BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Populasi - Pengembangan Model Pertumbuhan Ekonomi Solow

  BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Populasi Populasi merupakan kumpulan tumbuhan, hewan, ataupun organisme lain dari spesies yang sama yang hidup secara bersama dan melakukan proses berkembang biak. Sedangkan proses berkembang biak merupakan kemampuan dari suatu in- dividu atau organisme untuk melakukan reproduksi dalam rangka mempertahan- kan keturunannya. Suatu populasi dapat mengalami perkembangan dengan baik jika memiliki persediaan pangan yang cukup dan luasan wilayah yang memadai.

  Populasi dapat mengalami suatu perubahan, baik perubahan dalam hal bertambah jumlah populasinya ataupun sebaliknya mengalami penurunan jumlah populasinya. Terdapat beberapa faktor utama yang mempengaruhi perubahan dalam populasi penduduk yaitu kelahiran, kematian, imigrasi dan emigrasi (Gotelli, 1995).

  2.2 Model Pertumbuhan Eksponensial dan Logistik Titik awal perkembangan model pertumbuhan penduduk ditandai dengan diter- bitkan sebuah tulisan berjudul The Principle of Population pada tahun 1798 oleh Thomas R. Malthus. Di dalamnya ia menyajikan teori pertumbuhan populasi manusia dan hubungan antara over-population dan misery. Model yang ia guna- kan sekarang disebut model eksponensial pertumbuhan populasi.

  Pada 1846, Pierre Francois Verhulst, seorang ilmuwan Belgia mengatakan bahwa pertumbuhan penduduk tidak hanya tergantung pada ukuran populasi tetapi juga pada efek dari ”daya dukung” yang akan membatasi pertumbuhan. Modelnya yang sekarang disebut ”model logistik” atau model Verhulst. Perubahan jumlah populasi setiap waktu merupakan salah satu penanda terjadinya pertumbuhan po- pulasi yang dipengaruhi oleh jumlah kelahiran, kematian dan migrasi. Salah satu model pertumbuhan adalah model pertumbuhan kontinu khususnya model logis- tik. Dimana model pertumbuhan logistik tersebut tentunya mempunyai kelebihan maka laju perubahan populasi dapat dihitung. Model ini merupakan pengembang- an dari model pertumbuhan eksponensial yang pertama kali dicetuskan oleh Maltus (Haberman, 1977).

  Berbeda dengan model eksponensial, model ini memasukkan batas untuk populasinya sehingga jumlah populasi dengan model ini tidak akan tumbuh seca- ra tak terhingga. Laju pertumbuhan penduduk akan terbatas akan ketersediaan makanan, tempat tinggal, dan sumber hidup lainnya. Dengan asumsi tersebut, jumlah populasi dengan model ini akan selalu terbatas pada suatu nilai tertentu.

  2.2.1 Model pertumbuhan eksponensial Beberapa asumsi yang digunakan dalam pendugaan pertumbuhan penduduk secara eksponensial, yaitu:

  1. Laju kelahiran dan kematian konstan

  2. Tidak ada struktur genetik

  3. Tidak ada struktur perbedaan umur dan ukuran

  4. Tidak ada waktu tunda Misalkan N menunjukkan ukuran dari suatu populasi dan t menunjukkan waktu maka N t merupakan jumlah individu dalam suatu populasi pada waktu t. Sedang- t kan ukuran populasi pada satu satuan waktu berikutnya dinotasikan dengan N +1 adalah

  N t = N t + B + I − D − E (2.1) +1 N atau N t +1 t = B + I − D − E, maka

  N = B + I − D − E (2.2) dengan : B = jumlah kelahiran D = jumlah kematian I = jumlah individu yang masuk ke dalam populasi E = jumlah individu yang keluar dari populasi N t = perubahan populasi dari satu satuan waktu berikutnya

  • 1

  N = perubahan ukuran populasi dari waktu t ke t + 1 Jika disumsikan ukuran populasi hanya dipengaruhi oleh jumlah kelahiran dan jumlah kematian, maka persamaan (2.2) menjadi

  N = B − D (2.3)

  Jika perubahan populasi terjadi dalam selang waktu yang sangat kecil, maka per- tumbuhan penduduk dapat diasumsikan kontinu, sehingga pertumbuhan populasi dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan diferensial. dN

  = B − D (bentuk diskrit) (2.4) dt Besarnya jumlah kelahiran dan jumlah kematian sangat bergantung pada laju ke- lahiran (b) dan laju kematian (d), yaitu

  B = bN dan D = dN (2.5)

  Sehingga persamaan (2.4) menjadi dN = bN − dN (2.6) dt atau dN

  = (b − d)N (2.7) dt Jika b − d = r , dengan r adalah laju pertumbuhan intrinsik, maka diperoleh dN

  = rN (2.8) dt atau dN

  = rdt (2.9) Untuk menduga besarnya populasi pada saat tertentu persamaan di atas diinte- gralkan kedua ruasnya, sehingga diperoleh lnN

  • C

  1 = rt + C 2 (2.10)

  atau ln (N ) = rt + (C C ) = rt + C (2.11) rt

  

2

  1

  • C

  sehingga diperoleh N (t) = e , atau rt C N (t) = e e (2.12)

  Dengan memasukkan syarat awal N (0) = N ke persamaan ini, diperoleh C N

  (0) = e = N (2.13) Sehingga persamaan (2.12) dapat ditulis sebagai rt

  N e (t) = N (2.14) Persamaan (2.14) kemudian disebut sebagai Model Pertumbuhan Eksponensial.

  Nilai r dapat diperoleh dari persamaan (2.14), yaitu N t ln ( ) N r = (2.15) t

Gambar 2.1 Grafik pertumbuhan eksponensial

  2.2.2 Model pertumbuhan logistik

Model logistik digunakan karena pada kenyataan di alam bahwa besar kecilnya

populasi bergantung pada kerapatannya, sehingga laju kelahiran dan laju kema-

tian tidak konstan (Haberman, 1977). Jika diasumsikan bahwa tinggi kerapatan

suatu populasi akan menurunkan laju kelahiran secara linier dan meningkatkan

laju kematian secara linier pula, maka model linier untuk kedua model ini adalah

b = b aN (2.16) dan − − d = d + cN (2.17) aN cN jika r = b − d, maka r = (b ) − (d ) atau dapat ditulis r d

  = (b ) − (a + c)N (2.18) Jika persamaan (2.18) disubstitusikan dengan persamaan (2.8), maka dN d

  = [(b ) − (a + c)N ]N (2.19) dt Persamaan (2.19) ekuivalen dengan dN (b ) −d

  1 dN Z rdt

  1 N (K − N )

  Jika kedua ruas pada persamaan (2.25) diintegralkan, maka diperoleh K Z dN

  N (K − N )

  = Z rdt (2.26)

  Karena

  1 N (K − N )

  = A N

  A (K − N ) + B(N ) N

  (K − N ) (2.27) maka 1 = A(K − N ) + B(N ). Dengan substitusi N = 0 dan N = K, diperoleh

  A = B =

  , jadi persamaan (2.27) dapat ditulis sebagai

  =

  2

  (K − N ) +

  1 K

  (N ) N

  (K − N ) =

  1 K [

  1 N

  K − N ] (2.28) sehingga

  K Z dN

  1 Z

  1 dN Z

  ) = rdt (2.25)

  K dN (KN − N

  dN dt

  1 (b0−d0) (a+c)

  = (b d )[

  (b −d ) (b −d ) (a+c) (b −d )

  N ]N dN dt = (b d

  )N [1 −

  (a+c) (b −d )

  N ], sehingga dN dt

  = rN[1 − (a + c)

  (b d ) N ] (2.20) atau dapat ditulis dN dt

  = rN[1 −

  1

  N ] (2.21) besaran

  (2.24) Dengan menggunakan metode pemisahan variabel, persamaan (2.24) dapat disele- saikan sebagai berikut:

  (b −d ) (a+c)

  adalah kapasitas tampung (K), maka persamaan (2.21) menjadi dN dt

  = rN(1 − N K

  ) (2.22) Jika persamaan (2.22) diderhanakan diperoleh dN dt

  = KrN − rN

  2 K

  (2.23) atau dN dt

  = r (KN − N

  2

  ) K

  • B K − N =
  • 1
Jadi persamaan (2.26) dapat ditulis menjadi Z Z Z

  1

  1

  1

  [ ] = (2.30) K N K − N

  • K dN dN rdt

  Hasil pengintegralan persamaan (2.30) adalah sebagai berikut lnN − ln (K − N ) = rt + c (2.31)

  Dengan menggunakan sifat penjumlahan dan pengurangan pada logaritma natural (ln), persamaan (2.31) dapat ditulis sebagai berikut:

  N ln = rt + C (2.32)

  (K − N ) Jika kedua ruas pada persamaan (2.32) dieksponensial, maka diperoleh

  N rt +C = e (2.33)

  K − N Kedua ruas persamaan (2.33) dikalikan dengan (K-N), sehingga diperoleh rt C rt C rt C

  N = e e (K − N ) = Ke e N e e (2.34) atau rt C rt C N e e

  (1 + e ) = Ke (2.35) rt C e Kedua ruas pada persamaan (2.35) dibagi dengan (1 + e ) sehingga diperoleh Ke e rt C rt C N

  = , atau dapat ditulis e

  (1+e ) rt C

  Ke e N

  (t) = (2.36) rt C (1 + e e ) Ke e r C r C

  Jika diambil t=0 sebagai syarat awal, maka diperolehN (0) = atau e C (1+e ) Ke

  N (0) = N = (2.37) C C 1 + e

  Jika kedua ruas dikalikan dengan 1 + e , maka diperoleh C C N

  (1 + e ) = Ke (2.38) Dengan menggunakan sifat distributif penjumlahan, maka persamaan (2.38) men- jadi C C C

  Kedua ruas dikurangi dengan N e ,diperoleh N = Ke N e atau C N

  = (K − N )e (2.40) Sehingga diperoleh C N e = (2.41) C K − N

  Dengan substitusi nilai e pada persamaan (2.41) ke persamaan (2.36), maka di- peroleh rt N Ke K−N

  N (t) = (2.42) rt N 1 + e K−N KN −rt

  Jika penyebut dan pembilang dikalikan dengan e , maka diperoleh K K N N (t) = = atau dapat pula ditulis K −N0 K −N0 −rt −rt

  ( )e +1 1+( )e N0 N0

  K N t = K −rt (2.43) 1 + ( 1)e N

Gambar 2.2 Grafik pertumbuhan logistik

  2.3 Hukum Pertumbuhan Richards

Dalam pertumbuhan ekonomi standar biasanya diasumsikan bahwa pertumbuhan

tenaga kerja mengikuti pertumbuhan eksponensial seperti pada persamaan (2.14).

  ∂ L L ∂ t ˙

  dengan r = = L L Asumsi bahwa pertumbuhan tenaga kerja mengikuti pertumbuhan ekspo- nensial bukan hal yang realistis maka dengan menggunakan hukum Richards akan L ˙ ˙ terlihat pertumbuhan penduduk yg lebih akurat. Berdasarkan r = L = rL L L dan mengalikannya dengan 1 − diperoleh: L

  L ˙

  L = rL 1 − (2.45) L

  Diperoleh masalah nilai awal dari hukum Richards: δ L

  ˙ L

  = rL 1 − (2.46) L ∞

  L , = L dimana r > 0

  (0)

  Dengan persamaan diferensial, hukum Richards menjadi : L ∞

  L (t) = (2.47) d−δrt δ 1 L L ∞ ∞ δ [1 + e ] dimana : d = ln[( ) 1] dan L = L

   1. lim t→ L (t) = L

  2. Tingkat pertumbuhan relatif adalah: δ ! δ δ δrt ˙

  L (t) L(t) L L (L ∞ L )e n (t) = = rL(t) 1 − = r (2.48) δ δrt ∂ δ δ 2 L (t) L −

  [L e + (L ∞ L )] Ketika t kecil, n(t) dekat dengan r dan menurun monoton dengan 0 sebagai t Tingkat pertumbuhan relatif maksimum diberikan oleh rL ∞ δ n (ˆ t ) = (2.49) 1

  1+ δ δ 1 (1 + δ)

  3. Kurva pertumbuhan adalah sigmoid dan nilai perubahannya berada pada δ 1 bagian (1 + δ) dari nilai akhir.

  2.4 Pertumbuhan Ekonomi Proses pertumbuhan ekonomi secara garis besarnya dipengaruhi oleh dua macam faktor, yakni faktor ekonomi dan non ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat tergantung pada sumber alamnya, sumber daya manusia, kapital, usaha, teknologi, dan sebagainya. Semua itu merupakan faktor-faktor ekonomi.

  Tetapi pertumbuhan ekonomi tidak mungkin bisa terjadi selama lembaga sosial dan budaya, kondisi politik dan keamanan, serta nilai-nilai moral dalam suatu bangsa tidak menunjang. Dengan kata lain tanpa adanya dukungan faktor-faktor non ekonomi semacam itu secara baik, maka pertumbuhan ekonomi kemungkinan tidak terwujud.

  Pertumbuhan ekonomi pada umumnya diukur dari kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi jika jumlah produk barang dan jasa mengalami peningkatan. Pertum- buhan output ini tercermin dalam nilai Produk Domestik Bruto. Menurut Adam Smith (Saparuddin, 2008) mengatakan bahwa terdapat tiga komponen utama per- tumbuhan ekonomi, yaitu sumber daya alam yang bersifat membatasi pertum- buhan ekonomi, sumber daya modal yang bersifat aktif, dan sumber daya manusia atau jumlah penduduk yang cenderung mengikuti perkembangan perekonomian.

  Untuk menghitung laju pertumbuhan ekonomi suatu negara banyak caranya, tergantung model pertumbuhan bagaimana yang digunakan. Beberapa model per- tumbuhan ekonomi yang sangat terkenal diantaranya adalah model pertumbuhan Harrod dan Domar, model pertumbuhan jangka panjang Solow, model akumulasi kapital Joan Robinson, model pertumbuhan Kaldor, model Mahalanobis, model Fel’dman, model pertumbuhan endogenous (endogenous growth model) dan lain- lain.

  Jones (1995) menyajikan tentang pertumbuhan endogen dengan mengemuka- pengaruh permanen pada laju pertumbuhan, namun secara empiris laju pertum- buhan tidak memperlihatkan adanya kepermanenan yang nyata. Dalam argumen- tasi yang sama, Easterly et al. (1993) mengamati bahwa laju output pertumbuhan ekonomi sangat tidak stabil sedangkan karakteristik negara itu stabil. Barro (1991), telah berhasil mengidentifikasi karakteristik variabel eksplanatori tentang pertum- buhan ekonomi. Akan tetapi belum ditemukan variabel yang signifikan dan robus dalam spesifikasi regresi yang berbeda.

  Adapun untuk menghitung laju pertumbuhan ekonomi pada suatu negara berdasarkan konsep GNP adalah sebagai berikut: GN P GN P t t−

  1

  g t = 100% (2.50) GN P t−

  1

  dimana g t adalah pertumbuhan ekonomi pada tahun t, GNP t adalah besarnya Gross National Product pada tahun ke t, dan GNP t−

  1 adalah besarnya Gross Na-

  tional Product pada tahun ke t−1. Teknik perhitungan laju pertumbuhan ekonomi semacam inilah yang paling banyak digunakan oleh setiap instansi-instansi, lem- baga-lembaga, badan-badan resmi pemerintah maupun swasta.

  2.5 Peranan Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi Penduduk usia kerja menurut Biro Pusat Statistik (BPS) dan yang sesuai dengan yang disarankan oleh International Labor Organization (ILO), adalah penduduk usia 15 tahun ke atas, yang dikelompokkan ke dalam angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah penduduk usia 15 tahun ke atas yang mem- punyai pekerjaan atau sedang mencari kerja. Sedangkan yang bukan angkatan kerja adalah penduduk usia 15 tahun ke atas yang tidak bekerja karena sekolah, atau se- bagai ibu rumah tangga atau pensiunan. Dengan bertambahnya jumlah penduduk setiap tahunnya melalui kelahiran dan migrasi penduduk di suatu negara, meng- akibatkan bertambahnya angkatan kerja yang berarti bertambah pula penawaran tenaga kerja. Banyaknya penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja, dan adanya keterbatasan lapangan pekerjaan mengakibatkan terlihatnya perbedaan an- tara penawaran dan permintaan tenaga kerja atau pasar tenaga kerja (Sitanggang, 2004).

  Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor dinamika dalam perkem- bangan ekonomi jangka panjang bersamaan dengan ilmu pengetahuan, tekhnologi, sumber daya alam dan kapasitas produksi. Pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja dianggap sebagai faktor positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang besar dapat berarti menambah jumlah tenaga produktif. Dengan meningkatnya produktivitas tenaga kerja diharapkan akan meningkatkan produksi, yang berarti akan meningkatkan pula Produk Domestik Bruto (PDB).

  Penduduk dunia pada tahun 1995 telah mencapai 5,8 milyar, dan diprediksi pada akhir abad ke-20 sebesar 6,3 milyar. Kemudian diproyeksikan pada tahun 2025 menjadi 8,5 milyar dan mencapai 10 milyar pada tahun 2050. Dari jum- lah yang besar itu 5/6 atau 8,3 milyar tinggal di negara sedang berkembang. Tingginya pertumbuhan penduduk di negara sedang berkembang mengakibatkan kesejahteraan penduduk menjadi terganggu. Kesejahteraan itu dapat dilihat dari peningkatan pendapatan perkapita (per penduduk). Bila kenaikan penduduk lebih besar dari pertumbuhan ekonomi (dalam hal ini pertumbuhan investasi), maka kesejahteraan penduduk akan semakin kecil, artinya terjadi pengurangan jumlah pendapatan perkapita. Hal ini terjadi pada tahun 1998 dan 1999 dimana per- tumbuhan ekonomi Indonesia mencapai -13% dan 0,3% sementara pertumbuhan penduduk Indonesia sekitar 2%. Berarti pada tahun 1998 terjadi penurunan pen- dapatan perkapita (Pratomo, 2006)

  Secara teoritis, pertumbuhan penduduk dikatakan dapat mempengaruhi per- tumbuhan ekonomi dan pada akhirnya mempengaruhi standard of living penduduk suatu negara. Berbagai penelitian ekonomi menyatakan bahwa pertumbuhan pen- duduk mempengaruhi pertumbuhan pendapatan perkapita secara tidak langsung melalui perkembangan teknologi dan akumulasi human capital. Dalam jangka panjang, pengaruh tersebut dapat bersifat positif maupun negatif (Tournemaine, 2007).

  Fungsi produksi pada suatu barang atau jasa tertentu (q) adalah q = f(K, L) dimana K merupakan modal dan L adalah tenaga kerja yang memperlihatkan jumlah maksimum sebuah barang atau jasa yang dapat diproduksi dengan meng- salah satu masukan ditambah satu unit tambahan dan masukan lainnya dianggap tetap akan menyebabkan tambahan keluaran yang dapat diproduksi. Tambahan keluaran yang diproduksi inilah yang disebut dengan produk fisik marginal (margi- nal physical product). Selanjutnya dikatakan bahwa apabila jumlah tenaga kerja ditambah terus menerus sedang faktor produksi lain dipertahankan konstan, maka pada awalnya akan menunjukkan peningkatan output, namun pada suatu tingkat tertentu akan memperlihatkan penurunan output serta setelah mencapai tingkat keluaran maksimum setiap penambahan tenaga kerja akan mengurangi keluaran (Nicholson, 1994).

  Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja secara tradisional dianggap seba- gai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih besar. Meskipun demikian, hal tersebut masih dipertanyakan, apakah benar laju pertumbuhan pen- duduk yang cepat benar-benar akan memberikan dampak positif atau negatif dari pertumbuhan ekonominya. Selanjutnya dikatakan bahwa pengaruh positif atau negatif dari pertumbuhan penduduk tergantung kemampuan sistem perekonomian daerah tersebut dalam menyerap dan secara produktif memanfaatkan pertambahan tenaga kerja tersebut. Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh tenaga kerja dan akumulasi modal, dan tersedianya input dan faktor produksi penunjang, seperti kecakapan manajerial dan administrasi (Todaro, 1997).

  Peranan tenaga kerja (angkatan kerja) mengandung sifat elastisitas yang tinggi. Meningkatnya permintaan atas tenaga kerja (dari sektor tradisional) bersum- ber pada ekspansi kegiatan sektor modern. Dengan demikian salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi adalah tenaga kerja.

  2.6 Peranan Modal (Investasi) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Investasi menurut Sadono Sukirno (2000) adalah pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekono- mian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa dimasa yang akan

  1. Merupakan salah satu pengeluaran agregat, dimana peningkatan investasi akan meningkatkan permintaan agregat dan pendapatan nasional.

  2. Pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambah kapasi- tas produksi di masa depan dan perkembangan ini menstimulir pertambahan produksi nasional dan kesempatan kerja.

  3. Investasi selalu diikuti oleh perkembangan teknologi, sehingga akan mem- berikan kenaikan produktivitas dan pendapatan perkapita masyarakat.

  Investasi merupakan salah satu faktor yang krusial bagi kelangsungan proses pembangunan atau pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Pembangunan ekonomi melibatkan kegiatan-kegiatan produksi di semua sektor ekonomi. Untuk keperluan tersebut maka dibangun pabrik-pabrik, perkantoran, alat-alat produksi dan in- frastruktur yang dibiayai melalui investasi baik berasal dari pemerintah maupun swasta.

  Korelasi positif antara investasi dengan pertumbuhan ekonomi diuraikan seca- ra sederhana di dalam model pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar. Teori Harord Domar (dikemukakan oleh Evsey domar dan R.F. Harrod) mengemukakan model pertumbuhan ekonomi yang merupakan pengembangan dari teori Keynes. Teori tersebut menitikberatkan pada peranan tabungan dan investasi yang sangat me- nentukan dalam pertumbuhan ekonomi daerah (Lincoln, 1997). Beberapa asumsi yang digunakan dalam teori ini adalah bahwa :

  1. Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan ba- rang-barang modal yang ada di masyarakat digunakan secara penuh.

  2. Dalam perekonomian terdiri dari dua sektor, yaitu sektor rumah tangga dan perusahaan, berarti sektor pemerintah dan perdagangan luar negeri tidak ada.

  3. Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya penda- patan nasional, berarti fungsi tabungan dimulai dari titik original (nol).

  4. Kecenderungan untuk menabung (marginal propensity to save = MPS) be- sarnya tetap, demikian juga rasio antara modal dan output (Capital Output Ratio) dan rasio penambahan modal-output (Incremental Capital Output Ra- tio).

  Dalam Teori Harrod-Domar menyatakan bahawa investasi dan the incre- mental output ratio (ICOR) merupakan dua variabel fundamental (Tambunan, 2001). Investasi dimaksud adalah investasi netto, yaitu perubahan/penambahan stok barang modal, atau:

  I (t) =△ K(t) = K(t) − K(t − 1) (2.51)

  ICOR adalah kebalikan dari rasio pertumbuhan output terhadap pertumbuhan in- vestasi, yang pada intinya menunjukkan hubungan antara penambahan stok barang modal dan pertumbuhan output, atau dengan melihat seberapa besar peningkatan investasi yang diperlukan untuk mendapatkan laju pertumbuhan ekonomi tertentu yang telah ditentukan sebelumnya. Hubungan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

  1 Y = yKdan = KY (2.52) y Keterangan : y = rasio output - kapital

  1 y = rasio kapital-output (COR) △K △Y Y △K

  ICOR = atau ICOR = Y △Y Beberapa studi kuantitatif yang dilakukan menemukan korelasi positif dan signifikan antara investasi dengan pertumbuhan ekonomi (Tambunan, 2001). Ar- gumen utama dari hasil studi tersebut adalah bahwa investasi menambah jumlah stok kapital per pekerja oleh karenanya menaikkan produktivitas. Teori ini me- miliki kelemahan yaitu kecenderungan menabung dan ratio pertambahan modal- output dalam kenyataannya selalu berubah dalam jangka panjang demikian pula proporsi penggunaan tenaga kerja dan modal tidak konstan, harga selalu berubah dan suku bunga dapat berubah dan selanjutnya akan mempengaruhi investasi. Untuk meningkatkan output dapat dilakukan dengan meningkatkan produk- tivitas melalui penambahan investasi guna memperbaharui teknologi yang digu- nakan atau penambahan investasi guna meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia (human capital). Dengan demikian akan meningkat rasio kapital - tenaga kerjanya. Dengan meningkatnya rasio antara kapital - tenaga kerja secara konsisten diharapkan akan meningkatkan PDRB (Neni, 2000).

  2.7 Peranan Teknologi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sejarah telah membuktikan bahwa penemuan dan kemajuan teknologi terus ber- langsung sehingga dapat meningkatkan kemungkinan produksi (production possi- bility) baik di Eropa, Amerika Utara maupun di Jepang. Kemajuan teknologi di- tandai dengan adanya perubahan proses produksi, diperkenalkannya produk baru, ataupun peningkatan besarnya output dengan menggunakan input yang sama. Ke- majuan teknologi yang sangat pesat dewasa ini dipacu oleh ditemukannya peralatan elektronika dan komputer. Penemuan baru ini merupakan terobosan yang besar dalam kemajuan teknologi, namun kemajuan teknologi juga merupakan proses yang masih terus menerus berlanjut.

  Pada masa lalu teknologi diasumsikan tetap sepanjang waktu. Sehingga selu- ruh variabel pertumbuhan per kapita akan tetap untuk jangka panjang. Asumsi ini tidak sesuai dengan pertumbuhan ekonomi yang telah terjadi. Model Harrod- Domar tentang pertumbuhan juga didasarkan pada asumsi bahwa koefisien pro- duksi bersifat tetap. Begitu juga Model Neoklasik masih menganggap kemajuan teknologi bersifat eksogen. Kendrik, Kaldor, dan Solow antara lain merupakan pengkritik terhadap pendekatan ini (Jhingan, 1999).

  Kemajuan teknologi mempunyai sifat yang beragam. Kemajuan teknologi bersifat netral (unbiased) bila perubahan tidak bersifat menghemat modal atau tidak menghemat tenaga kerja. Dalam terminologi kemungkinan produksi, kema- juan teknologi bersifat netral bila kenaikan output sebesar 2 kali lipat terjadi karena adanya kenaikan masing-masing input sebesar 2 kali lipat. Tidak semua kemajuan teknologi bersifat netral. Dalam kenyataannya kemajuan teknologi dapat meng- menghemat tenaga kerja ataupun modal disebut bersifat tidak netral (Jhingan, 1999).

  Pada tahun 1960 Solow memasukkan kemajuan teknologi tak berwujud yang menganggap bahwa stok modal bersifat homogen dan kemajuan teknologi menga- lir dari luar, yang selanjutnya disebut Model Solow. Di dalam model ini aku- mulasi modal baru dipandang sebagai wahana untuk kemajuan teknologi. Hasil pengamatan secara empiris dari ekonom neoklasik menunjukkan bahwa produksi nasional (Y ) tidak semata-mata disebabkan oleh pertumbuhan modal (K) dan pertumbuhan tenaga kerja (L) saja tetapi juga disebabkan oleh faktor lain yang semula diperlakukan sebagai faktor residual. Pada perkembangannya faktor resi- dual ini dikenal dengan sebutan kemajuan teknologi. Selanjutnya secara umum kemajuan teknologi sering disebut dengan istilah Total Factor Productivity (TFP)

  2.8 Perkembangan Model Pertumbuhan Ekonomi Model pertumbuhan ekonomi telah banyak ditemukan, beberapa model pertum- buhan ekonomi yang sangat terkenal diantaranya adalah model pertumbuhan oleh Harrod pada tahun 1947 dan Domar tahun 1957, model pertumbuhan jangka pan- jang Solow pada tahun 1956, model akumulasi kapital Joan Robinson pada tahun 1956, model pertumbuhan Kaldor tahun 1957, model pertumbuhan endogenous (endogenous growth model) dan lain-lain. Secara garis besar tahap-tahap per- kembangan model pertumbuhan ekonomi dijelaskan dalam model pertumbuhan ekonomi Adam Smith, model pertumbuhan ekonomi David Ricardo, model per- tumbuhan ekonomi Neoklasik Lewis, model pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar, dan model pertumbuhan ekonomi neoklasik Solow-Swan.

  2.8.1 Model pertumbuhan ekonomi Adam Smith Adam Smith menaruh perhatiannya terhadap pertumbuhan ekonomi dalam buku- nya An Inquiry into the Nature and Causes of The Wealth of Nations pada tahun 1776, beliau mengemukakan tentang proses pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang secara sistematis. Adapun unsur pokok dari sistem produksi suatu negara ada tiga yaitu sumber daya alam yang tersedia (faktor produksi ”tanah”), sumber daya manusia (jumlah penduduk), dan stok barang modal.

  Menurut Adam Smith, jumlah penduduk akan meningkat jika tingkat upah yang berlaku lebih tinggi dari tingkat upah subsistem (tingkat upah minimum). Jika tingkat upah diatas tingkat subsistem maka penduduk akan menikah pada usia muda dan jumlah kelahiran meningkat. Sebaliknya, jika tingkat upah yang berlaku lebih rendah dari tingkat upah subsistem, maka jumlah penduduk akan me- nurun. Tingkat upah yang tinggi akan meningkat jika permintaan akan tenaga kerja (Demand Labour) tumbuh lebih cepat daripada penawaran tenaga kerja (Supply Labour). Sementara itu permintaan akan tenaga kerja ditentukan oleh stok modal dan tingkat output masyarakat. Oleh karena itu, laju pertumbuhan permintaan akan tenaga kerja ditentukan oleh laju pertumbuhan stok modal (akumulasi modal) dan laju pertumbuhan output.

  Namun demikian, ada beberapa kritik terhadap teori ini diantaranya adalah adanya pembagian kelas dalam masyarakat, yang mampu menabung hanya para kapitalis saja, asumsi stasioner, yaitu asumsi yang menyatakan bahwa hasil akhir suatu perekonomian adalah keadaan stasioner. Ini berarti bahwa perubahan hanya terjadi di sekitar titik keseimbangan tersebut. Padahal dalam kenyataannya proses pembangunan itu sering kali tidak teratur. Jadi asumsi ini tidak realistis.

  2.8.2 Model pertumbuhan ekonomi David Ricardo Garis besar proses pertumbuhan dari Ricardo tidak jauh berbeda dengan teori Adam Smith, tema dari proses pertumbuhan ekonomi masih pada perpaduan an- tara laju pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan output. Teori Ricardo ini diungkapkan pertama kali dalam The Principles of Political Economy and Taxation pada tahun 1917.

  Ciri-ciri utama perekonomian Ricardo adalah menunjukkan bahwa jumlah sumber daya alam (tanah) terbatas. Keterbatasan faktor produksi sumber daya alam akan membatasi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hasil produksi (out- put) hanya bisa tumbuh sampai batas yang dimungkinkan oleh sumber daya alam. perekonomian akan berhenti. Salah satu kritik terhadap teori Ricardo, antara lain adalah mengabaikan pengaruh kemajuan teknologi.

  2.8.3 Model pertumbuhan ekonomi neoklasik Lewis W. Arthur Lewis menulis pada tahun 1954, mengamati tentang kemungkinan ke- langkaan tenaga kerja di sektor industri yang sedang berekspansi. Lewis menjelas- kan pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan kapital dimana sektor yang dapat mengumpulkan kapital adalah sektor industri sementara sektor pertanian tidak mengumpulkan kapital sama sekali. Lewis menyatakan bahwa terjadi pertumbuhan yang signifikan sebagai hasil dari perubahan struktural ini dan menganjurkan agar terjadi perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri di perko- taan yang upahnya lebih besar daripada upah di desa (sektor pertanian) yang akan cenderung melakukan kegiatan menabung. Dengan demikian pendapatan nasional akan tumbuh.

  Teori pertumbuhan ekonomi Lewis ini juga mendapat beberapa kritikan, terutama pada suplay tenaga kerja yang tak terbatas. Para pengkritik tersebut mengajukan kemungkinan bahwa tingkat upah sektor pertanian bisa saja meningkat. Maka dari itu, Lewis dianggap berlebihan jika menduga bahwa ketersediaan tenaga kerja migrasi dari pedesaan yang murah bisa menstimulasi pertumbuhan industri.

  2.8.4 Model pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar Model pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar dibangun berdasarkan pengalaman negara maju. Harrod-Domar memberikan peranan kunci kepada investasi di dalam proses pertumbuhan ekonomi, khususnya mengenai watak ganda yang dimiliki in- vestasi. Pertama dengan menciptakan pendapatan (dampak permintaan investasi) dan kedua dengan memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal (dampak penawaran investasi).

  Model yang dibuat oleh Harrod-Domar didasarkan pada asumsi sebagai berikut:

  1. Ada ekuilibrium awal pendapatan

  2. Tidak ada campur tangan pemerintah

  3. Kecenderungan menabung marginal tetap (konstan)

  4. Koefisien modal tetap

  5. Tidak ada penyusustan barang modal (memiliki daya pakai seumur hidup)

  6. Tingkat harga umum konstan

  7. Tidak ada perubahan tingkat suku bunga

  8. Proporsi modal dan tenaga kerja tetap dalam proses produksi Dalam model pertumbuhan Harrod-Domar kelihatan steady state sangat tidak stabil. Rasio tabungan, rasio kapital output, dan laju kenaikan tenaga kerja mele- set sedikit saja dari titik tumpu, maka konsekuensinya akan berupa inflasi kronis atau meningkatnya pengangguran.

  2.8.5 Model pertumbuhan ekonomi Solow Teori pertumbuhan neoklasik dikembangkan oleh Robert M Solow pada tahun 1970 dari Amerika Serikat dan T.W Swan dari Australia tahun 1956. Teori mereka disebut juga dengan istilah teori neoklasik. Model Solow-Swan menggunakan un- sur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi, dan besarnya output yang saling berinteraksi. Solow-Swan menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga kerja (L).

  Tingkat pertumbuhan menurut mereka berasal dari tiga sumber yaitu : akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan kemajuan teknologi. Teknologi ini terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan teknik sehingga produktivitas meningkat. Dalam model Solow-Swan, masalah teknologi dianggap fungsi dari waktu. Teori Solow-Swan menilai bahwa dalam banyak hal mekanisme pasar da- mempengaruhi atau mencampuri pasar. Campur tangan pemerintah hanya se- batas kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Solow membangun model di sekitar asumsi berikut:

  1. Ada satu komoditi gabungan yang diproduksi

  2. Yang dimaksud output adalah output netto, yaitu sesudah dikurangi biaya penyusutan kapital ( untuk selanjutnya disimbolkan dengan ”δ” )

  3. Fungsi produksi adalah homogen berderajat satu , atau bersifat constant return to scale (CRTS)

  4. Faktor produksi kapital dan tenaga kerja dibayar sesuai dengan produktifitas fisik marginal mereka.

  5. Harga dan upah fleksibel

  6. Perekonomian dalam kondisi full employment

  7. Stok kapital yang ada juga terpekerjakan secara penuh

  8. Tenaga kerja dan kapital dapat disubstitusikan satu sama lain 9. Kemajuan teknologi bersifat netral.

  Dengan asumsi-asumsi ini, Solow menunjukkan dalam modelnya bahwa de- ngan koefisien teknik yang bersifat variabel, rasio kapital-tenaga kerja akan cende- rung menyesuaikan dirinya, dalam perjalanan waktu, ke arah rasio keseimbangan. Jika rasio antara kapital terhadap tenaga kerja lebih besar, kapital dan output akan tumbuh lebih lamban dari pertumbuhan tenaga kerja, dan sebaliknya. Analisa Solow berakhir pada jalur keseimbangan(steady state) yang berangkat dari sem- barang rasio kapital-tenaga kerja.

  Menurut teori pertumbuhan neoklasik dari Solow (Suselo dkk, 2008), per- tumbuhan ekonomi terkait dengan empat variabel, yaitu: output (Y ), kapital (K), labor (L), dan knowledge atau technological progress (A). Perekonomian mengkom- binasikan faktor-faktor produksi tersebut untuk memproduksi output. Fungsi pro- duksinya dirumuskan sebagai berikut: α β

  Y (t) = K(t) (A(t)L(t)) (2.53) dimana:

  Y(t) : tingkat produksi pada tahun t A(t) : tingkat teknologi pada tahun t K(t) : jumlah stok barang modal pada tahun t L(t) : jumlah tenaga kerja pada tahun t α : pertambahan output yang diciptakan oleh pertambahan satu unit modal β

  : pertambahan output yang diciptakan oleh pertambahan satu unit tenaga kerja Nilai K(t), α dan β bisa diestimasi secara empiris. Tetapi pada umumnya nilai

  α dan β ditentukan saja besarannya dengan menganggap bahwa α + β = 1, yang berarti bahwaα dan β nilainya adalah sama dengan produksi batas dari masing- masing faktor produksi tersebut. Dengan kata lain, nilai α dan β ditentukan dengan melihat peranan tenaga kerja dan modal dalam menciptakan output.

  Pada model tersebut, pertumbuhan knowledge dan labor diasumsikan bersifat eksogen, sedangkan pertumbuhan capital bersifat endogen. Kemudian berkembang teori pertumbuhan terkini, yakni endogenous growth theory atau disebut pula new growth theory. Dalam hal ini knowledge merupakan faktor produksi yang endogen dalam pertumbuhan ekonomi. Kapital, seperti halnya pada model Solow, bersifat endogen, sedangkan labor diasumsikan bersifat eksogen, mengikuti pertumbuhan penduduk.