KONFLIK SOSIAL BUDAYA dasar konflik

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang berkewajiban mentaati
semua perintahnya. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa manusia juga merupakan makhluk
sosial yang melakukan interaksi sosial. Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik berupa
aksi saling mempengaruhi antara individu dan individu, individu dan kelompok serta antara
kelompok dan kelompok. Dalam melakukan proses interaksi sosial ini kadang terjadi
perbedaan pendapat diantara masyarakat yang nantinya akan menjadi sebuah konflik. Konflik
merupakan kenyataan hidup yang tidak dapat dihindarkan dari manusia yang sudah menjadi
bagian dari kehidupan manusia.
Bisa dikatakan bahwa konflik merupakan suatu proses sosial antara satu orang atau lebih
yang mana salah seorang di antaranya berusaha menyingkirkan pihak lain. Seperti yang
dikatakan salah satu teori dari Karl Marx yang melihat masyarakat manusia sebagai sebuah
proses perkembangan yang akan menyudahi konflik melalui konflik. Kalau kita melihat dari
teori tersebut, bisadisimpulkan bahwa sebagai masyarakat tidak bisa menghindari adanya
konflik yang pastinya akan terjadi di kehidupan kita. Konflik juga tidak begitu saja muncul
tapi konflik mempunyai sumber-sumber yang menjadi patokan atau pemicu munculnya
konflik antar individu maupun antar kelompok sosial.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini yaitu:

1.
2.
3.
4.

Apa yang dimaksud dengan konflik sosial budaya?
Bagaimana cara mengatasi terjadinya konflik?
Apa saja yang menjadi faktor terjadinya suatu konflik?
Apa contoh konflik sosial budaya yang pernah terjadi di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulis dalam menyusun makalah ini yaitu:
1.
2.
3.
4.

Untuk mengetahui pengertian konflik sosial budaya.
Untuk mengetahui cara mengatasi konflik sosial budaya.
Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya suatu konflik.

Untuk mengetahui contoh konflik sosial budaya yang pernah terjadi di Indonesia`

1

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Konflik dan Budaya
Konflik berasal dari kata kerja latin configure, yang berarti saling memukul, yang
dimaksud dengan konflik sosial adalah salah satu bentuk interaksi sosial antara satu pihak
dengan pihak lain didalam masyarakat yang ditandai dengan adanya sikap saling mengancam,
menekan, hingga saling menghancurkan.
Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan
kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat dari bangkitnya keadaan
ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak
secaraberterusan.
Menurut

Berstein

(1965),


Menurut

Berstein,

konflik

merupakan

suatu

pertentangan/perbedaan yang tidak dapat dicegah. Konflik ini mempunyai potensi yang
memberikan pengaruh positif dan negatif dalam interaksi manusia.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa konflik berlangsung dengan
melibatkan orang-orang atau kelompok-kelompok yang saling menentang dengan ancaman
kekerasan. Dalam bentuk ekstrimnya, konflik dilangsungkan tidak hanya sekedar untuk
mempertahankan hidup dan eksistensi. Konflik juga bertujuan sampai tahap pembinasaan
eksistensi orang atau kelompok lain yang dipandang sebagai lawan atau saingannya.
Kebudayaan atau Culture berasal dari bahasa latin Colore yang artinya pemeliharaan,
pengolahan tanah menjadi tanah pertanian. Sedangkan kebudayaan, akar katanya berasal dari

bahasa Sansekerta yaitu Buddayah yang berarti budhi atau akal. Dengan kata lain kebudayaan
adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan istilah CulturalDeterminism yaitu, segala sesuatu yang ada di masyarakat ditentukan oleh kebudayaan
masyarakat itu sendiri. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun
temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai
superorganic. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan
adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

2

Dari berbagai definisi, diperoleh pengertian tentang kebudayaan yaitu sesuatu yang akan
memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam
pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia
sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata,
misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lainlain yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.
B. Indikator Konflik
Menurut Nasikun, ada beberapa indikator yang bisa digunakan untuk menilai intensitas
konflik, khususnya yang terjadi di indonesia, antara lain sebagai berikut:

Demontrasi, yang dimaksud dengan demonstrasi disini adalah sejumlah orang yang tidak
menggunakan kekerasan mengorganisir untuk melakukan protes terhadap suatu rezim
pemerintahan atau terhadap pimpinan, atau terhadap ideologi, kebijaksanaan, tindakan yang
sedang direncanakan rezim.
Kerusuhan, pada dasarnya sama dengan demonstrasi. Perbedaannya adalah kerusuhan
menggunakan kekerasan fisik, yang diikuti dengan perusakan barang-barang, perbedaan
lainya adalah kerusuhan ditandai oleh spontanitas sebagai suatu akibat dari suatu insiden.
Serangan bersenjata, yaitu suatu tindakan kekerasan yang dimaksudkan untuk
melemahkan atau menghancurkan kekuasaan kelompok lain.
Indikator yang berhubungan atau akibiat dari kerusuhan, serangan bersenjata,
demonstrasi, indikator tersebut adalah jumlah kematian akibat kekerasaan.
Govermental sanction, adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh penguasa untuk
meniadakan suatu ancaman terhadap keamanan pemerintahan, rezim yang berkuasa.
C. Teori-teori Penyebab Konflik
Ada beberapa teori penyebab konflik berikut ini akan dipaparkan beberapa teori tentang
penyebab konflik.
1. Teori Hubungan Masyarakat

3


Menganggap bahwa konflik disebabkan polarisasi yang terus terjadi, ketidak percayaan
dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat.
2. Teori Negosiasi Prinsip
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan
perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalamai konflik.
3. Teori Kebutuhan Manusia
Berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia
fisik, mental dan sosial yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Keamanan, identitas, pengakuan,
partisipasi, dan otonomi sering merupakan inti pembicaraan.
4. Teori Identitas
Berasumsi bahwa konflik disebabkan karena identitas yang terancam, yang sering berakar
pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan.
5. Teori Kesalahpahaman Antarbudaya
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di
antara berbagai budaya yang berbeda.
6. Teori Transformasi Konflik
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan
ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya dan ekonomi.
D. Faktor-faktor Penyebab Konflik
1. Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap manusia

adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan
yang berbeda-beda satu dengan yang lainya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan
sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik
sosial, sebab dalam menjalin hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan
kelompoknya. Misalnya ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman
tentu perasaan setiap warga berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik,
tetapi ada pula yang merasa terhibur.
2. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang
berbeda. Seseorang sedikitnya akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan
4

pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya
akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memiicu konflik.
3. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok manusia memiliki perasaan,
pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Dalam waktu yang
bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbedabeda. Kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang
berbeda-beda. Perbedaan latar belakang kebudayaan terdiri dari banyak sebab, baik
secara budaya, latar belakang keluarga, pendidikan dan sebagainya. Perbedaan
tersebut akan berpengaruh karna dapat membentuk kepribadian yang berbeda.
4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat. Perubahan

adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi perubahan itu berlangsung cepat
dan bahkan mendadak, perubahan tersebut dapatmemicu terjadinya konflik sosial.
Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang
mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama di masyarakat
tradisisonal yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai
masyarakat industri. Nilai-nilai kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktuaral
yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah
menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan wktu yang cenderung tidak
ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas sseperti jadwal kerja dan istirahat
dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini terjadi secara cepat dan mendadak,
akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi
upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan
tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada.
E. Jenis-jenis Konflik
Indonesia adalah salah satu negara yang berpotensi konflik. Dilihat dari berita-berita di
media massa, berbagai konflik terjadi di Indonesia. Konflik dalam masyarakat dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa macam yaitu:
1. Berdasarkan Sifatnya
a. Konflik destruktif
Merupakan konflik yang membawa akibat kurang menguntungkan bagi pihak yang

berkonflik. Konflik destruktif dapat mengakibatkan hilangnya nyawa, harta benda,

5

persaingan, perasaan cemas dan sebagainya. Konflik destruktif dapat terjadi karena perasaan
tidak senang atau benci. Contoh konflik destruktif adalah konflik di Sambas.
b. Konflik konstruktif
Adalah suatu konflik yang terjadi karena adanyaperbedaan pendapat dalam menghadapi
suatu masalah. Konflik konstruktif mampu membawa ke arah keuntungan dan akibat yang
membangun, konflik ini bersifat fungsional. Hasil dari konflik konstruktif diantaranya
menghasilkan suatu konsesus atau kesepakatan dari perbedaan tersebut sehingga dapat
menghasilkan suatu perbaikan. Contoh konflik konstruktif adalah perbedaan pendapat dalam
rapat. Konflik konstruktifdapat menghasilkan keuntungan diantaranya meningkatkan inisiatif
dan kreatifitas, dan surutnya ketegangan pribadi.
2. Berdasarkan Posisi Pelaku yang Berkonflik
a. Konflik vertikal
Konflik vertikal adalah konflik yag terjadi antara lapisan dan komponen masyarakat yang
berbeda atau bertingkat. Misalnya seperti konflik masyarakat dengan negara seperti yang
terjadi antara pemerintah dengan rakyat, buruh dengan majikan, konflik aceh dan sebagainya.
b. Konflik horizontal

Merupakan konflik yang terjadi dalam satu lapisan sosial yang sama. Konflik horizontal
misalnya konflik yang terjadi antarsuku bangsa, antarras, antaragama, antargolongan seperti
yang terjadi di Papua, Poso dan sebagainya. Konflik ini terjadi karena para pelaku yang
berkonflik kedudukannya sama, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah.
c. Konflik diagonal
Konflik diagonal merupakan konflik yang terjadi kerena adanya ketidak adilan alokasi
sumber daya keseluruhan organisasi sehingga dapat menimbulkan pertentangan yang ekstrim.
Misalnya pertentangan atau konflik di Aceh.
3. Berdasarkan Sifat Pelaku yang Berkonflik
a. Konflik terbuka
Yaitu konflik yang diketahui oleh semua pihak, misalnya konflik yang dialami para artis.
b. Konflik tertutup

6

Merupakan konflik yang hanya diketahui oleh orang-orang atau kelompok yang terlibat
dalam konflik.
4. Berdasarkan Konsentrasi Aktivitas Manusia
a. Konflik sosial
Yaitu konflik yang sering terjadi akibat adanya perbedaan kepentingan sosial dari pihak

yang berkonflik. Konflik sosial dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara lapisan sosial yang berbeda.
Misalnya konflik yang terjadi antara pemerintah dengan warga masyarakat.
2) Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjadi antara kelompok atau individu dalam
kelas atau lapisan sosial yang sama. Misalnya konflik antarsuku, antaretnis, antarras
dan sebagainya.
b. Konflik politik
Yaitu konflik yang terjadi karena adanya perbedaan kepentingan yang berkaitan dengan
kekuasaan. Misalnya konflik kekuasaan yang terjadidi Thailand.
c. Konflik ekonomi
Yaitu konflik ekonomi yang terjadi karena adanya masalah ekonomi, misalnya perebutan
sumber daya ekonomi dan sebagainya. Contohnya konflik yang terjadi dalam kepentingan
ekonomi antara pengusaha dan buruh.
d. Konflik budaya
Yaitu konflik yang terjadi krena adanya perbedaan kepentingan budaya budaya dari pihak
yang berkonflik. Konflik budaya misalnyakonflik yang terjadi antara dua kebudayaan yang
berbeda.
e. Konflik ideology
Yaitu konflik yang terjadi akibat adanya perbedaan paham yang diyakini oleh seseorang
atau sekelompok orang. Konflik ideologi misalnya konflik yang terjadi antara massa
akhmadiah dengan massa FPI.
5. Berdasarkan Cara Pengolahannya
a. Konflik interindividu
Merupakan konflik yang terjadi karena ada kaitan erat dengan emosi individu hingga
tingkat keresahan yang paling tinggi. Konflik ini terjadi didalam diri manusia. Misalnya
7

seorang hakim yang harus memutuskan perkara untuk adiknya yang bersalah. Hakim ini akan
mengalami

konflik

peran

antara

menunjukkan

loyalitas

sebagai

hakim

dan

mempertimbangkan adiknya yang jadi tersangka.
b. Konflik antarindividu
Merupakan konflik yang terjadi antara seseorang dengan satu orang lainnya. Konflik ini
menyangkut perbedaan pendapat, ide, gagasan, kepentingan, bahkan emosional. Konflik
seperti ini hampir pasti pernah di alami oleh setiap individu.
c. Konflik antarkelompok
Merupakan konflik yang terjadi antara kelompok satu dengan kelompok lain. Konflik ini
dapat di jumpai dalam masyarakat. Misalnya konflik yang terjadi antarkampung.
F. Dampak Konflik
Konflik yang tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak yang kurang baik.
Konflik akan berakibat positif ketika konflik yang terjadi membawa keuntungan bagi pihak
yang berkonflik. Untuk itu, maka konflik perlu dikelola secara baik dan benar sehingga dapat
meminimalisir dampak negatif konflik.namun, tidak ada konflik yang tidak membawa akibat
bagi masyarakat. Konflik mempunyai dampak dan akibat baik langsung ataupun tidak
langsung, baik positif ataupun negatif.
Dampak langsung konflik diantarnya rusaknya harta benda, timbulnya korban jiwa,
keretakan hubungan, kemiskinan bertambah, rusaknya sarana dan prasarana dan sebagainya.
Contohnya seperti dampak dari konflik Irak dengan Amerika yang membawa dampak
langsung yang bersifat negatif bagi penduduk Irak.Dampak tidak langsung dirasakan oleh
pihak yang tidak terlibat dalam konflik.
Dampak terjadinya konflik diantaranya:
1.
a.




b.



Aspek sosial budaya
Dampak negatif:
Memperjelas jarak social
Perubahan kepribadian para individu
Dominasi (apabila kekuatan pihak yang saling bertikai tidak seimbang)
Takluknya salah satu pihak karena dominasi
Dampak positif:
Memperkuat solidaritas internal kelompok
Pertentangan dua kubu memunculkan simpati dari orang/kelompok lain.
8


2.
a.
b.
3.
a.
b.
c.
4.
a.
b.
5.
a.

Akomodasi (apabila kekuatan pihak yang saling bertentangan seimbang)
Aspek hukum
Pelanggaran HAM
Masalah kepemilikan tanah
Aspek ekonomi dan tata ruang kota
Kehilangan lapangan pekerjaan
Muncul lapangan kerja baru
Masalah daerah kumuh
Aspek kependudukan
Perpindahan penduduk (karena konflik berkepajangan)
Muncul masalah sosial lainnya seperti kesehatan, keamanan, ketenagakerjaan, dsb.
Aspek pemerintah dan pelayanan public
Banyaknya penduduk yang migrasi memunculkan kepadatan dan kemacetan sehingga
berimbas pada pelayanan publik.

G. Cara Mengatasi Konflik
1. Koersi (coersion)
Yaitu suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilakukan dengan paksaan. Paksaan
merupakan suatu cara menyelesaikan pertikaian dengan menggunakan paksaan fisik maupun
psikologis. Dalam pelaksanaan akomodasi ini salah satu pihak berada dalam posisi yang
lemah.
2. Kompromi (compromise)
Yaitu suatu bentuk akomodasi yang dilakukan dimana pihak-pihak yang terlibat saling
mengurangi tuntutan agar tercapai penyelesaian dari perselisihan.
3. Arbitrasi (arbitration)
Yaitu konflik yang dihentikan dengan cara mendatangkan pihak ketiga untuk
memutuskan dan kedua belah pihak yang bertikai harus mentaati keputusan tersebut karena
bersifat mengikat.
4. Mediasi (mediation)
Yaitu penyelesaian konflik dengan mengundang pihak ketiga yang bersifat netral dan
tidak hanya berfungsi sebagai penasihat. Keputusan dari pihak ketiga ini tidak mengikat.
5. Toleransi (tolerantion)
Yaitu suatu bentuk akomodasi dimana ada sikap saling menghargai dan menghormati
pendirian masing-masing pihak yang berkonflik. Bentuk akomodasi ini disebut juga tolerant-

9

participation. Bentuk ini merupakan suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan formal.
Kadang-kadang toleransi timbul secara tidak sadar dan tanpa direncanakan.
6. Konversi (convertion)
Yaitu penyelesaian konflik apabila salah satu pihak bersedia mengalah dan mau menerima
pendirian pihak lain.
7. Konsiliasi (consiliation)
Yaitu suatu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang berselisih demi
tercapainya suatu persetujuan bersama.
8. Adjudukasi (adjudication)
Yaitu suatu penyelesaian konflik melalui pengadilan.
9. Stalemate
Yaitu suatu keadaan dimana pihak-pihak yang bertentangan memiliki kekuatan seimbang,
namun terhenti pada suatu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya karena kedua
belah pihak sudah tidak mungkin lagi untuk maju atau mundur.
10. Gencatan senjata
Yaitu penangguhan permusuhan untuk jangka waktu tertentu guna melakukan suatu
pekerjaan tertentu yang tidak boleh diganggu. Misalnya untuk melakukan perawatan bagi
yang luka-luka, mengubur korban tewas, berunding, dan sebagainya.
11. Segregasi (segregation)
Yaitu upaya untuk saling memisahkan diri dan saling menghindar diantara pihak-pihak
yang bertentangan dalam rangka mengurangi ketegangan.
12. Dispasement
Yaitu usaha untuk mengakhiri konflik dengan mengalihkan perhatian pada objek masingmasing.
H. Contoh Konflik yang Pernah Terjadi di Indonesia
a. Latar Belakang Peristiwa Mei 1998

10

Peristiwa Mei 1998 yang merupakan suatu gerakan reformasi di Indonesia ini
dilatarbelakangi oleh berbagai faktor, baik politik, sosial, dan ekonomi. Dari faktor politik,
dipicu oleh pengangkatan kembali Soeharto menjadi Presiden RI setelah hasil pemilu 1997
menunjukkan bahwa Golkar sebagai pemenang mutlak. Hal ini berarti dukungan mutlak
kepada Soeharto makin besar untuk menjadi presiden lagi di Indonesia dalam sidang MPR
1998. Terpilihnya kembali Soeharto menjadi Presiden RI kemudian Ia membentuk Kabinet
Pembangunan VII yang penuh dengan ciri nepotisme dan kolusi.
Dari faktor ekonomi, Indonesia merupakan salah satu Negara yang terkena dampak dari
krisis moneter dunia yang berakibat pada merosotnya nilai rupiah secara drastis. Hal ini
diperparah dengan utang luar negeri Indonesia yang semakin memburuk. Keadaan semakin
kacau karena terjadinya ketidakstabilan harga harga bahan pokok, termasuk minyak.
Kenaikan harga minyak sendiri kemudian berpengaruh pada kenaikan tarif angkutan umum.
Dari faktor sosial, banyak terjadinya konflik-konflik sosial diberbagai daerah di
Indonesia. Selain itu, krisis ekonomi yang berkepanjangan berdampak pada rakyat yang
banyak mengalami kelaparan. Hal ini berakibat pada hilangnya kepercayaan rakyat kepada
pemerintah. Ini berarti bahwa krisis ekonomi yang melanda Indonesia mendorong hancurnya
kredibilitas pemerintah Orde Baru dimata rakyat.
Secara garis besar, kronologi gerakan reformasi ini diawali dengan adanya sidang Umum
MPR (Maret 1998) memilih Suharto dan B.J. Habibie sebagai Presiden dan Wakil Presiden
RI untuk masa jabatan 1998-2003. Presiden Suharto kemudian membentuk dan melantik
Kabinet Pembangunan VII. Kabinet yang sarat akan kolusi dan nepotisme ini kemudian
membuat mahasiswa bergerak. Ditambah dengan terjadinya krisis moneter, maka pada bulan
Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai daerah mulai bergerak menggelar demonstrasi dan
aksi keprihatinan yang menuntut penurunan harga barang-barang kebutuhan (sembako),
penghapusan KKN, dan mundurnya Suharto dari kursi kepresidenan.
Pada tanggal 12 Mei 1998, dalam aksi unjuk rasa mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta
telah terjadi bentrokan dengan aparat keamanan yang menyebabkan empat orang mahasiswa
(Elang Mulia Lesmana, Hery Hartanto, Hafidhin A. Royan, dan Hendriawan Sie)tertembak
hingga tewas dan puluhan mahasiswa lainnya mengalami luka-luka. Kematian empat
mahasiswa tersebut mengobarkan semangat para mahasiswa dan kalangan kampus untuk
menggelar demonstrasi secara besar-besaran.

11

Hal ini berlanjut pada tanggal 13-14 Mei 1998, di Jakarta dan sekitarnya terjadi
kerusuhan massal dan penjarahan sehingga kegiatan masyarakat mengalami kelumpuhan.
Dalam peristiwa itu, puluhan toko dibakar dan isinya dijarah, bahkan ratusan orang mati
terbakar. Pada tanggal 19 Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta
dan sekitarnya berhasil menduduki gedung MPR/DPR.
Melihat aksi-aksi tersebut, akhirnya pada tanggal 19 Mei 1998, Harmoko sebagai
pimpinan MPR/DPR mengeluarkan pernyataan berisi ‘anjuran agar Presiden Suharto
mengundurkan diri’. Pada tanggal 20 Mei 1998, Presiden Suharto mengundang tokoh-tokoh
agama dan tokoh-tokoh masyarakat untuk dimintai pertimbangan dalam rangka membentuk
Dewan Reformasi yang akan diketuai oleh Presiden Suharto.
Dan puncaknya, pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00 di Istana Negara, Presiden
Suharto meletakkan jabatannya sebagai Presiden RI di hadapan Ketua dan beberapa anggota
Mahkamah Agung. Berdasarkan pasal 8 UUD 1945, kemudian Suharto menyerahkan
jabatannya kepada Wakil Presiden B.J. Habibie sebagai Presiden RI. Pada waktu itu juga B.J.
Habibie dilantik menjadi Presiden RI oleh Ketua MA.
Dampak yang ditimbulkan dari peristiwa ini tentu saja adalah turunnya Soeharto dari
kursi Presiden. Selain berdampak pada turunnya Soeharto dari kursi Kepresidenan, peristiwa
Mei 1998 ini juga berdampak pada:
a. Banyak yang hilang pekerjaan akibat tempat-tepat bekerja dirusak ataupun di bakar
b. Kerugian materil yang tidak dapat dihitung lagi.
c. Banyak korban yang menderita fisik dan psikis, apalagi korban dari tindak kekerasan
seksual.
d. Permasalahan ekonomi yang berkepanjangan sejak Tahun 1997, membuat Indonesia
mengalami krisis. Terjadi PHK di mana-mana, banyaknya pengangguran dan harga
BBM dinaikkan membuat keadaan semakin memburuk. Aksi-aksi mahasiswa yang
telah bergulir sejak awal 1998 semakin marak dan menular ke banyak kampus di
seluruh Indonesia. Aksi mahasiswa yang terjadi sepanjang Mei 1998 menemukan
momentumnya pada tanggal 12 Mei 1998 di kampus Universitas Trisakti di Jalan
Kyai Tapa, Grogol, Jakarta. Peristiwa ini telah merenggut nyawa empat orang
mahasiswa Trisakti akibat tembakan peluru tajam oleh aparat kepolisian.
Kerusuhan Mei 1998 terjadi pada tanggal13-15. Ketiadaannya aparat membuat kerusuhan
Mei 1998 ini

mencapai klimaksnya pada 14 Mei 1998. Perspektif Politik terjadinya
12

Kerusuhan Mei 1998 tidak lepas dari aspek politik yang terjadi saat itu. Isu rivalitas antara
Wiranto dan Prabowo menjadi pembicaraan kalangan elite khususnya elite tentara sejak awal
1998. Sebagian pegamat menganalisa bahwa “konflik” yang terjadi antara Wiranto dan
Prabowo sengaja diciptakan Soeharto agar terjadi keseimbangan sehingga tidak ada yang
terlalu dominan.
Kasus yang memukul Prabowo menjelang Mei 1998 adalah penculikan aktivis
mahasiswa. Kasus penculikan tidak dapat dipisahkan dari situasi keamanan, khususnya di
ibukota, pada akhir 1997 dan Januari 1998. Dengan munculnya kasus penculikan, posisi
Wiranto menjadi di atas angin. Ia berhasil menampilkan diri sebagai figure demokrat dan
seolah-olah berpegang pada hukum. Prabowo mengakui adanya sembilan orang yang
ditangkap anggota Tim Mawar. Semuanya telah dilepaskan dengan selamat dan mereka yang
masih hilang bukanlah tanggung jawabnya. Artinya, memang ada pihak-pihak lain di luar
Prabowo yang ikut menangkap para aktivis. Rivalitas antara Prabowo dan Wiranto jelas
mewarnai politik internal di ABRI menjelang Insiden Trisakti dan huru-hara Mei 1998.
Kepentingan-kepentingan golongan saat kerusuhan Mei 1998 dapat kita lihat dari
beberapa petinggi negara yang melakukan suatu tindakan yang menurutnya itu merupakan
suatu pengamanan. Penculikan ini merupakan kerja politik yang kuat untuk mempertahankan
kekuasaan melalui keunggulan monopoli alat-alat kekerasan, dengan kata lain kasus
penculikan merupakan operasi intelejen dari sebuah desain politik untuk mengamankan
kepentingan status quo kekuasaan.
Saat terjadinya kerusuhan pun Pangab Wiranto pergi ke Malang pada 14 Mei 1998
dengan membawa banyak jenderal sedangkan saat itu situasi di Jakarta sedang darurat dan
tidak ada pengamanan satupun dari Brimob, pasukan Brimob ditarik dan Kostrad yang
diturunkan ke lapangan untuk pengamanan. Karena saat itu komando masalah keamanan
adalah Mabes ABRI yang membawahi POLRI dan TNI.
Disengaja atau tidak tetapi itu yang terjadi pada saat huru-hara berlangsung. Hubungan
Militer dan Sipil saat itu berlangsung baik. Tetapi pada saat itu sipil yang dianggap pro
demokrasi dan menginginkan perubahan membuat para petinggi menganggap orang sipil
menentang penguas rezim ORBA. Masa pemerintahan ORBA juga dikenal sebagai
pemerintahan yang militeristik. Dimana dalam setiap mengatasi masalah yang terjadi di
masyarakat, pemerintahan selalu menggunakan militer untuk mengatasi masalah yang sering

13

kali menggunakan cara yang bersifat represif. Pelanggaran HAM dapat dilakukan terangterangan dimanapun oleh alat negara tanpa adanya proses hukum.
Awal 1998 saat pemerintahan Orba berlangsung terjadi krisis. Krisis yang tidak mampu
diatasi oleh pemerintah saat itu membuat rakyat melakukan tindakan kejahatan di manamana. Aksi masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa mulai terjadi dimana-mana. Aksi
dilakukan untuk menuntut mundur Soeharto karena dinilai telah gagal dalam mengatasi
masalah krisis Indonesia. Soeharto memerintahkan militer untuk menghalang aksi
demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat. Bahkan militer tidak segan-segan melakukan
tindakan represif yang berujung pada kematian di kalangan demonstran. Situasi ini membuat
Soeharto mengundurkan diri sebagai Presiden saat itu.
b. Proses terjadinya Peristiwa Mei 1998
Kasus-kasus Kerusuhan Mei 1998
a. Demonstrasi Mahasiswa
Pada bulan Januari 1998, aksi-aksi dilakukan oleh berbagai kelompok seperti mahasiswa
baik kelompok Cipayung maupun Non Cipayung, koalisi LSM, Ormas dan kelompokpemuda
dan buruh. Lokasi aksi umumnya adalah kantor instansi pemerintah dan kampusBulan April,
jumlah aksi terus bertambah. Bentrok dengan aparat pun mulai meningkat. Isu politik
semakin meningkat. Tuntutan reformasi, anti KKN dan menurunkan Soeharto semakin
gencar. Dukungan masyarakat semakin bertambah, begitu juga dari kelompok profesional.
Pada bulan Mei, aksi mahasiswa telah semakin meningkat, terlebih setelah pemerintah karena
kenaikkan harga BBM dan terjadinya penembakan di Trisakti yang diikuti oleh kerusuhan di
berbagai kota.
b. Insiden Trisakti
Usai mengikuti orasi-orasi hingga siang hari mahasiswa mulai bergerak ke luar kampus
melalui jalan S. Parman. Mahasiswa menuntut long march ke Gedung DPR/MPR Senayan
untuk menyampaikan aspirasi mereka. Mereka diblokir oleh dua lapis aparat kepolisian
lengkap dengan tameng dan pentungan di depan Kantor Walikota Jakarta Barat, mahasiswa di
bawah pimpinan Ketua SMUT, Julianto Hendro Cahyono, meminta aparat mengizinkan
mereka ke Senayan dalam aksi damai. Aparat keamanan dari pasukan Pengendalian Massa

14

menolak tuntutan itu. Sejumlah mahasiswi membagikan bunga mawar pada aparat sebagai
tanda damai.
Ketika rombongan mahasiswa sedang bergerak kembali ke dalam kampus, terjadi
provokasi oleh seorang yang mengaku alumni Universitas Trisakti yang kemudian diketahui
bernama Mashud. Mahasiswa menuduh Mashud sebagai intel yang mau memprovokasi
mereka dengan cara mengejek dan memancing kemarahan. Mahasiswa sempat terpancing
dan mengejar Mashud yang masuk ke barisan aparat keamanan untuk meminta perlindungan.
Kemudian terjadi dorong-mendorong antara massa dan pasukan. Selain dikejar, diburu,
ditendang dan diinjak oleh aparat keamanan, korban yang paling banyak berjatuhan adalah
korban karena tembakan. Laras senapan aparat keamanan secara sporadis diarahkan kepada
mahasiswa, aparat keamanan melakukan penembakan membabi buta. Sebagian aparat yang
mengambil posisi di atas jembatan layang mengarahkan tembakan kea rah mahasiswa di
dalam kampus. Dari sinilah banyak berjatuhan korban luka dan meninggal dunia.
c. Penjarahan diberbagai Wilayah
Keusuhan hari pertama ini umumnya terjadi di daerah Jakarta Barat, di sekitar Jalan KH
Hasyim Asyari, lampu merah Roxy, Jalan KH Mochammad Mansyur, kemudian menyebar
menyebar ke Bendungan Hilir Raya, Tanah Abang dan ke arah Bandara Cengkareng.
Penjarahan dan kerusuhan dilakukan disiang hari di daerah Grogol dekat kampus Trisakti.
Karena jalan ke arah Grogol banyak diblokir akhirnya massa beralih ke Jalan Daan Mogot,
Pesing, Cengkareng hingga perbatasan Jakarta-Tanggerang. Perusuh membawa computer,
televisi, kulkas dan umumnya barang-barang elektronik. Perusuh yang lain melampiaskan
kemarahan dengan membakar barang-barang yang dikeluarkan ke jalan-jalan bersama
sejumlah mobil dan motor yang tengah parkir. Mobil-mobil di jalan ke arah Bandara
Soekarno Hatta dihentikan dan penumpangnya diperas perusuh.
Beberapa toko dan ruko di Jalan Hasyim Asyari habis dijarah dan dibakar massa.
Beberapa kantor bank dilempari batu. Kalangan etnis Tionghoa dan kalangan orang berada
(oran(orang-orang kaya) menjadi sasaran. Di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, massa
telahmenjarah pertokoan, toko-toko juga dilempai batu, batu dan benda apa saja yang
tersedia. Gumpalan asap hitam menyelimuti langit kota Jakarta Ketika senja tiba, sebagian
massamulai meninggalkan jalan dan kembali ke rumah masing-masing.
d. Pemerkosaan Terhadap Etnis Tionghoa
15

Berbagai tindakan akibat sentiment rasial terjadi dalam berbagai bentuk. Mulai dari
bentuk makian, hinaan, hingga dalam bentuk perusakan, penjarahan/perampasan,
pembakaran, dan penganiayaan, pelecehan, pemerkosaan, hingga pembunuhan. Berbagai
bentuk tindakan-tindakan yang disertai ekspresi kebencian atau anti terhadap etnis tionghoa
terjadi pada semua wilayah, khususnya wilayah Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Jakarta
Selatan. Sentiment rasial yang terjadi saat itu membuat orang-orang dari etnis tionghoa
menjadi incaran massa saat itu, tidak hanya itu pemerkosaan dan pembunuhan yang
dilakukan terhadap etnis tionghoa pun membuat para kelompok tersebut merasa
terdiskriminasi.
e. Penculikan Aktivis
Menjelang SU-MPR (1-11 Maret 1998), sebelum Mei 1998, terjadi penculikan terhadap
sejumlah aktivis mahasisswa, LSM, Ormas dan partai antara Februari hingga Maret 1998.
Penculikan diiketahui dilakukan oleh Tim Mawar, tim yang dibentuk oleh Komandan
Batalyon 42, Group IV Kopssus, Mayor Bambang Kristiono atas perintah Letjen Prabowo
Subianto. Tim Mawar mengembangkan perintah Danjen Kopassus dengan menangkap
sembilan orang aktivis. Kasus penculikan tidak dapat dipisahkan dari situasi keamanan,
khususnya di ibukota. Pada faktanya, walaupun nama orang-orang yang telah diculik
berkaitan dengan nama-nama organisasi (KNDP, PRD, PIJAR, ALDERA, PDI Megawati dan
lainnya) yang dianggap bermasalah dan berpeluang membahayakan keamanan masyarakat
dan Negara, sebagian besar dari orang-orang tersebut diculik setelah SU-MPR selesai
dilaksanakan. Oleh karena itu terdapat kesulitan untuk memastikan bahwa orang-orang yang
diculik tersebut hanya berkaitan dengan pengamanan SU-MPR. Kasus penculikkan menjadi
pembicaraan hangat setelah muncul berbagai aksi demonstrasi dan unjuk rasa. Berbagai
pihak, baik sipil dan militer di dalam negeri memberikan reaksi dan tekanan keras khususnya
kepada pimpinan TNI/POLRI.
Kerusuhan Mei 1998 terjadi dalam bentuk kerusuhan massal yang meliputi berbagai
tindakan pembunuhan, penganiayaan, peusakan, pembakaran, penjarahan, penghilangan
orang secara paksa dan pemerkosaan. Kerusuhan diyakini terkait erat dengan proses
pergeseran elit politik saat itu yang kemudian diikuti mundurnya Presiden Soeharto pada
tanggal 21 Mei 1998 sebagai momentum kemenangan gerakan reformasi. Penyelesaiaan
pelanggaran HAM yang berat di masa lalu memiliki makna strategis sebagai bagian dari
proses transisi demokrasi yang harus dilalui oleh bangsa Indonesia. Hal ini untuk
16

mengegakkan hukum dan HAM, sekaligus memberikan keadilan kepada para korban dan
mencegah terjadinya kejadian serupa di masa depan dengan cara menghukum para pelaku.
Kerusuhan Mei 1998 nyata-nayata telah mengakibatkan penghancuran, penganiayaan dan
melemahkan kelompok masyarakat sipil. Kerusuhan yang terjadi didorong oleh sekelompok
orang tertentu dan pada banyak lokasi terlihat dengan ciri-ciri tertentu. Kelompok massa ini
dilkenal dengan sebutan provokator. Kelompok ini terlihat terlatih, terorganisirdan membawa
peralatan tertentu yang digunakan untuk merusak atau membakar. Fakta menunjukan pada 55
lokasi titik terlihat adanya aparat keamanan di lokasi kerusuhan. Ketidakhadiran aparat di 55
lokasi menunjukkan ketidakpastian aparat keamanan melakukan pengamanan. Hal ini
menunjukan bahwa tindakan pengamanan yang dilakukan aparat pada lokasi kerusuhan tidak
efektif, karena sebagian besar tindakan yang dilakukan tidak efektif.
Dari banyaknya kerugian yang dialami dan banyaknya korban menunjukkan bahwa aparat
keamanan tidak efektif mengatasi situasi saat itu, karena tidak terlihatnya aparat dibeberapa
lokasi kerusuhan, bahkan aparat cendecenderung membantu peristiwa tersebut. Karena saat
terjadinya kerusuhan tidak lepas kendali dari perintah komando, dan telah ada kebijakan
aparat untuk membiarkan kerusuhan terjadi yang menggunakan fasilitas dan sumber-sumber
publik, dengan cara :
a. Tidak mengerahkan pasukan secara patut sehingga banyak daerah yang tidak
diamankan.
b. Pasukan yang ada dilokasi tidak melakukan tindakan apapun saat kerusuhan terjad
c. Pasukan meninggalkan lokasi kerusuhan.
d. Pasukan tidak bergerak ke lokasi kerusuhan yang jaraknya relative dekat.
Peristiwa kerusuhan Mei 1998 tidak dapat dilepaskan dari konteks situasi dan dinamika
politik Indonesia pada waktu itu. Berbagai peristiwa yang terjadi saat itu penculikan sejumlah
aktivis, krisis ekonomi, demonstrasi mahasisswa yang terus-menerus, serta tewas
tertembaknya mahasiswa Trisakti. Tragedi yang terjadi di beberapa kota secara bersamaan
dengan memakan korban jiwa dan harta benda. Tidak terdapatnya aparat diberbagai lokasi
kerusuhan membuat semakin menjadinya kerusuhan. Masyarakat yang seakan mengamuk
membuat semakin karut marut situasi saat itu. Banyaknya massa membuat sebagian orang
memanfaatkan situasi dengan memprovokasi sehingga membuat massa semakin marah dan
merusak semua yang ada di sekitar lokasi kerusuhan. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh
Djayadi Hanan selaku expert opinion, yaitu :

17

Memang ada dugaan sekelompok orang melakukan provokasi agar demonstrasi besarbesaran mahasiswa dan masyarakat umum saat itu berubah menjadi kerusuhan. Diduga kuat
provokasi tersebut diorganisir oleh aparat negara, terutama tentara, karena mereka
berkepentingan untuk membuat demonstrasi damai itu menjadi rusuh agar terjadi kesan
bahwa peristiwa tuntutan masyarakat dan mahasiswa bukanlah bersifat politik tetapi kriminal.
Bila kerusuhan terjadi, tentara punya alasan untuk mengambil alih situasi dan memegang
kendali kekuaasaan. Dengan demikian tidak saja rejim penguasa dapat dipertahankan tetapi
tentara/aparat juga menjadi pemegang kekuasaan politik bila terjadi pergantian kekuasaan
saat itu.
Dari banyaknya data yang didapat dilapangan, dan beberapa nama yang diduga sebagai
orang yang bertanggung jawab atas terjadinya Peristiwa Kerushan Mei 1998. Komnas HAM
membuat laporan dan pemanggilan kepada nama-nama tersebut untuk dilakukan penyidikan
oleh kejaksaan, tetapi kejaksaan belum melakukan penyidikan tersebut sampai saat ini.
Bahkan Komnas HAM pun sudah membut surat rekomendasi kepada DPR untuk menindak
lanjuti kasus Pelanggaran HAM yang berat pada Kerusuhan Mei 1998. Komnas HAM pun
sudah membuat surat untuk presiden dan mendesak untuk segera di selesaikan. Tapi, sampai
saat ini belum ada langkah serius pemerintah untuk menyelesaikannya.
Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Djayadi Hanan selaku expert opinion, yaitu :
Pemerintah tampak memiliki keengganan karena aparat yang diduga kuat menjadi
penanggungjawab kasus tersebut masih memiliki kekuasaan atau berhubungan erat dengan
jaringan kekuaasaan di tingkat nasional. Hampir di semua partai politik, sejumlah mantan
tentara memegang peran kunci. Mereka ini tentu akan berusaha melindungi teman-teman
korps mereka dari proses hukum. Karena itu dari segi politik temuan-temuan dari Komnas
HAM kurang mendapat dukungan untuk ditindaklanjuti secara nyata. Di samping itu,
sejumlah nama yang diduga kuat terlibat bahkan ikut menjadi dalang peristiwa tersebut juga
masih memegang kendali kekuasaan atau memegang jabatan tinggi. Tentu akan sulit untuk
memproses secara sungguh-sungguh peristiwa tersebut karena yang ada dalam lingkaran
kekuasaaan akan terus menghalangi proses pengungkapan dan penyelesaiannya secara
menyeluruh.
a. Dampak Negatif

18

Agenda reformasi telah ditetapkan melalui berbagai ketetapan MPR dan berbagai produk
perundang-udangan yang baru, tetapi setelah berlangsung lebih dari 12 tahun lamanya, terasa
bahwa reformasi berjalan secara belum terarah.
Bila dinilai kembali kepada kondisi sebelum reformasi maka tampak bahwa kekuasaan
yang pada wkatu dulu bersifat otoriter, sekarang harus bersifat demoratis, pemerintahan yang
terpusat harus menjadi desentralisasi. Pemerintahan yang bersifat tertutup dan penuh larangan
serta pengawasan seharusnya lebih terbuka, transparan, serta kebebasan.
Rasionalitas dan objektivitas telah tersisihkan sehingga muncul egoism, perseorangan
maupun kelompok tanpa mengidahan etika, moral, norma, dan hukum yang ada. Politik
kekerasanbanyak bermunculan dan berkembang mewarnai kehidupan baru dalam masyarakat
sehingga sulit mengatasi maupun kehidupan bermasyarakat bangsa dan bernegara. Oleh
karena itu, hal-hal seperti ini harus segera diatasi dan dihapuskan.
b. Dampak Positif
Dampak positif reformasi dapat kita rasakan dan kita saksikan melalui berita-berita media
massa, serta surat kabar dan internet maupun pendapat-pendapat pengamat bidangnya.
Munculnya suasana baru yang bisa kita saksikan diantaranya terdapatnya kebebasan pers,
kebebasan akademis, kebabasan berorganisasi dan lain-lain yang selama ini belum pernah
ada, termasuk kebebasan pemikiran dalam memperjuangkan pembebasan tahanan politik
maupun narapidana politik, hal ini bisa dinilai sebagai lambang dari suatu kebebasan
berpolitik di Indonesia.
Timbulnya kesadaran baru masyarakat bisa bertindak dan berbuat sesuatu serta
melakukan perubahan-perubahan diantaranya pendobrakan atas rasa ketakutan berpolitik,
terhadap proses pembodohan yang telah berlangsung hampir lebih dari tiga puluh tahun.
Memang, sebelum gerakan reformasi dimulai maka semua orang merasakan kelemahan
tidak bisa berbuat apa pun tanpa daya dan takut berpolitik, berpendapat, dan
berbicara.Namum, dengan pengalaman baru bereformasi, masyarakat Indonesia, khususnya
para mahasiswa, mulai sadar dan memiliki serta dapat memperjuangkan politik mereka yang
benar-benar dapat membawa ke arah perubahan yang positif, kesadaran baru ini penting
sekali artinya dalam rangka perjuangan selanjutnya menuju reformasi yang total dan
menyeluruh.

19

Keuntuhan Hegemoni Orde Baru
Keberhasilan dan kejayaan yang dicapai oleh Soeharto dengan rezim Orde Barunya
nampaknya mengalami keruntuhan. Keburukan yang dilakukan oleh rezim Soeharto mulai
nampak ke permukaan semenjak rezim ini mengalami kemunduran. Periode 1989-1998
merupakan masa tersulit yang harus dilalui oleh rezim ini. Mulai dari tindakan pelanggaran
HAM, pembungkaman pers, korupsi yang sangat besar, utang luar negeri yang tinggi, dan
krisis ekonomi. Separatisme juga menjadi masalah tersendiri yang harus dihadapi oleh
Soeharto ketika Aceh dengan GAM (Gerakan Aceh Merdeka)-nya ingin memisahkan diri dari
Republik Indonesia.
Setelah kematian isterinya pada 1996 kesehatan Soeharto mulai menurun. Dia pernah
mendapatkan perawatan di Jerman. Kurs dan harga di lantai bursa juga mengalami dampak
akibat kesehatan Soeharto yang memburuk tersebut. Indonesia mengalami krisis ekonomi
yang cukup dahsyat. Krisis yang dialami oleh Thailand pada Juli 1997 juga berdampak
terhadap negara-negara di kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Pada akhir 1997,
krisis ekonomi yang dialami Indonesia berakibat pula terhadap suasana politik Indonesia.
Soeharto mengambil langkah dengan menandatangani perjanjian pemberian utang dengan
IMF (International Monetary Fund).
Beberapa hari sebelum kejatuhan Soeharto merupakan hari-hari terpanjang yang harus
dilaluinya. Tuntutan reformasi dari rakyat terus menggema. Demonstrasi terjadi diberbgai
daerah. Terjadi sebuah insiden ketika penembak jitu ABRI menembak empat mahasiswa
Universitas Trisakti pada 12 Mei. Lebih dari seribu orang tewas dalam kerusuhan yang terjadi
di Jakarta pada 13-15 Mei. Suasana negeri ini semakin tidak kondusif.
Soeharto yang kala itu menghadiri sebuah konferensi di Kairo memutuskan untuk segera
kembali ke tanah air pada 15 Mei 1998. Tiga hari berselang, Harmoko, yang kala itu
menjabat sebagai ketua MPR, secara terang-terangan meminta kepada Soeharto untuk
mengundurkan diri. MPR dan ABRI pun mendukung segera diadakannya sidang istimewa
guna memilih presiden yang baru. Nampaknya usaha yang dilakukan oleh mahasiswa untuk
menggulingkan Soeharto dari kursi kepresidenannya kala itu telah mendapatkan dukungan
dari pejabat tinggi pemerintahan.
Kajatuhan Soeharto nampaknya tak bisa dihindarkan lagi. Pada 21 Mei pukul sembilan
pagi bertempat di Istana Merdeka, dia menyatakan pengunduran dirinya. Presiden kedua
20

Indonesia tersebut mengeluarkan pernyataan: “Saya berpandangan bahwa sangat sulit bagi
saya untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan saya. Saya memutuskan untuk berhenti
sebagai Presiden Republik Indonesia.” B.J. Habibie yang kala itu menjabat sebagai wakil
presiden ditunjuk untuk menggantikannya memegang pimpinan tertinggi negara ini.
Indonesia mengalami masa-masa reformasi dibawah presiden baru, B.J. Habibie. Dia
mulai menata kembali kehidupan negeri ini. Ada beberapa hal pokok yang harus
dilakukannya. Masa depan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, ABRI, dan wilayah-wilayah
konflik menjadi fokus yang harus segera ia selesaikan. Sementara itu, masalah penyelesaian
kasus yang dihadapi oleh Soeharto dengan berbagai hal yang telah dilakukannya berjalan
lambat. Hal tersebut memunculkan ketidakpuasan besar dikalangan pendukung reformasi.
Periode rezim Orde Baru hingga kejatuhannya memang menjadi periode kelam dalam
perjalanan negara ini setelah menyatakan kemerdekaannya. Banyak hal yang telah dilakukan
oleh rezim terlama yang pernah ada di negeri ini guna mempertahankan kekuasaannya tanpa
menghiraukan adanya pihak lain yang berada diluar rezim tersebut.

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Konflik sosial adalah salah satu bentuk interaksi sosial antara satu pihak dengan pihak
lain didalam masyarakat yang ditandai dengan adanya sikap saling mengancam, menekan,
hingga saling menghancurkan. Sedangkan kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sudah tidak aneh lagi apabila didalam suatu
kebudayaan seringkali terjadi konflik dan pertentangan antar anggota. Maka dari itu terdapat
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meredakan konflik yang terjadi yakni, koersi,

21

kompromi, arbitrasi, mediasi, toleransi, konversi, konsiliasi, adjudikasi, stalmate, gencatan
senjata, segregasi, dan dispasement.

B. Saran
Untuk menjadi warga negara Indonesia yang baik tentu saja setiap orang diharuskan
untuk menjaga perdamaian, ketentraman, keadilan dan keamanan di negara Indonesia.
Banyak cara yang dapat dilakukan, salah satunya dengan cara menjauhi hal-hal yang dapat
menyebabkan terjadinya konflik.

22