MAKALAH DAN HUKUM DAGANG MEDIASI
MAKALAH HUKUM DAGANG
MEDIASI
RAFDI SIDDIK
NIM : 1203101010081
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS
SYIAH KUALA
2014
PENDAHULUAN
Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup berinteraksi satu
dengan yang lainnya. Interaksi sosial ini dimulai dari tingkat yang paling
sederhana sehingga ke tahap yang lebih besar dan kompleks. Hal tersebut
terwujud dalam bentuk kehidupan bermasyarakat yang beradab dan terus
berkembang dari masa ke masa. Perkembangan peradaban tersebut terjadi
karena pada setiap diri manusia dilengkapi oleh daya cipta, rasa,dan karsa.
Penerapan interaksi sosial dalam kehidupan bermasyarakat tidak selamanya
berjalan selaras dan harmonis. Seringkali yang terjadi adalah perbedaan
pemikiran, pendapat, dan keinginan antar manusia yang satu dengan yang
lain. Perbedaan ini kemudian menjadi cikal bakal lahirnya sengketa atau
konflik dalam masyarakat. Konflik ini pun senantiasa berkembang mengikuti
perkembangan peradaban masyarakat atau suatu bangsa.
Hal tersebut kemudian mendorong bagi yang mulai berpikir modern
untuk membentuk suatu mekanisme penyelesaian konflik (sengketa) mulai
dari bentuk yang paling sederhana hingga menjadi suatu sistem yang kini
disebut sebagai sistem peradilan yang senantiasa mengacu pada hukum
positif dan norma-norma atau kaidah-kaidah dalam masyarakat.
Sistem peradilan yang dimiliki oleh setiap negara dipandang sebagai jalan
terbaik dalam menyelesaikan sengketa. Sehingga setiap kali muncul konflik
maka yang timbul dalam pikiran adalah penyelesaiannya harus melalui
pengadilan (litigasi) padahal dalam proses pengadilan terdapat banyak
tahap dan segudang aturan main yang harus dipenuhi. Belum lagi apabila
kasus tersebut berlarut-larut dan berlanjut ke tingkat yang lebih tinggi. Tentu
saja penyelesaiannya memakan waktu yang lama dan biaya yang besar bagi
setiap pencari keadilan.
Dari beberapa permasalahan tersebut, muncullah pemikiran untuk
melahirkan sebuah bentuk alternatif dispute resolution (ADR), termasuk di
Indonesia. Hadirnya ADR tersebut bukan untuk mengacaukan pelaksanaan
hukum acara sebagai hukum formil dari hukum publik dan hukum privat
yang berlaku. Hal tersebut membuka pintu baru bagi masyarakat selaku
pencari keadilan, agar setiap sengketa tidak selalu diproses di pengadilan
dengan waktu yang lama dan biaya yang mahal serta untuk tetap membantu
pencapaian tujuan hukum (keadilan, kepastian, dan kemanfaatan.) Maka
dikeluarkanlah beberapa peraturan yang secara khusus mengatur tentang
alternative penyelesaian sengketa.
Misalnya undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan
alternatif penyelesaian sengketa. Dalam pasal 1 angka 10 dan alinea kedua
dari penjelasan undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 menjelaskan bahwa
masyarakat
dimungkinkan
memakai
alternatif
lain
dalam
usaha
penyelesaian sengketa, antara lain dengan cara : konsultasi, negosiasi,
mediasi, dan konsiliasi atau penilaian ahli. Hal ini kemudian semakin
dipertegas dengan dikeluarkannya peraturan Mahkamah Agung (Perma)
Nomor 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan.
ISI
a. Pengertian Mediasi
Sebagai bentuk dari alternative Dispute Rosolutian (ADR), terdapat
devinisi yang beragam tentang mediasi yang dikemukakan oleh para pakar
hukum. Namun secara umum, banyak mengakui bahwa mediasi adalah
proses untuk menyelesaikan sengketa dengan melakukan bantuan pihak
ketiga. Peran pihak ketiga itu adalah dengan melibatkan diri dari bantuan
para pihak dalam mengidientifkasi masalah-masalah yang disengketakan.
Dalam Perma No. 1 Tahun 2008, pengertian mediasi disebutkan pasal 1 butir
7, yaitu:
“Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan
untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator”.
Berdasarkan uraian tersebut, mediasi merupakan suatu proses yang
ditunjukan
untuk
memungkinkan
para
pihak
yang
bersengketa
mendiskusikan perbedaan-perbedaan mereka dengan bantuan pihak ketiga
yang netral. Tugas utama dari pihak yang netral tersebut (mediator) adalah
menolong para pihak memahami pandangan pihak lain sehubungan dengan
masalah yang disengketakan. Selanjutnya mediator membantu mereka
melakukan penilaian yang objektif dari seluruh situasi untuk mencapai
kesepakatan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak, guna mengakhiri
sengketa yang terjadi.
b. Dasar Hukum Mediasi
Secara
sederhana
dapat
dijelaskan
bahwa
dasar
hukum
yang
mengatur pengintegrasian mediasi kedalam sistem peradilan pada dasarnya
bertitik tolak pada ketentuan pasal 130 HIR maupun pasal 154 R.Bg.
Untuk lebih memberdayakan dan mengefektifkannya, Mahkamah
Agung menuangkan ketentuan tersebut ke dalan suatu bentuk yang bersifat
memaksa, yaitu dengan mengaturnya kedalam UU No. 2 Tahun 2003
tentang prosedur mediasi. Namun belakangan Mahkamah Agung menyadari
bahwa Perma tersebut kurang teraplikasikan sebagai landasan hukum
mediasi karena tidak tampak perubahan sistem dan prosedural perkara
masih berlangsung secara konvensional melalui proses litigasi.
Jenis- Jenis Mediasi
Secara umum, mediasi dapat dibagi kedalam dua jenis yakni Mediasi
dalam Sistem Peradilan dan Mediasi di Luar Pengadilan. Mediasi yang berada
di dalam pengadilan diatur oleh Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1
Tahun 2008 yang mewajibkan ditempuhnya proses mediasi sebelum
pemeriksaan pokok perkara perdata dengan mediator terdiri dari hakimhakim Pengadilan Negeri tersebut sedangkan mediasi di luar pengadilan
ditangani oleh mediator swasta, perorangan, maupun sebuah lembaga
independen alternatif penyelesaian sengketa.
a. Mediasi dalam Sistem Peradilan
Dalam pasal 130 HIR dijelaskan bahwa mediasi dalam sistem peradilan
dilaksanakan dalam bentuk perdamaian yang menghasilkan produk berupa
akta persetujuan damai (akta perdamaian).
Hukum di Indonesia mengatur bahwa hasil mediasi harus dalam
bentuk tertulis. Hal tersebut tidak hanya berlaku untuk mediasi dalam
lingkup pengadilan tetapi juga bagi mediasi di luar pengadilan.
Dalam Perma No. 1 Tahun 2008 disebutkan bahwa: jika mediasi
menghasilkan kesepakatan, para pihak dengan bantuan mediator wajib
merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani
oleh para pihak. Kesepakatan tersebut wajib memuat klausul-klausul
pencabutan perkara atau pernyataan perkara telah selesai [pasal 17 ayat (1)
dan (6)].
b. Mediasi di Luar Pengadilan
Pada
dasarnya
dalam
kehidupan
sehari-hari,
mediasi
yang
berlangsung di luar pengadilan sering terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Hal tersebut dapat dilihat dari adanya peraturan hukum adat yang melekat
dan mendarah daging pada kebanyakan masyarakat Indonesia. Misalnya
seorang kepala adat atau kepala kerabat bertindak sebagai penengah dalam
memecahkan sebuah masalah/ sengketa dan memberi putusan terhadap
masalah tersebut. Karena mediasi di luar pengadilan ini merupakan bagian
dari adat istiadat atau budaya daerah tertentu maka penyebutan dan tata
cara pelaksanaannya juga berbada-beda sesuai dengan budaya yang berlaku
pada masyarakat dan daerah tersebut.
Sampai
saat
ini,
perkembangan
mediasi
sudah
sangat
baik.
Masyarakat modern yang dulunya cendrung memilih bentuk penyelesaian
perkara melalui litigasi, sekarang sudah berubah memilih mediasi. Hal
tersebut dapat dilihat dari pengintegrasian proses mediasi kedalam bentuk
perundang-undangan. Misalnya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004
tentang Penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial, Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan lain
sebagainya.
c. Mediasi – Arbitrase
Mediasi- Arbitrase adalah bentuk alternatif penyelesaian sengketa
yang merupakan kombinasi antara mediasi dan arbitrase. Dalam bentuk ini,
seorang yang netral diberi kewenangan untuk mengadakan mediasi, namun
demikian ia pun mempunyai kewenangan untuk memutuskan setiap isu
yang tidak dapat diselesaikan oleh para pihak. Sedangkan menurut Priyatna
Abdurrasyid bahwa mediasi-arbitrae dimulai dengan mediasi, dan jika tidak
menghasilkan penyelesaian dilanjutkan dengan arbitrase yang putusannya
fnal mengikat.
d. Mediasi Ad-Hoc dan Mediasi Kelembagaan
Dengan mengacu pada ketentuan pasal 6 ayat 4 undang-undang
Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, mediasi ad-hoc terbentuk dengan adanya kesepakatan para pihak
dalam hal menentukan mediator untuk menyelesaikan perselisihannya, yang
mempunyai sifat tidak permanen. Jenis ini bersifat sementara atau temporer
saja, karena dibentuk khusus untuk menyelesaikan perselisihan tertentu
sesuai dengan kebutuhan saat itu dan ketika selesai maka mediasi ini akan
bubar dengan sendirinya. Sebaliknya, mediasi kelembagaan merupakan
mediasi yang bersifat permanen atau terbentuk secara institusional/
melembaga, yakni suatu lembaga mediasi yang menyediakan jasa mediator
untuk membantu para pihak.
4. Tugas dan Fungsi Mediator
Berdasarkan Perma Nomor 2 Tahun 2008 tentang Prosedur mediasidi
Pengadilan , pasal 1 ayat 6 menyebutkan bahwa: “Mediator adalah pihak
netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari
berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara
memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian,” dengan demikian dapat
dikatakan bahwa pada setiap proses mediasi, mediator memegang peranan
yang sangat penting. Mediasi tidak akan terlaksana tanpa usaha seorang
mediator untuk mempertemukan keinginan para pihak dan mencari solusi
yang sama-sama menguntungkan atas permasalahan yang terjadi.
Dalam praktik, mediator sangat membutuhkan kemampuan personal
yang memungkinkannya berhubungan secara menyenangkan dengan para
pihak. Kemampuan pribadi yang terpenting adalah sifat tidak menghakimi,
yaitu dalam kaitannya dengan cara berfkir masing- masing pihak. Dengan
bekal berbagai kemampuan yang dimilikinya, mediator diharapkan dapat
menjalankan peranannya untuk menganalisis dan mendiagnosa sengketa
yang ada. Kemudian mendisain dan mengendalikan proses mediasi untuk
menuntun para pihak mencapai suatu kesepakatan. Adapun hal-hal yang
perlu dilakukan oleh seorang mediator dalam praktik, antara lain sebagai
berikut:
a. Melakukan diagnosis konflik
b. Mengidientifkasi masalah serta kepentingan-kepentingan kritis para pihak
c. Menyusun agenda
d. Memperlancar dan mengendalikan komunikasi
e. Mengajar para pihak dalam proses dan keterampilan tawar- menawar
f. Membantu para pihak mengumpulkan informasi penting, dan menciptakan
pilihan-pilihan untuk memudahkan penyelesaian problem.
Dalam kaitannya dengan itu, tugas mediator adalah mengarahkan dan
memfasilitasi
lancarnya
komunikasi
dan
membantu
para
pihak
agar
memperoleh pengertian tentang perselisihan secara keseluruhan sehingga
memungkinkan setiap pihak membuat penilaian yang objektif. Dengan
bantuan dan bimbingan mediator, para pihak bergerak kearah negosiasi
penyelesaian sengketa mereka.
Menurut Fuller4 salah seorang pakar hukum menyebutkan bahwa fungsi dari
seorang mediator ada 7, yakni:
a. Sebagai “katalisator”, mengandung pengertian bahwa kehadiran mediator
dalam proses perundingan mampu mendorong lahirnya suasana yang
konstruktif bagi diskusi.
b. Sebagai “pendidik”, berarti seorang harus berusaha memahami aspirasi,
prosedur kerja, keterbatasan politis, dan kendala usaha dari para puhak.
c. Sebagai “penerjemah”, berarti mediator harus berusaha menyampaikan
dan merumuskan usulan pihak yang satu kepada pihak yang lainnya melalui
bahasa atau ungkapan yang baik dengan tanpa mengurangi sasaran yang
dicapai oleh pengusul.
d. Sebagai “nara sumber” berarti seorang mediator harus mendayagunakan
sumber-sumber informasi yang tersedia.
e. Sebagai “penyandang berita jelek”, berarti seorang mediator harus
menyadari bahwa para pihak dalam proses perundingan dapat bersikap
emosional. Untuk itu, mediator harus mengadakan pertemuan terpisah
dengan pihak-pihak terkait untuk menampung berbagai usulan.
f. Sebagai “agen realitas”, berarti mediator harus berusaha memberikan
pengertian secara jelas kepada salah satu pihak bahwa sasarannya tidak
mungkin/ tidak masuk akal tercapai melalui perundingan.
g. Sebagai “kambing hitam”, berarti seorang mediator harus siap disalahkan,
misalnya dalam membuat kesepakatan hasil perundingan.
5. Proses Mediasi di Pengadilan Negeri
Dalam Perma nomor 1 Tahun 2008, prosedur pelaksanaan mediasi
dibagi dalam dua tahap sebagaimana yang diatur dalam Bab II, yaitu: Tahap
Pramediasi dan tahap mediasi . Tahap-tahap tersebut mencakup hal-hal
sebagai berikut:
a. Tahap Pramediasi
Tahap pramediasi merupakan tahap persiapan kea rah proses tahap mediasi,
yang terdiri atas:
1) Hakim Memerintahkan Menempuh Mediasi
Langkah pertama yang dilakukan seorang hakim pada tahap pramediasi
adalah sebagai berikut
a) Memerintahakan lebih dahulu menempuh mediasi
Perma telah memberikan fungsi dan kewenangan kepada hakim sebagai
berikut:
(1)
Memerintahkan
para
pihak
yang
berperkara
wajib
lebih
dahulu
menempuh penyelesaian melalui proses mediasi
(2) Kewajiban menempuh lebih dahulu penyelesaian proses mediasi bersifat
imperative, dan bukan regulative sehingga harus ditaati oleh para pihak.
(3) Saat hakim penyampaian perintah pada siding pertama, berarti
keberadaan
dan
fungsi
siding
pertama
hanya
acara
tunggal,
yaitu
memerintahkan para pihak wajib lebih dahulu untuk menempuh proses
mediasi.
b) Syarat Menyampaikan Perintah
Syarat
yang
harus
dipenuhi
agar
penyampaian
perintah
yang
mewajibkan para pihak mesti lebih dahulu menempuh mediasi, diatur dalam
pasal 2 ayat 3.
2) Hakim Wajib Menunda Persidangan
Tindakan selanjutnya yang harus dilakukan oleh seorang hakim dalam tahap
ini diatur dalam pasal 7 ayat (2), yaitu:
a) Hakim Wajib Menunda Persidangan
Bersamaan dengan perintah yang mewajibkan para pihak lebih dahulu
menempuh mediasi, hakim wajib menunda persidangan perkara. Secara
mutlak hakim dilarang melakukan pemeriksaan perkara tetapi harus
menundanya.
b) Memberi Kesempatan Menempuh Mediasi
Pada saat hakim menyampaikan perintah agar para pihak harus lebih
dahulu menempuh mediasi dibarengi dengan menuda pemeriksaan perkara,
hakim harus menjelaskan bahwa meksud penundaan itu adalah dalam
rangka member kesempatan kepada para pihak menempuh proses mediasi.
3) Hakim Wajib Memberi Penjelasan tentang Prosedur dan Biaya Mediasi
Tindakan berikutnya yang harus dilakukan oleh seorang hakim yaitu:
a) Wajib Memberi Penjelasan Prosedur Mediasi
Pada sidang pertama hakim juga wajib memberi penjelasan tata cara
dan prosedur mediasi yang meliputi tata cara pemilihan mediator, cara
pertemuan, perundingan, jadwal pertemuan, tenggang waktu berkenaan
dengan pemilihan mediator, proses mediasi dan penendatanganan hasil
kesepakatan.
b) Menjelaskan Biaya Mediasi
Hakim juga wajib menjelaskan hal-hal yang brekenaan dengan biaya
mediasi, terutama biaya yang disebut dalam pasal 10 ayat (3) dan (4), yaitu:
(a) Bila mediasi dilakukan ditempat lain, biaya ditanggung oleh para pihak
berdasarkan kesepakatan.
(b) Bila mediator yang disepakati bukan hakim tetapi berasal dari luar
lingkup daftar mediator yang ada di pengadilan, biaya mediator tersebut
ditanggung oleh para pihak berdasarkan kesepakatan para pihak.
4) Wajib memilih mediator
Tata cara pemilihan mediator diatur dalam pasal 8 yaitu:
a. Para pihak berhak memilih mediator.
Para pihak berhak memilih mediator di antara pilihan-pilihan berikut: a.
Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang bersangkutan; b.
Advokat atau akademisi hukum; c. Profesi bukan hukum yang dianggap para
pihak menguasai atau berpengalaman dalam pokok sengketa; d. Hakim
majelis pemeriksa perkara; e. Gabungan antara mediator yang disebut
dalam butir a dan d, atau gabungan butir b dan d, atau gabungan butir c dan
d. Jika dalam sebuah proses mediasi terdapat lebih dari satu orang mediator,
pembagian tugas mediator ditentukan dan disepakati oleh para mediator
sendiri.
b. Tidak tercapai kesepakatan
Apabila
para
pihak
atau
kuasa
mereka
tidak
menghasilkan
kesepakatan dalam memilih mediator sampai batas waktu yang telah
ditetapkan, para pihak wajib memilih mediator dari daftar pengadilan yang
telah tersedia. Hak para pihak untuk memilih mediator dari luar pengadilan
telah tertup.
c. Ketua majelis berwenang menunjuk mediator
Jika para pihak gagal memilih mediator dari daftar maupun luar daftar
mediator yang disediakan pengadilan, kemudian gagal pula memilih
mediator dari daftar pengadilan dalam waktu satu hari kerja sebagai tindak
lanjut dari kegagalan pertama maka penunjukan mediator dilimpahkan
kewenangannya kepada ketua majelis hakim yang memriksa perkara secara
ex-officio, yang dituangkan ke dalam penetapan.
1. Proses Mediasi oleh Mediator Luar
Perlakuan khusus proses mediasi yang menggunakan mediator di luar
daftar mediator yang dimiliki pengadilan. Perlakuan tersebut mengenai halhal sebagai berikut:
a. Proses mediasinya 40 hari
b. Tindakan para pihak selanjutnya adalah menghadap kembali pada hakim
yang memeriksa perkara dan meminta penetapan akta perdamaian atau
menyatakan pencabutan gugatan apabila proses mediasi mengahasilkan
kesepakatan.
I. Tahap Mediasi
Tahap mediasi terdiri atas:
1. Para Pihak Wajib Menyerakan Foto Kopi Dokumen
Setelah mediator terpilih atau ditunjuk, para pihak wajib menyerahkan
foto kopi dokumen yang memuat duduk perkara dan fotokopi surat-surat
yang diperlukan paling lambat dalam jangka waktu tujuh hari kerja terhitung
dari tanggal para pihak memilih mediator atau ketua mejelis menunjuk
mediator. Penyerahan dokumen ini tidak hanya kepada mediator tetapi juga
kepada
pihak
lain,
artinya
para
pihak
secara
timbale
balik
saling
menyerahkan dikumen dan surat-surat yang dimaksud.
2. Kewajiban dan Peran Mediator
Setelah para pihak saling memberikan dokumen perkara, selanjutnya
adalah mediator menentukan jadwal pertemuan yang benar-benar realistis
dan harus dihadiri oleh para pihak dengan atau tanpa di dampingi oleh
kuasa hukum mereka. Mediator juga dapat melakukan kaukus apabila
dianggap perlu dan mengundang ahli dengan syarat-syarat disetujui oleh
para pihak.
3. Sistem Proses Mediasi
Sistem proses mediasi dibedakan kedalam 3 sistem, yaitu:
a. Tertutup untuk umum
Sistem ini merupakan prinsip dasar. dalam pasal 6 disebutkan: “proses
mediasi pada asasnya tertutup untuk umu, kecuali para pihak menghendaki
lain”.
b. Terbuka untuk umum atas persetujuan para pihak
Kebolehan melakukan proses pertemuan mediasi terbuka untuk
umum, menurut pasal 6 pula, yakni kecuali para pihak menghendaki lain”.
Dalam arti para pihak menyetujui dan kehendak atau persetujuan itu harus
dinyatakan dengan tegas.
4. Mediasi Mengahasilkan Kesepakatan
Apabila mediasi menghasilkan kesepakatan, maka para pihak wajib
merumuskan kesepakatan secara tertulis dengan dibantu oleh mediator dan
ditandatangani oleh para pihak setelak kesepakatan tersebut diperiksa oleh
mediator untuk menghindari terjadinya kesepakatan yang betentangan
dengan hukum. Dalam kesepakatan ini, wajib dicantumkan klausula-klusula
pencabutan perkara atau pernyataan perkara telah selesai.
5. Proses Mediasi Gagal
Apabila proses mediasi gagal, yaitu dalam jangka waktu yang telah
ditentukan (40 hari kerja) dan telah dipenpanjang selama 14 hari atas
namun mediasi tidak menghasilkan kesepakatan maka mediator wajib
memberitahukan kegagalan tersebut kepada hakim secara tertulis. Setelah
menerima
pemberitahuan
tersebut
maka
hakim
segera
melanjutkan
pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku.
KESIMPULAN
Mediasi adalah upaya penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak
ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan
yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian
(solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak.
Mediasi disebut emergent mediation apabila mediatornya merupakan
anggota dari sistem sosial pihak-pihak yang bertikai, memiliki hubungan
lama dengan pihak-pihak yang bertikai, berkepentingan dengan hasil
perundingan, atau ingin memberikan kesan yang baik misalnya sebagai
teman yang solider.
Pengertian mediasi yaitu suatu proses damai dimana para pihak yang
bersengketa
(seseorang
menyerahkan
yg
mengatur
penyelesaiannya
pertemuan
kepada
antara
2
seorang
pihak
atau
mediator
lebih
yg
bersengketa) untuk mencapai hasil akhir yang adil, tanpa biaya besar besar
tetapi tetap efektif dan diterima sepenuhnya oleh kedua belah pihak yang
bersengketa. Pihak ketiga (mediator) berperan sebagai pendamping dan
penasihat. Sebagai salah satu mekanisme menyelesaikan sengketa, mediasi
digunakan di banyak masyarakat dan diterapkan kepada berbagai kasus
konflik.
DAFTAR PUSTAKA
-
http://id.wikipedia.org/wiki/Mediasi
-
http://mediasidalamperkaraperdata.blogspot.com/
-
http://elibrary.ub.ac.id/handle/123456789/32896
-
http://pedulihukum.blogspot.com/2009/02/negoisasi-dan-mediasi.html
MEDIASI
RAFDI SIDDIK
NIM : 1203101010081
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS
SYIAH KUALA
2014
PENDAHULUAN
Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup berinteraksi satu
dengan yang lainnya. Interaksi sosial ini dimulai dari tingkat yang paling
sederhana sehingga ke tahap yang lebih besar dan kompleks. Hal tersebut
terwujud dalam bentuk kehidupan bermasyarakat yang beradab dan terus
berkembang dari masa ke masa. Perkembangan peradaban tersebut terjadi
karena pada setiap diri manusia dilengkapi oleh daya cipta, rasa,dan karsa.
Penerapan interaksi sosial dalam kehidupan bermasyarakat tidak selamanya
berjalan selaras dan harmonis. Seringkali yang terjadi adalah perbedaan
pemikiran, pendapat, dan keinginan antar manusia yang satu dengan yang
lain. Perbedaan ini kemudian menjadi cikal bakal lahirnya sengketa atau
konflik dalam masyarakat. Konflik ini pun senantiasa berkembang mengikuti
perkembangan peradaban masyarakat atau suatu bangsa.
Hal tersebut kemudian mendorong bagi yang mulai berpikir modern
untuk membentuk suatu mekanisme penyelesaian konflik (sengketa) mulai
dari bentuk yang paling sederhana hingga menjadi suatu sistem yang kini
disebut sebagai sistem peradilan yang senantiasa mengacu pada hukum
positif dan norma-norma atau kaidah-kaidah dalam masyarakat.
Sistem peradilan yang dimiliki oleh setiap negara dipandang sebagai jalan
terbaik dalam menyelesaikan sengketa. Sehingga setiap kali muncul konflik
maka yang timbul dalam pikiran adalah penyelesaiannya harus melalui
pengadilan (litigasi) padahal dalam proses pengadilan terdapat banyak
tahap dan segudang aturan main yang harus dipenuhi. Belum lagi apabila
kasus tersebut berlarut-larut dan berlanjut ke tingkat yang lebih tinggi. Tentu
saja penyelesaiannya memakan waktu yang lama dan biaya yang besar bagi
setiap pencari keadilan.
Dari beberapa permasalahan tersebut, muncullah pemikiran untuk
melahirkan sebuah bentuk alternatif dispute resolution (ADR), termasuk di
Indonesia. Hadirnya ADR tersebut bukan untuk mengacaukan pelaksanaan
hukum acara sebagai hukum formil dari hukum publik dan hukum privat
yang berlaku. Hal tersebut membuka pintu baru bagi masyarakat selaku
pencari keadilan, agar setiap sengketa tidak selalu diproses di pengadilan
dengan waktu yang lama dan biaya yang mahal serta untuk tetap membantu
pencapaian tujuan hukum (keadilan, kepastian, dan kemanfaatan.) Maka
dikeluarkanlah beberapa peraturan yang secara khusus mengatur tentang
alternative penyelesaian sengketa.
Misalnya undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan
alternatif penyelesaian sengketa. Dalam pasal 1 angka 10 dan alinea kedua
dari penjelasan undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 menjelaskan bahwa
masyarakat
dimungkinkan
memakai
alternatif
lain
dalam
usaha
penyelesaian sengketa, antara lain dengan cara : konsultasi, negosiasi,
mediasi, dan konsiliasi atau penilaian ahli. Hal ini kemudian semakin
dipertegas dengan dikeluarkannya peraturan Mahkamah Agung (Perma)
Nomor 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan.
ISI
a. Pengertian Mediasi
Sebagai bentuk dari alternative Dispute Rosolutian (ADR), terdapat
devinisi yang beragam tentang mediasi yang dikemukakan oleh para pakar
hukum. Namun secara umum, banyak mengakui bahwa mediasi adalah
proses untuk menyelesaikan sengketa dengan melakukan bantuan pihak
ketiga. Peran pihak ketiga itu adalah dengan melibatkan diri dari bantuan
para pihak dalam mengidientifkasi masalah-masalah yang disengketakan.
Dalam Perma No. 1 Tahun 2008, pengertian mediasi disebutkan pasal 1 butir
7, yaitu:
“Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan
untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator”.
Berdasarkan uraian tersebut, mediasi merupakan suatu proses yang
ditunjukan
untuk
memungkinkan
para
pihak
yang
bersengketa
mendiskusikan perbedaan-perbedaan mereka dengan bantuan pihak ketiga
yang netral. Tugas utama dari pihak yang netral tersebut (mediator) adalah
menolong para pihak memahami pandangan pihak lain sehubungan dengan
masalah yang disengketakan. Selanjutnya mediator membantu mereka
melakukan penilaian yang objektif dari seluruh situasi untuk mencapai
kesepakatan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak, guna mengakhiri
sengketa yang terjadi.
b. Dasar Hukum Mediasi
Secara
sederhana
dapat
dijelaskan
bahwa
dasar
hukum
yang
mengatur pengintegrasian mediasi kedalam sistem peradilan pada dasarnya
bertitik tolak pada ketentuan pasal 130 HIR maupun pasal 154 R.Bg.
Untuk lebih memberdayakan dan mengefektifkannya, Mahkamah
Agung menuangkan ketentuan tersebut ke dalan suatu bentuk yang bersifat
memaksa, yaitu dengan mengaturnya kedalam UU No. 2 Tahun 2003
tentang prosedur mediasi. Namun belakangan Mahkamah Agung menyadari
bahwa Perma tersebut kurang teraplikasikan sebagai landasan hukum
mediasi karena tidak tampak perubahan sistem dan prosedural perkara
masih berlangsung secara konvensional melalui proses litigasi.
Jenis- Jenis Mediasi
Secara umum, mediasi dapat dibagi kedalam dua jenis yakni Mediasi
dalam Sistem Peradilan dan Mediasi di Luar Pengadilan. Mediasi yang berada
di dalam pengadilan diatur oleh Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1
Tahun 2008 yang mewajibkan ditempuhnya proses mediasi sebelum
pemeriksaan pokok perkara perdata dengan mediator terdiri dari hakimhakim Pengadilan Negeri tersebut sedangkan mediasi di luar pengadilan
ditangani oleh mediator swasta, perorangan, maupun sebuah lembaga
independen alternatif penyelesaian sengketa.
a. Mediasi dalam Sistem Peradilan
Dalam pasal 130 HIR dijelaskan bahwa mediasi dalam sistem peradilan
dilaksanakan dalam bentuk perdamaian yang menghasilkan produk berupa
akta persetujuan damai (akta perdamaian).
Hukum di Indonesia mengatur bahwa hasil mediasi harus dalam
bentuk tertulis. Hal tersebut tidak hanya berlaku untuk mediasi dalam
lingkup pengadilan tetapi juga bagi mediasi di luar pengadilan.
Dalam Perma No. 1 Tahun 2008 disebutkan bahwa: jika mediasi
menghasilkan kesepakatan, para pihak dengan bantuan mediator wajib
merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani
oleh para pihak. Kesepakatan tersebut wajib memuat klausul-klausul
pencabutan perkara atau pernyataan perkara telah selesai [pasal 17 ayat (1)
dan (6)].
b. Mediasi di Luar Pengadilan
Pada
dasarnya
dalam
kehidupan
sehari-hari,
mediasi
yang
berlangsung di luar pengadilan sering terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Hal tersebut dapat dilihat dari adanya peraturan hukum adat yang melekat
dan mendarah daging pada kebanyakan masyarakat Indonesia. Misalnya
seorang kepala adat atau kepala kerabat bertindak sebagai penengah dalam
memecahkan sebuah masalah/ sengketa dan memberi putusan terhadap
masalah tersebut. Karena mediasi di luar pengadilan ini merupakan bagian
dari adat istiadat atau budaya daerah tertentu maka penyebutan dan tata
cara pelaksanaannya juga berbada-beda sesuai dengan budaya yang berlaku
pada masyarakat dan daerah tersebut.
Sampai
saat
ini,
perkembangan
mediasi
sudah
sangat
baik.
Masyarakat modern yang dulunya cendrung memilih bentuk penyelesaian
perkara melalui litigasi, sekarang sudah berubah memilih mediasi. Hal
tersebut dapat dilihat dari pengintegrasian proses mediasi kedalam bentuk
perundang-undangan. Misalnya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004
tentang Penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial, Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan lain
sebagainya.
c. Mediasi – Arbitrase
Mediasi- Arbitrase adalah bentuk alternatif penyelesaian sengketa
yang merupakan kombinasi antara mediasi dan arbitrase. Dalam bentuk ini,
seorang yang netral diberi kewenangan untuk mengadakan mediasi, namun
demikian ia pun mempunyai kewenangan untuk memutuskan setiap isu
yang tidak dapat diselesaikan oleh para pihak. Sedangkan menurut Priyatna
Abdurrasyid bahwa mediasi-arbitrae dimulai dengan mediasi, dan jika tidak
menghasilkan penyelesaian dilanjutkan dengan arbitrase yang putusannya
fnal mengikat.
d. Mediasi Ad-Hoc dan Mediasi Kelembagaan
Dengan mengacu pada ketentuan pasal 6 ayat 4 undang-undang
Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, mediasi ad-hoc terbentuk dengan adanya kesepakatan para pihak
dalam hal menentukan mediator untuk menyelesaikan perselisihannya, yang
mempunyai sifat tidak permanen. Jenis ini bersifat sementara atau temporer
saja, karena dibentuk khusus untuk menyelesaikan perselisihan tertentu
sesuai dengan kebutuhan saat itu dan ketika selesai maka mediasi ini akan
bubar dengan sendirinya. Sebaliknya, mediasi kelembagaan merupakan
mediasi yang bersifat permanen atau terbentuk secara institusional/
melembaga, yakni suatu lembaga mediasi yang menyediakan jasa mediator
untuk membantu para pihak.
4. Tugas dan Fungsi Mediator
Berdasarkan Perma Nomor 2 Tahun 2008 tentang Prosedur mediasidi
Pengadilan , pasal 1 ayat 6 menyebutkan bahwa: “Mediator adalah pihak
netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari
berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara
memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian,” dengan demikian dapat
dikatakan bahwa pada setiap proses mediasi, mediator memegang peranan
yang sangat penting. Mediasi tidak akan terlaksana tanpa usaha seorang
mediator untuk mempertemukan keinginan para pihak dan mencari solusi
yang sama-sama menguntungkan atas permasalahan yang terjadi.
Dalam praktik, mediator sangat membutuhkan kemampuan personal
yang memungkinkannya berhubungan secara menyenangkan dengan para
pihak. Kemampuan pribadi yang terpenting adalah sifat tidak menghakimi,
yaitu dalam kaitannya dengan cara berfkir masing- masing pihak. Dengan
bekal berbagai kemampuan yang dimilikinya, mediator diharapkan dapat
menjalankan peranannya untuk menganalisis dan mendiagnosa sengketa
yang ada. Kemudian mendisain dan mengendalikan proses mediasi untuk
menuntun para pihak mencapai suatu kesepakatan. Adapun hal-hal yang
perlu dilakukan oleh seorang mediator dalam praktik, antara lain sebagai
berikut:
a. Melakukan diagnosis konflik
b. Mengidientifkasi masalah serta kepentingan-kepentingan kritis para pihak
c. Menyusun agenda
d. Memperlancar dan mengendalikan komunikasi
e. Mengajar para pihak dalam proses dan keterampilan tawar- menawar
f. Membantu para pihak mengumpulkan informasi penting, dan menciptakan
pilihan-pilihan untuk memudahkan penyelesaian problem.
Dalam kaitannya dengan itu, tugas mediator adalah mengarahkan dan
memfasilitasi
lancarnya
komunikasi
dan
membantu
para
pihak
agar
memperoleh pengertian tentang perselisihan secara keseluruhan sehingga
memungkinkan setiap pihak membuat penilaian yang objektif. Dengan
bantuan dan bimbingan mediator, para pihak bergerak kearah negosiasi
penyelesaian sengketa mereka.
Menurut Fuller4 salah seorang pakar hukum menyebutkan bahwa fungsi dari
seorang mediator ada 7, yakni:
a. Sebagai “katalisator”, mengandung pengertian bahwa kehadiran mediator
dalam proses perundingan mampu mendorong lahirnya suasana yang
konstruktif bagi diskusi.
b. Sebagai “pendidik”, berarti seorang harus berusaha memahami aspirasi,
prosedur kerja, keterbatasan politis, dan kendala usaha dari para puhak.
c. Sebagai “penerjemah”, berarti mediator harus berusaha menyampaikan
dan merumuskan usulan pihak yang satu kepada pihak yang lainnya melalui
bahasa atau ungkapan yang baik dengan tanpa mengurangi sasaran yang
dicapai oleh pengusul.
d. Sebagai “nara sumber” berarti seorang mediator harus mendayagunakan
sumber-sumber informasi yang tersedia.
e. Sebagai “penyandang berita jelek”, berarti seorang mediator harus
menyadari bahwa para pihak dalam proses perundingan dapat bersikap
emosional. Untuk itu, mediator harus mengadakan pertemuan terpisah
dengan pihak-pihak terkait untuk menampung berbagai usulan.
f. Sebagai “agen realitas”, berarti mediator harus berusaha memberikan
pengertian secara jelas kepada salah satu pihak bahwa sasarannya tidak
mungkin/ tidak masuk akal tercapai melalui perundingan.
g. Sebagai “kambing hitam”, berarti seorang mediator harus siap disalahkan,
misalnya dalam membuat kesepakatan hasil perundingan.
5. Proses Mediasi di Pengadilan Negeri
Dalam Perma nomor 1 Tahun 2008, prosedur pelaksanaan mediasi
dibagi dalam dua tahap sebagaimana yang diatur dalam Bab II, yaitu: Tahap
Pramediasi dan tahap mediasi . Tahap-tahap tersebut mencakup hal-hal
sebagai berikut:
a. Tahap Pramediasi
Tahap pramediasi merupakan tahap persiapan kea rah proses tahap mediasi,
yang terdiri atas:
1) Hakim Memerintahkan Menempuh Mediasi
Langkah pertama yang dilakukan seorang hakim pada tahap pramediasi
adalah sebagai berikut
a) Memerintahakan lebih dahulu menempuh mediasi
Perma telah memberikan fungsi dan kewenangan kepada hakim sebagai
berikut:
(1)
Memerintahkan
para
pihak
yang
berperkara
wajib
lebih
dahulu
menempuh penyelesaian melalui proses mediasi
(2) Kewajiban menempuh lebih dahulu penyelesaian proses mediasi bersifat
imperative, dan bukan regulative sehingga harus ditaati oleh para pihak.
(3) Saat hakim penyampaian perintah pada siding pertama, berarti
keberadaan
dan
fungsi
siding
pertama
hanya
acara
tunggal,
yaitu
memerintahkan para pihak wajib lebih dahulu untuk menempuh proses
mediasi.
b) Syarat Menyampaikan Perintah
Syarat
yang
harus
dipenuhi
agar
penyampaian
perintah
yang
mewajibkan para pihak mesti lebih dahulu menempuh mediasi, diatur dalam
pasal 2 ayat 3.
2) Hakim Wajib Menunda Persidangan
Tindakan selanjutnya yang harus dilakukan oleh seorang hakim dalam tahap
ini diatur dalam pasal 7 ayat (2), yaitu:
a) Hakim Wajib Menunda Persidangan
Bersamaan dengan perintah yang mewajibkan para pihak lebih dahulu
menempuh mediasi, hakim wajib menunda persidangan perkara. Secara
mutlak hakim dilarang melakukan pemeriksaan perkara tetapi harus
menundanya.
b) Memberi Kesempatan Menempuh Mediasi
Pada saat hakim menyampaikan perintah agar para pihak harus lebih
dahulu menempuh mediasi dibarengi dengan menuda pemeriksaan perkara,
hakim harus menjelaskan bahwa meksud penundaan itu adalah dalam
rangka member kesempatan kepada para pihak menempuh proses mediasi.
3) Hakim Wajib Memberi Penjelasan tentang Prosedur dan Biaya Mediasi
Tindakan berikutnya yang harus dilakukan oleh seorang hakim yaitu:
a) Wajib Memberi Penjelasan Prosedur Mediasi
Pada sidang pertama hakim juga wajib memberi penjelasan tata cara
dan prosedur mediasi yang meliputi tata cara pemilihan mediator, cara
pertemuan, perundingan, jadwal pertemuan, tenggang waktu berkenaan
dengan pemilihan mediator, proses mediasi dan penendatanganan hasil
kesepakatan.
b) Menjelaskan Biaya Mediasi
Hakim juga wajib menjelaskan hal-hal yang brekenaan dengan biaya
mediasi, terutama biaya yang disebut dalam pasal 10 ayat (3) dan (4), yaitu:
(a) Bila mediasi dilakukan ditempat lain, biaya ditanggung oleh para pihak
berdasarkan kesepakatan.
(b) Bila mediator yang disepakati bukan hakim tetapi berasal dari luar
lingkup daftar mediator yang ada di pengadilan, biaya mediator tersebut
ditanggung oleh para pihak berdasarkan kesepakatan para pihak.
4) Wajib memilih mediator
Tata cara pemilihan mediator diatur dalam pasal 8 yaitu:
a. Para pihak berhak memilih mediator.
Para pihak berhak memilih mediator di antara pilihan-pilihan berikut: a.
Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang bersangkutan; b.
Advokat atau akademisi hukum; c. Profesi bukan hukum yang dianggap para
pihak menguasai atau berpengalaman dalam pokok sengketa; d. Hakim
majelis pemeriksa perkara; e. Gabungan antara mediator yang disebut
dalam butir a dan d, atau gabungan butir b dan d, atau gabungan butir c dan
d. Jika dalam sebuah proses mediasi terdapat lebih dari satu orang mediator,
pembagian tugas mediator ditentukan dan disepakati oleh para mediator
sendiri.
b. Tidak tercapai kesepakatan
Apabila
para
pihak
atau
kuasa
mereka
tidak
menghasilkan
kesepakatan dalam memilih mediator sampai batas waktu yang telah
ditetapkan, para pihak wajib memilih mediator dari daftar pengadilan yang
telah tersedia. Hak para pihak untuk memilih mediator dari luar pengadilan
telah tertup.
c. Ketua majelis berwenang menunjuk mediator
Jika para pihak gagal memilih mediator dari daftar maupun luar daftar
mediator yang disediakan pengadilan, kemudian gagal pula memilih
mediator dari daftar pengadilan dalam waktu satu hari kerja sebagai tindak
lanjut dari kegagalan pertama maka penunjukan mediator dilimpahkan
kewenangannya kepada ketua majelis hakim yang memriksa perkara secara
ex-officio, yang dituangkan ke dalam penetapan.
1. Proses Mediasi oleh Mediator Luar
Perlakuan khusus proses mediasi yang menggunakan mediator di luar
daftar mediator yang dimiliki pengadilan. Perlakuan tersebut mengenai halhal sebagai berikut:
a. Proses mediasinya 40 hari
b. Tindakan para pihak selanjutnya adalah menghadap kembali pada hakim
yang memeriksa perkara dan meminta penetapan akta perdamaian atau
menyatakan pencabutan gugatan apabila proses mediasi mengahasilkan
kesepakatan.
I. Tahap Mediasi
Tahap mediasi terdiri atas:
1. Para Pihak Wajib Menyerakan Foto Kopi Dokumen
Setelah mediator terpilih atau ditunjuk, para pihak wajib menyerahkan
foto kopi dokumen yang memuat duduk perkara dan fotokopi surat-surat
yang diperlukan paling lambat dalam jangka waktu tujuh hari kerja terhitung
dari tanggal para pihak memilih mediator atau ketua mejelis menunjuk
mediator. Penyerahan dokumen ini tidak hanya kepada mediator tetapi juga
kepada
pihak
lain,
artinya
para
pihak
secara
timbale
balik
saling
menyerahkan dikumen dan surat-surat yang dimaksud.
2. Kewajiban dan Peran Mediator
Setelah para pihak saling memberikan dokumen perkara, selanjutnya
adalah mediator menentukan jadwal pertemuan yang benar-benar realistis
dan harus dihadiri oleh para pihak dengan atau tanpa di dampingi oleh
kuasa hukum mereka. Mediator juga dapat melakukan kaukus apabila
dianggap perlu dan mengundang ahli dengan syarat-syarat disetujui oleh
para pihak.
3. Sistem Proses Mediasi
Sistem proses mediasi dibedakan kedalam 3 sistem, yaitu:
a. Tertutup untuk umum
Sistem ini merupakan prinsip dasar. dalam pasal 6 disebutkan: “proses
mediasi pada asasnya tertutup untuk umu, kecuali para pihak menghendaki
lain”.
b. Terbuka untuk umum atas persetujuan para pihak
Kebolehan melakukan proses pertemuan mediasi terbuka untuk
umum, menurut pasal 6 pula, yakni kecuali para pihak menghendaki lain”.
Dalam arti para pihak menyetujui dan kehendak atau persetujuan itu harus
dinyatakan dengan tegas.
4. Mediasi Mengahasilkan Kesepakatan
Apabila mediasi menghasilkan kesepakatan, maka para pihak wajib
merumuskan kesepakatan secara tertulis dengan dibantu oleh mediator dan
ditandatangani oleh para pihak setelak kesepakatan tersebut diperiksa oleh
mediator untuk menghindari terjadinya kesepakatan yang betentangan
dengan hukum. Dalam kesepakatan ini, wajib dicantumkan klausula-klusula
pencabutan perkara atau pernyataan perkara telah selesai.
5. Proses Mediasi Gagal
Apabila proses mediasi gagal, yaitu dalam jangka waktu yang telah
ditentukan (40 hari kerja) dan telah dipenpanjang selama 14 hari atas
namun mediasi tidak menghasilkan kesepakatan maka mediator wajib
memberitahukan kegagalan tersebut kepada hakim secara tertulis. Setelah
menerima
pemberitahuan
tersebut
maka
hakim
segera
melanjutkan
pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku.
KESIMPULAN
Mediasi adalah upaya penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak
ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan
yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian
(solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak.
Mediasi disebut emergent mediation apabila mediatornya merupakan
anggota dari sistem sosial pihak-pihak yang bertikai, memiliki hubungan
lama dengan pihak-pihak yang bertikai, berkepentingan dengan hasil
perundingan, atau ingin memberikan kesan yang baik misalnya sebagai
teman yang solider.
Pengertian mediasi yaitu suatu proses damai dimana para pihak yang
bersengketa
(seseorang
menyerahkan
yg
mengatur
penyelesaiannya
pertemuan
kepada
antara
2
seorang
pihak
atau
mediator
lebih
yg
bersengketa) untuk mencapai hasil akhir yang adil, tanpa biaya besar besar
tetapi tetap efektif dan diterima sepenuhnya oleh kedua belah pihak yang
bersengketa. Pihak ketiga (mediator) berperan sebagai pendamping dan
penasihat. Sebagai salah satu mekanisme menyelesaikan sengketa, mediasi
digunakan di banyak masyarakat dan diterapkan kepada berbagai kasus
konflik.
DAFTAR PUSTAKA
-
http://id.wikipedia.org/wiki/Mediasi
-
http://mediasidalamperkaraperdata.blogspot.com/
-
http://elibrary.ub.ac.id/handle/123456789/32896
-
http://pedulihukum.blogspot.com/2009/02/negoisasi-dan-mediasi.html