ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI (3)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERAN
ANGGOTA DEWAN DALAM PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH
KABUPATEN BANYUASIN DAN MUSI BANYUASIN
Dian Ofasari
Dosen Program Studi Akuntansi Politeknik Sekayu
dheyan.theone@yahoo.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan, pengalaman kerja menjadi
anggota dewan, pengetahuan dewan tentang anggaran dan pemahaman regulasi terhadap peran anggota
dewan dalam pengawasan keuangan daerah Kabupaten Banyuasin dan Musi Banyuasin serta faktor
apakah yang paling dominan terhadap pengawasan keuangan daerah tersebut. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kuantitatif, sedangkan teknik pengumpulan data berupa teknik
dokumentasi dan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan regresi linier berganda. Populasi
penelitian adalah seluruh anggota dewan Kabupaten Banyuasin dan Musi Banyuasin yang berjumlah 88
orang sampel terdiri dari 43 orang anggota dewan Kabupaten Musi Banyuasin dan 45 orang anggota
dewan Kabupaten Banyuasin. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah sampel jenuh dimana
semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ha diterima
yang artinya secara bersama-sama (simultan) variabel pendidikan, pengalaman kerja menjadi anggota
dewan, pengetahuan dewan tentang anggaran dan pemahaman regulasi berpengaruh signifikan terhadap
peran anggota dewan dalam pengawasan keuangan daerah dan faktor yang paling dominan berpengaruh

terhadap peran anggota dewan dalam pengawasan keuangan daerah adalah variabel pengetahuan
tentang anggaran.
Kata Kunci : peran anggota dewan, pengawasan, keuangan daerah.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan daerah. Dengan diberlakukannya
undang-undang tersebut, maka pemerintah daerah
diberikan
kewenangan
sepenuhnya
untuk
mengurus dan mengatur semua urusan yang
berhubungan dengan pemerintah daerah masingmasing. Hal ini bertujuan supaya distribusi dan
pemanfaatan sumber daya alam nasional dapat
seimbang dan merata, serta dapat tercipta
kesinambungan keuangan antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah.
Salah satu aspek penting dalam rangka

pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi
adalah masalah keuangan daerah dan anggaran
daerah (APBD), untuk mewujudkan otonomi
daerah dan desentralisasi yang luas, nyata dan
bertanggungjawab
diperlukan
manajemen
keuangan daerah yang mampu mengontrol
kebijakan keuangan daerah secara ekonomis,
efisien, efektif, transparan dan akuntabel (Halim,
2002: 13).

Dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun
2009, tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan
Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD), DPRD mempunyai tiga
fungsi, yaitu fungsi legislasi (fungsi pembuatan
peraturan perundang-undangan), fungsi anggaran
(fungsi menyusun anggaran), dan fungsi

pengawasan (fungsi mengawasi kinerja pihak
eksekutif), hal tersebut sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang
pengelolaan keuangan dan pertanggungjawaban
anggaran menjelaskan bahwa: 1) pengawasan atas
anggaran dilakukan oleh dewan, 2) Dewan
berwenang memerintahkan pemeriksa eksternal
didaerah untuk melakukan pemeriksaan terhadap
pengelolaan keuangan daerah.
Menurut Halim (2002: 34) Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memegang
peran yang sangat besar dalam pengawasan
keuangan daerah ini. Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) mempunyai hak untuk mengontrol
dalam pelaksanaan tata pemerintahan khususnya
pelaksanaan anggaran untuk mewujudkan konsep

value for money atau lebih dikenal dengan 3E
(ekonomis, efisien, dan efektif), transparan dan
akuntabel. Tetapi pada kenyataannya, masih

terdapat permasalahan dan kelemahan dalam
pengelolaan keuangan daerah dari aspek lembaga
legislatif, yaitu masih rendahnya peran anggota
dewan dalam keseluruhan proses anggaran
(APBD), baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan,
pelaporan maupun pengawasan program kerja
eksekutif.
Pengawasan keuangan daerah yang
dilakukan oleh anggota dewan dipengaruhi oleh
sistem politik dan individu sebagai pelaku politik
atau yang biasanya disebut dengan personal
background
dan
political
background
(Sastroatmodjo, 1995: 27).
Personal background merupakan latar belakang diri yang melekat pada setiap individu.
Personal background berkaitan erat dengan
kualitas sumber daya manusia yang merupakan
pilar utama penyangga sekaligus penggerak roda

organisasi dalam usaha mewujudkan visi dan misi
serta tujuan organisasi. Oleh karena itu harus
dipastikan sumber daya ini dikelola dengan sebaik
mungkin dan akan mampu memberikan kontribusi
secara optimal dalam upaya pencapaian tujuan
organisasi (pada penelitian Winarna dan Murni,
2007: 4).
Political background merupakan latar
belakang dari pengalaman individu dalam
berkecimpung di dunia politik. Political
background ini meliputi pengalaman kerja menjadi
anggota dewan, asal parpol koalisi, dan asal komisi
anggaran. Dalam menjalankan tugasnya, anggota
dewan diharuskan untuk mematuhi aturan kerja
yang telah ditetapkan sesuai komisi masingmasing. Perbedaan latar belakang politik sering
menyebabkan terjadinya perbedaan pendapat
bahkan perselisihan antar anggota dewan.
Berdasarkan data yang didapat, dari 45
orang anggota dewan Kabupaten Banyuasin 48%
atau sebanyak 22 orang anggota dewan Kabupaten

Banyuasin merupakan lulusan SMA sederajat
sedangkan sisanya 40% atau sebanya 18 orang
merupakan lulusan strata satu (S1) sederajat dan
11% atau 5 orang merupakan lulusan strata dua
(S2). Sedangkan tingkat pendidikan anggota dewan
Kabupaten Musi Banyuasin berdasarkan data
tersebut diketahui bahwa 31% atau sebanyak 14
orang anggota dewan Kabupaten Musi Banyuasin
merupakan lulusan SMA sedangkan sisanya 56%
atau sebanyak 25 orang merupakan lulusan Strata

satu (S1) atau sederajat dan 13% atau 6 orang
merupakan lulusan strata dua (S2).
Pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Kabupaten Banyuasin dari 45 anggota
diketahui bahwa 84% atau sebanyak 38 orang
anggota dewan Kabupaten Banyuasin berjenis
kelamin laki-laki sedangkan sisanya 16% atau
sebanyak 7 orang anggota dewan Kabupaten
Banyuasin berjenis kelamin perempuan. Dari 45

anggota dewan Kabupaten Musi Banyuasin
diketahui bahwa 89% atau sebanyak 40 orang
anggota dewan Kabupaten Musi Banyuasin
berjenis kelamin laki-laki sedangkan sisanya 11%
atau sebanyak 5 orang anggota dewan Kabupaten
Musi Banyuasin berjenis kelamin perempuan.
Pengalaman menjadi anggota dewan
Kabupaten Musi Banyuasin dilihat dari Tabel 2
bahwa dari 45 anggota dewan yang ada hanya 27%
atau sebanyak 12 orang anggota dewan Kabupaten
Banyuasin telah menjabat selama 2 periode
sedangkan sisanya 73% atau sebanyak 33 orang
merupakan anggota dewan Kabupaten Banyuasin
yang baru, sedangkan untuk pengalaman menjadi
anggota dewan Kabupaten Banyuasin hanya 36%
atau sebanyak 16 orang anggota dewan Kabupaten
Musi Banyuasin telah menjabat selama 2 periode
dan sisanya 64% atau sebanyak 29 orang
merupakan anggota dewan Kabupaten Musi
Banyuasin yang baru.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah
pengaruh
pendidikan,
pengalaman kerja menjadi anggota dewan,
pengetahuan dewan tentang anggaran dan
pemahaman regulasi terhadap peran anggota
dewan dalam pengawasan keuangan daerah
Kabupaten Banyuasin dan Musi Banyuasin?
2. Faktor apakah dari keempat variabel yang
paling dominan mempengaruhi peran anggota
dewan dalam pengawasan keuangan daerah
Kabupaten Banyuasin dan Musi Banyuasin?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan,
pengalaman kerja menjadi anggota dewan,

pengetahuan dewan tentang anggaran dan
pemahaman regulasi terhadap peran anggota
dewan dalam pengawasan keuangan daerah
Kabupaten Banyuasin dan Musi Banyuasin.

2. Untuk mengetahui faktor apakah dari keempat
variabel yang paling dominan mempengaruhi
peran anggota dewan dalam pengawasan
keuangan daerah Kabupaten Banyuasin dan
Musi Banyuasin.
2. LANDASAN TEORI
2.1 Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori keagenan adalah suatu teori yang
digunakan dalam berbagai kajian penelitian dalam
ranah ilmu ekonomi, baik ilmu manajemen,
perilaku, keuangan maupun administrasi publik
(Govindarajan, 2005: 38). Teori keagenan
merupakan teori yang menjelaskan hubungan
antara dua pihak yaitu pihak pemilik (prisipal)
dengan pihak pengelola (agen). Teori keagenan

(agency theory) menjelaskan bahwa hubungan
agensi muncul ketika satu orang atau lebih
(principal) mempekerjakan orang lain (agent)
untuk memberikan suatu jasa dan kemudian
mendelegasikan
wewenang
pengambilan
keputusan kepada agent tersebut (pada penelitian
Muyassaroh, 2008).
Teori keagenan apabila dihubungkan
dengan akuntansi sektor publik berarti masyarakat
berperan sebagai pemberi amanah sekaligus
pemilik (owner) dan pelanggan (customer).
Pemerintah daerah dan DPRD dengan peran dan
fungsinya sebagai pemberi pelayanan kepada
masyarakat (civil sevice) atau dengan kata lain
sebagai manajemen. Dalam organisasi sektor
publik, pemerintah daerah berperan sebagai agen
dan publik atau masyarakat berperan sebagai
principal yang memberikan otoritas kepada DPRD

untuk mengawasi kinerja pemerintah daerah.
Akuntabilitas menjadi suatu konsekuensi logis
adanya hubungan antara agen dan principal
(Winarna dan Murni, 2007).
Dalam perspektif keagenan, Pemerintah
Daerah atau eksekutif adalah merupakan agen, dan
DPRD atau legislatif sebagai prinsipal.
Pemerintah daerah yang berperan sebagai agen
diharapkan mampu melaksanakan tugas dan
fungsinya dengan baik, yaitu memberikan
pelayanan dengan baik. Sedangkan DPRD yang
telah diberikan mandat oleh rakyat (prinsipal)
sebagai wakil rakyat yang mampu menampung
aspirasi rakyat. Pemerintah daerah harus membuat
laporan
keuangan
sebagai
bentuk
pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada
rakyat atas kinerja yang telah dilaksanakan oleh
pemerintah daerah tersebut.

2.2 Pengawasan Keuangan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah
Menurut Halim (2004: 13) keuangan
negara adalah semua hak dan kewajiban daerah
dalam kerangka penyelenggaraan pemerintah yang
dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya
segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan
hak dan kewajiban daerah tersebut, dalam
kerangka APBD. Keuangan Negara dapat diartikan
juga semua hak dan kewajiban negara serta segala
sesuatu yang berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban tersebut yang dapat dinilai dengan uang.
Dalam sistem pemerintahan daerah, DPRD
dan pemerintah daerah mempunyai tanggungjawab
dan kewajiban yang sama dalam mewujudkan
suatu pemerintahan yang baik selanjutnya disebut
dengan good governance dalam rangka
mewujudkan tujuan dari pemerintah daerah untuk
memberikan pelayanan sebaik mungkin bagi
masyarakatnya guna menjamin suatu kepuasan
masyarakat dan untuk meningkatkan produktivitas
dan tingkat kesejahteraan masyarakat di daerah
tersebut.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) merupakan lembaga perwakilan rakyat
daerah yang berkedudukan sebagai lembaga
pemerintahan daerah. sebagai unsur lembaga
pemerintah daerah, DPRD mempunyai tanggung
jawab yang sama dengan pemerintah daerah dalam
rangka menjalankan roda pemerintah daerah.
DPRD adalah mitra kerja dan memiliki kedudukan
yang sejajar dengan pemerintah daerah. DPRD
adalah lembaga legisatif yang mempunyai hak
budget (hak untuk menetapkan anggaran sekaligus
melakukan pengawasan pelaksanaan APBD)
(Govindarajan, 2005: 56).
2.3 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Peran
DPRD Dalam Pengawasan Keuangan
Daerah
Berdasarkan hasil penelitian Kartikasari
(2011: 15), faktor-faktor yang mempengaruhi
peran anggota dewan dalam pengawasan keuangan
daerahantara lain:
1. Personal Background
Personal background merupakan latar
belakang diri yang melekat pada seorang individu.
Latar belakang ini meliputi banyak aspek, antara
lain: nama, jenis kelamin, usia, agama, latar
belakang pendidikan dan lain sebagainya.
Seseorang yang memiliki personal background
yang tinggi, maka pengawasan keuangan daerah
yang dilakukannya jika akan semakin baik dan

maksimal. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan
tingginya tingkat pendidikan, serta pengalaman
anggota dewan tersebut baik pengalaman
organisasi maupun pekerjaan. Semakin tinggi
pengalaman dan keahlian seseorang, maka tugas
dan fungsi yang dijalankan oleh individu tersebut
juga akan semakin berkualitas.
2. Political Background
Political background merupakan latar
belakang dari pengalaman seseorang dalam
berkecimpung di dunia politik. Political
background meliputi beberapa dimensi, yaitu:
pengalaman politik, pengalaman kerja menjadi
anggota dewan, latar belakang partai politik, latar
belakang ideologi partai politik, dan asal komisi.
Setiap lembaga (DPRD) memiliki political
background seperti individu yang ada di dalamnya.
Political background ini berkaitan dengan nilai,
nilai tersebut digunakan sebagai pedoman bagi
individu untuk melakukan tugas dan fungsinya
masing-masing.
3. Pengetahuan Dewan tentang Anggaran
Pengetahuan anggota dewan tentang
anggaran dapat diartikan sebagai pengetahuan
dewan terhadap mekanisme penyusunan anggaran
mulai dari tahap perencanaan sampai pada tahap
pertanggungjawaban serta pengetahuan dewan
tentang peraturan perundangan yang mengatur
pengelolaan
keuangan
daerah/
APBD.
Pengetahuan dewan tentang anggaran merupakan
persepsi anggota dewan tentang anggaran
(RAPBD/APBD) dan deteksi terhadap pemborosan
atau kegagalan, dan kebocoran anggaran (Winarna
dan Murni, 2007). Nur dan Bambang (1999) dalam
Winarna dan Murni (2007) menyebutkan bahwa
pengetahuan pada dasarnya merupakan hasil dari
proses melihat, mendengar, merasa dan berpikir
yang menjadi dasar manusia dalam bersikap dan
bertindak. Dengan penjelasan tersebut, maka dapat
diketahui bahwa pengetahuan tentang sesuatu
menjadi dasar bagi siapapun dalam melakukan
tindakan atau bersikap terhadap sesuatu tersebut.
2.4 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai pengawasan keuangan
daerah yang dilakukan pada anggota dewan telah
dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya,
antara lain penelitian yang dilakukan oleh:
1. Winarna dan Murni (2007) menguji pengaruh
personal background, political background dan
pengetahuan dewan tentang anggaran terhadap
peran DPRD dalam pengawasan keuangan
daerah.

2. Kartikasari (2011). Penelitian ini bertujuan
untuk menguji pengaruh personal background,
political background, pengetahuan anggota
dewan tentang anggaran, dan pemahaman
anggota dewan terhadap peraturan, kebijakan
dan prosedur terhadap kapabilitas anggota
dewan dalam pengawasan keuangan daerah
(APBD).
3. Yuliusman (2012). Penelitian ini bertujuan
mengetahui
dan
menganalisis
apakah
pengetahuan anggota dewan tentang anggaran
mempengaruhi
peranan
dewan
dalam
melakukan pengawasan APBD, serta apakah
dengan
adanya
partisipasi
masyarakat,
hubungan antara pengetahuan anggota dewan
tentang anggaran dengan pengawasan APBD
semakin meningkat.
4. Rosita, Nyoman Trisna Herawati dan Ni Kadek
Sinarwati (2014). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui (1) apakah ada pengaruh political
background terhadap pengawasan keuangan
daerah (APBD); (2) apakah ada pengaruh
pengetahuan dewan tentang anggaran terhadap
pengawasan keuangan daerah (APBD); (3)
apakah transparansi kebijakan publik sebagai
variable moderating mempengaruhi hubungan
antara political background dengan pengawasan
pada keuangan daerah (APBD); (4) apakah
transparansi kebijakan publik sebagai variabel
moderating mempengaruhi hubungan antara
pengetahuan dewan tentang anggaran dengan
pengawasan pada keuangan daerah (APBD).
5. Aprizay, dkk (2014) bertujuan menguji
pengaruh
partisipasi
masyarakat
dan
transparansi
kebijakan
publik
terhadap
hubungan antara pengetahuan dewan tentang
anggaran dengan pengawasan keuangan daerah
(APBD), yang di moderasi oleh partisipasi
masyarakat dan transparansi kebijakan publik.
6. Pramita dan Andriyani (2010), menguji tentang
hubungan pengetahuan dewan tentang anggaran
dengan pengawasan dewan pada keuangan
daerah (APBD).
7. Wiyana (2011), menguji pengaruh personal
backgroud dan political culture terhadap
hubungan antara pengetahuan dewan tentang
anggaran dengan pengawasan keuangan daerah.
8. Mayasari (2012) juga menunjukan bahwa
kualitas anggota dewan berpengaruh terhadap
pengawasan APBD. Kualitas anggota dewan
ditunjukkan dengan tingkat pendidikan formal
dan non formal, pelatihan tentang keuangan dan
anggaran daerah, pengalaman dalam bidang

organisasi dan politik praktis serta pengalaman
sebagai anggota dewan. Akuntabilitas publik
berpengaruh terhadap hubungan antara kualitas
anggota dewan dengan pengawasan APBD.
9. Utami dan Efrizal Sofyan (2013), menguji
tentang pengaruh pengetahuan dewan tentang
anggaran terhadap pengawasan keuangan

daerah dengan variabel pemoderasi partisipasi
masyarakat dan transparansi kebijakan publik.
10. Darma dan Hasibuan (2012), menguji tentang
pengaruh pengetahuan dewan tentang anggaran
terhadap pengawasan keuangan daerah dengan
pertisipasi masyarakat sebagai variabel
moderating

2.5 Kerangka Pemikiran
Kerangka berpikir ini digunakan untuk menggambarkan dan menjelaskan pengaruh antara
variabel independen yang terdiri dari pendidikan, pengalaman kerja menjadi anggota dewan, pengetahuan
dewan tentang anggaran dan pemahaman regulasi terhadap variabel dependen peran anggota dewan
dalam pengawasan keuangan daerah.
Kerangka berpikir yang dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:
Pendidikan (X1)

Pengalaman kerja menjadi
anggota dewan (X2)

Peran Anggota Dewan dalam
Pengawasan
Keuangan Daerah (Y)

Pengetahuan Dewan tentang
Anggaran (X3)

Pemahaman Regulasi (X4)

Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Teoritis

2.6 Hipopenelitian Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir di atas,
hipopenelitian penelitian ini adalah diduga
terdapat pengaruh pendidikan, pengalaman kerja
menjadi anggota dewan, pengetahuan dewan
tentang anggaran dan pemahaman regulasi
secara signifikan terhadap peran anggota dewan
dalam pengawasan keuangan daerah di
Kabupaten Banyuasin dan Musi Banyuasin.

3. METODE PENELITIAN
3.1 Metode Pengumpulan data
Peneliti menggunakan 2 (dua) teknik
pengumpulan data, yaitu sebagai berikut:
1. Wawancara
Peneliti melakukan pengumpulan data
dengan melaksanakan tanya jawab langsung
dengan anggota dewan, Sekretaris DPRD,
Pegawai dan staf yang mempunyai
wewenang untuk memberi data dan informasi

yang diperlukan dalam penelitian karya
ilmiah ini.
2. Kuisioner
Peneliti menyebarkan kuisioner kepada
pihak-pihak yang dijadikan sebagai sampel
dalam penelitian ini.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer
dan data sekunder. Data primer dalam penelitian
ini didapatkan dari kuesioner yang disebarkan
kepada anggota dewan Kabupaten Musi
Banyuasin dan Kabupaten Banyuasin periode
2014-2017. Data sekunder yang diperoleh
peneliti adalah data responden dan profil DPRD
Kabupaten Banyuasin dan Musi Banyuasin.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi
yang digunakan
untuk
penelitian ini adalah anggota dewan Kabupaten
Musi Banyuasin dan anggota dewan Kabupaten
Banyuasin yang total keseluruhan sebanyak 90

(sembilan puluh) orang terdiri dari 45 orang
anggota dewan Kabupaten Musi Banyuasin dan
45 orang anggota dewan Kabupaten Banyuasin
namun karena adanya pemeriksaan yang
dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) kepada 2 anggota dewan Kabupaten
Musi Banyuasin maka peneliti hanya
menyebarkan kuesioner kepada 88 orang
sampel. Sampel penelitian ini adalah sampling
jenuh.
3.5 Pengolahan data
Penelitian ini menggunakan analisis
regresi ganda. Menurut Riduan (2007:155)
analisis regresi ganda adalah suatu alat analisis
peramalan nilai pengaruh dua variabel bebas
atau lebih terhadap variabel terikat untuk
membuktikan ada atau tidaknya hubungan
fungsi atau hubungan kausal antara dua variabel
bebas atau lebih dengan satu variabel terikat.
Persamaan regresi ganda dirumuskan sebagai
berikut:
Y= β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + e

Keterangan:
Y = Pengawasan Keuangan Daerah
X1 = Pendidikan
X2 = Pengalaman Kerja
X3 = Pengetahuan Dewan ttg Anggaran
X4 = Pemahaman Regulasi
β = Koefisien Regresi
e = error
3.6 Teknik Analisis Data
Menurut Priyatno (2010: 11), uji
validitas adalah ketepatan atau kecermatan suatu
instrumen dalam mengukur apa yang ingin
diukur, sedangkan uji reliabilitas menurut
Priyatno (2010) adalah suatu pengujian untuk
mengetahui konsistensi alat ukur, apakah alat
ukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap
konsisten jika pengukuran tersebut diulang.
1. Uji Validitas dan Reliabilitas
Menurut Priyatno (2010) uji validitas adalah
ketepatan atau kecermatan suatu instrumen
dalam mengukur apa yang ingin diukur. Uji
reliabilitas menurut Priyatno (2010) adalah
suatu
pengujian
untuk
mengetahui
konsistensi alat ukur, apakah alat ukur yang
digunakan dapat diandalkan dan tetap
konsisten jika pengukuran tersebut diulang.
Dalam penelitian metode yang digunakan
adalah metode Cronbach’s Alpha.

2. Pengujian Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Menurut Sunyoto (2007: 95), uji
normalitas bertujuan untuk menguji
apakah dalam model regresi, variabel
dependen dan variabel independen
mempunyai distribusi normal atau tidak.
b. Uji Multikolinearitas
Menurut Pratisto (2004: 161), uji
multikolinearitas
digunakan
untuk
mengetahui apakah terdapat korelasi di
antara variabel-variabel independen dalam
model regresi tersebut regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi diantara
variabel independen.
c. Uji Autokorelasi
Menurut Sunyoto (2007: 105), uji
autokorelasi bertujuan untuk menguji
apakah model regresi linier ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada
periode t dengan kesalahan pengganggu
pada periode t-1 (sebelumnya).
d. Uji Heteroskedastisitas
Menurut Sunyoto (2007: 93), uji ini
bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan
varians dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain.
3. Pengujian Hipopenelitian dan Statistik
a. Uji Statistik F
Uji F digunakan untuk menguji
signifikansi pengaruh tingkat pendidikan,
pelatihan dan kualitas teknologi informasi
terhadap penerapan SAP berbasis akrual
secara simultan.
b. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien Determinasi (R2) pada intinya
mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variabel
dependen.
3.7 Definisi Operasional Variabel
Menurut Sugiyono (2012: 59) variabel
bebas atau variabel independent (variable X)
adalah variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya
variabel dependent (terikat). Variabel dependent
(variabel Y) adalah variabel yang dipengaruhi
atau yang menjadi akibat, karena adanya
variabel bebas. Adapun definisi operasional
dalam penelitian ini adalah:

Tabel 1
Definisi Operasionalisasi Variabel
No
1.

Variabel
Pendidikan (X1)

Definisi
Strata pendidikan baik formal
maupun non formal yang dimiliki
untuk menunjang pelaksanaan tugas

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Indikator
Jenjang pendidikan
Latar belakang pendidikan
Manfaat latar belakang pendidikan
Sertifikat yang mendukung pelaksanaan
tugas
Pelatihan yang diikuti
Pengalaman dan pelajaran dari pelatihan
Manfaat pendidikan dalam menyelesaikan
masalah
Masa kerja
Media pembelajaran
Mampu menyelesaikan masalah
Mampu menyelesaikan tugas dengan baik
Turut serta dalam penanganan masalah

Skala
Ordinal

Ordinal

2.

Pengalaman kerja
menjadi anggota
dewan (X2)

Pengalaman anggota dewan menjadi
anggota dewan

1.
2.
3.
4.
5.

3.

Pengetahuan dewan
tentang anggaran
(X3)

Pengetahuan dewan terhadap
mekanisme penyusunan anggaran
mulai dari tahap perencanaan sampai
pada tahap pertanggungjawaban serta
pengetahuan dewan terntang
peraturan perundangan yang
mengatur pengelolaan keuangan
daerah/ APBD

1. Transparansi anggaran
2. Disusun bersama kepala daerah
3. Tanggujawab dalam penyusunan dan
penentapan perhitungan
4. Pertanggungjawaban Pemda Tingkat I
5. Pertanggungjawaban Pemda Tingkat II
6. Penyampaian kebijakan umum
7. Pembahasan prioritas dan plafon anggaran
sementara
8. Pemanfaatan anggaran secara ekonomis,
efektif dan efisien.

Ordinal

4

Pemahaman
Regulasi (X4)

Pemahaman anggota dewan tentang
peraturan, kebijakan dan prosedur
serta undang-undang atau peraturanperaturan yang mengatur tentang
pengelolaan keuangan daerah

1. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
2. Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah.
3. Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007
tentang Laporan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah,
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban
Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
kepada Masyarakat.
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8
Tahun 2009 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23
Tahun 2007 tentang Pedoman Tata Cara
Pengawasan Atas Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah

Ordinal

5.

Peran anggota
dewan dalam
pengawasan
keuangan daerah
(Y)

Mengawasi kebijakan dan kinerja
pemerintah daerah dalam
pelaksanaan pembangunan daerah
dan kebijkan bukan pemeriksaan.
pengawasan keuangan daerah yang
dilakukan oleh DPRD berfokus pada
pengawasan terhadap pelaksanaan
APBD

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Terlibat dalam penyusunan APBD
Analisis Politik
Terlibat dalam pengesahan APBD
Dapat menjelaskan APBD
Pengawasan pelaksanaan APBD
Mengevaluasi laporan
pertanggungjawaban pemerintah
Evaluasi APBD

Ordinal

8.
9.

Melakukan konfirmasi atas LPJ bupati
Mengusut dan menindaklanjuti APBD
Kejanggalan
10. Aktif menggunakan hak untuk menolak
LPJ Bupati jika tidak sesuai dengan
standar kinerja

Sumber: Winarna dan Murni (2007), Paramita dan Andriyani (2011), Witono dan Baswir (2003)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Demografi Responden Penelitian
Data demografi responden berikut ini
menyajikkan beberapa informasi rinci mengenai
kondisi reponden yang merupakan hasil dari
penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti.
1. Jenis Kelamin
Dari 88 responden dalam penelitian ini sebagian
besar berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebanyak
76 responden atau sebesar 86%, sedangkan
sisanya 14% responden berjenis kelamin
perempuan.
2. Strata Pendidikan
Dari 88 responden dalam penelitian ini 48%
atau sebanyak 42 orang merupakan lulusan
strata satu sedangkan sisanya 41% atau
sebanyak 36 orang merupakan lulusan SMA
dan 11% lainnya atau sebanyak 10 orang
merupakan lulusan strata dua.
3. Jabatan di Partai Politik
Dari 88 responden dalam penelitian ini 72%
atau sebanyak 63 orang responden merupakan
anggota dari partai politik sedangkan sisanya
17% atau sebanyak 15 orang responden
merupakan
ketua partai politik, 7% atau
sebanyak 6 orang menjabat sebagai wakil ketua
partai politik, 3% atau sebanyak 3 orang
menjabat sebagai sekretaris partai politik dan
1% atau 1 orang menjabat sebagai bendahara
partai politik.
4.1.2 Uji Kualitas Data
1. Uji Validitas
Pengujian validitas yang dilakukan dalam
penelitian ini dengan menggunakan pearson

correlation. Suatu dapat dikatakan valid apabila
korelasi antara masing-masing variabel memiliki
nilai signifikansi di bawah 0,05 (5%), dan
sebaliknya jika nilai signifikansi di atas 0,05 (5%),
maka dapat disimpulkan bahwa item pertanyaan
tersebut tidak valid.
Dari 37 pertanyaan yang ada, terdapat 37
pertanyaan yang lulus uji validitas yaitu 7
pertanyaan yang berhubungan dengan variabel
pendidikan, 5 pertanyaan yang berhubungan
dengan pengalaman kerja menjadi anggota dewan,
9 pertanyaan yang berhubungan dengan
pengetahuan dewan tentang anggaran, 5
pertanyaan yang berhubungan dengan pemahaman
regulasi dan 10 pertanyaan dengan peran anggota
dewan dalam pengawasan keuangan daerah karena
nilai sig. (2-tailed) lebih kecil dari 0,05 atau 5%.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah alat untuk mengukur
suatu kuesioner yang merupakan indikator dari
variabel atau konstruk. Suatu kuesioner yang
reliabel atau handal jika jawaban seseorang
terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil
dari waktu ke waktu. Uji reliabilitas dalam
penelitian ini dilakukan dengan melihat koefisien
cronbach’s alpha. Suatu variabel dapat dikatakan
reliabel jika memberikan nilai cronbach’s alpha >
0,60. Hasil uji reliabilitas dengan koefisien
cronbach’s alpha terhadap variabel pendidikan,
pengalaman kerja menjadi anggota dewan,
pengetahuan dewan tentang anggaran, pemahaman
regulasi dan peran anggota dewan dalam
pengawasan keuangan daerah dapat dilihat pada
Tabel.2.

Tabel 4.1
Hasil Uji Reliabiltas
Nilai Sig. (2No. Butir
Tailed)
0,732
Pendidikan
0,751
Pengalaman kerja
menjadi anggota
0,768
dewan
Pengetahuan Dewan
0,797
tentang Anggaran
0,743
Pemahaman Regulasi
Peran DPRD dalam
Pengawasan
Keuangan Daerah

Keterangan
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel

Sumber: Data diolah Peneliti dengan SPSS, 2015

Berdasarkan data pada Tabel 2 di atas,
bahwa nilai cronbanch alpha variabel pendidikan
adalah sebesar 0,732, variabel pengalaman kerja
menjadi anggota dewan sebesar 0,751, variabel
pengetahuan dewan tentang anggaran sebesar
0,768, variabel pemahaman regulasi sebesar 0,797
dan variabel peran anggota dewan dalam
pengawasan keuangan daerah sebesar 0,743.
Artinya seluruh variabel dalam penelitian ini lulus
uji reliabilitas karena nilai cronbanch alpha
seluruh variabel di atas sebesar 0,60. Hal ini
menunjukkan
bahwa
variabel
pendidikan,
pengalaman kerja menjadi anggota dewan,
pengetahuan dewan tentang anggaran, pemahaman
regulasi dan peran anggota dewan dalam
pengawasan keuangan daerah dapat dikatakan
reliabel dan lulus uji reliabilitas.
Berdasarkan hasil uji parsial yang telah
dilakukan dapat diketahui bahwa hasil analisis
regresi yang diperoleh koefisien konstanta sebesar
9,901. Koefisien variabel pendidikan sebesar
0,130, koefisien variabel pengalaman kerja
menjadi anggota dewan sebesar 0,065, koefisien
variabel pengetahuan dewan tentang anggaran
sebesar 0,491, koefisien variabel pemahaman
regulasi sebesar 0,308. Jadi persamaaan regresi
berganda dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:

Y = 9,901 +0,130X1 + 0,065X2 + 0,491X3 –
0,308X4
Persamaan analisis regresi ganda tersebut
dapat diartikan bahwa:
1. Konstanta 9,901 menunjukkan bahwa di luar
variabel pendidikan, pengalaman kerja menjadi

2.

3.

4.

5.

3.

anggota dewan, pengetahuan dewan tentang
anggaran dan pemahaman regulasi yang diteliti
masih
terdapat
variabel
lain
yang
mempengaruhi peran anggota dewan dalam
pengawasan keuangan daerah.
Jika nilai variabel pendidikan meningkat
sebesar 1 satuan, sedangkan nilai variabel lain
tetap,
maka
akan
mengakibatkan
meningkatnnya nilai variabel peran anggota
dewan dalam pengawasan keuangan daerah
sebesar 0,130.
Jika nilai variabel pengalaman kerja menjadi
anggota dewan meningkat sebesar 1 satuan,
sedangkan nilai variabel lain tetap, maka akan
mengakibatkan meningkatnya nilai variabel
peran anggota dewan dalam pengawasan
keuangan daerah sebesar 0,0,065.
Jika nilai variabel pengetahuan anggaran
meningkat sebesar 1 satuan, sedangkan niai
variabel lain tetap, maka akan mengakibatkan
meningkatnya nilai variabel peran anggota
dewan dalam pengawasan keuangan daerah
sebesar 0,419.
Jika nilai variabel pemahaman regulasi
meningkat sebesar 1 satuan, sedangkan nilai
variabel lain tetap, maka akan mengakibatkan
meningkatnya nilai variabel peran anggota
dewan dalam pengawasan keuangan daerah
sebesar 0,308.

Koefisien Deteminasi ( )
Koefisien determinasi ( 2) digunakan
untuk melihat hubungan antara variabel bebas dan
variabel terikat. Hasil koefisien determinasi ( 2)
dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.

Model

R

Tabel 3
Koefisien Determinasi
Model Summary
R Square Adjusted R
Square

Std. Error
of the
Estimate
1
,686a
,671
,670
,48634
a. Predictors: (Constant), Pemahaman Regulasi,
Pengetahuan Tentang Anggaran, Pengalaman DiDPRD,
Pendidikan
Sumber: Data diolah Peneliti dengan SPSS, 2015

Berdasarkan Tabel 3, menunjukkan bahwa
besarnya nilai R Square ( 2) sebesar 0,671 atau
sebesar 67,1% yang berarti variabel dependen
peran anggota dewan dalam pengawasan keuangan
daerah dapat dijelaskan oleh variabel independen
pendidikan, pengalaman kerja menjadi anggota
dewan, pengetahuan tentang anggaran, pemahaman
regulasi sedangkan 32,9% peran anggota dewan
dalam pengawasan keuangan daerah dijelaskan di
luar model regresi.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengaruh Pendidikan terhadap Peran
Anggota Dewan dalam Pengawasan
Keuangan Daerah
Hasil penelitian dari variabel pendidikan
tidak mempengaruhi peran anggota dewan dalam
pengawasan keuangan daerah. Hal ini dapat dilihat
karena nilai t hitung lebih kecil daripada t tabel.
Data yang didapatkan dari responden pada variabel
pandidikan sebagian besar responden yang
mempunyai kriteria pendidikan tinggi, mengisi
pernyataan pada variabel peran anggota dewan
dalam pengawasan keuangan daerah dengan skor
yang rendah atau responden yang mempunyai
pendidikan rendah justru mengisi pernyataan pada
variabel peran anggota dewan dalam pengawasan
keuangan daerah dengan skor yang tinggi.
Dari data responden dapat dilihat bahwa
sebagian besar responden berasal dari tingkat
pendidikan strata satu sebanyak 42 orang,
sedangkan lulusan SMA sebanyak 36 orang dan
lulusan strata dua adalah sebanyak 10 orang,
sehingga persebaran demografi reponden menjadi
tidak merata. Variabel pendidikan tidak
berpengaruh terhadap peran anggota dewan dalam
pengawasan keuangan daerah. Diduga anggota
dewan yang memiliki pendidikan yang tinggi
belum tentu mempunyai peran yang besar dalam
pengawasan keuangan daerah, sebaliknya anggota
dewan yang berpendidikan rendah belum tentu

juga memiliki peran yang kecil dalam pengawasan
keuangan daerah. Jadi, anggota dewan yang
berpendidikan rendah memungkinkan untuk
mempunyai peran yang besar dalam pengawasan
keuangan daerah dan anggota dewan yang
berpendidikan tinggi memungkinkan mempunyai
peran yang kecil dapam pengawasan keuangan
daerah. Akan tetapi, pada fungsi legislasi seluruh
anggota dewan mempunyai tugas dan wewenang
yang sama dalam melakukan peran pengawasan
keuangan daerah. Jadi tingkat pendidikan tidaklah
mempengaruhi peran anggota dewan dalam
mengawasi keuangan daerah. Hasil penelitian ini
konsisten penelitian Kartikasari (2012) yang
menyatakan bahwa tingkat pendidikan dan
relevansi bidang pendidikan berpengaruh negatif
dan tidak signifikan terhadap peran anggota dewan
dalam pengawasan keuangan daerah.
4.2.2 Pengaruh Pengalaman Kerja menjadi
Anggota Dewan terhadap Peran Anggota
Dewan dalam Pengawasan Keuangan
Daerah
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pengalaman kerja menjadi anggota dewan tidak
berpengaruh terhadap peran anggota dewan dalam
pengawasan keuangan daerah, karena t hitung
lebih kecil daripada t tabel, pengalaman kerja
menjadi anggota dewan yang dimiliki oleh anggota
dewan tidak sepenuhnya mempengaruhi peran
anggota dewan dalam melakukan pengawasan
keuangan daerah, hal ini dapat dilihat bahwa tidak
ada satupun anggota dewan yang menjawab sangat
setuju atau setuju pada salah satu butir pertanyaan
mengenai keterlibatan mereka dalam penanganan
kasus penyalahgunaan dana pada APBD tahun
2014. Jadi, dapat disimpulkan bahwa anggota
dewan yang mempunyai pengalaman kerja selama
2 periode belum tentu mempunyai pengalaman
yang lebih banyak dalam pengawasan terhadap
keuangan daerah, sebaliknya anggota dewan yang
mempunyai pengalaman kerja hanya 1 periode atau

anggota dewan yang baru memungkinkan untuk
memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam
pengawasan keuangan daerah. Hasil penelitian ini
konsisten penelitian Kartikasari (2012) yang
menyatakan bahwa tingkat pendidikan dan
relevansi bidang pendidikan berpengaruh negatif
dan tidak signifikan terhadap peran anggota dewan
dalam pengawasan keuangan daerah.
4.2.3 Pengaruh Pengetahuan Dewan Tentang
Anggaran terhadap Peran Anggota
Dewan dalam Pengawasan Keuangan
Daerah
Pada penelitian ini pengetahuan dewan
tentang anggaran berpengaruh positif dan
signifikan terhadap peran anggota dewan dalam
pengawasan keuangan daerah, karena t hitung
lebih besar daripada t tabel. Berdasarkan hasil
jawaban responden, menunjukkan bahwa anggota
dewan mempunyai pengetahuan tentang anggaran
dengan baik atau tinggi. Anggota dewan
mengetahui keseluruhan mekanisme penyusunan
anggaran mulai dari tahap perencanaan sampai
pada tahap pertanggungjawaban serta anggota
dewan mengetahui tentang peraturan perundangundangan yang mengatur pengelolaan keuangan
daerah APBD. Fungsi-fungsi yang dimiliki oleh
DPRD seperti fungsi penganggaran dan fungsi
pengawasan sangat erat hubungannya dengan
pengetahuan dewan tentang anggaran/APBD,
APBD sebagai objek untuk melaksanakan fungsi
DPRD tersebut. Fungsi penganggaran memberikan
kesempatan kepada anggota untuk ikut serta dalam
penyusunan anggaran daerah yang disusun
bersama pemerintah daerah/eksekutif. Fungsi
pengawasan, DPRD memberikan kewenangan
dalam pengawasan kinerja dan pelaksanaan APBD
oleh pemerintah daerah/eksekutif.
Dalam hal ini, anggota dewan dituntut
harus memiliki kapabilitas mengenai keseluruhan
masalah anggaran dan diharapkan mampu terlibat
dalam proses anggaran di daerah, sehingga DPRD
dapat melaksanakan fungsi penganggaran dan
pengawasan tersebut secara efektif, efisien dan
tepat sasaran. Sehingga dari penjelasan tersebut
dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dewan
tentang anggaran berpengaruh terhadap peran
anggota dewan dalam pengawasan keuangan
daerah. Hasil ini konsisten dengan hasil penelitian
Dewi (2011) yang menyatakan bahwa pengetahuan
anggota dewan tentang anggaran berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kapabilitas anggota
dewan dalam pengawasan keuangan daerah
(APBD).

4.2.4 Pengaruh Pemahaman Regulasi terhadap
Peran
Anggota
Dewan
dalam
Pengawasan Keuangan Daerah
Pada penelitian ini pemahaman regulasi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap peran
anggota dewan dalam pengawasan keuangan
daerah. Hal ini dapat dilihat karena t hitung lebih
besar daripada t tabel. Berdasarkan jawaban
responden yang menunjukkan hasil bahwa anggota
dewan mengetahui tentang aturan dan kebijakan
penyusunan anggaran baik atau tinggi. Anggota
dewan mengetahui tentang peraturan mengenai tata
cara
pengawasan
atas
penyelenggaraan
pemerintahan
daerah,
tata
cara
laporan
penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada
pemerintah,
laporan
keterangan
pertanggungjawaban kepala daerah kepada dewan
perwakilan rakyat daerah, dan informasi laporan
penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada
masyarakat serta kebijakan dan aturtan-aturan
mengenai
perimbangan
keuangan
antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hasil ini
konsisten dengan hasil penelitian Dewi (2011)
yang menyatakan bahwa pemahaman regulasi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap peran
anggota dewan dalam pengawasan keuangan
daerah (APBD).
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil
pnelitian ini antara lain:
1. Hasil penelitian variabel pendidikan tidak
mempengaruhi peran anggota dewan dalam
pengawasan keuangan daerah, variabel
pengalaman kerja menjadi anggota dewan tidak
berpengaruh terhadap peran anggota dewan
dalam pengawasan keuangan daerah, variabel
pengetahuan
dewan
tentang
anggaran
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
peran anggota dewan dalam pengawasan
keuangan daerah dan variabel pemahaman
regulasi juga berpengaruh positif dan signifikan
terhadap peran anggota dewan dalam
pengawasan keuangan daerah. Hasil analisis
regresi linear ganda menunjukkan Ha diterima
yang artinya secara bersama-sama (simultan)
pendidikan (X1), pengalaman kerja menjadi
anggota dewan (X2), pengetahuan dewan
tentang anggaran (X3), pemahanan regulasi
(X4) berpengaruh signifikan terhadap peran
anggota dewan terhadap pengawasan keuangan
daerah (Y).

2. Faktor yang paling dominan dari keempat
variabel independen yang berpengaruh terhadap
peran anggota dewan dalam pengawasan
keuangan daerah Kabupaten Banyuasin dan
Musi Banyuasin adalah variabel pengetahuan
dewan tentang anggaran (X3) yang artinya jika
nilai variabel pengetahuan anggaran meningkat
sebesar 1 satuan, sedangkan niai variabel lain
tetap, maka akan mengakibatkan meningkatnya
nilai variabel peran anggota dewan dalam
pengawasan keuangan daerah.

Govindarajan, Vinjay dan Anthony, Robert N.
2005. Management Control System. Jakarta:
Salemba Empat.

5.2 Saran
Saran yang peneliti ajukan berdasarkan
hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dari hasil penelitian ini, disarankan kepada
anggota dewan yang terhormat baik anggota
dewan Kabupaten Banyuasin maupun Musi
Banyuasin supaya semakin mensosialisasikan
kebijakan publik secara transparan, sehingga
masyarakat dapat membantu pengawasan
keuangan daerah yang dilakukan oleh dewan.
2. Kepada Pemerintah baik eksekutif maupun
legislatif disarankan dapat terus meningkatkan
partisipasi
masyarakat
sehingga
akan
meningkatkan tingkat pengawasan.
3. Kepada penelitian mendatang disarankan dapat
mengembangkan sampel yang lebih luas
misalkan untuk anggota dewan propinsi.
4. Kepada peneliti selanjutnya disarankan dapat
menambah variabel lain, karena masih terdapat
faktor lain yang berpengaruh terhadap tingkat
pengawasan keuangan daerah.

Kartikasari, Dewi. 2011. Pengaruh Personal
Background,
Political
Background,
Pemahaman Regulasi terhadap Peran
Anggota
DPRD
dalam Pengawasan
Keuangan Daerah (Studi Kasus pada DPRD
Kabupaten Boyolali), dalam Accounting
Analisys Jurnal ISSN 2252-6765, Vol. 1(1):
1-19.

DAFTAR PUSTAKA
Aprizay, dkk. 2014. Pengaruh Partisipasi
Masyarakat dan Transparansi Kebijakan
Publik
terhadap
Hubungan
antara
Pengetahuan Dewan tentang Anggaran
dengan Pengawasan Keuangan Daerah
(APBD). Jurnal Akuntansi ISSN 2302-0164.
3(1): 140-149.
Darma, Jufri dan Hasibuan, Ali Fikri. 2012.
Pengaruh Pengetahuan Dewan tentang
Anggaran terhadap Pengawasan Keuangan
Daerah dengan Pertisipasi Masyarakat
sebagai Variabel Moderating. Jurnal Mediasi
4(1):49- 58.

Halim, Abdul. 2004. Manajemen Keuangan
Daerah Edisi Revisi. Yogyakarta: AMP
YKPN.
Halim, Abdul. 2002. Akuntansi Sektor Publik
Akuntansi Keuangan Daerah Edisi Pertama.
Jakarta: Salemba Empat.

Mayasari, Rosalina Pebrica. 2012. Pengaruh
Kualitas
Anggota
Dewan
terhadap
Pengawasan
APBD
dengan
Tata
Pemerintahan yang Baik Sebagai Variabel
Moderating. Jurnal Ekonomi dan Informasi
Akuntansi (Jenius), Palembang: Universitas
Tridinanti Palembang. 2( 1): 48-64.
Muyassaroh, Siti. 2008. Analisis Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Kelengkapan
Pengungkapan Sukarela Laporan Keuangan
pada Perusahaan yang Go Public di BEI.
Penelitian Tidak Dipublikasikan. Fakultas
Ekonomi.
Universitas
Diponegoro.
Semarang.
Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000
tentang
Pengelolaan
dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah
Pramita, Yulinda Devi dan Lilik Andriyani. 2010.
Determinasi Hubungan Pengetahuan Dewan
tentang Anggaran dengan Pengawasan
Dewan pada Keuangan Daerah (APBD)
(Studi Empiris pada DPRD Se-Karesidenan
Kedu). jurnal Prosiding SNA XIII,
Purwokerto:
Universitas
Jenderal
Soedirman. 15(2): 204-212

Pratisto, Arif. 2004. Cara Mudah Mengatasi
Masalah Statistik dan Rancangan Percobaab
dengan SPSS 12. Jakarta: Alex Media
Komputendo.
Priyatno, Duwi. 2013. Mandiri Belajar Analisis
Data dengan SPSS. Yogyakarta: Mediakom.
Riduan. 2007. Belajar Mudah Penelitian untuk
Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula.
Bandung: Alpabeta
Rosita, Ni Made Ana, dkk. 2012. Pengaruh Latar
Belakang Anggota Dewan dan Pengetahuan
Dewan
tentang
Anggaran
terhadap
Pengawasan Keuangan Daerah (APBD)
dengan Variabel Moderating Transparansi
Kebijakan Publik (Studi Kasus pada Kantor
DPRD Kabupaten Tabanan). Dalam eJournal S1 Ak Universitas Pendidikan
Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1,
2(1): Hal 1-11.
Sastroatmodjo, Sudijono. 1995. Perilaku Politik,
Semarang: IKIP Semarang Press
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Administrasi.
Bandung: CV. Alfabeta.
Sunyoto. 2007. Pemprograman Database dengan
Visual Basic dan Microsoft SQL.
Yogyakarta: Andi Offset.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah
Undang-Undang Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah
Utami, Kurnia dan Efrizal Sofyan. 2013. Pengaruh
Pengetahuan Dewan tentang Anggaran
terhadap Pengawasan Keuangan Daerah
dengan Variabel Pemoderasi Partisipasi

Masyarakat dan Transparansi Kebijakan
Publik. Jurnal WRA, 1(1):63
Winarna, Jaka dan Murni, Sri. 2007. Pengaruh
Personal Background, Political Background
dan Pengetahuan Dewan tentang Anggaran
terhadap Peran DPRD dalam Pengawasan
Keuangan Daerah (Studi Kasus di
Karesidenan Surakarta dan Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 2006). Prosiding SNA X,
Universitas Sebelas Maret, Makasar 7(2): 122
Winoto, Banu. 2003. Optimalisasi Peran DPRD
dalam Pengawasan Keuangan Daerah. Jurnal
Akuntansi dan Keuangan, 2: 151-168.
Witono, Banu dan Revrisond Baswir. 2003.“An
Analysis on Influence of Personal
Background and Political Culture on
Regional Parliament’s Role in Regional
Financial
Oversight,”
dalam
jurnal
Sosiohumanika.
16A(3).
September.
Yogyakarta:
Program
Pascasarjana
Universitas Gajah Mada.
Wiyana, Anim. 2011. Pengaruh Personal
Backgroud dan Political Culture terhadap
Hubungan antara Pengetahuan Dewan
tentang Anggaran dengan Pengawasan
Keuangan Daerah. Jurnal Assets 1 (2 ): 119134.
Yuliusman. 2012. Pengaruh Partisipasi Masyarakat
terhadap Hubungan antara Pengetahuan
Anggota DPRD tentang Anggaran dengan
Pengawasan APBD (Survey terhadap
Anggota DPRD Provinsi Jambi). Jurnal
ISSN 0852-8349 14(2): 09