PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERH (1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI
TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS (KPS)
PADA KONSEP KALOR
Nunung Nurjanah dan
Iwan Permana Suwarna,
Program Studi Pendidikan Fisika
Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
The purpose of this study was to determine the effect of the inquiry learning model to students
science a process skills (KPS/SAPA) on the concept of heat. KPS aspects in this research include:
observing, interpreting observations, predicting, communicating and implementing the concept. The
experiment was conducted at one school in Jakarta (Indonesia). the method used was a quasi
experimental with pretest-posttest control group design. Samples were taken with a purposive
sampling technique. Research sample were 62 students, 31 students of the experimental group and
31 students of the control group. The instruments used in this study include: instruments to measure
KPS, observation of student activity sheets, and lesson plan (RPP) and the Student inquiry
Worksheet (LKS). The research data were analysed by using the t test for normal data and
homogeneity and Mann Whitney for nonparametric statistica with U test for non normal data.
Significance level in this study is 5%. The mean pretest score of the experimental group is 38.13
and control group is 35.92. The mean posttest score of experimental group is 65.61 and control

group is 54.73. The mean N-gain of experimental group 0.44 (medium) and control groups at 0.27
(low). Students during learning activities have increased with higher categories. Aspects of the KPS
can be improved: observing, interpreting observations, and prediction. Inquiry learning model has
positive influence on KPS students on the concept of heat.
Keywords: Model of inquiry learning, science process skills, concept of heat.

A. PENDAHULUAN
Perkembangan sains tidak hanya ditujukan pada produk ilmiah saja, namun meliputi juga
metode ilmiah dan sikap ilmiah. Artinya metode ilmiah merupakan bagian dari sains (fisika). Hal
ini berarti bahwa pembelajaran fisika tidak hanya berlandaskan teori-teori saja tapi mengarah pada
aktivitas proses sains. Namun kenyataanya pembelajaran fisika masih didominasi metode
konvensional.
Menurut Ditjen PMPTK (2008), terdapat kecenderungan pembelajaran sains di Indonesia,
yaitu; (1) Pembelajaran hanya beriorientasi pada tes/ujian; (2) Pengalaman belajar yang diperoleh di
kelompok tidak utuh dan tidak berorientasi pada tercapainya standar kompetensi dan kompetensi
dasar; (3) Pembelajaran lebih bersifat teacher-centered, guru hanya menyampaikan IPA sebagai
produk dan peserta didik menghafal informasi faktual. (4) Peserta didik hanya mempelajari IPA
pada domain kognitif yang terendah, peserta didik tidak dibiasakan untuk mengembangkan potensi
berpikirnya; (5) Cara berpikir yang dikembangkan dalam kegiatan belajar belum menyentuh
domain afektif dan psikomotor. Alasan yang sering dikemukakan oleh para guru adalah

keterbatasan waktu, sarana, lingkungan belajar, dan jum-lah peserta didik per kelompok yang
terlalu banyak; (6) Evaluasi yang dilakukan hanya berorientasi pada produk belajar yang berkaitan
dengan domain kognitif dan tidak menilai proses.
Selain itu, penelitian yang dilakukan Sadia, et all (2009) terhadap rencana pelaksanaan
pembelajaran guru Fisika SMA di Buleleng tahun 2003 menunjukkan 95% tujuan pembelajaran di
kelompok mengarah pada penguasaan produk sains (pemahaman konsep, hukum dan teori-teori
sebagai pengetahuan yang sudah jadi), hanya 5% yang mengarah pada keterampilan proses sains
(KPS). Padahal KPS merupakan modal utama dalam mengembangkan teknologi modern dalam
menghadapi globalisasi dunia, karena KPS dapat menumbuhkan sikap ilmiah. Dengan sikap ilmiah,
manusia akan terus melakukan ekperimen-eksperimen dan penelitian dalam rangka
mengembangkan teknologi. Keterampilan proses dalam pembelajaran sebaiknya diarahkan pada
penguasaan konsep-konsep sains, menumbuhkan nilai dan sikap ilmiah, serta menerapkan konsep
dan prinsip sains untuk menghasilkan karya teknologi sederhana yang berkaitan dengan kebutuhan
manusia. Selain itu, dalam penelitian yang sama ditemukan bahwa metode ceramah merupakan
metode yang dominan (70%) digunakan guru, tingkat dominasi guru dalam interaksi belajar
mengajar juga tinggi yaitu 67% sehingga para siswa relatif pasif dalam proses pembelajaran. Dari
masalah di atas jelas bahwa aktivitas pembelajaran masih didominasi oleh guru dan pembelajaran
sains belum di arahkan pada aspek proses.
Salah satu alternatif penyelesaian masalah di atas adalah penerapan model pembelajaran
inkuiri, di mana siswa akan terlibat secara maksimal dalam proses pembelajaran untuk mencari dan

menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri
penemuannya dengan penuh percaya diri. Pembelajaran inkuiri mengarah pada keterampilan proses
dengan mengeksplorasi sikap dan perilaku ilmiah siswa, memancing keingintahuan, merangsang
imajinasi, dan daya kreativitas, membangun etos akademik seperti ketelitian, ketepatan, dan
ketangguhan.
Pemilihan model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan konsep yang diajarkan sangat
mempengaruhi kegiatan pembelajaran, baik proses pembelajaran, aktivitas siswa, pemahaman siswa
terhadap materi pelajaran maupun terhadap hasil belajarnya. Konsep fisika yang menarik untuk
dibuat model pembelajaran inkuiri adalah konsep kalor, karena konsep kalor sering ditemui dalam
kehidupan sehari-hari, misalnya menjemur pakaian, memanaskan air, dan mendinginkan air panas.
Selain itu, pembelajaran mengenai konsep kalor dapat dilakukan dengan eksperimen sederhana,
misalnya mengamati proses perubahan wujud zat dapat dilakukan dengan memanaskan es secara
terus menerus sampai menjadi uap air, sehingga siswa akan merasa tertarik untuk melakukan
percobaan, pengamatan, dan dari hasil pengamatan serta pemahamannya, dapat diterapkan kembali
dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan demikian, pembelajaran inkuiri dapat menjadikan
pelajaran fisika lebih menarik, mudah dipahami, lebih menekankan pada pengajaran proses dan
dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan ilmiah siswa atau keterampilan proses sains
(KPS).

B. METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen kuasi dengan desain pretestposttest control group, dalam desain ini digunakan dua kelompok subjek yang diberikan perlakuan.
Desain penelitian ini dapat digambarkan pada tabel 1.:
Tabel 1. Desain Kelompok Kontrol PratesPostes

Keterangan :
T1 : pretest
X1 : Perlakuan menerapkan model pembelajaran inkuiri
X2 : Perlakuan menggunakan metode demonstrasi
T2 : posttest

Kelompok
Pretest Treatment Posttest
Eksperimen
T1
X1
T2
Kontrol
T1
X2
T2

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa salah satu SMA di Jakarta. Sampel dalam
penelitian ini adalah siswa kelas X yang berjumlah 62 siswa, 31 siswa kelas X-A sebagai kelompok
eksperimen dan 36 siswa kelas X-B sebagai kelompok kontrol. Teknik pengambilan sampel
purposive sampling.
Data dalam penelitian ini diperoleh dari hasil tes dan observasi. Jenis observasi yang
digunakan adalah observasi langsung. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes
dan lembar observasi. Tes yang digunakan adalah tes objektif berupa soal pilihan ganda dengan
lima alternatif jawaban sebanyak 25 soal. Agar dapat mengukur KPS siswa maka soal tersebut
dibuat berdasarkan indikator aspek KPS yaitu: aspek mengamati, menafsirkan pengamatan,
prediksi, berkomunikasi dan menerapkan konsep. Sedangkan lembar observasi terdiri dari lima
indikator KPS yang sama yang terbagi dalam empat fase pembelajaran inkuiri yaitu dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel Indikator KPS dalam Fase Pembelajaran Inkuiri
Fase Pembelajaran
Inkuiri
Pengumpulan data
verifikasi
Pengumpulan data
eksperimen


Merumuskan
penjelasan

Menganalisis proses
inkuiri

Aspek KPS

Sub Aspek KPS

Indikator Aktivitas Siswa
Mengajukan hipotesis dari masalah yang
dihadapi
Mencatat setiap pengamatan pada LKS
Mengamati percobaan yang dilakukan
Memprediksi kemungkinan yang terjadi
dalam percobaan yang dilakukan
Membuat grafik/tabel
Menjelaskan hasil percobaan yang
dilakukan


Menerapkan konsep

Menyusun hipotesis

Menafsirkan pengamatan
Mengamati
Berkomunikasi

Mencatat setiap pengamatan
Menggunakan indera
Berdasarkan pengamatan, dapat
mengemukakan apa yang mungkin terjadi
Menggambarkan data dengan grafik/tabel

Berkomunikasi

Menjelaskan hasil pengamatan

Menerapkan konsep


Menentukan bagaimana mengolah data hasil
pengamatan untuk mengambil kesimpulan

Mengolah data penelitian

Berkomunikasi

Mendiskusikan hasil percobaan

Melakukan diskusi mengenai hasil
percobaan

Berkomunikasi

Menyusun dan menyampaikan laporan secara
sistematis dan jelas

Menyusun laporan


Menafsirkan pengamatan

Menarik kesimpulan

Menarik kesimpulan berdasarkan hasil
pengamatan

Memprediksi

Setelah semua data terkumpul dilakukan uji analisis data meliputi uji normalitas dan uji
homogenitas. Uji normalitas dilakukan untuk megetahui kenormalan data sampel yang diteliti. Uji
normalitas data dilakukan menggunakan rumus kai kuadrat (chi square). Jika X2 hitung < X2 tabel, maka
data berdistribusi normal. Pada keadaan lain data tidak berdistribusi normal. Uji homogenitas
digunakan uji homogenitas dua varians atau Uji Fisher. Jika Fhitung < Ftabel, maka Ho diterima.
Setelah uji prasyarat dilakukan dan data dinyatakan berdistribusi normal dan homogen, maka
dilakukan anlisis data untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penerapan model pembelajaran
inkuiri terhadap KPS, diukur dengan pengujian hipotesis, yaitu menggunakan uji signifikansi
dengan uji-t (t-test). Ho diterima jika thitung < ttabel. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar
digunakan Normal gain (N-gain). Aktivitas keterampilan proses sains siswa pada kegiatan
pembelajaran dihitung dengan prosentase. Dengan kriteria interpretasi skor: Rendah = 0% - 30%;

Sedang = 31% - 60%; Tinggi = 61% - 100%.

C. HASIL PENELITIAN
Data hasil tes seteleh implementasian model pembelajaran ditunjukkan pada tabel 1.:
Tabel 1
Data
Statistik
N
X

S

Pretes
t
31
38.13
10.38

Eksperimen
Posttes

N-gain
t
31
31
65.61
0.44
8.79
0.15

Kontrol
Pretes
t
31
35.93
6.83

Posttest

N-gain

31
54.73
9.09

31
0.26
0.14

1. Hasil Pretes

Gambar Histogram Hasil Pretest Kelompok Eksperimen dan Kontrol
2. Hasil posttest
Gambar Histogram Hasil Analisis
Deskriptif Posttest Kelompok
Eksperimen dan Kontrol

3. Normal gain
Gambar
Histogram Skor N-Gain
Kelompok Eksperimen dan
Kontrol

Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan frekuensi kelompok eksperimen dan kontrol dari ketiga
kategori tersebut.
Tabel Kategorisasi N-gain
Kelompok Eksperimen
Kategori
Rendah
Sedang
Tinggi
Jumlah

Frekuensi
Eksperimen
Kontrol
4
20
26
11
1
0
31
31

Berdasarkan kategorisasi tersebut maka dapat
dibuat sebuah histogram yang diperlihatkan pada
gambar berikut ini.

Gambar Histogram Kategorisasi N-Gain Kelompok Eksperimen dan kontrol
4. Ketercapaian Aspek Keterampilan proses Sains (KPS)
Prosentase ketercapaian aspek KPS
Tabel Ketercapaian KPS Pretest dan Posttest
dikelompokkan ke dalam tiga kategori,
Kelompok Eksperimen
Pretestt
Posttest
yaitu rendah (< 30%), sedang (30%-60%),
Sko
r
Skor
Skor
dan tinggi ( ≥ 60%). Hasil perhitungan
Aspek KPS
Idea rerat
(%) rerat
prosentase rerata ketercapaian aspek KPS
(%)
l
a
a
pada kelompok eksperimen dapat dilihat
47.5
Mengamati
4.00
1.90
2.29 57.26
seperti pada tabel:
8
Menafsirkan
Pengamatan

6.00

1.84

Memprediksi

5.00

1.29

Menerapkan
konsep

5.00

1.55

Berkomunikasi

5.00

2.84

30.6
5
25.8
1
30.9
7
56.7
7

4.03

67.20

3.03

60.65

3.45

69.03

3.55

70.97

Selisih rerata pretest dan posttest pada kelompok eksperimen dapat dilihat pada histogram di
bawah ini:
Gambar Histogram
Prosentase
Ketercapaian KPS
pada Pretest dan
Posttest Kelompok
Eksperimen

Berdasarkan histogram di atas, dapat dilihat peningkatan prosentase ketercapaian KPS yang
cukup tinggi pada masing-masing aspek dari pretest ke posttest.
Tabel 4.3 Ketercapaian KPS Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol
Aspek KPS
Mengamati
Menafsirkan
Pengamatan

Skor
ideal
4.00
6.00

Pretestt
Skor
(%)
rerata
2.29
57.26
1.19

19.89

Posttest
Skor
(%)
rerata
2.48
62.10
2.55

42.47

Aspek KPS

Pretestt
Skor
(%)
rerata
0.97
19.35

Posttest
Skor
(%)
rerata
1.39
27.74

Memprediksi

Skor
ideal
5.00

Menerapkan konsep

5.00

1.48

29.68

3.03

60.65

Berkomunikasi

5.00

2.68

53.55

3.61

72.26

Selisih rerata pretest dan posttest pada kelompok eksperimen dapat dilihat pada histogram
di bawah ini:
Gambar Histogram Prosentase
Ketercapaian KPS Pretest dan Posttest
Kelompok Kontrol

Berdasarkan
histogram,
dapat
dilihat
peningkatan
prosentase ketercapaian KPS
yang cukup tinggi pada masingmasing aspek dari pretest ke
posttest.
Hasil perhitungan normal
gain pada tiap aspek KPS yaitu
pada kelompok eksperimen dapat
dilihat pada gambar dibawah ini.
Berdasarkan gambar di atas, perolehan normal gain setiap aspeknya dijelaskan lebih rinci yaitu
sebagai berikut:

Gambar Histogram Rerata
N-gain pada Tiap Aspek
KPS
5. Hasil Observasi
Observasi yang dilakukan dalam
penelitian ini merupakan pengamatan untuk
mengetahui tingkat keterampilan proses
sains dalam proses pembelajaran (aspek
psikomotorik). Terdapat lima indikator KPS
yang diobservasi dan terbagi dalam empat
fase pembelajaran inkuiri.
Aspek mengamati, secara umum
kemampuan mengamati siswa berada pada
kategori tinggi tidak terjadi kenaikan atau
penurunan, nilai dari pertemuan pertama
sampai pertemuan terakhir tetap pada
kategori tinggi 100%.
Aspek
menafsirkan
pengamatan
secara umum kemampuan siswa berada
pada kategori tinggi, terjadi kenaikan dari

pertemuan pertama (75%) ke pertemuan ke-dua (95%). Pada pertemuan ke-dua (95%) sampai
pertemuan ke-empat (50%) terjadi penurunan, hal ini dikarenakan pada pertemuan ke-dua siswa
sangat antusias dengan materi pembelajaran dan metode yang digunakan, sementara pada
pertemuan ke-tiga dan ke-empat pembelajaran dilakukan di ruang kelompok, tidak di laboratorium
fisika sehingga pembelajaran kurang efektif dan
semangat siswa menurun.
Aspek memprediksi kemampuan siswa
secara umum berada pada kategori sedang,
pada kategori sedang ini terjadi kenaikan dari
pertemuan pertama (67%) sampai pertemuan
ke-tiga (100%).
Pada pertemuan ke-tiga
(100%) sampai pertemuan ke-empat (50%)
terjadi penurunan, hal ini dikarenakan pada
pertemuan pertama sampai pertemuan ke-tiga
siswa sangat antusias dengan materi
pembelajaran dan metode yang digunakan, sementara pada pertemuan ke-empat materi
pembelajaran mengenai kalor laten, sehingga siswa tidak dapat memprediksi bagaimana suhu saat
terjadi perubahan fasa zat.
Aspek menerapkan konsep, kemampuan siswa secara umum berada pada kategori tinggi,
terjadi kenaikan dari pertemuan pertama (42%) ke pertemuan ke-dua (75%). Pada pertemuan kedua (75%) sampai pertemuan ke-tiga (50%) terjadi penurunan, dan pada dari pertemuan ke-tiga
sampai pertemuan ke-empat (67%) terjadi kenaikan lagi. Hal ini dikarenakan tingkatan kesulitan
materi pembelajaran yang berubah tiap pertemuannya.
Aspek berkomunikasi, kemampuan siswa
secara umum berada pada kategori tinggi,
terjadi kenaikan dari pertemuan pertama (33%)
sampai pertemuan ke-tiga (83%).
Dari
pertemuan ke-tiga sampai pertemuan ke-empat
(33%) terjadi penurunan. Hal ini dikarenakan
pada pertemuan ke-empat pembelajaran
dilakukan di ruang kelompok, tidak di
laboratorium fisika, sehingga pembelajaran
kurang efektif. Data observasi pada aspek
mengamati dapat dilihat pada gambar di bawah
ini.
Dari data observasi kelima aspek KPS di atas, kemampuan tiap aspek KPS dari pertemuan
pertama sampai pertemuan terakhir dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Aspek KPS
Mengamati
Menafsirkan
Pengamatan
Memprediksi
Menerapkan
Konsep
Berkomunikasi

Tabel Data Hasil Observasi KPS (Psikomotorik)
Tingkatan KPS
Pertemuan
Pertemuan
Pertemuan I
Pertemuan IV
II
III
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
(100%)
(100%)
(100%)
(100%)
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
(75%)
(92%)
(75%)
(50%)
Sedang
Sedang
Sedang
Tinggi
(67%)
(83%)
(100%)
(50%)
Sedang
Tinggi
Tinggi
Tinggi
(50%)
(75%)
(50%)
(67%)
Sedang
Sedang
Tinggi
Tinggi
(38%)
(56%)
(83%)
(39%)

Hasil pretest kelompok eksperimen lebih tinggi dari kelompok kontrol, namun hasil pengujian
kedua data ini homogen.. Uji normalitas pada kelompok kontrol tidak normal. Oleh karena itu, uji

hipotesis pretest menggunakan uji Mann-Whitney (uji U) dengan bantuan software SPSS versi 13.
Hasil uji U menyatakan bahwa skor pretest kedua kelompok tidak terdapat perbedaan yang
signifikan. Sama halnya dengan hasil skor pretest, perolehan skor posttest kelompok eksperimen
mencapai nilai rerata yang lebih tinggi dibanding kelompok kontrol. Pada kelompok kontrol,
peningkatan nilai rerata yang diperoleh diikuti juga oleh peningkatan nilai standar deviasinya, hal
ini menunjukkan bahwa keragaman kemampuan siswa kelompok kontrol belum merata
dibandingkan dengan kemampuan siswa kelompok eksperimen.
Berdasarkan hasil observasi mengenai aktivitas keterampilan proses sains pada saat
pembelajaran berlangsung menunjukkan bahwa model pembelajaran inkuiri melibatkan siswa untuk
aktif dalam pembelajaran, khususnya aktivitas keterampilan proses sains. Dalam kegiatan observasi
yang dilakukan pada empat pertemuan diketahui bahwa aspek KPS yang dilakukan siswa selama
pembelajaran berlangsung sangat dinamis, hal ini dikarenakan beberapa faktor yang mempengaruhi.
Hasil observasi keempat mengalami penurunan dibandingkan hasil observasi pada pertemuan
sebelumnya, hal ini dikarenakan pada pertemuan tersebut pembelajaran berlangsung di ruang
kelompok, tidak di laboratorium, sehingga pembelajaran kurang efektif. Secara umum kemampuan
KPS yang diteliti efektif. Dengan demikian pembelajaran inkuiri yang diterapkan pada kelompok
eksperimen menunjukkan aktivitas keterampilan proses sains (KPS).
Sari, et.all. dalam penelitiannya, menyimpulkan penerapan model pembelajaran inkuiri dapat
meningkatkan keterampilan proses siswa pada pokok bahasan laju reaksi di SMAN 1 Siak Sri
Indrapura tahun ajaran 2008/2009, yang, menunjukkan bahwa: (1) Kualitas proses pembelajaran
inkuiri terbimbing telah memungkinkan terjadinya peningkatan konstruksi pengetahuan dan
keterampilan proses serta sikap sains siswa berlangsung dengan kategori baik; (2) Terdapat
perbedaan keefektifan yang signifikan antara kelompok yang dibelajarkan dengan metoda
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan kelompok konvensional, Keefektifan metoda pembelajaran
tersebut dapat dilihat dari rerata hasil penilaian kognitif, psikomotor, dan afektif siswa.
D. KESIMPULAN
Penggunaan model pembelajaran inkuiri pada konsep kalor dapat memberikan pengaruh
positif dan signifikan terhadap keterampilan proses sains. Pembelajaran dengan menerapkan model
inkuiri terbimbing ini cukup efektif, setiap aspek KPS mengalami peningkatan dengan kategori
tinggi. Aktivitas siswa selama pembelajaran tergolong pada kategori tinggi terutama: aspek
mengamati, menafsirkan pengamatan dan menerapkan konsep. Pada aspek berkomunikasi termasuk
kategori sedang dan pada aspek memprediksi masih kurang. Disamping memiliki keunggulan,
model ini juga mempunyai kelemahan, diantaranya: Guru akan sulit mengontrol kegiatan dan
keberhasilan peserta didik; Perencanaan pembelajaran dengan model ini sulit karena terbentur
dengan kebiasaan peserta didik dalam belajar; Dalam mengimplementasikannya, memerlukan
waktu yang panjang, sehingga guru sulit untuk menyesuaikan dengan waktu yang ditentukan.
Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar dan sesuai dengan yang diharapkan.
Pembelajaran inkuiri akan lebih baik jika digunakan pada konsep yang bersifat konkret agar siswa
dapat menemukan sendiri konsep yang sedang dipelajari. Perlunya ketersediaan fasilittas
laboratorium fisika yang memadai untuk praktikum pada pembelajaran inkuiri. Untuk para peneliti
lainnya, disarankan untuk mengukur aspek KPS lainnya: aspek meramalkan, menggunakan alat dan
bahan,
merencanakan
penelitian
dan
mengajukan
pertanyaan.
Mencoba
untuk
mengimplementasikan model pada level yang berbeda dengan kelompok kemampuan siswa yang
beragam.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. 2008. Strategi
Pembelajaran MIPA (Kompetensi Supervisi Akademik 03-B6a). DEPDIKNAS. Tersedia:
http://www.bpgdisdik-jabar.net/materi/PS-1203-15.pdf. Diakses tanggal 10/01/10.
Sadia,
Wayan.
2009.
Pembelajaran
Fisika
SMAN
1
Buleleng.
Tersedia:
http://wayansadia.files.wordpress.com/2009/07/pembelajaran-fisika-sman-1-buleleng.pdf.

diakses tanggal: 21/11/09.
Sari, dkk..Penerapan Pendekatan Inkuiri Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Siswa Pada
Pokok Bahasan Laju Reaksi Kelas XI IPA SMAN 1 SIAK SRI INDRAPURA. Tersedia:
http://www.scribd.com/doc/17061987/penerapan-pendekatan-inkuiri-untukmeningkatkan-keterampilan-proses-siswa-pada-pokok-bahasan-laju-reaksi-kelas-xi-ipasman-1-siak-sri-indrapura. diakses tanggal 10/02/10.