PENGARUH BAHASA ASING TERHADAP BAHASA IN (1)

PENGARUH BAHASA ASING TERHADAP BAHASA INDONESIA
Oleh: Agung Tralisno, 2010
Tugas Semester 3

1.

Pendahuluan

Globalisasi menyangkut segala aspek kehidupan manusia. Aspek-aspek kehidupan
yang dimaksud yaitu, ekonomi, sosial, budaya dan bahasa. Bahasa merupakan suatu
alat komunikasi antara sesama manusia untuk saling berinteraksi. Di berbagai
macam Negara bahasa yang digunakan sangat berbeda-beda, khususnya di Negara
Indonesia terdapat berbagai macam bahasa daerah yang yang berciri khas
daerahnya masing-masing. Untuk mempersatukan bahasa-bahasa daerah tersebut
Negara Indonesia juga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan,
sehingga bahasa Indonesia merupakan bahasa kesatuan republik Indonesia.
Bahasa Indonesia resmi diakui sebagai bahasa kesatuan Republik Indonesia pada
saat sumpah pemuda 28 Oktober 1928, pada saat itu bahasa Indonesia mulai
berkembang sehingga bahasa Indonesia mempunyai peranan penting terhadap
perkembangan dan kemajuan bangsa Indonesia itu sendiri, karena bahasa Indonesia
juga merupakan bahasa yang digunakan sebagai bahasa penghantar dalam

pendidikan di Indonesia. sehingga Bahasa Indonesia juga memegang peranan
penting dalam membangun manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
sumber daya manusia yang relevan dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu,
peningkatan pendidikan bahasa Indonesia di sekolah-sekolah perlu dilakukan melalui
peningkatan kemampuan akademik para pengajarnya.
Seiring dengan perkembangan zaman bahasa Indonesia telah berkembang sangat
baik sehingga bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai bahasa pendukung Ilmu
pengetahuan dan Teknologi (iptek). Namun, di era globalisasi saat ini bahasa
Indonesia justru dihadang banyak masalah, karena masuknya bahasa asing di
tengah-tengah bahasa indonesia berkembangnya bahasa Indonesia dapat
mempengaruhi perkembangan bahasa Indonesia itu sendiri. Sehingga bahasa asing
tersebut dapat memberikan dampak negative terhadap perkembangan bahasa
Indonesia. Adapun masalah yang dapat kita angkat yaitu jelaskan apa pengaruh
bahasa asing terhadap bahasa indonesia?

2. Sejarah Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. pada saat itu, para pemuda
dari berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam Kerapatan Pemuda dan berikrar
(1) bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia, (2) berbangsa yang satu, bangsa
Indonesia, dan (3) menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar para

pemuda ini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda. Unsur yang ketiga dari Sumpah
Pemuda merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa
persatuan bangsa Indonesia. Pada tahun 1928 itulah bahasa Indonesia dikukuhkan
kedudukannya sebagai bahasa nasional.
Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18
Agustus 1945 karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar
1945 disebutkan bahwa Bahasa negara ialah bahasa Indonesia (Bab XV, Pasal 36).

Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan, antara lain,
menyatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia
tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dulu sudah
dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) bukan hanya di
Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia
Tenggara.
Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti yang
menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka
tahun 683 M (Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684 M (Palembang), Kota
Kapur berangka tahun 686 M (Bangka Barat), dan Karang Brahi berangka tahun 688
M (Jambi). Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuna. Bahasa

Melayu Kuna itu tidak hanya dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah
(Gandasuli) juga ditemukan prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan
prasasti berangka tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa Melayu
Kuna.
Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu
bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa
perhubungan antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik
sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang digunakan
terhadap para pedagang yang datang dari luar Nusantara.
Informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang belajar agama Budha di
Sriwijaya, antara lain, menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa yang bernama
Koen-louen (I-Tsing:63,159), Kou-luen (I-Tsing:183), K’ouen-louen (Ferrand, 1919),
Kw’enlun (Alisjahbana, 1971:1089). Kun’lun (Parnikel, 1977:91), K’un-lun (Prentice,
1078:19), yang berdampingan dengan Sanskerta. Yang dimaksud Koen-luen adalah
bahasa perhubungan (lingua franca) di Kepulauan Nusantara, yaitu bahasa
Melayu.Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari
peninggalan kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada
batu nisan di Minye Tujoh, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil susastra
(abad ke-16 dan ke-17), seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai,
Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan

Bustanussalatin.
Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya
agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat
Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang,
antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur.
Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin berkembang
dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di
wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah.
Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa
Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu
pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek.
Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong
tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi
antarperkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu. Para
pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar
mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa
persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).

Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan bahasa Indonesia dengan
pesat. Peranan kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan majalah sangat

besar dalam memodernkan bahasa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa
Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa Indonesia
dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia, baik di tingkat pusat maupun
daerah.

3.

Kedudukan Bahasa Indonesia

Secara formal sampai saat ini bahasa Indonesia mempunyai empat kedudukan, yaitu
sebagai bahasa persatuan, bahasa nasional, bahasa negara, dan bahasa resmi.
Dalam perkembangannya lebih lanjut, bahasa Indonesia berhasil mendudukkan diri
sebagai bahasa budaya dan bahasa ilmu. Keenam kedudukan ini mempunyai fungsi
yang berbeda, walaupun dalam praktiknya dapat saja muncul secara bersama-sama
dalam satu peristiwa, atau hanya muncul satu atau dua fungsi saja.
Bahasa Indonesia dikenal secara luas sejak “Soempah Pemoeda”, 28 Oktober 1928,
yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Pada saat itu para
pemuda sepakat untuk mengangkat bahasa Melayu-Riau sebagai bahasa Indonesia.
Para pemuda melihat bahwa bahasa Indonesialah yang berpotensi dapat

mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri atas ratusan suku vangsa atau etnik.
Pengangkatan status ini ternyata bukan hanya hisapan jempol. Bahasa Indonesia
bisa menjalankan fungsi sebagai pemersatu bangsa Indonesia. Dengan
menggunakan bahasa Indonesia rasa kesatuan dan persatuan bangsa yang berbagai
etnis terpupuk.
Kehadiran bahasa Indonesia di tengah-tengah ratusan bahasa daerah tidak
menimbulkan sentimen negatif bagi etnis yang menggunakannya. Sebaliknya, justru
kehadiran bahasa Indonesia dianggap sebagai pelindung sentimen kedaerahan dan
sebagai penengah ego kesukuan. Sejalan dengan fungsinya sebagai alat
perhubungan antardaerah dan antarbudaya, bahasa Indonesia telah berhasil pula
menjalankan fungsinya sebagai alat pengungkapan perasaan. Kalau beberapa tahun
yang lalu masih ada orang yang berpandangan bahwa bahasa Indonesia belum
sanggup mengungkapkan nuansa perasaan yang halus, sekarang dapat dilihat
kenyataan bahwa seni sastra dan seni drama, baik yang dituliskan maupun yang
dilisankan, telah berkembang demikian pesatnya. Hal ini menunjukkan bahwa
nuansa perasaan betapa pun halusnya dapat diungkapkan secara jelas dan
sempurna dengan menggunakan bahasa Indonesia. Kenyataan ini tentulah dapat
menambah tebalnya rasa kesetiaan kepada bahasa Indonesia dan rasa kebanggaan
akan kemampuan bahasa Indonesia.
Dalam kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia bukan

saja dipakai sebagai alat komunikasi timbal balik antara pemerintah dan masyarakat
luas, dan bukan saja dipakai sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarsuku,
tetapi juga dipakai sebagai alat perhubungan formal pemerintahan dan kegiatan
atau peristiwa formal lainnya. Misalnya, surat-menyurat antarinstansi pemerintahan,
penataran para pegawai pemerintahan, lokakarya masalah pembangunan nasional,
dan surat dari karyawan atau pagawai ke instansi pemerintah. Dengan kata lain,
apabila pokok persoalan yang dibicarakan menyangkut masalah nasional dan dalam
situasi formal, berkecenderungan menggunakan bahasa Indonesia. Apalagi, di antara
pelaku komunikasi tersebut terdapat jarak sosial yang cukup jauh,misalnya antara

bawahan – atasan, mahasiswa – dosen, kepala dinas – bupati atau walikota, kepala
desa – camat, dan sebagainya.
Akibat pencantuman bahasa Indonesia dalam Bab XV, Pasal 36, UUD 1945, bahasa
Indonesia pun kemudian berkedudukan sebagai bahasa budaya dan bahasa ilmu. Di
samping sebagai bahasa negara dan bahasa resmi. Dalam hubungannya sebagai
bahasa budaya, bahasa Indonesia merupakan satu-satunya alat yang
memungkinkan untuk membina dan mengembangkan kebudayaan nasional
sedemikian rupa sehingga bahasa Indonesia memiliki ciri-ciri dan identitas sendiri,
yang membedakannya dengan kebudayaan daerah. Saat ini bahasa Indonesia
dipergunakan sebagai alat untuk menyatakan semua nilai sosial budaya nasional.

Pada situasi inilah bahasa Indonesia telah menjalankan kedudukannya sebagai
bahasa budaya. Di samping itu, dalam kedudukannya sebagai bahasa ilmu, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai bahasa pendukung ilmu pengetahuna dan teknologi
(iptek) untuk kepentingan pembangunan nasional. Penyebarluasan iptek dan
pemanfaatannya kepada perencanaan dan pelaksanaan pembangunan negara
dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Penulisan dan penerjemahan
buku-buku teks serta penyajian pelajaran atau perkuliahan di lembaga-lembaga
pendidikan untuk masyarakat umum dilakukan dengan menggunakan bahasa
Indonesia. Dengan demikian, masyarakat Indonesia tidak lagi bergantung
sepenuhnya kepada bahasa-bahasa asing (bahasa sumber) dalam usaha mengikuti
perkembangan dan penerapan iptek. Pada tahap ini, bahasa Indonesia bertambah
perannya sebagai bahasa ilmu. Bahasa Indonesia oun dipakai bangsa Indonesia
sebagai alat untuk mengantar dan menyampaian ilmu pengetahuan kepada
berbagai kalangan dan tingkat pendidikan.
Bahasa Indonesia berfungsi pula sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga
pendidikan, mulai dari lembaga pendidikan terendah (taman kanak-kanak) sampai
dengan lembaga pendidikan tertinggi (perguruan tinggi) di seluruh Indonesia, kecuali
daerah-daerah yang mayoritas masih menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa
ibu. Di daerah ini, bahasa daerah boleh dipakai sebagai bahasa pengantar di dunia
pendidikan tingkat sekolah dasar sampai dengan tahun ketiga (kelas tiga). Setelah

itu, harus menggunakan bahasa Indonesia. Karya-karya ilmiah di perguruan tinggi
(baik buku rujukan, karya akhir mahasiswa – skripsi, tesis, disertasi, dan hasil atau
laporan penelitian) yang ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia,
menunjukkan bahwa bahasa Indonesia telah mampu sebagai alat penyampaian
iptek, dan sekaligus menepis anggapan bahsa bahasa Indonesia belum mampu
mewadahi konsep-konsep iptek.

4. Penyebab Terjadinya Variasi Penggunaan Bahasa Asing dalam Lingkup
Masyarakat Indonesia
4.1. Interferensi
Heterogenitas Indonesia dan disepakatinya bahasa Indonesia sebagai bahasa
Nasional berimplikasi bahwa kewibawaan akan berkembang dalam masyarakat.
Perkembanngan ini tentu menjadi masalah tersendiri yang perlu mendapat
perhatian, kedwibahasaan, bahkan kemultibahasaan adalah suatu kecenderungan
yang akan terus berkembang sebagai akibat globalisasi. Di samping segi positifnya,
situasi kebahasaan seperti itu berdampak negatif terhadap penguasaan Bahasa
Indonesia. Bahasa daerah masih menjadi proporsi utama dalam komunikasi resmi
sehingga rasa cinta terhadap bahasa Indonesia harus terkalahkan oleh bahasa
daerah.


Alwi, dkk.(eds.) (2003: 9), menyatakan bahwa banyaknya unsur pungutan dari
bahasa Jawa, misalnya dianggap pemerkayaan bahasa Indonesia, tetapi masuknya
unsur pungutan bahasa Inggris oleh sebagian orang dianggap pencemaran keaslian
dan kemurnian bahasa kita. Hal tersebut yang menjadi sebab adanya interferensi.
Chaer (1994: 66) memberikan batasan interferensi adalah terbawa masuknya unsur
bahasa lain ke dalam bahasa yang sedang digunakan sehingga tampak adanya
penyimpangan kaidah dari bahasa yang digunakan itu.
Selain bahasa daerah, bahasa asing (baca Inggris) bagi sebagian kecil orang
Indonesia ditempatkan di atas bahasa Indonesia. Faktor yang menyebabkan
timbulnya sikap tersebut adalah pandangan sosial ekonomi dan bisnis. Penguasaan
bahasa Inggris yang baik menjanjikan kedudukan dan taraf sosial ekonomi yang jauh
lebih baik daripada hanya menguasai bahasa Indonesia.
Penggunaan bahasa Inggris di ruang umum telah menjadi kebiasaan yang sudah
tidak terelakkan lagi. Hal tersebut mengkibatkan lunturnya bahasa dan budaya
Indonesia yang secara perlahan tetapi pasti telah menjadi bahasa primadona.
Misalnya, masyarakat lebih cenderung memilih “pull” untuk “dorong” dan “push”
untuk “tarik”, serta “welcome” untuk “selamat datang”.
Sikap terhadap bahasa Indonesia yang kurang baik terhadap kemampuan
berbahasa Indonesia di berbagai kalangan, baik lapisan bawah, menengah, dan atas;
bahkan kalangan intelektual. Akan tetapi, kurangnya kemampuan berbahasa

Indonesia pada golongan atas dan kelompok intelektual terletak pada sikap
meremehkan dan kurang menghargai serta tidak mempunyai rasa bangga terhadap
bahasa Indonesia.

4.2. Integrasi
Selain interferensi, integrasi juga dianggap sebagai pencemar terhadap bahasa
Indonesia. Chaer (1994:67), menyatakan bahwa integrasi adalah unsur-unsur dari
bahasa lain yang terbawa masuk sudah dianggap, diperlakukan, dan dipakai sebagai
bagian dan bahasa yang menerima atau yang memasukinya. Proses integrasi ini
tentunya memerlukan waktu yang cukup lama, sebab unsur yang berintegrasi itu
telah disesuaikan, baik lafalnya, ejaannya, maupun tata bentuknya. Contoh kata
yang berintegrasi antara lain montir, riset, sopir, dongkrak.
4.3. Alih Kode dan Campur Kode
Alih kode ( code swiching) dan campur kode (code mixing) merupakan dua buah
masalah dalam masyarakat yang multilingual. Peristiwa campur kode dan alih kode
disebabkan karena penguasaan ragam formal bahasa Indonesia.
Alih kode adalah beralihnya penggunaan suatu kode (entah bahasa atau ragam
bahasa tertentu) ke dalam kode yang lain (bahasa atau bahasa lain) (Chaer, 1994:
67). Campur kode adalah dua kode atau lebih digunakan bersama tanpa alasan, dan
biasanya terjadi dalam situasi santai (Chaer, 1994: 69). Di antara ke dua gejala
bahasa itu, baik alih kode maupun campur kode gejala yang sering merusak bahasa
Indonesia adalah campur kode. Biasanya dalam berbicara dalam bahasa Indonesia
dicampurkan dengan unsur-unsur bahasa daerah. Sebaliknya juga bisa terjadi dalam
berbahasa daerah tercampur unsur-unsur bahasa Indonesia. Dalam kalangan orang
terpelajar seringkali bahasa Indonesia dicampur dengan unsur-unsur bahasa Inggris.

4.4. Bahasa Gaul
Dewasa ini pemakaian bahasa Indonesia baik dalam kehidupan sehari-hari maupun
dunia film mulai bergeser digantikan dengan pemakaian bahasa anak remaja yang
dikenal dengan bahasa gaul. Interferensi bahasa gaul kadang muncul dalam
penggunaan bahasa Indonesia dalam situasi resmi yang mengakibatkan penggunaan
bahasa tidak baik dan tidak benar.
Bahasa gaul merupakan salah satu cabang dari bahasa Indonesia sebagai bahasa
untuk pergaulan. Istilah ini mulai muncul pada akhir ahun 1980-an. Pada saat itu
bahasa gaul dikenal sebagai bahasanya para bajingan atau anak jalanan disebabkan
arti kata prokem dalam pergaulan sebagai preman.
Sehubungan dengan semakin maraknya penggunaan bahasa gaul yang digunakan
oleh sebagian masyarakat modern, perlu adanya tindakan dari semua pihak yang
peduli terhadap eksistensi bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional,
bahasa persatuan, dan bahasa pengantar dalam dunia pendidikan.
Dewasa ini, bahasa prokem mengalami pergeseran fungsi dari bahasa rahasia
menjadi bahasa gaul. Dalam konteks kekinian, bahasa gaul merupakan dialek
bahasa Indonesia non-formal yang terutama digunakan di suatu daerah atau
komunitas tertentu. Penggunaan bahasa gaul menjadi lebih dikenal khalayak ramai
setelah Debby Sahertian mengumpulkan kosa-kata yang digunakan dalam komunitas
tersebut dan menerbitkan kamus yang bernama Kamus Bahasa Gaul pada tahun
1999.
Contoh penggunaan bahasa gaul sebagai berikut :

Bahasa
Indonesia

Bahasa Gaul
(informal)

Aku, Saya

Gue

Kamu

Elo

Di masa
depan

kapan-kapan

Apakah
benar?

Emangnya
bener?

Tidak

Gak

Tidak Peduli

Emang gue
pikirin!

5.

Pengaruh Bahasa Asing Terhadap Bahasa Indonesia

Zaman sekarang, hanya bisa menggunakan satu bahasa saja sangatlah sulit untuk
bisa masuk dalam global competition. apalagi posisi negara kita yaitu sebagai
negara berkembang yang masih memerlukan bantuan dan kontribusi dari negaralain
khususnya negara maju. apalagi kalau bukan bahasa . setiap individu setidaknya
bisa menggunakan bahasa asing atau bahasa internasional. kita tahu bahwa bahasa
internasional Bahasa Inggris. untuk bisa berinteraksi dan berkomunikasi dengan
orang dari negara lain, orang tersebut pasti menggunakan bahasa inggris.
Bahasa asing di negara indonesia, mempunyai pengaruh besar bagi indonesia itu
sendiri. pengaruh yang diberi pun beraneka ragam. ada yang memberikan pengaruh
positif dan tidak jarang juga ada yang meberikan pengaruh negatif. dengan
keberadaan bahsasa inggris ( bahasa asing ) sebagai bahasa internasional,
pendidikan indonesia mulai dari taman bermain sampai dengan universitas memiliki
kurikulum dan pelajaran tentang bahasa inggris. ini dilakukan agar sumber daya
manusia indonesia dapat ikut andil dalam globalisasi dunia. pengaruh yang cukup
positif bukan. pengaruh negatif dari bahasa asing itu sendiri ada. belakangan ini,
pengaruh negatif dari bahasa asing tersebut sudah terlihat. seperti pada
perkembangan anak. cara pemakaian bahasa belakang ini yang sedang populer di
semua kalangan adalah penggunaan bahasa campur aduk. bahasa indonesia
dikombinasikan dengan bahasa asing.
Banyak anak – anak sekarang yang merasa lebih percaya diri dan gaul jika
menggunakan bahasa campur aduk tersebut. ini jelas mengurangi kekaedahan dan
keabsahan akan bahasa indonesia yang menjadi bahasa persatuan itu sendiri.
sejarah juga mencatat, bahwa presiden pertama republik indonesia, soekarno pernah
menggunakan tiga bahasa sekaligus dalam pidatonya. dalam pidatonya tersebut,
beliau menggunakan bahasa indonesia, yang dicampuradukan dengan bahasa sunda
dan bahasa belanda. tidak hanya soekarno, aktivis nasional soe hok gie, dalam
bukunya catatan demostran, biasa mencampur bahasa indonesia dengan bahasa
inggris. itu pun berlangsung pada buku – buku lain sampai sekarang.

6.

Penutup

Bahasa-bahasa asing yang masuk ke Indonesia dapat memberikan dampak negative
terhadap perkembangan bahasa Indonesia. Karena masuknya bahasa asing
membuat bahasa Indonesia yang sedang berkembang saat ini mulai sedikit
terlupakan oleh sebagian remaja. Bahasa inggris yang merupakan bahasa
internasional dapat mengalihkan perhatian masyarakat Indonesia terhadap bahasa
Indonesia. Hal ini terjadi karena untuk berkompetisi dengan Negara lain tentu
masyarakat Indonesia lebih cendrung beralih kepada bahasa inggris. Sehingga
bahasa Indonesia mulai terlupakan. Bukan hanya itu bahkan sampai saat ini bahas