PENGARUH PERSEPSI KUALITAS DAN KEPUASAN

Conference on Management and Behavioral Studies (CMBS) 2014
Program Studi S-1 manajemen Bisnis Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara
Jakarta, 29 Oktober 2014
ISSN NO: 978-602-71601-0-1

PENGARUH PERSEPSI KUALITAS DAN KEPUASAN PELANGGAN
TERHADAP LOYALITAS MEREK: ORIENTASI PELANGGAN SEBAGAI
VARIABEL MODERASI

Sherly Eria1 dan Sabrina O. Sihombing2
Universitas Pelita Harapan

e-mail: sherlyeria@gmail.com dan sabrinasihombing@gmail.com

Abstrak
Today, cosmetic and personal care industry has been growing rapidly. Not only that, competitors also appear
to offer a variety of cosmetic products. Cosmetic and body care companies must figure out how to satisfy
customers and improve the perception of quality in order to increase brand loyalty. In addition, companies
can use customer orientation as a moderating effect in increasing loyalty. Research on customer orientation
has been done. However, there is still little research on the effects of customer orientation as a moderating
effect. Therefore, researcher will use a customer orientation as a moderating effect. This study replicates the

study of Ha and Park (2012) based on a model that will be used in research. The variables that were analyzed
in the form of customer satisfaction, perception of quality, customer orientation, and brand loyalty. The
sample was selected by judgmental sampling. Questionnaires were distributed solely by the researcher to 160
respondents. 160 freshmen and sophomores UPH who answered this questionnaire is a customer of The Body
Shop. The data obtained will be used to analyze the hypothesis. Moderation hypothesis testing using multiple
regression and structural equation modeling. The data support the hypothesis 4 of 5 existing hypotheses.
From this research, providing information on customer orientation effect on perceived quality on brand
loyalty. This study also provides theoretical implications, managerial implications, and suggestions for
further research.

Keywords: perceived quality, customer satisfaction, brand loyalty, customer orientation, cosmetic industry

PENDAHULUAN
Di era yang modern saat ini tingkat kebutuhan akan mempercantik dan merawat diri
bertambah tinggi. Hal ini terlihat dari peningkatan penjualan produk kecantikan setiap
tahunnya. Dengan meningkatnya penjualan produk kosmetik dan perawatan tubuh, hal ini
menuntut produsen seperti The Body Shop untuk terus berkompetisi. Kekuatan merek The
Body Shop selama ini ditopang oleh konsumennya yang loyal, yang peduli terhadap
kelestarian lingkungan (www.swa.co.id).
Konsumen yang loyal harus terus dijaga. Hal ini berkaitan dengan persepsi kualitas

dan kepuasan pelanggan. Pada penelitian sebelumnya, menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang erat antara persepsi kualitas dan kepuasan pelanggan dalam menciptakan
loyalitas merek (Ha dan Park, 2012).
Kepuasan pelanggan berhubungan pada persepsi kualitas. Hubungan antara
kepuasan pelanggan dan persepsi kualitas memberikan efek yang baik dalam memprediksi
loyalitas merek (Ha dan Park, 2012). Persepsi kualitas adalah penaksiran global
1

Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Pelita Harapan

2

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Pelita Harapan

Conference on Management and Behavioral Studies (CMBS) 2014
Program Studi S-1 manajemen Bisnis Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara
Jakarta, 29 Oktober 2014
ISSN NO: 978-602-71601-0-1

berdasarkan persepsi konsumen yang merupakan kualitas dari sebuah produk dan seberapa

baik tingkat merek tersebut (Keller, 2008, hal. 195). Dengan memiliki persepsi kualitas
yang positif dari pelanggan akan memberikan reputasi yang baik bagi perusahaan. Maka
sebuah merek harus dapat memunculkan persepsi yang unggul dari merek yang lain
dibenak pelanggan. Orientasi pelanggan yang tinggi dalam pelayanan dapat menyebabkan
meningkatkannya kepuasan pelanggan dan juga akan membantu organisasi untuk
mengembangkan hubungan jangka panjang dengan pelanggan (Ghorbani et al., 2012).
Merek penting untuk dipahami. Penelitian mengenai loyalitas merek sudah banyak
dilakukan (sebagai contoh: Kuenzel dan Halliday, 2010; Dehdashti, Kenari, dan
Bakhshizadeh, 2012; Lin dan Lee, 2012; Hameed, 2013; Eryigit, 2013; dan Azad 2014).
Akan tetapi, masih sedikit penelitian empiris dalam memahami pengaruh orientasi
pelanggan terhadap loyalitas merek (Appiah-Adu dan Singh, 1998 dan Dean, 2002, dikutip
oleh Ha dan Park, 2012). Terlebih lagi, jarang penelitian yang menggunakan orientasi
pelanggan sebagai variabel moderasi dalam memahami loyalitas (Ha dan Park, 2012). Ha
dan Park (2012) mengatakan bahwa penelitiannya membutuhkan sebuah variabel yang
memiliki efek moderasi untuk diuji hubungannya dengan loyalitas merek. Hal ini
disebabkan sedikitnya penelitian empiris mengenai efek moderasi bagi loyalitas merek (Ha
dan Park, 2012).
Pemahaman variabel moderasi adalah penting. Hal ini karena variabel tersebut
memberikan efek tidak tentu yang kuat terhadap hubungan antara variabel independen dan
dependen (Sekaran dan Bougue, 2013, hal 89). Variabel moderasi ini muncul dalam

modifikasi hubungan yang asli antara variabel dependen dan independen. Aguinis
menunjukkan bahwa adanya variabel moderasi memiliki implikasi pada teori dan praktis.
Dikarenakan variabel moderasi menyediakan informasi mengenai batasan hubungan yang
menjadi ketertarikan (Aguinis, 2004, hal. 4). Variabel moderasi menjelaskan kapan dan
dalam kondisi apa suatu independen mempengaruhi dependennya (Aguinis, 2004, hal. 5).
Selain itu, pentingnya variabel moderasi adalah untuk menjelaskan bagaimana dan
mengapa efek moderasi tersebut dapat muncul disuatu hubungan (Aguinis, 2004, hal. 5).
TINJAUAN LITERATUR
Persepsi kualitas dan Kepuasan Pelanggan
Persepsi kualitas mengacu pada penilaian konsumen terhadap keseluruhan keunggulan dari
sebuah merek, relatif terhadap pengganti (Zeithaml, 1988 dalam Broyles, Thomas, Forman,
dan Leingpibul, 2009). Persepsi kualitas adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan
keunggulan superioritas suatu produk dibandingkan dengan alternatif lain (Keller, 2008,
hal. 195). Dalam banyak konteks persepsi kualitas sebuah merek dapat menjadi alasan
penting. Hal ini dapat dilihat dalam pembelian serta merek mana yang akan
dipertimbangkan pelanggan yang pada gilirannya akan mempengaruhi pelanggan dalam
memutuskan merek yang akan dibeli setelah pelanggan puas dengan merek (Elviyanti,
2013)
Kepuasan pelanggan didefinisikan sebagai perasaan pelanggan yang senang atau
kekecewaan yang dihasilkan dari perbandingan persepsi pelanggan terhadap kinerja suatu

produk (atau hasil) dengan harapan pelanggan (Keller, 2008, hal 164). Dalam
mempertahankan kepuasan pelanggan bukanlah hal yang mudah, tetapi harus dapat di jaga
dan dipertahankan oleh perusahaan agar pelanggan tetap setia pada merek perusahaan.
Pelanggan yang merasa puas secara positif mempengaruhi arus kas perusahaan. Jika
dirasakan kinerja kurang dari yang diharapkan, pelanggan tidak akan puas. Di sisi lain, jika
kinerja yang dirasakan melebihi harapan, pelanggan akan puas. Kepuasan pelanggan
berhubungan pada persepsi kualitas. Hubungan antara kepuasan pelanggan dan persepsi

Conference on Management and Behavioral Studies (CMBS) 2014
Program Studi S-1 manajemen Bisnis Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara
Jakarta, 29 Oktober 2014
ISSN NO: 978-602-71601-0-1

kualitas memberikan efek yang baik dalam memprediksi loyalitas merek (Ha dan Park,
2012). Maka, hipotesis yang terbentuk:
Hipotesis 1: Terdapat hubungan positif antara persepsi kualitas dan kepuasan pelanggan
Persepsi kualitas dan loyalitas merek
Dalam banyak konteks persepsi kualitas sebuah merek dapat menjadi alasan penting. Hal
ini dapat dilihat dalam pembelian serta merek mana yang akan dipertimbangkan pelanggan
yang pada gilirannya akan mempengaruhi pelanggan dalam memutuskan merek yang akan

dibeli (Elviyanti, 2013). Persepsi kualitas harus mencerminkan dan merefleksikan produk
yang sesuai dengan kualitasnya. Persepsi kualitas terhadap keseluruhan dari suatu produk
dapat menentukan nilai dari produk dan berpengaruh langsung kepada keputusan
pembelian dan loyalitas konsumen terhadap suatu merek (Elviyanti, 2013).
Loyalitas merek dapat didefinisikan sebagai ukuran dari kesetiaan konsumen
terhadap suatu merek (Rangkuti, 2004, hal. 60). Loyalitas merek dikonseptualisasikan
sebagai konstruk multidimensi yaitu sebagai dimensi perilaku dan dimensi sikap (Eryigit,
2013).
Loyalitas merek pada dimensi sikap. Pada dimensi sikap, loyalitas merek berfokus
pada dasar kognitif loyalitas dan mengisolasi pembelian didorong oleh sikap yang kuat dari
pembelian karena kendala situasional. Loyalitas merek pada dimensi sikap juga dipandang
sebagai tingkat psikologis dan sikap pelanggan terhadap organisasi (Rauyruen dan Miller,
2007, dikutip oleh Jaiswal dan Niraj, 2007). Dengan demikian, loyalitas merek pada sikap
meliputi kata positif dari mulut, kemauan untuk merekomendasikan kepada orang lain dan
mendorong orang lain untuk menggunakan produk dan jasa perusahaan (Zeithaml et al.,
1996, dikutip oleh Jaiswal dan Niraj, 2004). Sedangkan loyalitas merek pada dimensi
perilaku memastikan bahwa loyalitas pelanggan terhadap merek dapat diubah menjadi
perilaku pembelian aktual (Cheng, 2011). Loyalitas merek pada perilaku berarti pembelian
kembali konsumen perilaku atau kehebatan dari merek tertentu (Russell-Bennett et al.,
2007, dikutip oleh Cheng, 2011).

Loyalitas merek memiliki dua dimensi. Pada penelitian ini menggunakan loyalitas
merek pada dimensi sikap. Alasan penggunaan loyalitas merek pada dimensi sikap karena
untuk mengukur komitmen pelanggan secara psikologis (Eryigit, 2013) dan untuk
mengetahui apakah pelanggan memberitahukan sisi positif dari perusahaan kepada yang
lain (Cheng, 2011). Maka, hipotesis yang terbentuk:
Hipotesis 2: Terdapat hubungan positif antara persepsi kualitas dan loyalitas merek
Kepuasan pelanggan dan loyalitas merek
Sejumlah studi empiris menunjukkan bahwa kepuasan adalah pendahuluan sikap merek,
niat untuk membeli merek kembali, dan sikap loyalitas merek untuk ritel pelayanan
konsumen (sebagai contoh: Oliver, 1980; Pritchard et al., 1999; Russell-Bennett et al.,
2007, dikutip dalam Ha dan Park, 2012). Hubungan antara kepuasan pelanggan dan
loyalitas merek menurut penelitian Ha dan Park (2012) terdapat hubungan yang signifikan.
Beberapa penelitian yang membuktikan dua variabel ini berhubungan (Darsono dan
Junaedi, 2006; Chaudhry, Zaheer, Rehman, Ali, dan Akbar, 2011; Auka, 2012; Nezakati,
2013; Hameed, 2013; dan Ha dan John, 2010). Maka, hipotesis yang terbentuk:
Hipotesis 3: Terdapat hubungan positif antara kepuasan pelanggan dan loyalitas merek

Conference on Management and Behavioral Studies (CMBS) 2014
Program Studi S-1 manajemen Bisnis Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara
Jakarta, 29 Oktober 2014

ISSN NO: 978-602-71601-0-1

Moderasi orientasi pelanggan
Perusahaan berusaha untuk meningkatkan loyalitas merek yang sangat sensitif
terhadap reaksi pasar dengan penawaran layanan, karena reaksi-reaksi tersebut tentang
bagaimana cara terbaik untuk memenuhi tingkat kualitas layanan. Sebagai reaksi-reaksi
tersebut tercermin dalam orientasi pelanggan, jika perusahaan berniat memenuhi keinginan
terdalam dari pelanggan saat ini dan pelanggan baru, mengacu pada langkah-langkah
orientasi pelanggan (Zhu dan Nakata, 2007, dikutip oleh Ha dan Park, 2012) untuk
memantau seberapa baik hubungan antara kualitas pelayanan dan loyalitas merek tercapai.
Dapat dikatakan bahwa pelanggan yang merasa tingkat kinerja karyawan perusahaan yang
tinggi akan mengevaluasi kualitas keseluruhan yang diberikan oleh karyawan dan
kemudian, mereka membentuk niat mereka untuk tinggal atau pembelian kembali dengan
merek (Ha dan Park, 2012). Hubungan antara kepuasan pelanggan dan loyalitas merek
yang dimoderasi oleh orientasi pelanggan. Maka dari itu muncullah hipotesis :
Hipotesis 4: Orientasi pelanggan memoderasi hubungan antara kepuasan pelanggan dan
loyalitas merek secara positif.
Bagaimana suatu organisasi mengadopsi orientasi pelanggan dengan pemahaman
pemurnian kinerja pasar, sementara pendekatan lain adalah untuk mengatasi peran
orientasi pelanggan (Ha dan Park, 2012). Orientasi pelanggan diterjemahkan menjadi hasil

persepsi kinerja pelayanan dan perilaku. Namun, jika perusahaan merasa hubungan antara
kepuasan dan loyalitas adalah ambigu, perusahaan mungkin meningkatkan loyalitas merek
ketika pelanggan mendapatkan keuntungan dari tingkat praktis tinggi karyawan perusahaan
(Ha dan Park, 2012). Akibatnya, mereka mungkin tetap "terkunci" dengan merek yang
sama oleh kesediaan mereka untuk tinggal atau pembelian kembali. Salah satu alasannya
adalah bahwa pelanggan merasa bahwa perusahaan menawarkan nilai yang lebih besar
dalam produk dan layanan (Ha dan Park, 2012). Sebagai pelanggan yang puas dan
mungkin setia, gagasan keunggulan posisional menunjukkan bahwa koresponden orientasi
pelanggan yang lebih besar dengan penguatan hubungan antara kepuasan dan loyalitas (Ha
dan Park, 2012). Hubungan antara persepsi kualitas dan loyalitas merek yang dimoderasi
oleh Orientasi pelanggan. Berdasarkan penelitian sebelumnya, maka dibangun hipotesis :
Hipotesis 5: Orientasi pelanggan memoderasi hubungan antara persepsi kualitas dan
loyalitas merek secara positif.

Model Penelitian

Conference on Management and Behavioral Studies (CMBS) 2014
Program Studi S-1 manajemen Bisnis Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara
Jakarta, 29 Oktober 2014
ISSN NO: 978-602-71601-0-1


Kepuasan
Kepuasan
Pelanggan
Pelanggan
Konsumen

H3
H4

H1

Orientasi
Orientasi
Pelanggan
Pelanggan
H5

Loyalitas
Loyalitas

Merek
Merek

Persepsi
Persepsi
Kualitas
Kualitas

METODE
Obyek Penelitian: The Body Shop merupakan produsen produk kecantikan yang gencar
pada respek terhadap lingkungan. Banyak sekali kampanye yang diselenggarakan dalam
mengajak konsumen untuk menjaga lingkungan, seperti tidak dilakukannya uji produk
pada binatang dan penggunaan kemasan daur ulang. Maka dari itu, objek penelitian yang
dipilih dalam penelitian ini adalah The Body Shop Supermall Karawaci. Objek ini dipilih
karena The Body Shop merupakan gerai produk perawatan tubuh yang terbilang sangat
gencar dalam menjaga lingkungan dan menggunakan bahan 100% alami (www.swa.co.id).
Selain itu juga memiliki banyak varian produk agar dapat memenuhi keinginan konsumen
(www.swa.co.id).
Tipe Penelitian. Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif atau prediktif. Penelitian
deskriptif adalah dilakukan untuk memastikan dan dapat menggambarkan karakteristik dari
variabel yang menjadi kepentingan dalam suatu situasi (Sekaran dan Bougie, 2013). Alasan
penggunaan karena membantu pada saat untuk mengerti karakteristik dari sebuah grup
pada situasi yang diberikan, dapat berpikir sistematik tentang aspek – aspek yang diberikan
pada situasi tertentu, dan memberikan penyelidikan dan penelitian lebih lanjut (Sekaran
dan Bougie, 2013).
Skala Pengukuran. Penelitian ini menggunakan skala interval untuk mengukur jawaban
dari responden. Dalam penelitian ini menggunakan skala Likert 5 poin yang terdiri dari 1
(sangat tidak setuju), 2 (tidak setuju), 3 (netral), 4 (setuju), dan 5 (sangat tidak setuju).
Alasan penggunaan skala Likert 5 poin adalah yang pertama jika menggunakan skala yang
besar kategorinya (seperti: 7 atau 9 kategori) akan membuat bingung responden dalam
memberikan respon untuk sebuah pernyataan disetiap kategori yang memiliki sedikit
perbedaan (Malhotra, 2010, hal. 276). Yang kedua adalah dengan menggunakan 5 poin
maka akan memberikan responden pilihan netral dan tidak membatasi pilihan responden.
Yang ketiga adalah dengan adanya peringkat 3 “netral” pada sebuah kuesioner, akan
membuat responden tidak merasa extremis dalam memberikan jawaban (Malhotra, 2010,
hal. 276).
Teknik Pengumpulan Data. Data didapat dengan menyebarkan kuisioner. Alasan peneliti
memilih data primer karena peneliti memilih data primer karena menghasilkan data lebih

Conference on Management and Behavioral Studies (CMBS) 2014
Program Studi S-1 manajemen Bisnis Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara
Jakarta, 29 Oktober 2014
ISSN NO: 978-602-71601-0-1

akurat dibandingkan dengan data sekunder, peneliti memilih data primer karena biaya
terjangkau dan kemudahan data yang didapat, dan peneliti memilih data primer karena
adanya kecocokan jawaban dengan masalah penelitian (Churchill dan Iacobucci, 2005).
Desain Sampel. Desain sampling yang akan digunakan adalah non-probability sampling
yang merupakan penemuan sampel dari penelitian yang tidak bisa secara menyeluruh
untuk populasi (Sekaran dan Bougie, 2013, hal. 245). akan digunakan teknik pengambilan
sampel dengan purposive sampling atau judgemental sampling yang berarti sampel-sampel
yang dibatasi untuk orang-orang tertentu yang bisa menyediakan informasi sesuai dengan
topik penelitian (Sekaran dan Bougie, 2013, hal. 252). Teknik ini dipilih berdasarkan
responden yang terpilih karena memenuhi kriteria tertentu yang disesuaikan dengan topik
penelitian. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut pernah membeli produk The Body Shop
Supermall Karawaci dan berusia lebih dari 18 tahun dengan asumsi dianggap dewasa dan
mampu membuat keputusan sendiri. Alasan pemilihan non-probability sampling
(judgement sampling) adalah satu-satunya cara yang baik untuk menginvestigasi, menjadi
kurang sadar tentang generalisasi daripada memperoleh beberapa informasi awal dengan
cara cepat dan murah, dan ketika ada populasi terbatas yang dapat menyediakan informasi
yang dibutuhkan (Sekaran dan Bougie, 2013, hal. 254).
Jumlah Sampel. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 160
responden. Ada empat alasan utama dalam menentukan jumlah sampel. Pertama, pengujian
SEM dengan metode Maximum Likelihood akan efektif pada jumlah sampel antara 150
responden sampai 400 responden (Santoso, 2014, hal. 74). Kedua, syarat pengujian SEM
adalah jika indikator berjumlah tiga atau lebih, maka jumlah sampel 100-150 data sudah
dianggap memadai (Santoso, 2014, hal. 74). Ketiga, Roscoe (1975) mengatakan bahwa
aturan dalam menetapkan jumlah sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 responden
adalah jumlah yang tepat dan ideal dalam penelitian (Sekaran dan Bougie, 2013).
Keempat, rule of thumb mengatakan bahwa 80 responden memenuhi syarat penelitian
(Sekaran dan Bougie, 2013).
Pre-test. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa responden memahami kuesioner
tersebut sehingga tidak ada penafsiran yang berbeda pada responden untuk setiap
pertanyaan kuesioner. Studi pendahuluan guna untuk mengetahui apakah instrument di
dalam kuesioner reliabilitas dan validitas tercapai. Pre-test menggunakan 50 responden.
Hasil uji keandalan penelitian pendahuluan dengan 50 responden menunjukkan bahwa nilai
Cronbach Alpha tiap variabel berkisar 0,727 sampai 0,887 dan nilai untuk corrected itemtotal correlation berkisar dari 0,377 sampai 0,840. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa indikator-indikator penelitian ini andal karena nilai Cronbach Alpha lebih besar dari
0,7 dan untuk corrected item-total correlation lebih besar dari 0,3. Hasil validitas memiliki
korelasi yang tinggi, yaitu tidak lebih dari 1 dan berkumpul pada salah satu komponen,
maka tercapainya validitas konverjen dan diskriminan. Nilai validitas studi pendahuluan
berkisar antara 0,566 sampai 0,958.
Pengujian Hipotesis. Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan moderasi regresi
berganda dan structural equation modeling. Moderasi regresi berganda adalah prosedur
inferensial dimana terdapat perbandingan diantara dua perbedaan least square rumusan
regresi (Aguinis, 2004, hal. 4). Alasan penggunaan moderasi regresi berganda adalah
peneliti dapat membuat kesimpulan atas suatu efek dari moderasi yang muncul pada
populasi berdasarkan data sampel, MMR telah diketahui sebagai teknik yang tepat untuk

Conference on Management and Behavioral Studies (CMBS) 2014
Program Studi S-1 manajemen Bisnis Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara
Jakarta, 29 Oktober 2014
ISSN NO: 978-602-71601-0-1

menguji keberadaan variabel moderasi, dan untuk mengetahui kemungkinan mendeteksi
efek dari moderasi (Aguinis, 2004, hal. 16).
SEM adalah alat analisis statistik yaitu gabungan dari analisis faktor dan regresi
(Santoso, 2014, hal. 7). Perilaku atau fenomena didunia nyata sebagian besar bersifat
kompleks, maka penggunaan model SEM sebagai konsekuensi logis (Santoso, 2014, hal.
7). Dalam pengukuran model validitas, membutuhkan tingkat yang dapat diterima dalam
goodness-of-fit pada keseluruhan model (Hair et al., 2010, hal. 669) terdapat 5 tipe model
fit yang memiliki nilai spesifik cut-off. Dimulai dengan chi square with degrees of freedom
(CMIN/DF), goodness of fit index (GFI), root of mean square error of approximation
(RMSEA), adjusted goodness of fit (AGFI), TuckerLewis index (TLI), dan normal fit index
(NFI).
Keterbatasan: Terdapat beberapa keterbatasan selama penelitian ini berlangsung.
Pertama, penelitian ini menggunakan judgemental sampling sebagai salah satu dari tipe
non-probability sampling. Judgemental sampling itu sendiri memiliki kelemahan yaitu
penelitian ini tidak bisa digeneralisasi terhadap populasi (Sekaran dan Bougie, 2010, hal.
280). Maka dari itu, hasil penelitian ini hanya merepresentasikan 160 responden.
Kedua, penelitian ini menggunakan The Body Shop sebagai objek penelitian. The
Body Shop itu sendiri adalah produsen yang menyediakan produk kosmetik bagi
pelanggan. Maka dari itu, bisa memberikan hasil penelitian yang berbeda jika
menggunakan produk dengan kategori yang berbeda.
Ketiga, objek penelitian ini hanya di The Body Shop Supermall Karawaci sehingga
tidak bisa mewakili The Body Shop yang berada di Indonesia secara keseluruhan.
HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI
Hasil uji realibitas aktual ini dapat dilihat dari nilai Cronbach Alpha. Pada studi aktual,
nilai Cronbach Alpha berkisar 0,712 sampai 0,865. Selain itu, nilai pada corrected itemtotal correlation juga diatas 0,30. Nilai Cronbach Alpha untuk variabel kepuasan
pelanggan adalah 0,712, loyalitas merek adalah 0,865, persepsi kualitas adalah 0,863, dan
orientasi pelanggan adalah 0,771.
Uji validitas aktual dalam penelitian ini menggunakan program SPSS 22.0, dengan
metode EFA dan korelasi Pearson. Hasil korelasi Pearson dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil
uji validitas ini dilihat dari besaran nilai factor loading. Nilai factor loading yang dipakai
pada penelitian ini sebesar 0,40. Pada penelitian tidak terdapat nilai yang kurang dari 0,40
sehingga data ini dapat dikatakan valid. Dimana memiliki korelasi yang tinggi dan
berkumpul pada salah satu komponen maka terjadilah validitas konverjen. Maka dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat nilai yang kurang dari 0,40 sehingga data ini dapat
dikatakan valid. Validitas diskriman dapat terjadi jika nilai korelasi antara variabel yang
berbeda tidak melebihi 0,75. Hasil validitas dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Rotated Component Matrixa
Component

Conference on Management and Behavioral Studies (CMBS) 2014
Program Studi S-1 manajemen Bisnis Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara
Jakarta, 29 Oktober 2014
ISSN NO: 978-602-71601-0-1

KP1
KP4
LM1
LM2
LM4
PQ1
PQ2
PQ3
PQ4
OP1
OP2
OP4

1
.208
.257
.851
.849
.750
.164
.211
.144
.188
.327
.273
.135

2
.803
.790
.187
.116
.336

3
.209
.148
.153
.179
.128
.885
.552
.676
.613
.127
.274
.176

.459
.475
.560
.335
.367

4
.165
.232
.162
.251
.244
.339
.290
.292
.794
.611
.752

Keterangan: KP (Kepuasan Pelanggan); LM (Loyalitas Merek); PQ (Persepsi
Kualitas); OP (Orientasi Pelanggan)
Sumber: Analisis data 160 responden (2014)

Table 2 Correlation

KP
LM
PQ
OP

KP
1,000
0,518
0,646
0,591

LM
0,518
1,000
0,514
0,596

PQ
0,646
0,514
1,000
0,623

OP
0,591
0,596
0,623
1,000

Keterangan: KP (Kepuasan Pelanggan); LM (Loyalitas Merek); PQ (Persepsi Kualitas); OP (Orientasi
Pelanggan)
Sumber: Data analisis 160 responden (2014)

Dalam penelitian aktual ini validitas konverjen dan validitas diskriminan telah tercapai.
Karena hasil tersebut maka validitas konstruk juga tercapai.
Pengujian hipotesis dalam penelitian menggunakan analisis regresi moderasi
berganda, hasil pengujian hipotesis satu menyatakan bahwa ada hubungan positif antara
variabel persepsi kualitas dan kepuasan pelanggan, hipotesis ini didukung karena nilai
signifikan < dari 0,05 yaitu 0,000. Hasil pengujian hipotesis kedua juga menyatakan ada
terdapat hubungan positif antar variabel persepsi kualitas dan loyalitas merek, hipotesis ini
juga didukung karena nilai signifikannya < dari 0,05 yaitu 0,001.
Pada hasil pengujian hipotesis ketiga juga menunjukkan bahwa hubungan antara
kepuasan pelanggan terhadap loyalitas merek juga didukung karena memiliki nilai
signifikan 0,025. Sedangkan, pengujian hipotesis yang keempat menyatakan tidak terdapat
efek interaksi positif antara variabel orientasi pelanggan dan kepuasan pelanggan terhadap
loyalitas merek. Hal ini karena nilai signifikannya lebih besar dari 0,05, yaitu 0,448.
Tetapi, pengujian hipotesis yang kelima menyatakan terdapat efek interaksi positif
antara variabel orientasi pelanggan dan persepsi kualitas terhadap loyalitas merek. Hal ini
karena nilai signifikannya kurang dari 0,05, yaitu 0,024. Hasil pengujian hipotesis dengan
menggunakan moderasi regresi berganda dapat dilihat pada Tabel 3a dan 3b.
Tabel 3a Coefficients Hipotesis 1
Model

Unstandardized Standardized
Coefficients
Coefficients

t

Sig.

95.0% Confidence
Interval for B

Conference on Management and Behavioral Studies (CMBS) 2014
Program Studi S-1 manajemen Bisnis Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara
Jakarta, 29 Oktober 2014
ISSN NO: 978-602-71601-0-1

1(Constant)
PQ

Std.
Error
0,287
0,071

B
0,975
0,754

Beta
3,397 0,001
10,650 0,000

0,646

Lower
Bound
0,408
0,614

Upper
Bound
1,542
0,894

a. Dependen Variabel: meankp
Keterangan: PQ (Persepsi Kualitas)
Sumber: Analisis data 160 responden (2014)

Tabel 3b Coefficients Hipotesis 2,3,4, dan 5

Unstandardized
Coefficients
Model
1 (Constan
t)
Meankp
Meanpq
Meanop
2 (Constan
t)
Meankp
Meanpq
Meanop
Kpxop
Pqxop

B

Std. Error

0,733

0,336

0,173
0,154
0,498

0,077
0,092
0,105

3,396

1,081

0,564
-0,982
-0,218
-0,087
0,282

0,471
0,519
0,302
0,114
0,124

Standardiz
ed
Coefficient
s
Beta

0,192
0,146
0,392

0,626
-0,934
-0,171
-0,558
1,672

T

Sig.

95.0% Confidence
Interval for B
Lower
Upper
Bound
Bound

2,180 0,031

0,069

1,397

2,263 0,025
1,666 0,001
4,724 0,000

0,022
0,029
0,290

0,325
0,336
0,706

3,141 0,002

1,260

5,532

-0,367
-2,007
-0,815
-0,313
0,037

1,495
0,044
0,379
0,139
0,526

1,197
-1,890
-0,722
-0,761
2,278

0,233
0,061
0,471
0,448
0,024

a. Dependen Variabel: meanlm
Keterangan: KP (Kepuasan Pelanggan); LM (Loyalitas Merek); PQ (Persepsi Kualitas); OP (Orientasi
Pelanggan); KPXOP (Interaksi antara kepuasan pelanggan dan Orientasi Pelanggan); PQXOP (Interaksi
antara persepsi kualitas dan orientasi pelanggan)
Sumber: Analisis data 160 responden (2014)

Selain menggunakan moderasi regresi berganda, analisis hipotesis juga dilakukan
dengan SEM. Dari SEM menghasilkan nilai dari goodness fit model yang akan disesuaikan
dengan goodness model fit. Nilai dari CMIN/DF = 1.429 dengan nilai cut-off sebesar ≤
3,00, GFI = 0,938 dengan nilai cut-off sebesar > 0,90, RMSEA = 0,52 dengan nilai cut-off
sebesar 0,92, dan NFI = 0,940 dengan nilai cut-off sebesar ≥ 0,95. Pada NFI
nilainya hampir mencapai ≥0,95, yang berarti nilai NFI tersebut diterima secara marjinal,
yang berarti masih dapat dikatakan model fit.
Penelitian saat ini fokus kepada struktural model dalam pengujian hipotesis.
Penjelasan mengenai didukung atau tidak didukungnya suatu hipotesis akan didukung
dengan beberapa alasan berdasarkan teori dan profil responden.
Hipotesis 1 yaitu hubungan antara persepsi kualitas dan kepuasan pelanggan yang
menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif diantara keduanya. Persepsi kualitas
memiliki hubungan yang kuat dan merupakan penyebab munculnya kepuasan pelanggan
(Lee, 2013, hal. 2). Hal ini karena terdapat ikatan yang kuat diantara dua variabel tersebut,

Conference on Management and Behavioral Studies (CMBS) 2014
Program Studi S-1 manajemen Bisnis Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara
Jakarta, 29 Oktober 2014
ISSN NO: 978-602-71601-0-1

ketika persepsi pelanggan terhadap kualitas meningkat, maka mereka akan merasa puas
dengan pelayanan yang diberikan (Tam, 2004, hal. 908). Seperti pada saat orang tua yang
memperbolehkan anaknya untuk menggunakan produk The Body Shop dikarenakan bahan
yang digunakan merupakan bahan yang alami dan berkualitas sehingga aman bagi tubuh
(www.swa.co.id). Dilihat dari proses produksi dari awal hingga akhir menggunakan bahan
yang lebih ramah lingkungan (www.swa.co.id).
Produk The Body Shop juga memakai bahan natural. Produk ini kemudian sering
dijadikan alasan para konsumen yang percaya kepada kualitas produk tersebut dan merasa
puas (www.tribunnews.com). Hal tersebut membuktikan bahwa The Body Shop dalam
menjaga kepuasan pelanggan melalui kualitas yang baik. Dengan kata lain, The Body Shop
memberikan kualitas yang baik sesuai dengan apa yang mereka janjikan untuk memuaskan
pelanggan.
Selain itu, pada profil responden yang menunjukkan bahwa mayoritas perempuan
yang menjawab dan juga umur berkisar antara 18 sampai 22 tahun. Umur yang dianggap
dewasa menurut saat ini adalah 18 tahun ke atas. Menurut Maya, selaku Public Relation
dan Value Manager The Body Shop mengatakan bahwa tingkatan usia pelanggan The Body
Shop berkisar antara 15 sampai 35 tahun (www.swa.co.id). Kisaran usia tersebut
membentuk suatu tren gaya hidup yang dari hanya menggunakan bedak, saat ini
menggunakan kosmetik maupun wewangian.
Hubungan antara umur dan tren tersebut menunjukkan bahwa seseorang yang telah
dewasa dianggap sudah mengetahui tentang produk yang dibeli dan sudah berpengalaman
menggunakan produk tersebut. Maka, pelanggan tersebut sudah tahu apakah produk telah
memuaskan kebutuhannya berdasarkan kualitas yang ditawarkan oleh The Body Shop.
Sehingga produk The Body Shop dinilai telah memberikan kualitas sesuai dengan yang
diharapkan oleh pelanggan.
Hipotesis 2 dimana terdapat hubungan positif diantara persepsi kualitas dan
loyalitas merek. Pada penelitian Ha dan Park (2012), terdapat hubungan yang erat pada
saat persepsi kualitas bekerja dalam memprediksi loyalitas merek. Persepsi kualitas
merupakan elemen yang positif karena berhubungan dengan manfaat yang diterima oleh
pelanggan. Pemasar harus dapat mengetahui kualitas apa yang harus ditingkatkan agar
mendapatkan persaingan yang lebih unggul dari kompetitor lain (Auka, 2012, hal. 199).
Misalnya, dengan menambah kualitas produk yang digunakan akan memberikan manfaat
yang lebih banyak, seperti wangi produk yang lebih tahan lama dikulit dan menyehatkan
kulit. Karena, kekuatan merek The Body Shop ditopang oleh konsumen yang loyal
(www.swa.co.id). Hal ini didukung juga dengan program kartu keanggotaan The Body
Shop yang memberikan beberapa keuntungan, seperti diskon produk hanya bisa digunakan
oleh pelanggan yang menjadi anggota (www.thebodyshop.co.id). Program ini diciptakan
untuk mengikat pelanggan yang loyal.
Hipotesis 3 di mana terdapat hubungan antara kepuasan pelanggan terhadap
loyalitas merek. Ketika pelanggan yang mendapatkan pengalaman dan puas terhadap
pelayanan perusahaan, maka akan meningkatkan loyalitas terhadap merek (Ha dan Park,
2012, hal. 6751). Ketika responden adalah pembeli ulang, maka tingkat kepuasan
konsumen meningkat dan loyalitas merek juga meningkat. Saat pelanggan mendapatkan
nilai yang superior dan pelayanan yang baik, maka akan menciptakan kepuasan yang lebih
besar (Ha dan Park, 2012, hal. 6748).
Ketika The Body Shop memberikan diskon khusus bagi pelanggan yang sudah
menjadi member (www.thebodyshop.co.id). Maka kepuasan akan lebih tinggi karena
membuat pelanggan merasa bahwa ketika mereka loyal maka mereka akan mendapatkan
hak istimewa seperti diskon produk yang hanya bisa digunakan oleh keanggotaan. Seperti
The Body Shop yang memberikan diskon sebesar 10% setiap produk travel kit yang dibeli.

Conference on Management and Behavioral Studies (CMBS) 2014
Program Studi S-1 manajemen Bisnis Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara
Jakarta, 29 Oktober 2014
ISSN NO: 978-602-71601-0-1

Kemudian diskon sebesar 15% yang berlaku selama bulan ulang tahun pelanggan yang
telah menjadi anggota. Selain dapat menarik konsumen baru, program diskon hak istimewa
ini juga untuk mengikat hubungan dengan pelanggan yang sudah setia.
Hipotesis 4 di mana hubungan antara kepuasan pelanggan dan loyalitas merek
dimoderasi oleh orientasi pelanggan tidak didukung. Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan
pelanggan terhadap loyalitas merek tidak dipengaruhi oleh efek moderasi. Alasan hipotesis
ini tidak didukung karena orientasi pelanggan tidak secara langsung mempengaruhi
hubungan antara kepuasan pelanggan dan loyalitas merek (Ha dan John, 2010, hal. 1040).
Karena, kepuasan pelanggan akan tercapai ketika pelanggan tersebut sudah berpengalaman
berbelanja produk tersebut dan produk tersebut dirasa telah memberikan manfaat (Ha dan
Park, 2012, hal. 6746). Sehingga kepuasan pelanggan tidak dapat langsung dirasakan pada
hanya satu kali transaksi, tetapi harus dilihat setelah beberapa kali kunjungan ke gerai.
Maka pelanggan akan berinteraksi dengan pegawai The Body Shop dan mngevaluasi
kinerja dari pegawai seperti apakah pegawai mengerti tentang produk yang ditawarkan dan
apakah pegawai memberikan solusi bagi masalah pelanggan.
Sedangkan pada hipotesis 5, di mana hubungan antara persepsi kualitas dan
loyalitas merek dimoderasi oleh orientasi pelanggan didukung. Meningkatnya persepsi
pelanggan terhadap ingatan sebuah merek yang dikarenakan pegawai berorientasi pada
pelanggan akan menghasilkan loyalitas merek (Ha dan John, 2010, hal. 1040). Persepsi
kualitas yang memberikan efek positif bagi loyalitas merek serta efek dari orientasi
pelanggan yang signifikan, menunjukkan bahwa orientasi pelanggan merupakan kunci
dalam membangun loyalitas merek (Ha dan John, 2010, hal. 1040). Seperti di setiap gerai
The Body Shop selalu dilengkapi dengan make-up artist dan spesialis kecantikan untuk
membantu pelanggan dalam menggunakan dan menentukan produk kecantikan yang sesuai
(www.swa.co.id).
Hasil penelitian tersebut menyarankan bahwa orientasi pelanggan memiliki efek
pada saat pelanggan mengevaluasi sebuah pandangan terhadap merek (Ha dan Park, 2012,
hal. 6752). Hal ini menunjukkan bahwa orientasi pelanggan memiliki peran pada saat
pelanggan melakukan kegiatan pembelian. Oleh sebab itu, The Body Shop memiliki tim
group selling. Tim ini yang menangani permintaan pelanggan (www.swa.co.id). Misalnya,
permintaan bingkisan untuk acara ulang tahun dan pernikahan. Tim ini bertujuan untuk
meningkatkan pelayanan kepada pelanggan.
Dari hasil hipotesis 4 dan 5 menunjukkan ada perbedaan hasil. Dimana hipotesis 4
yaitu kepuasan pelanggan terhadap loyalitas merek dimoderasi orientasi pelanggan tidak
didukung, tetapi pada hipotesis 5 yaitu persepsi kualitas terhadap loyalitas merek
dimoderasi orientasi pelanggan didukung. Orientasi pelanggan tidak secara langsung
mempengaruhi kepuasan pelanggan dan loyalitas merek. Dikarenakan kepuasan pelanggan
akan tercapai ketika pelanggan telah melakukan transaksi di gerai dan interaksi dengan
pegawai secara terus menerus. Sehingga orientasi pelanggan harus ditingkatkan agar
menghasilkan kepuasan pelanggan.
Pada hipotesis 5, persepsi kualitas ditentukan oleh proses interaksi dan komunikasi
yang berlangsung selama proses transaksi (Wahyuni dan Pranoto, 2013, hal. 5). Sehingga
pelangganlah yang menilai tingkat kualitas yang diberikan oleh pegawai. Orientasi
pelanggan adalah memahami kinerja pasar kemudian diterjemahkan ke dalam persepsi dan
dihasilkan dalam bentuk perilaku melayani pelanggan (Ha dan Park, 2012, hal. 6747).
Untuk meningkatkan persepsi pelanggan, maka seluruh kualitas yang diberikan harus
dievaluasi dan melatih pegawai untuk berkomunikasi dengan baik terhadap pelanggan
sehingga hal tersebut menentukan apakah pelanggan akan tetap pada produk dan membeli
ulang produk pada merek tersebut.
Diskusi :

Conference on Management and Behavioral Studies (CMBS) 2014
Program Studi S-1 manajemen Bisnis Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara
Jakarta, 29 Oktober 2014
ISSN NO: 978-602-71601-0-1

Tabel 4 Hasil Perbandingan Penelitian
Hipotesis
H1:Kepuasan
Pelanggan←
Persepsi
Kualitas
H2:Loyalitas
Merek←Persepsi Kualitas
H3:Loyalitas
Merek←Kepuasan
Pelanggan
H4:Loyalitas
Merek←KPXOP
H5:Loyalitas
Merek←PQXOP
Desain Penelitian
Objek Penelitian
Lokasi Penelitian
Jumlah Sampel
Sampel Penelitian
Desain Sampel
Skala Pengukuran
Metode Analisis Data

Penelitian oleh Ha dan
Park (2012)
Didukung

Penelitian Sekarang
(2014)
Didukung

Didukung

Didukung

Didukung

Didukung

Didukung

Tidak Didukung

Didukung

Didukung

Ha dan Park (2012)
Industri Department Store
Cina
547
Pelanggan
Department
Store
Non-probability
(purposive sampling)
Skala Likert (1-5)
Moderasi
Regresi
Berganda

Eria (2014)
The Body Shop
Indonesia
160
Mahasiswa/i Universitas
Pelita Harapan
Non-probability
(purposive sampling)
Skala Likert (1-5)
Moderasi
Regresi
Berganda dan Structural
Equation Modeling (SEM)

Sumber: Hasil perbandingan dari Ha dan Park (2012) dengan penelitian sekarang

KESIMPULAN
Penelitian ini guna menjawab masalah penelitian. Hal tersebut menguji hubungan antar
variabel dalam penelitian. Telah dikemukakan bahwa masalah yang ada pada penelitian ini,
yaitu apakah terdapat hubungan antara kepuasan pelanggan dan persepsi kualitas terhadap
loyalitas merek dengan menggunakan orientasi pelanggan sebagai variabel moderasi.
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, maka penelitian ini dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan yang positif antara persepsi kualitas dan kepuasan pelanggan.
2. Terdapat hubungan yang positif antara persepsi kualitas dan loyaltas merek.
3. Terdapat hubungan positif antara kepuasan pelanggan dan loyalitas merek.
4. Terdapat hubungan antara persepsi kualitas dan loyalitas merek dimoderasi oleh
orientasi pelanggan secara positif.

REFERENSI
Aguinis, H. (2004), Regression Analysis, New York: The Guilford Press.

Conference on Management and Behavioral Studies (CMBS) 2014
Program Studi S-1 manajemen Bisnis Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara
Jakarta, 29 Oktober 2014
ISSN NO: 978-602-71601-0-1

Auka, D. O. (2012), “Service quality, satisfaction, perceived value and loyalty among
customers in commercial banking in Nakuru Municipality, Kenya”, African
Journal of Marketing Management, Vol. 4, No. 5, pp. 185-203.
Azad, N., Kasehchi, H., Asgari, H., & Bagheri, H. (2014), “An exploration study on
detecting important factors influencing brand loyalty in retail stores”, Decision
Science Letters, Vol. 3, No. 1, pp. 117-120.
Broyles, S. A., Thomas, S., Forman, H., & Leingpibul, T. (2009), “The Dissimilar
Significance of Functional and Experiential Beliefs when Marketing Brands in
Cross-Cultural Settings”, International Business Research, Vol. 2, No. 4, pp. 8.
Chaudhry, N. I., Zaheer, A., ur Rehman, K., Ali, S. R., & Akbar, Z. (2011), “Antecedents
and consequences of subjective disconfirmation in e-service”, African Journal of
Business Management, Vol. 5, No. 10, pp. 3902-3912.
Cheng, S. (2011), “Comparisons of competing models between attitudinal loyalty and
behavioral loyalty”, International Journal of Business and Social Science, Vol. 2,
No. 10, pp. 149-166.
Churchill, Gilbert A. & Dawn Iacobucci (2005), Marketing research: methodological
foundations, Belmont, CA: Thomson.
Darsono, L. I., & Junaedi, C. M. (2006), “An Examination of Perceived Quality,
Satisfaction, and Loyalty Relationship: Applicability of Comparative and
Noncomparative Evaluation”,Gadjah Mada International Journal of Business, Vol.
8, No. 3, pp. 323-342.
Dehdashti, Z., Kenari, M., & Bakhshizadeh, A. (2012), “The impact of social identity of
brand on brand loyalty development”, Management Science Letters, Vol. 2, No. 4,
pp. 1425-1434.
Eryigit, Canan (2013), “The Influence of Brand Associations on Brand Loyalty
Accordance with Product Involvement”, Sport Management International Journal,
Vol. 9, No. 2, pp. 17-33.
Elviyanti, R. (2013), “Pengaruh brand association dan perceived quality terhadap loyalitas
pelanggan Biore Body Foam pada mahasiswi Universitas Negeri Padang”, Jurnal
Manajemen, Vol. 2, No. 2, pp. 1-11.
Ghorbani, H., Demneh, S. M. A., & Khorsandnejad, A. (2012), “An Empirical
Investigation of the Relationship between Organizational Culture and Customer
Orientation: The Mediating Effect of Knowledge Management (An Empirical
Study in the Household Appliance Industry in Iran)”, International Journal of
Marketing Studies, Vol. 4, No. 3, pp. 58.

Conference on Management and Behavioral Studies (CMBS) 2014
Program Studi S-1 manajemen Bisnis Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara
Jakarta, 29 Oktober 2014
ISSN NO: 978-602-71601-0-1

Ha, Hong-Youl., & Park, Kang-Hee (2012), “Effects of perceived quality and
satisfaction
on brand loyalty in China: The moderating effect of customer
orientation”, African Journal of Business Management, Vol. 6, No. 22, pp. 67456753.
Ha, H. Y., & John, J. (2010), “Role of customer orientation in an integrative model of
brand loyalty in services”, The Service Industries Journal, Vol. 30, No. 7, pp.
1025-1046.
Hair, Joseph F., William C. Black., & Barry J. Babin (2010), Multivariate data analysis: a
global perspective, 7th Ed., Upper Saddle River, NJ: Pearson.
Hameed, F. (2013), “The Effect of Advertising Spending on Brand Loyalty Mediated by
Store Image, Perceived Quality and Customer Satisfaction: A Case of
Hypermarkets”, Asian Journal of Business Management, Vol. 5, No. 1, pp. 181
192.
Intana, Lila (2013), Tren Konsumen The Body Shop di Indonesia Bergeser. Diambil
Mei
6, 2014, dari http://swa.co.id/business-strategy/tren-konsumen-thebody-shop
di-indonesiabergeser
Jaiswal, A. K., & Niraj, R. (2007), “Examining the Nonlinear Effects in Satisfaction
Loyalty Behavioral Intentions Model”, Indian Institute of Management.
Keller, Kevin Lane (2008), Strategic Brand Management: Building, Measuring, and
Managing Brand Equity, 3rd Ed., Upper Saddle River, NJ: Pearson Prentice Hall.
Kuenzel, S., & Halliday, S. V. (2010), “The chain of effects from reputation and brand
personality congruence to brand loyalty: The role of brand identification”, Journal
of Targeting, Measurement and Analysis for Marketing, Vol. 18, No. 3, pp. 167176.
Lee, H. S. (2013), “Major moderators influencing the relationships of service quality,
customer satisfaction and customer loyalty”, Asian Social Science, Vol. 9, No. 2,
pp. 1.
Lin, M. Q., & Lee, B. C. (2012), “The Influence of Website Environment on Brand
Loyalty: Brand Trust and Brand Affect as Mediators”, IJEBM, Vol. 10, No. 4, pp.
308-321.
Malhotra, Naresh K. (2010), Marketing research: an applied orientation, 6th Ed., Upper
Saddle River, NJ: Prentice Hall.
Meryana, Ester (2013), The Body Shop Indonesia Buka Toko ke-100, Diambil Mei 6,
2014, dari http://swa.co.id/business-strategy/the-body-shop-indonesia-buka-toko
ke-100

Conference on Management and Behavioral Studies (CMBS) 2014
Program Studi S-1 manajemen Bisnis Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara
Jakarta, 29 Oktober 2014
ISSN NO: 978-602-71601-0-1

Nezakati, H., Yen, C. P., & Akhoundi, M. (2013), “Antecedents Impact on Brand Loyalty
in Cosmetics Industry”, Journal of Applied Sciences, Vol. 13, pp. 126-132
Rangkuti, Freddy (2004), The Power of brands: teknik mengelola brand equity dan
strategi
pengembangan merek + analisis kasus dengan SPSS, Jakarta: Gramedia
Pustaka
Utama.
Santoso, S. (2014), Konsep dasar dan aplikasi SEM dengan AMOS 22, Jakarta: PT Elex
Media Komputindo.
Sekaran, Uma., & Roger Bougie (2013), Research Method for Business, Italy: Wiley.
Swa (2013), Layani Konsumen, The Body Shop Indonesia Punya Tim Group Selling,
Diambil Juni 17, 2014, dari http://swa.co.id/business-strategy/layani-konsumen
the-body-shop
indonesia-punya-tim-group-selling
Tam, J. L. (2004), “Customer satisfaction, service quality and perceived value: an
integrative model”, Journal of marketing management, Vol. 20, No. 7-8, pp. 897
917.
The

Body
Shop
(2013),
Shopping,
http://www.thebodyshop.co.id/cart

Diambil

Juni

10,

2014,

dari

Tribunbatam (2014), Ingin Tahu Rahasianya Cantik, Cobalah Konsultasi di The Body
Shop, Diambil juni 10, 2014, dari http://batam.tribunnews.com/2014/01/24/ingin
tahu-rahasianya-cantik-cobalah-konsultasi-di-the-body-shop
Wahyuni, Sri. dan Pranoto (2013), “Pelayanan dan orientasi pelanggan terhadap loyalitas
dengan kepuasan sebagai variabel intervening kepada pengguna kartu kredit
BCA”, e-Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol 1, No. 1, pp. 1-23.