SIMPOSIUM GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN (1)

MAKALAH

Oleh :
SUGITO, ST
NIP. 19810316 200902 1 003

SIMPOSIUM GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
TAHUN 2016

MENDIDIK DENGAN MANTRA, BUKAN DENGAN HUKUMAN
Oleh : SUGITO, S.T
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang
akan datang. Ahmad D. Marimba mengatakan bahwa pendidikan adalah
bimbingan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan
rohani anak didik menuju kepribadian yang utama.
Dan menurut Prof. Dr. Suharyadi, pendidikan bukanlah semata “produk”
yang diberikan institusi pendidikan berbagai tingkat, dari Taman Kanak-Kanak
hingga perguruan tinggi. Bukan hanya sesuatu yang dirumuskan lembaga
pendidikan dalam bentuk kurikulum. Menurut beliau, pendidikan adalah nilai
holistik yang kita peras dari kehidupan. Tapi di sisi sekolah ada elemen-elemen

pembentuk lain: pendidikan di dalam rumah, teladan orang tua, nilai-nilai agama,
pengalaman hidup yang secara alamiah telah dihidangkan kepada anak.
Pendidikan adalah pengarahan dengan maksimum daya serap individu terhadap
nilai-nilai yang berkeliaran sepanjang hidupnya.
Jadi, pendidikan dapat diartikan sebagai usaha untuk membina
kepribadian manusia sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat dan kebudayaan.
Dengan demikian, bagaimana pun sederhananya suatu peradaban, di dalamnya
pasti berlangsung apa yang disebut dengan proses pendidikan.
Di samping pendidikan sangat penting bagi umat manusia, pendidikan juga
merupakan bagian terpenting bagi negara maupun pemerintah. Pendidikan
menjadi cita-cita setiap orang yang mencintai perbaikan karena pendidikan
merupakan salah satu media dalam mengangkat

kualitas masyarakat dan

menyadarkan mereka untuk dapat menuju kebahagiaan dan kesempurnaan
kehidupan.
Keberhasilan dari proses pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Salah satunya adalah pendidik atau guru. Sebab, guru adalah figur manusia yang
memegang peranan penting dalam kegiatan proses belajar-mengajar. Guru

merupakan orang yang bertanggung jawab dalam mencetak generasi muda,
khususnya murid dan siswa yang profesional. Akan tetapi, sampai saat ini
masalah guru dalam dunia pendidikan menjadi topik yang aktual sehingga

problem pendidikan membutuhkan penanganan karena semakin bertambahnya
penduduk dan semakin cepat lajunya perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi akan membuat sulitnya mengatasi masalah-masalah tersebut.
Fakta

di

lapangan

menunjukkan

banyaknya

kasus-kasus

yang


berhubungan dengan guru yang menjadi korban kekerasan. Pertama,

kasus

seorang guru SMK Negeri 2 Makassar, Drs. Dasrul (45), dihajar orang tua salah
satu siswa. Orang tua bernama Adnan Achmad (38) itu tak terima anaknya di
tempar oleh Dasrul, Rabu (10/8/2016). (Sumber: sindonews.com)
Yang kedua, kasus seorang guru SMP swasta di Sidoarjo yang dilaporkan
ke polisi dan diseret ke Pengadilan Negeri Sidoarjo atas dugaan penganiayaan.
Dan siswa yang dicubit tersebut adalah anak anggota TNI AD. Orang tua tersebut
tidak terima anaknya dicubit guru, lantas melapor ke polisi atas dugaan
penganiayaan. Dan guru yang dilaporkan bernama Sambudi (45), warga desa
Bogem Pinggir, Balongbendo, Sidoarjo. Sambudi merupakan guru matematika.
Sidang

perdananya

dimulai


pada

hari

Selasa

(28/6/2016).

(Sumber:

beritateratas.com)
Kedua kasus tersebut menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat, mulai
dari rasa simpati dan marah, geram, dan masih banyak lagi. Apalagi untuk kasus
yang pertama mendapat reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy. “Apapun yang
dilakukan di sekolah, siswa jangan sampai menyakiti guru,” ujarnya ditemui usai
berbincang dengan Redaksi MNC Media di Kantor Sindo, Jakarta, Kamis
(11/8/2016). Dan sebelumnya, Pengurus Besar Persatuan Guru Republik
Indonesia (PGRI) juga menyatakan sikap untuk mendukung Guru Dasrul dan
menginginkan agar pelaku, yakni orangtua dan siswa diproses secara hukum.

Pasalnya, tindakan penganiayaan tersebut dinilai melecehkan profesi dan
martabat guru. “Kami marah dan kecewa atas tindakan orangtua tersebut. Kok
sekarang banyak masyarakat tertentu melecehkan profesi dan martabat guru.
Kami ingin agar keduanya dihukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ucap
Plt Ketua Umum PGRI, Unifah Rasidi. (Sumber: BeritaPrima.com)
Jika flashback ke masa lalu, cara mendidik kedua guru pada kasus tersebut
merupakan hal yang biasa bagi guru-guru zaman dahulu. Pada tahun 60-an
hingga 80-an para guru menganggap hukuman fisik merupakan salah satu cara

mendidik siswa agar mengerti dengan kesalahannya. Banyak diantaranya yang
menganggap apa yang telah dilakukan oleh guru-guru zaman dahulu mendidik
dengan kekerasan kini menghasilkan sesuatu, contohnya saja para pejabat
pemerintahan, presiden RI, dokter, dsb. Mereka semua adalah produk dari guru
zaman dahulu. Mereka yang saat ini telah menjadi orang penting baik itu di
pemerintahan maupun tempat lain adalah mereka yang dulu sekolah di zaman
tahun 60-an hingga 80-an, yakni zaman dimana mendidik dengan kekerasan
merupakan sesuatu yang wajar.
Namun di zaman sekarang ini, mendidik dengan cara kekerasan termasuk
sesuatu


yang

dianggap

melanggar

hukum.

Banyak

kasus-kasus

yang

bermunculan menyangkut tindakan guru pada siswanya yang disalahkan,
dihukum, dan dipenjarakan hanya karena cara guru tersebut mendidik sedikit
keras, misalnya dengan mencubit atau memukul. Hal ini dikarenakan negara
Indonesia adalah negara hukum dan sudah tercantum pada Peraturan Menteri
Indonesia Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan
Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Di pasal 1 menjelaskan

bahwa “Tindak kekerasan adalah perilaku yang dilakukan secara fisik, psikis,
seksual, dalam jaringan (daring), atau melalui buku ajar yang mencerminkan
tindakan agresif dan penyerangan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan
dan mengakibatkan ketakutan, trauma, kerusakan barang, luka atau cedera, cacat
dan bahkan sampai kematian.”
Banyak para guru yang menganggap cara mendidik dengan kekerasan
lebih berhasil dalam menciptakan orang-orang hebat, padahal faktanya tidak
semua produk guru masa lalu itu berhasil, tidak sedikit pula hasil didikan dengan
kekerasan yang menjadi biang keterpurukan bangsa ini. Contohnya: sampai saat
ini Indonesia masih menjadi Negara dengan tingkat korupsi yang sangat tinggi,
Koordinator Divisi Investigasi dan Publikasi ICW, Tama S Langkun, mengatakan
Semeter pertama 2014, terdapat 308 kasus korupsi dengan jumlah tersangka 659
orang. Sedangkan kerugian negara sebesar Rp3,7 triliun. Sedangkan semester
kedua, terdapat 321 kasus korupsi dengan 669 orang tersangka, serta kerugian
negara

sebesar

Rp1,59


triliun

(www.hukumonline,com).

(ANTARA News)

Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan total kerugian keuangan negara
akibat tindak pidana korupsi sepanjang 2015 mencapai Rp31,077 triliun . Anggota

dewan yang berkelahi saat persidangan, pejabat yang melakukan tindak
kekerasan pada istri maupun asisten rumah tanganya, oknum polisi dan TNI yang
berkelahi, guru saat yang masih mendidik dengan menggunakan kekerasan.
Mereka semua juga produk guru era 60-an hingga 80-an namun termasuk dalam
produk gagal, karena mendidik dengan kekerasan dan tidak pada proporsinya
akan melahirkan orang yang keras dan tidak memiliki perasaan dan kemanusiaan
terhadap perasaan orang lain.
Masih banyak guru yang berpandangan hukuman dengan kekerasan tetep
boleh dilakukan sebagai langkah terakhir, dalam mengingatkan siswa untuk patuh
dan disiplin. Walaupun mereka sebenarnya sudah faham bahwa mendidik dengan
menggunakan kekerasan akan menghasilkan siswa yang setiap melakukan

sesuatu hanya karena takut dihukum, jadi apa yang akan dilakukan tidak
berdasarkan kesadaran pada diri mereka masing-masing. Contohnya kecil saja
pemakaian helm, pada dasarnya memakai helm merupakan langkah untuk
keselamatan diri, beda dengan masyarakat Bangsa Indonesia, memakai helm
karena takut untuk ditilang. Seandainya saja tidak ada hukuman jika tidak
memakai helm, dapat dipastikan tidak akan ada yang memakai helm. Mindset
seperti itu tumbuh karena di sekolah mereka di didik untuk selalu mematuhi
perintah guru jika mereka tidak patuh maka akan mendapat hukuman, dari sini lah
mental untuk melakukan sesuatu itu terpaku hanya karena takut hukuman bukan
karena kesadaran mereka sendiri. Seharusnya di sekolah membangun kesadaran
bukan mnciptakan ketakutan.
Untuk mengatasi masalah tersebut, harus adanya perubahan pola didik dari
hukuman menjadi penyadaran, sudah bukan zamannya lagi menyuruh peserta
didik melakukan sesuatu dengan ancaman hukuman. Guru tidak perlu memberi
hukuman fisik seperti memukuli, mencubit, menampar dan sebagainya. Karena
sebenarnya

guru

memiliki


senjata

ampuh

yang

bisa

digunakan

untuk

menyadarkan siswa. Senjata tersebut adalah melalui mantranya.
Mantra berasal dari bahasa sansekerta yakni “mantra” atau “manir” yang
merujuk pada kata-kata yang berada di dalam kitab Veda, yaitu kitab suci umat
Hindu. Mantra adalah kata atau ucapan yang mengandung hikmah atau kekuatan
gaib. Disini yang dimaksud mantra yaitu segala ucapan yang dapat membuat,

mengubah, serta meluluhkan hati para siswa agar dapat mematuhi semua

perkataan guru.
Mantra yang akan digunakan oleh guru dapat berlandaskan kaidah, prinsip,
dan etika komunikasi dalam Islam. Landasan tersebut berasal dari Al-Quran dan
Hadist yang ditemukan dalam lafazh “Qaulan” (perkataan). Dalam Al-Quran
terdapat macam-macam qaulan (perkataan), diantaranya :
1. Qaulan Karima
Dilihat dari segi bahasa, karima berasal dari kata karuma yakrumu karman
karimun yang bermakna mulia. Al-Quran mengingatkan kita untuk menggunakan
bahasa yang mulia, yakni perkataan yang memuliakan, enak didengar, lemah
lembut

dan

memberi

penghormatan

kepada

orang

yang

diajak

bicara

sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikut:
‫ماوكقه و‬
‫ق و‬
‫ما‬
‫فككل ت ك ه‬
‫ما أ ه ف‬
‫ري م‬
‫ل ل كهه ك‬
‫ف وككل ت كن وهكورهه ك‬
‫ل ل كهه ك‬
‫ما قكوومل ك ك ر‬
“... janganlah kamu mengatakan ‘ah’ kepada mereka (orang tua), jangan pula
kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia!”
(Q.S. Al-Isra` [17]: 23)
Berdasarkan pengertian Qaulan Karima, maka guru diwajibkan untuk
mendidik siswanya dengan perkataan-perkataan yang mulia. Qaulan karima
diperlukan oleh guru dalam menasehati siswa, perkataan yang enak didengar,
lemah lembut akan mudah diterima dan merasuk kedalam hati siswa. Perkataan
yang mampu merasuk kedalam hati akan selalu diingat dan dijalankan oleh siswa.
Contoh disini dalam menasehati siswa yang nakal, dalam menasehati siswa yang
nakal jangan pernah menggunakan kata-kata kasar karena kata-kata kasar tidak
akan pernah diterima oleh siswa, gunakanlah kata yang lemah lembut yang bisa
meluluhkan hati siswa.
2. Qaulan Ma’rufa
Ma’rufa identik dengan kata urf atau budaya. Menurut M. Quraish Shihab, ma’ruf
secara bahasa artinya baik dan diterima oleh nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat. Qaulan ma’rufa berarti perkataan yang sesuai dengan norma dan
nilai yang berlaku di masyarakat. Selain itu, Qaulan Ma’rufa artinya perkataan
yang baik, ungkapan yang pantas, santun, menggunakan sindiran (tidak kasar),
dan tidak menyakitkan atau menyinggung perasaan. Qaulan Ma’rufa juga

bermakna pembicaraan yang bermanfaat dan menimbulkan kebaikan (maslahat)..
Dalam Al-Quran dijelaskan:
‫ك‬
‫جع ك ك‬
‫م قكوومل‬
‫س ك‬
‫م ال لرتي ك‬
‫م رفيكها كواك و ه‬
‫وككل ت هؤ وهتوا ال س‬
‫موكهقوهلوا ل كهه و‬
‫سوهه و‬
‫ما كواورهزهقوهه و‬
‫م قركيا م‬
‫ه ل كك ه و‬
‫ل الل ل ه‬
‫وال كك ه ه‬
‫فكهاءك أ و‬
‫م ك‬
‫معوهرومفا‬
‫ك‬
“Dan janganlah kamu menyerahkan harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu)
kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya (anak yatim) yang dijadikan
Allah sebagai pokok kehidupan! berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil
harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik!” (Q.S. An-Nisa [4]:
5)
Berdasarkan pengertian Qaulan Ma’rufa, maka seorang guru hendaknya
berutur kata yang santun, yang pantas dan jangan pernah perkataan guru
menyakiti perasaan siswa. Siswa yang pernah tersakiti oleh perkataan guru akan
membekas selamanya, yang nantinya bisa menimbulkan balas dendam terhadap
guru tersebut. Ada pepatah yang mengatakan luka badan bisa diobati sedang luka
hati karena perkataan akan dibawa sampai mati. Qaulan ma’rufa mengajarkan
kepada guru supaya tidak mudah memvonis siswa, sering terjadi di sekolah
dengan mudahnya guru memvonis siswa. Contoh siswa yang belum bisa
mengerjakan soal ulangan, guru akan mudah berkata kamu itu “goblok”. Selain
goblok, vonis yang sering terlontar dari guru adalah nakal.
3. Qaulan Sadida
Sadida berarti jelas, jernih, terang. Dalam Al-Quran dijelaskan:
‫ن ل كوو ت ككر ه‬
‫دا‬
‫ه وكل وي ك ه‬
‫م فكل وي كت ل ه‬
‫ضكعامفا ك‬
‫ن ك‬
‫وكل وي ك و‬
‫م ذ هرري ل م‬
‫س ر‬
‫ة ر‬
‫خل و ر‬
‫كوا ر‬
‫ش ال ل ر‬
‫دي م‬
‫قوهلواقكوومل ك‬
‫قوا الل ل ك‬
‫خاهفوا ع كل كي وهر و‬
‫فهر و‬
‫خ ك‬
‫م و‬
‫ذي ك‬
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (Q.S. An-Nisa [4]: 9)
‫ك‬
‫ذي ك‬
‫دا‬
‫مهنوا ات ل ه‬
‫س ر‬
‫دي م‬
‫ه وكهقوهلواقكوومل ك‬
‫قوا الل ل ك‬
‫نآ ك‬
‫كيا أي سكها ال ل ر ك‬
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah
perkataan yang benar.”
Dari kedua konteks ayatnya, qaulan sadida merupakan perkataan yang
jelas, tidak meninggalkan keraguan, meyakinkan pendengar, dan perkataan yang
benar tidak mengada-ada atau bukan tuduhan tanpa bukti.

Berdasarkan

pengertian

Qaulan

Sadida,

maka

guru

harus selalu

mengatakan kebenaran. Berkata jujur atau benar mutlak harus dilakukan oleh
guru, karena apapun yang dikatakan guru akan selalu diikuti oleh siswanya, jika
siswa sering mendengar guru berkata tidak jujur bisa dipastikan kelak siswa juga
akan berkata tidak jujur.Guru harus berani mengatakan yang benar itu benar dan
yang salah itu salah.
4. Qaulan Baligha
Terhadap kelompok oposisi atau kaum munafiq kita diminta menggunakan bahasa
yang komunikatif (qaulan baligha). Baligha itu sendiri berarti sampai. Dalam
konteks ayatnya (QS an-Nisa [4]: 63),
‫ك‬
‫هأول كئ ر ك‬
‫م وكقه و‬
‫قوومل ب كرليمغا‬
‫م ك‬
‫م رفي أ كن و ه‬
‫م وك ر‬
‫ف ر‬
‫ك ال ل ر‬
‫سهر و‬
‫ل ل كهه و‬
‫عظ وهه و‬
‫ض ع كن وهه و‬
‫ما رفي قههلوب رهر و‬
‫ه ك‬
‫م الل ل ه‬
‫ن ي كعول ك ه‬
‫م فكأع ورر و‬
‫ذي ك‬
“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati
mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran,
dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.”
Berdasarkan pengertian Qaulan Baligha, guru harus komunikatif artinya
apabila berkomunikasi dengan menggunakan pola pikir, perasaan, dan posisi
lawan bicara. Ia sangat menyadari kebutuhan, perasaan, dan apa yang tengah
terjadi dalam jiwa siswanya sehingga komunikasinya terasa bermakna dan
menyenangkan bagi lawan bicara. Ia tidak suka mencela atau mencap siswa
dengan cap yang buruk, tetapi sebaliknya, ia selalu berusaha membuat siswa
bersikap dan berpikir positif.
5. Qaulan Maysura
Maysura artinya mudah. Qaulan Maysura berarti perkataan yang mudah. Dalam
konteks ayatnya (Q.S. Al-Isra` [17]: 28),
‫ن كرب ر ك‬
‫ق و‬
۲٨(‫سومرا‬
‫م ك‬
‫ها فك ه‬
‫جو ك‬
‫مة ة ر‬
‫ك ت كور ه‬
‫م اب وت ركغاكء كر و‬
‫ما ت هعورر ك‬
‫مي و ه‬
‫قوومل ك‬
‫ل ل كهه و‬
‫ح ك‬
‫ن ع كن وهه ه‬
‫وكإ ر ل‬
‫م و‬
‫ض ل‬
“Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu
yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas.”
Imam al-Maraghi mengartikannya sebagai ucapan yang lunak dan baik
atau ucapan janji yang tidak mengecewakan. Sedangkan Imam Ibnu Katsir
menyebutkan maknaqaulan maysura dengan perkataan yang pantas dan ucapan
janji yang menyenangkan. Kedua pendapat tersebut identik, yakni ucapan yang

keluar

dari

mulut

kita

hendaknya

menyenangkan

orang

dan

tidak

mengecewakannya.
Berdasarkan pengertian Qaulan Maysura, maka seorang guru dalam
berkata, berkataannya harus menyenangkan siswa. Siswa paling tidak suka
dengan guru yang perkataanya tidak sesuai dengan perbuatannya. Guru sering
menegur siswa yang telat masuk kelas, tetapi dia sendiri juga sering telat. Apa
yang diucapkan oleh guru harus sesuai dengan perbuatan yang dilakukan, jangan
sampai guru berkata “A” tetapi prilaku yang dilakukan “B”. Guru menjadi teladan
siswa dari perkataan dan perbuatan.
6. Qaulan Layyina
Secara bahasa layyina artinya lemah lembut. Qaulan layyina bisa bermakna
sebagai strategi dakwah. Pasalnya, konteks qaulan layyina (QS Thaha [20]: 44)
‫خ ك‬
‫شى‬
‫قوكل ل كهه ك‬
‫فك ه‬
‫ه ي كت كذ كك لهر أ كوو ي ك و‬
‫قوومل ل كي رمنال كعكل ل ه‬
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah
lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.”
Berdasarkan pengertian Qaulan Layyina, maka seorang guru harus berkata
yang lemah lembut. Berlaku lemah lembut memiliki tujuan agar membuat siswa
tertarik dan tidak menjauh dari gurunya.
Dengan menggunakan 6 Qaulan tersebut akan tercermin karakter seorang
guru melalui komunikasi, sikap, atau tutur kata kepada muridnya. Berinteraksi
menggunakan pedoman 6 Qaulan di atas akan membuat guru menjadi seseorang
yang selalu dirindukan dan dinantikan kehadirannya, karena ia mampu menjadi
sosok pribadi penuh solusi serta membawa perubahan dan perkembangan yang
lebih baik bagi siswanya maupun orang-orang disekitar.
Selain menggunakan pedoman Qaulan, adapun cara yang dapat dilakukan
oleh guru mendidik tanpa kekerasan, yakni dengan mengambil hati siswa.
Mengambil hati siswa bertujuan untuk membuat guru lebih dekat dengan siswanya
serta membuat siswa merasa lebih diperhatikan. Berikut yang dapat dilakukan
untuk dapat mengambil hati siswa:
Pertama, guru harus menghargai murid. Karena murid adalah manusia
biasa yang selalu ingin dipuji, diakui, didengarkan, dan dihormati. Jadi untuk
menghargai murid cukup dengan memberi penghargaan dan pengakuan atas

kontribusi mereka. Guru sangat perlu memberikan pujian kepada muridnya,
berikut manfaat yang didapat dengan memberikan pujian:


Menunjukkan penghargaan atas upaya murid-murid



Memastikan bahwa perilaku yang baik terus berulang



Membangun hubungan yang lebih dekat dan komunikasi yang lebih positif



Memberikan contoh pada murid-murid lain agar mengikuti perilaku yang
baik
Kedua, guru harus menjadi sosok yang berbeda-beda. Maksudnya adalah,

guru harus mampu memposisikan diri dihadapan siswanya, guru tidak hanya
menjadi satu sosok guru saja, tetapi jga bisa menjadi orang tua bagi muridmuridnya,

orang

tua

yang

mampu

mengayomi

siswanya,

membantu

menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi orang tua. Guru juga harus bisa jadi
sahabat yang menyenangkan bagi siswanya, karena hanya dengan sahabat
seseorang bisa mengungkapkan segala yang dialaminya, maksudnya disini jika
guru mampu menjadi sahabat siswa maka siswa tidak akan segan lagi diskusi
dengan guru jika mengalami masalah dalam pelajaran, selain itu jika guru menjadi
sahabat siswa maka akan lebih mudah bagi guru untuk menasehati, memberi
masukan dan memotivasi siswa. Sosok guru yag bersahabat akan selalu
dirindukan siswa di sekolah.
Ketiga, Pada saat mengajar tidak membuat siswa takut. Rasa takut adalah
emosi negatif yang menimbulkan rasa cemas yang meresahkan hati. Reaksi
setiap orang berbeda-beda terhadap rasa takut. Reaksi tersebut biasanya ditandai
oleh rasa gelisah, waswas, tidak tenteram, dan panik. Sering kali cemas
menimbulkan keluhan fisik seperti jantung berdebar-debar, berkeringat, sakit
kepala, mual-mual, dan histeris. Perlakuan yang menimbulkan rasa takut yang
dialami anak dapat memberikan dampak negatif bagi tumbuh kembangnya. Anak
yang mengalami rasa cemas akan mengalami gangguan psikologis seperti kurang
percaya diri, rendah diri, dan merasa tidak berarti dalam lingkungannya sehingga
tidak termotivasi untuk mewujudkan potensi-potensi yang dimilikinya.
Kesimpulan
Masa depan Bangsa ini tergantung generasi muda sekarang yang masih
duduk di bangku-bangku sekolah, bisa diartikan pula kalau masa depan bangsa

Indonesia tergantung bagaimana proses pendidikan yang ada di sekolah. Jika
proses pendidikan di sekolah mampu menanamkan karakter-karakter bangsa
dengan baik, maka tidak ada yang dikhawatirkan dengan masa depan bangsa ini,
namun sebaliknya jika di sekolah tidak mampu menanamkan karakter bangsa
kepada peserta didik masa depan bangsa Indonesia berada diujung tanduk
kehancuran. Guru sebagai salah satu ujung tombak dalam proses pendidikan
harus mampu mendidik siswa menjadi siswa yang berkarakter bangsa. Guru
harus mampu menjadi sosok yang menyenangkan dan menjadi panutan bagi
peserta didik, karena guru yang menyenangkan dan mampu menjadi teladan akan
selalu dirindukan siswa, beda halnya dengan guru yang selalu menampilkan
wajah tidak menyenangkan akan membuat siswa menjauh. Kalau siswa sudah
menjauh atau tidak senang terhadap guru, maka apapun yang diperintahkan oleh
guru akan diabaikan, pengabaian dari siswa ini nantinya akan memicu kemarahan
guru sampe pemberian hukuman berupa kekerasan pada siswa, padahal
hukuman dengan kekerasan tidak akan berdampak perbaikan diri siswa, malah
akan berdampak psikologi siswa yang menjadi siswa yang senang menyelesaikan
sesuatu dengan kekerasan. Belum lagi adanya orang tua yang tidak terima karena
anaknya dihukum dengan kekerasan, yang nanti akan berujung ke pengadilan.
Padahal sebenarnya untuk mendidik siswa, guru memiliki senjata ampuh
yang bisa digunakan, senjata tersebut adalah “MANTRA”, dengan mantra guru
akan mampu mendidik siswa-siswanya menjadi siswa yang berkarakter. Dengan
mantra-mantra yang diucapkan guru yang berlandaskan 6 Qaulan (Qaulan
Karima, Qaulan Ma’rufa, Qaulan Sadida, Qaulan Baligha, Qaulan Maysura,
Qaulan Layyina), tidak akan terdengar lagi seorang guru menghukum siswanya
dengan tindak kekerasan, dan ada lagi orang tua yang melaporkan guru karena
melakukan tindak kekarasan. Dan nantinya akan muncullah generasi-generasi
unggul berkarakter dari bangsa Indonesia yang akan membawa Indonesia
menjadi Negara paling hebat.
Harapan
Sekolah menjadi tempat yang menyenangkan bagi anak-anak untuk
menuntut ilmu, tidak ada lagi kekerasan terhadap anak dan tidak ada lagi guru
yang masuk penjara karena dilaporkan oleh orang tua murid dengan tuduhan

telah melakukan kekerasan terhadap anak. Guru tidak menjadikan hukuman fisik
sebagai senjata untuk mendisliplinkan siswa,

tetapi guru menjadikan mantra-

mantra sebagai senjata untuk mendidik anak. Karena bagaimanapun pendidikan
yang dilakukan dengan kekerasan akan menghasilkan generasi beringas, yang
menyelesaikan masalah dengan kekerasan. Dengan mantra-mantra yang
diberikan oleh guru akan membuat siswa dalam melakukan suatu tindakan
dengan kesadaran bukan karena takut dengan hukuman.

Daftar Pustaka
Ashari, R. Thohir. 2011. Jalan Mencari Guru Mursyid. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo
Baharuddin. 2009. Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media
Endah, Alberthiene. 2012. Mendidik Dengan Hati. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Komarudin, Ukim. 2015. Arief Rachman: Guru. Penerbit Erlangga
Susanto, Herman. 2014. Menemukan Potensi Orang-Orang Yang Sulit Diatur.
Jogjakarta: Flashbooks.
Wahyono, Joko. 2012. Cara Ampuh Merebut Hati Murid. : Penerbit Erlangga
Ren “Penganiayaan Guru Dasrul, Ini Komentar Mendikbud”. 7 November 2016.
http://beritaprima.com/penganiayaan-guru-dasrul-komentar-mendikbud/
Nag “Tidak Terima Anak Ditampar, Orangtua Siswa Hajar Guru” 7 November 2016.
http://daerah.sindonews.com/read/1130166/192/tidak-terima-anak-ditamparorangtua-siswa-hajar-guru-1470815802
“Miris.....!! Nasib Tragis Guru yang Mencubit Anak Pejabat Militer, Ternyata
Muridnya Seperti Ini.......” 7 November 2016.
http://www.beritateratas.com/2016/07/miris-nasib-tragis-guru-yang-mencubit.html
“ICW: Jumlah Tersangka Kasus Korupsi Ribuan di Periode 2014” 12 November
2016. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54febb754288e/icw--jumlahtersangka-kasus-korupsi-ribuan-di-periode-2014
Wibisono Kunto B “ICW: korupsi 2015 rugikan negara Rp31,077 triliun”. 12
November 2016. http://www.antaranews.com/berita/546929/icw-korupsi-2015rugikan-negara-rp31077-triliun
yuri abiena “ Macam-macam Qaulan dalam Al-Qur’an“. 12 November 2016.
http://menjadihebat.blogspot.co.id/2013/02/macam-macam-qaulan-dalam-alquran.html