mg. konsumsi melebihi taraf

kejenuhan akan dikeluarkan melalui urin.( Almatsier., 2001)

Salah satu fungsi utama vitamin C berkaitan dengan sintesis kolagen.

Kolagen adalah sejenis protein yang merupakan salah satu komponen utama dari

jaringan ikat, tulang-tulang rawan, dentin, lapisan endotelium pembuluh darah dan

lain-lain. Kekurangan asupan vitamin C dapat menyebabkan skorbut. Dalam

kasus-kasus skorbut spontan, biasanya terjadi gigi mudah tanggal, gingivitis, dan

anemia, yang mungkin disebabkan oleh adanya fungsi spesifik asam askorbat

dalam sintesis hemoglobin. Skorbut dikaitkan dengan gangguan sintesis kolagen

yang manifestasinya berupa luka yang sulit sembuh, gangguan pembentukan gigi,

dan robeknya kapiler (Tjokronegoro, 1985).

Vitamin C pada umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu

sayur dan buah seperti jeruk, nenas, rambutan, papaya, gandaria, tomat, dan


(17)

asing lagi dalam kehidupan sehari-hari sebagi bumbu masak dikalangan

masyarakat Indonesia. (Win salampessy.,2002).

Menurut United State Departement of Aglicultural kandungan Gizi

bawang putih (Allium sativum L) mentah, nilai gizi per 100 g berat bawang putih (Allium sativum L) adalah sebagai berikut : Energi 623 Kj, karbohidrat 33,06 g, gula 1,00 g, Diet serat 2,1 g, Lemak 0,5 g, Protein 6,39 g, Beta karoten 5 mg,

Thiamine (Vit. B1) 0,2 mg, Riboflavin (Vit B2) 0,11 mg, Niacin (Vit B3) 0,7 mg,

Asam Pantotenat (B5) 0,596 mg, Vit B6 1,235 mg, Folat (B9) 3 mg,, Vitamin C

31,2 mg, Kalsium 181 mg, Besi 1,7 g, Magnesium 25 mg, Fosfor 153 mg, Kalium

401 mg, Sodium 17 mg, Seng 1,16 mg, Mangan 1,672 g, Selenium 14,2 mg.

(USDA.,2010).

Khasiat bawang putih (Allium sativum L) untuk kesehatan adalah sebagai berikut Antioksidan, Antitumor, Antimikroba, Antibiotik, menurunkan kadar

kolesterol, menurunkan tekana darah tinggi, melawan usia tua. (Nia

Kurniawati.,2010).

Penentuan Kadar vitamin C pada sayur dan buah dapat ditentukan dengan

metode sebagai berikut : 2,6-diklorofenol indofenol (Siti muriza dkk.,1988; Johan,

2009). High-performance Liquid Chromatography (HPLC) (Yoshiro shimada dan

Sanae Ko, 2006). Spektrofotometer U.V (zeynep ayd cetinogmus dan sevil

muge.,2002)

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk menetapkan kadar

vitamin C dari bawang putih karena hampir seluruh masyarakat Indonesia telah

menggunakan bawang putih dalam kehidupan sehari-hari. Sampel yang digunakan


(18)

tradisional Pancur batu dan Supermarket berastagi. Dalam penelitian ini

digunakan metode volumetri yaitu titrasi dengan larutan 2,6-diklorofenol

indofenol karena selain larutan 2,6-diklorofenol indofenol lebih selektif terhadap

vitamin C metode ini merupakan cara yang paling banyak digunakan untuk

menentukan kadar vitamin C dalam bahan pangan (Andarwulan, 1989).

1.2Perumusan Masalah

a. Berapakah kadar vitamin C yang terdapat pada bawang putih (Allium sativum) dari pasar tradisional Jamin ginting, pasar tradisional Pancur batu dan supermarket berastagi di daerah Medan

b. Apakah ada perbedaan kadar vitamin C pada bawang putih (Allium sativum L) dari pasar tradisional Jamin ginting, pasar tradisional Pancur batu dan supermarket berastagi di daerah Medan

1.3Hipotesis

a. Terdapat kadar vitamin C cukup tinggi pada bawang putih (Allium

sativum) dari pasar tradisional Jamin ginting, pasar tradisional Pancur batu

dan Supermarket berastagi di daerah Medan.

b. Ada perbedaan kadar vitamin C pada bawang putih (Allium sativum L.) dari Pasar tradisional Jamin ginting, pasar tradisional Pancur batu dan


(19)

1.4Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui kadar vitamin C pada bawang putih (Alium sativum L.) dari pasar tradisional Jamin ginting, pasar tradisional Pancur batu dan

supermarket berastagi di daerah Medan

b. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan kadar vitamin C pada bawang

putih (Allium stivum L.) yang diambil dari pasar tradisional Pancur batu, pasar tradisional Jamin ginting dan supermarket berastagi di daerah

Medan.

1.5Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi

tentang kadar vitamin C dari bawang putih (Allium sativum L.) dan pentingnya bawang putih dalam dunia kesehatan yang mempunyai banyak manfaat sebagai


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan

2.1.1 Bawang putih (Allium sativum L)

Tanaman bawang putih adalah tanaman terna berbentuk rumput. Daunnya

panjang berbentuk pipih (tidak berlubang). Helai daun seperti pita dan melipat ke

arah panjang dengan membuat sudut pada permukaan bawahnya, kelopak daun

kuat, tipis, dan membungkus kelopak daun yang lebih muda sehingga membentuk

batang semu yang tersembul keluar. Bunganya hanya sebagian keluar atau sama

sekali tidak keluar karena sudah gagal tumbuh pada waktu berupa tunas bunga. (

J.Sugito dan Murhanto 1999)

2.1.2. pemilihan lokasi tanam

Ketinggian tempat untuk bawang putih jenis dataran rendah adalah 6-700

m di atas permukaan laut dengan curah hujan antara 100-200 mm/bulan. Curah

hujan yang terlalu rendah dari itu akan menggangu pertumbuhan, sebaliknya

curah hujan yang terlalu tinggi akan menyebabkan tanaman membusuk.( J.Sugito

dan Murhanto 1999).

Suhu yang diinginkan antara 15-26º C. Pada temperature yang terlalu

tinggi umbi tidak berkembang sempurna atau malah tidak dapat membentuk umbi

Bawang putih dengan nama latin (Allium sativum L.) termasuk suku Liliaceae. Tumbuhan ini baik ditanam di dataran tinggi (pegunungan) dengan ketinggian

lebih dari 600 m dpl. Jika bawang putih ditanaman di dataran rendah, akan sulit

terbentuk umbi. Syarat penting tumbuhnya tanaman bawang putih ialah hawanya


(21)

awal musim kemarau. Jika ditanaman pada musim hujan, tanaman mudah

tersengat penyakit. .( J.Sugito dan Murhanto 1999).

2.1.3 Morfologi Tumbuhan

Umbi bawang ada di pangkal tanaman, tepat di atas pokok rudimeternya

dan berada di dalam tanah. Tiap umbi terdiri dari siung-siung kecil, siung ini

terbentuk dari tunas-tunas diantaraa daun-daun muda dekat pusat tajuk. Pada

waktu tanaman bawang putih tumbuh, dari tunas-tunas tersebut akan terbentuk

siung.

Siung ini terdiri dari dua bagian yaitu dua helai daun dewasa dan sebuah

tunas vegetattif. Salah satu dari dari dua helai daun tersebut, yaitu daun dewasa

yang terletak disebelah luar, berfungsi sebagai daun pelindung berbentuk silindris

dan berlubang kecil di pucuknya. Daun pelindung ini menjadi tipis, kering, kuat

dan berfungsi sebagai pelindung bagi sehelai daun dan tunas vegetatif sebelah

dalamnya, kemudian siung-siung tersebut dilapisi selaput tipis yang kuat dan

kering sehingga membentuk umbi yang lebih besar, yang merupakan gabungan

dari banyak siung. Siung-siung yang membentuk umbi ini berkisar 13-13 buah.

(Singgih, W.,2008).

2.1.4 Sistematika Tumbuhan

Dalam sistematika tumbuhan, bunga rosela diklasifikasikan sebagai

berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae


(22)

Ordo : Liliales

Famili : Liliaceae

Genus : Allium

Spesies : Allium sativum L. (Johny R.H, Djumidi,2000)

Adapun beberapa nama daerah bawang putih antara lain :

Madura : Bhabang pote

Sunda : Bawang bodas

Lampung : Bawang handak

Bali : Kasuna

Bugis : Lasuna pute

Ternate :Bawa bodudo (Nia Kurniawati., 2010).

2.1.5 Manfaat

Bawang putih termasuk tanaman rempah yang bernilai ekonomi tinggi

karena memiliki beragam kegunaan. Tidak hanya di dapur bawang putih

memegang peranan, sebagai tanaman apotek hidup. Selain sebagai bumbu masak ,

bawang putih dipercaya sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai macam

penyakit.

Penelitian yang dilakukan oleh pakar Amerika melaporkan bahwa allicin

pada bawang putih mampu membunuh mikroba penyebab tuberkulose, difteri,

tipoid disentri, dan gonorrhoe. Beberapa pakar juga sepakat bahwa penyakit asma,

cacingan dan gatal-gatal dapat ditangkal oleh allicin. Selain itu allicin juga dapat

membasmi Erytococcus neoformans (jamur penyebab inveksi di vagina manusia).


(23)

tidur, karena bawang putih efektif dalam mengganti kekurangan vitamin C. (

J.Sugito dan Murhanto 1999).

2.2 Vitamin

Vitamin adalah senyawa organik yang diperlukan oleh tubuh dalam

jumlah sedikit, tetapi penting untuk melakukan fungsi metabolik di dalam tubuh.

Vitamin tidak dapat disintesa oleh tubuh kecuali vitamin K, maka vitamin harus

ada dalam makanan yang dikonsumsi (Andarwulan dan Koswara, 1989).

Vitamin dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu vitamin yang dapat

larut dalam air dan vitamin yang dapat larut dalam lemak. Jenis vitamin yang

dapat larut dalam air adalah vitamin B kompleks dan vitamin C. Vitamin yang

dapat larut dalam lemak adalah vitamin A, D, E, dan K, serta provitamin A yaitu

β-karoten. Bahan makanan yang kaya akan vitamin adalah sayur-sayuran dan buah-buahan (Sudarmadji, 1989).

2.2.1 Vitamin C

Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176,13 dengan

rumus molekul C6H8O6. Vitamin C dalam bentuk murni merupakan kristal putih,

tidak berwarna, tidak berbau dan mencair pada suhu 190-192°C. Senyawa ini

bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam. Vitamin C sangat mudah larut

dalam air (1g dapat larut sempurna dalam 3 ml air), sedikit larut dalam alkohol (1

g larut dalam 50 ml alkohol absolut atau 100 ml gliserin) dan tidak larut dalam

benzena, eter, kloroform, minyak dan sejenisnya. Vitamin C tidak stabil dalam

bentuk larutan, terutama jika terdapat udara, logam-logam seperti Cu, Fe, dan

cahaya. Di dalam larutan, gugus hidroksil pada atom C3 sangat mudah terionisasi


(24)

pada atom C2 lebih tahan terhadap ionisasi dan mempunyai pk2 = 11,4

(Andarwulan dan Koswara, 1989).

Rumus bangun vitamin C dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini

(Ditjen POM, 1995):

Gambar 1.Rumus Bangun Vitamin C

2.2.2 Peranan Vitamin C

Salah satu fungsi utama vitamin C berkaitan dengan sintesis kolagen.

Kolagen adalah sejenis protein yang merupakan salah satu komponen utama dari

jaringan ikat, tulang-tulang rawan, dentin, lapisan endotelium pembuluh darah dan

lain-lain (Tjokronegoro, 1985).

Kekurangan asupan vitamin C dapat menyebabkan skorbut. Dalam

kasus-kasus skorbut spontan, biasanya terjadi gigi mudah tanggal, gingivitis, dan

anemia, yang mungkin disebabkan oleh adanya fungsi spesifik asam askorbat

dalam sintesis hemoglobin. Skorbut dikaitkan dengan gangguan sintesis kolagen

yang manifestasinya berupa luka yang sulit sembuh, gangguan pembentukan gigi,

dan robeknya kapiler (Tjokronegoro, 1985).

Kebutuhan harian vitamin C bagi orang dewasa adalah sekitar 60 mg,

untuk wanita hamil 95 mg, anak-anak 45 mg, dan bayi 35 mg, namun karena


(25)

bermotor dan asap rokok maka penggunaan vitamin C perlu ditingkatkan hingga

dua kali lipatnya yaitu 120 mg (Silalahi, 2006).

2.2.3 Perubahan Vitamin C dalam Buah dan Sayur

Jumlah vitamin C yang terkandung dalam tanaman tergantung pada

varietas dari tanaman, kondisi tanah, iklim dimana tanaman tumbuh, jangka waktu

sejak dipetik, kondisi penyimpanan, cara penyajian misalnya diolah dengan

pemanasan dapat merusak vitamin C (Anonima, 2006).

Asam askorbat bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh-pengaruh luar

yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, oksigen, enzim, kadar air, dan

katalisator logam. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi menjadi

dehidroaskorbat yang masih mempunyai keaktivan sebagai vitamin C. Asam

L-dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih

lanjut menjadi asam L-diketogulonat yang tidak memiliki keaktivan vitamin C

lagi (Andarwulan dan Koswara, 1989). Reaksi oksidasi vitamin C dapat dilihat

pada Gambar 2di bawah ini (Winarno dan Aman, 1981):

Asam askorbat Asam Dehidro Asam diketogulonat Asam

Askorbat Oksalat

Gambar 2. Reaksi Oksidasi Vitamin C

2.3. Metode Penetapan Kadar Vitamin C

Ada banyak cara dalam penentuan kadar vitamin C, beberapa diantaranya adalah:

+2H


(26)

a. Metode titrasi iodimetri

Vitamin C dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan menggunakan

reaksi oksidasi reduksi. Reaksi redoks ini lebih baik dibandingkan dengan titrasi

asam basa karena banyak kandungan bahan pangan yang bersifat asam atau basa

yang mengganggu pada titrasi asam basa tetapi tidak mengganggu pada oksidasi

vitamin C dengan iodium. Kelarutan iodium meningkat dengan pengompleksan

dengan iodida membentuk triiodida (Anonimb, 1999).

I2 + I I3

Pada awal titrasi, adanya vitamin C menyebabkan triiodida berubah

menjadi ion iodida, sehingga tidak terbentuk kompleks iod-amilum dan warna

biru kehitaman tidak terbentuk. Ketika semua vitamin C telah teroksidasi,

secepatnya triiodida bereaksi dengan amilum sehingga terbentuk warna biru

kehitaman (Anonimc, 1998).

Menurut Andarwulan dan Koswara (1989), metode iodimetri tidak baik

untuk penetapan kadar vitamin C pada bahan pangan sebab dalam bahan pangan

alami mengandung senyawa lain yang bersifat pereduksi seperti karbohidrat yang

sebagian dapat tereduksi oleh larutan iodium. Senyawa-senyawa tersebut

mempunyai warna titik akhir titrasi yang sama dengan titik akhir titrasi vitamin C

dengan larutan iodium.

b. Metode titrasi 2,6-diklorofenol indofenol

Larutan 2,6-diklorofenol indofenol dalam suasana netral atau basa akan

berwarna biru sedangkan dalam suasana asam akan berwarna merah muda.

Apabila 2,6-diklorofenol indofenol direduksi oleh asam askorbat maka akan


(27)

2,6-diklorofenol indofenol maka kelebihan larutan 2,6-2,6-diklorofenol indofenol sedikit

saja sudah akan terlihat terjadinya warna merah muda (Sudarmadji, 1989).

Titrasi dan ekstraksi vitamin C harus dilakukan dengan cepat karena

banyak faktor yang menyebabkan oksidasi vitamin C misalnya pada saat

penyiapan sampel atau penggilingan. Oksidasi ini dapat dicegah dengan

menggunakan asam metafosfat, asam asetat, asam trikloroasetat, dan asam oksalat

sebagai pengekstraksi. Titrasi harus selesai dalam waktu 2 menit. Suasana larutan

yang asam akan memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan dalam suasana

netral atau basa. Penggunaan asam-asam di atas juga berguna untuk mengurangi

oksidasi vitamin C oleh enzim-enzim oksidasi yang terdapat dalam jaringan

tanaman. Selain itu, larutan asam metafosfat-asetat juga berguna untuk pangan

yang mengandung protein karena asam metafosfat dapat memisahkan vitamin C

yang terikat dengan protein (Garrat, 1964; Higuchi dan Hansen, 1961; Counsell,

1996).

Metode ini pada saat sekarang merupakan cara yang paling banyak

digunakan untuk menentukan kadar vitamin C dalam bahan pangan. Metode ini

lebih baik dibandingkan metode iodimetri karena zat pereduksi lain tidak

mengganggu penetapan kadar vitamin C. Reaksinya berjalan kuantitatif dan

praktis spesifik untuk larutan asam askorbat pada pH 1-3,5. Larutan standar harus

distandarisasi setiap hari. Untuk perhitungan maka perlu dilakukan standarisasi

larutan 2,6-diklorofenol indofenol dengan vitamin C standar (Andarwulan dan

Koswara, 1989; Ranganna, 2000; Sudarmadji, 1989).

Reaksi yang terjadi antara 2,6-diklorofenol indofenol dan vitamin C dapat


(28)

Gambar 3.Reaksi Asam Askorbat dengan 2,6-Diklorofenol Indofenol

Keterangan: Dye = zat warna

c. Metode Spektroskopis

Metode ini berdasarkan kemampuan vitamin C yang terlarut dalam air

untuk menyerap sinar ultraviolet, dengan panjang gelombang maksimum pada

265 nm. Oleh karena vitamin C dalam larutan mudah sekali mengalami

kerusakan, maka pengukuran dengan cara ini harus dilakukan secepat mungkin.

Untuk memperbaiki hasil pengukuran, sebaiknya ditambahkan senyawa pereduksi

yang lebih kuat daripada vitamin C. Hasil terbaik diperoleh dengan menambahkan

larutan KCN (sebagai stabilizer) ke dalam larutan vitamin (Andarwulan dan

Koswara, 1989).

2.4 Analisis Kembali Vitamin C yang Ditambahkan pada Sampel (Analisis Recovery)

Pengukuran kadar suatu senyawa dalam campurannya dengan


(29)

gangguan-gangguan komponen dalam campurannya, sehingga ketepatan suatu metoda perlu

diketahui dengan melakukan percobaan recovery (Silalahi, 1989).

Percobaan recovery suatu senyawa dalam suatu sampel dilakukan dengan dua tahap yaitu pertama adalah menentukan kadar senyawa yang diteliti dalam

sampel, selanjutnya ditambahkan bahan baku yang jumlahnya diketahui dengan

pasti ke dalam sampel yang sama dan dianalisis dengan cara yang sama.

Berdasarkan nilai persen recovery, dapat diketahui kadar senyawa yang sebenarnya dalam sampel dengan mengkonversikan nilai persen recovery tersebut (Silalahi, 1989).

Rumus perhitungan persen Recovery:

% Recovery = B – A X 100 % C

Keterangan: A = Kadar vitamin C mula-mula (mg/100 g bahan)

B = Kadar vitamin C setelah penambahan (mg/100 g bahan)


(30)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah metode deskriptif, karena penelitian bertujuan

menggambarkan sifat dari suatu keadaan sampel dalam hal ini dilakukan

penetapan kadar vitamin C dari bawang putih. Penelitian ini meliputi pengambilan

sampel, pengolahan sampel, penetapan kadar vitamin C dan pembakuan vitamin C

baku secara titrasi 2,6-diklorofenol indofenol.

3.1 Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Fakultas

Farmasi USU pada bulan Januari 2011 – Maret 2011.

3.2 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia Pusat Penelitian Biologi Bogor. Hasil identifikasi tumbuhan dapat

dilihat pada Lampiran 2, halaman 34.

3.2.1 Survei Beberapa Tempat Penjualan Sayur dan buah

Sebelum dilakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan survei terhadap

beberapa tempat penjualan sayur yang bertujuan untuk menunjukkan bahwa

bawang putih telah beredar di masyarakat. Hasil survei peneliti dapat dilihat pada

Lampiran 1, halaman 33.

3.3 Bahan dan Alat 3.3.1 Sampel

Sampel yang diperiksa dalam penelitian ini adalah bawang putih (Allium sativum L.) dari pasar traddisional Jamin Ginting, pasar tradisonal Jamin Ginting, dan supermarket berastagi.


(31)

Gambar bawang putih dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 36.

3.3.2 Bahan-Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

berkualitas pro analisis dari E.Merck jika tidak dinyatakan lain yaitu

2,6-diklorofenol indofenol, asam metafosfat, asam asetat glasial, vitamin C baku,

natrium bikarbonat, iodium, kalium iodida, arsen trioksida, etanol, natrium

hidroksida, asam klorida, metil jingga, amilum (Teknis), air suling (Laboratorium

Kimia Farmasi Kuantitatif), dan asam askorbat Baku Pembanding Farmakope

Indonesia (sertifikat bahan baku pembanding dapat dilihat pada Lampiran 3,

halaman 35.

3.3.3 Alat-Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah buret 25 ml,

mikroburet 5 ml, neraca analitik (Bueco Germany) , pisau (Stainless), blender

(National) , kertas saring, statif dan klem, eksikator, oven (Memmert) , maat pipet

10 ml, pipet volum 1 ml, pipet volum 2 ml, pipet volum 5 ml, botol timbang, dan

alat-alat gelas laboratorium.

3.4 Rancangan Penelitian 3.4.1 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara sampling purposive yang didasarkan atas pertimbangan bahwa populasi sampel adalah homogen dan

sampel yang dianalisis dianggap sebagai sampel yang representatif.

Sampel yang ddigunakan dalam penelitian ini adalah bawang putih (Allium sativum L.) yang diperoleh dari berbagai tempat seperti pasar tradisional Pancur batu yang menjual bawang putih (bawang putih kampung/bawang putih samosir) dimana asal tanam bawang putih tersebut di Kabupaten Samosir, Kecamatan Palipi, Desa Ananrunggu


(32)

dan Palipi, sedangkan bawang putih (Allium sativum L.) yang berasal dari pasar tradisional Jamin ginting dan Brastagi pasar buah adalah bawang putih yang di import dari Negara Cina dan Taiwan yang paling mudah ditemui di setiap pasar tradisional dan Supermarket Masing-masing sampel diambil 500 g, disimpan dan diuji sesuai dengan prosedur penelitian.

Gambar bawang putih dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 36.

3.5 Prosedur penelitian 3.5.1 Pembuatan Pereaksi

Pembuatan pereaksi di bawah ini berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi IV:

1. Larutan 2,6-diklorofenol indofenol

Ditimbang seksama 50 mg natrium 2,6-diklorofenol indofenol P yang

telah disimpan dalam eksikator, tambahkan 50 ml larutan NaHCO3 0,84% (b/v),

kocok kuat, dan jika sudah terlarut, tambahkan air hingga 200 ml. Saring ke dalam

botol bersumbat kaca berwarna coklat (Farmakope Indonesia Edisi IV).

2. Larutan asam metafosfat-asetat

Dilarutkan 15 g asam metafosfat P dalam 40 ml asam asetat glasial P dan

encerkan dengan air secukupnya hingga 500 ml. Simpan di tempat dingin, hanya

boleh digunakan dalam jangka waktu 2 hari (Farmakope Indonesia Edisi IV)

3. Larutan NaHCO3 0,84% (b/v)

Dilarutkan 840 mg NaHCO3 dalam 100 ml air (Farmakope Indonesia Edisi

IV)

4. Larutan iodium 0,05 N

Dibuat larutan 4,5 g KI dalam 20 ml air, lalu dilarutkan 1,7 g iodium P ke

dalam larutan KI sedikit demi sedikit, encerkan dengan akuades hingga 200 ml.


(33)

5. HCl 2 N

Diencerkan 17 ml HCl pekat dalam akuades sampai 100 ml.

(Farmakope Indonesia Edisi IV).

6. Metil jingga

Dilarutkan 4 mg metil jingga dengan etanol 20% sampai volume 10 ml

(Farmakope Indonesia Edisi IV).

7. Larutan amilum 1% (b/v)

Disuspensikan 1 g amilum dengan 5 ml air, tambahkan air hingga 100 ml

sambil diaduk, didihkan selama beberapa menit (Farmakope Indonesia Edisi IV).

8. NaOH 1 N

Dilarutkan 4 g NaOH dalam 15 ml air bebas CO2, dinginkan larutan

hingga suhu kamar, encerkan dengan air bebas CO2 hingga 100 ml (Farmakope

Indonesia Edisi IV).

3.5.2 Perhitungan Kesetaraan Pentiter 2,6-Diklorofenol Indofenol

Ditimbang seksama 50 mg asam askorbat BPFI, pindahkan ke dalam

labu tentukur 100 ml, kemudian dilarutkan dengan larutan asam metafosfat-asetat

LP, dicukupkan sampai garis tanda. Dipipet 1 ml, dimasukkan ke dalam

erlenmeyer dan ditambahkan larutan asam metafosfat-asetat 6 ml. Titrasi segera

dengan larutan 2,6-diklorofenol indofenol hingga warna merah muda mantap

tidak kurang dari 5 detik. Lakukan titrasi blanko menggunakan 7 ml asam

metafosfat-asetat dan dititrasi dengan larutan 2,6-diklorofenol indofenol hingga

warna merah muda mantap. Kadar larutan baku 2,6-diklorofenol indofenol


(34)

Perhitungan kesetaraan dilakukan dengan rumus: Kesetaraan (mg) ) ( % Vb Vt Vc kadar W Va − × × × = Keterangan:

Va = Volume aliquot (ml) W = Berat vitamin C (mg) Vt = Volume titrasi (ml) Vb = Volume blanko (ml)

Vc = Volume labu tentukur (ml)Contoh perhitungan dan hasil perhitungan

kesetaraan dapat dilihat pada Lampiran 5,halaman 37.

3.5.3 Penyiapan Larutan Sampel

Sampel di bersihkan, ditimbang sekitar 100 g lalu di potong kecil-kecil

dimasukkan ke dalam blender kemudian ditambah sekitar 20 g asam

metafosfat-asetat dimasukkan dalam blender, setelah itu di blender,kemudian ditimbang

seksama 10 g lalu dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml dan ditambahkan

asam metafosfat-asetat sampai garis tanda. Dihomogenkan, kemudian disaring

Filtrat pertama dibuang ± 20 ml. (Ditjen POM, 1995).

3.5.4 Penetapan Kadar Vitamin C dari Larutan Sampel

Dipipet 2 ml larutan sampel lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer

kemudian ditambah 5 ml asam metafosfat-asetat. Dititrasi dengan larutan

2,6-diklorofenol indofenol sampai terbentuk warna merah jambu yang mantap sebagai

titik akhir titrasi. Dilakukan penetapan blanko (Ditjen POM, 1995).

Menurut AOAC (2002), kadar vitamin C dapat dihitung dengan rumus:

Kadar vitamin C (mg/g) =

Bs Vp Vl Vb Vt × × ×

− ) Kesetaraan (


(35)

Vt : Volume titrasi (ml)

Vb : Volume blanko (ml)

Vl : Volume labu tentukur (ml)

Vp : Volume pemipetan (ml)

Bs : Berat sampel (g)

Contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 39.

3.5.5 Uji Perolehan Kembali (Recovery)

Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan kedekatan hasil analisis dengan

kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan

kembali (% recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004).

Metode adisi dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit

dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan

metode tersebut. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa

persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan (Harmita, 2004).

Prosedur uji perolehan kembali (recovery) dengan metode adisi dilakukan sebagai berikut: Dikerjakan dengan prosedur yang sama seperti penetapan kadar

vitamin C dalam sampel dengan penambahan vitamin C baku yaitu 2,5 mg dengan

cara sebanyak 25 mg vitamin C baku dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml

dan ditambahkan asam-metafosfat asetat sampai garis tanda (konsenrasi 0,25

mg/100 ml) , lalu di pipet sebanyak 10 ml yang ditambahkan pada sampel yang

ditimbang seksama dan dilakukan enam kali pengulangan.

Rumus perhitungan persen recovery (Harmita, 2004):

100% x n

ditambahka yang

C min Kadar vita

awal C min Kadar vita

-penambahan setelah

C min Kadar vita Recovery


(36)

Data hasil analisis perolehan kembali (persen recovery) dapat dilihat pada lampiran 10, halaman 46.

3.6 Analisis Data Secara Statistik 3.6.1 Penolakan Hasil Pengamatan

Di antara hasil yang diperoleh dari satu seri penetapan kadar terhadap satu

macam sampel, ada kalanya terdapat hasil yang sangat menyimpang bila

dibandingkan dengan yang lain tanpa diketahui kesalahannya secara pasti

sehingga timbul kecenderungan untuk menolak hasil yang sangat menyimpang

(Rohman, 2007).

Analisis data secara statistik menggunakan uji t. Untuk mengetahui apakah

data diterima atau ditolak digunakan rumus seperti di bawah ini :

t hitung =

n SD

X X

/ −

Dasar penolakan data jika thitung ≥ ttabel dan thitung≤ -ttabel.

Untuk mencari kadar sebenarnya dengan taraf kepercayaan 95% dengan derajat

kebebasan dk= n-1, digunakan rumus :

µ = X± t(1-1/2α)dk x n SD

Keterangan :

µ = interval kepercayaan

X = kadar rata-rata sampel

X = kadar sampel

t = harga t tabel sesuai dengan dk = n-1

α = tingkat kepercayaaan dk = derajat kebebasan


(37)

SD = standar deviasi

n = jumlah perlakuan

Contoh perhitungan standar deviasi dan uji penolakan hasil analisis dapat dilihat

pada Lampiran 8, halaman 41.

3.6.2 Uji Ketelitian (Presisi) Metode Analisis

Uji presisi (keseksamaan) adalah ukuran yang menunjukkan derajat

kesesuaian antara hasil uji individual yang diterapkan secara berulang pada

sampel. Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku relatif (Relative Standard Deviation) atau koefisien variasi (Harmita, 2004).

Rumus perhitungan persen RSD (Harmita, 2004):

% RSD = ×

X SD

100%

Keterangan: SD = standar deviasi

X = kadar rata-rata sampel

Data hasil perhitungan koefisien variasi (%RSD) dapat dilihat pada Lampiran 12,

halaman 48.

3.6.3 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata

Untuk mengetahui apakah kadar vitamin C berbeda pada tiap sampel,

maka dilakukan uji beda rata-rata kadar sampel yang diuji dengan uji F

menggunakan software SPSS. Data berbeda secara signifikan jika F hitung > F tabel

dan data tidak berbeda secara signifikan jika F hitung < F tabel. Jika data yang

diperoleh berbeda secara signifikan, maka dilanjutkan dengan analisis Posh hoc.

Hasil pengujian dapat dilihat pada lampiran 9, halaman 48.


(38)

Timbang seksama 21 mg As2O3 yang sebelumnya telah dikeringkan pada

suhu 105ºC selama 1 jam. Larutkan dalam 3 ml NaOH 1 N dan dipanaskan.

Encerkan dengan 7 ml akuades, tambahkan 2 tetes indikator metil jingga LP,

tambahkan HCl 2 N sampai berwarna merah jambu, tambahkan 150 mg NaHCO3,

encerkan dengan akuades 8 ml, kemudian titrasi dengan larutan iodium

menggunakan indikator amilum 1% (b/v) hingga terbentuk warna biru kehitaman

(Ditjen POM, 1995).

Normalitas larutan iodium dihitung dengan rumus:

N =

V BE

W ×

Keterangan:

W = Berat As2O3 (mg)

BE = Berat ekivalen As2O3

V = Volume titrasi (ml)

Hasil pembakuan larutan iodium dapat dilihat pada Lampiran 13,halaman 49.

3.8 Penetapan Kadar Vitamin C Baku dengan Metode Titrasi Iodimetri

Ditimbang seksama 50 mg vitamin C baku, dilarutkan dalam campuran

12,5 ml air dan 3 ml H2SO4 2 N, ditambah 1 ml larutan amilum 1% (b/v). Dititrasi

segera dengan larutan iodium LV hingga terbentuk warna biru kehitaman.

1 ml I2 0,1 N ~ 8,806 mg C6H8O6 (Ditjen POM, 1995)

Kadar vitamin C baku dihitung dengan rumus:

% vitamin C =

W N

V K

1 , 0 × ×

x 100%

Keterangan:


(39)

N = normalitas iodium (N)

K = kesetaraan vitamin C (mg vitamin C) W = berat vitamin C (mg)

Hasil perhitungan kadar vitamin C baku dengan metode titrasi iodimetri

dapat dilihat pada Lampiran14, halaman 50 dan analisis statistiknya dapat dilihat


(40)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia Pusat Penelitian Biologi Bogor adalah bawang putih

(Allium sativum L.) termasuk suku Liliaceae.

4.2 Penetapan Kadar Vitamin C dari Bawang putih ( Aliium sativum L) dari pasar tradisional Pancur batu, pasar tradisional Jamin ginting dan

supermarket berastagi yang terdapat di Medan

Dari data diatas dapat dibuat diagram batang yang dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini :

Gambar 1. Diagram Batang Kadar Vitamin C dari Bawang Putih (Allium sativum

L) dari pasar tradisional dan supermarket yang terdapat di daerah sumatra utara

Keterangan :

• A = Bawang putih dari pasar tradisional Pancur batu • B = Bawang putih dari supermarket berastagi

• C = Bawang putih dari pasar tradisional Jamin Ginting

Berdasarkan hasil uji statistik One-Way ANOVA dari masing-masing kelompok menunjukkan adanya perbedaan kadar vitamin C yang bermakna dari

0 3 9 12 15 18 21 24 27 30 33

A

27,45%)

B

(25,73%)

C

(25,31%)

HASIL BAWANG PUTIH Kadar Vitamin C (mg/100 g)


(41)

masing-masing kelompok uji (p < 0,05). Untuk melihat perbedaan kadar vitamin

C dari ketiga bawang putih yang diperoleh dari pasar tradisional Pancur batu,

supermarket berastagi dan pasar tradisional Jamin Ginting, maka akan dilakukan

uji posh hock dan dilanjutkan dengan analisis two key dengan tingkat

kepercayaan 95%.

Tabel 1: Analisis beda nilai rata-rata kadar vitamin C dari bawang putih (Allium sativum L) yang diperoleh dari pasar tradisional Pancur batu, supermarket berastagi, pasar tradisional Jamin Ginting yang terdapat di Medan

Multiple Comparisons

Kadar Tukey HSD

(I) kelompok (J) kelompok

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

kadar pancur batru kadar supermarket 1.55333* .49901 .018 .2572 2.8495

kadar jamin ginting 2.13833* .49901 .002 .8422 3.4345

kadar supermarket kadar pancur batru -1.55333* .49901 .018 -2.8495 -.2572

kadar jamin ginting .58500 .49901 .487 -.7112 1.8812

kadar jamin ginting kadar pancur batru -2.13833* .49901 .002 -3.4345 -.8422

kadar supermarket -.58500 .49901 .487 -1.8812 .7112

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Tabel di atas bertujuan untuk mencari atau menguji kelompok mana yang

memiliki perbedaan atau tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan

kelompok lainnya. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang

signifikan kadar vitamin C antara bawang putih dari pasar tradisional Pancur batu

dengan Pasar tardisinal Jamin Ginting, kemudian bawang putih yang berasal dari

pasar tradisional Pancur batu dan bawang putih yang diperoleh dari supermarket


(42)

yang signifikan kadar vitamin C antara bawang putih yang diperoleh dari pasar

tradisional Jamin Ginting, dengan bawang putih yang diperoleh dari supermarket

berastagi karena nilai signifikansi >α (0,05).

Dari data pada tabel statistik diatas dapat diambil kesimpulkan bahwa perbedaan

kadar vitamin C yang terkandung di dalam bawang putih dari berbagai tempat

pengambilan yang telah disebutkan diatas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

seperti lokasi tumbuhan asal seperti faktor eksternal, yaitu lingkungan (tanah dan

atmosfer) dimana tumbuhan berinteraksi berupa energi (cuaca :

temperature,cahaya) dan materi (air,senyawa organik dan anorganik). Periode

permanen hasil tumbuhan faktor ini merupakan dimensi waktu dari proses

kehidupan tumbuhan terutama metabolisme sehingga menentukan senyawa

kandungan. Kapan senyawa kandungan mencapai kadar optimal dari proses

biosintesis dan sebaliknya kapan sebelum senyawa tersebut dikonversi menjadi

senyawa lain. Penyimpanan bahan tumbuhan merupakan faktor eksternal yang

dapat diatur karena dapat berpengaruh pada stabilitas bahan serta adanya

kontaminasi. (Ketut dkk.,2000).

Selain faktor diatas, faktor yang tidak kalah pentingnya yaitu

penggunaan pestisida pada tanaman bawang putih dimana menurut Southwick dan

Charles, (1972) Berdasarkan hasil penelitian di Florida, penggunaan pestisida

seperti klorhidrokarbon dapat mengganggu respon bakteri dalam proses

nitrifikasi. Penggunaan pestisida harus dibatasi, jika tidak akan mempengaruhi

siklus nitrogen dan kehidupan tanaman. Selanjutnya menurut Scott, (2006)

Penyerapan senyawa nitrogen adalah faktor penting untuk mensintesis vitamin C


(43)

pada tanaman. Salah satu fungsi enzim pada tanaman adalah mengubah

karbohidrat yang dihasilkan dari proses fotosintesis menjadi vitamin C. Oleh

karena itu, bila enzim yang terbentuk pada tanaman berkurang, maka vitamin C

yang disintesa tanaman juga semakin berkurang.

Nitrogen juga merupakan unsur utama penyusun protein. Protein dapat

diubah menjadi karbohidrat dengan bantuan enzim. Bila kandungan protein

tanaman rendah maka kadar vitamin C ikut berkurang.

4.3 Perolehan Kembali (Recovery) Vitamin C

Hasil perolehan kembali (Recovery) vitamin C pada bawang putih dari Supermarket dapat dilihat pada Tabel 3berikut ini.

Tabel 2. Perolehan Kembali dari bawang putih (Allium sativum L.) Suku Liliaceae dari Supermarket berastagi

No. Penambahan

Vitamin C (mg)

Perolehan Kembali (%)

Perolehan Kembali Rata-Rata (%)

%SD % RSD

1. 2,5 91,51

91,56 0,8080 1,5530

2. 2,5 91,52

3. 2,5 94,65

4. 2,5 91,60

5. 2,5 88,50

6. 2,5 91,58

Dari Tabel 3 di atas, diperoleh persen recovery rata-rata adalah 91,56% dan persen SD rata-rata adalah 0,8080%. Kisaran rata-rata hasil uji perolehan

kembali yang diizinkan untuk kadar analit 0,01%-0,1% dalam sampel yang

diperiksa adalah 90%-107%, sedangkan persen RSD yang diizinkan adalah tidak

lebih dari 2% (Harmita, 2004). Dari hasil yang diperoleh tersebut maka dapat

disimpulkan bahwa akurasi dan presisi metode analisis yang dilakukan cukup


(44)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil pemeriksaan secara kuantitatif dengan metode titrasi

2,6-diklorofenol indofenol diperoleh kadar vitamin C bawang putih dari pasar

tradisional Pancur batu ,bawang putih dari Supermarket, dan bawang putih dari

pasar tradisional Jamin ginting berbeda-beda. Kadar vitamin C tertinggi terdapat

pada bawang putih dari pasar tradisional Pancur batu sebesar 27,45 ± 0,91 mg/100

g, selanjutnya bawang putih dari pasar Supermarket sebesar 25,73 ± 1,05 mg/100

g, dan kadar vitamin C terendah terdapat pada bawang putih dari pasar tradisional

jamin ginting sebesar 25,31 ± 1,14 mg/100 g.

5.2 Saran

Disarankan kepada petani untuk lebih banyak menanam bawang putih

lokal dimana masih sedikitnya bawang putih lokal dipasaran dan juga disarankan

kepada peneliti selanjutnya untuk menetapkan kadar vitamin dan mineral yang


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, N., dan Koswara, S. (1989). Kimia Vitamin. Jakarta: Rajawali Press. Halaman 23-44.

Anonima. (2006). Vitamin C. Diakses Tanggal: 20 Maret 2011.

Anonimb. (1999). Determination of Amount of Vitamin C in a Commercial Product by Redox Titration. Diakses Tanggal: 20 Maret 2011.

Anonimc. (1998). Determination of Vitamin C by an Iodimetric Titration. Diakses Tanggal: 20 Maret 2011.

Counsell, J.N., dan Hornig, D.H. (1996). Vitamin C. London: Applied Science Publishers. Halaman 172.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 1133, 1135, 1164, 1168, 1215-1216.

Garrat, D.C. (1964). The Quantitative of Analysis Drug. Third Edition. Tokyo: Toppan Company. Halaman 95-97.

Harmita.(2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya.

Majalah Ilmu Kefarmasian1 (3). Hal. 118, 119, 121-123.

Hashmi, M.H. (1986). Assay of Vitamins in Pharmaceutical Preparations. London: John Wiley and Sons. Halaman 288.

Higuchi, T., dan Hansen, E.B. (1961). Pharmaceutical Analysis. New York: John Willey and Sons Publishers. Halaman 689-693.

Horwitz. W. (2002). Official Methods of Analysis of Association of Official Analytical Chemist International Edisi XVII. Maryland USA: AOAC international suite 500. Halaman 16-17.

J.Sugito dan Murhanto (1999). Bawang putih dataran rendah. Cetakan ke VII, Jakarta : Penebar Swadaya, Halaman 3-4, 9-16, 20

Johny R., dan Djumidi., (2000). Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jilid I. Jakarta : Departemen Kesehatan. Halaman 16

Ketut R, Rivai M dan Sampurno. (2000). Paramaeter standar mutu ekstrak tumbuhan obat .Jakarta : Departemen Kesehatan. Halaman 35

Nia Kurniawati. (2010). Sehat dan cantik alami berkat khasiat bumbu dapur. Cetakan I. Bandung : Mizan Pustaka. Halaman 127, 130


(46)

Ranganna, S. (2000). Handbook of Analysis And Quality Control for Fruit and Vegetable Products. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing. Halaman 105.

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 19, 22.

Sandra Goodman., (1991). Vitamin C : The Master Nutrient. Dalam : Muhilal dan Komari., (1995). Ester-C. Vitamin C Generasi III. Cetakan ketiga. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, Halaman 96-97

Scott, R.H. (2006). Hydroponic. Diakses Tanggal: 18 Februari 2011.

Silalahi, J. (1989). Analysis of Amine in Seafood Product by High Performance Liquid Chromatography.Thesis. University of New South Wales.

Silalahi, J. (2006). Makanan Fungsional. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Halaman 47-56.

Siti muriza .,dkk (1988).Determination of Vitamin C in fresh fruits and vegetables Using the De-titration and Microluorometric Methods. Diakses tanggal 28 januari 2011

Southwick, J.F., dan Charles, H. (1972). Ecology and the Quality of Our Environmental. New York: Van Nostrand. Halaman 45.

Sudarmadji. (1989). Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty Press. Halaman 24.

Sunita Almatsier. (2001). Prinsip dasar ilmu gizi. Cetakan : I. Jakarta : Gramedia Pustaka Pelajar. Halaman 185

Tjokronegoro, A. (1985). Vitamin C dan Penggunaannya Dewasa ini. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 1-35.

USDA.,(2010). USDA Nutrient Database.Diakses tanggal 28 januari 2011

Win, S. (2002). Kitab Ajaib Pengobatan dengan Bawang Putih. Batam : Interaksara. Halaman 39

Winarno, R.G., dan Aman. (1981). Fisiologi Lepas Panen. Jakarta: Penerbit Sastra Hudaya. Halaman 23, 31.


(47)

Yoshihiro Shimada and Sanae ko.,(2006).Quantitative determination of ascorbic

acid in vegetable by high-perforfance liquid chromatografi. Diakses tanggal 28 januari 2011

Zeynep ayd cetinogmus dan sevil muge., (2002).Determination of ascorbic acid in vegetable by derivated Spectropometry. Diakses tanggal 28 januari 2011


(48)

Lampiran 1. Data Survei Beberapa Tempat Penjualan Sayur dan Buah yang menjual bawang putih (Allium sativum L)

No Nama Tempat Bawang putih Lokal Bawang putih import

1. Pasar tradisional Pancur batu

Ada Ada

2. Pasar tradisonal Jamin ginting

Tidak ada Ada

3. Pasar tradisional Setia budi

Tidak ada Ada

4. Pasar tradisonal Halat Tidak ada Ada.

5. Pasar tradisonal

Simpang limun

Tidak ada Ada

6. Berastagi Pasar Buah Tidak ada Ada.

7. Sumatera Pasar Buah Tidak ada Ada

8. Pasar tradisonal sentral Tidak ada Ada

9. Carefour Tidak ada Ada

10. Pasar tradisonal Sikambing

Tidak ada Ada

11. Pasar tradisional Sukaramai

Tidak ada Ada

NB:

• Bawang putih lokal yang berasal dari pulau Samosir, tepatnya desa Ananrunggu dan Palipi


(49)

(50)

(51)

Lampiran 4

Gambar 2.1. Bawang putih import Gambar 2.2. Bawang putih lokal

Gambar 2.3. Ukuran bawang import Gambar 2.4. Ukuran bawang putih lokal


(52)

Lampiran 5. Data Perhitungan Kesetaraan Larutan 2,6-Diklorofenol Indofenol Berat Vitamin C (mg) Volume Aliquot (ml)

Volume Larutan

2,6-Diklorofenol Indofenol (ml) Blanko (ml)

Kesetaraan Larutan 2,6-Diklorofenol Indofenol (mg) V1 V2 V3

V

50,5 1 3,38 3,36 3,40 3,38 0,100 0,1510

51,2 1 3,44 3,40 3,42 3,42 0,100 0,1513

50,6 1 3,38 3,36 3,34 3,36 0,100 0,1507

Kesetaraan larutan 2,6-diklorofenol indofenol dapat dihitung dengan rumus:

Kesetaraan = ) ( % Vb Vt Vc kadar W Va − × × × Keterangan:

Va = Volume aliquot (ml)

W = Berat vitamin C (mg)

Vc = Volume labu tentukur (ml)

Vt = Volume titrasi

Vb = Volume blanko

Contoh perhitungan kesetaraan:

Volume larutan vitamin C yang dititrasi = 1 ml

Berat vitamin C = 50,5 mg

Rata rata volume titrasi = 3,38 ml

1 x 50,5 x

100 90 , 99

K1 = = 0,1510 mg vitamin C

100 x (3,38 – 0,004)

Dibuat perhitungan kesetaraan untuk setiap penimbangan vitamin C.

K1 + K2 0,1510 + 0,1513

Kr1 = = = 0,1511 mg vitamin C

2 2

K2 – Kr1

d1 = x 100%


(53)

0,1513 – 0,1511

= x 100% = 0,1323 % 0,1511

K1 + K3 0,1510 + 0,1507

Kr2 = = = 0,1508 mg vitamin C

2 2

K1 – Kr2

d2 = x 100%

Kr2

0,1510 – 0,1508

= x 100% = 0,1326 % 0,1508

K2 + K3 0,1513 + 0,1310

Kr3 = = = 0,1510 mg vitamin C

2 2

K2 – Kr3

d3 = x 100%

Kr3

0,1513 – 0,1510

= x 100% = 0,186 % 0,1510

Kesetaraan vitamin C dengan harga rata rata d terkecil adalah d = 0,1323%, maka

kesetaraan vitamin C yang didapat untuk 1 ml 2,6-diklorofenol indofenol setara


(54)

Lampiran 6. Perhitungan Kadar Vitamin C dari Sampel yang Dianalisis (Vt – Vb) x Kesetaraan x Vl

Kadar vitamin C (mg/g sampel) =

Vp x Bs

Keterangan:

Vt = volume titrasi (ml)

Vb = volume blanko (ml)

Vl = volume labu (ml)

Vp = volume larutan sampel yang dititrasi (ml)

Bs = berat sampel (g)

Contoh penetapan kadar vitamin C pada bawang putih daria pasat tradisional

Pancur batu :

Volume titran = 0,570 ml

Volume blanko = 0,04 ml

Kesetaraan = 0,1511 mg vitamin C untuk 1 ml

2,6-diklorofenol indofenol

Volume labu tentukur = 100 ml

Berat sampel yang digunakan = 8,3430 g

(0,34– 0,04) x 0,1511 x 100 Kadar vitamin C (mg/g bahan) =

2 x 8,3430

= 0,2716 mg/g

= 27, 16 mg vitamin C/100 g

sampel


(55)

Lampiran 7. Data Hasil Penetapan Kadar Vitamin C dari Sampel yang Dianalisis 1. Hasil Penetapan Kadar Vitamin C dari Bawang putih (Allium sativum L) dari

pasar tradisional Pancur batu.

No. Berat

sampel (g) Volume blanko (ml) Volume titran (ml) Kesetaraan (mg) Kadar (mg/100 g) Kadar rata-rata (mg/100 g)

1. 8,3430 0,04 0,34 0,1511 27,16

27,45

2. 8,3447 0,04 0,34 0,1511 27,16

3. 8,3622 0,04 0,36 0,1511 28,91`

4. 8,3391 0,04 0,34 0,1511 27,17

5. 8,3362 0,04 0,34 0,1511 27,18

6. 8,3502 0,04 0,34 0,1511 27,14

2. Hasil Penetapan Kadar Vitamin C dari Bawang putih (Allium sativum L) dari Supermarket

No. Berat

sampel (g) Volume blanko (ml) Volume titran (ml) Kesetaraan (mg) Kadar (mg/100 g) Kadar rata-rata (mg/100 g)

1. 8,3369 0,04 0,32 0,1511 25,37

25,90

2. 8,3431 0,04 0,32 0,1511 25,35

3. 8,3190 0,04 0,32 0,1511 25,42

4. 8,4174 0,04 0,34 0,1511 26,93

5. 8,3267 0,04 0,32 0,1511 25,40

6. 8,4143 0,04 0,34 0,1511 26,93

3. Hasil Penetapan Kadar Vitamin C dari Bawang putih (Allium sativum L) dari Pasar tradisional Jamin ginting

No. Berat

sampel (g) Volume blanko (ml) Volume titran (ml) Kesetaraan (mg) Kadar (mg/100 g) Kadar rata-rata (mg/100 g)

1. 8,3246 0,04 0,32 0,1511 25,41

25,31

2. 8,4195 0,04 0,34 0,1511 26,91

3. 8,3831 0,04 0,32 0,1511 25,23

4. 8,3184 0,04 0,30 0,1511 23,61

5. 8,3432 0,04 0,32 0,1511 25,35


(56)

Lampiran 8. Analisis Data untuk Mencari Standar Deviasi dan Uji Penolakan Hasil Analisis

A. Bawang putih dari pasar tradisional Pancur batu

No. Kadar (mg/100 g) (Xi)

(Xi –X) (Xi –X )2

1. 2. 3. 4. 5. 6. 27,16 27,16 28,91 27,17 27,18 27,14 -0,29 -0,29 1,46 -0,28 -0,27 -0,31 0,0841 0,0841 2,1316 0,0784 0,0729 0,0961

∑ Xi = 164,72

X = 27,45

∑ (Xi –X )2 = 2,5472

SD = 1 ) ( 2 − −

n X Xi = 1 6 5472 , 2

− = ± 0,7137

Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05, dk = 5 diperoleh nilai t tabel

= 2,5706 Data diterima jika t hitung‹ t tabel.

t hitung =

n SD X Xi / −

t hitung data 1 = -0,1658

t hitung data 2 = -0,1658

t hitung data 3 = 0,8351

t hitung data 4 = -0,1601

t hitung data 5 = -0,1544

t hitung data 6 = -0,1773 (Semua data diterima)

Nilai thitung tidak melebihi nilai t0,95 yaitu 2,5706 sehingga semua data diterima.

Rata-rata kadar vitamin C bawang putih dari pasar tradisional Pancur batu pada

taraf kepercayaan 95% yaitu:

μ = X ± t1/2α,dk

n

SD

= 27,45 ± 2,5706.

6 7137 , 0


(57)

B. Bawang putih dari Supermarket

No. Kadar (mg/100 g) (Xi)

(Xi –X) (Xi –X )2

1. 2. 3. 4. 5. 6. 25,37 25,35 25,42 26,93 25,40 26,93 -0,36 -0,38 -0,31 1,20 -0,33 1,20 0,1296 0,1444 0,0961 1,4400 0,1089 1,4400

∑ Xi = 154,40 X = 25,73

∑ (Xi –X )2 = 3,359

SD = 1 ) ( 2 − −

n X Xi = 1 6 359 , 3

− = ± 0,8196

Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05, dk = 5 diperoleh nilai t tabel

= 2,5706 Data diterima jika t hitung‹ t tabel.

t hitung =

n SD X Xi / −

t hitung data 1 = -0,2059

t hitung data 2 = -0,2173

t hitung data 3 = -0,1773

t hitung data 4 = 0,6864

t hitung data 5 = -0,1887

t hitung data 6 = 0,6864 (Semua data diterima)

Nilai thitung tidak melebihi nilai t0,95 yaitu 2,5706 sehingga semua data diterima.

Rata-rata kadar vitamin C bawang putih dari Supermarket pada taraf kepercayaan

95% yaitu:

μ = X ± t1/2α,dk

n

SD

= 25,90 ± 2,5706.

6 8196 , 0


(58)

C. Bawang putih dari pasar tradisional Jamin ginting

No. Kadar (mg/100 g) (Xi)

(Xi –X) (Xi –X )2

1 2 3 4 5 6 25,41 26,91 25,23 23,61 25,35 25,38 0,10 1,60 1,17 -0,08 0,04 0,07 0,0100 2,5600 1,3689 0,0064 0,0016 0,0049

∑ Xi = 151,86 X = 25,31

∑ (Xi –X )2 = 3,9518

SD = 1 ) ( 2 − −

n X Xi = 1 6 9518 , 3

− = ± 0,8890

Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05, dk = 5 diperoleh nilai t tabel

= 2,5706 Data diterima jika t hitung‹ t tabel.

t hitung =

n SD X Xi / −

t hitung data 1 = 0,0572

t hitung data 2 = 0,9152

t hitung data 3 = 0,6692

t hitung data 4 = -0,0457

t hitung data 5 = 0,0228

t hitung data 6 = 0,0400 (Semua data diterima)

Nilai thitung tidak melebihi nilai t0,95 yaitu 2,5706 sehingga semua data diterima.

Rata-rata kadar vitamin C bawang putih dari pasar tradisional Jamin ginting pada

taraf kepercayaan 95% yaitu:

μ = X ± t1/2α,dk

n

SD

= 25,31 ± 2,5706.

6 8890 , 0


(59)

Lampiran 9. Hasil analisis statistik

Descriptives

Kadar

N Mean Std. Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum

Lower Bound

Upper Bound

kadar pancur batru 6 27.4533 .71374 .29138 26.7043 28.2024 27.14 28.91

kadar supermarket 6 25.9000 .79820 .32586 25.0623 26.7377 25.35 26.93

kadar jamin ginting 6 25.3150 1.04621 .42711 24.2171 26.4129 23.61 26.91

Total 18 26.2228 1.23337 .29071 25.6094 26.8361 23.61 28.91

Multiple Comparisons

Kadar Tukey HSD

(I) kelompok (J) kelompok

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

kadar pancur batru kadar supermarket 1.55333* .49901 .018 .2572 2.8495

kadar jamin ginting 2.13833* .49901 .002 .8422 3.4345

kadar supermarket kadar pancur batru -1.55333* .49901 .018 -2.8495 -.2572

kadar jamin ginting .58500 .49901 .487 -.7112 1.8812

kadar jamin ginting kadar pancur batru -2.13833* .49901 .002 -3.4345 -.8422

kadar supermarket -.58500 .49901 .487 -1.8812 .7112


(60)

Lampiran 10. Data Analisis Perolehan Kembali (Recovery) Vitamin C dari Bawang putih (Allium sativum L.) dari Supermarket

No. Penambahan Vitamin C (mg) Berat Sampel (g) Volume Titrasi (ml) Kadar (mg/100 g) % Recovery % Recovery Rata-Rata 1 2 3 4 5 6 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 8,3418 8,3350 8,4226 8,4742 8,4909 8,4706 0,62 0,62 0,63 0,62 0,61 0,62 52,52 52,57 52,91 51,70 50,71 51,73 91,51 91,52 94,65 91,60 88,50 91,58 91,56


(61)

Lampiran 11. Contoh Perhitungan % Recovery dan Kadar Vitamin C Sebenarnya dari Sampel dengan Analisis Perolehan Kembali (Recovery) Kadar vitamin C rata-rata dari Bawang putih (Allium sativum L) dari Supermarket adalah 25,11 mg/100 g sampel.

Penambahan sejumlah vitamin C baku dalam sampel dihitung dengan rumus:

(Vt – Vb) x Kesetaraan x Vl

Kadar vitamin C (mg/g sampel) =

Vp x Bs

(0,62 – 0,04) x 0,1511 x 100

=

2 x 8,3418

= 0,5252 mg vitamin C/g sampel

= 52,52 mg vitamin C/100 g sampel

Untuk penambahan 2,5 mg vitamin C baku ke dalam 8,3418 g sampel, maka

kadar teoritis vitamin C untuk tiap g sampel:

2,5

= x 99,09% 8,3418

= 0,2969 mg vitamin C/g sampel

= 29,69 mg vitamin C/100 g sampel

Maka % recovery:

Kadar vitamin C setelah penambahan – kadar vitamin C mula-mula

% recovery = x 100%

Kadar vitamin C yang ditambahkan

52,52 – 25,11

= x 100%

29,69


(62)

Lampiran 12. Perhitungan Koefisien Variasi (% RSD) dari Bawang putih (Allium sativum L.) dari Supermarket

1. % RSD untuk penambahan 25 mg vitamin C baku No. Kadar (mg/100 g)

(Xi)

(Xi –X ) (Xi –X )2

1. 2. 3. 4. 5. 6. 52,52 52,57 52,92 51,70 50,71 51,73 0,495 0,545 0,895 -0,325 -1,315 -0,295 0,2450 0,2970 0,8010 0,1056 1,7292 0,0870

∑ Xi = 312,15 X = 52,025

∑ (Xi –X )2 = 3,2648

SD = 1 ) ( 2 − −

n X Xi = 1 6 2648 , 3

− = ± 0,8080 mg/100 g

% RSD = ×

X SD

100%

= 100

025 , 52 8080 , 0


(63)

Lampiran 13. Data Pembakuan Larutan Iodium 0,05 N No. Berat As2O3

(mg) Volume Larutan Iodium (ml) Normalitas Larutan Iodium Normalitas Larutan Iodium Rata-Rata

1. 25,4 8,100 0,0634

0,0632

2. 25,1 8,050 0,0630

3. 25,3 8,100 0,0635

4. 25,1 8,050 0,0630

5. 25,5 8,100 0,0634

6. 25,2 8,050 0,0632

Rumus: N =

V BE

W ×

Keterangan:

W = berat As2O3 (mg)

BE = berat ekivalen As2O3

V = volume titrasi (ml)

Contoh perhitungan normalitas iodium:

Volume larutan iodium yang terpakai = 8,050 ml

BE = 49,46

Berat As2O3 = 25,2 mg

Perhitungan: N = 100 , 8 46 , 49 4 , 25

× = 0,0634 N

Dihitung normalitas setiap berat As2O3, kemudian diambil rata-ratanya sebagai

normalitas larutan iodium. Normalitas larutan iodium rata-rata yang diperoleh


(64)

Lampiran 14. Data Penetapan Kadar Vitamin C Baku dengan Metode Iodimetri No. Berat Vitamin C

Baku (mg)

Volume Titran (ml)

% Kadar % Kadar Rata-Rata

1. 50,7 9,050 99,34

2. 50,3 8,950 99,02

3. 50,8 9,050 99,14 99,09

4. 50,2 8,950 99,22

5. 50,6 9,050 99,53

6. 50,1 8,850 98,31

Normalitas iodium yang digunakan adalah 0,0632 N

Kesetaraan vitamin C dengan larutan iodium 0,1 N adalah tiap ml larutan iodium

0,1 N setara dengan 8,806 mg vitamin C.

% vitamin C =

W N V K 1 , 0 × × x 100% Keterangan:

V = volume titrasi (ml)

N = normalitas iodium (N)

K = kesetaraan vitamin C (mg vitamin C)

W = berat vitamin C (mg)

Perhitungan:

% vitamin C =

7 , 50 8,806 1 , 0 0632 , 0 050 ,

9 × ×

x 100% = 99,34%

Dihitung % kadar setiap berat vitamin C, kemudian diambil rata-ratanya sebagai


(65)

Lampiran 15. Analisis Data untuk Mencari Standar Deviasi Kadar Vitamin C Baku dan Uji Penolakan Hasil Analisis

No. Xi (%) (Xi –X ) (Xi –X )2

1. 99,34 0,25 0,0625

2. 99,02 -0,07 0,0049

3. 99,14 0,05 0,0025

4. 99,22 0,13 0,0169

5. 99,53 0,44 0,1936

6. 98,31 -0,78 0,6084

∑ Xi = 594,56 ∑ (Xi –X)2 = 0,8888

X = 99,09

SD = 1 ) ( 2 − −

n X Xi = 1 6 8888 , 0

− = ± 0,4216

Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05, dk = 5 diperoleh nilai t tabel

= 2,5706 Data diterima jika t hitung‹ t tabel.

t hitung =

n SD X Xi / −

t hitung data 1 = 0,2420

t hitung data 2 = -0,0677

t hitung data 3 = 0,0484

t hitung data 4 = 0,1258

t hitung data 5 = 0,4260

t hitung data 6 = -0,7553 (Semua data diterima)

Nilai thitung tidak melebihi nilai t0,95 yaitu 2,5706 sehingga semua data diterima.

Rata-rata kadar vitamin C baku pada taraf kepercayaan 95% adalah:

μ = X ± t1/2α,dk

n

SD

= 99,14 ± 2,5706.

6 4216 ,

0


(66)

(67)

(1)

Lampiran 12. Perhitungan Koefisien Variasi (% RSD) dari Bawang putih (Allium sativum L.) dari Supermarket

1. % RSD untuk penambahan 25 mg vitamin C baku No. Kadar (mg/100 g)

(Xi)

(Xi –X ) (Xi –X )2

1. 2. 3. 4. 5. 6. 52,52 52,57 52,92 51,70 50,71 51,73 0,495 0,545 0,895 -0,325 -1,315 -0,295 0,2450 0,2970 0,8010 0,1056 1,7292 0,0870 ∑ Xi = 312,15

X = 52,025

∑ (Xi –X )2 = 3,2648

SD = 1 ) ( 2 − −

n X Xi = 1 6 2648 , 3

− = ± 0,8080 mg/100 g % RSD = ×

X SD

100%

= 100

025 , 52 8080 , 0


(2)

Lampiran 13. Data Pembakuan Larutan Iodium 0,05 N No. Berat As2O3

(mg)

Volume Larutan Iodium (ml)

Normalitas Larutan Iodium

Normalitas Larutan Iodium

Rata-Rata

1. 25,4 8,100 0,0634

0,0632

2. 25,1 8,050 0,0630

3. 25,3 8,100 0,0635

4. 25,1 8,050 0,0630

5. 25,5 8,100 0,0634

6. 25,2 8,050 0,0632

Rumus: N =

V BE

W ×

Keterangan:

W = berat As2O3 (mg)

BE = berat ekivalen As2O3

V = volume titrasi (ml)

Contoh perhitungan normalitas iodium:

Volume larutan iodium yang terpakai = 8,050 ml BE = 49,46

Berat As2O3 = 25,2 mg

Perhitungan:

N =

100 , 8 46 , 49

4 , 25

× = 0,0634 N

Dihitung normalitas setiap berat As2O3, kemudian diambil rata-ratanya sebagai

normalitas larutan iodium. Normalitas larutan iodium rata-rata yang diperoleh adalah 0,0632 N


(3)

Lampiran 14. Data Penetapan Kadar Vitamin C Baku dengan Metode Iodimetri No. Berat Vitamin C

Baku (mg)

Volume Titran (ml)

% Kadar % Kadar Rata-Rata

1. 50,7 9,050 99,34

2. 50,3 8,950 99,02

3. 50,8 9,050 99,14 99,09

4. 50,2 8,950 99,22

5. 50,6 9,050 99,53

6. 50,1 8,850 98,31

Normalitas iodium yang digunakan adalah 0,0632 N

Kesetaraan vitamin C dengan larutan iodium 0,1 N adalah tiap ml larutan iodium 0,1 N setara dengan 8,806 mg vitamin C.

% vitamin C =

W N

V K

1 , 0 ×

×

x 100%

Keterangan:

V = volume titrasi (ml) N = normalitas iodium (N)

K = kesetaraan vitamin C (mg vitamin C) W = berat vitamin C (mg)

Perhitungan:

% vitamin C =

7 , 50

8,806 1

, 0 0632 , 0 050 ,

9 × ×

x 100% = 99,34%

Dihitung % kadar setiap berat vitamin C, kemudian diambil rata-ratanya sebagai %kadar vitamin C baku.


(4)

Lampiran 15. Analisis Data untuk Mencari Standar Deviasi Kadar Vitamin C Baku dan Uji Penolakan Hasil Analisis

No. Xi (%) (Xi –X ) (Xi –X )2

1. 99,34 0,25 0,0625

2. 99,02 -0,07 0,0049

3. 99,14 0,05 0,0025

4. 99,22 0,13 0,0169

5. 99,53 0,44 0,1936

6. 98,31 -0,78 0,6084

∑ Xi = 594,56 ∑ (Xi –X)2 = 0,8888

X = 99,09

SD = 1 ) ( 2 − −

n X Xi = 1 6 8888 , 0

− = ± 0,4216

Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05, dk = 5 diperoleh nilai t tabel

= 2,5706 Data diterima jika t hitung‹ t tabel.

t hitung =

n SD X Xi / −

t hitung data 1 = 0,2420

t hitung data 2 = -0,0677

t hitung data 3 = 0,0484

t hitung data 4 = 0,1258

t hitung data 5 = 0,4260

t hitung data 6 = -0,7553 (Semua data diterima)

Nilai thitung tidak melebihi nilai t0,95 yaitu 2,5706 sehingga semua data diterima.

Rata-rata kadar vitamin C baku pada taraf kepercayaan 95% adalah: μ = X ± t1/2α,dk

n

SD

= 99,14 ± 2,5706.

6 4216 ,

0


(5)

(6)