STTD PART 5 PEDOMAN KAPASITAS JALAN INDO
Kapasitas Simpang
Tabel 8 - Nilai normal variabel lalu lintas umum ......................................................... 19 Tabel 9 -
Klasifikasi ukuran kota dan Faktor koreksi Ukuran Kota (F UK ) ..................... 21 Tabel 10 -
Tipe lingkungan jalan .................................................................................. 21 Tabel 11 -
Kriteria hambatan samping .......................................................................... 21 Tabel 12 -
F HS sebagai fungsi dari tipe lingkungan jalan, HS, dan R KTB ........................ 22 Tabel A.1 -
Nilai ekivalen kendaraan ringan untuk KS dan SM ...................................... 25 Tabel A.2 -
Kriteria tipe Simpang ................................................................................... 25 Tabel A.3 -
Batas variasi data empiris untuk kapasitas Simpang ................................... 25 Tabel A.4 -
Kondisi arus lalu lintas masuk Simpang dan ukuran kota sebagai masukan untuk pemilihan tipe Simpangyang paling ekonomis ................................... 26
Tabel A.5 - Angka kecelakaan lalu lintas (laka) pada Jenis dan tipe Simpang tertentu sebagai pertimbangan keselamatan dalam pemilihan tipe Simpang ............ 27
Tabel A.6 - Detail Teknis yang harus menjadi pertimbangan dalam desain teknis rinci . 27
iii
Prakata
Pedoman kapasitas Simpang ini merupakan bagian dari penyusunan pedoman kapasitas jalan Indonesia 2014 (PKJI'14), dalam upaya memutakhir kan MKJI’97 diharapkan dapat memandu dan menjadi acuan teknis bagi para penye- lenggara jalan, penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan, pengajar, praktisi baik di tingkat pusat maupun di daerah dalam melakukan perencanaan dan evaluasi kapasitas Simpang,. Istilah kapasitas Simpang yang dipakai dalam pedoman ini sebelumnya disebut Simpang tak bersinyal.
Pedoman ini dipersiapkan oleh panitia teknis 91-01 Bahan Konstruksi dan Rekayasa Sipil pada Subpanitia Teknis Rekayasa (subpantek) Jalan dan Jembatan 91-01/S2 melalui Gugus Kerja Teknik Lalu Lintas dan Lingkungan Jalan.
Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional (PSN) 08:2007 dan dibahas dalam forum rapat teknis yang diselenggarakan pada tanggal 7 Oktober 2013 di Bandung, oleh subpantek Jalan dan Jembatan yang melibatkan para narasumber, pakar, dan lembaga terkait.
iv
Pendahuluan
Pedoman ini disusun dalam upaya memutakhirkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI'97) yang telah digunakan lebih dari 12 tahun sejak diterbitkan. Beberapa pertim- bangan yang disimpulkan dari pendapat dan masukan para pakar rekayasa lalu lintas dan transportasi, serta workshop permasalahan MKJI'97 pada tahun 2009 adalah:
1) sejak MKJI’97 diterbitkan sampai saat ini, banyak perubahan dalam kondisi perlalu lintasan dan jalan, diantaranya adalah populasi kendaraan, komposisi kendaraan, teknologi kendaraan, panjang jalan, dan regulasi tentang lalu lintas, sehingga perlu dikaji dampaknya terhadap kapasitas jalan; +perilaku lalu lintas+hirarki manajemen simpang
2) khususnya sepeda motor, terjadinya kenaikan porsinya dalam arus lalu lintas yang signifikan;
3) terdapat indikasi ketidak akuratan estimasi MKJI 1997 terhadap kenyataannya,
4) MKJI ’97 telah menjadi acuan baik dalam penyelenggaraan jalan maupun dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan sehingga perlu untuk secara periodik dimutakhirkan dan ditingkatkan akurasinya;
Indonesia tidak memakai langsung manual-manual kapasitas jalan yang telah ada seperti dari United Kingdom, United State of America, Australia, Jepang, sebagaimana diungkapkan dalam Laporan MKJI phase I, tahun 1993. Hal ini disebabkan terutama oleh:
1) komposisi lalu lintas di Indonesia memiliki porsi sepeda motor yang tinggi dan dewasa ini semakin meningkat,
2) aturan “right of way” di Simpang dan titik-titik konflik yang lain tidak jelas sekalipun Indonesia memiliki regulasi prioritas.
Pedoman ini merupakan pemutakhiran Simpang tak bersinyal dari MKJI'97. Selanjutnya, pedoman ini disebut Pedoman Simpang sebagai bagian dari Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014 (PKJI'14). PKJI ’14 keseluruhan melingkupi:
1) Pendahuluan
2) Kapasitas jalan luar kota
3) Kapasitas jalan perkotaan
4) Kapasitas jalan bebas hambatan
5) Kapasitas Simpang APILL
6) Kapasitas Simpang
7) Kapasitas jalinan dan bundaran
8) Perangkat lunak kapasitas jalan yang akan dikemas dalam publikasi terpisah-pisah sesuai kemajuan pemutakhiran. Pemutakhiran ini, pada umumnya terfokus pada nilai-nilai ekivalen satuan mobil penumpang
(emp) atau ekivalen kendaraan ringan (ekr), kapasitas dasar (C 0 ), dan cara penulisan. Nilai ekr mengecil sebagai akibat dari meningkatnya proporsi sepeda motor dalam arus alu lintas
yang juga mempengaruhi nilai C 0 .
Pemutakhiran perangkat lunak kapasitas jalan tidak dilakukan, tetapi otomatisasi perhitungan terkait contoh-contoh (Lihat Lampiran D) dilakukan dalam bentuk spreadsheet Excell (dipublikasikan terpisah) dapat digunakan. Sejauh tipe persoalannya sama dengan contoh, spreadsheet tersebut dapat digunakan dengan cara mengubah data masukannya.
Pedoman ini dapat dipakai untuk menganalisis desain Simpang yang baru, peningkatan Simpang yang sudah lama dioperasikan, dan evaluasi kinerja lalu lintas Simpang.
Kapasitas Simpang
1 Ruang lingkup
Pedoman ini menetapkan ketentuan perhitungan kapasitas untuk keperluan perencanaan dan evaluasi kinerja Simpang, meliputi kapasitas Simpang (C) dan kinerja lalu lintas Simpang yang
diukur oleh derajat kejenuhan (D J ), tundaan (T), dan peluang antrian (P A ), untuk Simpang-3 dan Simpang-4 yang berada di wilayah perkotaan atau semi perkotaan
2 Acuan normatif
Dokumen referensi di bawah ini harus digunakan dan tidak dapat ditinggalkan untuk melaksanakan pedoman ini, yaitu:
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.19 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan. Di prakata PDT PP55/2012 ttg kendaraan
3 Istilah dan definisi
Untuk tujuan penggunaan dalam Pedoman ini, istilah dan definisi berikut ini digunakan:
arus lalu lintas belok kanan (q BKa )
jumlah kendaraan-kendaraan yang membelok ke kanan dari suatu pendekat, dalam satuan kendaraan per jam (kend/jam) atau satuan kendaraan ringan per jam (skr/jam)
arus lalu lintas belok kiri (q BKi )
jumlah kendaraan-kendaraan yang membelok ke kiri dari suatu pendekat, dalam satuan kend/jam atau skr/jam
arus lalu lintas jam desain (q JD ) Simpang
arus lalu lintas selama satu jam yang ditetapkan sebagai dasar desain, biasanya diperoleh dari perkalian LHRT dengan faktor-k, dinyatakan dalam satuan skr/jam
arus lalu lintas total jalan mayor (q ma )
jumlah kendaraan-kendaraan yang masuk Simpang dari semua arah jalan mayor, dalam satuan kend/jam atau skr/jam
arus lalu lintas total jalan minor (q mi )
jumlah kendaraan-kendaraan yang masuk Simpang dari semua arah jalan minor, dalam satuan kend/jam atau skr/jam
3.6 biaya siklus hidup (BSH)
adalah biaya pembangunan dan pengoperasian suatu Persimpangan selama kurun waktu tertentu untuk melayani (menyalurkan) arus lalu lintas yang dapat dinyatakan dalam bentuk adalah biaya pembangunan dan pengoperasian suatu Persimpangan selama kurun waktu tertentu untuk melayani (menyalurkan) arus lalu lintas yang dapat dinyatakan dalam bentuk
3.7 derajat kejenuhan (D J )
rasio antara arus lalu lintas (q) terhadap kapasitas (C)
ekivalen kendaraan ringan (ekr)
faktor konversi untuk jenis kendaran sedang, kendaraan berat, dan sepeda motor dibandingkan terhadap kendaraan ringan sehubungan dengan dampaknya terhadap kapasitas jalan. Nilai ekr kendaraan ringan adalah satu
3.9 faktor-k atau K
faktor arus lalu lintas jam desain, dipakai untuk menghitung arus lalu lintas jam desain (q JD ). Nilainya berkisar antara 7% s.d. 12%. Nilai yang rendah digunakan untuk arus lalu lintas yang padat dan nilai yang besar untuk arus lalu lintas yang lengang
faktor koreksi lebar pendekat rata-rata (F LP )
faktor koreksi nilai kapasitas dasar sehubungan dengan ketidak-bakuan lebar rata-rata pende- kat-pendekat Simpang
faktor koreksi tipe median pada jalan mayor (F M )
faktor koreksi nilai kapasitas dasar sehubungan dengan ada atau tidaknya serta tipe median jalan pada jalan mayor
faktor koreksi ukuran kota (F UK )
faktor koreksi nilai kapasitas dasar sehubungan dengan ukuran kota. Semakin besar ukuran kota semakin banyak populasinya semakin padat lalu lintasnya, dan semakin agresif para pengemudinya. Dalam konteks perkotaan, agresifitas pengemudi dilingkungan kota dan semi perkotaan dianggap sama sehingga faktor koreksinya sama
faktor koreksi hambatan samping (F HS )
faktor koreksi nilai kapasitas dasar akibat tipe lingkungan jalan, hambatan samping, dan arus kendaraan tak bermotor
faktor koreksi belok kiri (F BKi )
faktor koreksi nilai kapasitas dasar akibat arus lalu lintas belok kiri
faktor koreksi belok kanan (F BKa )
faktor koreksi nilai kapasitas dasar akibat arus lalu lintas belok kanan
faktor koreksi rasio arus jalan minor (F Rmi )
faktor koreksi nilai kapasitas dasar akibat rasio arus lalu lintas dari jalan minor
3.17 hambatan samping (HS) 3.17 hambatan samping (HS)
jalan mayor dan jalan minor
jalan mayor adalah jalan yang tingkat kepentingannya tertinggi pada suatu Simpang, misalnya dalam hal klasifikasi jalan. Pada Simpang-3, jalan yang menerus selalu ditentukan sebagai jalan mayor dan jalan minor adalah jalan dengan tingkat kepentingan lebih rendah
jumlah lajur
banyaknya lajur jalan untuk satu arah arus lalu lintas, ditentukan oleh lebar rata-rata pendekat. Jika lebar-rata-rata pendekat ≤5,5m, maka pendekat tersebut dikategorikan satu lajur untuk arah masuk tersebut atau dua lajur untuk dua arah. Jika lebar rata-rata pendekat >5,5m, maka pendekat tersebut dikategorikan dua lajur untuk arah masuk atau empat lajur untuk dua arah
kapasitas (C)
arus lalu lintas total maksimum yang masuk ke Simpang yang dapat dipertahankan selama waktu paling sedikit satu jam dalam kondisi cuaca dan geometrik yang ada pada saat itu (eksisting), dalam satuan kend/jam atau skr/jam
3.21 kapasitas dasar (Co)
arus lalu lintas total maksimum yang masuk ke Simpang yang dapat dipertahankan selama waktu paling sedikit satu jam dalam kondisi cuaca dan geometrik yang baku, dalam satuan kend/jam atau skr/jam
kendaraan berat (KB)
kendaraan bermotor dengan dua sumbu atau lebih, beroda 6 atau lebih, panjang kendaraan 12,0m atau lebih dengan lebar sampai dengan 2,5m, meliputi Bus besar, truk besar 2 atau 3 sumbu (tandem), truk tempelan, dan truk gandengan (lihat photo tipikal jenis KB dalam Lampiran F). Arus KB dalam jaringan jalan kota sangat sedikit dan beroperasi pada jam-jam lengang terutama tengah malam, sehingga dalam perhitungan kapasitas praktis tidak ada atau sekalipun ada dikatagorikan sebagai kendaraan sedang
kendaraan ringan (KR)
kendaraan bermotor dengan dua gandar beroda empat, panjang kendaraan ≤ 5,5m dengan lebar sampai dengan 2,1m, meliputi sedan, minibus (termasuk angkot), mikrobis (termasuk mikrolet, oplet, metromini), pick-up, dan truk kecil (lihat photo tipikal jenis KR dalam Lampiran F)
kendaraan sedang (KS)
kendaraan bermotor dengan dua gandar beroda empat atau enam, dengan panjang kendaraan >5,5m dan ≤9,0m, meliputi Bus sedang dan truk sedang (lihat photo tipikal jenis KS dalam Lampiran F)
kendaraan tak bermotor (KTB)
kendaraan yang tidak menggunakan motor penggerak, bergerak ditarik oleh orang atau hewan, termasuk sepeda, beca, kereta dorongan, dokar, andong, gerobak
kelandaian memanjang pendekat; jika menanjak ke arah Simpang maka diberi tanda positif; jika menurun ke arah Simpang maka diberi tanda negatif, dinyatakan dalam satuan %
komersial (KOM)
lahan disekitar Simpang yang didominasi oleh kegiatan komersial (contoh: pertokoan, restoran, perkantoran) dengan akses langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan
lebar pendekat (L P )
lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, diukur di bagian tersempit atau diukur pada jarak 10m dari garis batas pertemuan dua lengan Simpang, yang digunakan oleh lalu lintas yang bergerak masuk Simpang. Secara praktis, untuk lengan yang melayani dua arah arus lalu lintas, L P adalah lebar lengan Simpang dibagi dua. Apabila pendekat tersebut sering digunakan untuk parkir, maka L P yang ada harus dikurangi 2m
peluang antrian (P A )
peluang terjadinya antrian kendaraan yang mengantri di sepanjang pendekat, m
pendekat
jalur pada lengan Simpang untuk kendaraan mengantri sebelum masuk keSimpang melewati garis henti. Bila gerakan lalu lintas ke kiri atau ke kanan dipisahkan dengan pulau lalu lintas, lengan Simpang dapat mempunyai dua atau lebih pendekat. Pendekat jalan mayor disebut B dan D, pendekat jalan minor disebut A dan C
permukiman (KIM)
lahan disekitar Simpang yang didominasi oleh tempat permukiman dengan akses langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan
3.32 Persimpangan
pertemuan dua atau lebih ruas jalan, dapat berupa Simpang atau Simpang APILL atau Bundaran atau Simpang Tak Sebidang
rasio arus belok (R B )
perbandingan antara arus total belok dari semua lengan Simpang terhadap arus total Simpang
rasio kendaraan tak bermotor (R KTB )
perbandingan antara arus kendaraan tak bermotor terhadap jumlah arus kendaraan bermotor dan kendaraan tak bermotor
rasio arus mayor terhadap arus minor (R mami )
perbandingan antara arus lalu lintas total pada jalan mayor terhadap arus lalu lintas total pada jalan minor
rasio arus jalan minor (R mi ) rasio arus jalan minor (R mi )
satuan kendaraan ringan (skr)
satuan arus lalu lintas, yaitu satuan arus dari berbagai tipe kendaraan yang diekivalenkan terhadap kendaraan ringan, termasuk kendaraan sedang, kendaraan berat, dan sepeda motor, dengan menggunakan nilai ekr
sepeda motor (SM)
kendaraan bermotor beroda dua dan tiga dengan panjang tidak lebih dari 2,5m dengan lebar sampai dengan 1,2 meliputi motor, skuter, motor gede (moge), bemo, dan cator (lihat photo tipikal jenis SM dalam Lampiran F)
Simpang
MKJI’97 menamainya Simpang tak bersinyal, adalah salah satu jenis Persimpangan yang merupakan pertemuan dua atau lebih ruas jalan sebidang yang tidak diatur oleh Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL).
3.40 Simpang APILL
Simpang sebidang yang dilengkapi Alat Pemberi Isyarat Lalu lintas (APILL) untuk pengaturan lalu lintasnya. MKJI’97 menamai Simpang bersinyal
3.41 Simpang perkotaan dan semi perkotaan
Adalah Simpang antara segmen-segmen jalan yang di sisi kiri dan atau kanannya terdapat perkembangan lahan yang permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan, termasuk segmen jalan di atau dekat pusat perkotaan
3.42 tipe median jalan mayor
ada dua, yaitu tipe median sempit dan tipe median lebar. Tipe median lebar jika lebarnya cukup untuk digunakan menyeberangi jalan mayor dalam dua tahap , lebarnya ditetapkan ≥ 3m.
3.43 tipe jalan dua lajur dua arah tak terbagi (2/2TT)
jalan yang jalur lalu lintasnya terdiri dari dua lajur, satu lajur untuk masing-masing arah lalu lintas tanpa bangunan pemisah arah arus lalu lintas (median)
3.44 tipe jalan empat lajur dua arah tak terbagi (4/2TT)
jalan yang jalur lalu lintasnya terdiri dari empat lajur, dua lajur untuk masing-masing arah lalu lintas tanpa median
3.45 tipe jalan empat lajur dua arah terbagi (4/2T)
jalan yang jalur lalu lintasnya terdiri dari empat lajur, dua lajur untuk masing-masing arah lalu lintas dan dilengkapi median
3.46 tipe Simpang 3.46 tipe Simpang
3.47 tundaan (T)
waktu tempuh tambahan yang digunakan pengemudi untuk melalui suatu Simpang apabila dibandingkan dengan lintasan tanpa Simpang. T terdiri dari Tundaan Lalu lintas (T LL ) dan
Tundaan Geometrik (T G ).T LL adalah waktu menunggu yang disebabkan oleh interaksi lalu lintas dengan gerakan lalu lintas yang berlawanan. T G adalah waktu tambahan perjalanan yang disebabkan oleh perlambatan dan percepatan kendaraan yang membelok di Simpang
3.48 ukuran kota (UK)
diukur dari jumlah penduduk dalam wilayah perkotaan tersebut, bukan ukuran luas wilayah administratif
3.49 volume lalu lintas harian rata-rata (LHR) Simpang
jumlah kendaraan yang memasuki Simpang dari semua lengannya selama beberapa hari (misal
7 hari) dibagi jumlah harinya, dinyatakan dalam satuan kend/hari atau skr/hari
3.50 volume lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT) Simpang
jumlah kendaraan yang memasuki Simpang selama satu tahun dibagi jumlah hari dalam tahun yang bersangkutan, dinyatakan dalam kend/hari atau skr/hari
3.51 volume lalu lintas total (Q)
jumlah kendaraan-kendaraan yang masuk Simpang dari semua arah, dinyatakan dalam kend/hari atau skr/hari
4 Ketentuan
4.1 Ketentuan umum
4.1.1 Prinsip
1) Perhitungan kapasitas didasarkan atas fakta empiris dengan memperhitungkan pengaruh kondisi geometrik, lingkungan, serta kebutuhan lalu lintas, dan tidak mengacu kepada mekanisme arus lalu lintas yang mengikuti aturan prioritas baik wajib henti sebelum memasuki Simpang, maupun prioritas wajib mendahulukan kendaraan dari arah lain (Gambar 1).
2) o Simpang dianggap berpotongan tegak lurus atau mendekati sudut perpotongan 90 , berada pada alinemen datar, dan arus lalu lintas berada pada kondisi D J lebih kecil atau
hingga 0,9.
Gambar 1 - Simpang prioritas wajib henti (gambar kiri) dan Simpang prioritas yang harus mendahulukan kendaraan dari arah lain (gambar kanan).
3) Simpang dapat berupa Simpang-3 atau Simpang-4 yang dapat merupakan pertemuan antara tipe jalan 2/2TT, atau tipe jalan 4/2T, atau kombinasi dari tipe-tipe jalan tersebut (lihat tipe dan kode Simpang pada Lampiran A). Kriteria Simpang yang dipakai dalam penetapan kapasitas dasar adalah:
a. mempunyai kereb dan trotoar,
b. berada di wilayah perkotaan,
c. memiliki hambatan samping sedang,
d. semua gerakan membelok dianggap diperbolehkan, dan
e. pengaturan "prioritas", sekalipun ada dianggap tidak diikuti oleh pengguna jalan. 4)
Kapasitas Simpang (C) ditetapkan dari jumlah arus lalu lintas yang memasuki Simpang dari semua lengannya per satuan waktu, ditetapkan oleh perkalian antara kapasitas
dasar (C 0 ) yaitu kapasitas dari suatu Simpang yang baku, yang dikoreksi oleh faktor- faktor yang merepresentasikan perbedaan geometrik, lingkungan, dan arus lalu lintas eksisting terhadap kondisi Simpang yang baku.
5) Perhitungan kapasitas didasarkan pada fakta empiris, sehingga hasil analisis harus selalu diperiksa terhadap keberlakuan nilai empiris tersebut (Lihat Tabel A.1 pada Lampiran A).
4.1.2. Kriteria desain untuk pemilihan jenis dan tipe Simpang Pemilihan jenis Persimpangan baru (Simpang atau Simpang APILL atau Bundaran atau
Simpang tak sebidang) harus didasarkan pada analisis BSH (sebagai contoh, lihat contoh 4 dalam Lampiran C).
Pemilihan tipe Simpang, baik Simpang baru ataupun Simpang yang akan ditingkatkan harus didasarkan atas:
1) pencapaian D J ≤0,85; 2)
mempertimbangkan keselamatan lalu lintas. Tabel A.5. pada Lampiran A dapat diguna-kan sebagai bahan pertimbangan), kelancaran lalu lintas, dan lingkungan jalan, yang ke-seluruhannya diintegrasikan dalam desain teknis rinci (detail engineering design, DED;
paling ekonomis, sesuai dengan kebutuhan dan kinerja lalu lintas yang diharapkan. (Diagram pada Gambar A.2. –A.3. atau Tabel A.4. dalam Lampiran A dapat digunakan sebagai dasar pemilihan Tipe Simpang yang paling ekonomis. Sebagai contoh lihat Gambar A.3., Simpang Tipe 422, paling ekonomis digunakan untuk melayani arus
≤1.600kend/jam, yaitu 800kend/jam dari masing-masing pendekat atau 1400kend/jam dari jalan mayor dan 350kend/jam dari jalan minor. Jika kondisi arusnya meningkat misalnya mencapai 2000kend/jam yaitu 1600kend/jam dari jalan mayor dan 400kend/jam dari jalan minor, maka diperlukan tipe 424);
4) memiliki nilai T yang optimum. Gambar A.4 dan A.5 dalam Lampiran A dapat digunakan untuk memperkirakan T sebagai fungsi dari D J . Perkiraan T didasarkan atas 4 parameter masukan, yaitu 1) arus total Simpang dalam satuan kend/jam (untuk tahun pertama), 2) rasio arus mayor terhadap arus minor (R mami ), 3) rasio arus belok kanan (R BKa ) dan belok kiri (R BKi ), dan 4) Ukuran kota;
5) mempertimbangkan dampaknya terhadap Lingkungan. Emisi gas buang kendaraan dan atau kebisingan umumnya bertambah akibat percepatan atau perlambatan kendaraan, dan juga akibat pemberhentian kendaraan-kendaraan. Dengan pemahaman ini, Simpang dengan tundaan rata-rata yang panjang cenderung memiliki gas buang dan atau kebisingan yang lebih tinggi sehingga penghentian kendaraan-kendaraan perlu dihindarkan.
5) mempertimbangkan hal-hal teknis sebagaimana tercantum dalam Tabel A.6 pada Lampiran A dalam melaksanakan desain teknis rinci,
6) berdasarkan LHRT yang dihitung dengan metode perhitungan yang benar. Secara ideal, LHRT didasarkan atas perhitungan lalu lintas menerus selama satu tahun.
Jika diperkirakan, maka cara perkiraan LHRT harus didasarkan atas perhitungan lalu lintas yang mengacu kepada ketentuan yang berlaku. Misal perhitungan lalu lintas selama 7 hari atau 40 jam, perlu mengacu kepada ketentuan yang berlaku sehingga diperoleh validiti dan akurasi data yang memadai.
7) berdasarkan nilai q JD yang dihitung menggunakan nilai faktor k yang berlaku.
4.2 Ketentuan teknis
4.2.1 Data masukan lalu lintas
Data masukan lalu lintas diperlukan untuk dua hal, yaitu pertama data arus lalu lintas eksisting dan kedua data arus lalu lintas rencana. Data lalu lintas eksisting digunakan untuk melakukan evaluasi kinerja lalu lintas, berupa arus lalu lintas per jam eksisting pada jam-jam tertentu yang dievaluasi, misalnya arus lalu lintas pada jam sibuk pagi atau arus lalu lintas pada jam sibuk sore. Data arus lalu lintas rencana digunakan sebagai dasar untuk menetapkan lebar jalur lalu lintas atau jumlah lajur lalu lintas, berupa arus lalu lintas jam desain (q JD ) yang ditetapkan dari LHRT, menggunakan faktor k.
1) keterangan: LHRT adalah volume lalu lintas rata-rata tahunan, dapat diperoleh dari perhitungan lalu lintas
atau prediksi, dinyatakan dalam skr/hari. K
adalah faktor K. LHRT dapat diprediksi menggunakan data survei perhitungan lalu lintas selama beberapa hari
tertentu sesuai dengan pedoman survei perhitungan lalu lintas yang berlaku (DJBM, 1992). Dalam survei perhitungan lalu lintas, kendaraan diklasifikasikan sesuai dengan Tabel 1. Jika
data yang tersedia dihimpun dengan klasifikasi yang lain, seperti cara DJBM (1992) baik yang dirumuskan pada tahun 1992 maupun yang sesuai dengan klasifikasi Integrated Road Management System (IRMS), maka data tersebut perlu disesuaikan dengan klasifikasi sesuai
Tabel 1. Untuk tujuan praktis, Tabel padanan dalam Lampiran G, dapat digunakan untuk mengkonversikan data lalu lintas dari klasifikasi IRMS atau DJBM (1992) menjadi data lalu lintas dengan klasifikasi MKJI’97 seperti pada Tabel 1. Klasifikasi MKJI’97, dalam pedoman ini masih
juga digunakan. Dengan demikian, data yang dikumpulkan melalui prosedur survei yang dilaksanakan sesuai klasifikasi IRMS maupun DJBM 1992, masih dapat juga digunakan untuk perhitungan kapasitas sesuai dengan Pedoman ini.
Tabel 1 Klasifikasi jenis kendaraan Kode
Jenis kendaraan
Tipikal kendaraan
SM: Kendaraan bermotor roda 2 dengan Sepeda motor, Scooter, Motor panjang tidak lebih dari 2,5m
gede (moge)
KR: Mobil penumpang, termasuk Sedan, Jeep, Station wagon, kendaraan roda-3, dengan panjang
Opelet, Minibus, Mikrobus, tidak lebih dari atau sama dengan
Pickup,Truk Kecil, 5,5m KS:
Bus dan Truk 2 sumbu, dengan Bus kota, Truk sedang panjang tidak lebih dari atau sama dengan 12,0m
KB: Truk dengan jumlah sumbu sama Truk Tronton, dan truk kombinasi dengan atau lebih dari 3 dengan
(Truk Gandengan dan Truk panjang lebih dari 12,0m
Tempelan),
KTB: Kendaraan tak bermotor Sepeda, Beca, Dokar, Keretek, Andong
4.2.2 Kapasitas Simpang (C)
Kapasitas Simpang dihitung untuk total arus yang masuk dari seluruh lengan Simpang dan didefinisikan sebagai perkalian antara kapasitas dasar (C 0 ) yaitu kapasitas pada kondisi ideal, dengan faktor-faktor koreksi yang memperhitungkan perbedaan kondisi lingkungan terhadap kondisi idealnya. Persamaan 2 adalah persamaan untuk menghitung kapasitas Simpang.
2 ) keterangan:
C adalah kapasitas Simpang , skr/jam
C 0 adalah kapasitas dasar Simpang, skr/jam
F LP adalah faktor koreksi lebar rata-rata pendekat
F M adalah faktor koreksi tipe median
F UK adalah faktor koreksi ukuran kota
F HS adalah faktor koreksi hambatan samping
F BKi adalah faktor koreksi rasio arus belok kiri
F BKa adalah faktor koreksi rasio arus belok kanan
F Rmi adalah faktor koreksi rasio arus dari jalan minor.
4.2.2.1. Kapasitas dasar (C 0 )
C 0 ditetapkan secara empiris dari kondisi Simpang yang ideal yaitu Simpang dengan lebar lajur pendekat rata-rata 2,75m, tidak ada median, ukuran kota 1-3 Juta jiwa, Hambatan Samping sedang, Rasio belok kiri 10%, Rasio belok kanan 10%, Rasio arus dari jalan minor 20%, dan
q KTB =0. Nilai C 0 Simpang ditunjukkan dalam Tabel 2.
Tabel 2 - Kapasitas dasar Simpang-3 dan Simpang-4 Tipe Simpang
C 0 , skr/jam
4.2.2.2. Penetapan tipe Simpang
Tipe Simpang ditetapkan berdasarkan jumlah lengan Simpang dan jumlah lajur pada jalan mayor dan jalan minor dengan kode tiga angka (Tabel 3). Jumlah lengan adalah jumlah lengan untuk lalu lintas masuk atau keluar atau keduanya.
Tabel 3 - Kode tipe Simpang Kode
Jumlah lajur Tipe Simpang
Jumlah lengan
Jumlahlajur
Simpang
jalan minor
jalan mayor
4.2.2.3. Penetapan lebar rata-rata pendekat
Nilai C 0 tergantung dari Tipe Simpang dan penetapannya harus berdasarkan data geometrik. Data geometrik yang diperlukan untuk penetapan Tipe Simpang adalah jumlah lengan Simpang dan jumlah lajur pada setiap pendekat.
Penetapan jumlah lajur perpendekat diuraikan dalam Gambar 2. Pertama, harus dihitung lebar rata-rata pendekat jalan mayor (L RP BD ) dan lebar rata-rata pendekat jalan minor (L RP AC ) yaitu rata-rata lebar pendekat dari setiap kaki Simpangnya. Berdasarkan lebar rata-rata pendekat, tetapkan jumlah lajur pendekat sehingga tipe Simpang dapat ditetapkan. Cara menetapkannya, lihat Gambar 2.
Untuk Simpang-3, pendekat minornya hanya A atau hanya C dan lebar rata-rata pendekat adalah a/2 atau c/2.
Lebar rata-rata pendekat
Jumlah lajur
mayor (B-D) dan minor (A-C)
(untuk kedua arah)
< 5,5m 2
L RP BD =
L RP BD ≥ 5,5m (ada median pa-
da lengan B)
L RP AC = < 5,5m 2
L RP AC ≥ 5,5m
Gambar 2 - Penentuan jumlah lajur
4.2.2.4 Faktor koreksi lebar pendekat rata-rata
F LP dapat dihitung dari persamaan 3) sampai dengan 6) atau diperoleh dari diagram pada Gambar B.1. dalam Lampiran B, yang besarnya tergantung dari lebar rata-rata pendekat Simpang (L RP ), yaitu rata-rata lebar dari semua pendekat.
Untuk Tipe Simpang 422: 3) Untuk Tipe Simpang 424 atau 444:
4) Untuk Tipe Simpang 322:
5) Untuk Tipe Simpang 324 atau 344:
4.2.2.5 Faktor koreksi median pada jalan mayor
Median disebut lebar jika kendaraan ringan dapat berlindung dalam daerah median tanpa mengganggu arus lalu lintas, sehingga lebar median ≥3m. Klasifikasi median berikut faktor koreksi median pada jalan mayor diperoleh dalam Tabel 4. Koreksi median hanya digunakan untuk jalan mayor dengan 4 lajur.
Tabel 4 - Faktor koreksi median, F M
Faktor koreksi, F M Tidak ada median di jalan mayor
Kondisi Simpang
Tipe median
1,00 Ada median di jalan mayor dengan lebar <3m
Tidak ada
1,05 Ada median di jalan mayor dengan lebar ≥3m
Median sempit
Median lebar
4.2.2.6. Faktor koreksi ukuran kota
F UK dibedakan berdasarkan ukuran populasi penduduk. Nilai F UK dapat dilihat dalam Tabel 9.
4.2.2.7. Faktor koreksi lingkungan jalan, hambatan samping, dan kendaraan tak bermotor
Pengaruh kondisi lingkungan jalan, HS, dan besarnya arus kendaraan fisik, KTB, akibat kegiatan disekitar Simpang terhadap kapasitas dasar digabungkan menjadi satu nilai faktor koreksi hambatan samping (F HS ), lihat Tabel 12.
4.2.2.8. Faktor koreksi rasio arus belok kiri
F BKi dapat dihitung menggunakan persamaan 7 atau dari diagram pada Gambar B.2. dalam Lampiran B. Agar diperhatikan ketentuan umum tentang keberlakuan R BKi untuk analisis kepasitas (lihat Tabel A.3. dalam Lampiran A).
7) keterangan:
R BKi adalah rasio belok kiri
4.2.2.9. Faktor koreksi rasio arus belok kanan
F BKa dapat diperoleh dengan menghitung menggunakan persamaan 8 dan 9 atau diperoleh dari diagram dalam Gambar B.3. pada Lampiran B. Agar diperhatikan ketentuan umum tentang keberlakuan R BKa untuk analisis kapasitas (lihat Tabel A.3 dalam Lampiran A).
Untuk Simpang-4: 8)
Untuk Simpang-3: 9) keterangan:
R BKa adalah rasio belok kanan
4.2.2.10. Faktor koreksi rasio arus dari jalan minor
F mi dapat ditentukan menggunakan persamaan-persamaan yang ditabelkan dalam Tabel 5 atau diperoleh secara grafis menggunakan diagram dalam Gambar B.4. pada Lampiran B. F mi tergantung dari R mi dan tipe Simpang. Agar diperhatikan ketentuan umum tentang keberlakuan R mi untuk analisis kepasitas (lihat Tabel A.3 dalam Lampiran A).
Tabel 5 - Faktor koreksi rasio arus jalan minor (F mi ) dalam bentuk persamaan Tipe Simpang
F mi R mi
422 2 1,19 x R
mi –1,19xR mi +1,19
0,1-0,9
4 3 16,6xR 2
mi –33,3xR mi +25,3xR mi –8,6xR mi +1,95
0,1-0,3
1,11xR mi –1,11xR mi +1,11
mi –1,19xR mi +1,19
0,1-0,5
-0,595xR mi + 0,595xR mi +0,74
0,5-0,9
4 3 16,6xR 2
mi –33,3xR mi +25,3xR mi –8,6xR mi +1,95
0,1-0,3
324&344 2 1,11xR
mi –1,11xR mi +1,11
0,3-0,5
2 -0,555xR 3
mi +0,555xR mi +0,69
0,5-0,9
4.2.3 Derajat kejenuhan
D J Simpang dihitung menggunakan persamaan 10.
10) keterangan:
D J adalah derajat kejenuhan q
adalah semua arus lalu lintas yang masuk Simpang dalam satuan skr/jam. q dihitung menggunakan rumus 11).
F skr adalah faktor skr yang dihitung menggunakan persamaan 12). 12) ekr KR , ekr KS , ekr SM masing-masing adalah ekr untuk KR, KS, dan SM yang dapat
diperoleh dari Tabel A.1. dalam Lampiran A. q KR ,q KS ,q SM masing-masing adalah q untuk KR, KS, dan SM
C adalah kapasitas Simpang, skr/jam
4.2.4 Tundaan
Tundaan terjadi karena dua hal, yaitu tundaan lalu lintas (T LL ) dan tundaan geometrik (T G ). T LL adalah tundaan yang disebabkan oleh interaksi antara kendaraan dalam arus lalu lintas. Dibedakan TLL dari seluruh simpang, dari jalan mator saja, atau jalan minor saja. T G adalah tundaan yang disebabkan oleh perlambatan dan percepatan yang terganggu saat kendaraan- kendaraan membelok pada suatu Simpang dan/atau terhenti. T dihitung menggunakan persamaan 13.
13) T LL adalah tundaan lalu lintas rata-rata untuk semua kendaraan bermotor yang masuk Simpang
dari semua arah, dapat dihitung menggunakan persamaan 14 dan 15 atau ditentukan dari kurva empiris sebagai fungsi dari D J (Gambar B.5 dalam Lampiran B).
Untuk D J ≤0,60:
) Tundaan lalu lintas untuk jalan mayor (T LLma ) adalah tundaan lalu lintas rata-rata untuk semua
Untuk D J >0,60: 15)
kendaraan bermotor yang masuk Simpang dari jalan mayor, dapat dihitung menggunakan persamaan 16 dan 17 atau ditentukan dari kurva empiris sebagai fungsi dari D J (Gambar B.6. dalam Lampiran B).
Untuk D J ≤0,60:
) 17) Tundaan lalu lintas untuk jalan minor (T LLmi ) adalah tundaan lalu lintas rata-rata untuk semua
Untuk D J >0,60:
kendaraan bermotor yang masuk Simpang dari jalan minor, ditentukan dari T LL dan T LLma , dihitung menggunakan persamaan 18.
Keterangan: q TOT adalah arus total yang masuk Simpang, skr/jam q ma adalah arus yang masuk Simpang dari jalan mayor, skr/jam
T G adalah Tundaan geometrik rata-rata seluruh Simpang, dapat diperkirakan penggunakan persamaan 19.
Untuk D J <1: (
, (detik/skr) 19)
Untuk D J ≥1: T G = 4 detik/skr Keterangan:
TG Tundaan geometrik, detik/skr
D J adalah derajat kejenuhan R B adalah rasio arus belok terhadap arus total Simpang
4.2.5 Peluang antrian
P A dinyatakan dalam rentang kemungkinan (%) dan dapat ditentukan menggunakan persamaan
20 dan 21 atau ditentukan menggunakan Gambar B.7. dalam Lampiran B. P A tergantung dari D J dan digunakan sebagai salah satu dasar penilaian kinerja lalu lintas Simpang.
Batas Atas peluang: 20)
Batas Bawah peluang:
21) Keterangan:
D J adalah derajat kejenuhan
4.2.6 Penilaian kinerja
Tujuan analisis kapasitas adalah memperkirakan kapasitas dan kinerja lalu lintas pada kondisi tertentu terkait desain atau eksisting geometrik, arus lalu lintas, dan lingkungan Simpang. Dengan perkiraan nilai kapasitas dan kinerja, maka memungkinkan dilakukan perubahan desain Simpang terutama geometriknya untuk memperoleh kinerja lalulintas yang diinginkan berkaitan dengan kapasitas dan tundaannya. Cara yang paling cepat untuk menilai hasil adalah dengan melihat nilai D J untuk kondisi yang diamati, dan membandingkannya dengan kondisi lalu lintas pada masa pelayanan terkait dengan pertumbuhan lalu lintas tahunan dan umur pelayanan yang diinginkan dari Simpang tersebut. Jika nilai D J yang diperoleh terlalu tinggi (misal >0,85), maka perlu dilakukan perubahan desain yang berkaitan dengan lebar pendekat dan membuat perhitungan baru.
5 Prosedur perhitungan kapasitas
Prosedur perhitungan kapasitas dan penentuan kinerja lalu lintas Simpang ditunjukkan dalam bagan alir analisis Simpang pada Gambar 3. Terdapat tiga langkah utama, yaitu:
1) Langkah A: Data masukan, 2)
Langkah B: Kapasitas Simpang, dan 3)
Langkah C: Kinerja lalu lintas. Untuk desain Simpang baik desain baru maupun desain peningkatan yang lama dan evaluasi
kinerja lalu lintas Simpang, memiliki prosedur perhitungan yang secara umum sama. Perbedaannya adalah dalam penyediaan data masukan. Untuk desain, perlu ditetapkan kriteria desain (contoh, D J maksimum yang harus diperuhi, T yang lebih kecil dari nilai tertentu) dan data lalu lintas rencana. Untuk evaluasi kinerja, perlu data geometrik dan lalu lintas eksisting.
Sasaran utama dalam mendesain Simpang baru adalah menetapkan Tipe Simpang yang terbaik untuk LHRT atau q JP masing-masing pergerakan baik dari jalan mayor maupun dari jalan minor dengan kriteria desain tertentu. Data masukan utama pada langkah A adalah data arus lalu lintas. Berdasarkan data lalu lintas tersebut, geometrik Simpang (Tipe Simpang) awal diperkirakan dengan bantuan Tabel A.4. atau diagram-diagram dalam Gambar A.2-A.5. Pemilihan Tipe Simpang awal, disesuaikan dengan kriteria desain yang ingin dicapai, misalnya
D J pada akhir tahun pelayanan harus ≤0,85. Langkah selanjutnya adalah menghitung Kapasitas (Langkah B) dan menganalisis kinerja lalu lintas Tipe Simpang awal ini (Langkah C). Ikuti prosedur perhitungan sebagaimana diuraikan dalam 5.2. dan 5.3.
Jika yang diperlukan hanya perhitungan kapasitas, maka hasil hitungan kapasitas adalah luarannya. Jika yang diperlukan adalah evaluasi kinerja Simpang, maka lakukan langkah C dan hasilnya adalah luaran langkah C. Jika yang diperlukan adalah perencanaan, setelah langkah C lanjutkan dengan menguji kriteria desain, apakah telah dipenuhi atau belum. Jika terpenuhi, maka Tipe Simpang awal adalah desain Simpang yang menjadi sasaran. Jika kriteria desain belum terpenuhi, maka desain awal perlu dirubah, Lakukan langkah D, misal dengan memperlebar pendekat atau meningkatkan Tipe Simpang. Hitung ulang kapasitas Simpang dan kinerja lalu lintasnya untuk desain Simpang yang telah diubah ini sesuai dengan Langkah B dan Langkah C. Hasilnya agar dievaluasi terhadap kriteria desain yang ditetapkan. Ulangi (iterasi) langkah-langkah tersebut sampai kriteria desain Simpang tercapai.
Sasaran utama dalam melakukan evaluasi kinerja lalu lintas Simpang yang telah dioperasikan adalah menghitung dan menilai DJ, T, dan PA yang menjadi dasar analisis kinerja lalu lintas Simpang. Data utamanya adalah data geometrik, data lalu lintas, dan kondisi lingkungan eksisting. Lakukan langkah B dan langkah C sesuai prosedur yang diuraikan dalam butir 5.2. dan 5.3., kemudian buat deskripsi kinerja lalu lintas berdasarkan nilai DJ, T, dan PA yang diperoleh.
Sasaran utama untuk peningkatan Simpang yang sudah ada adalah menetapkan Tipe Simpang yang memenuhi kriteria desain Simpang yang ditetapkan. Data masukan untuk langkah A adalah data geometrik eksisting, data arus lalu lintas per pergerakan baik dari jalan mayor maupun dari jalan minor, dan umur rencana peningkatan untuk menghitung q JP dari masing-masing pendekat pada akhir umur rencana. Langkah berikutnya adalah menghitung kapasitas dan kinerja lalu lintas Simpang eksisting sesuai dengan langkan B dan langkah C. Bandingkan kinerja lalu lintas eksisting dengan kriteria desain. Jika terpenuhi, maka Tipe Simpang terakhir adalah desain Simpang yang menjadi sasaran. Jika kriteria desain belum terpenuhi, maka desain akhir tadi perlu dirubah lagi, Lakukan langkah D. Perubahan desain ini misalnya dengan menerapkan manajemen lalu lintas seperti pembatasan pergerakan belok kanan atau merubah Tipe Simpang. Untuk desain Simpang yang sudah dirubah ini, hitung ulang kapasitas dan analisis kinerja lalu lintasnya, kemudian bandingkan hasilnya dengan kriteria desain. Jika kriteria desain telah dipenuhi, maka Tipe Simpang peningkatan tersebut adalah desain Simpang yang menjadi sasaran. Jika kriteria desain belum juga terpenuhi, maka desain peningkatan perlu ditingkatkan lagi. Ulangi (iterasi) langkah-langkah tersebut sampai kriteria desain Simpang tercapai.
Disediakan dua Formulir kerja untuk memudahkan pelaksanaan perhitungan dan analisis yang dilampirkan dalam Lampiran D, yaitu:
1) Formulir-SIM I untuk penyiapan data geometrik, arus lalu lintas, dan kondisi lingkungan.
2) Formulir-SIM II untuk melakukan analisis lebar rata-rata pendekat dan penetapan tipe Simpang, menghitung Kapasitas Simpang, serta menghitung dan menganalisis Kinerja lalu lintas Simpang.
MULAI
LANGKAH A: MENETAPKAN DATA
MASUKAN
Langkah A.1. Data geometri Simpang Langkah A.2. Data arus lalu lintas Langkah A.3. Data kondisi lingkungan
Untuk desain (Simpang baru atau peningkatan), harus ditetapkan kriteria
LANGKAH B: MENETAPKAN KAPASITAS Langkah B.1: Lebar pendekat dan tipe Simpang
LANGKAH D: PERUBAHAN ATAU
PERBAIKAN DESAIN Langkah B.3: Faktor koreksi lebar pendekat (F LP ) Langkah B.4: Faktor koreksi median jalan mayor (F M )
Langkah B.2: Kapasitas Dasar (C 0 )
Beberapa pilihan:
Langkah B.5: Faktor koreksi ukuran kota (F UK ) 1. Memperlebar jalur pendekat; Langkah B.6: Faktor koreksi hambatan samping (F HS ) (sebagai fungsi
2. Meningkatkan Tipe Simpang; dari faktor tipe lingkungan jalan, faktor kepadatan aktifitas lingkungan
3. Menerapkan manajemen lalu lintas jalan, dan faktor kendaraan tak bermotor )
tertentu, misalnya pembatasan belok ke Langkah B.7: Faktor koreksi arus belok kiri (F BKi )
kanan dari pendekat tertentu; memperbaiki Langkah B.8: Faktor koreksi arus belok kanan (F BKa )
kondisi lingkungan jalan agar hambatan Langkah B.9: Faktor koreksi arus jalan minor (F mi )
samping menjadi rendah, dan lain-lain. Langkah B.10: Perhitungan Kapasitas Simpang (C)
Ya
APAKAH LUARAN YANG DICARI ADALAH KAPASITAS SIMPANG?
Bukan
LANGKAH C: MENETAPKAN KINERJA LALU LINTAS SIMPANG
Langkah C.1: Derajat Kejenuhan (D J ) Langkah C.2: Tundaan (T)
Langkah C.3: Peluang Antrian (P A )
Langkah C.4: Penilaian Kinerja Lalu lintas Simpang
Ya
APAKAH LUARAN YANG DICARI ADALAH KINERJA LALU LINTAS SIMPANG?
Bukan
APAKAH KINERJA LALU LINTAS SIMPANG
Tidak
MEMENUHI KRITERIA
DESAIN ?
Ya LUARAN
Kapasitas Simpang Untuk evaluasi kinerja lalu lintas
Simpang eksisting, luarannya adalah D J , T, P A , dan deskripsi kinerja.
Untuk desain Simpang baru atau peningkatan, luarannya adalah Tipe Simpang yang memenuhi kriteriia desain
SELESAI
Gambar 3 - Bagan alir perhitungan, perencanaan, dan evaluasi kapasitas Simpang
5.1 Langkah A: Menetapkan data masukan
Data masukan terdiri dari data geometrik Simpang (A-1), data lalu lintas (A-2), dan data kondisi lingkungan Simpang (A-3).
5.1.1 Langkah A-1: Data geometrik Simpang
Gunakan Formulir SIM-I, lengkapi data Simpang dengan tanggal, bulan tahun, nama kota dan provinsi, nama jalan mayor dan jalan minor, periode data lalu lintas, serta nama personil yang menangani kasus ini. Buat sketsa geometrik Simpang pada kotak sebelah kiri atas. Tandai dengan teks A dan/atau C untuk masing-masing pendekat pada jalan minor dan teks B dan D untuk masing-masing pendekat jalan mayor. Tandai arah Utara.
Jalan mayor adalah jalan yang terpenting pada suatu Simpang, misal jalan dengan klasifikasi fungsi tertinggi. Untuk Simpang-3, jalan yang menerus selalu menjadi jalan mayor dan diberi notasi B dan atau D. Pendekat jalan minor diberi notasi A dan atau C. Urutan pemberian notasi dimulai dari Utara dengan notasi A dan seterusnya searah jarum jam.
Untuk desain Simpang baru, data geometrik adalah data Simpang awal sebagai bentuk yang ingin dicapai. Untuk peningkatan Simpang yang lama atau evaluasi kinerja lalu lintas Simpang yang telah operasional, data geometrik Simpang adalah data eksisting.
Lengkapi sketsa dengan tanda kereb, lebar jalur pendekat, bahu, dan median. Ukur lebar lajur pendekat pada bagian pendekat yang tersempit atau paling tidak 10m dari garis pertemuan batas lajur yang bersimpangan (lihat contoh pada Gambar 4). Jika median cukup lebar sehingga memungkinkan kendaraan melintas Simpang dalam dua tahap dengan berhenti di tengah ( ≥3m), maka kotak di bagian bawah sketsa diisi "Lebar", jika tidak ditulis "Sempit" atau jika tidak ada dicatat "Tidak ada".
Gambar 4 - Contoh sketsa geometrik dan masukan datanya.
5.1.2 Langkah A-2: Data Lalu lintas
Formulir kerja untuk mencatat data lalu lintas ini masih dalam Formulir SIM-I. Data arus lalu lintas untuk tahun yang dianalisa berupa q JD dalam satuan kend/jam terinci per pergerakan lalu lintas di Simpang disketsa seperti dalam contoh Gambar 5. Data tersebut terdiri dari:
1) sketsa arus lalu lintas yang menggambarkan berbagai gerakan dari setiap pendekat dan nilai arusnya yang dinyatakan dalam satuan kend/jam
2) komposisi lalu lintas (%). Jika komposisi lalu lintas untuk seluruh pendekat sama, maka tuliskan nilai komposisi
tersebut pada tempat yang tersedia, masing-masing untuk komposisi KR, KS, dan SM. Hitung faktor skr (F skr ) dari data komposisi arus lalu lintas kendaraan bermotor tersebut menggunakan nilai ekr yang sesuai. F skr dihitung menggunakan persamaan 23.
22) Kemudian hitung arus total untuk masing-masing gerakan dalam satuan skr/jam, gunakan
nilai F skr tersebut untuk mengkonversikan satuan dari kend/jam menjadi skr/jam. Tuliskan hasilnya pada tempat yang tersedia.
jika komposisi lalu lintas untuk seluruh pendekat tidak sama, maka masukan nilai arus per komposisi per pergerakan langsung pada kolom yang tersedia di bawah heading KR, KS, dan SM; Konversikan ke dalam satuan skr/jam menggunakan nilai ekr yang sesuai dan hitung arus total untuk masing-masing gerakan lalu lintas, dan
3) arus kendaraan tak-bermotor, q KTB q JD dapat diperoleh sebagai hasil pengukuran arus lalu lintas eksisting (untuk melakukan
evaluasi kinerja), atau sebagai hasil prediksi (untuk menetapkan Tipe Simpang baru atau peningkatan). Jika data lalu lintas yang tersedia dalam bentuk LHRT, maka q JD dapat dihitung dengan menggunakan nilai faktor-k yang sesuai, q JD = LHRTxk. Jika nilai faktor-k tidak tersedia, maka gunakan nilai default faktor-k yang nilainya berkisar antara 7%-12%. Nilai yang kecil agar digunakan untuk Simpang dengan lalu lintas yang lebih padat dan yang besar untuk lalu lintas yang lebih lengang atau lihat Tabel 6.
Gambar 5 - Contoh sketsa arus lalu lintas
5.1.2.1 Nilai normal variabel lalu lintas
Data lalu lintas sering tidak ada atau kualitasnya kurang dapat dipertanggung-jawabkan. Untuk mengatasi hal ini, Tabel 6 sampai dengan 8 memberikan nilai normal variabel-variabel tersebut untuk digunakan sebagai kontrol terhadap data atau sebagai nilai awal jika data belum tersedia.
Tabel 6 - Nilai normal faktor-k
Nilai faktor-k sesuai ukuran kota Lingkungan jalan
≤ 1 juta jiwa Jalan di wilayah komersial dan jalan arteri
>1 juta jiwa
0,08 –0,10 Jalan di wilayah permukiman
Tabel 7 - Nilai normal komposisi lalu lintas Komposisi lalu lintas kendaraan bermotor, %
Ukuran kota
(Juta jiwa)
5,0 Catatan :q KM = arus lalulintas kendaraan bermotor.
Tabel 8 - Nilai normal variabel lalu lintas umum Faktor
Nilai normal
R mi 0,25 R BKi 0,15 R BKa 0,15
F skr 0,85
5.1.2.2 Perhitungan Rasio Belok (R B ) dan Rasio arus jalan minor (R mi )
Gambar 6 - Variabel arus lalu lintas
Hitung arus jalan minor total, q mi , yaitu jumlah seluruh arus dari pendekat A (q A ) dan C (q C ) (lihat Gambar 6), q mi =q A +q C , dalam skr/jam. Hitung arus jalan mayor total, q ma , yaitu jumlah seluruh
arus dari pendekat B (q B ) dan D (q D ), q ma =q B +q D , dalam skr/jam
Hitung arus jalan minor ditambah jalan mayor total untuk masing-masing pergerakan, yaitu arus total belok kiri:
23) arus total lurus:
q T,BKi =q A,Bki +q B,Bki +q C,Bki +q D,Bki
q T,LRS =q A,LRS +q B,LRS +q C,LRS +q D,LRS 24) arus total belok kanan:
q T,BKa =q A,Bka +q B,Bka +q C,Bka +q D,Bka 25). Jumlahkan seluruhnya menjadi arus total Simpang, q TOT =q T,BKi +q T,LRS +q T,BKa 26).
Hitung rasio arus jalan minor:
rasio arus belok kiri total: 28)
rasio arus belok kanan total:
29). Hitung rasio antara arus kendaraan tak bermotor dengan kendaraan bermotor dinyatakan dalam
satuan kend/jam: 30).
5.1.3 Langkah A-3: Data Kondisi Lingkungan Simpang
Kondisi lingkungan Simpang dinyatakan dan terdiri dari dua parameter, yaitu 1) ukuran kota, dan
2) gabungan dari tipe lingkungan, hambatan samping, dan kendaraan tak bermotor. Pengkategorian ukuran kota ditetapkan menjadi lima berdasarkan kriteria populasi penduduk, ditetapkan pada Tabel 9. Pengkategorian tipe lingkungan dan hambatan samping, sesuai dengan kriteria yang ditetapkan masing-masing pada Tabel 10 dan 11 yang keseluruhannya digabungkan menjadi satu nilai termasuk KTB, disebut faktor koreksi hambatan samping (F HS ) ditunjukkan dalam Tabel 12.
Tabel 9 - Klasifikasi ukuran kota dan Faktor koreksi Ukuran Kota (F UK ) Ukuran kota
Populasi penduduk, juta jiwa
F UK
Sangat kecil
Sangat besar
Pengkategorian Tipe Lingkungan Jalan ditetapkan menjadi tiga, yaitu komersil, permukiman, dan akses terbatas. Pengkategorian tersebut berdasarkan fungsi tata guna lahan dan aksesibilitas jalan dari aktivitas yang ada disekitar Simpang. Kategori tersebut ditetapkan berdasarkan penilaian teknis dengan kriteria sebagaimana diuraikan dalam Tabel 10.
Tabel 10 - Tipe lingkungan jalan Tipe Lingkungan Jalan
Kriteria
Komersial Lahan yang digunakan untuk kepentingan komersial, misalnya pertokoan, rumah makan, perkantoran, dengan jalan masuk langsung baik bagi pejalan kaki maupun kendaraan.
Permukiman Lahan digunakan untuk tempat tinggal dengan jalan masuk langsung baik bagi pejalan kaki maupun kendaraan.
Akses terbatas Lahan tanpa jalan masuk langsung atau sangat terbatas, misalnya karena adanya penghalang fisik; akses harus melalui jalan samping.
Pengkategorian hambatan samping ditetapkan menjadi tiga yaitu Tinggi, Sedang, dan Rendah. Masing-masing menunjukkan pengaruh aktivitas samping jalan di daerah Simpang terhadap arus lalu lintas yang berangkat dari pendekat, misalnya pejalan kaki berjalan atau menyeberangi jalur, angkutan kota dan Bus berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, kendaraan masuk dan keluar halaman dan tempat parkir di luar jalur. Ketiga kategori tersebut ditetapkan sebagaimana diuraikan dalam Tabel 11
Tabel 11 - Kriteria hambatan samping Hambatan samping
Kriteria