kel 2 rs akreditasi internasional

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pengertian Akreditasi Internasional Rumah Sakit
Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan haruslah memberikan
pelayanan kepada masyarakat dalam lingkup lokal maupun internasional.
Berdasakan hal tersebut, beberapa dekade terkahir ini munculah istilah
akreditasi untuk menilai kualitas suatu organisasi termasuk rumah sakit.
Secara umum akreditasi berarti pengakuan oleh suatu jawatan tentang adanya
wewenang seseorang untuk melaksanakan atau menjalankan tugasnya.
Beberapa definisi lebih lanjut tentang akreditasi rumah sakit tingkat
internasional dijelaskan oleh beberapa lembaga, yaitu:
1. Menurut Departemen Kesehatan
Akreditasi internasional rumah sakit adalah akreditasi yang diberikan
oleh pemerintah dan/atau Badan Akreditasi Rumah Sakit taraf
Internasional yang bersifat Independen yang telah memenuhi standar dan
2.

kriteria yang ditentukan.
Menurut Joint Comission International
Akreditasi adalah proses penilaian organisasi pelayanan kesehatan
dalam hal ini rumah sakit utamanya rumah sakit non pemerintah, oleh

lembaga akreditasi internasional berdasarkan standar internasional yang
telah ditetapkan. Akreditasi disusun untuk meningkatkan keamanan dan
kualitas pelayanan kesehatan. Akreditasi saat ini mendapat perhatian dari
publik internasional karena merupakan alat pengukuran dan evaluasi
kualitas pelayanan dan manajemen rumah sakit yang efektif.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa akreditasi

internasional rumah sakit adalah proses penilaian organisasi kesehatan oleh
lembaga akreditasi internasional berdasar standar dan kriteria yang ditetapkan
untuk meninngkatkan kualitas pelayanan dan perawatan kesehatan.
Di Indonesia akreditasi rumah sakit baik tingkat nasional maupun
internasional sudah diatur oleh pemerintah melalui Undang – Undang maupun
peraturan tertulis lainnya, yaitu:
1. UU no. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit pasal 40

19

a.

ayat 1. Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit

wajib dilakukan akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun
sekali.

b.

ayat 2. Akreditasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh suatu lembaga independen baik dari dalam
maupun dari luar negeri berdasarkan standar akreditasi yang
berlaku.

2. Permenkes No. 659 tahun 2009 tentang rumah sakit kelas dunia
3. SK Menkes No.436 tahun 1993 menyatakan berlakunya standar
pelayanan rumah sakit dan standar pelayanan medis.
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa pemerintah memberikan
dukungan sepenuhnya terhadap rumah sakit untuk mengembangkan kualitas
pelayanan kesehatan sehingga mendapat akreditasi internasional. Dengan
demikian diharapkan setiap organisasi rumah sakit mampu mengembangkan
potensi dan kualitas pelayanan kesehatan dengan semaksimal mungkin.
1.2 Manfaat Akreditasi
Proses akreditasi dirancang untuk menciptakan budaya keselamatan dan

kualitas dalam suatu organisasi untuk upaya yang berkelanjutan dalam
meningkatkan pelayanan dan perawatan kesehatan pasien. Akreditasi
internasional rumah sakit memberikan keuntungan kepada semua pihak, yaitu:
1. Bagi Rumah Sakit
a. Meningkatkan kepercayaan dan pengakuan publik bahwa organisasi
yang bersangkutan memiliki kualitas yang baik dan memenuhi
standar dalam memberikan pelayanan dan perawatan kesehatan.
b. Menyediakan lingkungan kerja yang aman dan efisien yang
berkontribusi dalam memotivasi dan memberikan kepuasan kerja
pada karyawan.
c. Menciptakan budaya yang terbuka untuk belajar dan evaluasi dari
pelaporan berkala mengenai hambatan dan kendala yang terjadi.
d. Membangun kepemimpinan yang kolaboratif yang menentapkan
priotitas kepemimpinan terus menerus untuk meningkatkan kualitas
dan keselamatan pasien pada semua level.
e. Meningkatkan kepercayaan pihak ketiga misalnya pihak asuransi atau
perusahaan untuk menjalin kerjasama dengan rumah sakit yang
bersangkutan.
19


2. Bagi pasien dan masyarakat
Pasien ataupun masyarakat dapat memperoleh pelayanan dan perawatan
kesehatan dengan mutu yang terjamin sehingga tidak perlu mencari
pelayanan kesehatan yang diluar negeri.
1.3 Lembaga Akreditasi Internasional
Proses akreditasi dilakukan oleh lembaga independen yang memiliki
kewenangan untuk memberikan penilaian tentang kualitas pelayanan di
institusi pelayanan kesehatan. Salah satu lembaga akreditasi internasional
rumah sakit

yang telah diakui oleh dunia adalah Joint Commission

Internasional (JCI).
Joint Commission International (JCI) merupakan salah satu divisi dari
Joint Commission International Resurces. Joint Commission International
(JCI) telah bekerja dengan organisasi perawatan kesehatan, departemen
kesehatan, dan organisasi global di lebih dari 80 negara sejak tahun 1994. JCI
merupakan lembaga non pemerintah dan tidak terfokus pada keuntungan.
Fokus dari JCI adalah menngkatkan keselamatan perawatan pasien melalui
penyediaan jasa akreditasi dan sertifikasi serta melalui layanan konsultasi dan

pendidikan yang bertujuan membantu organisasi menerapkan solusi praktis
dan berkelanjutan.
Pada bulan september 2007, JCI diterima akreditasi oleh lembaga
internasional untuk kualitas dalam perawatan Kesehatan (ISQua). Akreditasi
oleh ISQua memberikan jaminan bahwa standar, pelatihan dan proses yang
digunakan oleh JCI untuk survei kinerja organisasi perawatan kesehatan
memenuhi standar inernasional tertinggi untuk badan akreditasi.
Didunia, organisasi kesehatan dunia (WHO) Collaborating Centre,
didedikasikan khusus untuk solusi keselamatan pasien adalah kemitraan
bersama antara WHO, Joint Commossion dan JCI. JCI memberikan akreditasi
untuk rumah sakit, fasilitas rawat jalan, laboratorium klinik, pelayanan
koninum perawatan, organisasi transportasi medis, dan pelayanan tertentu.
Standar JCI yang dikembangkan oleh para ahli perawatan kesehatan
intrnasional dan menetapkannya secara sama diseluruh dunia.
Melalui akreditasi JCI dan sertifikasi, organisasi perawatan kesehatan
memiliki akses ke berbagai sumber daya dan layanan yang menghubungkan
mereka dengan komunitas internasional. Suatu sistem pengukuran mutu
19

internasional untuk benchmarking; strategi pengukuran risiko dan praktekpraktek terbaik , taktik untuk mengurangi efek samping dan Executive

Briefing program tahunan.
JCI adalah pemimpin dunia yang diakui dalam memandu kualitas
kesehata dan keselamatan pasien. JCI akan mengupayakan peningkatan
kualitas kesehatan dan keselamatan pasien dengan keahlian dalam
pengendalian infeksi, pengobatan keselamatan, keamanan fasilitas, dan
persiapan standar akreditasi. Misi JCI adalah” to continuously improve the
safety and quality of care in the international community through the
provision of education and consultation services and international
accreditation and certification”. Keselamatan pasien merupakan jiwa dan
tulang punggung dari akreditasi JCI.

BAB II
KOMPONEN PENILAIAN JCI
2.1 International Patient Safety Goal
Pada assessment yang dilakukan dalam proses akreditasi rumah sakit, JCI
mempunyai kriteria penilaian tersendiri. Secara garis besar JCI mempunyai
14 komponen standar atau kriteria yang terbagi menjadi dua fokus utama,
yaitu fokus pada pasien dan manajemen pelayanan kesehatan. Salah satu
kriterianya adalah International Patient Safety Goal (IPSG) yang secara
umum bertujuan untuk meningkatkan keselamatan pasien.

Pada 1 Januari 2011 Tujuan Keselamatan Pasien Internasional (IPSG)
dipersyaratkan untuk dimplementasikan pada semua organisasi yang
19

diakreditasi oleh Joint Commission International (JCI) di bawah Standar
Internasional untuk Rumah Sakit. Tujuan dari IPSG ini adalah untuk
mempromosikan perbaikan tertentu dalam keselamatan pasien. Tujuan
keselamatan pasien internasional mempunyai 6 standar yaitu,
1. Identify Patients Correctly (Mengenali Pasien secara Tepat)
a. Standar
Rumah Sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan
ketepatan identifikasi pasien.
b. Tujuan
1) Untuk meningkatkan profesioalitas dalam mengenali dan kepada
siapa diberika sebuah perawatan kesehatan.
2) Untuk mencocokkan layanan atau perawatan untuk individu
tersebut.
c. Elemen yang dapat Diukur:
1) Pasien diidentifikasi menggunakan dua pengidentifikasi pasien,
tidak termasuk penggunaan nomor kamar pasien atau lokasi.

2) Pasien diidentifikasi sebelum memberikan obat, darah, atau produk
darah.
3) Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen
lainnya untuk pengujian klinis.
4) Pasien diidentifikasi sebelum memberikan prosedur perawatan.
5) Kebijakan dan prosedur mendukung praktik yang konsisten dalam
segala situasi dan lokasi.
d. Implementasi di Rumah Sakit
Di rumah sakit pasien diidentifikasi dengan minimal 2 penanda
identifikasi. Hal tersebut harus dilakukan sebelum dilakukannya segala
tindakan atau prosedur. Identifikasi dilakukan dengan identifikasi nama
pasien dan tanggal lahir atau nomor rekam medik.
Ada dua cara untuk melakukan identifikasi pasien, yaitu secara
audio (menanyakan identitas pasien secara langsung) dan visual
(melihat gelang identitas pasien untuk mencocokkan nama dan nomor
rekam medis pasien)
2. Improve Effective Communication (Peningkatan Komunikasi Efektif)
a. Standar
Organisasi ini mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan
efektivitas komunikasi antara perawat

b. Tujuan

19

Komunikasi yang efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, tidak
ambigu, dan dipahami oleh penerima dapat mengurangi kesalahan dan
hasil dalam keselamatan pasien membaik. Komunikasi dapat berupa
elektronik, lisan, atau tertulis. Menerapkan proses atau prosedur untuk
mengambil perintah lisan atau telepon, atau untuk pelaporan hasil uji
laboratorium penting, yang membutuhkan verifikasi “read-back” dari
tatanan lengkap atau hasil tes oleh orang yang menerima informasi.
Catatan: tidak semua negara mengizinkan perintah lisan atau telepon.
c. Elemen yang dapat diukur
1) Perintah verbal dan telepon yang lengkap atau hasil tes ditulis oleh
penerima perintah atau hasil tes.
2) Perintah verbal dan telepon yang lengkap atau hasil tes dibaca
kembali oleh penerima perintah atau tes hasilnya.
3) Perintah atau hasil test dikonfirmasi oleh individu yang memberi
perintah atau hasil tes.
4) Kebijakan dan prosedur mendukung praktek konsisten dalam

d.

memverifikasi keakuratan verbal dan komunikasi telepon.
Implementasi di Rumah Sakit
Komunikasi efektif harus dilakukan oleh semua petugas medis
maupun non medis di rumah sakit. Misalnya komunikasi antar
perawat yang melakukan shift jaga. Selama pergantian shift perawat
harus ada komunikasi yang efektif antar perawat, baik dalam
penyampaian maupun penerimaan pesan tentang pasien yang dijaga.
Mulai dari tindakan atau perlakuan kepada pasien, obat – obatan, dll.
Sehingga tidak ada kesalahan dalam perlakuan kepada pasien.
Selain itu komunikasi efektif juga berfokus dalam penyampaian
pesan melalui telefon. Misalnya pesan dari dokter kepada petugas
medis tentang tindakan kepada pasien. Instruksi atau pesan yang
disampaikan melalui telefon harus dituliskan, dibacakan kembali dan
mendapat konfirmasi kebenaran dari pemberi pesan (read back –
repeat back). Cara seperti ini dilakukan di semua unit di rumah sakit.

3. Improve the Safety of High-Alert Medications (Peningkatan Keamanan
Obat yang Perlu Diwaspadai)

a. Standar
Organisasi ini mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan
keamanan obat yang perlu diwaspadai.
19

b. Tujuan
Menyingkirkan

elektrolit

yang

terkonsentrasi tinggi (termasuk

didalamnya adalah , meskipun maksudnya bukan satu-satunya,
potassium chloride, potassium phospat, sodium chloride > 0.9%) dari
unit perawatan pasien. Organisasi bersama-sama mengembangkan
kebijakan dan atau prosedur yang mengidentifikasi daftar organisasi
obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data sendiri. Kebijakan dan
atau prosedur juga mengidentifikasi daerah-daerah mana elektrolit
terkonsentrasi secara klinis diperlukan sebagaimana ditentukan oleh
bukti dan praktek profesional, seperti gawat darurat atau ruang operasi,
dan mengidentifikasi bagaimana mereka dilabeli secara jelas dan
bagaimana mereka disimpan di daerah-daerah dengan cara membatasi
akses untuk mencegah ketidaksenggajaan administrasi.
c. Elemen yang dapat Diukur :
1) Kebijakan dan atau prosedur yang dikembangkan untuk mengatasi
identifikasi, lokasi, pelabelan, dan penyimpanan obat yang perlu
diwaspadai.
2) Kebijakan dan atau prosedur yang diterapkan.
3) Konsentrat elektrolit tidak ditemukan di unit perawatan pasien
kecuali untuk keperluan klinis

dan tindakan diambil untuk

mencegah penggurus tidak sengaja di area-area yang diizinkan oleh
kebijakan.
4) Elektrolit terkonsentrasi yang disimpan di unit perawatan pasien
diberi label dan disimpan dengan cara yang membatasi akses.
d. Implementasi di Rumah Sakit
Ketentuan lokasi, label, dan penyimpanan larutan elektrolit pekat
misalnya, KCl, Mg(SO)4, NaCl 3%. Obat – obatan tersebut bila terjadi
kesalahan penggunaan dapat berdampak serius kepada pasien.
Sehingga obat – obat tersebut harus diatur agar tidak disimpan secara
bebas di ruang rawat, kecuali dibutuhkan secara klinis dan dengan
peraturan tertentu.
4. Ensure Correct-Site, Correct-Procedure, Correct-Patient Surgery
a. Standar
Organisasi ini mengembangkan pendekatan untuk memastikan tepat
lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi
19

b. Tujuan
Meminimalisir

salah-situs

operasi,

salah-prosedur,

salah-pasien

merupakan kejadian kekhawatiran yang umum dalam organisasi
perawatan kesehatan. Praktek-praktek berbasis bukti (evidence-based
practices) yang dijelaskan dalam The (US) Joint Commission’s
Universal Protocol untuk mencegah salah situs, salah prosedur, salah
pasien operasi. Proses penting yang ditemukan di Protokol Universal
yaitu menandai situs bedah, proses verifikasi sebelum operasi, dan
time-out yang diadakan segera sebelum memulai prosedur.
c. Elemen yang dapat Diukur :
1) Menggunakan tanda

yang langsung dikenali untuk identifikasi

pada lokasi bedah dan melibatkan pasien dalam proses menandai.
2) Menggunakan daftar periksa atau proses lain untuk memverifikasi
lokasi yang tepat, prosedur yang tepat, dan pasien yang tepat dan
bahwa semua dokumen dan peralatan yang dibutuhkan berada di
tangan, benar, dan fungsional sebelum melakukan operasi.
3) Tim bedah lengkap melakukan dan mendokumenkan prosedur
time-out tepat sebelum memulai prosedur bedah.
4) Kebijakan dan prosedur yang dikembangkan

yang

akan

mendukung proses seragam untuk memastikan lokasi yang tepat,
prosedur yang tepat, dan pasien yang tepat, termasuk prosedur
medis dan mengenai gigi dilakukan dalam pengaturan selain ruang
operasi.
d. Implementasi di Rumah Sakit
Sebelum dilakukannya operasi harus terlebih dahulu dilaksanakan
beberapa prosedur, diantaranya:
1) Diberikan penandaan atau marker dibagian tubuh yang akan
dioperasi.
2) Memastikan semua dokumen dan peralatan telah lengkap tersedia,
tepat, dan berfungsi dengan baik.
3) Melaksanakan prosedur checklist

dan

time

out

sebelum

pelaksanaan operasi.
5. Reduce the Risk of Health Care–Associated Infections (Pengurangan
Resiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan)
a. Standar

19

Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk mengurangi risiko
kesehatan terkait infeksi.
b. Tujuan
Pusat untuk penghapusan infeksi adalah kebersihan tangan yang benar.
Pedoman kebersihan tangan yang diterima oleh internasional tersedia
dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC AS) dan berbagai
organisasi nasional dan internasional lainnya. Organisasi memiliki
proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan atau prosedur
yang mengadaptasi atau mengadopsi keadaan saat ini diterbitkan dan
pedoman kebersihan tangan diterima secara umum dan untuk
pelaksanaan pedoman tersebut dengan organisasi.
c. Elemen yang dapat diukur
1) Organisasi yang telah diadopsi atau diadaptasi saat ini menerbitkan
dan umumnya menerima pedoman kebersihan tangan.
2) Organisasi ini menerapkan program kebersihan tangan yang efektif.
3) Kebijakan dan atau prosedur yang dikembangkan yang mendukung
lanjutan pengurangan perawatan kesehatan terkait infeksi.
d. Implementasi di Rumah Sakit
Rumah Sakit berupaya dalam menekan infeksi nosokomial, salah
salah satunya dengan cara komitmen pelaksanaan hand hygiene, yaitu
mengadopsi,

melakukan

adaptasi,

melaksanakan,

serta

mengimplementasi program hand hygiene terbaru.
6. Reduce the Risk of Patient Harm Resulting from Falls (Pengurangan
Resiko Pasien Jatuh)
a. Standar
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk mengurangi resiko
membahayakan pasien akibat jatuh.
b. Tujuan
Menilai dan menilai kembali risiko secara berkala setiap pasien untuk
jatuh, termasuk potensi risiko yang terkait dengan rejimen pengobatan
pasien,

dan

mengambil

tindakan

untuk

mengurangi

atau

menghilangkan risiko yang teridentifikasi.
c. Elemen yang dapat diukur :
1) Rumah sakit menerapkan suatu proses untuk penilaian awal pasien
untuk risiko jatuh dan penilaian ulang pasien ketika ditunjukkan
oleh perubahan dalam kondisi atau pengobatan, atau yang lain.
19

2) Ukuran yang diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka
yang dinilai beresiko.
3) Ukuran dipantau untuk hasil, baik kesuksesan pengurangan cedera
jatuh dan apapun yang terkait konsekuensi yang tidak diinginkan.
4) Kebijakan dan atau prosedur terus mendukung pengurangan resiko
membahayakan pasien akibat jatuh di organisasi.
d. Implementasi di Rumah Sakit
Pencegahan pasien jatuh yaitu dengan penilaian awal risiko jatuh,
penilaian berkala setiap ada perubahan kondisi pasien, serta
melaksanakan langkah – langkah pencegahan pada pasien berisiko
jatuh. Implementasi di rawat inap berupa proses identifikasi dan
penilaian pasien dengan risiko jatuh serta memberikan tanda identitas
khusus kepada pasien tersebut, misalnya gelang kuning, penanda di
pintu, serta informasi tertulis kepada pasien atau keluarga pasien.
2.2 International Essentials of Health Care Quality and Patient Safety
The International Essentials of Health Care Quality and Patient Safety
Framework (IEHCQPSF) atau Kerangka Kerja Internasional yang Penting
untuk Keselamatan Pasien dan Kualitas di Pelayanan Kesehatan didisain oleh
Joint Commission International (JCI) sebagai suatu bentuk alat dan strategi
yang ditujukan untuk berbagai kebutuhan yang beragam tersebut, berfungsi
dengan cara memperlihatkan bagaimana cara mengidentifikasi resiko
terhadap kualitas dan keamanan pada suatu organisasi kesehatan tunggal
ataupun dalam suatu system pemberian pelayanan kesehatan nasional.
Kerangka kerja ini dapat diadaptasi sesuai kebutuhan per organisasi ataupun
sesuai prioritas nasional, dengan hasil yang diperoleh dari penggunaan alat
kerja ini akan berharga bagi proses perbaikkan, kebijakan public, dikenalinya
pencapaian kegiatan pengurangan resiko dalam suatu organisasi kesehatanm
cara penyelesaian suatu kontrak, serta tujuan – tujuan lainnya. JCI
mengembangkan IEHCQPSF untuk memberikan strategi – strategi yang
bersifat non akreditasi untuk segmen pelayanan kesehatan dan system
kesehatan public yang lebih luas, dalam rangka mencapai misi JCI untuk
meningkatkan kemanan dan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan
pada masyarakat. Kerangka kerja tersebut juga melengkapi berbagai alat/tool

19

kualitas dan keamanan pasien dan strategi pendidikan serta cara transfer
pengetahuan lainnya dari JCI.
International Essentials of Health Care Quality and Patient Safety
Framework mengidentifikasi lima “fokus area” yang dikaitkan dengan
pelayanan, kualitas dan keamanan pasien, yang merupakan langkah awal dan
terfokus dari upaya pengembangan kualitas dan keamanan. Lima fokus area
ini dikembangkan melalui suatu riset literature internasional yang intensif
dilakukan dalam hal keselamatan dan kualitas pelayanan kesehatan. Kriteria
untuk tiap fokus area memberikan strategi pengurangan resiko yang jelas dan
dapat dicapai. “Level of Effort” (Tingkat Pencapaian Usaha) diidentifikasi
untuk

tiap

kriteria

sehingga

mampu

memberikan

petunjuk

untuk

mengevaluasi kemajuan yang sudah dicapai dalam mengurangi resiko dan
meningkatkan kualitas.
Dokumen ini mencakup beberapa informasi, yaitu :
1. Lima fokus area yang terkait dengan pelayanan pasien, kualitas dan
keamanan telah dikenal secara luas sebagai domain/ bagian utama yang
menjadi sasaran strategi pengurangan resiko.
2. Kriteria mewakili 10 strategi pengurangan resiko yang ditujukan untuk
domain/ bagian tersebut.
3. Level of Effort memperlihatkan kemajuan pencapaian persyaratan seperti
yang diminta dalam kriteria
a. Pada level 0 : aktifitas yang diinginkan tidak dijumpai, atau sebagian
besar aktifitas yang terkait pengurangan resiko hanya bersifat
sementara.
b. Pada level 1 : struktur aktifitas pengurangan resiko yang lebih
seragam mulai ada.
c. Pada level 2 : proses yang ada sesuai dengan aktifitas penurunan
resiko dan dilakukan secara konsisten dan efektif.
d. Pada level 3 : ada data untuk memperkuat strategi pengurangan resiko
dan pengembangan terus menerus.

19

BAB III
STUDI KASUS

Saat ini 2 Rumah Sakit Berstandar International
Wednesday,
19 January
2011 16:35
administrator
3.1
Contoh Penerapan
Akreditasi
Rumah
Sakit Internasional di Indonesia
Saat ini sudah 2 (dua) rumah sakit di Indonesia menyandang standar
internasional, yaitu Siloam Gleneagles Hospital Karawaci Banten dan Santosa
Hospital Bandung. Santosa Hospital menjadi rumah sakit pertama di Jawa
Barat yang mendapatkan akreditasi dari Joint Commission International (JCI)
yang berpusat di Amerika Serikat, dengan hasil yang menggembirakan yaitu
tingkat kepatuhan terhadap standar Internasional mencapai lebih dari 97%.
Hari ini (18/12), Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih,
MPH, Dr.PH menghadiri syukuran keberhasilan Santosa Hospital meraih
akreditasi Internasional, sekaligus meresmikan perluasan ruang rawat inap
khusus amal (Charity Ward) bagi peserta Jamkesmas dan Jamkesda di Jalan
Kebonjati No. 38 Bandung. Dalam sambutannya Menkes mengatakan,
Memasuki era globalisasi dan persaingan pasar bebas diperlukan peningkatan
mutu dalam segala bidang, diantaranya peningkatan pelayanan yang bermutu
di rumah sakit menuju kualitas pelayanan global yang diakui secara
internasional.
Menkes menegaskan, dalam upaya mendukung Peningkatan mutu
rumah sakit, pemerintah telah membuat kebijakan yang dituangkan dalam UU
No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Peraturan Menteri Kesehatan No.
659 tahun 2009 tentang Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia dan SK Menteri
Kesehatan No. 1195 Tahun 2010 tentang Lembaga Akreditasi Rumah Sakit
Bertaraf Internasional.
Pada pasal 40 UU No. 44 tahun 2009 disebutkan, dalam upaya
peningkatan mutu pelayanan rumah sakit wajib dilakukan akreditasi secara
berkala minimal 3 tahun sekali. Hal tersebut menunjukkan besarnya perhatian
pemerintah terhadap mutu pelayanan rumah sakit sekaligus mengisyaratkan
bahwa arah pengembangan mutu pelayanan rumah sakit adalah menuju
pelayanan internasionalâl ujar Menkes.
Menkes mengatakan, dalam Upaya menuju pelayanan internasional,
pemerintah tidak hanya bergerak pada undang-undang dan peraturan19
melainkan juga pada sistemnya dengan memperbaiki sistem penyelenggaraan
akreditasi. Saat ini tengah dilakukan penyempurnaan akreditasi menuju
akreditasi internasional.

Kemenkes sudah membentuk Pokja penyempurnaan akreditasi rumah
sakit untuk menyusun Peraturan Menteri Kesehatan tentang Akreditasi RS. Selain
itu juga mempersiapkan Komisi Akreditasi Rumah Sakit Indonesia (KARS)
untuk terakreditasi Internasional oleh International Society for Quality in Health
Care (ISQua) dan mempersiapkan model akreditasi baru. Berdasarkan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014
Kemenkes menargetkan minimal 5 rumah sakit akan terakreditasi secara
internasional.
Dalam kesempatan tersebut Menkes menyampaikan penghargaan dan
terima kasih kepada Santosa Hospital yang telah berpartisipasi dalam
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dengan keberhasilan terakreditasi
internasional dari JCI dengan nilai yang sangat baik serta penambahan sarana
pelayanan bagi masyarakat yang kurang mampu.
JCI adalah organisasi nirlaba yang berpusat di Amerika Serikat dan
merupakan divisi dari Joint Commission Resources (JCR) cabang dari The Joint
Commission yang berfokus pada peningkatan mutu berkelanjutan
dan
keselamatan pasien (continuous quality improvement and patient safety) dari
rumah sakit yang diakreditasi oleh JCI.
Acara syukuran juga dihadiri Ketua DPR RI, Marzuki Alie, Gubernur
Jabar H. Achmad Heryawan, Dirjen Bina Pelayanan Medik, dr. Supriyantoro,
para Muspida Jawa Barat, Walikota Bandung, H. Dada Rosada dan para
undangan dari dinas terkait, para direktur rumah sakit se Jawa Barat.
Dengan memperoleh akreditasi JCI, tidak hanya terjadi peningkatan mutu
layanan, tetapi juga tercipta perubahan budaya dalam rumah sakit yang
menjadikan pasien sebagai pusat rumah sakit. Dengan kata lain pasien tidak
hanya menjadi pihak yang menerima layanan kesehatan tetapi ia juga menjadi
bagian dari rencana pengobatannya. Perubahan budaya ini merupakan suatu
proses yang berkelanjutan, dengan akreditasi ini Santosa Hospital menunjukkan
komitmennya terhadap peningkatan keselamatan pasien secara berkelanjutan.
Dengan standar JCI semua pasien yang datang ke Santosa Hospital akan
lebih nyaman karena tahu mereka ditangani para profesional yang kompeten,
dirawat dengan sistem yang tepat, menjamin adanya layanan prima dengan
menggunakan peralatan canggih dan akurat.
Sebagai wujud dari corporate social responsibility, saat ini Santosa
Hospital mengalokasikan 100 tempat tidur (TT) untuk kelas 3, dari jumlah itu 19
52
TT di antaranya merupakan kelas Charity Ward untuk melayani pasien kurang
mampu peserta JAMKeSMAS dan JAMKESDA dengan standar pelayanan
medik dan keperawatan yang tidak berbeda dari kelas-kelas perawatan lain.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal
Kementerian Kesehatan RI
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalu:
Telepon: 021-52907416-9
Faks: 52921669
Call Center : 021-500567
Sumber berita :
http://manajemenrs.net/index.php?
option=com_content&view=article&id=152:saat-ini-2-rumah-sakitberstandarinternational&catid=51:berita&Itemid=95

19

BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Dari pemaparan tentang Akreditasi Internasional rumah sakit diatas dapat
ditarik beberapa kesimpulan yaitu:
1. Akreditasi internasional rumah sakit adalah proses penilaian organisasi
kesehatan oleh lembaga akreditasi internasional berdasar standar dan
kriteria yang ditetapkan untuk meninngkatkan kualitas pelayanan dan
perawatan kesehatan.
2. Joint of Commision International (JCI) adalah lembaga akreditasi
internasional rumah sakit yang telah diakui oleh dunia
3. Joint of Commision International (JCI) sangat bermanfaat bagi pasien
rumah sakit dan rumah sakit yang telah terkareditasi Internasional oleh
badan ini.
4. Joint of Commision International (JCI) memiliki dua fokus standar yakni
pelayanan rumah sakit dan keselamatan pasien.
5. International Patient Safety Goal (IPSG) merupakan salah satu standar
Joint of Commision International (JCI) yang memiliki enam tujuan yakni.
a) Mengidentifikasi pasien dengan benar
b) Meningkatkan komunikasi efektif
c) Meningkatkan keamanan obat
d) Menghilangkan salah- situs, salah-pasien, salah-prosedur operasi
e) Mengurangi resiko infeksi perawatan kesehatan
f)

Mengurangi resiko bahaya pasien akibat jatuh

19

6. Untuk penilaian pengukuran kinerja dalam mencapai tujuan International
Patient Safety Goal (IPSG) menggunakan skala 0 (nol) hingga 3 (tiga).
7. Di Indonesia, rumah sakit yang telah terakreditasi Internasional yakni
Siloam Gleneagles Hospital Karawaci, Banten dan Santosa Hospital,
Bandung.

DAFTAR PUSTAKA

www.jointcomissioninternasional.org , diakses pada tanggal 23 Oktober 2011, 24
Oktober 2011, dan 26 Oktober 20011.
http://manajemenrs.net/index.php?
option=com_content&view=article&id=152:saat-ini-2-rumah-sakitberstandarinternational&catid=51:berita&Itemid=95, diakses pada tanggal
23 Oktober 2011

19

19