REVIEW SAINS DAN MASYARAKAT ISLAM

SAINS DAN MASYARAKAT ISLAM
Review

Diajukan untuk memenuhi Tugas Individu
Mata Kuliah : Keterpaduan Islam dan IPTEK

Oleh:

II SITI JAKIYAH NURHASANAH
59461164
Tarbiyah/Biologi A/VII

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI
CIREBON
2012

A. IDENTITAS BUKU



JENIS BUKU

: NON FIKSI



JUDUL BUKU

: SAINS DAN MASYARAKAT ISLAM



NAMA PENGARANG

: NASIM BUTT



PENERBIT


: BANDUNG, PUSTAKA HIDAYAH



TAHUN TERBIT

: 1996



CETAKAN

: PERTAMA



JUMLAH HALAMAN

: 175 HALAMAN


B. RANGKUMAN
BAB 1 Akar dan Asal Mula Sains Barat
Francis Bacon memiliki satu pandangan dunia, sebuah visi mengenai
masyarakat yang bisa terwujud melalui para ilmuwan dengan metode
intelektual yang telah dia dukung. Dalam tulisan-tulisannya dia menekankan
bahwa penerimaan pengetahuan asli tentang alam adalah sama seperti halnya
mendapatkan kekuatan. Hasilnya, kekuatan kita gunakan untuk berbuat baik,
untuk mengupayakan manusia menuju kondisi yang lebih baik. Kemajuan di
bidang sains sangat penting untuk menciptakan manusia yang cerdas dan
memajukan masyarakat. menurutnya, hal ini bisa diupayakan melalui
penelitian sistematis

dengan pijakan dasar-dasar empiris (eksperimen

observasional, juga dengan menjauhkan “dunia mitos” yang tidak pasti, dunia
prasangka, mitos filosof, serta ketentuan-ketentuan moral.
Macam-macam posisi sains

1. Empirisme Mutlak, pengetahuan teoritis yang sifatnya mutlak dapat
diambil dari data empiris itu sendiri, penggunaan metode-metode induktif

2. Empirisme Salah. Pengetahuan rasional dapat diperoleh melalui induksi
data empiris. Harus diakui, pengetahuan ini boleh jadi salah, masih
memerlukan revisi lebih lanjut.
3. Empirisisme Aprioristic. Pengetahuan ilmiah yang sifatnya hampir mutlak
dapat diperoleh melalui penelitian empiris yang digabungkan dengan
deduksi prinsip-prinsip dasar metafisik dari penalaran murni
4. Induktivisme Mutlak (Naif). Hukum dan teori, sekali dirumuskan dapat
didirikan sebagai kebenaran dengan penyimpulan induktif dari data
empiris.
5. Induktivisme Salah. Hukum dan teori, sekalipun disimpulkan dan
dibuktikan secara induktif, tetap saja masih ada kemungkinan salah atau
mengandung probabilitas yang terbuka untuk direvisi.
6. Deduktivisme Hipotesis. Tidak ada kaidah-kaidah penalaran Induktif dari
data ke teori-teori. Hukum-hukum dan teori hipotesis dievaluasi melalui
pembuktian empiris dan falsifikasi proposisi yang disimpulkan darinya.
7. Falsifikasi. Tidak ada pembuktian, atau bahkan pembuktian tentative,
dalam sains. Semua sains bersifat prediktif, hanya dikembangkan melalui
falsifikasi-falsifikasi teori empiris.
8. Pluralisme Teoritis. Sains adalah sebuah adalah pandangan dunia yang
universal yang dijadikan untuk menempatkan kembali agama Kristen (atau

agama secara umum), semua pandangan dunia yang universal itu memiliki
validitas yang sama.

9. Paradigmatisme. Teori-teori yang berhasil secara empiris pada mulanya
diterima dan dikembangkan dalam sebuah tradisi penelitian sampai dapat
ditumbangkan oleh paradigma yang lebih progresif secara empiris.
10. Intelektualisme Implicit. Penilaian empiris hasil-hasil sains yang tidak
dapat diringkas dalam aturan atau metode apapun.
11. Relativisme Metafisik. Tugas utama penelitain sains adalah mengabdikan
penalaran untuk meningkatkan kebijaksanaan, sesuatu yang kita fahami
sebagai keinginan, usaha aktif, dan kemampuan untuk menemukan dan
mencapai apa yang diharapkan, nilai hidup, baik untuk diri sendiri ataupun
untuk orang lain. Pada akhirnya, asumsi-asumsi sains metafisik yang
implicit, yang mungkin berubah sepanjang masa, harus dibuat secara
eksplisit.
12. Determinisme Metafisik (Perspektif Marxis). Adalah sebuah ideology yang
berada dalam sbuah aktivitas yang telah dikondisikan secara social.
Perangkat konseptual yang kita usahakan untuk memahami fenomena
sains ditentukan oleh anjuran sosio-ekonomi yang berlaku di masyarakat.
13. Sains Islam (yang holistic, dilandaskan pada wahyu suci). Lembaga sains

tidak berdiri di atas asumsi-asumsi metafisik relative tertentu, tetapi atas
dasar aturan-aturan konseptual. Tauhid (keesaan tuhan) adalah paradigma
makro, dan khilafah (perwalian manusia) merupakan prinsip yang cocok
dalam kerangka penggalian sains untuk meningkatkan “adl (segala bentuk
keadilan) demi kepentingan masyarakat.
BAB II Sains Islam : Pradigma Baru
Perbandingan Antara Sains Barat dan Sains Islam
Ukuran Sains Barat
1. Percaya pada rasionalitas
2. Sains untuk sains

3. Satu-satunya metode, cara untuk mengetahui realitas
4. Netralitas emosional sebagai prasyarat kunci menggapai rasionalitas
5. Tidak memihak : seorang ilmuan harus peduli hanya pada produk
pengetahuan baru dan akibat-akibat penggunaannya
6. Tidak adanya bias : validitas pernyataan-pernyataan sains hanya
tergantung pada bukti penerapannya, dan bukan pada ilmuwan yang
menjalankannya.
7. Penggantungan pendapat : pernyataan-pernyataan sains hanya dibuat atas
dasar bukti yang menyakinkan.

8. Reduksionisme : cara yang dominan untuk mencapai kemajuan sains.
9. Fragmentasi : sains adalah sebuah aktivitas yang terlalu rumit, karenanya
harus di bagi ke dalam disiplin-disiplin dan sub-disiplin-subdisiplin.
10. Universalisme : meskipun sains itu universal, namun buahnya hanya bagi
mereka yang mampu membelinya, dengan demikian bersifat memihak.
11. Individualisme : yang meyakini bahwa ilmuwan harus menjaga jarak
dengan permasalahan social, politik dan ideologis.
12. Netralitas : sains adalah netral, apakah ia baik ataukah buruk.
13. Loyalitas kelompok : hasil pengetahuan baru melalui penelitian merupakan
aktivitas terpenting dan perlu dijunjung tinggi.
14. Kebebasan absolute : setiap pengekangan atau

penguasaan penelitian

sains harus dilawan
15. Tujuan membenarkan sarana : Karena penelitian ilmiah adalah mulia dan
penting bagi kesejahteraan umat manusia, setiap sarana-termasuk

pemanfaatan


hewan hidup, kehidupan manusia, dan janin-dibenarkan

demi penelitian sains.
Ukuran Sains Islam
1. Percaya pada wahyu
2. Sains adalah sarana untuk mendapatkan keridhoan Allah : ia merupakan
bentuk ibadah yang memiliki fungsi spiritual dan social
3. Banyak metode berlandaskan akal dan wahyu : objektif dan subjektif,
semuanya sama-sama valid
4. Komitmen emosional sangat penting untuk mengangkat usaha-usaha sains
spiritual maupun social.
5. Pemihakan pada kebenaran : yakni, apabila sains merupakan salah satu
bentuk ibadah, maka seorang ilmuwan harus peduli pada akibat-akibat
penemuannya sebagaimana juga terhadap hasil-hasilnya; ibadah adalah
satu tindakan moral dan konsekuensinya harus baik secara moral;
mencegah ilmuwan agar jangan menjadi agen tak bermoral.
6. Adanya subjektivitas : arah sains dibentuk oleh criteria subjektif : validitas
sebuah pernyataan sains bergantung baik pada bukti-bukti pelaksanaannya
maupun pada tujuan dan pandangan orang yang menjalankannya;
pengakuan pilihan-pilihan subjektif pada penekanan dan arah sains

mengharuskan ilmuwan menghargai batas-batasnya.
7. Menguji pendapat : pernyataan-pernyataan sains selalu di buat atas dasar
bukti yang tidak meyakinkan; menjadi seorang ilmuwan adalah menjadi
seorang pakar, juga mengambil keputusan moral, atas dasar bukti yang
tidak meyakinkan dikumpulkan barangkali terlambat untuk mengantisipasi
akibat-akibat destruktif dari aktifitas seseorang.

8. Sintesis : cara yang dominan meningkatkan kemajuan sains; termasuk
sintesis sains dan nilai-nilai.
9. Holistic : sains adalah sebuah aktivitas yang terlalu rumit yang dibagi
kedalam lapisan yang lebih kecil; ia adalah pemahaman interdisipliner dan
holistic.
10. Universalisme : buah sains adalah bagi seluruh umat manusia dan ilmu
pengetahuan dan kebijaksanaan tidak bisa ditukar atau dijual; sesuatu yang
tidak bermoral.
11. Orientasi masyarakat : penggalian sains adalah kewajiban masyarakat
(fard kifayah), Baik ilmuwan maupun masyarakat memiliki hak dan
kewajiban yang meyakini adanya interpedensi antar keduanya.
12. Orientasi nilai : sains, seperti halnya semua aktivitas manusia adalah surat
nilai; ia bisa baik atau buruk, halal atau haram; sains yang menjadi benih

perang adalah jahat.
13. Loyalitas pada tuhan dan makhluk-Nya : hasil pengetahuan baru
merupakan cara memahami ayat-ayat tuhan dan harus diarahkan untuk
meningkatkan kualitas ciptaan-Nya; manusia, hutan dan lingkungan.
Tuhanlah yang menyediakan legimitasi bagi usaha ini dan, karenanya
harus di dukung sebagai tindakan umum dan bukanlah usaha golongan
tertentu.
14. Manjemen sains merupakan sumber yang tidak terhingga nilainya; tidak
boleh di buang-buang dan di gunakan untuk kejahatan; ia harus dikelola
dan di rencanakan dengan baik dan harus dipaksa oleh nilai etika dan
moral.

15. Tujuan tidak membenarkan sarana; tidak ada perbedaan antara tujuan dan
sarana sains; keduanya semestinya di perbolehkan (halal) yakni, dalam
batas-batas Etika dan moralitas.
Penerapan sains islam menciptakan suasana yang menggugah ingatan kita
kepada Allah, mendorong prilaku yang sesuai ketentuan syari’at, dan
meningkatkan nilai-nilai konseptual yang ada dalam Al-Qur’an. Yang
dinamakan kehidupan adalah sebuah entitas dinamis yang mampu
menyediakan solusi kontemporer dalam kerangka etika yang paling

manusiawi dan keselarasan yang sempurna antara manusia dengan alam. Salah
satu bagian dari karekter sains yang benar-benar bersifat internasional adalah
adanya kebutuhan mendesak akan pembangunan kembali semangat intelektual
dikalangan umat islam.
Lahirnnya sains islam berawal dari perkawinan antara semangat wahyu AlQur’an dan keberadaan sains dari bermacam-macam peradaban yang
diwariskan kepada islam dan yang diubah melalui kekuatan spiritualnya
kedalam sebuah substansi yang baru, yang suatu saat dan selamanya berbeda
dengan apa yang telah ada sebelumnya. Sifat dasar peradaban islam yang yang
meliputi semua bangsa dan alam raya itu berasal dari karakter wahyu islam
yang universal dan terwujud melalui penyebaran dunia islam secara geografis,
dan menyebabkannya mampu menciptakan sains yang pertama dari alam
semesta yang benar-benar bersifat internasional dalam sejarah umat manusia.
BAB III Sains Islam dalam Sejarah
Sejarah sains islam merupakan sebuah gambaran upaya yang luas dan
kompleks yang sangat mengakar sejak awal periode Abbasyiah di Baghdad
selepas tahun 750 M dan bertahan hingga 600 tahun kemudian. Selama itu ia
tersebar disejumlah luas wilayah geografi yang terbentang dari Andalusia
sampai ke Asia Tengah.

Ilmuan muslim mengembangkan matematika dan menggunakannya
untuk menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan sehari-hari seperti
perthitungan pajak, zakat, dan warisan menurut hokum islam. Dengan
mengambil prinsip-prinsip dasar dan definisi-definisi dari Yunani, mereka
mngembangkan sains matematika secara teoritis dan praktis. Penerapan
matematika itu termasuk studi problema, misalnya perancangan dan
pembuatan mesin giliing, studi alat-alat mekanik, dan pengenalan gerigi
beserta sekop untuk menarik air dari anak sungai.
Astronomi muslim klasik yang dikembangkan dibeberapa jalur yang
berbeda dipengaruhi oleh model-model yang berbeda dalam bentuk karya
yang sudah diterjemahkan. Karya Aristoteles dan para penafsirnya dari Yunani
telah mengenal Arab melalui model Eudoxi , sebuah system homosentris. Pada
system tersebut, setiap planet dikaitkan dengan sejumlah benda yang berputar
menglilingi

bumi.

Astronomi

Aristoteles

dan

Ptolomeus

telah

mengembangkan gagasan teori geosentris yang diwariskan kepada para
astronom Muslim. Pada waktu itu, teori heliosentris sudah tidak bisa
dibuktikan.
Al-Hasan

bin Haytsam (w.1039 M), yang dikenal didunia Barat

sebagai Al-Hazen, bisa dianggap sebagai bapak optic pertama. Berpijak pada
landasan geometris yang dipelopori oleh bangsa Yunani Kuno, dia
mengembangkan teori optic yang kemudian memiliki pengaruh luar biasa atas
karya-karya para ilmuwan Barat. Bukunya, kitab Al-Manazir, contohnya,
berhasil menggoreskan pengaruh penting di Abad Pertengahan. Buku ini turur
mengilhami karya Roger Bacon.
Kimiawan muslim terbesar adalah Jabbir Ibnu Hayyan (738-813) dari
Kuffah, Irak. Dia melakukan eksperimen pada materi hewan, tumbuhan dan
mineral alam, perancangan alat untuk memotong, pengerasan dan proses
kristalisasi. Dia menggambarkan dan menyempurnakan proses dasar
sublimasi,

penguapan,

pencairan,

kristalisai,

kalsinasi,

pencampuran,

pembesaran, oksidasi dan penjernihan. Ibnu Hayyan menyatakn bahwa air
dapat

dijernihkan

cukup

dengan

proses

penyulingan,

membedakan

penyulingan langsung dengan penyulingan tidak langsung.
Tujuan sains islam dan peran para ilmuwan Muslim tidak hanya
mengambil alih dari Eropa. Hal-hal yang telah mereka peroleh dari Yunani dan
wilayah-wilayah kuno lainnya. Alih-alih menguasai apa yang mereka pelajari
dari

nenek

moyangnya,

lebih

baik

mereka

mengembangkan

dan

memperkayanya dengan metode dan teknik-teknik baru. Banyak kajian yang
dilakukan oleh ilmuwan Muslim dipindahkan ke Eropa di Abad Pertengahan
sebagia bagian dari gelombang penerjemahan dari bahasa Arab ke Latin pada
abad ke 12 dan ke-13.
Sains islam mencapai kejayaannya antara abad ke-10 sampai ke-11,
dan mengalami sejumlah pembaruan penting sepanjang abad ke-12 dan ke-13.
Terjamahan karya-karya utama islam ke bahasa Latin telah ikut memperbahrui
semangat ilmu pengetahuan di Eropa sepanjang abad pertengahan. Karyakarya pengarang muslim ternama Ar-Razi, Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd dibaca
secara luas dan seringkali dikutip serta dibacakan oleh penulis-penulis Barat.
Kesemuanya ini mengalir dan semangat yang diberikan oleh AlQur’an yang mengagungkan Asma Allah dengan mengagumi ciptaan-Nya.
Islam sama sekali tidak bertentangan dengan penelitian sains. Kecuali jika
kebebasan penelitian sengaja dibelenggu, atas nama ortodoksi resmi, dan para
ilmuwan tunduk pada hukuman kurungan dan penyiksaan, maka gugurlah
bangunan sains. Dengan menerapkan sains dalam karangan etika Islam,
ilmuwan Musim tidak saja telah melestarikan prestasi klasik, tetapi juga
menambah data baru yang orisinal untuk memelihara ilmu pengetahuan.
BAB IV Islam dan Pendidikan Sains
Iman dan nilai tidak bisa begitu saja diletakan dalam pendidikan, dan
sudah semestinya tidak boleh diabaikan. Memang, aspek tersebut harus diberi

kedudukan sentral dalam system pendidikan karena kita pada iman dan nilai
dasar tertentu, baik yang dipegangi secara kuat maupun yang dipahami secara
samar.
Dalam kaitannya dengan sains di ruang kelas, pendidikan sains dan
pendidikan agama mendapat tempat di Inggris dalam rangka mengatasi
problema-problema sains dan agama. Karena sains dan agama telah
dipisahkan dan dikotak-kotakkan, maka kita tidak mengharapkan hal itu
diajarkan dalam sebuah pola yang komprehensif dan integral. Sekalipun
demikian, undang-undang sekarang ini membuka ruang baru bagipengajaran
sains dan agama sebagai sebuah bagian sains yang sudah teruji dalam
kurikulum nasional Inggris.
Pernyataan yang sering diucapkan oleh siswa di Inggris (biasanya
non-Muslim, tapi sebagian siswa Muslim juga)
1. Jika tuhan ada, kamu harus bisa membuktikan secara ilmiah.
2. Manusia tidak lebih dari sekedar sebuah mekanisme kimiawi yang sangat
rumit.
3. Penjabaran ilmiah sekaligus keagamaan dari peristiwa yang sama tidak
bisa diterima.
4. Jika kehidupan berasal dari Tuhan, Ilmuwan tidak akan mampu
menemukan proses keberadaannya.
5. Pernyataan “Tuhan menciptakan manusia” dan “Manusia adalah hasil dari
proses evolusi” tidak perlu dipertentangkan lagi.
6. Keyakinan agama dapat dijabarkan dalam kerangka psikologis
7. Asal mula hukum-hukum sains menyebabkan mukjizat dianggap sebagai
sesuatu yang tidak mungkin. Keyakinan tidak berperan dalam sains.

Satu persoalan besar adalah banyak guru sains jauh dari sentuhan
filsafat

sains.

Mereka

menerapkan

aliran

Bacon,

sudut

pandang

kontruktivisme dari metode ilmiah yang melihat pengetahuan sains sebagai
dasar perkiraan tertentu yang bis dibuktikan kebenarannya. Ini mendukung ide
bahwa sains adalah pengetahuan unggul dan mereka membuat perbedaan yan
gjelas antara pelajaran-pelajaran sains yang bertalian dengan fakta dan
pelajaran pendidikan agama yang hanya bertalian dengan pendapat.
Ide bahwa ilmu pengetahuan sains dan pengetahuan agama adalah
berdiri sendiri, merupakan cara pandang ilmu pengethauan Barat sekuler yang
menekankan bahwa tidak ada relevansi antara sains dan agama. Memang
harus diakui bahwa banyak kemajuan positif telah diraih melalui pencapaian
target tujuh belas Kurikulum Sains Nasional Inggris. Hakikat sains benarbenar berupaya, sekalipun sedikit, menempatkan teori-teori sains kedalam
kerangka agama dan spiritual. Criteria sains yang dibuat oleh Jendral
Sertifikat Umum Pendidikan Lanjutan (GCSE) juga mengakui pentingnya
menempatkan sains dalam konteks social, ekonomi, teknologi, etika dan
budaya. Pembatasan sains pada akhirnya harus ditekankan, melepaskan diri
dari ide objektifitas yang tidak bisa diperdebatkan dan tidak bisa di bantah.
KOMENTAR
Kemajuan di bidang sains memang sangat penting untuk menciptakan
manusia yang cerdas dan memajukan masyarakat. Namun hal ini tidak cukup
dengan diupayakan melalui penelitian sistematis dengan pijakan dasar-dasar
empiris (eksperimen observasional, juga dengan menjauhkan “dunia mitos”
yang tidak pasti, dunia prasangka, mitos filosof, serta ketentuan-ketentuan
moral. Melainkan diperlukan juga hal yang non empiris karena di dunia ini
tidak semuanya dapat di indra. Hal yang metafisik juga ada. Dan tentunya
untuk kemajuan di bidang sains diperlukan ketentuan-ketentuan moral pula
karena semua yang ada di dunia ini memiliki hak masing-masing. Posisi sains
bermacam-macam, salah satunya sains islam (yang holistic, dilandaskan pada

wahyu suci). Posisi yang inilah yang haarus kita tempati demi kemajuan
dibidang sains karena di posisi dibahas hal-hal yang berkaitan dengan fisik
maupun metafisik. Selain itu juga dapat lebih mendekatkan diri pada sang
pencipta, mentafakuri segala yang ada di ala mini.
Memperhatikan perbandingan sains barat dengan sains islam terdapat
perbedaan yang sangat kontras, hampir 100% bertolak belakang. Yang paling
menonjol adalah dalam hal kepercayaan pada tuhan. Sains barat terlalu
mendewakan rasio manusia, padahal rasio manusia itu sendiri memiliki
kelemahan sedangkan wahyu tuhan tidak pernah ada kelemahan dan maha
sempurna sang maha pencipta, pemberi wahyu. Sains barat hanya memiliki
satu metode untuk membuktikan realitas padahal banyak metode berlandaskan
akal dan wahyu. Selain metode masih banyak hal-hal yang bertolak belakang
antara sains islam dengan sains barat. Persamaannya hanya ada di
universalisme, sains barat meskipun universal tetapi buahnya tetap saja untuk
mereka yang mampu membelinya, tentuunya hal itu memihak pada orangorang tertentu saja sedangkan dalam sains islam buah sains adalah untuk semua
umat manusia dan ilmuu pengetahuan dan kebijakan tidak bias ditukar ataupun
dijual.
Jika memperhatikan perkembangan sains islam, ternyata para ilmuwan
islam sudah terlebih dahulu melakukan penelitian dan begitu banyaknya
penemuan-penemuan mereka dari mulai kimia, zoology, botani, kedokteran,
ilmu bedah, pendidikan medis, astronomi, optic, dan matematika. Akan tetapi
waktu itu para ilmuwan islam tidak terlalu terkenal dikalangan dunia luas.
Ilmuwan islam berjaya di abad ke-10 dan ke-11 dan mengalami pembaharuan
sepanjang abad ke-12 dan ke-13. Karya – karya ilmuwan islam seperti Ibnu
Sina, Ibnu Rusyd, kata-katanya banyak dikutip oleh ilmuwan barat. Jika
melihat dari segi bahasa atau istilah yang ada di kimia, ternyata mirip-mirip
dengan bahasa arab, terus banyak mengandung hal mistik, padahal ilmuwan
barat dalam penelitiannya menjauhkan hal-hal yang mistik, karena memang
ilmuwan arablah yang pertama menemukan dan mengambangkan sains.

Barangkali penemuan ilmuwan islam merupakan mukzizat atau inspirasi untuk
ilmuwan barat.
Sudah saatnya sains islam dibawa ke bangku sekolah. Tak seharusnya
sains dan agama dipisahkan, dikotak-kotakkan. Sebenarnya sains dan agama
itu menyatu, agama memiliki wahyu berupa kitab suci Al-Qur’an dan sains
memiliki realitas, kongkrit dan empiris. Al-Qur’an sebagai isyarat kebenaran
ilmu pengetahuan dan alam semesta adalah sebagai bukti kebenaran Al-Qur’an.
Oleh karena itu seorang pendidik sains memiliki tanggung jawab moral untuk
membantu siswa untuk menyatukan ilmu pengetahuan islam kedalam
pemahaman manusia secara keseluruhan, kedalam kehidupan dan alam
semesta.