BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Pengaruh antara Penerapan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Model Think Pair and Share terhadap Hasil Belajar Muatan I

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pendekatan Saintifik

2.1.1.1. Konsep Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran

Kegiatan belajar tidak sebatas pada aktivitas membaca dan mendengarkan seperti yang terjadi pada pembelajaran konvensional. Paradigma baru pendidikan mengharuskan siswa aktif sebagai subjek belajar. Untuk itu perlu adanya perubahan khususnya dari pendekatan pembelajaran yang digunakan guru. Pendekatan saintifik merupakan sebuah ide yang mencoba merubah paradigma pendidikan yang sudah ada dengan merancang pembelajaran yang didasarkan pada kerangka kerja dan aktivitas ilmiah. Seperti yang diuraikan oleh Drs. Daryanto (2014:1) yang menyatakan bahwa

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkontruksi konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, mengenalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang

„ditemukan‟.” Pendapat tersebut menjelaskan bahwa pendekatan saintifik

mengharuskan siswa membangun sendiri pengetahuan dan konsep dalam pelajaran melalui kegiatan pembelajaran yang memuat keterampilan proses dengan tahapan yang jelas. Pendapat lain juga menyatakan hal yang serupa. Menurut Agus Sujarwanto (2012:75)

Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik adalah pembelajaran yang menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung baik menggunakan observasi, eksperimen maupun cara yang lainnya, sehingga realitas yang akan berbicara sebagai informasi atau data yang diperoleh selain valid juga dapat dipertanggungjawabkan. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan ilmiah lebih menekankan pada di Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik adalah pembelajaran yang menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung baik menggunakan observasi, eksperimen maupun cara yang lainnya, sehingga realitas yang akan berbicara sebagai informasi atau data yang diperoleh selain valid juga dapat dipertanggungjawabkan. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan ilmiah lebih menekankan pada di

Pendapat tersebut menegaskan bahwa pengalaman nyata anak dalam pembelajaran menjadi hal yang paling diutamakan. Tujuannya agar pengetahuan yang diperoleh anak merupakan hal yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Selanjutnya pendekatan saintifik didefinisikan oleh Kurniasih dan Sani (2014: 29) yang menyatakan bahwa “pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak

bergantung informasi searah dari guru.” Dengan demikian, siswa menjadi subjek belajar yang berusaha untuk menemukan sendiri pengetahuannya.

Siswa diajak untuk berpikir kritis menanggapi suatu persoalan yang ada di sekitarnya serta menggali berbagai sumber dan media untuk dijadikan sumber pengetahuan.

Berdasarkan beberapa pendapat dari beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa kesamaan dari tiap pendapat. Ketiga pendapat tersebut menguraikan bahwa pendekatan saintifik berkaitan dengan dua hal pokok yaitu 1) proses ilmiah dalam belajar dan 2) keaktifan dan kemandirian siswa dalam aktivitas belajar. Pendekatan Saintifik merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menuntut siswa untuk berpikir secara logis dan sitematis untuk memperoleh pengetahuan melalui proses ilmiah. Peran guru dalam pembelajaran hanya sebagai fasilitator dan motivator bagi anak.

2.1.1.2. Ciri-ciri Pendekatan Saintifik

Pendekatan saintifik merupakan kunci utama dalam pembelajaran kurikulum 2013. Untuk itu, guru harus mengetahui karakteristik dari pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik memiliki beberapa ciri-ciri khusus yang membedakannya dari pendekatan pembelajaran yang lain. Esensi aktivitas ilmiah menjadi inti dari pendekatan saintifik. Pengetahuan harus dibangun sendiri oleh siswa melalui kegiatan aktif di kelas. Guru Pendekatan saintifik merupakan kunci utama dalam pembelajaran kurikulum 2013. Untuk itu, guru harus mengetahui karakteristik dari pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik memiliki beberapa ciri-ciri khusus yang membedakannya dari pendekatan pembelajaran yang lain. Esensi aktivitas ilmiah menjadi inti dari pendekatan saintifik. Pengetahuan harus dibangun sendiri oleh siswa melalui kegiatan aktif di kelas. Guru

Dalam pendapat tersebut, Russel mengemukakan bahwa mengacu pada hukum saintifik, ada tiga hal dasar yaitu pertama berisi pengamatan terhadap kebenaran yang signifikan, kedua mengacu pada hipotesis, jika hipotesis benar maka akan memberi penjelasan terhadap kebenaran tersebut, ketiga dalam membuat kesimpulan dari hipotesis dapat diuji dengan pengamatan. Jadi menurut Russel, Pendekatan saintifik itu dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh kebenaran. Kebenaran dapat diterima jika bisa dibuktikan secara signifikan melalui pengujian hipotesis, jika hipotesis benar maka akan dapat memberi penjelasan terhadap kebenaran yang ingin dibuktikan. Pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan pengamatan / investigasi. Dalam hal ini, ada pendapat lain yang juga menyatakan hal serupa. Daryanto (2014: 53) menyebutkan bahwa

Pendekatan saintifik memiliki beberapa ciri-ciri, diantaranya sebagai berikut : a) berpusat pada siswa, b) melibatkan keterampilan proses sains dalam mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip, c) melibatkan proses-proses kognitif potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa, d) dapat mengembangkan karakter siswa.

Dalam pendapatnya, Daryanto lebih mengkhususkan ciri-ciri pendekatan saintifik dari sisi aktivitas siswa dalam kelas. Siswa harus aktif dan mandiri dalam setiap proses pembelajaran. Pengetahuan yang diperoleh siswa merupakan hasil proses dari aktivitas belajar yang dilakukan siswa di dalam kelas.

Dari uraian dua pendapat tersebut, dapat dilihat bahwa ciri khas dari pendekatan saintifik itu terletak pada proses implementasinya. Pendekatan Saintifik merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menuntut siswa untuk berpikir secara logis dan sitematis untuk memperoleh pengetahuan Dari uraian dua pendapat tersebut, dapat dilihat bahwa ciri khas dari pendekatan saintifik itu terletak pada proses implementasinya. Pendekatan Saintifik merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menuntut siswa untuk berpikir secara logis dan sitematis untuk memperoleh pengetahuan

2.1.1.3. Langkah-Langkah Pembelajaran Saintifik

Pendekatan saintifik memiliki langkah-langkah yang sifatnya prosedural. Hal ini berkaitan dengan pendekatan saintifik sebagai suatu proses ilmiah. Langkah-langkah tersebut harus dilaksanakan secara urut. Ada 5 langkah operasional dalam pendekatan saintifik. Berikut adalah langkah-langkah tersebut : a)

Mengamati Kegiatan mengamati merupakan kegiatan awal yang harus dilakukan siswa untuk memperoleh gambaran terhadap materi. Kegiatan mengamati

berkaitan dengan aktivitas pengamatan. Dalam Permendikbud Nomor 81 A disebutkan bahwa “ kegiatan mengamati meliputi kegiatan membaca,

mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat). Kompetensi yang dikembangkan dalam kegiatan mengamati yaitu melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi.” Melalui kegiatan mengamati siswa dapat menyaksikan objek belajar secara nyata baik melalui pengamatan langsung maupun tidak langsung. b)

Menanya Setelah melalui kegiatan mengamati, siswa diharapkan memiliki kemampuan mengkritisi apa yang diamatinya melalui kegiatan mengajukan

pertanyaan. Guru dan siswa aktif melakukan kegiatan tanya jawab. Daryanto (2014: 64) “Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan …Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik.” Dalam hal ini, Daryanto menekankan bahwa guru harus menghargai setiap pertanyaan anak baik itu yang sifatnya fakta maupun yang sifatnya dugaan saja. Pertanyaan yang diajukan siswa pertanyaan. Guru dan siswa aktif melakukan kegiatan tanya jawab. Daryanto (2014: 64) “Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan …Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik.” Dalam hal ini, Daryanto menekankan bahwa guru harus menghargai setiap pertanyaan anak baik itu yang sifatnya fakta maupun yang sifatnya dugaan saja. Pertanyaan yang diajukan siswa

Kriteria pertanyaan yang baik meliputi :

1) singkat dan jelas

2) menginspirasi jawaban

3) memiliki fokus

4) bersifat probing atau divergen

5) bersifat validatif atau penguatan.

6) memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir.

7) merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif.

8) merangsang proses interaksi. Jadi menurut Sani, penting bagi guru untuk membimbing anak dalam

membuat pertanyaan baik sesuai dengan criteria yang telah diuraikan tadi. Setiap pertanyaan yang dilontarkan guru harus mampu merangsang peserta didik untuk memberikan jawaban yang bersifat analitis. Kualitas dari pertanyaan menentukan sejauh mana tingkatan kognitif yang ingin digali lebih mendalam. Dalam Permendikbud No. 81 A dijelaskan bahwa “kompetensi yang dikembangkan dalam aktivitas menanya yaitu mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat .” Jadi dengan bertanya anak berlatih untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya dalam menanggapi suatu hal yang diperolehnya saat melakukan aktivitas belajar. c)

Mengumpulkan Informasi Kegiatan mengumpulkan informasi merupakan lanjutan dari kegiatan bertanya. Siswa aktif mengumpulkan informasi dengan berbagai

cara dan sumber. Dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2003 dijelaskan bahwa

Aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/kejadian, aktivitas wawancara dengan nara sumber dan sebagainya. Kompetensi yang ingin dikembangkan dalam

aktivitas

mengumpulkan

informasi yaitu

Mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara Mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara

Informasi yang dikumpulkan siswa merupakan informasi-informasi yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas belajar selanjutnya. Siswa diperbolehkan untuk menggunakan berbagai macam sumber dan cara yang dapat membantu dalam kegiatan mengumpulkan informasi. d)

Mengasosiasikan / Mengolah Informasi Aktivitas ini sering dikenal dengan istilah menalar. Menalar yang

dimaksud adalah mengolah informasi yang sudah dikumpulkan tadi untuk dianalisis dan menjadikannya informasi yang bermakna. Suparno dan Yunus (dalam Arfita dkk , 2012: 1) mendefinisikan penalaran adalah proses berpikir sistematik dan logis untuk memperoleh sebuah simpulan (pengetahuan atau keyakinan). Kutipan pendapat tersebut menguraikan bahwa dalam penalaran ada kegiatan berpikir yang dilakukan dengan sistematis sesuai tahapan tertentu untuk mendapatkan kesimpulan yang logis. Pendapat lain juga menyatakan hal serupa. Daryanto (2014: 70) “ Kegiatan menalar yaitu proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta- kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.” Pendapat tersebut menekankan bahwa apa yang dikaji dalam kegiatan penalaran berasal dari fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi.

Dari kedua pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa melalui kegiatan menalar, siswa diajak untuk membangun pengetahuan yang logis dengan mengaitkan tiap informasi yang diperolehnya melalui kegiatan yang sistematis untuk mendapat kesimpulan atas persoalan empiris yang dapat diamati. Siswa dibimbing oleh guru untuk meningkatkan kemampuan menghubungkan tiap informasi yang diperolahnya. Tujuan dari kegiatan menalar adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.

e) Mengkomunikasikan Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik member kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan hasil pem belajaran

yang sudah dicapai. Kegiatan mengkomunikasikan berkaitan dengan aktivitas komunikasi. Ruben (dalam Hersinta, 2011:4) menyatakan bahwa proses komunikasi juga melalui tahap reacting-acting-interacting. Melalui penerimaan dan pengiriman pesan, manusia merasakan, membuat pemahaman serta bertindak terhadap objek, manusia lainnya serta masyarakat dan lingkungan di sekitarnya. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa komunikasi berkaitan dengan pengiriman dan penerimaan pesan oleh manusia dengan tujuan untuk memberikan pemahaman kepada manusia lainnya yang diajak berkomunikasi.

Kegiatan mengkomunikasikan dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan banyak cara misalnya melalui laporan, presentasi, bercerita dll. Kegiatan mengkomunikasikan ini bertujuan untuk merangsang siswa dalam mengutarakan pendapat tentang hasil belajarnya. Imas,Sani (2014: 53)

“Dalam kegiatan mengkomunikasikan siswa dilatih untuk bersikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat

secara singkat dan jelas dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.”Pendapat tersebut menegaskan bahwa dalam kegiatan

mengkomunikasikan ada sikap-sikap yang harus dimiliki siswa. Sikap tersebut meliputi jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis. Jadi dalam kegiatan mengkomunikasikan siswa tidak hanya belajar cara menyampaikan pendapatnya tapi juga sikap yang harus dilakukan saat mengkomunikasikan pendapatnya.

2.1.2 Model Problem Based Learning (PBL)

2.1.2.1. Konsep Pembelajaran dengan Model PBL

Kehidupan di dunia tidak akan terlepas dengan apa yang disebut masalah. Masalah adalah suatu kenyataan yang tidak sesuai apa yang diharapkan. Peserta didik adalah generasi penerus bangsa yang harus dibekali dengan kemampuan memecahkan masalah. Kemampuan Kehidupan di dunia tidak akan terlepas dengan apa yang disebut masalah. Masalah adalah suatu kenyataan yang tidak sesuai apa yang diharapkan. Peserta didik adalah generasi penerus bangsa yang harus dibekali dengan kemampuan memecahkan masalah. Kemampuan

Beberapa ahli memberikan definisi tersendiri terhadap model Problem Based Learning . Pertama, menurut Daryanto ( 2014: 29) “Pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang menantang peserta didik untuk „belajar bagaimana belajar‟, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata.” Pendapat ini menekankan bahwa anak belajar secara mandiri dalam kelompok untuk mencari solusi terhadap permasalahan yang ada disekitarnya.

Kedua, Menurut Arends (dalam Hosnan, 2014: 295) Model Problem Based Learning adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkan keterampilan yang lebih tinggi dan inquiry, memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri. Pendapat ini menguraikan bahwa dalam kegiatan belajar PBL, kemandirian anak benar-benar dilatih dalam hal melakukan aktivitas inkuiri. Tujuannya untuk membiasakan anak membangun sendiri pengetahuan dari kegiatan belajar yang telah dilakukan.

Ketiga, menurut Fogarty (dalam Hillman, 2003:2) PBL as „a curriculum model designed around real life problems that are ill structured, open ended or ambiguous‟. Pendapat tersebut menguraikan bahwa PBL merupakan suatu rancangan model kurikulum yang menggunakan masalah nyata dalam kehidupan sekitar dan itu bersifat tidak terstruktur, penyelesaiannya bersifat terbuka dan dapat bermakna ganda. Lebih lanjut Fogarty (dalam Hillman, 2003:2) menjelaskan and further, suggests that „PBL engages students in intriguing, real and relevant intellectual Ketiga, menurut Fogarty (dalam Hillman, 2003:2) PBL as „a curriculum model designed around real life problems that are ill structured, open ended or ambiguous‟. Pendapat tersebut menguraikan bahwa PBL merupakan suatu rancangan model kurikulum yang menggunakan masalah nyata dalam kehidupan sekitar dan itu bersifat tidak terstruktur, penyelesaiannya bersifat terbuka dan dapat bermakna ganda. Lebih lanjut Fogarty (dalam Hillman, 2003:2) menjelaskan and further, suggests that „PBL engages students in intriguing, real and relevant intellectual

Berdasarkan tiga pendapat diatas, dapat dilihat bahwa PBL memuat

3 unsur yaitu masalah nyata dalam kehidupan, aktivitas inkuiri dalam pemecahan masalah, dan penyelesaiannya bersifat terbuka. Jadi dapat disimpulkan bahwa PBL merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan keterampilan berpikir kritis melalui aktivitas belajar ilmiah dengan cara mengajak siswa memecahkan permasalahan-permasalahan yang relevan dengan kehidupannya serta penyelesaiannya bersifat terbuka.

2.1.2.2. Karakteristik Model PBL

Model PBL memiliki beberapa karakteristik. Karakteristik tersebut menjadi ciri-ciri yang membedakan PBL dengan model pembelajaran lainnya. Hosnan (2014: 295) menyebutkan bahwa

Ciri-ciri PBL meliputi :

1) Pengajuan masalah atau pertanyaan

2) Keterkaitan dengan berbagai masalah disiplin ilmu

3) Penyelidikan yang autentik

4) Menghasilkan / memamerkan karya

5) Kolaborasi Dari pendapat Hosnan tersebut, dapat diketahui bahwa dalam

pembelajaran PBL, setidaknya ada 5 ciri pokok tersebut yang terlihat dalam aktivita pembelajaran. Lebih lanjut Arends (dalam Hosnan, 2014:296) menyatakan bahwa pertanyaan dan masalah yang diajukan haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut:

1) Autentik, yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata

siswa daripada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.

2) Jelas, yaitu masalah dirumuskan dengan jelas dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian siswa.

3) Mudah dipahami, yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami siswa.

4) Luas dan sesuai tujuan pembelajaran, yaitu mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan ruang, waktu, dan sumber yang tersedia serta disesuaikan dengan tujuan pembelajaran.

5) Bermanfaat, yaitu masalah yang telah disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat baik bagi siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat masalah.

Pendapat lain juga menyatakan hal yang serupa. PBL sebagai model pembelajaran memiliki 5 kunci dasar yang menjadi karakteristiknya. Newman (2005 : 14) menyatakan bahwa

five key features of a PBL curriculum can be distinguished are :

1. Teacher as Facilitator

2. The Use of an Explicit Process to Facilitate Learning

3. Use of „„Problems‟‟ to Stimulate, Contextualize and Integrate Learning

4. Learning in Small Groups

5. Assessment and Problem Based Learning

Pendapat tersebut menguraikan bahwa ada 5 kunci dasar yang terlihat dari model PBL yaitu 1) Guru sebagai fasilitator, 2) menggunakan proses yang nyata untuk memfasilitasi aktivitas belajar, 3) Menggunakan masalah untuk menstimulasi, menyesuaikan dan memadukan pembelajaran,

4) Pembelajaran dalam kelompok kecil dan 5) Penilaian dan pembelajaran berbasis masalah. Selanjutnya, Supratiknya dan Kristiyani (2006: 2) memberikan penjelasan tentang ciri-ciri PBL sebagai berikut :

Maka, beberapa ciri pokok pembelajaran berbasis problem adalah: (1) prinsip self directed learning (Frijns & de Graaf, 1993) atau independent learning (de Graaf, 1993), yaitu pembelajar bertanggung jawab atas proses belajarnya sendiri; (2) prinsip integrasi antara teori dan praktek, yaitu pembelajar

bertanggungjawab

mengintegrasikan

pengetahuannya tentang aneka teori-konsep yang dipelajari dengan aplikasinya dalam bentuk keterampilan menganalisis dan menemukan solusi atas problem-problem nyata; (3) pengetahuannya tentang aneka teori-konsep yang dipelajari dengan aplikasinya dalam bentuk keterampilan menganalisis dan menemukan solusi atas problem-problem nyata; (3)

Dari ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri PBL adalah sebagai berikut :

1) Menggunakan masalah-masalah yang sifatnya kontekstual di kehidupan sehari-hari.

2) Pembelajaran melibatkan aktivitas keterampilan proses untuk melakukan penyelidikan terhadap permasalahan.

3) Proses belajar dapat dilakukan secara individu maupun dalam kelompok kecil yang bertanggung jawab atas apa yang dipelajarinya.

4) Ada keterkaitan dari berbagai disiplin ilmu dalam menganalisis permasalahan.

2.1.2.3. Langkah Pembelajaran Model PBL

Model PBL memiliki langkah-langkah implementasi yang harus dijalankan guru secara berurutan. Langkah-langkah tersebut harus tertuang dalam rencana pembelajaran yang dibuat guru. Menurut pendapat dari Hosnan (2014: 301) yang menyebutkan bahwa “lima langkah operasional dalam PBL meliputi : 1) orientasi siswa pada masalah, 2) mengorganisasi siswa untuk belajar, 3) membimbing penyelidikan individu dan kelompok,

4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, 5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah .” Pendapat Hosnan tersebut menguraikan bahwa pembelajaran PBL diawali dengan orientasi masalah. Melalui masalah tersebut kemudian akan dicari solusinya melalui kegiatan investigasi/ penyelidikan baik secara 4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, 5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah .” Pendapat Hosnan tersebut menguraikan bahwa pembelajaran PBL diawali dengan orientasi masalah. Melalui masalah tersebut kemudian akan dicari solusinya melalui kegiatan investigasi/ penyelidikan baik secara

Selain Hosnan, ada tokoh lain yang menjelaskan hal yang hampi serupa. Mackellar dkk (2005 : 117) menyebutkan bahwa ada 8 langkah operasional dalam pembelajaran PBL yang dapat diamati pada tabel 1 berikut :

Tabel 1 Langkah pembelajaran PBL

Step Description

1. Clarify Term Identify any unfamiliar words and terms; other group members may be able to provide definitions. Scribe lists unexplained terms of words.

2. Define The Question Or All student are encouraged to contribute their view. Problems To Be

Scribe record a list of agreed questions or problems. Discussed 3. Brainstrom

Student produce possible explanations to the problems, drawing on each other prior knowledge and common sense.

4. Arrange Explanation Analyze explanations in detail and arrange into possible solutions.

5. Define Learning The group works together to agree a set of learning Objectives

objectives.The tutor encourages the group to make them

achievable in the time allocated,comprehensive and appropriate. 6. Research

specific,

Student use a variety of resources to find information relating to the learning objectives.

7. Share Result of Private Student share the result of private study with the Study

group and try to integrate these into comprehensive explanation.

8. Discuss clinical Student discuss their clinical experience in the light experience

of their understanding. The tutor checks their learning and provide feedback on group functioning.

Mackellar dkk adalah dosen medis di Universitas Manchester. Penelitian mereka membahas penerapan PBL dalam pembelajaran medis di Universitas tersebut. Secara singkat, uraian mereka tentang 8 langkah operasional dalam pembelajaran PBL adalah sebagai berikut : 1) Mengklarifikasi istilah kaitannya dengan mengidentifikasi istilah-istilah sulit yang terdapat dalam materi, 2) mendefinisikan pertanyaan atau permasalahan yang akan didiskusikan, 3) Melakukan brainstorming pada siswa dengan tujuan agar siswa membuat definisi permasalahan sesuai Mackellar dkk adalah dosen medis di Universitas Manchester. Penelitian mereka membahas penerapan PBL dalam pembelajaran medis di Universitas tersebut. Secara singkat, uraian mereka tentang 8 langkah operasional dalam pembelajaran PBL adalah sebagai berikut : 1) Mengklarifikasi istilah kaitannya dengan mengidentifikasi istilah-istilah sulit yang terdapat dalam materi, 2) mendefinisikan pertanyaan atau permasalahan yang akan didiskusikan, 3) Melakukan brainstorming pada siswa dengan tujuan agar siswa membuat definisi permasalahan sesuai

Selanjutnya, Hamruni (dalam Suyadi, 2013: 137-140) menyatakan bahwa ada 6 langkah dalam menerapkan pembelajaran berbasis masalah atau PBL yaitu 1) menyadari adanya masalah, 2) merumuskan masalah, 3) merumuskan hipotesis, 4) mengumpulkan data, 5) menguji hipotesis, 6) menentukan pilihan penyelesaian.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli tersebut dapat dilihat adanya kesamaan dalam langkah-langkahnya yaitu penggunaan permasalahan dan adanya aktivitas pemecahan permasalahan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran PBL memiliki 6 langkah operasional yaitu 1) pengenalan materi/ konsep dasar, 2) Orientasi siswa pada masalah,

3) Mengkondisikan siswa untuk belajar, 4) Membimbing penyelidikan individu dan kelompok, 5) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya, 6) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

2.1.2.4. Kelebihan dan Kekurangan Model PBL

a. Kelebihan Model PBL

Suyadi (2013: 142) menjelaskan bahwa ada beberapa keunggulan PBL, yaitu meliputi :

1. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.

2. Dapat memberikan keleluasaan bagi peserta didik dalam mempelajari pengetahuan baru.

3. Dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik.

4. Dapat membantu peserta didik dalam mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.

5. Dapat membantu peserta didik dalam mengembangkan pengetahuannya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang dilakukan.

6. Dapat mengembangkan kemampuan peserta didik dalam berpikir kritis dan beradaptasi dengan pengetahuan baru.

7. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengaplikasikan pengetahuannya ke dunia nyata.

8. Dapat mengembangkan minat peserta didik untuk mengembangkan konsep belajar.

b. Kekurangan Model PBL

Selain memiliki banyak keunggulan, PBL juga memiliki beberapa kelemahan. Selanjutnya, Suyadi (2013 :143) menjelaskan beberapa kelemahan dalam PBL yaitu :

1) Ketika peserta didik tidak memiliki minat tinggi dan kepercayaan diri bahwa dirinya mampu menyelesaikan masalah yang dipelajari, maka mereka cenderung enggan untuk mencoba karena takut salah.

2) Tanpa pemahaman “ mengapa mereka berusaha” untuk memecahkan masalah, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

3) Proses pelaksanaan PBL memerlukan waktu yang lebih lama atau panjang.

2.1.3. Model Pembelajaran Kooperatif Think Pair and Share (TPS)

2.1.3.1. Konsep Model Pembelajaran TPS

Manusia merupakan makhluk sosial. Sudah menjadi hal yang lazim jika dalam kesehariannya manusia harus berinteraksi dengan manusia lain. Begitu juga dalam pembelajaran, siswa harus berinteraksi dengan teman sekelas dan juga guru. Oleh karena itu, diperlukan adanya model pembelajaran yang memfasilitasi siswa dalam belajar bersama temannya di dalam kelas.

Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran berbasis belajar kelompok. Hamruni ( dalam Suyadi, 2013 :61) menyatakan bahwa falsafah dasar pembelajaran kooperatif learning adalah homo homini socius yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Jadi , belajar dengan model kooperatif diharapkan dapat meningkatkan sikap sosial siswa terutama dalam hal kemampuan berkomunikasi dan bekerja sama di kelas. Berdiskusi dalam aktivitas belajar merupakan hal yang lazim dalam pembelajaran kooperatif. Tetapi, sering kali guru memandu diskusi siswa di kelas dalam kelompok-kelompok dengan anggota yang banyak. Kelompok besar cenderung menimbulkan kesenjangan bagi anak yang pasif atau pendiam. Model pembelajaran Think Pair and Share mencoba menjawab permasalahan tersebut. Model ini merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang sering disebut model TPS.

Esensi utama dalam model ini adalah mengajak siswa untuk belajar dalam aktivitas berpikir melalui kegiatan yang dilakukan secara berpasangan. Da ryanto (2014: 38) “Model pembelajaran kooperatif Think Pair and Share merupakan tipe yang sederhana dengan banyak keuntungan karena dapat meningkatkan partisipasi siswa dan pembentukan pengetahuan siswa.” Pendapat ini menekankan bahwa walaupun TPS memiliki prosedur

pembelajaran yang sederhana tetapi dapat meningkatkan partisipasi dan pemahaman siswa.

Selanjutnya, Lyman ( dalam Slone & Mitcell, 2014 : 102) memberikan penjelasan yang menyatakan bahwa TPS is a learner-centered and highly effective

collaborative teaching strategy that is widely used in higher education. The TPS activity promotes student learning through

a sequence of three “phases.” First, students individually reflect on subject matter, then pair with a partner in class to discuss the information, and finally share ideas from their discussions with the class as a whole.

Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa TPS merupakan sebuah model yang terpusat pada belajar dan strategi mengajar kolaborasi dengan efektivitas tinggi yang banyak digunakan di pendidikan tinggi. Aktivitas

TPS mendorong belajar siswa melalui sebuah rangkaian dari 3 fase. Pertama siswa secara individu memikirkan subjek materi, kemudian berpasangan dengan temannya di kelas untuk mendiskusikan informasi, dan akhirnya berbagi ide dari hasil diskusi mereka dengan keseluruhan siswa di kelas.

Berdasarkan kedua pendapat tadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Think Pair and Share merupakan model pembelajaran yang mengajak siswa berpikir secara mandiri dalam menjawab sebuah persoalan dengan belajar dari berbagai sumber yang ada kemudian jawaban tersebut didiskusikan bersama teman secara berpasangan dan hasil diskusi tersebut disampaikan dalam sebuah diskusi kelas.

2.1.3.2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Think Pair and Share

Model pembelajaran Think-Pair-Share memiliki langkah-langkah implementasi tersendiri. Sesuai dengan namanya model Think Pair and Share diawali dengan proses berpikir (Think) dilanjutkan dengan belajar bersama melalui proses berpasangan (Pair) kemudian diakhiri dengan kegiatan bertukar informasi (Share).

Dalam implementasinya, ada langkah-langkah yang harus dilakukan saat menerapkan pembelajaran dengan model Think Pair and Share. Menurut Suprijono ( 2012: 91) menguraikan bahwa:

Seperti namanya “ Thinking” pembelajaran ini diawali dengan guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk dipikirkan oleh peserta didik. Guru member kesempatan kepada mereka untuk memikirkan jawabannya.

Selanjutnya, “Pairing” pada tahap ini guru meminta peserta didik berpasang-pasangan. Beri kesempatan kepada pasangan-

pasangan itu untuk berdiskusi. Diharapkan diskusi ini dapat memperdalam makna dari jawaban yang telah dipikirkan melalui intersubjektif dengan pasangannya. Hasil diskusi intersubjektif di tiap-tiap pasangan hasilnya dibicarakan dengan pasangan seluruh kelas. Tahap ini dikenal dengan “ Sharing”.

Pendapat tersebut menjelaskan langkah-langkah penerapan model TPS dalam pembelajaran yaitu 1) guru memberikan pertanyaan untuk dipikirkan siswa, 2) siswa diberi waktu untuk memikirkan jawabannya, 3)

Siswa berdiskusi dengan pasangan tentang hasil pemikirannya, 4) menyampaikan hasil diskusi berpasangan kepada teman sekelas.

2.1.3.3. Kelebihan dan Kekurangan Model Think Pair and Share

Model pembelajaran kooperatif TPS merupakan model pembelajaran dengan langkah yang sederhana tetapi efektif digunakan dalam pembelajaran. Fogarty dan Robin ( Daryanto, 2014: 38) menyatakan bahwa model TPS memiliki beberapa keuntungan diantaranya : a) mudah dilaksanakan dalam kelas besar, b) memberikan waktu kepada siswa untuk merefleksikan isi materi pelajaran, c) memberikan waktu kepada siswa untuk melatih mengeluarkan pendapat sebelum berbagi dengan kelompok kecil atau kelas secara keseluruhan. Dan d) meningkatkan kemampuan penyimpanan jangka panjang dari isi materi pelajaran. Uraian tersebut semakin dikuatkan oleh Anita Lie ( dalam Daryanto, 2014: 38) yang menyatakan bahwa dengan model pembelajaran klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa maju dan membagikan hasilanya untuk seluruh kelas, model pembelajaran kooperatif TPS ini member kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi ini kepada orang lain.

Kekurangan model pembelajaran TPS adalah 1) jika anak dalam sebuah pasangan memiliki sikap suka mendominasi, maka kegiatan diskusi tidak akan efektif , 2) Membutuhkan waktu yang lama untuk menganalisis hasil diskusi dari tiap pasangan kelompok.

2.1.4. Hasil belajar

2.1.4.1. Definisi Hasil Belajar

Belajar merupakan kebutuhan manusia dalam memahami setiap hal yang ada dalam kehidupannya. Gagne ( dalam Agus Suprijono, 2012: 2) menyatakan bahwa belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah. Dari pendapat tersebut, dapat kita lihat bahwa belajar itu bukan bersifat alamiah tetapi merupakan hal yang disengaja dengan tujuan tertentu.

Proses belajar tentunya membawa perubahan. Perubahan dapat ditunjukan melalui perilaku misalnya dari yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu, tidak bisa menjadi bisa dan yang salah menjadi benar.

Belajar itu dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan itulah yang disebut dengan hasil belajar. Menurut Sudjana (dalam Kunandar, 2014: 62) menjelaskan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah menerima pengalaman belajarnya. Pendapat tersebut menegaskan bahwa hasil belajar adalah apa yang diperoleh peserta didik setelah melakukan proses belajar.

Selanjutnya, menurut Agus Suprijono (2012: 5) menyatakan bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan-keterampilan. Jadi hasil belajar merupakan perubahan yang terjadi pada diri individu baik dalam hal sikap, pengetahuan dan keterampilan yang terjadi akibat proses belajar.

Pendapat lain juga menyatakan hal serupa. Menurut Syamsudin (dalam Heni Mularsih, 2010: 66) menyatakan bahwa perbuatan dan hasil belajar itu dapat dimanifestasikan dalam wujud (1) pertambahan materi pengetahuan yang berupa fakta; informasi, prinsip atau hukum atau kaidah prosedur atau pola kerja atau teori sistem nilai-nilai dan sebagainya, (2) penguasaan pola-pola perilaku kognitif (pengamatan) proses berpikir; mengingat atau mengenal kembali, perilaku afektif (sikap-sikap apresiasi, penghayatan, dan sebagainya); perilaku psikomotorik (keterampilan- keterampilan psikomotorik termasuk yang bersifat ekspresif), dan (3) perubahan dalam sifat-sifat kepribadian baik yang tangible maupun intangible. Syamsudin menegaskan bahwa hasil belajar itu mencakup adanya perubahan pada 3 ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotor yang mengacu pada adanya pertambahan dan peningkatan pada pengetahuan, sikap dan keterampilan.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah menguraikan tentang hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan yang didapatkan melalui proses belajar yang bukan bersifat alamiah tetapi Berdasarkan beberapa pendapat yang telah menguraikan tentang hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan yang didapatkan melalui proses belajar yang bukan bersifat alamiah tetapi

2.1.4.2. Hasil Belajar IPA

IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang memerlukan kemampuan anak dalam melihat alam sekitarnya. Dalam Standar Isi SD dijelaskan bahwa “Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alamsecara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. ” Sehingga siswa harus memehami konsep dari pengalaman belajar yang sudah dilakukan saat pembelajaran IPA. Hasil belajar pada mata pelejaran IPA ada 3 jenis yaitu hasil belajar kognitif yang berkaitan dengan pengetahuan anak dalam pemahaman konsep, hasil belajar psikomotor yang berkaitan dengan keterampilan anak dalam melakukan aktivitas belajar di kelas dan yang terakhir adalah hasil belajar afektif yaitu sikap yang ditunjukkan anak saat pembelajaran berlangsung.

2.1.4.3. Ciri-ciri Perubahan Tingkah Laku dalam Belajar

Dalam belajar, seseorang pastinya akan mengalami perubahan- perubahan dalam tingkah laku. Perubahan yang terjadi kadang tampak dan tidak tampak. Slameto (2013: 3) menyatakan bahwa enam ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam belajar, diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Perubahan terjadi secara sadar Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya.

2) Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis.

3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya.

4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap.

5) Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.

6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan , pengetahuan, dan sebagainya.

Jadi perubahan dalam belajar itu mencakup keseluruhan aspek sikap dan tingkah laku seseorang. Perubahan tersebut bersifat menetap dan memiliki tujuan yang jelas. Kemampuan dan pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar tersebut bersifat tetap dan justru akan semakin berkembang jika proses belajar terus dilakukan.

2.1.4.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Belajar merupakan aktivitas yang harus dilakukan siswa sebagai sebuah kebutuhan. Belajar harus dilakukan siswa secara sadar tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi siswa untuk belajar. Slameto (2013: 54-72) mengklasifikasi faktor yang mempengaruhi belajar menjadi dua golongan yaitu faktor intern dan faktor ekstern.

a) Faktor Intern Adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor intern yang mempengaruhi belajar yaitu: 1) faktor jasmaniah yang terdiri dari kesehatan dan cacat tubuh. 2) Faktor psikologi yang terdiri dari tingkat intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan. 3) Faktor yang selanjutnya adalah faktor kelelahan.

b) Faktor Ekstern Adalah faktor yang ada di luar individu yang sedang belajar. Faktor ekstern yang mempengaruhi belajar yaitu: 1) faktor keluarga misalnya cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga. 2) faktor sekolah misalnya relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, metode mengajar, kurikulum, disiplin sekolah, alat pelajaran,waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah. 3) Faktor masyarakat misalnya kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergau dan bentuk kehidupan masyarakat.

2.1.5. Sintak Penerapan Pendekatan Saintifik melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning

Berdasarkan landasan teori tentang langkah pendekatan saintifik dan model Problem Based Learning (PBL) dapat disusun sintak atau langkah pembelajaran sebagai berikut :

Tabel 2

Sintak pendekatan saintifik dan model PBL Pendekatan Saintifik

Model PBL

1. Mengamati

Tahap 1. Pengenalan materi atau pemberian konsep awal oleh guru

2. Menanya

Tahap 2. Guru membimbing siswa dalam mendefinisikan masalah

3. Mengumpulkan informasi

Tahap 3. Guru mengorganisasi siswa untuk belajar . Tahap 4. Guru membimbing penyelidikan individu / kelompok.

4. Mengasosiasi/menalar

Tahap 5 Guru membimbing siswa melakukan analisis hasil investigasi atau penyelidikan.

5. Mengkomunikasikan

Tahap 6 Guru membimbing siswa membuat hasil karya berupa laporan, gambar dll lalu menampilkannya di dalam kelas.

Tabel 3 Sintak Pendekatan Saintifik Melalui Model PBL

Pendekatan Saintifik Melalui Aktivitas Guru Model Problem Based Learning

Fase Mengamati

Guru memberikan konsep dasar, Tahap 1.

petunjuk, referensi yang diperlukan Pemberian informasi awal

dalam pembelajaran tersebut. Dalam hal ini guru dapat menggunakan media

bisa membantu mengarahkan pemahaman siswa.

yang

Fase Menanya

menyampaikan skenario Tahap 2.

Guru

kemudian siswa Orientasi siswa pada masalah

permasalahan

mengungkapkan pendapat, ide, dan tanggapan terhadap permasalahan tersebut melalui kegiatan tanya jawab.

Guru memfasilitasi peserta didik Tahap 3.

Fase Mengumpulkan Informasi

mencari berbagai sumber yang dapat Mengorganisasi siswa untuk

memperjelas isu yang sedang belajar

diinvestigasi melalui membaca buku, berdiskusi dll.

Tahap 4 Guru memfasilitasi siswa untuk Membimbing penyelidikan

investigasi atau individu dan kelompok

melakukan

penyelidikan untuk memecahan masalah yang telah diberikan dengan berdasarkan pada informasi yang sudah dikumpulkan.

Fase Mengasosiasikan

Guru membimbing siswa dalam Tahap 5.

menganalisis hasil investigasi yang Menganalisis dan mengevaluasi telah dilakukan dan menyusun proses pemecahan masalah

kesimpulan dengan berdiskusi dalam kelompoknya untuk mengklarifikasi capaiannya dan merumuskan solusi dari permasalahan kelompok.

Guru membimbing siswa dalam Tahap 6.

Fase Mengkomunikasikan

presentasi hasil Mengembangkan hasil karya dan investigasi atau diskusi kelompok. Menyajikan hasil karya

melakukan

Tabel 4 Sintak Pendekatan Saintifik Melalui Model PBL Dalam Standar Proses

Pendekatan Saintifik Melalui

Standar

Kegiatan guru dalam pembelajaran Based Learning

Model Problem

Proses

1. Guru memastikan kesiapan ruang kelas, media dan alat peraga.

2. Guru menyiapkan siswa dalam kondisi siap belajar.

Kegiatan 3. Guru melakukan komunikasi tentang

Awal

kehadiran peserta didik. 4. Guru melakukan apersepsi untuk

mengarahkan siswa pada materi.

5. Guru

menyampaikan tujuan

pembelajaran.

Fase Mengamati

mengarahkan siswa untuk Tahap 1.

Kegiatan 1. Guru

mengamati objek berupa gambar/ video Pemberian

Inti

atau media lain sesuai materi. informasi awal

2. Guru bertanya jawab dengan siswa membangun pengetahuan awal siswa.

menyampaikan garis besar informasi tentang keterkaitan media dengan materi

3. Guru

Fase Menanya

4. Guru memberikan sebuah pertanyaan / Tahap 2.

permasalahan kepada siswa untuk Orientasi

siswa diselesaikan baik secara individu maupun pada masalah

kelompok.

Fase

5. Guru mengkondisikan siswa dalam

Mengumpulkan

kegiatan belajar individu atau kelompok.

Informasi

6. Guru mengarahkan siswa untuk mencari Tahap 3.

sumber-sumber materi baik dari buku Mengorganisasi

maupun sumber lain. siswa untuk belajar Tahap 4

7. Guru membimbing baik individu maupun Membimbing

kelompok dalam menyelesaikan penyelidikan

persoalan melalui kegiatan investigasi. individu

dan kelompok

Fase

8. Guru membimbing tiap kelompok dalam

Mengasosiasikan

melakukan analisis hasil investigasi Tahap 5.

persoalan yang sedang Menganalisis dan

terhadap

dipecahkan.

mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Fase

9. Guru

membimbing siswa dalam

Mengkomunikasi

menyusun hasil diskusi dalam sebuah

hasil karya berupa laporan, gambar dll. Tahap 6.

kan

memfasilitasi siswa dalam Mengembangkan

10. Guru

melakukan presentasi di dalam kelas hasil karya dan

11. Guru melakukan penilaian terhadap hasil Menyajikan hasil

diskusi kelompok/individu karya Kegiatan 1. Guru melakukan refleksi terhadap

Akhir

pembelajaran. 2. Guru bertanya jawab hal-hal yang belum

dipahami siswa. 3. Guru memandu siswa dalam mencatat

informasi-informasi

penting dalam

pembelajaran. 4. Guru menutup pelajaran.

2.1.6. Sintak Penerapan Pendekatan Saintifik melalui Model Pembelajaran Think Pair and Share

Tabel 5

Sintak pendekatan saintifik dan model TPS

Pendekatan Saintifik Model Think Pair and Share

1. Mengamati

Tahap 1. Menyampaikan pertanyaan bahan diskusi

2. Menanya

3. Mengumpulkan informasi Tahap 2.

Berpikir individu

4. Mengasosiasi / menalar

Tahap 3 Berdiskusi berpasangan

5. Mengkomunikasikan

Tahap 4. Mengkomunikasikan hasil diskusi berpasangan

Tabel 6 Sintak Pendekatan Saintifik Melalui Model TPS

Pendekatan Saintifik Melalui Aktivitas Guru Model Think Pair and Share

Fase Mengamati

Guru menyampaikan sekilas materi Tahap 1

melalui sumber yang ada baik buku atau Menyampaikan sekilas materi

gambar. Dalam hal ini guru juga dapat dengan media tertentu.

menggunakan

media yang bisa membantu mengarahkan pemahaman siswa.

Fase Menanya

Guru menyampaikan pertanyaan yang Tahap 2

terkait materi untuk terlebih dahulu Menyampaikan

pertanyaan dipikirkan jawabannya oleh anak secara

bahan diskusi mandiri.

Fase Mengumpulkan

Guru memandu anak untuk berpikir

secara mandiri dalam menjawab Tahap 3

Informasi

pertanyaan yang diberikan. Guru juga Anak berpikir secara individu

memfasilitasi peserta didik menggunakan berbagai sumber yang dapat dijadikan bahan untuk menjawab pertanyaan.

Fase Mengasosiasikan

Guru membentuk anak dalam Tahap 4

kelompok berpasangan, lalu anak Berdiskusi dalam kelompok mendiskusikan hasil pemikirannya berpasangan.

dalam menjawab pertanyaan. Siswa dalam kelompok menganalisis pemikiran temannya apakah sudah tepat atau belum. Siswa menyusun kesimpulan kelompok terhadap pertanyaan yang diberikan guru sesuai hasil diskusinya bersama teman.

Guru memfasilitasi siswa dalam Tahap 5

Fase Mengkomunikasikan

menyampaikan hasil diskusi kelompok Mengkomunikasikan

hasil berpasangan kepada teman di kelas. diskusi

Tabel 7 Sintak Pendekatan Saintifik Melalui Model Think Pair and Share Dalam Standar Proses

Pendekatan Saintifik

Standar

Melalui Model Think Aktivitas guru dalam pembelajaran

Proses

Pair and Share

1. Guru memastikan kesiapan ruang kelas, media dan alat peraga.

2. Guru menyiapkan siswa dalam kondisi siap belajar.

Kegiatan

3. Guru

melakukan komunikasi

Awal

tentang kehadiran peserta didik.

4. Guru melakukan apersepsi untuk mengarahkan siswa pada materi.

5. Guru

menyampaikan tujuan

pembelajaran.

Fase Mengamati dan Kegiatan 1. Guru menyampaikan sekilas materi

menanya

melalui sumber yang ada baik buku

Inti

Tahap 1

atau gambar.

2. Guru menunjukkan media berupa sekilas materi dengan

Menyampaikan

gambar/bacaan/video yang media tertentu.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelaksanaan Supervisi Klinis Kepala Sekolah untuk Meningkatkan Kinerja Guru dalam Mengelola Pembelajaran di SD Kanisius Temanggung

0 0 20

BAB IV - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelaksanaan Supervisi Klinis Kepala Sekolah untuk Meningkatkan Kinerja Guru dalam Mengelola Pembelajaran di SD Kanisius Temanggung

0 0 26

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelaksanaan Supervisi Klinis Kepala Sekolah untuk Meningkatkan Kinerja Guru dalam Mengelola Pembelajaran di SD Kanisius Temanggung

0 0 167

Hasil Supervisi Klinis Siklus I NO Nama Kelas Nilai Kategori Siklus I

1 1 158

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Make a Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri Sraten

0 0 13

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Make a Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri Sraten

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Make a Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri Sraten

0 0 25

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Make a Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri Sraten

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Make a Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri Sraten

0 0 96

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Bahasa Indonesia dengan Metode Team Games Tournament Berbantuan Media Kartu Kata

0 0 15