HUBUNGAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN DEMENSIA VASKULER PADA PASIEN PASCA STROKE DI RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

HUBUNGAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN DEMENSIA VASKULER PADA PASIEN PASCA STROKE DI RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran GLORIA KATRIN EVASARI G0009094

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2012

commit to user

ii

Vaskuler Pada Pasien Pasca Stroke di RSUD Dr. Moewardi Surakarta

Gloria K Evasari, NIM : G0009094, Tahun : 2012

Telah disetujui untuk diuji di hadapan Tim Ujian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari.................., Tanggal.................2012

Pembimbing Utama Penguji Utama

Prof. Dr. Oemar Sri Hartanto, dr, Sp.S (K) Agus Soedomo, dr, Sp.S (K)

NIP. 19470318 197610 1 001 NIP. 19490516 197603 1 002

Pembimbing Pendamping Penguji Pendamping

Prof. Bhisma Murti MPH, dr, M.Sc, Ph.D Arif Suryawan, dr, AIFM

NIP. 19551021 199412 1 001 NIP. 19580327 198601 1 001

Tim Skripsi

Muthmainah, dr, M.Kes

NIP. 19660702 199802 2 001

commit to user

iii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 14 Juni 2012

Gloria K Evasari NIM. G.0009094

commit to user

SKRIPSI

HUBUNGAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN DEMENSIA VASKULER PADA PASIEN PASCA STROKE DI RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA

Gloria Katrin Evasari G0009094 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Surakarta

2012

commit to user

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul : Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Demensia Vaskuler pada Pasien Pasca Stroke di RSUD Dr. Moewardi Surakarta

Gloria Katrin Evasari, NIM : G0009094, Tahun : 2012

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada hari Kamis, Tanggal 14 Juni 2012

Pembimbing Utama

Nama

: Prof. Dr. Oemar Sri Hartanto, dr., Sp.S (K)

Pembimbing Pendamping

Nama

: Prof. Bhisma Murti MPH, dr, M.Sc, Ph.D

Penguji Utama

Nama

: Agus Soedomo, dr., Sp.S (K)

Anggota Penguji

Nama

: Arif Suryawan, dr., AIFM

Ketua Tim Skripsi

Dekan FK UNS

Muthmainah, dr., M.Kes

Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM

NIP 19660702 199802 2 001 NIP 19510601 197903 1 002

commit to user

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 14 Juni 2012

Gloria Katrin Evasari

NIM. G0009094

commit to user vi

Segala puji, hormat dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan nikmatNya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Demensia Vaskuler pada Pasien Pasca Stroke di RSUD Dr Moewardi Surakarta. Penelitian tugas karya akhir ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa penelitian tugas karya akhir ini tidak akan berhasil tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan penuh rasa hormat ucapan terima kasih yang dalam saya berikan kepada:

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Prof. Dr. Oemar Sri Hartanto, dr., Sp. S (K) selaku Pembimbing Utama yang telah menyediakan waktu untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini.

3. Prof. Bhisma Murti, dr., MPH, MSC, PhD selaku Pembimbing Pendamping yang telah menyediakan waktu untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini.

4. Agus Soedomo, dr., Sp. S selaku Penguji Utama yang telah memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

5. Arif Suryawan, dr., AIFM selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

6. Annang Giri Moelyo, dr., Sp. A dan Muthmainah, dr., M.Kes selaku Tim Skripsi FK UNS, atas kepercayaan, bimbingan, koreksi dan perhatian yang sangat besar sehingga terselesainya skripsi ini.

7. Yang tercinta kedua orang tua saya, Ayahanda Sahat Uluan Ritonga dan Ibunda Martha Inatura Panggabean yang senantiasa mendoakan tiada henti dan memberikan support dalam segala hal sehingga terselesaikannya penelitian ini.

8. Kakak dan adik saya tersayang Deborah dan Mauritz yang senantiasa

memberikan semangat dan doa hingga penelitian ini terselesaikan.

9. Partner terbaik saya selama mengerjakan penelitian ini, Maria Goretti Novianty

yang senantiasa memberikan semangat dan bantuan selama penelitian.

10. Sahabat-sahabat terdekat, Cety, Amel, Nina, Marsha, Dini, Fadityo, Iqbal, Ami, Cilla, Icon, Bertus atas semangat yang tak henti-henti dan waktu yang selalu tersedia.

11. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu proses penelitian tugas karya akhir ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.

Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.

Surakarta, Juni 2012 Gloria Katrin Evasari

commit to user

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ........................................................................... 30 Gambar 3.1 Jalannya Penelitian .............................................................................. 35 Gambar 4.1 Boxplot tentang Hubungan Jenis Kelamin dengan …………. ............. 40

Demensia Vaskuler Pasca Stroke

commit to user

ix

Tabel 4.1 Karakteristik Sampel Berdasarkan Data Kontinu ....................................

38

Tabel 4.2 Karakteristik Sampel Berdasarkan Data Kategorikal ...............................

38

Tabel 4.3 Analisis Bivariat Tentang Hubungan Demensia Vaskuler Pasca Stroke

dengan Jenis Kelamin …………………………………………………... 40

Tabel 4.4 Analisis Bivariat Tentang Hubungan Demensia Vaskuler Pasca Stroke

dengan Usia ................................................................................................

41

Tabel 4.5 Analisis Bivariat Tentang Hubungan Demensia Vaskuler Pasca Stroke

dengan Tingkat Pendidikan .................................................................... 42 Tabel 4.6 Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda Tentang Hubungan Jenis Kelamin dengan Demensia Vaskuler Pasca Stroke dengan Mengontrol Usia dan Tingkat Pendidikan .................................................................. 43

commit to user

xi

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dari Tim Skripsi FK UNS Lampiran 2. Lembar Informed Consent Lampiran 3. Kuesioner MMSE (Mini Mental State Examination) Lampiran 4. Data Mentah Hasil Penelitian Lampiran 5. Analisis Data menggunakan SPSS 17.0 for Windows Lampiran 6. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian

commit to user

iv

ABSTRAK

Gloria Katrin Evasari, G0009094, 2012. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Demensia Vaskuler pada Pasien Pasca Stroke di RSUD Dr Moewardi Surakarta. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Latar Belakang: Stroke adalah salah satu penyakit vaskuler otak yang hingga saat ini menjadi penyebab kematian ketiga terbanyak di dunia. Akibat yang ditimbulkan oleh penyakit stroke dapat berupa kecacatan, baik fisik maupun disfungsi psikososial, di antaranya berupa gangguan fungsi kognitif. Salah satu gangguan fungsi kognitif yang disebabkan oleh stroke adalah demensia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan jenis kelamin dengan kejadian demensia vaskuler pada pasien pasca stroke.

Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Sebanyak 40 subjek penelitian dipilih dengan metode fixed-exposure sampling dari pasien pasca stroke rawat jalan di Poli Saraf Dr. Moewardi Surakarta. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara langsung dan pengisian kuesioner oleh pasien. Data dianalisis menggunakan metode analisis regresi logistik ganda, dengan SPSS 17.00 for Windows.

Hasil Penelitian: Pasien pasca stroke perempuan memiliki risiko untuk mengalami demensia 1/100 kali lebih rendah daripada laki-laki. (OR = 0.01; CI 95% 0.001 hingga 0.25; p = 0.004). Hasil penelitian ini telah mengontrol usia dan tingkat pendidikan.

Simpulan Penelitian: Disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian demensia vaskuler pasca stroke. Simpulan ini dibuat setelah mengontrol pengaruh variabel perancu, yaitu usia dan tingkat pendidikan.

Kata Kunci: jenis kelamin, demensia vaskuler, stroke

commit to user

Gloria Katrin Evasari, G0009094, 2012. Relationship between Gender and Vascular Dementia Incident Among Post Stroke Patients at RSUD Dr Moewardi Surakarta. Mini Thesis. Faculty of Medicine, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Background: Stroke is a cerebrovascular disease which until now is rated third causing death in the world. Stroke can cause physical disability to psychosocial disfunction, such as cognitive decline. One of cognitive decline that caused by stroke is dementia. This study aimed to analyze the relationship between gender and vascular dementia incident among post stroke patients .

Methods: This analytic study was observational with cross-sectional approach. A sample of 40 study subjects was selected by fixed-exposure sampling from outpatients with post-stroke visiting the Neurology Clinics, RSUD Dr. Moewardi Surakarta. The data were collected by interview using a set of questionnaire. The data was analyszed using multiple logistic regression model on SPSS version 17 for Windows.

Results: Female patients had 1/100 times as many level of adherence to post- stroke vascular dementia than male patients (OR = 0.01; 95%CI 0.001 to 0.25; p = 0.004). This estimate has controlled for the effects of confounding variables such as age and level of education.

Conclusion: There is a statistically significant relationship between gender to vascular dementia on post-stroke patients. This conclusion is drawn after controlling for the effects of confounding factors such as age and level of education.

Keywords: gender, vascular dementia, stroke

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Stroke didefinisikan oleh World Health Organization (WHO) 1995 sebagai suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis,baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak. Stroke merupakan salah satu penyakit vaskuler otak yang hingga saat ini dikategorikan sebagai penyebab kematian ketiga terbanyak di dunia, penyebab utama kecacatan pada orang dewasa, serta penyebab kedua terjadinya demensia.

Prevalensi stroke di seluruh dunia berkisar pada angka 7,1 juta pada tahun 2000 dan jumlah ini akan terus meningkat seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju. Menurut data di negara berkembang seperti Indonesia, insidensi stroke yang terjadi adalah 234 per 100.000 penduduk (survei di Bogor oleh Misbach, 2001), sedangkan hasil riset kesehatan dasar Depkes RI tahun 2007, dilaporkan bahwa penyebab kematian utama untuk semua umur adalah stroke (15,4%). Jumlah kematian yang dilaporkan pada tahun 2003, menunjukkan bahwa penyakit stroke menempati urutan pertama (6,9%) dari 50 peringkat utama kematian di rumah sakit (RS) dan menempati urutan ke-13 (1,3%) penyebab rawat inap di RS seluruh Indonesia.

Akibat yang ditimbulkan oleh penyakit stroke dapat berupa kecacatan, baik fisik maupun disfungsi psikososial, diantaranya berupa gangguan fungsi kognitif. Hal ini akan memengaruhi kualitas hidup penderita pasca stroke. Gangguan kognitif dalam jangka panjang tanpa dilakukannya penanganan yang optimal akan meningkatkan insidensi demensia. Kejadian demensia vaskular (DVa) di negara-negara Eropa dan

commit to user

DVa merupakan bentuk demensia yang dapat dicegah sehingga mempunyai peranan yang besar dalam menurunkan angka kejadian demensia dan perbaikan kualitas hidup usia lanjut penderita.

Demensia pasca stroke (DPS) merupakan salah satu subtipe demensia vaskuler. DPS didefinisikan sebagai demensia yang timbul pada tiga bulan setelah serangan akut, baik stroke rekuren maupun stroke pada serangan pertama. Frekuensi DPS yang telah ditemukan lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya, dan stroke meningkatkan risiko demensia 4 sampai 12 kali. Insidensi demensia pasca stroke bervariasi antara 23,5% sampai dengan 61% (Schmid et al, 1993). Tatemichi et al (1990) melaporkan prevalensi demensia pasca stroke di Jepang mencapai angka 26,3%. Pohjasvaara (1997) melaporkan prevalensi demensia pasca stroke di India sebesar 31,8%. Roman (2002) melaporkan prevalensi demensia pasca stroke di berbagai negara sebesar 21%-45%. Angka demensia vaskuler, khususnya demensia pasca stroke di Indonesia belum ada. Penelitian terakhir memperlihatkan, demensia terjadi rata-rata seperempat sampai sepertiga dari kasus stroke (Taternichi et al., 1992).

Prevalensi Dva akan semakin meningkat dengan meningkatnya usia seseorang, dan lebih sering dijumpai pada laki-laki. Sebuah penelitian yang dilakukan di Lundby, Swedia menunjukkan risiko terjadinya DVa pada laki- laki besarnya 34,5% dan perempuan 19,4% (PERDOSSI, 2004). Sedangkan penelitian yang dilakukan

oleh The European Community Concerted Action on Epidemiology and Prevention of Dementia mendapatkan prevalensi DVa berkisar dari 1,5/100 wanita usia 75-79 tahun di Inggris hingga 16,3/100 laki-laki usia di atas 80 tahun di Italia. Kaplan (1997) menyebutkan bahwa demensia vaskuler lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan, namun penelitian-penelitian lain yang ada tidak menyebutkan perbedaan kejadian demensia vaskuler pada laki- laki dan perempuan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka diadakan

commit to user

pasien pasca stroke laki-laki dan perempuan di RSUD Dr. Moewardi.

B. Perumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian demensia vaskuler pada pasien pasca stroke di RSUD Dr. Moewardi Surakarta?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan jangka pendek penelitian dengan judul “Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Demensia Vaskuler pada Pasien Pasca Stroke di RSUD Dr. Moewardi” adalah untuk mendapatkan data dan bukti ilmiah

mengenai hubungan jenis kelamin dengan kejadian demensia vaskuler, terutama bagi pasien dengan stroke yang berobat di Rumah Sakit Dr. Moewardi, Surakarta. Data ini bermanfaat untuk mengetahui pengaruh dari jenis kelamin, serta faktor lainnya yang turut mempengaruhi kejadian demensia vaskuler pada pasien dalam kondisi pasca stroke di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Tujuan jangka panjang dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data lengkap dan menyeluruh dari hubungan jenis kelamin dengan kejadian demensia vaskuler pasien pasca stroke di Indonesia, sebab hingga saat ini, data mengenai prevalensi penderita demensia vaskuler pada pasien pasca stroke masih belum jelas, terutama di Indonesia sendiri. Selain itu, perlu dilakukan analisis mengenai adanya faktor – faktor yang berperan dalam kejadian timbulnya demensia vaskuler, sehingga dapat dilakukan pencegahan dan peningkatan kualitas hidup pasien penderita demensia vaskuler pasca stroke.

commit to user

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritik:

a. Memberikan tambahan pengetahuan untuk menjelaskan apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian demensia vaskuler pada pasien pasca stroke.

b. Menemukan kejadian demensia pada penderita stroke laki-laki dan perempuan

2. Manfaat Aplikatif:

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan untuk penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada penderita pasca stroke sehingga dapat mencegah kejadian demensia, terutama demensia vaskuler.

commit to user

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Stroke

a. Definisi

Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral baik fokal maupun menyeluruh (global) yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian tanpa diketemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskuler (Aliah et al ., 1996).

b. Etiologi

Penyebab utama stroke diurutkan dari yang paling penting, adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisma vaskuler. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes melitus atau penyakit vaskuler perifer (Lombardo, 1995).

c. Klasifikasi

Banyak klasifikasi yang telah dibuat untuk memudahkan penggolongan penyakit pembuluh darah otak. Menurut modifikasi Marshall, stroke dapat diklasifikasikan menjadi :

1) Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :

a) Stroke iskemik atau non-hemoragik

b) Transient Ischemic Attack (TIA)

c) Trombosis serebri

d) Emboli serebri

commit to user

f) Perdarahan intraserebral

g) Perdarahan subarachnoid

2) Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu :

a) Transient Ischemic Attack (TIA) atau Serangan Iskemik

Sepintas (SIS)

b) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) atau Defisit

Neurologis Iskemik Sepintas (DNIS)

c) Stroke in Evolution/Progressive Stroke atau Stroke progresif

d) Completed Stroke atau stroke komplit

3) Berdasarkan sistem pembuluh darah :

a) Sistem karotis

b) Sistem vertebro-basiler

d. Gejala dan manifestasi klinis

Gejala neurologis yang timbul tergantung dari berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya. Manifestasi klinis stroke dapat berupa:

1) Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis)

yang timbul mendadak.

2) Gangguan sensibilitas pada satu atau beberapa anggota badan

(gangguan sensorik).

3) Perubahan mendadak status mental (konvulsi, delirium, letargi,

stupor, koma)

4) Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan atau kesulitan

memahami ucapan)

5) Disartria (berbicara “pelo” atau cadel)

6) Gangguan penglihatan (hemianopsia atau monookuler) atau

diplopia.

7) Vertigo, mual, muntah dan nyeri kepala (Mansjoer et al., 2000).

commit to user

Otak merupakan organ yang sangat peka terhadap keadaan iskemik. Meskipun berat otak hanya sekitar 2% dari total berat badan, otak menerima lebih dari 20% dari cardiac output untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya, oksigen dan glukosa. Kegagalan dalam memasok darah dalam jumlah yang mencukupi akan menyebabkan gangguan fungsi bagian otak yang terserang atau nekrosis, yang disebut sebagai stroke iskemik (Iskandar, 1999).

Dalam keadaan fisiologis, jumlah darah yang mengalir ke otak atau yang disebut cerebral blood flow (CBF) adalah 50-55 ml per 100 gram otak per menit. Bila sel neuron terpapar pada tingkat CBF yang kurang, maka sel neuron tersebut tidak dapat berfungsi secara normal, namun masih mempunyai potensi untuk pulih sempurna. Ambang bagi gagalnya pompa membran terjadi bila CBF berkurang sampai sekitar 8 ml per 100 gram otak per menit. Pada tingkat ini, kematian sel dapat terjadi. Daerah di otak dengan tingkat CBF antar 8-18 ml per 100 gram otak per menit merupakan daerah yang dapat kembali normal atau dapat melanjutkan ke kematian neuronal. Daerah ini dinamai penumbra iskemik (Lumbantobing, 2004). Pada pusat daerah iskemik akan berkembang proses degenerasi yang bersifat irreversible, sel-sel saraf daerah iskemik tidak bisa tahan lama (Mardjoni, 2000). Infark otak, kematian neuron, glia dan vaskuler disebabkan oleh tidak adanya nutrien dan oksigen atau terganggunya metabolisme. Infark bisa disebabkan oleh iskemia sehingga terjadi hipoksia sekunder, terganggunya nutrisi seluler, dan kematian sel otak (Harsono, 1999).

Stroke perdarahan atau stroke hemoragik disebabkan oleh pecahnya arteri serebralis yang kemudian menimbulkan perdarahan. Daerah distal dari tempat dinding arteri yang pecah tidak lagi mendapat suplai darah, sehingga wilayah tersebut menjadi iskemik dan kemudian menjadi infark. Gambaran patologik menunjukkan

commit to user

edema dalam jaringan otak di sekitar hematoma (Lionel, 2005). Terdapatnya darah di jaringan saraf dapat berakibat gangguan gangguan sel yang berat, bahkan sampai nekrosis sel saraf. Selain kerusakan jaringan saraf, pendarahan juga dapat mengakibatkan gangguan aliran darah di arteri yang terkena. Kerusakan dinding menyebabkan pembuluh darah berkontriksi dan aliran darah terhambat sehingga otak yang disuplainya mengalami iskemik (Iskandar, 1999). Selain daripada itu, perdarahan otak dapat juga disebabkan oleh :

1) Trauma

2) Non-trauma :

a) Serebral angiopati

b) Vaskular malformasi

c) Arteripati yang lain

d) Neoplasma

e) Diskrasia darah : leukimia, sicke cell, kelainan platelet,

kekurangan faktor pembekuan darah

f) Pengobatan : antikoagulan dan trombolotik agents

g) Penyalahgunaan obat : amphetamine, penggunaan kokain

secara kronis

h) Toksik : arsen (Suroto, 2004).

Untuk dapat berfungsi dengan baik, jaringan otak membutuhkan bahan makanan yang terus-menerus, oksigen dan glukosa digunakan untuk menghasilkan energi yang diperlukan guna memelihara jutaan sel otak dengan baik. Pada waktu stroke, aliran darah ke otak sangat terganggu sehingga terjadi iskemia yang berakibat kurangnya aliran glukosa, oksigen dan bahan makanan lainnya ke sel otak. Hal tersebut akan menghambat mitokondria dalam menghasilkan ATP sehingga tidak saja terjadi gangguan fungsi seluler, tetapi juga aktivasi berbagai proses toksik. Hasil akhir

commit to user

maupun berbagai sel lain dalam otak seperti sel glia, mikroglia, endotel, eritrosit dan leukosit (Suroto, 2002). Sel-sel saraf (neuron) berkurang jumlahnya sehingga sintesis berbagai neurotransmitter berkurang, akibatnya kecepatan hantar impuls, kemampuan transmisi impuls antar neuron dan transmisi impuls neuron-sel efektor menurun secara keseluruhan sehingga mengakibatkan terganggunya kemampuan sistem saraf untuk mengirimkan informasi sensorik, mengenal dan mengasosiasikan informasi, memprogram dan memberikan respon terhadap informasi sensorik (fungsi sensorik dan motorik) (Widjajakusumah, 1992).

f. Faktor risiko

Faktor risiko stroke adalah faktor-fakto yang ada dalam seseorang yang dapat menyebabkan stroke (Harsono, 1999). Faktor- faktor tersebut dapat dikelompokkan dalam dua tipe utama yaitu yang dapat diubah dan tidak dapat diubah. Dengan perhatian khusus untuk mengontrol faktor-faktor yang bisa diubah maka pengaruh dari faktor-faktor yang tidak dapat diubah tersebut dapat dikurangi (Soeharto, 2001). Faktor risiko yang tidak dapat diubah diantaranya adalah :

1) Usia

2) Jenis kelamin

3) Ras

4) Riwayat keluarga

5) Serangan stroke atau TIA terdahulu Faktor risiko yang dapat diubah diantaranya adalah :

4) Fibralasi atrium (penyakit jantung)

commit to user

6) Aktifitas yang kurang dan obesitas

7) Alkohol

8) Penyakit arteri karotis atau arteri yang lain

g. Diagnosis stroke

Diagnosis stroke berdasar atas :

1) Anamnesis

2) Pemeriksaan internus

3) Pemeriksaan neurordiologik

4) Pemeriksaan penunjang

2. Demensia

a. Definisi

Demensia adalah kumpulan gejala klinis yang disebabkan oleh berbagai latar belakang penyakit dan ditandai oleh hilangnya daya ingat jangka pendek (recent memory) dan gangguan global fungsi mental termasuk fungsi bahasa, mundurnya berpikir abstrak, kesulitan merawat diri sendiri, perubahan perilaku, emosi labil dan hilangnya pengenalan waktu dan tempat (PERDOSSI).

b. Etiologi dan klasifikasi

Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang berusia diatas 65 tahun adalah (1) penyakit Alzheimer, (2) demensia vaskuler, dan (3) campuran antara keduanya. Penyebab lain yang mencapai kira-kira 10 persen diantaranya adalah demensia jisim

Lewy (Lewy body dementia ), penyakit Pick, demensia frontotemporal, hidrosefalus tekanan normal, demensia alkoholik, demensia infeksiosa (misalnya human immunodeficiency virus (HIV) atau sifilis) dan penyakit Parkinson. Banyak jenis demensia yang melalui evaluasi dan penatalaksanaan klinis berhubungan dengan

commit to user

hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya defisiensi vitamin B12 atau defisiensi asam folat), atau sindrom demensia akibat depresi.

Kemungkinan penyebab demensia (Kaplan dan Sadock):

1) Demensia degeneratif

a) Penyakit Alzheimer

b) Demensia frontotemporal, misalnya pada penyakit Pick

c) Demensia Lewi Body

d) Ferokalsinosis serebral idiopatik

e) Kelumpuhan supranuklear yang progresif

2) Trauma

a) Demensia pugilistica

b) Subdural Hematoma

3) Infeksi

a) Penyakit Creudzfeldt-Jakob

b) Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

c) Sifilis

4) Kelainan jantung, vaskuler dan anoksia:

a) Infark serebri (infark tunggal maupun multipel atau infark

lakunar)

b) Penyakit

c) Insufisiensi hemodinamik (hipoperfusi atau hipoksia)

5) Kelainan Psikiatrik

a) Pseudodemensia pada depresi

b) Penurunan fungsi kognitif pada skizofrenia lanjut

6) Fisiologis Hidrosefalus tekanan normal

7) Demielinisasi Multipel Sklerosis

commit to user

a) Defisiensi vitamin, misalnya B12

b) Endokrinopati, misalnya Hipotiroidisme

c) Gangguan metabolisme kronik, misalnya uremia

9) Obat-obatan dan toksin

a) Alkohol

b) Logam berat

c) Radiasi

d) Karbon Monoksida

10) Tumor Tumor primer maupun metastase

11) Lain-lain

a) Pennyakit Huntington

b) Penyakit Wilson

c) Leukodistrofi metakromatik

d) Neuroakantositosis

c. Epidemiologi

meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi demensia sedang hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia. Pada kelompok usia diatas 65 tahun prevalensi demensia sedang hingga berat mencapai 5 persen, sedangkan pada kelompok usia diatas 85 tahun prevalensinya mencapai 20 hingga 40 persen. Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen diantaranya menderita jenis demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer ( Alzheimer’s diseases). Jenis demensia yang paling lazim ditemui berikutnya adalah demensia vaskuler, yang secara kausatif dikaitkan dengan penyakit serebrovaskuler. Demensia vaskuler meliputi 15 hingga 30 persen dari seluruh kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering ditemui pada seseorang yang berusia antara 60 hingga

commit to user

hingga 15 persen pasien menderita kedua jenis demensia tersebut. Untuk Indonesia belum ada data yang pasti mengenai prevalensi demensia, tetapi kalau melihat data bangsal saraf di Indonesia, stroke (CVD) merupakan kasus terbanyak (sekitar 50%), maka kemungkinan etiologi terbesar untuk demensia di Indonesia adalah vaskuler.

d. Gejala dan Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis demensia dapat meliputi gangguan pada aspek bahasa, memori, emosi, visuospasial dan kognisi.

1) Gangguan bahasa

Menurut Critchley yang dikutip dari Sidarta gangguan bahasa yang terjadi pada demensia terutama tampak pada kemiskinan kosa kata. Pasien tidak dapat menyebutkan nama benda atau gambar yang ditunjukkan padanya (confrontation naming ), tetapi lebih sulit lagi menyebutkan nama benda dalam satu kategori (category naming), misalnya disuruh menyebutkan nama buah atau hewan dalam satu kategori. Sering adanya diskrepansi antara penamaan konfontasi dan penamaan kategori dipakai untuk mencurigai adanya demensia dini. Misalnya orang dengan cepat dapat menyebutkan benda dalam satu kategori, ini didasarkan karena daya abstraksinya mulai menurun.

2) Gangguan memori

Gangguan mengingat sering merupakan gejala yang pertama timbul pada demensia dini. Pada tahap awal, yang terganggu adalah memori barunya, yakni cepat lupa apa yang baru saja dikerjakan. Namun lambat laun memori lama juga dapat terganggu. Dalam klinik neurologi fungsi memori dibagi dalam tiga tingkatan bergantung pada lamanya rentang waktu antara stimulus dan recall, yaitu :

commit to user

stimulus dan recall hanya beberapa detik. Disini hanya dibutuhkan pemusatan perhatian untuk mengingat (attention).

b) Memori baru (recent memory), rentang waktu lebih lama yaitu bebrapa menit, jam, bulan, bahkan tahun.

c) Memori lama (remote memory), rentang waktunya bertahun-

tahun, bahkan seumur hidup.

3) Gangguan emosi

Gangguan ini sering timbul pada penderita stroke. Sekitar 15% pasien mengalami kesulitan kontrol terhadap ekspresi dari emosi. Tanda lain adalah menangis dengan tiba-tiba dan tidak dapat mengendalikan tawa. Efek langsung yang paling umum dari penyakit pada otak pada personality adalah emosi yang tumpul, disinhibition , kecemasan yang berkurang atau euforia ringan dan menurunnya sensitivitas sosial. Selain itu dapat juga terjadi kecemasan yang berlebihan, depresi dan hipersensitif.

4) Gangguan visuospasial

Gangguan ini juga sering timbul pada demensia dini. Pasien banyak yang lupa waktu, tidak tahu kapan siang dan malam, lupa wajah teman dan sering tidak tahu tempat sehingga sering tersesat (disorientasi waktu, tempat dan orang). Secara obyektif gangguan visuospasial ini dapat ditentukan dengan meminta pasien mengkopi gambar atau menyusun balok-balok sesuai bentuk tertentu.

5) Gangguan kognisi

Fungsi ini merupakan fungsi yang paling sering terganggu pada pasien demensia, terutama daya abstraksinya. Pasien selalu berpikir konkret sehingga sulit sekali dalam mengartikan suatu peribahasa. Selain itu, daya persamaannya (similarities) juga mengalami penurunan.

commit to user

Mini Mental State Examination (MMSE) adalah metode pemeriksaan untuk menilai fungsi kognitif yang telah digunakan secara luas oleh para klinisi untuk praktek klinik maupun penelitian. Untuk menentukan kasus demensia secara cepat di sisi tempat tidur (a rapid bed side screening ) seringkali digunakan Mini Mental State Examination (MMSE) (Soedomo, 2000). MMSE pertama kali diperkenalkan oleh Fostein (1975) dan telah banyak dipakai di dunia dan di Indonesia juga telah direkomendasikan oleh kelompok studi fungsi luhur PERDOSSI (Dahlan, 1999).

Tes ini meliputi pemeriksaan orientasi, registrasi, atensi dan kalkulasi, mengingat kembali (recall) serta bahasa. Pasien dinilai secara kuantitatif pada fungsi-fungsi tersebut, nilai sempurna adalah 30.

Menurut Friedl et al. (1995) nilai MMSE dipengaruhi oleh faktor sosiodemografik, termasuk didalamnya adalah umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan dan status perkawinan, yang kedua adalah faktor lingkungan dan faktor behaviour, yaitu beban kehidupan secara umum, stress fisik, kontak sosial, aktifitas fisik, merokok dan minum alkohol. Faktor- faktor yang memengaruhi nilai MMSE menurut Folstein et al. (1993) adalah umur dan tingkat pendidikan, sedangkan Schmand et al. (1995) menyatakan bahwa yang memengaruhi nilai MMSE hanya tingkat pendidikan saja.

Skor MMSE berkisar antara 0-30. Orang normal menunjukkan skor 24-30. Secara keseluruhan jika skor kurang dari 24, maka dikatakan telah ada gejala demensia (Harsono, 2007). Terdapat beberapa perbedaan pendapat diantara para ahli dalam menentukan klasifikasi penilaian MMSE, Grut et al. (1993) dan Folstein et al. (1993) mendapatkan nilai normal MMSE adalah lebih besar atau sama dengan 27, sedangkan Wind (1994) mendapatkan nilai MMSE normal (27-30), curiga gangguan fungsi kognitif (22-26), pasti gangguan fungsi kognitif (<21).

commit to user

nilai untuk beberapa fungsi kognitif. Tes ini dapat dilakukan oleh dokter, perawat, atau orang awam dengan sedikit latihan dan membutuhkan waktu hanya sekitar 10 menit. Reliabilitasnya untuk pasien-pasien psikiatrik dan neurologik telah diuji oleh National Institute of Mental Health USA . Sensitivitasnya 87% dan spesifitasnya 82% untuk deteksi demensia (Tatemichi et al., 1997).

4. Aterosklerosis

Aterosklerosis adalah suatu penyakit arteri berukuran besar dan sedang akibat terbentuknya lesi lemak yang disebut plak ateromatosa pada permukaan dalam dinding arteri. Yang menjadi cikal bakal aterosklerosis adalah kerusakan endotel vaskular. Secara histologis, aterosklerosis dibagi menjadi :

a. Lesi awal (fatty streak)

b. Lesi lanjut (fibrosis, plaque-aterosklerotik)

c. Lesi komplikata (ulserasi, perdarahan, kalsifikasi) yang menyebabkan stroke, aneurisma, infark acute coronary syndrome. Pembentukan ateroma dimulai dengan pembentukan fatty streak . Proses tersebut diawali dengan adanya kerusakan endotel vaskular. Penyebab kerusakan pada endotel diakibatkan adanya faktor- faktor seperti hiperkolesterolemia kronis, adanya perubahan fungsional shear stress aliran darah pada endotel pembuluh darah, ataupun adanya disfungsi akibat toksin atau zat-zat lain. Kerusakan endotel tersebut menyebabkan perubahan permeabilitas endotel, perubahan sel-sel endotel atau perubahan hubungan antara sel endotel dan jaringan ikat dibawahnya. Kerusakan endotel akan menyebabkan pelepasan faktor pertumbuhan yang akan merangsang masuknya monosit ke lapisan intima pembuluh darah. Monosit pada dinding pembuluh darah akan berubah menjadi makrofag yang akan mencerna dan mengoksidasi kolesterol LDL, sehingga akan terbentuk foam cell (sel busa makrofag).

commit to user

fatty streak yang dapat dilihat. Seiring berjalannya waktu, jaringan otot polos serta jaringan fibrosa di sekitarnya berproliferasi akibat adanya pelepasan Platelet Derived Growth Factor (PDGF) oleh makrofag, sehingga fatty streak menjadi lebih besar dan bersatu kemudian terbentuk plak yang makin lama makin besar. Selain itu, sel-sel otot polos tersebut yang kontraktif akan berproliferasi dan akan berubah menjadi lebih fibrotik. Makrofag, sel endotel, sel otot polos maupun limfosit T (terdapat pada stadium awal plak aterosklerosis) akan mengeluarkan sitokin yang memperkuat interaksi antara sel-sel tersebut. Adanya penimbunan kolesterol intra dan ekstraseluler disertai adanya fibrosis maka akan terbentuk plak fibrolipid. Pada inti dari plak tersebut, sel-sel lemak dan lainnya akan menjadi nekrosis dan terjadi kalsifikasi. Plak ini akan menginvasi dan menyebar kedalam tunika media dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah akan menebal dan terjadi penyempitan lumen.

Arteri yang mengalami aterosklerosis kehilangan sebagian besar distensibilitasnya, dan karena daerah di dinding pembuluhnya berdegenerasi, pembuluh menjadi lebih mudah robek. Pada tempat penonjolan plak ke dalam aliran darah, permukaan plak yang kasar dapat menyebabkan terbentuknya bekuan darah, yang berakibat terbentuknya trombus atau embolus.

5. Demensia Vaskuler

a. Definisi

Demensia vaskuler merupakan suatu kelompok kondisi heterogen yang meliputi semua sindrom demensia akibat iskemik, anoksia atau hipoksia otak dengan penurunan fungsi kognisi mulai dari yang ringan sampai yang paling berat dan meliputi semua domain, tidak harus dengan gangguan memori yang menonjol (PERDOSSI, 2004). Demensia pasca stroke adalah bagian dari

commit to user

langsung dari suatu serangan stroke, baik itu stroke perdarahan maupun stroke iskemik.

b. Klasifikasi

Klasifikasi demensia vaskuler secara klinis menurut Kelompok Studi Fungsi Luhur PERDOSSI adalah :

1) Demensia pasca stroke :

a) Demensia infark serebri

b) Demensia perdarahan intraserebral

2) Demensia vaskuler subkortikal

a) Lesi iskemik substansia alba

b) Infark lakuner subkortikal

c) Infark non lakuner subkortikal

d) Demensia vaskuler tipe campuran (Demensia Alzheimer dan

demensia vaskuler) PPDGJ III membagi demensia vaskuler sebagai berikut :

1) F01.0 Demensia vaskuler onset akut

2) F01.1 Demensia vaskuler multi-infark

3) F01.2 Demensia vaskuler subkortikal

4) F01.3 Demensia vaskuler campuran kortikal dan subkortikal

5) F01.4 Demensia vaskuler lainnya

c. Epidemiologi

Sampai saat ini masih sulit untuk menggambarkan distribusi dan frekuensi demensia vaskuler. Ketidaksepakatan tentang kriteria diagnosis dan implementasi di lapangan masih merupakan masalah besar. Dua studi prevalensi demensia vaskuler melaporkan hasil yang berbeda, yaitu 13,6% (Censari et al., 1996) dan 31,8% (Pohjasvaara et al., 1997) dalam waktu 3 bulan setelah serangan stroke. Bomstein et al. (1996) melaporkan angka prevalensi

commit to user

prevalensi demensia vaskuler meningkat pada penderita stroke yang selamat dari kematian (Tatemichi et al., 1992 ; Censari et al., 1996 ; Pohjasvaara et al., 1997). Andersen et al. (1996) 25% dari penderita- penderita stroke yang diikuti selama setahun terjadi demensia vaskuler. Sejauh ini hanya ada dua penelitian population-based tentang insidensi demensia vaskuler pada penderita stroke (Kokmen et al., 1996 ; Kiyohara, 1999). Kokmen et al. (1996) melakukan penelitian dengan mengikuti penderita pasca stroke selama 25 tahun. Angka insidensi kumulatif demensia vaskuler meningkat dari 7% pada tahun pertama menjadi 48% pada 25 tahun kemudian. Kiyohara (1999) melaporkan age-adjusted total incidence (per 1000 person- years) demensia vaskuler adalah 12,2 untuk laki-laki dan 9,0 untuk perempuan.

d. Faktor Risiko

Faktor risiko demensia vaskuler dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu ; (1) yang ada hubungannya dengan kardioserebrovaskuler dan (2) faktor-faktor lain (Gorelick et al., 1998).

e. Patogenesis

Ada beberapa hal yang mendasari patogenesis terjadinya demensia vaskuler:

1) Infark multipel

Demensia multi infark merupakan akibat dari infark multipel dan bilateral. Terdapat riwayat satu atau beberapa kali serangan

fokal seperti

hemiparesis/hemiplegi,

afasia,

hemianopsia. Computed tomography imaging (CT Scan) otak menunjukkan hipodensitas

commit to user

ventrikel.

2) Infark lakunar

Lakunar adalah infark kecil, diameter 2-15 mm, disebabkan kelainan pada small penetrating arteries di daerah diencephalon, batang otak dan sub kortikal akibat dari hipertensi. Pada sepertiga kasus, infark lakunar bersifat asimptomatik. Apabila menimbulkan gejala, dapat terjadi gangguan sensorik, transient ischaemic attack , hemiparesis atau ataksia. Bila jumlah lakunar bertambah maka akan timbul sindrom demensia, sering disertai pseudobulbar palsy. Pada derajat yang berat terjadi lacunar state . CT Scan otak menunjukkan hipodensitas multipel dengan ukuran kecil, dapat juga tidak tampak pada CT Scan otak karena ukurannya yang kecil atau terletak di daerah batang otak. Magnetic resonance imaging (MRI) otak merupakan pemeriksaan penunjang yang lebih akurat untuk menunjukkan adanya lakunar terutama di daerah batang otak (pons).

3) Infark tunggal di daerah strategis

Strategic single infarct dementia merupakan akibat lesi iskemik pada daerah kortikal atau sub kortikal yang mempunyai fungsi penting. Infark girus angularis menimbulkan gejala afasia sensorik, aleksia, agrafia, gangguan memori, disorientasi spasial dan gangguan konstruksi. Infark daerah distribusi arteri serebri posterior menimbulkan gejala amnesia disertai agitasi, halusinasi visual, gangguan visual dan kebingungan. Infark daerah distribusi arteri serebri anterior menimbulkan abulia, afasia motorik dan apraksia. Infark lobus parietalis menimbulkan gangguan kognitif dan tingkah laku yang disebabkan gangguan persepsi spasial. Infark pada daerah distribusi arteri paramedian thalamus menghasilkan thalamic dementia.

commit to user

Gambaran klinis sindrom Binswanger menunjukkan demensia progresif dengan riwayat stroke, hipertensi dan kadang- kadang diabetes melitus. Sering disertai gejala pseudobulbar palsy , kelainan piramidal, gangguan berjalan (gait) dan inkontinensia. Faktor risikonya adalah small artery diseases (hipertensi, angiopati amiloid), kegagalan autoregulasi aliran darah di otak pada usia lanjut, hipoperfusi periventrikel karena kegagalan jantung, aritmia dan hipotensi.

5) Angiopati amiloid serebral

Terdapat penimbunan amiloid pada tunika media dan adventisia arteriola serebral. Insidensinya meningkat dengan bertambahnya usia. Kadang-kadang terjadi demensia dengan onset mendadak.

6) Hipoperfusi

Demensia dapat terjadi akibat iskemia otak global karena henti jantung, hipotensi berat, hipoperfusi dengan/tanpa gejala oklusi karotis, kegagalan autoregulasi arteri serebral, kegagalan fungsi pernafasan. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan lesi vaskular di otak yang multipel.

7) Perdarahan

Demensia dapat terjadi karena lesi perdarahan seperti hematoma subdural kronik, gejala sisa dari perdarahan sub arachnoid dan hematoma serebral. Hematoma multipel berhubungan dengan angiopati amiloid serebral idiopatik atau herediter.

8) Mekanisme lain

Mekanisme lain dapat mengakibatkan demensia termasuk kelainan pembuluh darah inflamasi atau non inflamasi (poliartritis nodosa, limfomatoid granulomatosis, giant-cell arteritis, dan sebagainya).

commit to user

f. Diagnosis

Diagnosis demensia vaskuler ditegakkan melalui dua tahap, pertama menegakkan diagnosis demensia, kedua mencari proses vaskuler yang mendasari. Sampai saat ini belum ada marka biologis yang baku untuk mendiagnosis suatu demensia vaskuler. Saat ini, alat yang digunakan untuk mendiagnosis demensia vaskuler adalah dengan menggunakan berbagai kriteria diagnosis.

Kriteria diagnosis yang sering digunakan untuk mendiagnosis demensia vaskuler antara lain :

1) Diagnosis and Statistical Manual of Mental Disorders 4th edition (DSM-IV) (American Psychiatric Association, 1994) :

a) Ada gangguan kognitif multipleks yang dicirikan oleh dua

keadaan berikut : (1) Gangguan memori (gangguan kemampuan untuk mempelajari hal yang baru atau menyebut kembali informasi yang baru saja diperoleh).

(2) Satu atau lebih dari gangguan kognitif, yaitu :

(a) Afasia (gangguan berbahasa) (b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk mengerjakan

aktivitas motorik, sementara fungsi motorik normal) (c) Agnosia (tak dapat mengenal atau mengidentifikasi benda, sementara fungsi sensorik normal) (d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (merancang, mengelola, kemampuan berpikir abstrak dan membuat urutan).

b) Gangguan kognitif pada kriteria A masing-masing menyebabkan gangguan fungsi sosial dan okupasional yang jelas.

c) Tanda dan gejala neurologis fokal (refleks fisiologis meningkat, refleks patologis positif, paralisis pseudobulbar,

commit to user

pemeriksaan radiologis menunjukkan infark multiple di daerah korteks atau subkorteks.

d) Tidak ada delirium

2) International Classification of Disease 10th revision :

a) Distribusi yang tidak lazim dari gangguan kognitif satu

dengan yang lain

b) Terdapat bukti adanya gangguan fokal otak

c) Terdapat bukti pernah mengalami gangguan serebrovaskuler

sebelumnya

3) National Institue of Neurological Disorders and Stroke and Association Internationale pour la Recherche et l’Enseignement

en Neurosciences (NINDS-AIREN) yang mempunyai 3 tingkat kepastian, yaitu probable, possible dan definite.

a) Diagnosis probable (1) Demensia (2) Penyakit serebrovaskuler (CVD), ditandai dengan adanya

defisit neurologis fokal dan bukti pemeriksaan neuro imaging (CT-Scan atau MRI)

(3) Terdapat hubungan antara kedua gangguan diatas yang dibuktikan dengan onset demensia dalam kurun waktu 3 bulan pasca stroke atau deteriorasi fungsi kognitif yang mendadak, fluktuatif dan bertahap.

b) Diagnosis possible (1) Demensia dengan adanya defisit neurologis fokal tetapi

tanpa didukung bukti pemeriksaan neuroimaging (CT- Scan atau MRI)

(2) Demensia dengan adanya defisit neurologis fokal tetapi tanpa adanya hubungan yang jelas antara demensia dan stroke.

commit to user

dengan onset yang tidak jelas dan deteriorasi fungsi kognitifnya bervariasi.

c) Diagnosis pasti (definite) (1) Adanya kriteria diagnosis probable (2) Otopsi memunjukkan adanya cedera otak iskemik dan

tidak didapatkan penyebab lain demensia. Dari ketiga kriteria diagnosis diatas, yang saat ini paling sering digunakan adalah kriteria NINDS-AIREN karena menggunakan pemeriksaan pencitraan otak sebagai salah satu bukti adanya gangguan serebrovaskuler. DSM-IV mempunyai sensitivitas yang tinggi tetapi spesifitasnya rendah. Untuk penelitian dianjurkan menggunakan kriteria NINDS-AIREN.

g. Gambaran Klinik

Serangan terjadinya demensia vaskuler terjadi secara mendadak, dengan didahului oleh Transient Ischemic Attack (TIA) atau stroke, risiko terjadinya DVa 9 kali pada tahun pertama setelah serangan dan semakin menurun menjadi 2 kali selama 25 tahun kemudian. Adanya riwayat dari faktor risiko serebrovaskuler harus disadari tentang kemungkinan terjadinya Dva.

Gambaran klinik penderita DVa menunjukkan kombinasi dari gejala fokal neurologik, kelainan neuropsikologik dan gejala neuropsikiatrik. Gejala fokal neurologik dapat berupa gangguan motorik, gangguan sensorik dan hemianopsia. Kelainan neuropsikologik berupa gangguan memori disertai dua atau lebih kelainan kognitif lain seperti atensi, bahasa, visuospasial dan fungsi eksekutif.

Gejala neuropsikiatrik sering terjadi pada DVa, dapat berupa perubahan kepribadian (paling sering), depresi, mood labil, delusion , apati, abulia, tidak adanya spontanitas. Depresi berat

commit to user

depresi dengan gejala paling sering yaitu kesedihan, ansietas, retardasi psikomotor atau keluhan somatik. Psikosis dengan ide-ide seperti waham terjadi pada kurang lebih 50%, termasuk pikiran curiga, sindrom Capgras. Waham paling sering terjadi pada lesi yang melibatkan struktur temporoparietal.

h. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendapatkan data yang dapat memberikan nilai tambah dalam pencegahan, diagnosis, terapi, prognosis dan rehabilitasi.

1) Pencitraan

Dengan adanya fasilitas pemeriksaan CT-Scan otak dan MRI dapat dipastikan adanya perdarahan otak atau infark (tunggal dan multipel), besar serta lokasinya. Selain itu juga dapat disingkirkan kemungkinan gangguan struktur lain yang dapat memberikan gambaran lain yang mirip dengan DVa, misalnya neoplasma.

2) Laboratorium

Digunakan untuk menentukan penyebab atau faktor risiko yang menyebabkan timbulnya stroke dan demensia. Pemeriksaan darah tepi, laju endap darah (LED), kadar glukosa, glycosylated Hb, kolestrol, trigliserida, tes serologi untuk sifilis, HIV, fungsi tiroid, profil koagulasi, kadar asam urat, antibodi antikardiolipin dan lain sebagainya yang dianggap perlu.

3) Lain-lain

Foto rontgen dada, EKG, ekokardigrafi, EEG, pemeriksaan Doppler , potensial cetusan atau angiografi.

commit to user

1) Farmakologi

Terapi untuk demensia vaskuler ditujukan kepada penyebabnya, mengendalikan faktor risiko (pencegahan sekunder) serta terapi untuk gejala neuropsikiatrik dengan memperhatikan interaksi obat. Pengaruh obat-obatan dalam membantu pemulihan fingsi kognitif pada penderita demensia vaskuler belum menunjukkan hasil yang memuaskan, namun beberapa studi menunjukkan beberapa jenis obat yang dapat memperbaiki fungsi kognitif pada pasien demensia vaskuler.