PEMERIKSAAN DENYUT NADI DAN PENGUKURAN T

PEMERIKSAAN DENYUT NADI DAN PENGUKURAN TEKANAN
DARAH

Ayu Rafania Atikah

021211133019

Rizka Febriyanti

021211133020

Emmanuel Damar

021211133021

Afifah Ulfa Anindya

021211133022

Rizky Devina


021211133023

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS AIRLANGGA
2013

1

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Teori
Tekanan darah adalah daya dorong ke semua arah pada seluruh
permukaan yang tertutup pada dinding bagian dalam jantung dan pembuluh
darah. Aksi pemompaan jantung memberikan tekanan yang mendorong darah
melewati pembuluh-pembuluh. Darah mengalir melalui system pembuluh
tertutup karena ada perbedaan tekanan atau gradien tekanan antara ventrikel
kiri dan atrium kanan (Ethel, 2003: 238).
Denyut nadi adalah denyutan arteri dari gelombang darah yang mengalir
melalui pembuluh darah sebagai akibat dari denyutan jantung. Denyut nadi
sering diambil di pergelangan tangan untuk memperkirakan denyut jantung.
Denyut nadi dapat dengan mudah diperiksa dengan jari tangan atau dengan
cara palpasi, disamping itu dapat pula ditentukan dengan menggunakan

peralatan elektronik yang sederhana maupun yang modern.
Pemeriksaan denyut nadi dan pengukuran tekanan darah merupakan
faktor yang dapat dipakai sebagai indicator untuk meilai system
kardiovaskuler.
1.2 Masalah
a. Bagaimana pengaruh posisi tubuh terhadap tekanan darah dan denyut
nadi?
b. Bagaimana pengaruh latihan fisik terhadap tekanan darah dan denyut
nadi?
c. Bagaimana langkah-langkah pengukuran denyut nadi dan tekanan
darah?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui pengaruh posisi tubuh terhadap denyut nadi dan tekanan
b.

darah.
Mengetahui pengaruh latihan fisik terhaday denyut nadi dan tekanan

c.


darah.
Mengetahui

langkah-langkah

pemeriksaan

denyut

nadi

dan

mengukur tekanan darah dengan cara palpasi dan auskultasi.
i. Memeriksa denyut nadi secara palpasi
ii. Mengukur tekanan darah secara palpasi
iii. Mengukur tekanan darah secara auskultasi

2


3

2. METODE KERJA
2.1 Alat
a. Meja periksa/tempat tidur
b. Stopwatch/arloji(jam)
c. Sphygmomanometer(tensimeter).terdiri dari :
-Manometer air raksa
-Manset udara
-Selang karet
-Pompa udara dari karet+sekrup pembuka penutup.
d. Stethoscope
e. Bangku latihan fisik
f. Metronom
2.2 Tata Kerja
2.2.1Memeriksa Denyut Nadi dan Mengukur Tekanan Darah
2.2.1.1 Memeriksa Denyut Nadi secara Palpasi
i. Memilih 1 mahasiswa coba (MC1).
ii. Menyuruh MC1 berbaring terlentang tenang selama 2-3 menit
di meja periksa/tempat tidur.

iii. Meletakkkan kedua tangan di sisi tubuh dengan kedudukan
volar.
iv. Memeriksa denyut arteri radialis dextra dengan menggunakan
ujung jari II-III-IV yang diletakkan sejajar satu terhadap yang
lain diatas arteri radialis tersebut.
v. Menentukan
1. Frekuensi ........( jumlah denyut/menit )
2. Irama...............( teratur/tidak teratur)
vi. Mencatat data
2.2.1.2 Mengukur Tekanan Darah secara Palpasi
i.MC1 tetap berbaring terlentang tenang di meja periksa/tempat
tidur.
ii. Meletakkan lengan yang mau diukur tekanan darahnya (lengan
kanan) disisi tubuh dengan kedudukan volar.
iii. Memasang manset pada lengan atas kanan, sekitar 3 cm di atas
fossa cubiti (jangan terlalu ketat maupun terlalu longgar)
iv. Meraba serta merasakan denyut arteria radialis dextra

4


v. Memompakan udara kedalam manset (menggunakan pompa udara)
sampai denyut arteria radialis dextra tak teraba
vi. Memompakan terus udara kedalam manset sampai tinggi Hg pada
manometer sekitar 20 mmHg lebih tinggi dari titik di mana denyut
arteria radialis dextra tak teraba.
vii. Mengeluarkan

udara

dalam

manset

secara

pelan

dan

berkesinambungan (dengan memutar sekrup pada pompa udara

berlawanan arah jarum jam). Mencatat tinggi Hg pada manometer
di mana arteri radialis pertama kali teraba kembali. Nilai ini
menunjukkan besarnya tekanan sistolik cara palpasi.
2.2.1.3 Mengukur Tekanan Darah Secara Auskultasi
i. MC1 tetap berbaring terlentang tenang di meja periksa/tempat tidur
dengan manset tetap terpasang di lengan atas kanan, posisi lengan
tetap di sisi tubuh dengan posisi volar.
ii. Menentukan letak arteria brachialis dextra secara palpasi pada
fossa cubiti dan meletakkan stethoscope di atas arteria brachialis
dextra tersebut.
iii. Memompakan udara ke dalam manset, maka akan terdengar suara
bising arteria brachialis dextra melalui stethoscope.
iv. Meneruskan memompa udara ke dalam manset, pada suatu saat
suara bising arteria brachialis dextra akan menghilang.
v. Memompakan terus udara ke dalam manset sampai tinggi Hg pada
manometer sekitar 20 mmHg lebih tinggi dari titik di mana suara
bising arteria brachialis dextra tadi menghilang.
vi. Mengeluarkan

udara


dalam

manset

secara

pelan

dan

berkesinambungan, maka akan terdengar lagi suara bising tersebut,
dan melihat tinggi Hg pada manometer, didapatkan tekanan darah
sistolik. Dan setelah diturunkan lagi suara bising tersebut kembali
menghilang, didapatkan tekanan darah diastolik.
2.2.2 Mengamati dan Mempelajari Pengaruh Posisi Tubuh terhadap
Denyut Nadi dan Tekanan Darah

5


1.

Memilih 1 mahasiswa coba (MC2).
i. MC2 boleh sama dengan MC1 atau

mahasiswa lain dalam

kelompok yang bersangkutan
ii. Memilih satu mahasiswa yang bertugas memeriksa denyut nadi
MC2 pada arteri radialis sinistra selama praktikum point D.2
iii. Memilih satu mahasiswa yang bertugas mengukur tekanan darah
MC2 pada lengan kanan secara auskultasi selama praktikum
point D.2
iv. Memilih satu mahasiswa untuk mencatat data
2.

Menyuruh MC2 berbaring terlentang tenang selama 2-3 menit,
kemudian menentukan frekuensi dari irama denyut arteria radialis
sinistra dan tekanan darah pada lengan kanan secara auskultasi
(masing-masing diukur tiga kali berturut-turut) selanjutnya

menghitung rata-ratanya.

3.

Menyuruh MC2 duduk tenang selama 2-3 menit, kemudian
menentukan frekuensi dan irama denyut arteria radialis sinistra
serta tekanan darah pada lengan kanan secara auskultasi (masingmasing diukur tiga kali berturut-turut) selanjutnya menghitung rataratanya.

4.

Menyuruh MC2 berdiri tenang selama 2-3 menit, kemudian
menentukan frekuensi dan irama denyut arteria radialis sinistra
serta tekanan darah pada lengan kanan secara auskultasi (masingmasing diukur tiga kali berturut-turut) selanjutnya menghitung rataratanya.

2.2.3 Mengamati dan Mempelajari Pengaruh Latihan Fisik terhadap
denyut Nadi dan Tekanan Darah
1.

Memilih 1 mahasiswa coba (MC3).
i. MC3 boleh sama dengan MC2 atau mahasiswa lain dalam

kelompok yang bersangkutan
ii. Memilih satu mahasiswa yang bertugas memeriksa denyut
nadi MC3 pada arteri radialis sinistra selama praktikum point
D.3

6

iii. Memilih satu mahasiswa yang bertugas mengukur tekanan
darah MC3 pada lengan kanan secara auskultasi selama
praktikum point D.3
iv. Memilih satu mahasiswa untuk mencatat data
2.

Menyuruh MC3 duduk tenang selama 2-3 menit, kemudian
menentukan frkuensi dan irama denyut arteria radialis sinistra serta
tekanan darah pada lengan kanan secara auskultasi (masing-masing
diukur tiga kali berturut-turut) selanjutnya menghitung rataratanya. Mencatat frekuensi, irama denyut nadi dan tekanan
sistolik, diastolik serta menghitung nilai rata-ratanya.

3.

Dengan manset tetap terpasang pada lengan atas kanan, MC3
melakukan latihan fisik dengan cara: “STEP TEST” ( NAIKTURUN BANGKU)” 20 kali/menit selama dua menit dengan
dipandu oleh irama metronome yang di setting pada frekuensi 80
ketukan per menit.

4.

Setelah step test berakhir menyuruh MC3 segera duduk, mengukur
frekuensi nadi serta tekanan darahnya masing-masing satu kali.
Data ini diharapkan tercatat tepat 1 menit setelah step test terakhir.
Meneruskan mengukur frekuensi nadi dan tekanan darah dengan
interval 2 menit (menit ke 3..menit ke 5…menit ke 7…dstnya)
sampai nilainya kembali seperti keadaan sebelum latihan.

3. HASIL
TABEL E.1: DATA DEYUT NADI DAN TEKANAN DARAH

7

MHS
COBA

TEKANAN

TEKANAN

PEMERIKS

DENYU

N

SISTOLIK

DIASTOLI

A

T NADI

SISTOLIK

(Auskultasi

K

(Palpasi)

)

(Auskultasi)

125 mmHg

120 mmHg

80 mmHg

120 mmHg

120 mmHg

78 mmHg

120 mmHg

118 mmHg

78 mmHg

118 mmHg

115 mmHg

80 mmHg

A.Ayu R
MC 1
(Damar

TEKANA

80
denyut/m

B.Ulfa A

)

78
denyut/m

C.Rizka F

83
denyut/m

D.Rizky D

80
denyut/m

GRAFIK TABEL E.1

140
120
100
80

Denyut Nadi
Tekanan Sistolik (Palpasi)
Tekanan Sistolik (Auskultasi)
Tekanan Diastolik

60
40
20
0

Ayu R

Ulfa A

Rizka F

Rizky D

8

TABEL E.2: DATA POSISI TUBUH TERHADAP DENYUT NADI DAN
TEKANAN DARAH
POSISI

DENYUT NADI

TUBUH

BERBARING
TERLENTANG

DUDUK

BERDIRI

TEKANAN

TEKANAN

SISTOLIK

DIASTOLIK

(Auskultasi)

(Auskultasi)

80 denyut/m

120 mmHg

80 mmHg

78 denyut/m

120 mmHg

78 mmHg

83 denyut/m

118 mmHg

78 mmHg

80 denyut/m

115 mmHg

80 mmHg

Mean = 81,25

Mean = 118,25

Mean = 79

73 denyut/m

125 mmHg

78 mmHg

79 denyut/m

120 mmHg

85 mmHg

85 denyut/m

120 mmHg

80 mmHg

83 denyut/m

110 mmHg

80 mmHg

Mean = 80

Mean = 118,75

Mean = 80,75

85 denyut/m

120 mmHg

80 mmHg

88 denyut/m

120 mmHg

90 mmHg

89 denyut/m

115 mmHg

90 mmHg

94 denyut/m

110 mmHg

80 mmHg

Mean = 89

Mean = 116,25

Mean = 85

GRAFIK TABEL E.2

9

120
100
80
60

Denyut Nadi
Tekanan Sistolik (Auskultasi)
Tekanan Diastolik ( Auskultasi)

40
20
0
Berbaring Terlentang

Duduk

Berdiri

TABEL E.3: PENGARUH LATIHAN FISIK TERHADAP DENYUT NADI
DAN TEKANAN DARAH
WAKTU

PRA

DENYUT

TEKANAN

TEKANAN

NADI

SISTOLIK

DIASTOLIK

(Auskultasi)

(Auskultasi)

1. 73 denyut/menit

118 mmHg

78 mmHg

2. 73 denyut/menit

121 mmHg

80 mmHg

3. 74 denyut/menit

120 mmHg

82 mmHg

4. 69 denyut/menit

118 mmHg

78 mmHg

Mean: 72,25

Mean: 119,25

Mean: 79,5 mmHg

denyut/menit

mmHg

LATIHAN

P

Menit

A

Ke – 1

110 denyut/menit

115 mmHg

78 mmHg

86 denyut/menit

110 mmHg

80 mmHg

S
C
A

Menit
Ke – 3

10

Menit

74 denyut/menit

110 mmHg

82 mmHg

67 denyut/menit

100 mmHg

80 mmHg

Ke – 5
Menit

L

Ke – 7

T

GRAFIK TABEL E.3
120
100
80
60

Denyut Nadi
Tekanan Sistolik (Auskultasi)
Tekanan Diastolik (Auskultasi)

40
20
0

4. Pembahasan
4.1 Pemeriksaan Denyut Nadi dan Pengukuran Tekanan Darah

11

Denyut nadi (pulse rate) menggambarkan frekuensi kontraksi jantung
seseorang. Pemeriksaan denyut nadi sederhana, biasanya dilakukan secara
palpasi. Palpasi adalah cara pemeriksaan dengan meraba, menyentuh, atau
merasakan struktur dengan ujung-ujung jari; sedangkan pemeriksaan dikatakan
auskultasi, apabila pemeriksaan dilakukan dengan mendengarkan suara-suara
alami yang diproduksi dalam tubuh (Saladin, 2003).
Pada

umumnya,

pengukuran denyut nadi
dapat dilakukan pada
sembilan
arteri

titik

yaitu

radialis,

arteri

brakhialis, arteri carotis
communis,

arteri

femoralis,

arteri

dorsalis

arteri

popolitea,

arteri

temporalis,

arteri

apical,
Gambar 1.1 Arteri pada ekstrimitas atas (Saladin, 2003)

pedis,

posterior

arteri

tibialis

(Michael,

2006).

Pulsa denyut nadi terbentuk seiring dengan didorongnya darah melalui
arteri. Untuk membantu sirkulasi, arteri berkontraksi dan berelaksasi secara
periodik; kontraksi dan relaksasi arteri bertepatan dengan kontraksi dan
relaksasi jantung seiring dengan dipompanya darah menuju arteri dan vena.
Dengan demikian, pulse rate juga dapat mewakili detak jantung per menit atau
yang dikenal dengan heart rate (Quan, 2006). PMI, atau Point of Maximal
Impulse, dapat ditemukan pada sisi kiri dada, kurang lebih 2 inci ke kiri dari
ujung sternum. Titik ini dapat dipalpasi dengan mudah; dan pada titik ini pula

12

biasanya apical pulse diperiksa secara auskultasi dengan menggunakan
stetoskop.
Tekanan darah adalah gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap satuan
luas dinding pembuluh darah (arteri). Tekanan ini harus adekuat, yaitu cukup
tinggi untuk menghasilkan gaya dorong terhadap darah dan tidak boleh terlalu
tinggi yang dapat menimbulkan kerja tambahan bagi jantung. Umumnya, dua
harga tekanan darah diperoleh dalam pengukuran, yakni tekanan sistole dan
diastole.
Sistole dan diastole merupakan dua periode yang menyusun satu siklus
jantung. Diastole adalah kondisi relaksasi, yakni saat jantung terisi oleh darah
yang kemudian diikuti oleh periode kontraksi atau sistole. Satu siklus jantung
tersusun atas empat fase (Saladin, 2003),
1. Pengisian ventrikel (ventricular filling)
Adalah fase diastolik, saat ventrikel mengembang dan tekanannya turun
dibandingkan dengan atrium. Pada fase ini, ventrikel terisi oleh darah dalam
tiga tahapan, yakni pengisian ventrikel secara cepat, diikuti dengan pengisian
yang lebih lambat (diastasis), hingga kemudian proses diakhiri dengan sistole
atrial. Hasil akhir diperoleh EDV (End Diastolic Volume), yang merupakan
volume darah total yang mengisi tiap ventrikel, besarnya kurang lebih 130 mL.
2. Kontraksi isovolumetrik (isovolumetric contraction)
Mulai fase ini, atria repolarisasi, dan berada dalam kondisi diastole selama sisa
siklus. Sebaliknya, ventrikel mengalami depolarisasi dan mulai berkontraksi.
Tekanan dalam ventrikel meningkat tajam, namun darah masih belum dapat
keluar dari jantung dikarenakan tekanan pada aorta (80 mmHg) dan pulmonary
trunk (10 mmHg) masih lebih tinggi dibandingkan tekanan ventrikel, serta
masih menutupnya keempat katup jantung. Dalam fase ini, volume darah
dalam ventrikel adalah tetap, sehingga dinamakan isovolumetrik.

13

Gambar 1.2 Fenomena yang terjadi saat siklus jantung (Saladin, 2003)
3. Pompa ventrikuler (ventricular ejection)
Pompa darah keluar jantung dimulai ketika tekanan dalam ventrikel
melampaui tekanan arterial, sehingga katup semilunaris terbuka. Harga tekanan
puncak adalah 120 mmHg pada ventrikel kiri dan 25 mmHg pada ventrikel
kanan. Darah yang keluar jantung saat pompa ventrikuler dinamakan Stroke
Volume (SV), yang besarnya sekitar 54% dari EDV. Sisa darah yang tertinggal
disebut End Systolic Volume (ESV); dengan demikian SV = EDV – ESV.
4. Relaksasi isovolumetrik (isovolumetric relaxation)

14

Awal dari diastole ventrikuler, yakni saat mulai terjadinya repolarisasi. Fase ini
juga disebut sebagai fase isovolumetrik, karena katup AV belum terbuka dan
ventrikel belum menerima darah dari atria.
Maka yang dimaksud dengan tekanan sistole adalah tekanan puncak yang
ditimbulkan di arteri sewaktu darah dipompa ke dalam pembuluh tersebut
selama kontraksi ventrikel, sedangkan tekanan diastole adalah tekanan
terendah yang terjadi di arteri sewaktu darah mengalir ke pembuluh hilir
sewaktu relaksasi ventrikel. Selisih antara tekanan sistole dan diastole, ini yang
disebut dengan blood pressure amplitude atau pulse pressure (Stegemann,
1981).

Gambar 1.3 Metode auskultasi untuk mengukur tekanan sistole-diastole
(Guyton & Hall, 2006)
Sphygmomanometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur
tekanan darah arteri. Alat ini terdiri dari sebuah manset elastis yang berisi
kantong karet tiup.
Ketika manset diikatkan

pada lengan, inflasi dari kantong karet

memampatkan jaringan bawah manset. Jika kantong karet membengkak untuk
tekanan yang melebihi nilai puncak gelombang nadi, arteri terus melemah dan
tidak ada gelombang pulsa yang bisa teraba di arteri perifer. Jika tekanan
dalam spontan secara bertahap dikurangi, suatu titik akan tercapai di mana
terdapat gelombang pulsa sedikit melebihi tekanan pada jaringan sekitarnya
dan dalam kantong karet. Pada tingkat itu, denyut nadi menjadi teraba dan

15

tekanan yang ditunjukkan pada manometer air raksa adalah ukuran dari nadi
puncak atau tekanan sistolik.
Aliran darah mengalir melalui arteri di bawah manset dengan cepat dan
mempercepat kolom darah di cabang arteri perifer, menghasilkan turbulensi
dan suara khas, yang dapat didengar melalui stetoskop. Sebagian tekanan
dalam manset dikurangi lebih lanjut. Perbedaan antara tekanan sistolik dan
tekanan manset semakin melebar dan arteri terbuka selama beberapa waktu.
Secara umum, jumlah darah bergelombang di bawah manset juga sama
meningkatnya, dan suara jantung melalui stetoskop cenderung mengeras.
Ketika tekanan dalam manset turun di bawah tekanan minimal gelombang
nadi, arteri tetap terbuka terus menerus dan suara yang dipancarkan menjadi
teredam karena darah terus mengalir dan derajat percepatan darah oleh
gelombang pulsa tiba-tiba dikurangi. Pada masih rendah manset tekanan, suara
hilang sama sekali sebagai aliran laminar dan aliran darah menjadi normal
kembali (Rushmer, 1970). Adapun bunyi yang didengar saat auskultasi
pemeriksaan tekanan darah disebut dengan bunyi korotkoff, yakni bunyi yang
ditimbulkan karena turbulensi aliran darah yang ditimbulkan karena oklusi
parsial dari arteri brachialis.
Berbagai faktor memepengaruhi denyut nadi dan tekanan darah, seperti
halnya aktivitas hormon, rangsang saraf simpatis, jenis kelamin, umur, suhu
tubuh, termasuk juga diantaranya posisi dan aktivitas fisik.
4.2 Pengaruh Posisi Tubuh Terhadap Denyut Nadi dan Tekanan Darah
Denyut nadi merupakan cermin respon jantung terhadap kebutuhan
oksigen tubuh. Kecepatan denyut nadi dapat digunakan sebagai patokan respon
tubuh terhadap kebutuhan oksigen pada keadaan basal. (Mohrman D and Jane
H,2006) Pada praktikum ini hasil yang di dapat menunjukkan peningkatan
denyut nadi pada perubahan posisi dari berbaring telentang, duduk, dan berdiri.
Ketika mahasiswa coba berbaring telentang di dapatkan rata-rata sebesar 80,25,
ketika duudk di dapatkan rata-rata denyut nadi sebesar 80, dan ketika berdiri
didapatkan rata-rata denyut nadi sebesar 89.
Tekanan darah memiliki sifat yang dinamis. Pada perubahan posisi tubuh
dari berbaring telentan, duduk, dan berdiri, tekanan darah mengadakan

16

penyusaian untuk dapat tetap menunjang kegiatan tubuh. (Mohrman D and Jane
H,2006) Pada keadaan berbaring telentang didapatkan rata-rata tekanan sistolik
sebesar 118,25 dan diastolic sebesar 79, sedangkan pada keadaan duduk
tekanan sistolik didapatkan rata-rata sebesar 118,75 dan diastolic sebesar
80,75, pada keadaan berdiri tekanan sistolik didapatkan rata-rata sebesar
116,25 dan diastolic sebesar 83. Pengukuran tekanan sistolik dan diastolic
mengalami fluktasi, seharusnya tekanan sistolik dan diastolic menunjukkan
peningkatan dari posisi berbaring telentang, duduk dan berdiri. Naiknya
tekanan sistolik dan diastolik dipengaruhi oleh : (Mohrman D and Jane H,2006)
1. Tonus Otot
Tonus otot ketika berbaring telentang lebih kecil dibandingkan dengan
tonus pada saat duduk atau berdiri. Ketika duduk atau berdiri tonus otot
meningkat sehingga oksigen yang dibutuhkan menjadi lebih besar dan curah
jantung (cardiac output) menjadi lebih besar. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan sistolik dan tekanan diastolic serta denyut jantung.
(Mohrman D and Jane H,2006)
2. Efek Gravitasi dan baroreseptor
Pada perubahan posisi tubuh, tekanan darah bagian atas tubuh akan
menurun karena pengaruh gravitasi. Darah akan mengumpul pada pembuluh
kapasitans vena ekstermitas inferior sehingga pengisian atrium kanan jantung
berkurang dengan sendirinya curah jantung juga berkurang. Penurunan curah
jnatung akibat pengumpulan darah pada anggota tubuh bagian bawah
cenderung mengurangi darah ke otak.
Secara reflektoris, hal ini akan merangsang baroreseptor. Baroreseptor
banyak terdapat pada arcus aorta dan sinus caroticus. Respon yang ditimbulkan
baroreseptor berupa peningkatan tekanan pembuluh darah perifer, peningkatan
tekanan jaringan pada otot kaki dan abdomen, peningkatan frekuensi respirasi,
kenaikan frekuensi denyut jantung serta sekresi zat-zat vasoaktif. Kedua efek
ini (gravitasi dan baroreseptor) dapat meningkatkan tekanan darah sistolik dan
diastolic serta denyut nadi. (Mohrman D and Jane H,2006)
4.3 Pengaruh Latihan Fisik Terhadap Denyut Nadi dan Tekanan Darah

17

Pada percobaan pengaruh latihan fisik terhadap denyut nadi dan tekanan
darah di kelompok kami, didapatkan hasil melalui pengukuran langsung pada
mahasiswa coba, Rizka Febriyanti yang berumur 19 tahun yang melakukan
aktivitas naik turun bangku/kursi selama dua menit. Sebelum melakukan
aktivitas, Rizka sebagai mahasiswa coba diukur terlebih dahulu denyut nadi
dan tekanan darahnya, hal ini bertujuan untuk mendapatkan data yang
digunakan sebagai control sebelum melakukan latihan fisik. Data pra-latihan
yang didapat adalah sebesar 72 kali/ menit untuk variable denyut nadi dengan
tekanan darah sebesar 119/79,5 .
Setelah melakukan latihan fisik berupa naik-turun bangku selama 1 menit,
denyut nadi dan tekanan darah mahasiswa coba diukur kembali. Pada menit ke1 didapatkan peningkatan aktivitas pada denyut nadi yaitu sebesar 110 kali/
menit. Peningkatan denyut nadi yang signifikan ini merupakan hasil dari
respon kardiovaskular terhadap adanya kontraksi otot. Kerja ini juga berfungsi
untuk mengangkut O2 yang dibutuhkan oleh otot untuk melakukan kontraksi
selama latihan (Ganong, 2003)
Pada latihan fisik akan terjadi perubahan pada sistem cardiovaskular yaitu
peningkatan curah jantung dan redistribusi darah dari organ yang kurang aktif
ke organ yang aktif. Peningkatan curah jantung ini dilakukan dengan
meningkatkan isi sekuncup dan denyut jantung10. Disaat melakukan latihan
fisik maka otot jantung akan mengkonsumsi O2 yang ditentukan oleh faktor
tekanan dalam jantung selama kontraksi sistole. Ketika tekanan meningkat
maka konsumsi O2 ikut naik pula. Konsumsi O2 oleh otot jantung ini dapat
dihitung dengan mengalikan denyut nadi dan tekanan darah sistolik.(Nadi H,
1992)
Selain denyut nadi, perubahan juga dapat dilihat pada tekanan darah
sistolik dan diastolik. Berbeda dengan denyut nadi, pada menit ke-1 setelah
melakukan latihan, kami menemukan adanya penurunan pada tekanan darah
baik pada tekanan darah sistolik maupun tekanan darah diastolik. Setelah
melakukan latihan fisik tekanan darah turun hingga mencapai angka 115/78.
Menurut teori yang ada penurunan tekanan darah setelah melakukan
latihan fisik dapat terjadi karena pembuluh darah mengalami pelebaran dan

18

relaksasi. Aktivitas fisik tersebut dapat melemaskan pembuluh-pembuluh
darah, sehingga tekanan darah menurun, sama halnya dengan melebarnya pipa
air akan menurunkan tekanan air. Dalam hal ini, latihan fisik/olahraga dapat
mengurangi tahanan perifer.
Penurunan tekanan darah juga dapat terjadi akibat berkurangnya aktivitas
memompa jantung(Medical Journal, 2006). Otot jantung pada orang yang rutin
melakukan latihan fisik sangat kuat, maka otot jantung pada individu tersebut
berkontraksi lebih sedikit daripada otot jantung individu yang jarang
berolahraga, untuk memompakan volume darah yang sama (Mirkin G and
Hoffman M, 1978). Karena olahraga dapat menyebabkan penurunan denyut
jantung (Fox EL,1988), maka olahraga akan menurunkan cardiac output,
yang pada akhirnya menyebabkan penurunan tekanan darah.Peningkatan
efisiensi kerja jantung dicerminkan dengan penurunan tekanan sistolik,
sedangkan penurunan tahanan perifer dicerminkan dengan penurunan tekanan
diastolik. (Ganong, 1995)
Pengukuran pada denyut nadi dan tekanan darah dilakukan kembali pada
menit ke-3 setelah latihan fisik, ditemukan perubahan yang menunjukkan
sistem kerja jantung menuju kembali ke keadaan awal yaitu berupa turunnya
kembali denyut nadi. Akan tetapi kondisi ini belum diikuti

dengan

meningkatnya kembali tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik.
Ketiga variable baru dapat kembali ke keadaan normal pada menit ke-5 yaitu
dengan denyut nadi sebesar 74 kali/ menit dan tekanan darah sebesar 110/82.
5. Diskusi Jawaban Pertanyaan
1) Sebutkan pengertian dari tekanan darah!
Tekanan darah adalah gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap satuan
luas dinding pembuluh darah (arteri). Tekanan darah harus adekuat, yaitu
cukup tinggi untuk menghasilkan gaya dorong terhadap darah dan tidak
boleh terlalu tinggi yang dapat menimbulkan kerja tambahan bagi jantung.
2) Pada pembuluh darah apa sajakah saudara dapat memeriksa denyut
nadi?
Arteri Radialis (pada pergelangan tangan lateral), Arteri Brachialis (pada
lengan atas medial), Arteri Karotis (pada leher), Arteri Temporalis (pada
tulang pelipis), Arteri Femoralis (pada lipatan paha), Arteri Poplitea (pada
19

lipatan lutut), Arteri Dorsalis Pedis (pada punggung kaki), Ictus Cordis
(pada dinding iga).
3) Sebutkan perbedaan antara pengukuran tekanan darah cara palpasi
dengan cara auskultasi ?
Pemeriksaan denyut nadi sederhana, biasanya dilakukan secara palpasi.
Palpasi adalah cara pemeriksaan dengan meraba, menyentuh, atau
merasakan struktur dengan ujung-ujung jari; sedangkan pemeriksaan
dikatakan

auskultasi,

apabila

pemeriksaan

dilakukan

dengan

mendengarkan suara-suara alami yang diproduksi dalam tubuh. Alat yang
digunakan pada saat pengukuran tekanan darah dengan mengunakan cara
palpasi adalah sphygmomanometer (tensimeter) sedangkan pengukuran
tekanan darah dengan cara auskultasi menggunakan sphygmomanometer
(tensimeter) ditambah dengan stethoscope. Palpasi hanya dapat mengukur
tekanan sistolik sedangkan auskultasi dapat mengukur tekanan sistolik dan
diastolik. Pada cara palpasi kita bisa mendapatkan tekanan sistolik pada
saat tidak adanya lagi teraba denyutan dari arteri radialis. Sedangkan pada
pengukuran secara auskultasi kita bisa mendapatkan tekanan sistolik saat
terdengar suara denyut nadi pertama dan pada saat suara denyut nadi itu
menghilang maka kita bisa mendapatkan tekanan diastolik.

4) Mengapa pemeriksaan tekanan darah dilakukan pada lengan atas
kanan?
Pemeriksaan pada lengan atas hasilnya lebih akurat karena lokasinya lebih
jauh dari jantung disbanding dari lengan kiri sehingga suaranya tidak
terlalu bising. Dengan demikian dapat menentukan tekanan darah sistolik
dan tekanan darah diastolic dengan tepat dan mendapat hasil yang akurat.
5) Jelaskan mengenai mekanisme yang mendasari timbul dan hilangnya
suara bising yang dipakai untuk menentukan tekanan darah sistolik
dan diastolik!
- Bising sistolik terjadi antara suara 1 dan 2
- Bising diastolic antara 2 dan 1
 Bising terjadi di awal diastole.

20

Awal diastole, sebelum katup atrioventrikularis membuka dan sebelum
katup semilunaris menutup.

Saat membuka dan menutupnya tidak

bersamaan,ada keadaan isovolumetrik terlebih dulu(katup semilunar
menutup). Saat ini tidak ada katup yang membuka akses masuk darah ke
ventrikel setelah itu katup atrioventrikuler terbuka.
Urutannya menutupnya katup semilunar – isovolumetrik –membuka katup
atrioventrikuler (diastole).
Bising ini bernada rendah dan paling jelas didengar dengan bel stetoskop
dan pasien berbaring dalam posisi dekubitus lateral kiri. Karena katup
atrioventrikular mengalami stenosis, pengisian cepat tidak terjadi dan ada
perbedaan tekanan di sepanjang diastol. Jika pasien mempunyai irama
sinus yang normal, kontraksi atrium akan memperbesar perbedaan tekanan
pada akhir diastole, atau presistole, dan akan terjadi peningkatan bising
pada saat ini. Bising atrioventrikular diastolik merupakan tanda yang
sensitif dan spesifik untuk stenosis katup atrioventrikular.
 Bising sistolik
Bising sistolik dianggap sebagai bising ejeksi, yaitu bising selama middiastolik sesudah fase awal kontraksi isovolumetrik, atau bisa juga
dianggap sebagai bising insufisiensi yang terjadi pada seluruh sistolik.
Bising yang terjadi pada seluruh sistolik disebut sebagai pansistolik atau
holosistolik
Suara 1 terjadi saat menutupnya katup atrioventrikuler. Apabila bisingnya
setelah suara 1, berarti penutupan katup atrioventrikularisnya tidak
bermasalah. Setelah itu ada fase isovolumetrik,apabila tidak terdenar
bising berarti katuo semilunarnya membuka(stenosis) (swartz,1995)
6) Apakah pemasangan manset yang terlalu longgar atau terlalu ketat
dapat mempengaruhi hasil pengukuran tekanan darah ?
Pemasangan manset yang tidak tepat akan mempengaruhihasil pengukuran
darah. Jika manset yang dipasang terlalu longgar, maka hasil yang
diperoleh akan menjadi lebih rendah dari yang seharusnya. Jika manset
yang dipasang terlalu ketat, maka hasil yang diperoleh akan lebih tinggi
dari yang seharusnya.

21

a) Secara teoritis, bagaimanakah pengaruh posisi tubuh terhadap denyut nadi
dan tekanan darah?
Secara teori, posisi tubuh sangat berpengaruh terhadap denyut nadi dan
tekanan darah. Hal ini karena ada efek dari gravitasi bumi. Pada saat
berbaring gaya gravitasi pada peredaraan darah lebih rendah karena arah
peredaran tersebut horizontal sehingga tidak terlalu melawan gravitasi dan
tidak perlu memompa. Pada saat duduk maupun berdiri kerja jantung
memompa darah akan lebih keras karena melawan gaya gravitasi sehingga
kecepatan berdenyut meningkat.
b.) Apakah hasil praktikum anda sesuai dengan teori?
Ya, hasil praktikum sudah sesuai dengan teori.
7) Jelaskan yang anda ketahui tentang baroreseptor ?
Baroreseptor (atau baroceptors) adalah sensor yang terletak pada
pembuluh darah dari beberapa mamalia. Baroreseptor adalah tipe
mechanoreceptor yang mendeteksi tekanan darah yang mengalir
melaluinya, dan dapat mengirim pesan ke sistem saraf pusat untuk
menambah atau mengurangi jumlah resistensi perifer dan cardiac output.
Baroreseptor dapat segera bertindak sebagai bagian dari sistem feedback
negatif yang disebut baroreflex, sesegera mungkin karena ada perubahan
dari tekanan darah biasanya berarti tekanan darah arteri, mengembalikan
tekanan ke tingkat normal.Mereka adalah contoh dari mekanisme
pengaturan tekanan darah jangka pendek. Baroreseptor mendeteksi jumlah
peregangan yang terdapat pada dinding pembuluh darah, dan mengirim
sinyal ke sistem saraf dalam menanggapi peregangan ini. Inti traktus
solitarius di medula oblongata me-recognize perubahan laju pembakaran
dan potensial aksi dari baroreseptor, serta mempengaruhi curah jantung
dan resistensi pembuluh darah sistemik melalui perubahan dalam sistem
saraf otonom.Baroreseptor dapat dibagi menjadi dua kategori: baroreseptor
high-pressure arteria dan baroreseptor low-pressure dah (juga dikenal
sebagai cardiopulmonary atau reseptor volume )
a) Secara teoritis, bagaimanakah pengaruh posisi tubuh terhadap denyut nadi
dan tekanan darah?

22

Posisi tubuh sangat berpengaruh terhadap denyut nadi dan tekanan darah.
Pada posisi berdiri, pengumpulan darah di vena lebih banyak. Dengan
demikian selisih volume total dan volume darah yang ditampung dalam
vena kecil, berarti volume darah yang kembali ke jantung sedikit, isi
sekuncup berkurang, curah jantung berkurang, dan kemungkinan tekanan
darah akan turun (Guyton, 2006). Adanya efek grafitasi bumi juga
berpengaruh terhadap tekanan darah. Pada saat duduk maupun berdiri
kerja jantung dalam memompa darah akan lebih keras karena melawan
gaya gravitasi sehingga kecepatan jantung meningkat.
Pada saat berbaring gaya gravitasi pada peradaran darah lebih rendah
karena arah peredaran tersebut horizontal sehingga tidak terlalu melawan
gravitasi dan tidak terlalu memompa. Sikap atau posisi duduk membuat
tekanan darah cenderung stabil. Hal ini dikarenakan pada saat duduk
system vasokonstraktor simpatis terangsang dan sinyal-sinyalnya saraf
pun dijalarkan secara serentak melalui saraf rangka menuju ke otot-otot
rangka tubuh, terutamaotot-otot abdomen. Keadaan ini akan meningkatkan
tonus dasar otot-otot tersebut yang menekan seluruh vena cadangan
abdomen, membantu mengeluarkan darah dari cadangan vaskuler
abdomen kejantung. (Guyton, 2002)
b) Apakah hasil praktikum saudara sesuai dengan teori?
Ya, sesuai dengan teori
8. Apakah ada perbedaan antara atlet dan non-atlet dalam hal
pemulihan denyut nadi dan tekanan darah post exercise (setelah
latihan) ?
Pemulihan denyut nadi pada atlet setelah melakukan aktivitas fisik lebih
cepat bila dibandingkan dengan non-atlet. Latihan teratur yang dilakukan
oleh atlet menyebabkan adaptasi otot jantung sehingga jantung menjadi
lebih tebal dan kuat. Jantung yang kuat membuat kerja jantung lebih
efisien dan denyut nadi menjadi lebih stabil. Seorang atlet yang terbiasa
melakukan latihan fisik membuat presso refleksnya juga terlatih sehingga
denyut jantung dan tekanan darahnya meningkat secara teratur pula.
Pemulihannya pun relatif lebih cepat. Seorang non-atlet yang tidak
terbiasa melakukan latihan fisik sehingga presso refleksnya kurang terlatih

23

sehingga denyut jantung serta tekanan darahnya tidak teratur. Pemulihan
denyut nadinya pun lebih lama daripada pemulihan denyut nadi pada atlet.

Daftar Pustaka


Mohrman D, Jane H. Cardiovascular physiology. Sixth edition. USA:
McGraw-Hill Companies, Inc; 2006.



Guyton AC, MD, Hall JE, Ph.d. 2006. Textbook of Medical Physiology.
USA: Elsevier



Michael, dkk. 2006. Kecepatan Denyut Nadi Siswa SMA Kelas X.
Mahatma Gading School



Rushmer, Robert F., M.D. 1970. Cardiovascular Dynamics. W.B Saunders
Company: USA



Ganong WF. Review of medical physiology. Ed 21. United States : The
McGraw-Hill Companies Inc; 2003

24



Nadi H, Iwan NB. Manula dan olahraga ditinjau dari sistem
cardiovaskular. Cermin Dunia Kedokteran no. 78, 1992



Fox EL, Bowers RW, Foss ML. The physiological basis of education and
atlhetics 4th ed. Philadelphia: Saunders College Publishing, 1988.

25