SOAL DAN JAWABAN TUGAS HTN
TUGAS HUKUM TATA NEGARA
“SOAL DAN JAWABAN”
DOSEN:
Dr. MIRZA NASUTION SH. M.Hum.
DISUSUN:
REZA KURNIA AKBAR
150200332
FAKULTAS HUKUM USU 2016
1. Kenapa hukum dikatakan sebagai produk politik ?
Jawaban:
Karena hukum sebagai variable terpengaruh (dependen variable), sedangkan politik sebagai
variabel berpengaruh (independent variable). Hukum dalam arti peraturan, merupakan
kristalisasi dari kehendak-kehendak politik yang saling berinteraksi dan bersaingan. Pendekatan
yang dikotomis dalam politik hukum berfungsi untuk melihat konfigurasi politik yang bagaimana
dan karakter produk hukum macam apa yang dihasilkan.
variabel politik
1. Konfigurasi politik demokratis, adalah susunan system politik yang membuka kesempatan
bagi partisipasi rakyat secara penuh untuk ikut aktif menentukan kebijaksanaan umum.
2. Konfigurasi politik otoriter, adalah susunan system politik yang lebih memungkinkan negara
berperan sangat aktif serta mengambil seluruh inisiatif dalam pembuatan kebijaksanaan negara.
Variabel hukum
1. Berkarakter responsif, adalah produk hukum yang mencerminkan rasa keadilan dan
memenuhi harapan masyarakat.
2. Berkarakter konservatif atau ortodoks , adalah produk hukum yang isinya lebih
mencerminkan visi social elit politik, keinginan pemerintah dan lebih bersifat positivisinstrumentalis, yakni menjadi alat pelaksanaan ideologi dan program negara.
2. Bagaimana kaitan antara Pola Pikir Sistem Hukum Nasional (PPSHN) dan Kerangka Sistem Hukum
Nasional (KSHN) ?
Jawaban:
PPSHN dan KSHN merupakan dua hal yang saling memengaruhi dan merupakan satu kesatuan
yang utuh dan terpadu. Di satu pihak, PPSHN merupakan dasar dan tujuan pembangunan
nasional yang dilaksanakan melalui kegiatann-kegiatan sebagaimana disebutkan di muka. Di lain
pihak, wujud, corak, dan tujuan KSHN tidak mungkin terwujud tanpa dilaksanakannya kegiatankegiatan yang sebagaimana disebutkan di muka.
3. Apa beda system hukum Indonesia dan system hukum Nasional ?
Jawaban:
Sistem hukum Indonesia adalah suatu sistem dalam bidang hukum yang berlaku pada saat
ini di Indonesia. Dari segi materi hukum, banyak peraturan yang merupakan produk
Belanda yang sampai saat ini berlaku. Dari segi aparatur hukum adalah yang
sebagaimana terlihat pada saat ini.
Sistem hukum nasional adalah sistem hukum yang dicita-citakan. Kalau nanti berlaku
baru akan menjadi sistem hukum Indonesia. Pola pikir sistem hukum nasional merupakan
visi (vision) tentang hukum nasional. Kerangka sistem hukum nasional dibentuk oleh
kegiatan-kegiatan pembangunan hukum yang mendukung dan menghasilkan berbagai
unsur dari sistem hukum nasional, yang meliputi: materi hukum, aparatur hukum, sarana
dan prasarana hukum, budaya hukum, dan pendidikan hukum.
4. Bagaimana dinamika sosial-politik dalam perkembangan hukum di Indonesia ?
Jawaban:
Periode Liberallisme (1840-1890)
Perkembangan awal dari masa ini adalah adanya kebijakan untuk membina tata hukum
secara sadar, di mana kebijakan unifikasi versus realita dualisme sepanjang abad.
Periode Politik Etis (1890-1940)
Pada periode ini, terdapat beberapa ciri yang ditandai dengan adanya arahan etik dalam
kebijakan kolonial pada peralihan adab (1890-1910). Selain itu, ditandai dengan adanya
usaha-usaha keras untuk mempertahankan berlakunya hukum adat untuk orang-orang
pribumi (1910-1942). Dan hukum untuk anak-anak pribumi dalam kerangka kebijakan
kolonial yang baru.
Periode Munculnya Gerakan Dekolonisasi hingga Era Orde Baru (1940-1990)
Adanya perkembangan dan pembangunan hukum di Indonesia pada masa pasca kolonial:
masa peralihan (1940-1950). Selain itu ditandai juga dengan adanya perkembangan
hukum di Indonesia pasca revolusi fisik pada zaman pemerintahan Presiden Soekarno
(1950-1966), dan perkembangan hukum di Indonesia sepanjang masa pemerintahan Orde
Baru (1966-1990).
5. Dalam politik perundang-undangan ada yang dinamakan politik hukum baru perda, apa
yang dimaksud politik hukum perda?
Jawaban:
Diberlakukakannya UU No.22 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun
1999 No.60) tentang Pemerintahan Daerah tanggal 7 Mei 1999 menjadi landasan
berlakunya Politik Hukum Baru Otonomi Daerah termasuk didalamnya diatur tentang
masalah Peraturan Daerah (PERDA). Ketentuan tentang Perda dan Keputusan Kepala
Daerah dalam UU tersebut diatur dalam pasal 69 sampai dengan pasal 74.
Ketentuan lebih lanjut yang mengatur mengenai Politik Hukum Perda terdapat dalam
ketetapan MPR No.III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan. Dalam ketetapan ini, Perda didefenisikan sebagai Peraturan untuk
melaksanakan aturan hukum diatasnya dan menampung kondisi khusus dari daerah yang
bersangkutan, yang meliputu sebagai berikut :
1. Perda Provinsi, yang dibuat oleh DPRD Provinsi bersama Gubernur.
2. Perda Kabupaten/Kota, yang dibuat oleh DPRD Kabupaten/Kota bersama
Bupati/Walikota.
3. Peraturan Desa atau yang setingkat, yang dibuat oleh Badan Perwakilan Desa atau yang
setingkat, sedangkan tata cara pembuatan Peraturan Desa atau yang setingkat diatur oleh
Perda Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Berkaitan dengan Peraturan Desa, Pasal 105 ayat (3) dan (4) UU No.22 Tahun 1999
menetapkan bahwa Badan Perwakilan Desa bersama dengan Kepala Desa menetapkan
Peraturan Desa.
“SOAL DAN JAWABAN”
DOSEN:
Dr. MIRZA NASUTION SH. M.Hum.
DISUSUN:
REZA KURNIA AKBAR
150200332
FAKULTAS HUKUM USU 2016
1. Kenapa hukum dikatakan sebagai produk politik ?
Jawaban:
Karena hukum sebagai variable terpengaruh (dependen variable), sedangkan politik sebagai
variabel berpengaruh (independent variable). Hukum dalam arti peraturan, merupakan
kristalisasi dari kehendak-kehendak politik yang saling berinteraksi dan bersaingan. Pendekatan
yang dikotomis dalam politik hukum berfungsi untuk melihat konfigurasi politik yang bagaimana
dan karakter produk hukum macam apa yang dihasilkan.
variabel politik
1. Konfigurasi politik demokratis, adalah susunan system politik yang membuka kesempatan
bagi partisipasi rakyat secara penuh untuk ikut aktif menentukan kebijaksanaan umum.
2. Konfigurasi politik otoriter, adalah susunan system politik yang lebih memungkinkan negara
berperan sangat aktif serta mengambil seluruh inisiatif dalam pembuatan kebijaksanaan negara.
Variabel hukum
1. Berkarakter responsif, adalah produk hukum yang mencerminkan rasa keadilan dan
memenuhi harapan masyarakat.
2. Berkarakter konservatif atau ortodoks , adalah produk hukum yang isinya lebih
mencerminkan visi social elit politik, keinginan pemerintah dan lebih bersifat positivisinstrumentalis, yakni menjadi alat pelaksanaan ideologi dan program negara.
2. Bagaimana kaitan antara Pola Pikir Sistem Hukum Nasional (PPSHN) dan Kerangka Sistem Hukum
Nasional (KSHN) ?
Jawaban:
PPSHN dan KSHN merupakan dua hal yang saling memengaruhi dan merupakan satu kesatuan
yang utuh dan terpadu. Di satu pihak, PPSHN merupakan dasar dan tujuan pembangunan
nasional yang dilaksanakan melalui kegiatann-kegiatan sebagaimana disebutkan di muka. Di lain
pihak, wujud, corak, dan tujuan KSHN tidak mungkin terwujud tanpa dilaksanakannya kegiatankegiatan yang sebagaimana disebutkan di muka.
3. Apa beda system hukum Indonesia dan system hukum Nasional ?
Jawaban:
Sistem hukum Indonesia adalah suatu sistem dalam bidang hukum yang berlaku pada saat
ini di Indonesia. Dari segi materi hukum, banyak peraturan yang merupakan produk
Belanda yang sampai saat ini berlaku. Dari segi aparatur hukum adalah yang
sebagaimana terlihat pada saat ini.
Sistem hukum nasional adalah sistem hukum yang dicita-citakan. Kalau nanti berlaku
baru akan menjadi sistem hukum Indonesia. Pola pikir sistem hukum nasional merupakan
visi (vision) tentang hukum nasional. Kerangka sistem hukum nasional dibentuk oleh
kegiatan-kegiatan pembangunan hukum yang mendukung dan menghasilkan berbagai
unsur dari sistem hukum nasional, yang meliputi: materi hukum, aparatur hukum, sarana
dan prasarana hukum, budaya hukum, dan pendidikan hukum.
4. Bagaimana dinamika sosial-politik dalam perkembangan hukum di Indonesia ?
Jawaban:
Periode Liberallisme (1840-1890)
Perkembangan awal dari masa ini adalah adanya kebijakan untuk membina tata hukum
secara sadar, di mana kebijakan unifikasi versus realita dualisme sepanjang abad.
Periode Politik Etis (1890-1940)
Pada periode ini, terdapat beberapa ciri yang ditandai dengan adanya arahan etik dalam
kebijakan kolonial pada peralihan adab (1890-1910). Selain itu, ditandai dengan adanya
usaha-usaha keras untuk mempertahankan berlakunya hukum adat untuk orang-orang
pribumi (1910-1942). Dan hukum untuk anak-anak pribumi dalam kerangka kebijakan
kolonial yang baru.
Periode Munculnya Gerakan Dekolonisasi hingga Era Orde Baru (1940-1990)
Adanya perkembangan dan pembangunan hukum di Indonesia pada masa pasca kolonial:
masa peralihan (1940-1950). Selain itu ditandai juga dengan adanya perkembangan
hukum di Indonesia pasca revolusi fisik pada zaman pemerintahan Presiden Soekarno
(1950-1966), dan perkembangan hukum di Indonesia sepanjang masa pemerintahan Orde
Baru (1966-1990).
5. Dalam politik perundang-undangan ada yang dinamakan politik hukum baru perda, apa
yang dimaksud politik hukum perda?
Jawaban:
Diberlakukakannya UU No.22 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun
1999 No.60) tentang Pemerintahan Daerah tanggal 7 Mei 1999 menjadi landasan
berlakunya Politik Hukum Baru Otonomi Daerah termasuk didalamnya diatur tentang
masalah Peraturan Daerah (PERDA). Ketentuan tentang Perda dan Keputusan Kepala
Daerah dalam UU tersebut diatur dalam pasal 69 sampai dengan pasal 74.
Ketentuan lebih lanjut yang mengatur mengenai Politik Hukum Perda terdapat dalam
ketetapan MPR No.III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan. Dalam ketetapan ini, Perda didefenisikan sebagai Peraturan untuk
melaksanakan aturan hukum diatasnya dan menampung kondisi khusus dari daerah yang
bersangkutan, yang meliputu sebagai berikut :
1. Perda Provinsi, yang dibuat oleh DPRD Provinsi bersama Gubernur.
2. Perda Kabupaten/Kota, yang dibuat oleh DPRD Kabupaten/Kota bersama
Bupati/Walikota.
3. Peraturan Desa atau yang setingkat, yang dibuat oleh Badan Perwakilan Desa atau yang
setingkat, sedangkan tata cara pembuatan Peraturan Desa atau yang setingkat diatur oleh
Perda Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Berkaitan dengan Peraturan Desa, Pasal 105 ayat (3) dan (4) UU No.22 Tahun 1999
menetapkan bahwa Badan Perwakilan Desa bersama dengan Kepala Desa menetapkan
Peraturan Desa.