pemecahan masalah draw A picture
Tipe STAD (Student Teams Achivement Divison)
Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Singaperbangsa Karawang 2014
PENGESAHAN
Proposal penelitian yang berjudul “ Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) ” yang disusun oleh :
KETUA : Lusy Yusmaniar (1241172105138) ANGGOTA
: Ai Herawati (1241172105075) Nuryanah (1241172105076) Fadhlah Mukhlisah (1241172105171)
Kelas
: 5C
Program Studi : Pendidikan Matematika
Karawang, 23 Desember 2014 Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Dosen pengampuh,
Dori Lukman Hakim S,Pd.,M,Pd
PERNYATAAN
Bertanda tangan di bawah ini: KETUA
: Lusy Yusmaniar (1241172105138) ANGGOTA
: Ai Herawati (1241172105075) Nuryanah (1241172105076) Fadhlah Mukhlisah (1241172105171)
Prodi
: Pendidikan Matematika
Fakultas : KIP ( Keguruan dan Ilmu Pendidikan ) Judul
: Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD)
Menyatakan bahwa Karya Ilmiah ini adalah hasil pekerjaan kami sendiri dan sepanjang pengetahuan kami tidak berisi materi yang dipublikasikan atau ditulis oleh orang lain atau telah digunakan sebagai persyaratan penyelesaian studi di Perguruan Tinggi lain kecuali pada bagian tertentu yang saya ambil sebagai acuan. Apabila ternyata terbukti pernyataan ini tidak benar, sepenuhnya menjadi tanggung jawab kami.
Karawang, 23 Desember 2014
Penyusun,
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyusun proposal penelitian dengan judu l “Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ( Student Teams Achivement Divison ).
Penyusunan proposal penelitian ini diajukan untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester (UAS) Metode Penelitian Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Singaperbangsa Karawang.
Penyusun sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal penilitian ini. Penyusun menyadari bahwa proposal ini tidak akan tersusun tanpa adanya dukungan dari semua pihak. Semoga semua yang telah diberikan dapat bermanfaat.
Penyusun menyadari bahwa proposal penelitian ini tak luput dari kesalahan maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk masa mendatang. Dan semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Karawang, 23 Desember 2014
Penyusun,
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Matematika adalah suatu disiplin ilmu yang sangat penting dalam kehidupan. Namun sebagian besar siswa beranggapan bahwa matematika itu sulit. Tidak sedikit diantar siswa menghindari pelajaran matematika. Bagi mereka matematika seperti suatu hal yang sangat menyeramkan dan menakutkan. Hal ini dikarenakan mereka selalu mendapatkan banyak kendala dalam mengerjakan soal-soal matematika, tak jarang pula mereka hampir tidak bisa mengerjakannya. Hal ini berarti kemampuan pemecahan masalah matematis sangatlah rendah bahkan kurang, karena jika siswa sudah memiliki kemampuan pemecahan masalah yang baik maka mereka tidak akan merasa kesulitan menjawab soal-soal matematika, meski soal-soal tersebut bukan merupakan soal yang standar.
Berdasarkan wawancara dengan guru bidang studi, SMPIT AL-Huda beliau mengatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa memang cukup rendah. Sehingga siswa selalu membuat kesalahan jika diberikan soal non rutin. Itu berarti kemampuan pemecahan masalah siswa masih kurang, padahal dalam pembelajaran matematika kemampuan pemecahan masalah sangat penting, sebagaimana dikemukakan oleh Branca (Gani, 2007) yang dikutip dalam Nila (2009) bahwa kemampuan pemecahan masalah sebagai jantungnya matematika. Kemampuan pemecahan masalah sangatlah penting dalam matematika, yang dikemudian hari dapat diterapkan dalam bidang studi lain dan dalam kehidupan sehari-hari. Guru tersebut memberikan informasi bahwa selama ini beliau sudah berusaha untuk mengatasi penyebab dari sulitnya siswa dalam memecahkan masalah matematika. Usaha yang dilakukan guru yaitu dengan menggunakan metode yang dirasa sesuai dengan materi yang disampaikan. Hal- hal tersebut Berdasarkan wawancara dengan guru bidang studi, SMPIT AL-Huda beliau mengatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa memang cukup rendah. Sehingga siswa selalu membuat kesalahan jika diberikan soal non rutin. Itu berarti kemampuan pemecahan masalah siswa masih kurang, padahal dalam pembelajaran matematika kemampuan pemecahan masalah sangat penting, sebagaimana dikemukakan oleh Branca (Gani, 2007) yang dikutip dalam Nila (2009) bahwa kemampuan pemecahan masalah sebagai jantungnya matematika. Kemampuan pemecahan masalah sangatlah penting dalam matematika, yang dikemudian hari dapat diterapkan dalam bidang studi lain dan dalam kehidupan sehari-hari. Guru tersebut memberikan informasi bahwa selama ini beliau sudah berusaha untuk mengatasi penyebab dari sulitnya siswa dalam memecahkan masalah matematika. Usaha yang dilakukan guru yaitu dengan menggunakan metode yang dirasa sesuai dengan materi yang disampaikan. Hal- hal tersebut
Pembelajaran matematika pada materi persamaan garis lurus dianggap sebagai sesuatu yang sulit bagi siswa SMPIT AL-Huda kelas VIII. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya dalam penggunaan model pembelajaran yang kurang sesuai sehingga kurangnya tingkat pemecahan masalah mereka pada materi tersebut. Maka dari itu model pembelajaran dipandang mempunyai peran strategi untuk membangun keberhasilan proses belajar mengajar. Berdasarkan hasil wawancara dengan Guru matematika SMPIT AL- Huda mengatakan bahwa beliau menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dalam menyampaikan materi persamaan garis lurus. Namun, hasil belajar para siswa masih dibawah rata-rata bahkan bisa dikatakan rendah.
Setelah mengetahui fakta tersebut peneliti menyimpulkan bahwa kesalahan tidak terletak pada siswa atau guru tetapi kurang sesuainya model pembelajaran yang membuat siswa merasa bosan sehingga peneliti ingin mencoba mengubah model pembelajaran yang digunakan pada materi persamaan garis lurus tersebut.
Menurut Zakylubis (2011), pelaksanaan pembelajaran kooperatif model STAD dengan penilaian unjuk kerja dianggap mampu meningkatkan hasil belajar siswa dan mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah
yang berkaitan dengan persamaan garis lurus. Pembelajaran cooperative tipe STAD ( Student Teams Achivement Divison) dikembangkan oleh Robert E. Slavin dimana pembelajaran tersebut mengacu pada belajar kelompok peserta didik. STAD ( Student Teams Achivement Divison) merupakan salah satu metode atau pendekatan dalam pembelajaran cooperatif yang sederhana dan baik untuk guru yang baru mulai menggunakan pendekatan cooperative dalam kelas, STAD juga merupakan suatu metode pembelajaran cooperatif yang efektif.
Berdasarkan Latar belakang yang telah diuraikan, maka kemampuan pemecahan masalah matematis perlu ditingkatkan dalam pembelajaran. Model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah Berdasarkan Latar belakang yang telah diuraikan, maka kemampuan pemecahan masalah matematis perlu ditingkatkan dalam pembelajaran. Model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
penelitian yang berjudul ‘’Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ( Student Teams Achivement Divison ) ”.
I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah melakukan model pembelajaran cooperatif tipe STAD ( Student Teams Achivement Divison )?
2. Bagaimanakah perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada penggunaan model berbasis masalah dengan model pembelajaran cooperatif tipe STAD ( Student Teams Achivement Divison )?
I.3 Batasan Masalah
Agar penelitian ini tidak menyimpang dan jauh dari sasaran, maka peneliti melakukan penelitian pada tingkat SMP kelas VIII materi aljabar yang lebih difokuskan pada persamaan garis lurus.
I.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah
1. untuk mengetahui bagaimana peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah melakukan model pembelajaran cooperatif tipe STAD ( Student Teams Achivement Divison )
2. untuk mengetahui bagaimana perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada penggunaan model berbasis masalah dengan model pembelajaran cooperatif tipe STAD ( Student Teams Achivement Divison )
I.5 Manfaat Hasil Penelitian
1. Bagi siswa, diharapkan dapat memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap peningkatan kemampuan pemahaman pemecahan masalah siswa setelah melakukan model pembelajaran cooperatif tipe STAD ( Student Teams Achivement Divison ).
2. Bagi guru, dapat dijadikan sebagai alternatif dalam proses pembelajaran matematika di kelas sebagai upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
3. Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan peneliti tentang model pembelajaran kooperatif tipe STAD ( Student Teams Achivement Divison ) yang dapat meningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
I.6 Definisi Operasional
1. Kemampuan pemecahan masalah adalah suatu tindakan untuk menyelesaikan masalah atau proses yang menggunakan kekuatan dan manfaat matematika dalam menyelesaikan masalah, yang juga merupakan metode penemuan solusi melalui tahap-tahap pemecahan masalah. Bisa juga dikatakan bahwa pemecahan masalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan.
2. Pembelajaran kooperatif tipe STAD ( Student Teams Achivement Divison ) adalah suatu model pembelajaran yang siswa nya belajar bekerja dalam 2. Pembelajaran kooperatif tipe STAD ( Student Teams Achivement Divison ) adalah suatu model pembelajaran yang siswa nya belajar bekerja dalam
4 atau 5 orang, dengan kelompok heterogen. Dalam pembelajaran kooperatif, setiap siswa yang berpretasi rendah, sedang, dan tinggi sama- sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.
I.7 Hipotesis
1. Terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah melakukan model pembelajaran cooperatif tipe STAD ( Student Teams Achivement Divison )?
H 0 : tidak terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah melakukan model pembelajaran cooperatif tipe STAD ( Student Teams Achivement Divison )?
H 1 : terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah melakukan model pembelajaran cooperatif tipe STAD ( Student Teams Achivement Divison )?
2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada penggunaan model berbasis masalah dengan model pembelajaran cooperatif tipe STAD ( Student Teams Achivement Divison )?
H 0 : tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa penggunaan model berbasis masalah dengan model pembelajaran cooperatif tipe STAD ( Student Teams Achivement Divison )?
H 1 : terdapat perbedaan peningkatan kemampuan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa penggunaan model berbasis masalah dengan model pembelajaran cooperatif tipe STAD ( Student Teams Achivement Divison )?
BAB II KAJIAN PUSTAKA
II.1 Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions)
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pengelompokkan siswa yang didesain untuk meningkatkan partisipasi siswa. Salah satu keuntungan dari pembelajaran kooperatif adalah siswa dapat memperdalam pemahamannya saat mereka berdiskusi dan bertukar ide dengan anggota tim menurut Kennedy dkk (2008: 70-71) yang dikutip dalam Isti (2011). The end product of cooperative learning is higher achievements of individual as compared to competitive or individualistic efforts demonstrated by hundred of studies as revealed by Johnson, (2000) yang dikutip dalam Gul Nazir Khan (2011).
Menurut Anita Lee (2004: 29) yang dikutip dalam Isti (2011) Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok belajar yang di dalamnya menekankan kerjasama. Menurut Ibrahim dkk (2000 : 7) yang dikutip dalam Rosyadi (2011) tujuan penting pembelajaran kooperatif adalah untuk meningkatkan kemampuan individu dalam bidang akademik, penerimaan terhadap adanya keragaman individu dan mengembangkan keterampilan sosial. Sedangkan menurut Farid Makrup (2004) Pembelajaran kooperatif mempunyai tiga tujuan penting, yaitu:
a. Hasil belajar akademik Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam
tugas-tugas akademik. Banyak ahli yang berpendapat bahwa model kooperatif unggul dalam membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang sulit.
b. Penerimaan terhadap keragaman Model kooperatif bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang
mempunyai berbagai macam perbedaan latar belakang. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial.
c. Pengembangan keterampilan sosial. Model kooperatif bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.
Keterampilan sosial yang dimaksud dalam pembelajaran kooperatif antara lain adalah: berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok, dan sebagainya.
Menurut Iqbal (2010) yang dikutip dalam Gul Nazir Khan (2011) mentioned that, the cooperative learning is more successful as a teaching learning practice as compared to customary teaching method. Borrich (1996) yang dikutip dalam Gul Nazir Khan (2011), the outcomes of cooperative learning are, formation of attitude and values, provides model of pro-social behavior, presents alternative perspectives and viewpoints, build a coherent and integrated identity, and promotes critical thinking, reasoning, and problem-solving behavior.
Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh Ibrahim dkk (2000:10) yang dikutip dalam Rosyadi (2011) dirangkum pada tabel berikut:
Tabel 01 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Langkah Tingkah Laku Guru Langkah –1
Guru menyampaikan semua tujuan Menyampaikan tujuan dan motivasi pembelajaran yang ingin dicapai pada siswa
pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Guru menyajikan informasi kepada Langkah –2
siswa dengan demonstrasi atau lewat Menyajikan informasi
bahan bacaan.
Guru menjelaskan kepada siswa Langkah –3
bagaimana caranya membentuk Menggorganisasikan siswa ke dalam
kelompok belajar dan membantu kelompok belajar
setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
membimbing kelompok- Langkah –4
Guru
kelompok
Membimbing kelompok belajar belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Langkah –5 Guru mengevaluasi hasil belajar Evaluasi
tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Langkah –6 Guru mencari cara yang baik untuk Memberikan penghargaan
menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Roger dan David Johnson yang dikutip dalam Subyakto (2009) mengatakan tidak semua kerja kelompok bisa dikatakan Cooperative Learning, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yaitu :
1) Saling Ketergantungan Positif
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.
2) Tanggung Jawab Perseorangan Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
3) Tatap Muka Dalam pembelajaran Cooperative Learning setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan dan mengisi kekurangan.
4) Komunikasi Antar Anggota Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai ketrampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Ketrampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.
5) Evaluasi Proses Kelompok. Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
Model STAD dipilih karena menurut Widyantini (2008) yang dikutip oleh Yosela (2013), materi-materi dalam Standar Isi yang diharapkan akan berhasil secara optimal dengan pembelajaran model STAD adalah materi-materi yang berkaitan denganpemecahan masalah. Dengan demikian, model STAD tepat digunakan pada penelitian ini untuk mengatasi kesulitan peserta didik dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah
Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) merupakan segala aktivitas belajar siswa untuk meningkatkan kemampuan yang telah dimiliki maupun meningkatkan kemampuan baru, baik kemampuan dalam aspek pengetahuan, sikap, maupun keterampilan, aktivitas pembelajaran tersebut dilakukan dalam kegiatan kelompok, sehingga antar peserta dapat saling membelajarkan melalui tukar pikiran, pengalaman, maupun gagasan-gagasan. Interaksi dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD berlangsung dapat meningkatkan motivasi serta memberikan rangsangan untuk berpikir, hal ini sangat berguna untuk proses pendidikan jangka panjang (Sanjaya, 2008) yang dikutip dalam nurmahni (2013).
Menurut Slavin, Robert E, (2009: 12) yang dikutip dalam Isti (2011) model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tipe, salah satunya adalah STAD (Student Teams Achievement Divisions). STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang bertujuan untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru. Menurut Slavin (1995) yang dikutip dalam nurmahni (2013) pembelajaran kooperatif STAD merupakan kumpulan suatu prosedur insruksional dimana siswa bekerja dalam suatu kelompok yang mempunyai kemampuan belajar yang beragam untuk mencapai tujuan yang sama. Slavin menjelaskan bahwa STAD telah digunakan secara luas seperti pada pelajaran matematika, seni bahasa, ilmu-ilmu sosial dan sains.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri lima komponen utama, yaitu penyajian kelas, belajar kelompok, kuis, skor pengembangan, dan penghargaan kelompok (Agus N cahyo:2012:289).
1) Presentasi Kelas Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukkan presentasi audiovisual.
2) Tim Tim terdiri atas empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi utama dari tim adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar dan mempersiapkan anggotanya untuk mengerjakan kuis dengan baik.
3) Kuis Setelah guru memberikan presentasi dan praktik tim, para siswa akan mengerjakan kuis secara individual.
4) Skor Kemajuan Individual Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan motivasi kepada tiap siswa mengenai tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Tiap siswa diberi skor “awal”, yang diperoleh dari rata-rata kinerja siswa tersebut sebelumnya. Siswa selanjutnya mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka.
5) Rekognisi Tim Slavin, Robert E, (2009: 143- 146) yang dikutip dalam Isti (2011) menyatakan bahwa tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu.
Many of the characteristics of STAD a form of cooperative learning as explained by Iqbal, (2010) yang dikutip dalam Gul Nazir Khan (2011) are mutual Many of the characteristics of STAD a form of cooperative learning as explained by Iqbal, (2010) yang dikutip dalam Gul Nazir Khan (2011) are mutual
Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD. Menurut Slavin (2008:
10) yang dikutip dalam Kireyinha (2011) ciri-ciri model pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu:
1. Bahan pelajaran disajikan oleh guru dan siswa harus mencurahkan perhatiannya, karena hal itu akan mempengaruhi hasil kerja mereka dalam
kelompok.
2. Anggota kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa, mereka heterogen dalam berbagai hal seperti prestasi akademik dan jenis kelamin.
3. Setelah tiga kali pertemuan diadakan tes individu berupa kuis mengguan yang dikerjakan siswa sendiri-sendiri.
4. Materi pelajaran disiapkan oleh guru dalam bentuk lembar kerja siswa. Penempatan siswa dalam kelompok lebih baik ditentukan oleh guru daripada memilih sendiri.
Kelebihan dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Ibrahim dkk (2000) yang dikutip dalam Agus (2012) adalah sebagai berikut :
a. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan siswa lain.
b. Siswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan.
c. Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif.
d. Setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain. Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut
Slavin (2009: 151-160) yang dikutip dalam Isti (2011) adalah:
1. Siswa mendapat penjelasan mengenai apa yang akan mereka pelajari dan mengapa hal itu penting.
2. Siswa dikenalkan dengan topik pembelajaran sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai.
3. Siswa dibagi ke dalam kelompok belajar yang terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras, dan etnisitas.
4. Siswa bekerja dalam tim untuk menguasai materi dengan mendiskusikan lembar kegiatan.
5. Siswa mengerjakan kuis secara individual.
6. Setiap kelompok diberi penghargaan berdasarkan perolehan poin kemajuan individual dari skor awal ke skor kuis berikutnya.
II.2 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
(zulfikarmansyur: 2014) dalam Turmudi (2008) menyatakan pemecahan masalah artinya proses melibatkan suatu tugas yang metode pemecahannya belum diketahui lebih dahulu. Untuk mengetahui penyelesaiannya siswa hendaknya memetakan pengetahuan mereka, dan melalui proses ini mereka sering mengembangkan pengetahuan baru tentang matematik.
Menurut Polya (1985) dalam Ellisia (2011) pemecahan masalah diartikan sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan untuk mencapai suatu tujuan yang tidak secara mudah dapat dicapai. Dari definisi itu dapat dikatakan bahwa pemecahan masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran, yang digunakan untuk menemukan kembali ( reinvention ) dan memahami materi, konsep, dan prinsip matematika.
(Novian: 2011) Kemampuan pemecahan masalah adalah suatu tindakan untuk menyelesaikan masalah atau proses yang menggunakan kekuatan dan manfaat matematika dalam menyelesaikan masalah, yang juga merupakan metode penemuan solusi melalui tahap-tahap pemecahan masalah. Bisa juga dikatakan bahwa pemecahan masalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan.
Masalah timbul karena adanya suatu kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan kenyataan, antara apa yang dimiliki dengan apa yang dibutuhkan, antara apa yang telah diketahui yang berhubungan dengan masalah tertentu dengan apa Masalah timbul karena adanya suatu kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan kenyataan, antara apa yang dimiliki dengan apa yang dibutuhkan, antara apa yang telah diketahui yang berhubungan dengan masalah tertentu dengan apa
Masalah dalam pembelajaran matematika merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon. Namun tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui sipelaku.
Banyak faktor untuk dapat melihat tingkat kemampuan siswa dalam pemecahan masalah. (zulfikarmansyur: 2014), yang di kutip dari Sumarmo (Febianti, 2012:14) mengemukakan indikator pemecahan masalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan.
2. Merumuskan masalah matematik atau menyusun model matematik.
3. Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau diluar matematika.
4. Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan awal.
5. Menggunakan matematika secara bermakna.
(Widya, dkk) dalam Soedjadi (2000: 36) mengatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah suatu keterampilan pada peserta didik agar mampu menggunakan kegiatan matematis untuk memecahkan masalah dalam matematika, masalah dalam ilmu lain, dan dalam masalah kehidupan sehari-hari. Pemecahan masalah menurut Suherman (2001 : 93) merupakan bagian dari kurikulum matematik yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Melalui kegiatan (Widya, dkk) dalam Soedjadi (2000: 36) mengatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah suatu keterampilan pada peserta didik agar mampu menggunakan kegiatan matematis untuk memecahkan masalah dalam matematika, masalah dalam ilmu lain, dan dalam masalah kehidupan sehari-hari. Pemecahan masalah menurut Suherman (2001 : 93) merupakan bagian dari kurikulum matematik yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Melalui kegiatan
Pentingnya pemecahan masalah juga ditegaskan dalam NCTM (2000: 52) yang menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan bagian integral dalam pembelajaran matematika, sehingga hal tersebut tidak boleh dilepaskan dari pembelajaran matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat Ruseffendi (2006: 341) yang mengemukakan bahwa kemampuan pemecahan masalah penting dalam matematika, bukan saja bagi mereka yang di kemudian hari akan mendalami atau mempelajari matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan menerapkannya dalam bidang studi lain dan dalam kehidupan sehari-hari
Menurut Nila (2009) Berdasarkan kenyataan di atas, siswa kita akan membuat kesalahan jika diberikan soal non rutin. Itu berarti kemampuan pemecahan masalah siswa Indonesia masih kurang, padahal dalam pembelajaran matematika kemampuan pemecahan masalah sangat penting, sebagaimana dikemukakan oleh Branca (Gani, 2007) bahwa kemampuan pemecahan masalah sebagai jantungnya matematika. Kemampuan pemecahan masalah amatlah penting dalam matematika, yang dikemudian hari dapat diterapkan dalam bidang studi lain dan dalam kehidupan sehari-hari.
Suatu keadaan dapat dikatakan masalah jika seseorang menyadari bahwa keadaan tersebut memerlukan tindakan dan orang tersebut tidak dapat menemukan pemecahannya saat itu juga. Gaugh (Fatah, 2008) mendefinisikan masalah sebagai suatu tugas yang apabila kita membacanya, melihatnya atau mendengarnya pada waktu tertentu, dan kita tidak mampu untuk segera menyelesaikannya pada saat itu juga. Menurut Polya (1985) pemecahan masalah diartikan sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan untuk mencapai suatu tujuan yang tidak secara mudah dapat dicapai. Dari definisi itu dapat dikatakan bahwa pemecahan masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran, yang digunakan untuk menemukan kembali ( reinvention ) dan Suatu keadaan dapat dikatakan masalah jika seseorang menyadari bahwa keadaan tersebut memerlukan tindakan dan orang tersebut tidak dapat menemukan pemecahannya saat itu juga. Gaugh (Fatah, 2008) mendefinisikan masalah sebagai suatu tugas yang apabila kita membacanya, melihatnya atau mendengarnya pada waktu tertentu, dan kita tidak mampu untuk segera menyelesaikannya pada saat itu juga. Menurut Polya (1985) pemecahan masalah diartikan sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan untuk mencapai suatu tujuan yang tidak secara mudah dapat dicapai. Dari definisi itu dapat dikatakan bahwa pemecahan masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran, yang digunakan untuk menemukan kembali ( reinvention ) dan
Salah satu tujuan pembelajaran matematika yang harus dicapai diantaranya adalah mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. Pada materi bangun ruang, peserta didik cenderung menghafal konsep maupun rumus- rumus. Alangkah lebih baik jika peserta didik dapat menemukan sendiri pengetahuannya sehigga lebih mudah untuk memahami materi yang disampaikan (Yosela : 2013).
Menurut zulfikarmansyur (2014) Kemampuan pemecahan masalah matematis sangat bergantung dengan adanya masalah yang ada di dalam matematika. Maka dari itu perlu adanya pembahasan mengenai masalah matematis. Suatu masalah adalah situasi yang mana siswa memperoleh suatu tujuan, dan harus menemukan suatu makna untuk mencapainya (Prabawanto,2009). Secara umum masalah adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengatasi persoalan yang dihadapinya. Sebagian besar ahli pendidikan matematika menyatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab dan direspon. Mereka juga menyatakan bahwa tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan dengan suatun prosedur rutin yang sudah diketahui si pelaku. Menurut Polya (Andriatna, 2012:20) masalah dalam matematika terdapat dua macam, yaitu sebagai berikut.
1. Masalah untuk menemukan, dapat teoritis atau praktis, abstrak atau konkret, termasuk teka-teki. Siswa berusaha untuk bisa menemukan variabel masalah serta mengkontruksi semua jenis objek yang bisa menyelesaikan masalah tersebut.
2. Masalah untuk membuktikan, yaitu untuk menunjukkan suatu pernyataan itu benar atau salah.
Namun Polya (Prabawanto, 2011) juga membedakan masalah ke dalam authentic problems dan routie problems. Routine problem didefinisikan sebagai suatu tugas yang dapat selesesaikan dengan cara mensubtitusikan data tertentu ke dalam penyelesaian umum yang dihasilkan sebelumnya, atau dengan mengikuti langkah demi langkah, tanpa menelusur originalitas masalahnya. Sebaliknya, authentic problem adalah suatu tugas di mana metode solusinya tidak diketahui sebelumnya. Hal serupa dikemukakan oleh Gilfeather & Regato (Prabawanto, 2011) membagi masalah menjadi dua jenis, yaitu masalah rutin dan masalah tidak rutin. dari kedua pendapat tersebut sama-sama memasukkan masalah matematis dalam masalah rutin dan tidak rutin yang berarti bahwa masalah adalah sesuatu yang harus dicari penyelesaiannya walaupun pada saat itu belum didapat penyelesaiannya.
II.3 Kesulitan Materi Persamaan Garis Lurus
Pembelajaran matematika pada materi aljabar tentang persamaan garis lurus dianggap sebagai salah satu materi yang sulit dipahami oleh siswa kelas VIII (Zakylubis:2011). Jenis kesulitan yang dilakukan siswa dalam materi persamaan garis lurus dapat dikelompokkan menjadi: (1) kesulitan dalam kemampuan menerjemahkan ( linguistic knowledge ) ditunjukkan dengan kesalahan dalam menafsirkan bahasa soal atau mengubah bahasa soal ke dalam bahasa matematika; (2) kesulitan dalam menggunakan prinsip termasuk didalamnya siswa tidak memahami variabel, kurangnya penguasaan dasar-dasar aljabar dan kurangnya kemampuan memahami ( schematic knowledge ) yang ditunjukkan dengan kesalahan dalam mengubah bentuk persamaan, kesalahan dalam proses komputasi aljabar, kesulitan dalam menerapkan prinsip gradien tegak lurus dan kesalahan dalam melakukan operasi bilangan; (3) kesulitan dalam menggunakan konsep termasuk ketidakmampuan untuk mengingat konsep, ketidakmampuan mendeduksi informasi berguna dari suatu konsep dan kurangnya kemampuan memahami ( schematic knowledge ) yang ditunjukkan dengan kurang lengkapnya siswa dalam menuliskan rumus. (4) Kesulitan dalam kemampuan algoritma Pembelajaran matematika pada materi aljabar tentang persamaan garis lurus dianggap sebagai salah satu materi yang sulit dipahami oleh siswa kelas VIII (Zakylubis:2011). Jenis kesulitan yang dilakukan siswa dalam materi persamaan garis lurus dapat dikelompokkan menjadi: (1) kesulitan dalam kemampuan menerjemahkan ( linguistic knowledge ) ditunjukkan dengan kesalahan dalam menafsirkan bahasa soal atau mengubah bahasa soal ke dalam bahasa matematika; (2) kesulitan dalam menggunakan prinsip termasuk didalamnya siswa tidak memahami variabel, kurangnya penguasaan dasar-dasar aljabar dan kurangnya kemampuan memahami ( schematic knowledge ) yang ditunjukkan dengan kesalahan dalam mengubah bentuk persamaan, kesalahan dalam proses komputasi aljabar, kesulitan dalam menerapkan prinsip gradien tegak lurus dan kesalahan dalam melakukan operasi bilangan; (3) kesulitan dalam menggunakan konsep termasuk ketidakmampuan untuk mengingat konsep, ketidakmampuan mendeduksi informasi berguna dari suatu konsep dan kurangnya kemampuan memahami ( schematic knowledge ) yang ditunjukkan dengan kurang lengkapnya siswa dalam menuliskan rumus. (4) Kesulitan dalam kemampuan algoritma
Menurut Zakylubis (2011), Pelaksanaan pembelajaran kooperatif model STAD dengan penilaian unjuk kerja dianggap mampu meningkatkan hasil belajar siswa dan mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan persamaan garis lurus.
Berdasarkan hasil penelitian Rosyadi (2011) menyatakan bahwa setelah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD menunjukkan bahwa kualitas hasil belajar matematika siswa pada materi persmaan garis lurus termasuk kategori tinggi. Hal ini terlihat dari analisis hasil tes yang menunjukkan kategori yang tinggi. Sejalan dengan itu dari hasil angket yang telah diberikan menunjukkan bahwa tingkat persepsi siswa terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD termasuk kategori tinggi. Dengan demikian dapat dikatakan terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar siswa pada materi
persamaan garis lurus kelas VIII MTs. Mu’allimat NW Kelayu tahun pembelajaran 2010/2011. Setelah penerapan pembelajaran kooperatif peserta didik menjadi lebih aktif dan lebih termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran. Dari hasil angket yang diberikan kepada masing-masing responden menunjukkan bahwa sebagian besar siswa merasa lebih senang dan nyaman ketika mengikuti proses pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Siswa lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga diskusi menjadi lebih hidup. Dari hasil tes yang diberikan kepada siswa menunjukkan nilai yang memuaskan, sebagian besar siswa memperoleh nilai di atas standar kriteria ketuntasan yang telah ditetapkan.
BAB III METODE PENELITIAN
III.1 Metode Penelitian dan Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistic. dengan demikian metode kuantitatif ini diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistic, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (sugiyono 2014: 11)
Pada penelitian ini menggunakan true eksperiment design dalam desain ini, peneliti dapat mengontrol semua variable luar yang mempengaruhi jalannya eksperimen. ciri utama dalam desin ini adalah sampel yang digunakan untuk eksperimen maupun maupun sebagai kelompok control diambil secara random dari populasi tertentu. adapun jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest-postest control group design karena dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara random kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok control setelah itu kelompok eksperimen diberi pembelajaran menggunakan model yang peneliti jadikan penelitian yaitu model kooperatif tipe STAD sedangkan kelompok control diberi pembelajaran menggunakan model yang biasa di lakukan guru pada sekolah yang peneliti teliti, barulah pada akhirnya diberi posttest untuk melihat keadaan akhir dari kedua kelompok tersebut
O 1 x O 2 Gambar pola pretest-postest control group
design (sugiyono :2014:114)
III.2 Populasi dan Sampel
Populasi menurut Sugiyono (2014 : 119) populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas : obyek/subyek yang mempunyai kualitas atau karakteristik tertentu yang ditetapakan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi yang di ambil adalah seluruh kelas VIII di SMPIT Al-Huda yang berjumlah 216 Siswa.
Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah yang dimiliki oleh populasi tersebut
(Sugiyono:2014:120). Teknik pengambilan sampel yang diambil adalah probability sampling.
Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel (sugiyono:2014:122).
Jenis probability yang di ambil adalah cluster sampling. Menurut Margono (2004: 127) dalam salah satu artikel, teknik cluster sampling digunakan bilamana populasi tidak terdiri dari individu-individu, melainkan terdiri dari kelompok kelompok individu atau cluster. Menurut peneliti jenis ini sangat cocok untuk pengambilan sampel pada tingkat sekolah. Dimana populasinya adalah siswa kelas VIII SMPIT Al-Huda, yang terdiri atas 4 kelas dapat di ambil secara random
2 kelas tersebut menjadi sampel.
III.3 Instrument Penelitian
Untuk memperoleh data dalam penelitian digunakan dua macam instrument yaitu tes dan non tes. Instrumen tes berisi soal-soal untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematik siswa, sedangkan instrument non tes terdiri atas skala pendapat siswa (angket).
III.4 Instrumen Tes
Instrumen Tes yang peneliti pilih adalah bentuk esai (uraian). Tes bentuk esai adalah sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata (Arikunto :2013:177). Tes subjektif yang pada umumnya berbentuk esai (uraian). Alasan peneliti mengambil tes bentuk uraian adalah agar dapat mengetahui sejauh mana siswa mendalami suatu masalah yang diteskan.
Penyusunan tes diawali dengan pembuatan kisi-kisi soal yang mencakup pokok bahasan, kemampuan yang diukur, indikator , serta jumlah butir soal. Kemudian dilanjutkan dengan menyusun soal beserta kunci jawaban dan aturan pemberian skor untuk masing-masing butir soal.
Tes pemecahan masalah matematik siswa dalam penelitian ini terdiri dari bentuk uraian pada pokok bahasan persamaan garis lurus. Soal-soal yang digunakan untuk mengukur pemecahan masalah matematis siswa untuk tiap langkah terdiri dari kemampuan memahami masalah, merencanakan pemecahan dan menyelesaikan masalah. Penilaian untuk jawaban soal pemecahan masalah matematis siswa disesuaikan dengan keadaan soal dan hal-hal yang ditanyakan, adapun pedoman penelitian didasarkan pada pedoman penskoran rubric untuk kemampuan pemecahan masalah yang dikutip dari sumarmo (1994).
Sebelum diteskan, instrument yang dijadikan alat ukur tersebut diuji cobakan untuk mengetahui validitas, reliabilitas, indeks kesukaran dan daya pembeda.
Indikator Materi
Soal
Indikator Kemampuan
menentukan persamaan Diketahui garis p tegak lurus Mengidentifikasi unsur- garis
lurus melalui dengan garis q . Jika gradien unsur yang diketahui, yang sebuah titik dan tegak
garis p adalah Tentukan ditanyakan, dan kecukupan
lurus dengan garis yang unsur yang diperlukan.
gradien
garis
q serta
diketahui persamaannya
persamaan garis dari gradient garis q yang melalui titik (2, 5)!
menentukan persamaan Pak Yana mempunyai 2 buah Merumuskan masalah garis lurus melalui dua kolam ikan. Kolam besar matematik atau menyusun titik
memiliki panjang 7 m dengan model matematik. lebar 5m yang berisi ikan mas, di dalam kolam ikan besar terdapat kolam ikan kecil yang berukuran panjang 3m dan lebar 2m yang berisi benih ikan mas. Diantara dua kolam ikan tersebut dipasang jarring ikan. Tentukan kemiringan jarring ikan tersebut!
menentukan persamaan Persamaan garis Menerapkan strategi untuk garis
menyelesaikan berbagai sebuah titik dan gradien tentukanlah gradient garis masalah
lurus melalui
melalui titik
(sejenis dan
tersebut!
masalah baru) dalam atau diluar matematika.
menentukan persamaan Diketahui persamaan adalah Menjelaskan atau menentukan persamaan Diketahui persamaan adalah Menjelaskan atau
adalah . sesuai permasalahan awal. dengan
garis yang Tentukan nilai jika ! diketahui persamaannya
menentukan persamaan Pak Yana mempunyai 2 buah Menggunakan matematika garis lurus melalui dua kolam ikan. Kolam besar secara bermakna. titik
memiliki panjang 7 m dengan lebar 5m yang berisi ikan mas, di dalam kolam ikan besar terdapat kolam ikan kecil yang berukuran panjang 3m dan lebar 2m yang berisi benih ikan mas. Diantara dua kolam ikan tersebut dipasang jarring ikan. Tentukan kemiringan jarring ikan tersebut!
Penilaian pada instrument tes menggunakan aturan penilaian holistic menurut sumarmo yang dimodifikasi sesuai dengan indikator.
Pedoman Penilaian
Aspek yang
Skor dinilai
Reaksi terhadap soal/masalah
Tidak memahami soal/tidak ada jawaban Memahami
Masalah Tidak memperhatikan syarat-syarat soal/cara
1 interpretasi soal kurang tepat
Memahami soal kurang baik tetapi sudah
2 memperhatikan syarat-syarat soal
Memahami soal cukup baik dan sudah
3 memperhatikan syarat-syarat soal dengan baik
Memahami soal dengan baik
Tidak ada rencana strategi penyelesaian Stategi yang direncanakan kurang tepat
1 Menggunakan satu strategi tertentu tetapi mengarah
Menerapkan
2 pada jawaban salah strategi
pennyelesaian Menggunakan satu strategi tertentu tetapi tidak
3 dapat dilanjutkan
Menggunakan beberapa strategi yang benar dan
mengarah pada jawaban yang benar Tidak ada penyelesaian Ada model matematika, tetapi prosedur tidak jelas
1 Merumuskan
Menggunakan satu prosedur tertentu yang
2 masalah atau
mengarah kepada jawaban yang benar
menyusun model Menggunakan satu prosedur tertentu yang benar matematika
3 tetapi salah dalam menghitung
Menggunakan prosedur tertentu yang benar dan
4 hasil benar
III.5 Instrumen Non Tes
Instrumen Non Tes yang peneliti pilih adalah bentuk Kuesioner (Angket). Kuesioner (Angket) merupakan instrument untuk pengumpulan data, dimana partisipan atau responden mengisi pertanyaan atau pernyataan yang diberikan oleh peneliti. Peneliti dapat menggunakan kuisioner untuk memperoleh memperoleh data yang terkait dengan pemikiran, perasaan, sikap, kepercayaan, nilai, persepsi, kepribadian dan perilaku dari responden. Pada penelitian ini digunakan skala guttman untuk pengukuran angket. Skala guttman adalah skala pengukuran yang hanya terdapat dua alternatif jawaban, yaitu “ya-tidak”, “benar- salah”, “setuju-tidak setuju”. Jawaban dapat dibuat skor tertinggi satu dan terendah nol. Missal untuk jawaban “setuju” diberi skor 1 dan “tidak setuju” diberi skor 0.
III.6 Prosedur Penelitian
Observasi Uji
Penyusunan
Proposal
Instrumen
Analisis Pengolahan
Data
Data
Pelaksanaan
penelitian
Kesimpulan
III.7 Teknik Analisis Data
III.7.1 Teknik Analisis Data Tes
Analisis data dimaksudkan untuk melakukan pengujian hipotesis dan menjawab rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini yaitu data kuantitatif. Pengolahan data kuantitatif diperoleh dari hasil pretest dan posttest , yang selanjutnya dianalisis apakah terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD. Analisis data kuantitatif menggunakan;
1) Uji Normalitas
Uji normalitas untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji shapiro-wilk dengan taraf signifikan 95%. Jika data berdistribusi normal, maka analisis data dilanjutkan dengan uji homogenitas varians untuk menentukan uji parametrik yang sesuai.
2) Uji Homogenitas Varians
Uji homogenitas varians dilakukan jika data berdistribusi normal. Uji homogenitas varians dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok data yang akan diuji memiliki variansi yang homogen atau tidak. Untuk menguji homogenitas varians dengan mengambil taraf signifikansi 95%.
3) Indeks Gain
Untuk mengetahui kategori peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di tiap kelas yaitu kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan siswa yang belajar dengan pembelajaran Untuk mengetahui kategori peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di tiap kelas yaitu kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan siswa yang belajar dengan pembelajaran
Indeks gain =
Kategori gain yang dinormalisasi sebagai berikut:
Interpretasi Gain
Nilai Gain Normal (NG) Interpretasi
NG > 0,7
Gain tinggi
0,3 < NG 0,7 Gain sedang NG 0,3
Gain rendah
a) Validitas
Menurut Suharsimi Arikunto (2013) sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium.
Menurut Pearson, korelasi produk moment.
Keterangan : = Koefisien antara variabel x dan variabel y x = Jumlah skor tiap item dari seluruh
responden uji coba. y = Jumlah skor total seluruh item dari
keseluruhan responden uji coba.
= Jumlah responden uji coba.
Tolak Ukur yang Dibuat Guildford (Arikunto,2013) Klasifikasi koefisien validitas Besar r Hitung
Interpretasi 0,800 ≤ r hitung ≤ 1,00
Validitas Sangat Tinggi 0,600 ≤ r hitung ≤ 0,800
Validitas Tinggi 0,400 ≤ r hitung ≤ 0,600
Validitas Cukup 0,200 ≤ r hitung ≤ 0,400