ANALISIS FAKTOR FAKOR YANG MEMPENGARUHI
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
ANALISIS FAKTOR-FAKOR YANG MEMPENGARUHI MANAJEMEN
KEARIFAN LOKAL PARA PENDULANG INTANTRADISIONAL
DI KALIMANTAN SELATAN
Oleh :
Iqbal Firdausi
Muhammad Maladi
Zainal Arifin
- LPPM STIE Indonesia Banjarmasin ABSTRACT
Pengaruh harapan,manajemen, dan etos kerja pada masyarakat tradisional, masih
banyak dipengaruhi keyakinan, komunitas, dan alam. Sejak lama orang mengenal kota
Martapura di Kalimantan Selatan sebagai penghasil batu permata intan terbaik di dunia.
Reputasi tersebut sekaligus membawa citra nasional makin di kenal di seluruh dunia. Telah
lama beberapa usaha tambang di dunia turut berburu mencari intan di sana, namun kini
hampir semua perusahaan besar tersebut tinggal namanya saja, karena tidak mudah
mendapatkan intan sementara biaya yang dikeluarkan tidak sedikit akibatnya banyak yang
bangkrut. Sementara para pencari intan tradisional atau lebih dikenal dengan nama pendulang
sampai saat ini masih melakukan aktivitasnya. Seperti biasa tatanan sosial kebiasaan adat
suatu daerah pasti memiliki keunikan yang membedakannya dengan daerah lain, termasuk
dalam mengelola bisnis. Sehingga hal ini menarik untuk di kaji bagaimana manajemen
kearifan lokal para pendulang intan tradisional dalam upaya mempertahankan aktivitas
pencarian intan.
Penelitian ini dilakukan terhadap pendapat 100 orang pendulang intan tradisional di
PumpungKelurahan Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka, Kotamadya Banjarbaru, Provinsi
Kalimantan Selatan. Metode penelitian menggunakan kombinasi antara metode kualitatif
untuk menggali pendapat bentuk manajemen kearifan lokal yang berlaku dan faktor-faktor
yang dianggap mempengaruhinya. Sedangkan metode kuantitatif digunakan untuk menguji
pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap pemberlakuan manajemen kearifan lokal.
Hasil penelitian menunjukkan pendapat para pendulang yang dikonfirmasi pendulang
lainnya menyatakan bahwa praktek perencanaan pendulangan dilakukan secara sederhana
terutama berkaitan pengetahuan mereka tentang cuaca dan kondisi sungai, menggunakan
peralatan sederhana tanpa merusak alam lingkungan yang besar, bekerja berkelompok dengan
pembagian tugas yang jelas namun jika berhasil pembagian dilakukan secara adil, jujur dan
merata. Sementara dalam pelaksanaan pendulangan intan mereka mereka berupaya
menghindari kemungkinan kebakaran hutan, menghormati makhluk hidup lain dan alam,
menciptakan kondisi kerja yang kondosif. Pada tahap akhir, pendulang melakukan
pemeriksaan secara hati-hati. Hal ini terus mereka lakukan dengan sabar dan penuh
penantian.
1
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
Berdasarkan pendapat para pendulang, kemudian diujikan secara statistik, bahwa
faktor yang mempengaruhi praktek manajemen kearifan lokal tersebut dipengaruhi sikap
harapan (0.493) untuk meningkatkan tarap hidup dan kehidupan beragama lebih baik, konsep
diri (0.150) bahwa mereka tidak memiliki keahlian lain, kebiasaan (0,130) karena faktor alam
dan keturunan, dan keyakinan (0,395) bahwa apa yang mereka lakukan adalah pekerjaan
mulia.
Kata Kunci : kearifan lokal, pendulang intan tradisional
2
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
PENDAHULUAN
Intan berlian, adalah salah satu jenis perhiasan yang tidak hanya memiliki nilai jual dan
estetika, tetapi juga memiliki nilai-nilai luhur dari sebuah kerja keras. Faktor itulah yang
menyebabkan harga nominal dari intan berlian tersebut masuk dalam kategori sangat mahal.
Dikarenakan juga keberadaannya cukup langka. Berbagai macam jenis intan berlian dapat
kita temui di Martapura, Provinsi Kalimantan Selatan. Akan tetapi morfologi indah sebuah
intan berlian tidaklah lengkap sebelum kita mengetahui bagaimana intan berlian itu diperoleh.
Benda yang oleh sebagian orang dianggap keramat ini banyak ditemukan di Pasar
Martapura. Tetapi perburuannya dilakukan di Banjarbaru yang juga masih dalam provinsi
Kalimantan Selatan. Kecamatan Cempaka kota Banjarbaru, didominasi oleh karakteristik
geografis dataran tinggi dengan rata-rata ketinggian topografi antara 50 sampai 150 meter di
atas permukaan laut. Sehingga praktis, kawasan pendulangan intan, di Pumpung atau Ujung
Murung misalnya, juga dikelilingi oleh bukit-bukit yang menyembul.
Kawasan pendulangan intan tradisional di Kecamatan Cempaka, paling banyak tersebar
di Kelurahan Sungai Tiung. Kelurahan seluas 21,50 Km2 dengan jumlah penduduk 306 jiwa
per Km ini, memiliki dua kawasan pendulangan intan tradisional yang telah dikenal di mata
dunia, yaitu Pumpung dan Ujung Murung. Khususnya Pumpung, terkenal karena temuan
intan sebesar telur ayam dengan berat 166,7 kerat, pada 30-an tahun silam. Belakangan intan
tersebut dinamai Trisakti.
Untuk menuju kawasan wisata pendulangan intan tradisional ini, banyak tersedia akses
transportasi darat yang bisa kita pilih, yang tentunya relatif lebih cepat, mudah dan murah.
Pendulangan intan Pumpung misalnya, berada di sisi tenggara kota Banjarbaru, 40 Km dari
Banjarmasin, ibukota Provinsi Kalsel.
Dari Banjarmasin menuju Kota Banjarbaru dapat dijangkau menggunakan kendaraan
bermotor, baik roda dua maupun roda empat, dengan waktu tempuh selama 1 jam. Kemudian,
dari kota Banjarbaru menuju Kecamatan Cempaka bisa dicapai selama 15 menit, langsung
menuju kawasan wisata tersebut.
Mendapatkan atau mencari intan secara tradisional merupakan pekerjaan yang banyak
digeluti oleh masyarakat Banjar. Salah satu alat yang digunakan untuk mencari intan secara
tradisional dikenal dengan nama dulang dalam bahasa daerah sana, Dulang (berbentuk
semacam caping) yang terbuat dari kayu ulin (kayu besi) atau kayu jingga. Sedangkan proses
untuk mendapatkan intan sendiri dinamakan dengan mendulang. Aktivitas mendulang intan
dimulai sejak pukul delapan pagi. Warga yang melakukan aktivitas mendulang intan biasanya
melakukannya secara kolektif, antara 3-5 orang. setiap orang mempunyai tugas masingmasing yang berbeda-beda. Ada yang bertugas membuat/menggali lubang. Ada yang lain
bertugas mengangkut material galian kelokasi pendulangan. Sedangkan yang lainnya lagi
bertugas mendulang material yang telah terangkut tadi.Para pendulang intan mendulang intan
setiap hari kecuali hari Jumat sebagai hari libur mereka. Proses mendulangnya pun
dibutuhkan waktu yang relative lebih lama.
Mendulang intan secara tradisional yakni material berupa pasir, batu-batuan kecil,
tanah, lumpur dan sebagainya yang telah bercampur menjadi satu diambil dari dalam lubang
galian yang dibuat dengan kedalaman tertentu dimuat ke dalam dulang sesuai dengan
kapasitas dari setiap dulang yang digunakan, selanjutnya dulang yang telah terisi material
3
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
tersebut diputar-putar (dilenggang) dalam air sehingga sedikit demi sedikit material dari
dalam dulang terbuang keluar dari dulang terbawa oleh pusaran air yang timbul akibat
putaran yang dilakukan sambil sekali-kali pendulang mengamati sisa material yang berada
dalam dulang apakah terdapat intan atau tidak. Hal tersebut dilakukan begitu seterusnya
sampai material yang berada dalam dulang terbuang habis dari dalam dulang. Kegiatan
tersebut dilakukan sepanjang harinya oleh penambang.
Sistem yang digunakan oleh para pendulang intan tergantung dari kesepakatan awal.
Tapi biasanya, karena mereka menggunakan sistem pembagian tugas, maka mereka pun juga
membagi hasil secara merata. Jadi, semakin banyak orang yang terlibat dalam kelompok
pendulang intan itu, maka akan semakin kecil juga hasil yang didapat. Lahan yang digunakan
untuk mendulang pun juga belum tentu lahan milik sendiri.
Gambar 1 Aktivitas Mendulang Intan Trandsional di Cempaka
Banyak orang yang terlibat dalam usaha mendapatkan intan apabila kita melihat dari
proses awalnya. Bermula sebuah intan berasal dari para penambang tersebut. Ada juga
kelompok yang khusus mengumpulkan hasil dari penambang tersebut yang datang secara
langsung ke lokasi penambangan. Kelompok tersebut dinamakan para pengumpul intan dan
biasanya orang-orang yang sudah memiliki modal sendiri atau memakai modal orang lain
dalam mengumpulkan intan. Selanjutnya dari para pengumpul ini dijual lagi kepada
pengumpul yang lebih besar untuk diolah menjadi intan-intan yang bernilai jual tinggi. Atau
menggunakan alternatif lain dengan mnenjual langsung kepada para pengumpul yang berasal
dari luar sebelum diolah menjadi berbagai macam bentuk yang menarik seperti mata cincin,
kalung, gelang, dan lain sebagainya. Namun tetap saja yang menjadi bagian yang paling
bawah adalah para pekerja yang secara langsung bekerja dilapangan. Daerah yang cukup
terkenal sebagai tempat penghasil intan di Banjarmasin seperti Martapura, Kampung
Cempaka, Karang Intan, Awang Bangkal, Sungai Besar, Matraman. Daerah-daerah tersebut
yang menjadi salah satu tempat yang paling banyak menghasilkan intan.
Bagi sebagian orang Banjar, Intan juga dianggap sebagai benda keramat. Para
pendulang memanggil intan dengan sebutan “Galuh”. Pada saat para pendulang melakukan
aktivitas mendulang, mereka memanggil intan itu dengan sebutan “Galuh”. Pada saat itu pula
para pendulang intan dilarang mengeluarkan kata-kata jorok dan kasar. Itu merupakan salah
4
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
satu pantangan bagi para pendulang intan. Yang jelas, untuk memperoleh intan berlian
tidaklah mudah. Harus ada pengorbanan dan kerja keras. Maka sangatlah wajar jika intan
berlian memiliki nilai-nilai yang tinggi. Baik dari segi estetika, moral maupun kesakralannya
Mendulang intan memang bukanlah pekerjaan mudah. Para pendulang intan harus
memiliki kesabaran. Karena, kita belum bisa memastikan seorang pendulang yang seharian
bergelut di arena pendulangan akan pulang tanpa tangan hampa. Selain itu, pekerjaan ini juga
memiliki banyak resiko. Apabila kondisi fisik para pendulang intan sedang tidak stabil, bisa
jadi akan sakit. Karena air yang ada di wilayah pendulangan adalah air yang cukup dingin.
Belum lagi lubang-lubang bekas galian yang bisa saja akan menyebabkan para pendulang
terkubur hidup-hidup karena runtuhnya tanah di sekitar lubang galian.Beberapa peusahaan
yang pada mulanya beroperasi tapi ditengah jalan behenti karena bangkrut seperti PT Galuh
Cempaka Banjarbaru (2009), PT AT Mining Co (1949), PT Palmabin Mining (1981). PT
Palma Coal (1991) Namun demikian kegiatan pendulangan intan sampai sekarang masih
berjalan. Faktor bisnis tradisional lokal, selain dipengaruhi kondisi alam setempat, juga
dipengaruhi perilaku penduduk dan tata sosial yang berlaku Spencer, S. David Dikinis, Peter
C. Keller, dan Robert E. Izane, 1988). Sehingga dalam penelitian ini menarik untuk melihat
gambaran manajemen kearifan budaya lokal dalam berbisnis intan.
PERMASALAHAN
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini ;
1. Bagaimana praktek manajemen kearifan lokal yang berlaku pada bisnis pendulangan
intan tradisionil di Desa Pumpung Kecamatan Cempaka Kotamadya Banjarbaru
Provinsi Kalimantan Selatan
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi praktek manajemen kearifan lokal yang
berlaku pada bisnis pendulangan intan tradisionil di Desa Pumpung Kecamatan
Cempaka Kotamadya Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan
PENELITIAN TERDAHULU
Para pencari intan ini disebut sebagai pendulang. Bagi masyarakat Cempaka,
mendulang merupakan pilihan hidup, karena menjadi pendulang hanya bermodalkan harapan.
Apa jadinya apabila harapan sudah di depan mata kemudian hilang begitu saja? Tragedi itu
pasti akan menimbulkan trauma bagi masa depan profesi pendulang intan.
Contohnya, anak-anak (terutama laki-laki), pendulang kecil ini kebanyakan masih
duduk di bangku sekolah dasar kira-kira kelas 4, Sungai Tiung, Cempaka, kebanyakan
bercita-cita menjadi pembelantik (pedagang perantara dari tangan pendulang intan ke
pedagang lainnya). Pekerjaan membelantik dianggap lebih mempunyai masa depan
dibandingkan dengan mendulang, karena selama ini para pendulang tidak ada yang bisa kaya,
walaupun penemuannya menyilaukan dunia. Untuk itu anak-anak bersemangat mendulang
dengan harapan mendapatkan rezeki nomplok untuk modal menjadi pembelantik
Menjadi pendulang yang penghasilannya kecil juga sangat menguras tenaga. Mulai dari
pagi hingga sore hari tubuh terpapar sinar matahari. Menurut para pendulang, apabila tidak
terbiasa mendulang, sekujur tubuh akan terasa remuk dan pinggang pegal-pegal. Namun,
mengapa tetap saja ada pendulang? bukankah sebagai petani lebih juga menjanjikan? Kata
5
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
para pendulang yang dewasa, bertani memang mendapatkan penghasilan tetap, sedangkan
mendulang biarpun tidak berpenghasilan tetap apabila beruntung akan mendapat intan yang
tak terduga. Bagi mereka mendulang intan sudah mendarah daging. Mulai dari kakek
neneknya, sehingga kebiasaan itu sulit diubah (Rahariyani Loetfia Dwi.2008). Menurut
mereka mendulang tidak memerlukan ijazah tinggi, tidak ada tes, tidak perlu mengisi biodata,
dan tidak perlu takut ditolak. Karena syarat utamanya adalah sehat jasmani rohaniPendidikan
bukan hal yang utama, sehingga banyak dari mereka hanya lulusan SD, bahkan ada yang
tidak lulus.
Menurut mereka mendulang dapat menghidupi keluarga. Jika mujur bisa mendapatkan
intan, maka bisa menunaikan ibadah haji, naiklah status sosial di masyarakat. Tanpa disadari,
pendidikan yang dilupakan justru menjadi bumerang dalam mengelola hasil penjualan intan.
Tidak mengherankan jika ada pendulang yang pagi miskin, sorenya menjadi kaya, dan
besoknya bisa miskin lagi.(Retnaningtya Listiani,2010)
Sebagai sebuah tradisi, menarik untuk dikaji, apabila kegiatan mendulang intan sarat
dengan berbagai pemahaman dan keyakinan. Pemahaman dan anggapan tersebut sepenuhnya
diyakini oleh masyarakat pendulang intan sebagai ritus yang wajib untuk dijaga. Banyak
pantangan (pamali) yang tidak boleh dilakukan saat mendulang intan. Karena, intan bagi
orang Banjar adalah ‘seorang putri’ yang disebut ‘Galuh’. Si Galuh enggan mendekat apabila
didulang dengan cara yang tidak bijak, tidak cukup syarat, atau melanggar pantangan,
misalnya mengucapkan kata intan atau kata turun ketika di pendulangan, yang boleh
dianggap sebagai mitos(JamalieZulfa2013, Febriana Maya Puji 2010)
TINJAUAN PUSTAKA
Masyarakat dan Manajemen
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang
membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi
adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat"
sendiri berakar dari katadalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat
adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah
komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah
masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu
komunitas yang teratur.
Menurut Taqyuddin An-NabhaniSyaikh, sekelompok manusia dapat dikatakan
sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem/aturan yang
sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama mereka
berdasarkan kemaslahatan.Meski tergolong tradisional dan hanya berbasis masyarakat,
namun para penambang membentuk dan memiliki beberapa perkumpulan atau kelompok
kerja. Kelompok kerja tersebut bekerja sama di daerah pertambangan secara gotong royong.
Walaupun demikian, setiap kelompok sudah punya struktur, peran serta pembagian kerja
yang jelas.
Manajemen berasal dari bahasa latin, yaitu dari kata menus yang berarti tangan dan
agere yang berarti melakukan. Kata-kata itu digabung menjadi kata manager yang artinya
6
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
menangani. Manager diterjemahkan ke dalam bahasa inggris dalam bentuk kata kerja to
manage dan kata benda management dan manger untuk orang yang melakukan kegiatan
manajemen. Akhirnya, manajemen diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia menjadi
manajemen atau pengelolaan.
Menurut Hasibuan (2008:2) mengatakan bahwa : “Manajemen adalah ilmu dan seni
mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara
efektif dan efisien untuk mencapai satu tujuan.”
Stonner J.A.F dalam Gomez (2003 : 8) definisi manajemen adalah :
“Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan
pengendalian upaya anggota organisasi dan penggunaan semua sumber daya organisasi untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.”
Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Manajemen sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan
pengendalian
2. Manajemen adalah perpaduan antara ilmu pengetahuan dan seni
3. Manajemen selalu dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas yang telah ditetapkan terlebih
dahulu.
Bila dilihat dari definisi di atas jelaslah bawa manajemen adalah merupakan suatu
proses pengarahan dari pemberian fasilitas-fasilitas pada pekerjaan orang orang yang
diorganisasikan di dalam organisasi tersebut.
Dengan demikian suatu kelompok masyarakat memerlukan manajemen untuk mencapai
baik tujuan individu maupun kelompok masyarakat itu sendiri.
Kearifan Lokal
Pengertian kearifan lokal dilihat dari kamus Inggris Indonesia terdiri dari 2 kata yaitu
kearifan (wisdom) dan lokal (local). Local berarti setempat dan wisdom sama dengan
kebijaksanaan. Dengan kata lain maka local wisdom dapat dipahami sebagai gagasangagasan, nilai-nilai-nilai, pandangan-pandangan setempat (lokal) yang bersifat bijaksana,
penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Jadi
kearifan lokal merujuk pada lokalitas dan komunitas tertentu.
Menurut Ngakan Putu Oka dan kawan kawan (2006), kearifan lokal merupakan tata
nilai atau perilaku hidup masyarakat lokal dalam berinteraksi dengan lingkungan tempatnya
hidup secara arif. Maka dari itu kearifan lokal tidaklah sama pada tempat dan waktu yang
berbeda dan suku yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh tantangan alam dan
kebutuhan hidupnya berbeda-beda, sehingga pengalamannya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya memunculkan berbagai sistem pengetahuan baik yang berhubungan dengan
lingkungan maupun sosial.
Sementara itu Keraf (2010) menegaskan bahwa kearifan lokal adalah semua bentuk
pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang
menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Semua bentuk
kearifan lokal ini dihayati, dipraktekkan, diajarkan dan diwariskan dari generasi ke generasi
sekaligus membentuk pola perilaku manusia terhadap sesama manusia, alam maupun gaib.
7
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
.Menurut Antariksa (2009), kearifan lokal merupakan unsur bagian dari tradisi-budaya
masyarakat suatu bangsa, yang muncul menjadi bagian-bagian yang ditempatkan pada
tatanan fisik bangunan (arsitektur) dan kawasan (perkotaan) dalam geografi kenusantaraan
sebuah bangsa. Dari penjelasan itu dapat dilihat bahwa kearifan lokal merupakan langkah
penerapan dari tradisi yang diterjemahkan dalam artefak fisik. Hal terpenting dari kearifan
lokal adalah proses sebelum implementasi tradisi pada artefak fisik, yaitu nilai-nilai dari alam
untuk mengajak dan mengajarkan tentang bagaimana ‘membaca’ potensi alam dan
menuliskannya kembali sebagai tradisi yang diterima secara universal oleh masyarakat,
khususnya dalam berarsitektur. Nilai tradisi untuk menselaraskan kehidupan manusia dengan
cara menghargai, memelihara dan melestarikan alam lingkungan.
Definisi kearifan lokal secara bebas dapat diartikan nilai-nilai budaya yang baik yang
ada di dalam suatu masyarakat. Hal ini berarti, untuk mengetahui suatu kearifan lokal di suatu
wilayah maka kita harus bisa memahami nilai-nilai budaya yang ada di dalam wilayah
tersebut. Berdasarkan beberapa definisi di atas definisi tentang pengertian kearifan lokal
sebagian bentuk dari tradisi dan budaya yang mempunyai nilai-nilai luhur dan sudah
diajarkan sejak lama secara turun temurun.
Teori Harapan
Vroom dalam Koontz (2012), mengemukakan bahwa orang-orang akan termotivasi
untuk melakukan hal-hal tertentu guna mencapai tujuan apabila mereka yakin bahwa
tindakan mereka akan mengarah pada pencapaian tujuan tersebut.
Sementara teori harapan menyatakan bahwa motivasi karyawan adalah hasil dari
seberapa jauh seseorang menginginkan imbalan (Valence), yaitu penilaian bahwa
kemungkinan sebuah upaya akan menyebabkan kinerja yang diharapkan (Expectancy), dan
keyakinan bahwa kinerja akan mengakibatkan penghargaan (Instrumentality ). Singkatnya,
Valence adalah signifikansi yang dikaitkan oleh individu tentang hasil yang diharapkan.
Ini adalah kepuasan yang diharapkan dan tidak aktual bahwa seorang karyawan
mengharapkan untuk menerima setelah mencapai tujuan. Harapan adalah keyakinan bahwa
upaya yang lebih baik akan menghasilkan kinerja yang lebih baik. Harapan dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti kepemilikan keterampilan yang sesuai untuk melakukan pekerjaan,
ketersediaan sumber daya yang tepat, ketersediaan informasi penting dan mendapatkan
dukungan yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan.
Jadi harapan seseorang mewakili keyakinan seorang individu bahwa tingkat upaya
tertentu akan diikuti oleh suatu tingkat kinerja tertentu. Sehubungan dengan tingkat harapan
seseorang Pinder Craig C. (1998) dalam bukunya Work Motivation In Organization Behavior
berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat harapan seseorang yaitu:
a. Harga diri
b. Keberhasilan waktu melaksanakan tugas
c. Bantuan yang dicapai dari seorang supervisor dan pihak bawahan.
d. Informasi yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas
e. Bahan-bahan baik dan peralatan baik untuk bekerja.
Kelebihan Teori Harapan
8
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
Teori harapan mendasarkan diri pada kepentingan individu yang ingin mencapai
kepuasan maksimal dan ingin meminimalkan ketidakpuasan.Teori ini menekankan pada
harapan dan persepsi, apa yang nyata dan aktual.Teori harapan menekankan pada imbalan
atau pay-off. Teori harapan sangat fokus terhadap kondisi psikologis individu dimana tujuan
akhir dari individu untuk mencapai kesenangan maksimal dan menghindari kesulitan.Teori
harapan tampaknya terlalu idealis karena hanya individu tertentu saja yang memandang
korelasi tingkat tinggi antara kinerja dan penghargaan.
Konsep Diri
Richard, Riding, Rayner (2001) menyatakan bahwa konsep diri merupakan persepsi
seseorang terhadap dirinya sendiri, dimana persepsi ini dibentuk melaluipengalaman dan
interprestasi seseorang terhadap dirinya sendiri. Marsh dalam Sophia Jowett, David
Lavallee(1990) juga menambahkan bahwasanya konsep diri merupakan nilai dari hasil
prosespembelajaran yang dilakukan dan dari hasil situasi psikologis yang diterima.
Menurut Julian Rappaport, Edward Seidman(1988), konsep diri merupakan totalitas
dari kepercayaanterhadap diri individu, sikap dan opini mengenai dirinya, dan individu
tersebutmerasa hal tersebut sesuai dengan kenyataan pada dirinya. Menurut C. Wayne Smith,
Robert H. (1975) konsep diri terdiri diri dari berbagai aspek, misalnya aspek sosial,
aspekfisik, dan moralitas. Konsep diri merupakan suatu proses yang terus selaluberubah,
terutama pada masa kanak-kanak dan remaja. Menurut Gage danBerliner (1984) selain
merupakan cara bagaimana individu melihat tentang dirimereka sendiri, konsep diri juga
mengukur tentang apa yang akan dilakukan dimasa yang akan datang, dan bagaimana mereka
mengevaluasi performa dirimereka.
Konsep diri merupakan hal yang penting dalam kehidupan sebabpemahaman seseorang
mengenai konsep dirinya akan menentukan danmengarahkan perilaku dalam berbagai situasi.
Jika konsep diri seseorang negatif,maka akan negatiflah perilaku seseorang, sebaliknya jika
konsep diri seseorangpositif, maka positiflah perilaku seseorang tersebut (Fits dan Shavelson,
dalamYanti, 2000). Hurlock dalam Meilisis (2012) menambahkan bahwasanya konsep diri
individudapat menentukan keberhasilan dan kegagalan seseorang dalam hubungannyadengan
masyarakat.
Kebiasaan
Classic Conditioning (pengondisian atau persyaratan klasik) adalah prosess yang
ditemukan Pavlovsebagaimana dikutif Robbin (2005) melalui percobaannya terhadap anjing,
di mana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulangulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Teori ini merupakan teori stimulus
respon klasik (menerapkan kebiasaan).
Teori Edward L. Thorndike (dalam Donahoe 1999), berdasarkan hasil percobaannya
yang menggunakan beberapa jenis hewan, ia mengemukakan suatu teori belajar yang dikenal
dengan teori pengaitan. Dalam teori ini mengatakan bahwa dalam proses belajar dengan cara
coba dan salah (trial and error).
9
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
Teori Behaviorisme John Broades Watson (dalam Hauser Larry 2014), memandang
manusia sebagai produk lingkungan. Segala perilaku manusia sebagian besar pengaruh
lingkungan sekitarnya. Lingkunganlah yang membentuk kepribadian manusia.
Teori Kesegeraan Erwin Guthrie(dalam Graham 2010), yang utama adalah hukum
kontinguiti yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul
kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama. Guthrie juga percaya bahwa
hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada
saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Teori Burrhus Frederic Skinner (dalam Robbin 2003), menyatakan bahwa unsur
terpenting dalam belajar adalah penguatan. Skinner membagi penguatan menjadi dua yaitu
penguatan positif (memberi hadiah/ penghargaan) dan penguatan negatif (menunjukkan
perilaku tidak senang).
Keyakinan
Keyakinan bisa berarti confidence (kepercayaan, keyakinan, iman, konfidensi,
rahasia, pengucapan rahasia), trust (kepercayaan, keyakinan, tanggung jawab, harapan,
penjagaan, kredit, belief (keyakinan, kepercayaan, percaya, akidah, anutan, perasaan), faith
(iman, keyakinan, agama, kepercayaan, percaya, akidah), conviction (keyakinan, hukuman,
penghukuman, pendirian, kepercayaan, anutan, assurance (jaminan, kepastian, keyakinan,
tenang), assuredness (keterjaminan, keyakinan, kepercayaan, kesombongan), dan credit
(kredit, kepercayaan, keyakinan, reputasi, nama baik, kehormatan. Menurut Besharat dan
Pourbohlool (2011), keyakinan bisa menjadi perantara untuk memberikan enerji untuk
mendorong orang dalam melakukan sesuatu sesuai dengan kayakinannya tersebutDengan
dimilikinya keyakinan, maka akan menghemat berpikir, mempercepat keputusan dan
tindakan. karena menyegerakan keputusan dan tindakan, keyakinan menyegerakan
tercapainya tujuan.
. Masyarakat di Kecamatan Cempaka cukup terkenal sebagai masyarakat religius
sebagaimana masyarakat lainnya di Kabupaten Banjar dan Banjarbaru, sehingga sering setiap
pekerjaan selalu dinaungi dengan nilai-nilai agama yang diutamakan (Zamroni, 2010),
sehingga terkadang nilai dunia kadang dianggap kurang penting dibanding nilai akhirat
dimana pekerjaan dunia dianggap sebagai jalan untuk mendapatkan kemuliaan agama jika
mereka mampu naik haji.
METODE PENELITIAN
Penelitian tentang manajemen kearifan lokal para pendulang intan ini menggunakan
penelitian kualitatif versi Etxploratif Research dan Kuantitatit. Metodkualitatif digunakan
untuk menggali informasi tentang manajemen kearifan lokal dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya berdasarkan survei dan wawancara terhadap para pendulang dilapangan,
kemudian penggunan metode kuantitatif digunakan untuk menguji hubungan antar faktor
yang telah diperoleh dari hasil eskploratif.
Lokasipenelitian dilaksanakan di area
penambangan intan tradisional di Desa Pumpung Kelurahan Sungai Tiung Kecamatan
Cempaka Kabupaten Banjarbaru Kalimantan Selatan.
10
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
Seperti halnya penelitian kualitatif yang lain, penelitian ini menggunakan sampel
bertujuan atau menggunakan teknik purposive sampling, yaitu menggali informasi yang
merupakan sampling yang dipilih berdasarkan usia diatas 45 tahun dan telah berpengalaman
sebagai pendulang intan minimal selama 10 tahun karena dianggap benar-benar mengetahui
informasi tujuan penelitian ini yakni tentang manajemen kearifan lokal bisnis pendulangan
intan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, sehingga pada akhirnya ditentukan ada 100
orang responden, sedang jumlah populasi yang diperkirakan 500 orang di lokasi penelitian..
Manajemen Kearifan Lokal Pada Bisnis Intan di Cempaka
Empat aspek fungsi manajemen yakni perencanaan, pengorganisasian, implementasi, dan
evaluasi. Dari aspek perencanaan para pendulang sebelum terjun ke tempat pendulangan
merencanakan lokasi pendulangan. Lokasi yang dipilih tentunya masih termasuk kecamatan
Cempaka Kotamadya Banjarbaru, namun titik penggalaian bisa tetap tetapi bisa juga
berpindah, tergantung musim dan keyakinan. Jika musim air pasang biasanya para pendulang
menghindari tempat pendulangan di terowongan atau lobang yang sengaja dibuat, ini
dilakukan untuk menghindari kemungkinan air pasang masuk kedalam lobang yang dapat
membuat pendulang mati tenggelam. Jika air musim air pasang para pendulang kebanyakan
lebih memilih di sungai yang terbuka. Sebelum turun ke tempat pendulangan mereka
membawa makanan seadanya untuk makan siang di lokasi. Kemudan mereka tidak lupa
membawa peralatan sederhana seperti cangkul, skrup, alat pendulang (penampi), ember dan
saringan yang tidak mungkin membuat kerusakan alam sekitar yang berat. Dengan demikian
para pendulang tradisional intan juga turut memperhatikan kelestarian lingkungan.
Pada fungsi pengorganisasian, para pendulang datang ketempat berkelompok, satu
kelompok antara 3-5 orang. setiap orang mempunyai tugas masing-masing yang berbedabeda. Ada yang bertugas membuat/menggali lubang. Ada yang lain bertugas mengangkut
material galian kelokasi pendulangan. Sedangkan yang lainnya lagi bertugas mendulang
material yang telah terangkut tadi.Para pendulang intan mendulang intan setiap hari kecuali
hari Jumat sebagai hari libur mereka. Setiap ada diantara mereka yang menemukan intan
apakah kecil atau besar, hasil penjualannya selalu dibagi rata pada semua anggota kelompok,
sehingga setiap anggota kelompok apapun bagian tugasnya dianggap penting dan memiliki
andil dalam mendapatkan hasil. Dengan demikian kerjasama antar anggota kelompok
memiliki tugas yang jelas , kemudian mereke kompak, jujur, dan adil.
Pada fungsi implementasi, setidak-tidaknya ada 21 pantangan yang tidak boleh dilakukan
di lokasi pendulangan dengan masing-masing makna, yakni ;
1. berkacak pinggang, bermakna tidak boleh sombong
2. bersiul, bermakna pekerjaan harus dilakukan serius
3. menyalakan api, bermakna tidak boleh membuat hutan terbakar
4. membawa ayam, bermakna menghargai makhluk hidup lain
5. melenggokkan badan, bermakna bekerja sampai selesai
6. berpakaian seksi, bermakna harus sopan
7. menunjuk gunakan jari telunjuk, bermakna tidak boleh main perintah
8. makan nasi, bermakna pada saat bekerja jangan istirahat dulu
9. melubangi persawahan, bermakna dilarang membahayakan hasil makanan pokok
11
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
10. bersin, bermakna jangan membuat orang terkerjut
11. kentut, bermakna jangan membuat orang lain terganggu
12. makan jengkol/petai, bermakna jangan memakan makanan yang berbau
13. bawa lauk bumbu pedas, bermakna pada saat bekerja jangan makan yang bisa
mengganggu kesehatan
14. berkelahi, bermakna jangan membuat keributan
15. menstruasi, bermakna harus menghormati kesucian lokasi pendulangan
16. meludah, bermakna jangan membuang kotoran sembarangan
17. mengibaskan pakaian, bermakna jangan menyebarkan bau
18. sentuhkan rambut ke alat kerja, bermakna bekerja secara hati-hati
19. ucapkan kata intan, bermakna menghargai batu permata
20. ucapkan kata jorok, bermakna harus sopan
21. ucapkan kata kasar, bermakna jangan memancing emosi atau stress
22. ucapkan suara keras, bermakna berbicara jangan berlebihan
Dengan demikian dalam bekerja para pendulang trandisional intan berupaya
menciptakan keseimbangan dengan alam dan kondisi suasana bekerja yang kondusif.
Pada fungsi evaluasi, pada proses akhir pendulangan dimuali dari pendulang utama
sampai pada pemeriksa akhir, melakukan pemeriksaan secara cermat dari baru pasir yang
sudah disaring apakah ada intan atau tidak, pekerjaan tersebut mereka lakukan berkalikali sampai yakin ada atau tidak ada intan. Hal ini menunjukkan mereka bekerja cek and
recek.
Faktor-Faktor Yang Mempengarhi Manajemen Kearifan Lokal Pada Bisnis Intan di
Cempaka
Secara teoritis dari kumpulan pendapat dan pandangan para pendulang trandsional
maka dapat dikelompokan pada harapan, konsep diri, kebiasaan, dan keyakinan
Para pendulang tradisional memiliki harapan besar mendapatkan intan, mereka
optimimis suatu ketika akan mendapatkan intan. Merekapun termotivasi untuk setiap hari
melakukan pendulangan intan. Mereka memiliki keyakinan harta termasuk intan adalah
pemberian Tuhan, rahasia Tuhan sehingga pantang memvonis pasti tidak mendapatkan intan.
Harapan bahwa jika mereka mendapatkan intan akan mengangkat derajat hidup mereka akan
berubah, dari yang miskin tidak mungkin kaya akan membuat mereka kaya atau jadi orang
berada, dari yang tidak dihormati menjadi orang yang dihormati. Masyarakat Kalimantan
Selatan terutama di Kabupaten Banjar Banjarbaru yang terkenal religius memiliki harapan
besar untuk menyempurnakan rukun Islam kelima yakni naik haji sekaligus merobah status
mereka menjadi lebih baik, dan hal ini akan menjadi mudah manakala mereka mendapatkan
intan. Hal ini sesuai dengan teori Victor Vroom, tetapi tidak seperti pendapat Craig C. Pinder
(1948) yang berupaya sarna bantuan seperti peningkatan alat untuk mencapai harapan
tersebut.
Para pendulang tradisional intan memiliki konsep diri bahwa untuk menjadi kaya atau
merobah nasib hidup mereka, satu-satunya jalan adalah dengan cara mendapatkan intan.
Mereka menganggap bahwa diri mereka tidak mungkin memiliki keahlian lain, atau keahlian
lain sulit didapatkan sebagai jalan merobah nasib. Hasil pandangan mereka terhadap
12
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
pendidikan sekolah belum tentu bisa merobah nasib hidup dengan baik, hal ini dapat mereka
saksikan pada orang-orang yang berpendidikan namun gagal mendapatkan pekerjaan sesuai
dengan bidangnya, hal ini sesuai dengan Shavelson, Hubner, & Stanton (1976). Sehingga
tidak ada diantara mereka yang sampai lulus sekolah dasar, hal ini menambah kurangnya
kemampuan mereka belajar dengan baik tentang perubahan hidup, seperti yang dikemukakan
Marsh (1990) Purkey (1988), Rice & Gale (1975) dan Gage dan Berliner (1998) (Fits dan
Shavelson, dalam Yanti, 2000), sehingga bisa menjadi penghalang mereka untuk menentukan
keberhasilannya dalam hubungannya dengan masyarakat (Hurlock,1999).
Keahlian mendulang intan diperoleh para pendulang dari orang tua atau kakek buyut
mereka secara turun temurun, baik menyangkut teknis maupun peralatan yang digunakan,
sehingga cara mendulangpung sama dari waktu ke waktu. Dengan keterbatasan latar belakang
pendidikanorang tua atau kakek buyut mereka yang mungkin pernah melalui proses trial and
error, akhirnya memilih alat dan cara sederhana. Hal ini sesuai dengan teori Behaviorisme
John Broades Watson. Ditambah lagi dengan kondisi lingkungan di Kecamatan Cempaka
yang secara geologi memiliki kandungan batu permata lebih baik dari daerah lain, maka
membuat masyarakat disana menjadikan mata pencarian mendulang sebagai suatu kebiasaan
yang baik.
Masyarakat di sekitar pendulangan yang terkenal reliigius, memandang pekerjaan
adalah ibadah, kemudian memandang setiap manusia wajib berusaha seperti halnya
mendulang intan. Sehingga walaupun belum tentu mereka mendapatkan intan setiap hari,
kadang bisa berminggu atau berbulan, tetap mendulang intan dianggap sebagai bentuk
pekerjaan dan orangnyapun dianggap bukan pengangguran. Besarnya pengaruh keyakinan
berupa agama itu juga dapat dilihat dari banyaknya pantangan selama mendulang intan untuk
tidak menyakiti alam, manusia dan makhluk lain maupun diri sendiri. Untuk menopang hidup
sehari hari ketika mereka belum mendapatkan intan, para tetangga atau pedagang bersedia
memberi mereka pinjaman sebagai salah satu bentuk muamalah (saling bantu membantu
sesama manusia).
Analisis Data
Dari hasil analisis terhadap tabulasi kuesioner pada 100 orang pendulang dapat dikatakan
jawaban tersebut cukup valid (case valid 100 %) dan cukup realible (karena angka
Cronbach's 0,531> 0.500), sehingga selanjutnya hubungan faktor-faktor harapan, konsep diri,
kebiasaan, dan keyakinan diuji pada pembentukan manajemen kearifan lokal.
Tabel 1 Case Processing Summary
N
Cases
Valid
Excluded
a
%
100
100.0
0
.0
Total
100
a. Listwise deletion based on all
variables in the procedure.
100.0
13
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
Tabel 2 Reliability
Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.531
5
Secara keseluruhan keempat faktor yakni harapan, konsep diri, kebiasaan, dan keyakinan
memniliki F hitung yang sangat besar (172.884) dengan signifikasi mutlak (0,000) dalam
mempengraruhi pembentukan manajemen kearifan lokal pendulang intan tradisional di
kecamatan Cempaka
ANOVAb
Model
1
Sum of
Squares
Regression
Residual
df
Mean Square
21.664
4
2.976
95
F
Sig.
5.416 172.884
.000a
.031
Total
24.640
99
a. Predictors: (Constant), Keyakinan, Kebiasaan, KonsepDiri,
Harapan
b. Dependent Variable: MKL
Begitu juga secara parsial baik faktor harapan, konsep diri, kebiasaan, maupun
keyakinan berpengaruh secara signifikan (masing-masing memiliki tingkat signifikasi 0,000,
0,001, 0,002, 0,000 < 0,050)dalam pembentukan manajemen kearifan lokal pendulang intan
tradisional di kecamatan Cempaka.
Tabel 4 Coefficientsa
Unstandardized
Coefficients
Model
B
Standardized
Coefficients
Std. Error
1 (Constant)
.351
.165
Harapan
.406
.050
KonsepDiri
.103
Kebiasaan
Beta
t
Sig.
2.130
.036
.493
8.071
.000
.030
.150
3.480
.001
.042
.014
.130
3.135
.002
Keyakinan
.392
a. Dependent Variable: MKL
.068
.395
5.778
.000
Faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi pembentukan manajemen kearifan
lokal pendulang intan tradisional di kecamatan Cempaka adalah variabel harapan (0,493)
artinya para pendulang melakukan aktivitasnya sebagian besar karena memiliki semangat
besar dan keinginan untuk merobah hidup lebih baik, mereka percaya hanya dengan cara
mendapatkan intanlah yang dapatmerobah nasibnya.
14
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
Sementara faktor kedua terbesar sesudah harapan adalah keyakinan (0,395), yang
menunjukkan para pendulang memiliki keyakinan apa yang mereka lakukan selama ini benar
secara agama, mereka yakin bahwa Tuhan itu adil dan suatu saat pasti akan memberi mereka
intan. Keyakinan ini bertambah besar manakali ada dukungan keluarga, handai tulan, kerabat,
dan tetangga yang bersedia membantu memberikan pinjaman atau bantuan lainnya ketika
mereka masih berjuang untuk mendapatkan intan.
Faktor berikutnya adalah faktor konsep diri (0,150). Masih kecilnya pengaruh konsep
diri menunjukan sebagian dari mereka masih ragu tentang keahlian lain, atau keahlian lain
sulit didapatkan sebagai jalan merobah nasib. Hal ini paling tidak berlaku untuk pekerjaan
teknis yang juga dimiliki masyarakat di sekitar pendulangan dari berdagang, bertani,
berkebun dan tukang juga bisa dijadikan pekerjaan alternatif, tetapi mereka tetap belum
terlalu yakin bahwa itu bisa merobah hidup mereka dengan baik,
Terakhir paling rendah adalah pengaruh faktor kebiasaan (0,130), dimana kekayaan
alam Kecamatan Cempaka cukup memberi harapan karena sejak lama dan sudah banyak
orang mendapatkan intan di sana, sehingga menjadi salah satu mata pencarian pokok selain
bertani dan berkebun. Kemudian kebiasaan ini mereka turunkan secara turun temurun pada
anak cucu mereka. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu, tidak semua keturunan mereka
bersedia sebagai pendulang intan, sehingga faktor ini cenderung mengalami penurunan
seiring makin terbukanya pilihan pekerjaan.
KESIMPULAM DAN SARAN
Cara para pendulang intan di Kecamatan Cempaka Kabupaten Banjar melakuan
pendulangan dilakukan secara berkelompok secara turun temurun, dimana mereka bersinerji
dimulai dengan perencanaan sederhana dalam menentukan lokasi pendulangan cara
pendulangan dan pembagian kerja, melakukan pendulangan dengan bekerja keras secara
harmonis, menjaga keseimbangan antara manusia dan alam. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pengorganisasian dan pengelolaan tata kerja tersebut dipengaruhi harapan
besar untuk merobah hidup, keyakinan bahwa pekerjaan tersebut mulia yang bisa
mengangkat derajat secara keagamaan, konsep diri bahwa mereka tidak memiliki keahlian
lain dan harus mensyukuri keahlian yang telah dimiliki, dan kebiasaan yang menyesuaikan
pekerjaan dengan kekayaan alam yang ada.
Namun demikian pekerjaan mereka tersebut cukup berisiko dan hasilnya tidak terlalu
maksimal, karena itu disarankan harus ada pemantauan keselamatan dan kesehatan
penambang intan, dan ada upaya meningkatkan keahlian mereka dalam menambang secara
modern dan berbisnis intan dengan tetap menjaga keharmonisan keyakinan agama, alam, dan
makhluk lainnya.
15
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
LITERATUR
Antariksa. 2009. Seminar Nasional Kearifan Lokal (Local Wisdom) dalam Perencanaan dan
Perancangan Lingkungan Binaan, Jumat 7 Agustus 2009, Jurusan Arsitektur Fakultas
Teknik Universitas Merdeka Malang
Besharat Mohammad Ali , Pourbohlool Samane , 2011, Moderating Effects of SelfConfidence and Sport Self-Efficacyon the Relationship between Competitive
Anxietyand Sport Performance, Journal PSYCHVol.2 No.7, October 2011
C. Wayne Smith, Robert H, 1975, Rice: Origin, History, Technology, and Production, Sons
In. Hoboken, New Jersey
Donahoe John W, 1999. Edward L Thorndike The Selectionist Connecyionisy. Jornal of
Experimental Analysis of Behavior 1999, 72, 451–454 Number 3 (Nopember)
Febriana Maya Puji, 2009, Pengaruh Etos Kerja Islam Terhadap Kinerja Karyawan Pada
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Artha Mas Abadi Kabupaten Pati, Fakultas Syariah
IAIN Walisongo
Gage dan Berliner, 1984, Education Psycology, Mc Nally College Publishing Company
Chicago
Graham George, 2010, Behaviorism, published Fri May 26, 2000; substantive revision Tue
Jul 27, 2010http://plato.stanford.edu/entries/behaviorism/
Hasibuan Malayu S.P., 2007, Manajemen: Dasar, Pengertian, Dan Masalah (Edisi
Revisi)Bumi Aksara
Hauser Larry, 2014, Behaviorism, Alma College, http://www.iep.utm.edu/behavior/
Jamalie Zulfa, 2013, Mendulang Intan(Etos, Mitos, Dan Nilai Religi) Fakultas Dakwah dan
Komunikasi IAIN Antasari
Julian Rappaport, Edward Seidman, 1998, Handbook of Community Psychology, Kluwer
Academic
Kerap A Sonny, 2010, Etika Lingkungan Hidup, Penerbit Buku Kompas
Koontz Dean, 2012, Intensity, Headline Publishing Group
Kuncono Ongky Setio, 2013, Pengaruh Etika Confucius Terhadap Kewirausahaan,
Kemampuan Usaha dan Kinerja Usaha Pedagang Eceran Etnis Tionghoa di Surabaya,
Meleis Afaf Ibrahim, 2012, Theoretical Nursing: Development and Progress. Walter Kluwer
Health
16
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
Ngakan, P.O., Komarudin, H., Achmad, A., Wahyudi, Tako, Amran.2006. Ketergantungan,
Persepsi dan Partisipasi Masyarakat Tterhadap Sumber Daya Hayati Hutan, Center
International Forest Reseaerch
Pinder Craig C. 1998, Work Motivation In Organizational Behavior, Prentice Hall, - Business
& Economics
Rahariyani Loetfia Dwi, 2005, Analisis Hubungan Konsep Diri Dengan Faktor Keturunan
dan Gaji Yang Diterima Oleh Tenaga Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Lumajang. Universitas Airlangga Surabaya
Richard. J. Riding, Stephen Rayner, 2001, Self Perception, Library CongressCatalog.
Robbins Stephen P. 2003, Organizational Behavior, Pearson
Spencer, S. David Dikinis, Peter C. Keller, and Robert E. Izane, The Diamond Defosits of
Kalimantan, Borneo.GEMS & GEMOLOGY Summer 1988 67 Mining Journal, Vol.
132, No, 5, pp.
Sophia Jowett, David Lavallee, 1990, Social Psychology in Sport, Volume 10, Human
Kenetic Inc.
Taqiyuddin an-Nabhani Syaikh, 2003, al-Ijtima’iyah fi al-Fikri al-Islami al-Mu’ashir ,: Dar
an-Nahdhah al-Islamiyah (Beirut) dan Al Azhar Press (Indonesia) cet. II, 2003 (Bogor
Yanti Dewi Purwanti, Koentjoro, Esti Hayu Purnamaningsih, 2000, Konsep Diri Perempuan
Marginal, Universitas Gajah Mada, Jurnal Psikologi 2000, NO. 1, 48 - 59
Zamroni, 2010, Pengaruh Konsep Diri dan Zuhud terhadap Motivasi Berprestasi Santri
Pesantren Tebuirenig Jombang, Fakultas Psikologi, Univesitas IslamMaulana Malik
Ibrahimi
17
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
ANALISIS FAKTOR-FAKOR YANG MEMPENGARUHI MANAJEMEN
KEARIFAN LOKAL PARA PENDULANG INTANTRADISIONAL
DI KALIMANTAN SELATAN
Oleh :
Iqbal Firdausi
Muhammad Maladi
Zainal Arifin
- LPPM STIE Indonesia Banjarmasin ABSTRACT
Pengaruh harapan,manajemen, dan etos kerja pada masyarakat tradisional, masih
banyak dipengaruhi keyakinan, komunitas, dan alam. Sejak lama orang mengenal kota
Martapura di Kalimantan Selatan sebagai penghasil batu permata intan terbaik di dunia.
Reputasi tersebut sekaligus membawa citra nasional makin di kenal di seluruh dunia. Telah
lama beberapa usaha tambang di dunia turut berburu mencari intan di sana, namun kini
hampir semua perusahaan besar tersebut tinggal namanya saja, karena tidak mudah
mendapatkan intan sementara biaya yang dikeluarkan tidak sedikit akibatnya banyak yang
bangkrut. Sementara para pencari intan tradisional atau lebih dikenal dengan nama pendulang
sampai saat ini masih melakukan aktivitasnya. Seperti biasa tatanan sosial kebiasaan adat
suatu daerah pasti memiliki keunikan yang membedakannya dengan daerah lain, termasuk
dalam mengelola bisnis. Sehingga hal ini menarik untuk di kaji bagaimana manajemen
kearifan lokal para pendulang intan tradisional dalam upaya mempertahankan aktivitas
pencarian intan.
Penelitian ini dilakukan terhadap pendapat 100 orang pendulang intan tradisional di
PumpungKelurahan Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka, Kotamadya Banjarbaru, Provinsi
Kalimantan Selatan. Metode penelitian menggunakan kombinasi antara metode kualitatif
untuk menggali pendapat bentuk manajemen kearifan lokal yang berlaku dan faktor-faktor
yang dianggap mempengaruhinya. Sedangkan metode kuantitatif digunakan untuk menguji
pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap pemberlakuan manajemen kearifan lokal.
Hasil penelitian menunjukkan pendapat para pendulang yang dikonfirmasi pendulang
lainnya menyatakan bahwa praktek perencanaan pendulangan dilakukan secara sederhana
terutama berkaitan pengetahuan mereka tentang cuaca dan kondisi sungai, menggunakan
peralatan sederhana tanpa merusak alam lingkungan yang besar, bekerja berkelompok dengan
pembagian tugas yang jelas namun jika berhasil pembagian dilakukan secara adil, jujur dan
merata. Sementara dalam pelaksanaan pendulangan intan mereka mereka berupaya
menghindari kemungkinan kebakaran hutan, menghormati makhluk hidup lain dan alam,
menciptakan kondisi kerja yang kondosif. Pada tahap akhir, pendulang melakukan
pemeriksaan secara hati-hati. Hal ini terus mereka lakukan dengan sabar dan penuh
penantian.
1
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
Berdasarkan pendapat para pendulang, kemudian diujikan secara statistik, bahwa
faktor yang mempengaruhi praktek manajemen kearifan lokal tersebut dipengaruhi sikap
harapan (0.493) untuk meningkatkan tarap hidup dan kehidupan beragama lebih baik, konsep
diri (0.150) bahwa mereka tidak memiliki keahlian lain, kebiasaan (0,130) karena faktor alam
dan keturunan, dan keyakinan (0,395) bahwa apa yang mereka lakukan adalah pekerjaan
mulia.
Kata Kunci : kearifan lokal, pendulang intan tradisional
2
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
PENDAHULUAN
Intan berlian, adalah salah satu jenis perhiasan yang tidak hanya memiliki nilai jual dan
estetika, tetapi juga memiliki nilai-nilai luhur dari sebuah kerja keras. Faktor itulah yang
menyebabkan harga nominal dari intan berlian tersebut masuk dalam kategori sangat mahal.
Dikarenakan juga keberadaannya cukup langka. Berbagai macam jenis intan berlian dapat
kita temui di Martapura, Provinsi Kalimantan Selatan. Akan tetapi morfologi indah sebuah
intan berlian tidaklah lengkap sebelum kita mengetahui bagaimana intan berlian itu diperoleh.
Benda yang oleh sebagian orang dianggap keramat ini banyak ditemukan di Pasar
Martapura. Tetapi perburuannya dilakukan di Banjarbaru yang juga masih dalam provinsi
Kalimantan Selatan. Kecamatan Cempaka kota Banjarbaru, didominasi oleh karakteristik
geografis dataran tinggi dengan rata-rata ketinggian topografi antara 50 sampai 150 meter di
atas permukaan laut. Sehingga praktis, kawasan pendulangan intan, di Pumpung atau Ujung
Murung misalnya, juga dikelilingi oleh bukit-bukit yang menyembul.
Kawasan pendulangan intan tradisional di Kecamatan Cempaka, paling banyak tersebar
di Kelurahan Sungai Tiung. Kelurahan seluas 21,50 Km2 dengan jumlah penduduk 306 jiwa
per Km ini, memiliki dua kawasan pendulangan intan tradisional yang telah dikenal di mata
dunia, yaitu Pumpung dan Ujung Murung. Khususnya Pumpung, terkenal karena temuan
intan sebesar telur ayam dengan berat 166,7 kerat, pada 30-an tahun silam. Belakangan intan
tersebut dinamai Trisakti.
Untuk menuju kawasan wisata pendulangan intan tradisional ini, banyak tersedia akses
transportasi darat yang bisa kita pilih, yang tentunya relatif lebih cepat, mudah dan murah.
Pendulangan intan Pumpung misalnya, berada di sisi tenggara kota Banjarbaru, 40 Km dari
Banjarmasin, ibukota Provinsi Kalsel.
Dari Banjarmasin menuju Kota Banjarbaru dapat dijangkau menggunakan kendaraan
bermotor, baik roda dua maupun roda empat, dengan waktu tempuh selama 1 jam. Kemudian,
dari kota Banjarbaru menuju Kecamatan Cempaka bisa dicapai selama 15 menit, langsung
menuju kawasan wisata tersebut.
Mendapatkan atau mencari intan secara tradisional merupakan pekerjaan yang banyak
digeluti oleh masyarakat Banjar. Salah satu alat yang digunakan untuk mencari intan secara
tradisional dikenal dengan nama dulang dalam bahasa daerah sana, Dulang (berbentuk
semacam caping) yang terbuat dari kayu ulin (kayu besi) atau kayu jingga. Sedangkan proses
untuk mendapatkan intan sendiri dinamakan dengan mendulang. Aktivitas mendulang intan
dimulai sejak pukul delapan pagi. Warga yang melakukan aktivitas mendulang intan biasanya
melakukannya secara kolektif, antara 3-5 orang. setiap orang mempunyai tugas masingmasing yang berbeda-beda. Ada yang bertugas membuat/menggali lubang. Ada yang lain
bertugas mengangkut material galian kelokasi pendulangan. Sedangkan yang lainnya lagi
bertugas mendulang material yang telah terangkut tadi.Para pendulang intan mendulang intan
setiap hari kecuali hari Jumat sebagai hari libur mereka. Proses mendulangnya pun
dibutuhkan waktu yang relative lebih lama.
Mendulang intan secara tradisional yakni material berupa pasir, batu-batuan kecil,
tanah, lumpur dan sebagainya yang telah bercampur menjadi satu diambil dari dalam lubang
galian yang dibuat dengan kedalaman tertentu dimuat ke dalam dulang sesuai dengan
kapasitas dari setiap dulang yang digunakan, selanjutnya dulang yang telah terisi material
3
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
tersebut diputar-putar (dilenggang) dalam air sehingga sedikit demi sedikit material dari
dalam dulang terbuang keluar dari dulang terbawa oleh pusaran air yang timbul akibat
putaran yang dilakukan sambil sekali-kali pendulang mengamati sisa material yang berada
dalam dulang apakah terdapat intan atau tidak. Hal tersebut dilakukan begitu seterusnya
sampai material yang berada dalam dulang terbuang habis dari dalam dulang. Kegiatan
tersebut dilakukan sepanjang harinya oleh penambang.
Sistem yang digunakan oleh para pendulang intan tergantung dari kesepakatan awal.
Tapi biasanya, karena mereka menggunakan sistem pembagian tugas, maka mereka pun juga
membagi hasil secara merata. Jadi, semakin banyak orang yang terlibat dalam kelompok
pendulang intan itu, maka akan semakin kecil juga hasil yang didapat. Lahan yang digunakan
untuk mendulang pun juga belum tentu lahan milik sendiri.
Gambar 1 Aktivitas Mendulang Intan Trandsional di Cempaka
Banyak orang yang terlibat dalam usaha mendapatkan intan apabila kita melihat dari
proses awalnya. Bermula sebuah intan berasal dari para penambang tersebut. Ada juga
kelompok yang khusus mengumpulkan hasil dari penambang tersebut yang datang secara
langsung ke lokasi penambangan. Kelompok tersebut dinamakan para pengumpul intan dan
biasanya orang-orang yang sudah memiliki modal sendiri atau memakai modal orang lain
dalam mengumpulkan intan. Selanjutnya dari para pengumpul ini dijual lagi kepada
pengumpul yang lebih besar untuk diolah menjadi intan-intan yang bernilai jual tinggi. Atau
menggunakan alternatif lain dengan mnenjual langsung kepada para pengumpul yang berasal
dari luar sebelum diolah menjadi berbagai macam bentuk yang menarik seperti mata cincin,
kalung, gelang, dan lain sebagainya. Namun tetap saja yang menjadi bagian yang paling
bawah adalah para pekerja yang secara langsung bekerja dilapangan. Daerah yang cukup
terkenal sebagai tempat penghasil intan di Banjarmasin seperti Martapura, Kampung
Cempaka, Karang Intan, Awang Bangkal, Sungai Besar, Matraman. Daerah-daerah tersebut
yang menjadi salah satu tempat yang paling banyak menghasilkan intan.
Bagi sebagian orang Banjar, Intan juga dianggap sebagai benda keramat. Para
pendulang memanggil intan dengan sebutan “Galuh”. Pada saat para pendulang melakukan
aktivitas mendulang, mereka memanggil intan itu dengan sebutan “Galuh”. Pada saat itu pula
para pendulang intan dilarang mengeluarkan kata-kata jorok dan kasar. Itu merupakan salah
4
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
satu pantangan bagi para pendulang intan. Yang jelas, untuk memperoleh intan berlian
tidaklah mudah. Harus ada pengorbanan dan kerja keras. Maka sangatlah wajar jika intan
berlian memiliki nilai-nilai yang tinggi. Baik dari segi estetika, moral maupun kesakralannya
Mendulang intan memang bukanlah pekerjaan mudah. Para pendulang intan harus
memiliki kesabaran. Karena, kita belum bisa memastikan seorang pendulang yang seharian
bergelut di arena pendulangan akan pulang tanpa tangan hampa. Selain itu, pekerjaan ini juga
memiliki banyak resiko. Apabila kondisi fisik para pendulang intan sedang tidak stabil, bisa
jadi akan sakit. Karena air yang ada di wilayah pendulangan adalah air yang cukup dingin.
Belum lagi lubang-lubang bekas galian yang bisa saja akan menyebabkan para pendulang
terkubur hidup-hidup karena runtuhnya tanah di sekitar lubang galian.Beberapa peusahaan
yang pada mulanya beroperasi tapi ditengah jalan behenti karena bangkrut seperti PT Galuh
Cempaka Banjarbaru (2009), PT AT Mining Co (1949), PT Palmabin Mining (1981). PT
Palma Coal (1991) Namun demikian kegiatan pendulangan intan sampai sekarang masih
berjalan. Faktor bisnis tradisional lokal, selain dipengaruhi kondisi alam setempat, juga
dipengaruhi perilaku penduduk dan tata sosial yang berlaku Spencer, S. David Dikinis, Peter
C. Keller, dan Robert E. Izane, 1988). Sehingga dalam penelitian ini menarik untuk melihat
gambaran manajemen kearifan budaya lokal dalam berbisnis intan.
PERMASALAHAN
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini ;
1. Bagaimana praktek manajemen kearifan lokal yang berlaku pada bisnis pendulangan
intan tradisionil di Desa Pumpung Kecamatan Cempaka Kotamadya Banjarbaru
Provinsi Kalimantan Selatan
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi praktek manajemen kearifan lokal yang
berlaku pada bisnis pendulangan intan tradisionil di Desa Pumpung Kecamatan
Cempaka Kotamadya Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan
PENELITIAN TERDAHULU
Para pencari intan ini disebut sebagai pendulang. Bagi masyarakat Cempaka,
mendulang merupakan pilihan hidup, karena menjadi pendulang hanya bermodalkan harapan.
Apa jadinya apabila harapan sudah di depan mata kemudian hilang begitu saja? Tragedi itu
pasti akan menimbulkan trauma bagi masa depan profesi pendulang intan.
Contohnya, anak-anak (terutama laki-laki), pendulang kecil ini kebanyakan masih
duduk di bangku sekolah dasar kira-kira kelas 4, Sungai Tiung, Cempaka, kebanyakan
bercita-cita menjadi pembelantik (pedagang perantara dari tangan pendulang intan ke
pedagang lainnya). Pekerjaan membelantik dianggap lebih mempunyai masa depan
dibandingkan dengan mendulang, karena selama ini para pendulang tidak ada yang bisa kaya,
walaupun penemuannya menyilaukan dunia. Untuk itu anak-anak bersemangat mendulang
dengan harapan mendapatkan rezeki nomplok untuk modal menjadi pembelantik
Menjadi pendulang yang penghasilannya kecil juga sangat menguras tenaga. Mulai dari
pagi hingga sore hari tubuh terpapar sinar matahari. Menurut para pendulang, apabila tidak
terbiasa mendulang, sekujur tubuh akan terasa remuk dan pinggang pegal-pegal. Namun,
mengapa tetap saja ada pendulang? bukankah sebagai petani lebih juga menjanjikan? Kata
5
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
para pendulang yang dewasa, bertani memang mendapatkan penghasilan tetap, sedangkan
mendulang biarpun tidak berpenghasilan tetap apabila beruntung akan mendapat intan yang
tak terduga. Bagi mereka mendulang intan sudah mendarah daging. Mulai dari kakek
neneknya, sehingga kebiasaan itu sulit diubah (Rahariyani Loetfia Dwi.2008). Menurut
mereka mendulang tidak memerlukan ijazah tinggi, tidak ada tes, tidak perlu mengisi biodata,
dan tidak perlu takut ditolak. Karena syarat utamanya adalah sehat jasmani rohaniPendidikan
bukan hal yang utama, sehingga banyak dari mereka hanya lulusan SD, bahkan ada yang
tidak lulus.
Menurut mereka mendulang dapat menghidupi keluarga. Jika mujur bisa mendapatkan
intan, maka bisa menunaikan ibadah haji, naiklah status sosial di masyarakat. Tanpa disadari,
pendidikan yang dilupakan justru menjadi bumerang dalam mengelola hasil penjualan intan.
Tidak mengherankan jika ada pendulang yang pagi miskin, sorenya menjadi kaya, dan
besoknya bisa miskin lagi.(Retnaningtya Listiani,2010)
Sebagai sebuah tradisi, menarik untuk dikaji, apabila kegiatan mendulang intan sarat
dengan berbagai pemahaman dan keyakinan. Pemahaman dan anggapan tersebut sepenuhnya
diyakini oleh masyarakat pendulang intan sebagai ritus yang wajib untuk dijaga. Banyak
pantangan (pamali) yang tidak boleh dilakukan saat mendulang intan. Karena, intan bagi
orang Banjar adalah ‘seorang putri’ yang disebut ‘Galuh’. Si Galuh enggan mendekat apabila
didulang dengan cara yang tidak bijak, tidak cukup syarat, atau melanggar pantangan,
misalnya mengucapkan kata intan atau kata turun ketika di pendulangan, yang boleh
dianggap sebagai mitos(JamalieZulfa2013, Febriana Maya Puji 2010)
TINJAUAN PUSTAKA
Masyarakat dan Manajemen
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang
membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi
adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat"
sendiri berakar dari katadalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat
adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah
komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah
masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu
komunitas yang teratur.
Menurut Taqyuddin An-NabhaniSyaikh, sekelompok manusia dapat dikatakan
sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem/aturan yang
sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama mereka
berdasarkan kemaslahatan.Meski tergolong tradisional dan hanya berbasis masyarakat,
namun para penambang membentuk dan memiliki beberapa perkumpulan atau kelompok
kerja. Kelompok kerja tersebut bekerja sama di daerah pertambangan secara gotong royong.
Walaupun demikian, setiap kelompok sudah punya struktur, peran serta pembagian kerja
yang jelas.
Manajemen berasal dari bahasa latin, yaitu dari kata menus yang berarti tangan dan
agere yang berarti melakukan. Kata-kata itu digabung menjadi kata manager yang artinya
6
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
menangani. Manager diterjemahkan ke dalam bahasa inggris dalam bentuk kata kerja to
manage dan kata benda management dan manger untuk orang yang melakukan kegiatan
manajemen. Akhirnya, manajemen diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia menjadi
manajemen atau pengelolaan.
Menurut Hasibuan (2008:2) mengatakan bahwa : “Manajemen adalah ilmu dan seni
mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara
efektif dan efisien untuk mencapai satu tujuan.”
Stonner J.A.F dalam Gomez (2003 : 8) definisi manajemen adalah :
“Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan
pengendalian upaya anggota organisasi dan penggunaan semua sumber daya organisasi untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.”
Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Manajemen sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan
pengendalian
2. Manajemen adalah perpaduan antara ilmu pengetahuan dan seni
3. Manajemen selalu dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas yang telah ditetapkan terlebih
dahulu.
Bila dilihat dari definisi di atas jelaslah bawa manajemen adalah merupakan suatu
proses pengarahan dari pemberian fasilitas-fasilitas pada pekerjaan orang orang yang
diorganisasikan di dalam organisasi tersebut.
Dengan demikian suatu kelompok masyarakat memerlukan manajemen untuk mencapai
baik tujuan individu maupun kelompok masyarakat itu sendiri.
Kearifan Lokal
Pengertian kearifan lokal dilihat dari kamus Inggris Indonesia terdiri dari 2 kata yaitu
kearifan (wisdom) dan lokal (local). Local berarti setempat dan wisdom sama dengan
kebijaksanaan. Dengan kata lain maka local wisdom dapat dipahami sebagai gagasangagasan, nilai-nilai-nilai, pandangan-pandangan setempat (lokal) yang bersifat bijaksana,
penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Jadi
kearifan lokal merujuk pada lokalitas dan komunitas tertentu.
Menurut Ngakan Putu Oka dan kawan kawan (2006), kearifan lokal merupakan tata
nilai atau perilaku hidup masyarakat lokal dalam berinteraksi dengan lingkungan tempatnya
hidup secara arif. Maka dari itu kearifan lokal tidaklah sama pada tempat dan waktu yang
berbeda dan suku yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh tantangan alam dan
kebutuhan hidupnya berbeda-beda, sehingga pengalamannya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya memunculkan berbagai sistem pengetahuan baik yang berhubungan dengan
lingkungan maupun sosial.
Sementara itu Keraf (2010) menegaskan bahwa kearifan lokal adalah semua bentuk
pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang
menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Semua bentuk
kearifan lokal ini dihayati, dipraktekkan, diajarkan dan diwariskan dari generasi ke generasi
sekaligus membentuk pola perilaku manusia terhadap sesama manusia, alam maupun gaib.
7
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
.Menurut Antariksa (2009), kearifan lokal merupakan unsur bagian dari tradisi-budaya
masyarakat suatu bangsa, yang muncul menjadi bagian-bagian yang ditempatkan pada
tatanan fisik bangunan (arsitektur) dan kawasan (perkotaan) dalam geografi kenusantaraan
sebuah bangsa. Dari penjelasan itu dapat dilihat bahwa kearifan lokal merupakan langkah
penerapan dari tradisi yang diterjemahkan dalam artefak fisik. Hal terpenting dari kearifan
lokal adalah proses sebelum implementasi tradisi pada artefak fisik, yaitu nilai-nilai dari alam
untuk mengajak dan mengajarkan tentang bagaimana ‘membaca’ potensi alam dan
menuliskannya kembali sebagai tradisi yang diterima secara universal oleh masyarakat,
khususnya dalam berarsitektur. Nilai tradisi untuk menselaraskan kehidupan manusia dengan
cara menghargai, memelihara dan melestarikan alam lingkungan.
Definisi kearifan lokal secara bebas dapat diartikan nilai-nilai budaya yang baik yang
ada di dalam suatu masyarakat. Hal ini berarti, untuk mengetahui suatu kearifan lokal di suatu
wilayah maka kita harus bisa memahami nilai-nilai budaya yang ada di dalam wilayah
tersebut. Berdasarkan beberapa definisi di atas definisi tentang pengertian kearifan lokal
sebagian bentuk dari tradisi dan budaya yang mempunyai nilai-nilai luhur dan sudah
diajarkan sejak lama secara turun temurun.
Teori Harapan
Vroom dalam Koontz (2012), mengemukakan bahwa orang-orang akan termotivasi
untuk melakukan hal-hal tertentu guna mencapai tujuan apabila mereka yakin bahwa
tindakan mereka akan mengarah pada pencapaian tujuan tersebut.
Sementara teori harapan menyatakan bahwa motivasi karyawan adalah hasil dari
seberapa jauh seseorang menginginkan imbalan (Valence), yaitu penilaian bahwa
kemungkinan sebuah upaya akan menyebabkan kinerja yang diharapkan (Expectancy), dan
keyakinan bahwa kinerja akan mengakibatkan penghargaan (Instrumentality ). Singkatnya,
Valence adalah signifikansi yang dikaitkan oleh individu tentang hasil yang diharapkan.
Ini adalah kepuasan yang diharapkan dan tidak aktual bahwa seorang karyawan
mengharapkan untuk menerima setelah mencapai tujuan. Harapan adalah keyakinan bahwa
upaya yang lebih baik akan menghasilkan kinerja yang lebih baik. Harapan dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti kepemilikan keterampilan yang sesuai untuk melakukan pekerjaan,
ketersediaan sumber daya yang tepat, ketersediaan informasi penting dan mendapatkan
dukungan yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan.
Jadi harapan seseorang mewakili keyakinan seorang individu bahwa tingkat upaya
tertentu akan diikuti oleh suatu tingkat kinerja tertentu. Sehubungan dengan tingkat harapan
seseorang Pinder Craig C. (1998) dalam bukunya Work Motivation In Organization Behavior
berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat harapan seseorang yaitu:
a. Harga diri
b. Keberhasilan waktu melaksanakan tugas
c. Bantuan yang dicapai dari seorang supervisor dan pihak bawahan.
d. Informasi yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas
e. Bahan-bahan baik dan peralatan baik untuk bekerja.
Kelebihan Teori Harapan
8
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
Teori harapan mendasarkan diri pada kepentingan individu yang ingin mencapai
kepuasan maksimal dan ingin meminimalkan ketidakpuasan.Teori ini menekankan pada
harapan dan persepsi, apa yang nyata dan aktual.Teori harapan menekankan pada imbalan
atau pay-off. Teori harapan sangat fokus terhadap kondisi psikologis individu dimana tujuan
akhir dari individu untuk mencapai kesenangan maksimal dan menghindari kesulitan.Teori
harapan tampaknya terlalu idealis karena hanya individu tertentu saja yang memandang
korelasi tingkat tinggi antara kinerja dan penghargaan.
Konsep Diri
Richard, Riding, Rayner (2001) menyatakan bahwa konsep diri merupakan persepsi
seseorang terhadap dirinya sendiri, dimana persepsi ini dibentuk melaluipengalaman dan
interprestasi seseorang terhadap dirinya sendiri. Marsh dalam Sophia Jowett, David
Lavallee(1990) juga menambahkan bahwasanya konsep diri merupakan nilai dari hasil
prosespembelajaran yang dilakukan dan dari hasil situasi psikologis yang diterima.
Menurut Julian Rappaport, Edward Seidman(1988), konsep diri merupakan totalitas
dari kepercayaanterhadap diri individu, sikap dan opini mengenai dirinya, dan individu
tersebutmerasa hal tersebut sesuai dengan kenyataan pada dirinya. Menurut C. Wayne Smith,
Robert H. (1975) konsep diri terdiri diri dari berbagai aspek, misalnya aspek sosial,
aspekfisik, dan moralitas. Konsep diri merupakan suatu proses yang terus selaluberubah,
terutama pada masa kanak-kanak dan remaja. Menurut Gage danBerliner (1984) selain
merupakan cara bagaimana individu melihat tentang dirimereka sendiri, konsep diri juga
mengukur tentang apa yang akan dilakukan dimasa yang akan datang, dan bagaimana mereka
mengevaluasi performa dirimereka.
Konsep diri merupakan hal yang penting dalam kehidupan sebabpemahaman seseorang
mengenai konsep dirinya akan menentukan danmengarahkan perilaku dalam berbagai situasi.
Jika konsep diri seseorang negatif,maka akan negatiflah perilaku seseorang, sebaliknya jika
konsep diri seseorangpositif, maka positiflah perilaku seseorang tersebut (Fits dan Shavelson,
dalamYanti, 2000). Hurlock dalam Meilisis (2012) menambahkan bahwasanya konsep diri
individudapat menentukan keberhasilan dan kegagalan seseorang dalam hubungannyadengan
masyarakat.
Kebiasaan
Classic Conditioning (pengondisian atau persyaratan klasik) adalah prosess yang
ditemukan Pavlovsebagaimana dikutif Robbin (2005) melalui percobaannya terhadap anjing,
di mana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulangulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Teori ini merupakan teori stimulus
respon klasik (menerapkan kebiasaan).
Teori Edward L. Thorndike (dalam Donahoe 1999), berdasarkan hasil percobaannya
yang menggunakan beberapa jenis hewan, ia mengemukakan suatu teori belajar yang dikenal
dengan teori pengaitan. Dalam teori ini mengatakan bahwa dalam proses belajar dengan cara
coba dan salah (trial and error).
9
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
Teori Behaviorisme John Broades Watson (dalam Hauser Larry 2014), memandang
manusia sebagai produk lingkungan. Segala perilaku manusia sebagian besar pengaruh
lingkungan sekitarnya. Lingkunganlah yang membentuk kepribadian manusia.
Teori Kesegeraan Erwin Guthrie(dalam Graham 2010), yang utama adalah hukum
kontinguiti yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul
kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama. Guthrie juga percaya bahwa
hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada
saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Teori Burrhus Frederic Skinner (dalam Robbin 2003), menyatakan bahwa unsur
terpenting dalam belajar adalah penguatan. Skinner membagi penguatan menjadi dua yaitu
penguatan positif (memberi hadiah/ penghargaan) dan penguatan negatif (menunjukkan
perilaku tidak senang).
Keyakinan
Keyakinan bisa berarti confidence (kepercayaan, keyakinan, iman, konfidensi,
rahasia, pengucapan rahasia), trust (kepercayaan, keyakinan, tanggung jawab, harapan,
penjagaan, kredit, belief (keyakinan, kepercayaan, percaya, akidah, anutan, perasaan), faith
(iman, keyakinan, agama, kepercayaan, percaya, akidah), conviction (keyakinan, hukuman,
penghukuman, pendirian, kepercayaan, anutan, assurance (jaminan, kepastian, keyakinan,
tenang), assuredness (keterjaminan, keyakinan, kepercayaan, kesombongan), dan credit
(kredit, kepercayaan, keyakinan, reputasi, nama baik, kehormatan. Menurut Besharat dan
Pourbohlool (2011), keyakinan bisa menjadi perantara untuk memberikan enerji untuk
mendorong orang dalam melakukan sesuatu sesuai dengan kayakinannya tersebutDengan
dimilikinya keyakinan, maka akan menghemat berpikir, mempercepat keputusan dan
tindakan. karena menyegerakan keputusan dan tindakan, keyakinan menyegerakan
tercapainya tujuan.
. Masyarakat di Kecamatan Cempaka cukup terkenal sebagai masyarakat religius
sebagaimana masyarakat lainnya di Kabupaten Banjar dan Banjarbaru, sehingga sering setiap
pekerjaan selalu dinaungi dengan nilai-nilai agama yang diutamakan (Zamroni, 2010),
sehingga terkadang nilai dunia kadang dianggap kurang penting dibanding nilai akhirat
dimana pekerjaan dunia dianggap sebagai jalan untuk mendapatkan kemuliaan agama jika
mereka mampu naik haji.
METODE PENELITIAN
Penelitian tentang manajemen kearifan lokal para pendulang intan ini menggunakan
penelitian kualitatif versi Etxploratif Research dan Kuantitatit. Metodkualitatif digunakan
untuk menggali informasi tentang manajemen kearifan lokal dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya berdasarkan survei dan wawancara terhadap para pendulang dilapangan,
kemudian penggunan metode kuantitatif digunakan untuk menguji hubungan antar faktor
yang telah diperoleh dari hasil eskploratif.
Lokasipenelitian dilaksanakan di area
penambangan intan tradisional di Desa Pumpung Kelurahan Sungai Tiung Kecamatan
Cempaka Kabupaten Banjarbaru Kalimantan Selatan.
10
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
Seperti halnya penelitian kualitatif yang lain, penelitian ini menggunakan sampel
bertujuan atau menggunakan teknik purposive sampling, yaitu menggali informasi yang
merupakan sampling yang dipilih berdasarkan usia diatas 45 tahun dan telah berpengalaman
sebagai pendulang intan minimal selama 10 tahun karena dianggap benar-benar mengetahui
informasi tujuan penelitian ini yakni tentang manajemen kearifan lokal bisnis pendulangan
intan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, sehingga pada akhirnya ditentukan ada 100
orang responden, sedang jumlah populasi yang diperkirakan 500 orang di lokasi penelitian..
Manajemen Kearifan Lokal Pada Bisnis Intan di Cempaka
Empat aspek fungsi manajemen yakni perencanaan, pengorganisasian, implementasi, dan
evaluasi. Dari aspek perencanaan para pendulang sebelum terjun ke tempat pendulangan
merencanakan lokasi pendulangan. Lokasi yang dipilih tentunya masih termasuk kecamatan
Cempaka Kotamadya Banjarbaru, namun titik penggalaian bisa tetap tetapi bisa juga
berpindah, tergantung musim dan keyakinan. Jika musim air pasang biasanya para pendulang
menghindari tempat pendulangan di terowongan atau lobang yang sengaja dibuat, ini
dilakukan untuk menghindari kemungkinan air pasang masuk kedalam lobang yang dapat
membuat pendulang mati tenggelam. Jika air musim air pasang para pendulang kebanyakan
lebih memilih di sungai yang terbuka. Sebelum turun ke tempat pendulangan mereka
membawa makanan seadanya untuk makan siang di lokasi. Kemudan mereka tidak lupa
membawa peralatan sederhana seperti cangkul, skrup, alat pendulang (penampi), ember dan
saringan yang tidak mungkin membuat kerusakan alam sekitar yang berat. Dengan demikian
para pendulang tradisional intan juga turut memperhatikan kelestarian lingkungan.
Pada fungsi pengorganisasian, para pendulang datang ketempat berkelompok, satu
kelompok antara 3-5 orang. setiap orang mempunyai tugas masing-masing yang berbedabeda. Ada yang bertugas membuat/menggali lubang. Ada yang lain bertugas mengangkut
material galian kelokasi pendulangan. Sedangkan yang lainnya lagi bertugas mendulang
material yang telah terangkut tadi.Para pendulang intan mendulang intan setiap hari kecuali
hari Jumat sebagai hari libur mereka. Setiap ada diantara mereka yang menemukan intan
apakah kecil atau besar, hasil penjualannya selalu dibagi rata pada semua anggota kelompok,
sehingga setiap anggota kelompok apapun bagian tugasnya dianggap penting dan memiliki
andil dalam mendapatkan hasil. Dengan demikian kerjasama antar anggota kelompok
memiliki tugas yang jelas , kemudian mereke kompak, jujur, dan adil.
Pada fungsi implementasi, setidak-tidaknya ada 21 pantangan yang tidak boleh dilakukan
di lokasi pendulangan dengan masing-masing makna, yakni ;
1. berkacak pinggang, bermakna tidak boleh sombong
2. bersiul, bermakna pekerjaan harus dilakukan serius
3. menyalakan api, bermakna tidak boleh membuat hutan terbakar
4. membawa ayam, bermakna menghargai makhluk hidup lain
5. melenggokkan badan, bermakna bekerja sampai selesai
6. berpakaian seksi, bermakna harus sopan
7. menunjuk gunakan jari telunjuk, bermakna tidak boleh main perintah
8. makan nasi, bermakna pada saat bekerja jangan istirahat dulu
9. melubangi persawahan, bermakna dilarang membahayakan hasil makanan pokok
11
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
10. bersin, bermakna jangan membuat orang terkerjut
11. kentut, bermakna jangan membuat orang lain terganggu
12. makan jengkol/petai, bermakna jangan memakan makanan yang berbau
13. bawa lauk bumbu pedas, bermakna pada saat bekerja jangan makan yang bisa
mengganggu kesehatan
14. berkelahi, bermakna jangan membuat keributan
15. menstruasi, bermakna harus menghormati kesucian lokasi pendulangan
16. meludah, bermakna jangan membuang kotoran sembarangan
17. mengibaskan pakaian, bermakna jangan menyebarkan bau
18. sentuhkan rambut ke alat kerja, bermakna bekerja secara hati-hati
19. ucapkan kata intan, bermakna menghargai batu permata
20. ucapkan kata jorok, bermakna harus sopan
21. ucapkan kata kasar, bermakna jangan memancing emosi atau stress
22. ucapkan suara keras, bermakna berbicara jangan berlebihan
Dengan demikian dalam bekerja para pendulang trandisional intan berupaya
menciptakan keseimbangan dengan alam dan kondisi suasana bekerja yang kondusif.
Pada fungsi evaluasi, pada proses akhir pendulangan dimuali dari pendulang utama
sampai pada pemeriksa akhir, melakukan pemeriksaan secara cermat dari baru pasir yang
sudah disaring apakah ada intan atau tidak, pekerjaan tersebut mereka lakukan berkalikali sampai yakin ada atau tidak ada intan. Hal ini menunjukkan mereka bekerja cek and
recek.
Faktor-Faktor Yang Mempengarhi Manajemen Kearifan Lokal Pada Bisnis Intan di
Cempaka
Secara teoritis dari kumpulan pendapat dan pandangan para pendulang trandsional
maka dapat dikelompokan pada harapan, konsep diri, kebiasaan, dan keyakinan
Para pendulang tradisional memiliki harapan besar mendapatkan intan, mereka
optimimis suatu ketika akan mendapatkan intan. Merekapun termotivasi untuk setiap hari
melakukan pendulangan intan. Mereka memiliki keyakinan harta termasuk intan adalah
pemberian Tuhan, rahasia Tuhan sehingga pantang memvonis pasti tidak mendapatkan intan.
Harapan bahwa jika mereka mendapatkan intan akan mengangkat derajat hidup mereka akan
berubah, dari yang miskin tidak mungkin kaya akan membuat mereka kaya atau jadi orang
berada, dari yang tidak dihormati menjadi orang yang dihormati. Masyarakat Kalimantan
Selatan terutama di Kabupaten Banjar Banjarbaru yang terkenal religius memiliki harapan
besar untuk menyempurnakan rukun Islam kelima yakni naik haji sekaligus merobah status
mereka menjadi lebih baik, dan hal ini akan menjadi mudah manakala mereka mendapatkan
intan. Hal ini sesuai dengan teori Victor Vroom, tetapi tidak seperti pendapat Craig C. Pinder
(1948) yang berupaya sarna bantuan seperti peningkatan alat untuk mencapai harapan
tersebut.
Para pendulang tradisional intan memiliki konsep diri bahwa untuk menjadi kaya atau
merobah nasib hidup mereka, satu-satunya jalan adalah dengan cara mendapatkan intan.
Mereka menganggap bahwa diri mereka tidak mungkin memiliki keahlian lain, atau keahlian
lain sulit didapatkan sebagai jalan merobah nasib. Hasil pandangan mereka terhadap
12
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
pendidikan sekolah belum tentu bisa merobah nasib hidup dengan baik, hal ini dapat mereka
saksikan pada orang-orang yang berpendidikan namun gagal mendapatkan pekerjaan sesuai
dengan bidangnya, hal ini sesuai dengan Shavelson, Hubner, & Stanton (1976). Sehingga
tidak ada diantara mereka yang sampai lulus sekolah dasar, hal ini menambah kurangnya
kemampuan mereka belajar dengan baik tentang perubahan hidup, seperti yang dikemukakan
Marsh (1990) Purkey (1988), Rice & Gale (1975) dan Gage dan Berliner (1998) (Fits dan
Shavelson, dalam Yanti, 2000), sehingga bisa menjadi penghalang mereka untuk menentukan
keberhasilannya dalam hubungannya dengan masyarakat (Hurlock,1999).
Keahlian mendulang intan diperoleh para pendulang dari orang tua atau kakek buyut
mereka secara turun temurun, baik menyangkut teknis maupun peralatan yang digunakan,
sehingga cara mendulangpung sama dari waktu ke waktu. Dengan keterbatasan latar belakang
pendidikanorang tua atau kakek buyut mereka yang mungkin pernah melalui proses trial and
error, akhirnya memilih alat dan cara sederhana. Hal ini sesuai dengan teori Behaviorisme
John Broades Watson. Ditambah lagi dengan kondisi lingkungan di Kecamatan Cempaka
yang secara geologi memiliki kandungan batu permata lebih baik dari daerah lain, maka
membuat masyarakat disana menjadikan mata pencarian mendulang sebagai suatu kebiasaan
yang baik.
Masyarakat di sekitar pendulangan yang terkenal reliigius, memandang pekerjaan
adalah ibadah, kemudian memandang setiap manusia wajib berusaha seperti halnya
mendulang intan. Sehingga walaupun belum tentu mereka mendapatkan intan setiap hari,
kadang bisa berminggu atau berbulan, tetap mendulang intan dianggap sebagai bentuk
pekerjaan dan orangnyapun dianggap bukan pengangguran. Besarnya pengaruh keyakinan
berupa agama itu juga dapat dilihat dari banyaknya pantangan selama mendulang intan untuk
tidak menyakiti alam, manusia dan makhluk lain maupun diri sendiri. Untuk menopang hidup
sehari hari ketika mereka belum mendapatkan intan, para tetangga atau pedagang bersedia
memberi mereka pinjaman sebagai salah satu bentuk muamalah (saling bantu membantu
sesama manusia).
Analisis Data
Dari hasil analisis terhadap tabulasi kuesioner pada 100 orang pendulang dapat dikatakan
jawaban tersebut cukup valid (case valid 100 %) dan cukup realible (karena angka
Cronbach's 0,531> 0.500), sehingga selanjutnya hubungan faktor-faktor harapan, konsep diri,
kebiasaan, dan keyakinan diuji pada pembentukan manajemen kearifan lokal.
Tabel 1 Case Processing Summary
N
Cases
Valid
Excluded
a
%
100
100.0
0
.0
Total
100
a. Listwise deletion based on all
variables in the procedure.
100.0
13
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
Tabel 2 Reliability
Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.531
5
Secara keseluruhan keempat faktor yakni harapan, konsep diri, kebiasaan, dan keyakinan
memniliki F hitung yang sangat besar (172.884) dengan signifikasi mutlak (0,000) dalam
mempengraruhi pembentukan manajemen kearifan lokal pendulang intan tradisional di
kecamatan Cempaka
ANOVAb
Model
1
Sum of
Squares
Regression
Residual
df
Mean Square
21.664
4
2.976
95
F
Sig.
5.416 172.884
.000a
.031
Total
24.640
99
a. Predictors: (Constant), Keyakinan, Kebiasaan, KonsepDiri,
Harapan
b. Dependent Variable: MKL
Begitu juga secara parsial baik faktor harapan, konsep diri, kebiasaan, maupun
keyakinan berpengaruh secara signifikan (masing-masing memiliki tingkat signifikasi 0,000,
0,001, 0,002, 0,000 < 0,050)dalam pembentukan manajemen kearifan lokal pendulang intan
tradisional di kecamatan Cempaka.
Tabel 4 Coefficientsa
Unstandardized
Coefficients
Model
B
Standardized
Coefficients
Std. Error
1 (Constant)
.351
.165
Harapan
.406
.050
KonsepDiri
.103
Kebiasaan
Beta
t
Sig.
2.130
.036
.493
8.071
.000
.030
.150
3.480
.001
.042
.014
.130
3.135
.002
Keyakinan
.392
a. Dependent Variable: MKL
.068
.395
5.778
.000
Faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi pembentukan manajemen kearifan
lokal pendulang intan tradisional di kecamatan Cempaka adalah variabel harapan (0,493)
artinya para pendulang melakukan aktivitasnya sebagian besar karena memiliki semangat
besar dan keinginan untuk merobah hidup lebih baik, mereka percaya hanya dengan cara
mendapatkan intanlah yang dapatmerobah nasibnya.
14
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
Sementara faktor kedua terbesar sesudah harapan adalah keyakinan (0,395), yang
menunjukkan para pendulang memiliki keyakinan apa yang mereka lakukan selama ini benar
secara agama, mereka yakin bahwa Tuhan itu adil dan suatu saat pasti akan memberi mereka
intan. Keyakinan ini bertambah besar manakali ada dukungan keluarga, handai tulan, kerabat,
dan tetangga yang bersedia membantu memberikan pinjaman atau bantuan lainnya ketika
mereka masih berjuang untuk mendapatkan intan.
Faktor berikutnya adalah faktor konsep diri (0,150). Masih kecilnya pengaruh konsep
diri menunjukan sebagian dari mereka masih ragu tentang keahlian lain, atau keahlian lain
sulit didapatkan sebagai jalan merobah nasib. Hal ini paling tidak berlaku untuk pekerjaan
teknis yang juga dimiliki masyarakat di sekitar pendulangan dari berdagang, bertani,
berkebun dan tukang juga bisa dijadikan pekerjaan alternatif, tetapi mereka tetap belum
terlalu yakin bahwa itu bisa merobah hidup mereka dengan baik,
Terakhir paling rendah adalah pengaruh faktor kebiasaan (0,130), dimana kekayaan
alam Kecamatan Cempaka cukup memberi harapan karena sejak lama dan sudah banyak
orang mendapatkan intan di sana, sehingga menjadi salah satu mata pencarian pokok selain
bertani dan berkebun. Kemudian kebiasaan ini mereka turunkan secara turun temurun pada
anak cucu mereka. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu, tidak semua keturunan mereka
bersedia sebagai pendulang intan, sehingga faktor ini cenderung mengalami penurunan
seiring makin terbukanya pilihan pekerjaan.
KESIMPULAM DAN SARAN
Cara para pendulang intan di Kecamatan Cempaka Kabupaten Banjar melakuan
pendulangan dilakukan secara berkelompok secara turun temurun, dimana mereka bersinerji
dimulai dengan perencanaan sederhana dalam menentukan lokasi pendulangan cara
pendulangan dan pembagian kerja, melakukan pendulangan dengan bekerja keras secara
harmonis, menjaga keseimbangan antara manusia dan alam. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pengorganisasian dan pengelolaan tata kerja tersebut dipengaruhi harapan
besar untuk merobah hidup, keyakinan bahwa pekerjaan tersebut mulia yang bisa
mengangkat derajat secara keagamaan, konsep diri bahwa mereka tidak memiliki keahlian
lain dan harus mensyukuri keahlian yang telah dimiliki, dan kebiasaan yang menyesuaikan
pekerjaan dengan kekayaan alam yang ada.
Namun demikian pekerjaan mereka tersebut cukup berisiko dan hasilnya tidak terlalu
maksimal, karena itu disarankan harus ada pemantauan keselamatan dan kesehatan
penambang intan, dan ada upaya meningkatkan keahlian mereka dalam menambang secara
modern dan berbisnis intan dengan tetap menjaga keharmonisan keyakinan agama, alam, dan
makhluk lainnya.
15
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
LITERATUR
Antariksa. 2009. Seminar Nasional Kearifan Lokal (Local Wisdom) dalam Perencanaan dan
Perancangan Lingkungan Binaan, Jumat 7 Agustus 2009, Jurusan Arsitektur Fakultas
Teknik Universitas Merdeka Malang
Besharat Mohammad Ali , Pourbohlool Samane , 2011, Moderating Effects of SelfConfidence and Sport Self-Efficacyon the Relationship between Competitive
Anxietyand Sport Performance, Journal PSYCHVol.2 No.7, October 2011
C. Wayne Smith, Robert H, 1975, Rice: Origin, History, Technology, and Production, Sons
In. Hoboken, New Jersey
Donahoe John W, 1999. Edward L Thorndike The Selectionist Connecyionisy. Jornal of
Experimental Analysis of Behavior 1999, 72, 451–454 Number 3 (Nopember)
Febriana Maya Puji, 2009, Pengaruh Etos Kerja Islam Terhadap Kinerja Karyawan Pada
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Artha Mas Abadi Kabupaten Pati, Fakultas Syariah
IAIN Walisongo
Gage dan Berliner, 1984, Education Psycology, Mc Nally College Publishing Company
Chicago
Graham George, 2010, Behaviorism, published Fri May 26, 2000; substantive revision Tue
Jul 27, 2010http://plato.stanford.edu/entries/behaviorism/
Hasibuan Malayu S.P., 2007, Manajemen: Dasar, Pengertian, Dan Masalah (Edisi
Revisi)Bumi Aksara
Hauser Larry, 2014, Behaviorism, Alma College, http://www.iep.utm.edu/behavior/
Jamalie Zulfa, 2013, Mendulang Intan(Etos, Mitos, Dan Nilai Religi) Fakultas Dakwah dan
Komunikasi IAIN Antasari
Julian Rappaport, Edward Seidman, 1998, Handbook of Community Psychology, Kluwer
Academic
Kerap A Sonny, 2010, Etika Lingkungan Hidup, Penerbit Buku Kompas
Koontz Dean, 2012, Intensity, Headline Publishing Group
Kuncono Ongky Setio, 2013, Pengaruh Etika Confucius Terhadap Kewirausahaan,
Kemampuan Usaha dan Kinerja Usaha Pedagang Eceran Etnis Tionghoa di Surabaya,
Meleis Afaf Ibrahim, 2012, Theoretical Nursing: Development and Progress. Walter Kluwer
Health
16
Konferensi Nasional Riset Manajemen VIII
Denpasar 10 – 12 Oktober 2014
ISSN : 2086 - 0390
Ngakan, P.O., Komarudin, H., Achmad, A., Wahyudi, Tako, Amran.2006. Ketergantungan,
Persepsi dan Partisipasi Masyarakat Tterhadap Sumber Daya Hayati Hutan, Center
International Forest Reseaerch
Pinder Craig C. 1998, Work Motivation In Organizational Behavior, Prentice Hall, - Business
& Economics
Rahariyani Loetfia Dwi, 2005, Analisis Hubungan Konsep Diri Dengan Faktor Keturunan
dan Gaji Yang Diterima Oleh Tenaga Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Lumajang. Universitas Airlangga Surabaya
Richard. J. Riding, Stephen Rayner, 2001, Self Perception, Library CongressCatalog.
Robbins Stephen P. 2003, Organizational Behavior, Pearson
Spencer, S. David Dikinis, Peter C. Keller, and Robert E. Izane, The Diamond Defosits of
Kalimantan, Borneo.GEMS & GEMOLOGY Summer 1988 67 Mining Journal, Vol.
132, No, 5, pp.
Sophia Jowett, David Lavallee, 1990, Social Psychology in Sport, Volume 10, Human
Kenetic Inc.
Taqiyuddin an-Nabhani Syaikh, 2003, al-Ijtima’iyah fi al-Fikri al-Islami al-Mu’ashir ,: Dar
an-Nahdhah al-Islamiyah (Beirut) dan Al Azhar Press (Indonesia) cet. II, 2003 (Bogor
Yanti Dewi Purwanti, Koentjoro, Esti Hayu Purnamaningsih, 2000, Konsep Diri Perempuan
Marginal, Universitas Gajah Mada, Jurnal Psikologi 2000, NO. 1, 48 - 59
Zamroni, 2010, Pengaruh Konsep Diri dan Zuhud terhadap Motivasi Berprestasi Santri
Pesantren Tebuirenig Jombang, Fakultas Psikologi, Univesitas IslamMaulana Malik
Ibrahimi
17