DASAR DASAR TERAPI CAIRAN DAN ELEKTROLIT

DASAR-DASAR TERAPI CAIRAN DAN ELEKTROLIT
Syamsul Hilal Salam

Pendahuluan
Menjaga agar volume cairan tubuh tetap relatif konstan dan komposisi elektrolit
di dalamnya tetap stabil adalah penting bagi homeostatis. Beberapa masalah klinis timbul
akibat adanya abnormalitas dalam hal tersebut. Untuk bertahan, kita harus menjaga
volume dan komposisi cairan tubuh, baik ekstraseluler (CES) maupun cairan intraseluler
(CIS) dalam batas normal. Gangguan cairan dan elektrolit dapat membawa penderita
dalam kegawatan yang kalau tidak dikelolam secara cepat dan tepat dapat menimbulkan
kematian. Hal tersebut terlihat misalnya pada diare, peritonitis, ileus obstruktif, terbakar,
atau pada pendarahan yang banyak.
Elektrolit merupakan molekul terionisasi yang terdapat di dalam darah, jaringan,
dan sel tubuh. Molekul tersebut, baik yang positif (kation) maupun yang negatif (anion)
menghantarkan arus listrik dan membantu mempertahankan pH dan level asam basa
dalam tubuh. Elektrolit juga memfasilitasi pergerakan cairan antar dan dalam sel melalui
suatu proses yang dikenal sebagai osmosis dan memegang peraran dalam pengaturan
fungsi neuromuskular, endokrin, dan sistem ekskresi.
Jumlah asupan air dan elektrolit melalui makan dan minum akan dikeluarkan
dalam jumlah relatif sama. Ketika terjadi gangguan homeostasis dimana jumlah yang
masuk dan keluar tidak seimbang, harus segera diberikan terapi untuk mengembalikan

keseimbangan tersebut.

Anatomi Cairan Tubuh

Total Body Water ( TBW )
Air merupakan komponen utama dalam tubuh yakni sekitar 60% dari berat
badan pada laki-laki dewasa. Persentase tersebut bervariasi bergantung beberapa faktor
diantaranya:

1



TBW pada orang dewasa berkisar antara 45-75% dari berat badan. Kisaran ini
tergantung pada tiap individu yang memiliki jumlah jaringan adipose yang
berbeda, yang mana jaringan ini hanya mengandung sedikit air.



TBW pada wanita lebih kecil dibanding dengan laki-laki dewasa pada umur yang

sama, karena struktur tubuh wanita dewasa yang umumnya lebih banyak
mengandung jaringan lemak.



TBW pada neonatus lebih tinggi yaitu sekitar 70-80% berat badan



Untuk beberapa alasan, obesitas serta peningkatan usia akan menurunjkan jumlah
kandungan total air tubuh
TBW dibagi dalam 2 komponen utama yaitu cairan intraseluler (CIS) dan cairan

ekstra seluler (CES) seperti terlihat pada gambar
Body
100%

Water
60 % (100)


Intracellular space
40 % (60)

Tissue
40 %

Extracellular space
20 % (40)

Interstitial space
15 % (30)

Intravascular space

5 % (10)

Cairan intra seluler merupakan 40% dari TBW. Pada seorang laki- laki dewasa
dengan berat 70 kg berjumlah sekitar 27 liter. Sekitar 2 liter berada dalam sel darah
merah yang berada di dalam intravaskuler. Komposisi CIS dan kandungan airnya
bervariasi menurut fungsi jaringan yang ada. Misalnya, jaringan lemak memiliki jumlah

air yang lebih sedikit dibanding jaringan tubuh lainnya.
Komposisi dari CIS bervariasi menurut fungsi suatu sel. Namun terdapat
perbedaan umum antara CIS dan cairan interstitial. CIS mempunyai kadar Na +, Cl- dan
HCO3- yang lebih rendah dibanding CES dan mengandung lebih banyak ion K+ dan fosfat
serta protein yang merupakan komponen utama intra seluler.

2

Komposisi CIS ini dipertahankan oleh membran plasma sel dalam keadaan stabil
namun tetap ada pertukaran. Transpor membran terjadi melalui mekanisme pasif seperti
osmosis dan difusi, yang mana tidak membutuhkan energi sebagaimana transport aktif.
Sekitar sepertiga dari TBW merupakan cairan ekstraseluler (CES), yaitu seluruh
cairan di luar sel. Dua kompartemen terbesar dari mairan ekstrasluler adalah cairan
interstisiel, yang merupakan tiga perempat cairan ekstraseluler, dan plasma, yaitu
seperempat cairan ekstraseluler. Plasma adalah bagian darah nonselular dan terus
menerus berhubungan dengan cairan interstisiel melalui celah-celah membran kapiler.
Celah ini bersifat sangat permeabel terhadap hampir semua zat terlarut dalam cairan
ekstraseluler, kecuali protein. Karenanya, cairan ekstraseluler terus bercampur, sehingga
plasma dan interstisiel mempunyai komposisi yang sama kecuali untuk protein, yang
konsentrasinya lebih tinggi pada plasma.

Cairan transeluler merupakan cairan yang disekresikan dalam tubuh terpisah dari
plasma oleh lapisan epithelial serta peranannya tidak terlalu berarti dalam keseimbangan
cairan tubuh, akan tetapi pada beberapa keadaan dimana terjadi pengeluaran jumlah
cairan transeluler secara berlebihan maka akan tetap mempengaruhi keseimbangan cairan
dan elektrolit tubuh. Cairan yang termasuk cairan transseluler yaitu :Cairan serebrospinal,
cairan dalam kelenjar limfe, cairan intra okular, cairan gastrointestinal dan empedu,
cairan pleura, peritoneal, dan perikardial.
Komponen cairan ekstraseluler terbagi menjadi seperti pada tabel berikut:
Komponen CES pada seorang laki-laki dewasa ( BB 70 Kg)
Cairan

Berat Badan (%)

Volume (%)

Cairan interstitial

15

10,5


Plasma

5

3,5

Cairan transeluler

1

0,7

Total CES

21

14,7

Berikut ini merupakan bagan perpindahan cairan nterstisiel dan plasma menurut hukum

Starling:

3

Arterial end

Venous end
πp = 28

πp = 28

πi = 3

πi = 3

Pc = 15
mmHg

Pc = 35
mmHg


Pressure = (15-0) - (28-3)
= 15-25
→ 10 mmHg INTO capillary

Pressure = (35-0) - (28-3)
= 35-25
→10 mmHg OUT of capillary

Komposisi Cairan Tubuh
Secara garis besar, komposisi cairan tubuh yang utama dalam plasma, interstitial
dan intraseluler ditunjukkan pada tabel berikut:(4)
Komposisi Plasma, interstitial, dan Intraselular ( mmol/L)
Substansia

Plasma

Cairan interstitial

Cairan intraseluler


Na+

153

145

10

K+

Kation

4,3

4,1

159

2+


2,7

2,4

370 C )



Hiperventilasi



Suhu lingkungan yang tinggi



Aktivitas yang ekstrim / berlebihan




Setiap kehilangan yang abnormal seperti diare atau poliuria

Yang menyebabkan adanya penurunan terhadap kebutuhan cairan harian
diantaranya yaitu :


Hipotermi ( kebutuhannya menurun 12% setiap 10 C, jika suhu kehilangan natrium



Konsentrasi natrium > 150 mmol/ L



Osmolaritas serum meningkat > 295 mOsm/L



Haus, irritable



Bila natrium serum mencapai 165 mmol/L dapat terjadi kejang

Berikut tabel yang menggambarkan tentang beberapa gangguan elektrolit.
Ion dan batas CES

Terganggu ( mEq/L)

Gejala- gejala

Penyebab

normal ( mEq/L)
Natrium ( 136- 142) Hipernatremia ( >150)

Haus, kulit kering
dan mengkerut,

Dehidrasi, kehilangan
cairan hipotonik

penurunan tekanan
dan volume darah,
bahkan kolaps
sirkulasi
Hiponatremia (8)

Aritmia jantung
berat

Gagal ginjal,
penggunaaan diuretic,
asidosis kronik

Hipokalemia ( 11)

Konfusi, nyeri otot,

Hiperparatiroid, kanker,

aritmia jantung, batu

toksisitas vit. D.

ginjal, kalsifikasi

suplemen kalsium

pada jaringan lunak

dengan dosis yang
11

sangat berlebihan
Hipokalsemia (2000

Sampai 15%

15-30%

30-40%

>40%

Denyut nadi

100

>120

>140

Tek. Darah

Normal

Normal

Menurun

Menurun

Tek. Nadi

Normal atau

Menurun

Menurun

Menurun

(mmHg)

meningkat

Frek. Napas

14-20

20-3-

30-35

>35

Produksi urin

>30

20-30

5-15

Tidak ada

Gelisah sedang

Gelisah dan

Bingung dan

Kehilangan darah
( ml)
Kehilangan darah
( %EBV)

(mmHg)

(ml/jam)
SSP / status

Gelisah ringan

13

mental
Cairan pengganti

Kristaloid

Kristaloid

bingung

letargi

Kristaloid dan

Kristaloid dan

darah

darah

( rumus 3 :1)

Pemilihan Cairan

Cairan intravena diklasifikasikan menjadi kristaloid dan koloid. Kristaloid
merupakan larutan dimana molekul organik kecil dan inorganik dilarutkan dalam air.
Larutan ini ada yang bersifat isotonik, hipotonik, maupun hipertonik. Cairan kristaloid
memiliki keuntungan antara lain : aman, nontoksik, bebas reaksi, dan murah. Adapun
kerugian dari cairan kristaloid yang hipotonik dan isotonik adalah kemampuannya
terbatas untuk tetap berada dalam ruang intravaskular.

Kristaloid
Cairan kristaloid yang paling banyak digunakan adalah normal saline dan ringer
laktat. Cairan kristaloid memiliki komposisi yang mirip cairan ekstraselular. Karena
perbedaan sifat antara kristaloid dan koloid, dimana kristaloid akan lebih banyak
menyebar ke ruang interstitial dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya
dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang intersisial.
Penggunaan cairan normal salin dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan
timbulnya asidosis hiperkloremik, sedangkan penggunaan cairan ringer laktat dengan
jumlah besar dapat menyebabkan alkalosis metabolik yang disebabkan adanya
peningkatan produksi bikarbonat akibat metabolisme laktat.
Larutan dekstrose 5% sering digunakan jika pasien memiliki gula darah yang
rendah atau memiliki kadar natrium yang tinggi. Namun penggunaannya untuk resusitasi
dihindarkan karena

komplikasi

yang diakibatkan antara

lain hiperomolalitas-

hiperglikemik, diuresis osmotik, dan asidosis serebral.
Tabel 6. Komposisi Cairan Kristaloid5
Solution

Glucose
(mg/dL)

Sodium Chloride Potassium
(mEq/L) (mEq/L) (mEq/L)

Kalsium
(mEq/L)

Lactate
(mEq/L)

(mOsmol/L)

14

5%
Dextrose in
water
D5 ½ NS
D5 NS
0,9% NaCl
Ringer
Laktat
D5 RL
5% NaCl

5000

5000
5000

5000

253

77
154
154
130

77
154
154
109

130
855

109
855

4.0

3.0

28

4.0

3.0

28

406
561
308
273
525
1171

Koloid
Cairan koloid disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut
“plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat
molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung
bertahan agak lama dalam ruang intravaskuler.
Koloid dapat mengembalikan volume plasma secara lebih efektif dan efisien
daripada kristaloid, karena larutan koloid mengekspansikan volume vaskuler dengan
lebih sedikit cairan dari pada larutan kristaloid. Sedangkan larutan kristaloid akan keluar
dari pembuluh darah dan hanya 1/4 bagian tetap tinggal dalam plasma pada akhir infus.
Koloid adalah cairan yang mengandung partikel onkotik dan karenanya menghasilkan
tekanan onkotik. Bila diberikan intravena, sebagian besar akan menetap dalam ruang
intravaskular.
Meskipun semua larutan koloid akan mengekspansikan ruang intravaskular,
namun koloid yang mempunyai tekanan onkotik lebih besar daripada plasma akan
menarik pula cairan ke dalam ruang intravaskular. Ini dikenal sebagai ekspander plasma,
sebab mengekspansikan volume plasma lebih dari pada volume yang diberikan.
Albumin
Albumin merupakan larutan koloid murni yang berasal dari plasma manusia.
Albumin dibuat dengan pasteurisasi pada suhu 60 0C dalam 10 jam untuk meminimalisir
resiko transmisi virus hepatitis B atau C atau pun virus imunodefisiensi. Waktu paruh
albumin dalam plasma adalah sekitar 16 jam, dengan sekitar 90% tetap bertahan dalam
intravascular 2 jam setelah pemberian.
Dekstran
15

Dekstran merupakan semisintetik koloid yang secara komersial dibuat dari
sukrose oleh mesenteroides leukonostok strain B 512 dengan menggunakan enzim
dekstran sukrose. Ini menghasilkan dekstran BM tinggi yang kemudian dilengketkan oleh
hidrolisis asam dan dipisahkan dengan fraksionasi etanol berulang untuk menghasilkan
produk akhir dengan kisaran BM yang relatif sempit. Dekstran untuk pemakaian klinis
tersedia dalam dekstran 70 (BM 70.000) dan dekstran 40 (BM 40.000) dicampur dengan
garam faal, dekstrosa atau Ringer laktat.
Dekstran 70 6 % digunakan pada syok hipovolemik dan untuk profilaksis
tromboembolisme dan mempunyai waktu paruh intravaskular sekitar 6 jam. Pemakaian
dekstran untuk mengganti volume darah atau plasma hendaknya dibatasi sampai 1 liter
(1,5 gr/kgBB) karena risiko terjadi perdarahan abnormal. Batas dosis dekstran yaitu 20
ml/kgBB/hari.
Sekitar 70% dosis dekstran 40 yang diberikan akan dieksresikan ke dalam urine
dalam 24 jam. Molekul- molekul yang lebih besar dieksresikan lewat usus atau dimakan
oleh sel-sel sistem retikoloendotelial. Volume dekstran melebihi 1 L dapat mengganggu
hemostasis. Disfungsi trombosit dan penurunan fibrinogen dan faktor VIII merupakan
alasan timbulnya perdarahan yang meningkat. Reaksi alergi terhadap dekstran telah
dilaporkan, tetapi kekerapan reaksi anafilaktoid mungkin kurang dari 0,02 %. Dekstran
40 hendaknya jangan dipakai pada syok hipovolemik karena dapat menyumbat tubulus
ginjal dan mengakibatkan gagal ginjal akut.
Gelatin
Gelatin dibuat dengan jalan hidrolisis kolagen sapi. Preparat yang umum
dipasaran adalah gelatin yang mengalami suksinasi seperti Gelofusin dengan pelarut
NaCL isotonik. Gelatin dengan ikatan urea-poligelin ( Haemaccel ) dengan pelarut NaCL
isotonik dengan Kalium 5,1 mmol/l dan Ca 6,25 mmol/ L.
Pemberian gelatin agaknya lebih sering menimbulkan reaksi alergik daripada
koloid yang lain. Berkisar dari kemerahan kulit dan pireksia sampai anafilaksis yang
mengancam nyawa. Reaksi-reaksi tersebut berkaitan dengan pelepasan histamine yang
mungkin sebagai akibat efek langsung gelatin pada sel mast.
Gelatin tidak menarik air dari ruang ekstravaskular sehingga bukan termasuk
ekspander plasma seperti dekstran. Larutan gelatin terutama diekskresikan lewat ginjal
dalam urin, sementara itu gelatin dapat menghasilkan diuresis yang bagus. Sebagian kecil
16

dieliminasikan lewat usus. Karena gelatin tidak berpengaruh pada sistem koagulasi,
maka tidak ada pembatasan dosis. Namun, bila terlalu banyak infus, pertimbangkan
adanya efek dilusi. Gelatin dapat diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
bahkan pada pasien yang menjalani hemodialisis. Indikasi gelatin : Penggantian volume
primer pada hipovolemia, stabilisasi sirkulasi perioperatif. Sedangkan kontraindikasi
adalah infark miokard yang masih baru terjadi, gagal jantung kongestif dan syok
normovolemik.
Hydroxylethyl Starch (HES)
Senyawa kanji hidroksietil ( HES ) merupakan suatu kelompok koloid sintetik
polidisperse yang mempunyai glikogen secara struktural. Kurang dapat diterima kanji
hidroksi (HES ) untuk pengantian volume paling mungkin akibat laporan-laporan adanya
koagulasi abnormal yang menyertai subtitusi plasma ini. Laporan laporan tentang HES
yang memperlihatkan koagulasi darah yang terganggu dan kecenderungan perdarahan
yang meningkat sebagian besar berdasarkan pemakaian preparat HES berat molekul
tinggi ( HMW-HES ). Waktu paruh dari 90% partikel HES adalah 17 hari.
Seperti semua koloid lainnya, kanji hidroksietil juga berkaitan dengan reaksi
anafilaktoid yang ringan dengan kekerapan kira-kira 0,006 %. Indikasi pemberian HES
adalah :Terapi dan profilaksis defisiensi volume (hipovolemia) dan syok (terapi
penggantian volume) berkaitan dengan pembedahan (syok hemoragik), cedera (syok
traumatik), infeksi (syok septik), kombustio (syok kombustio). Sedangkan kontra indikasi
adalah : Gagal jantung kongestif berat, Gagal ginjal (kreatinin serum >2 mg/dL dan >177
mikromol/L).Gangguan koagulasi berat (kecuali kedaruratan yang mengancam nyawa).
Dosis penggunaan HES adalah 20 ml/kgBB/hari.

Kontroversi kristaloid versus koloid
Pertanyaan apakah kristaloid atau koloid yang terbaik untuk resusitasi terus
merupakan bahan diskusi dan penelitian. Banyak cairan telah dikaji unruk resusitasi,
antara lain: NaCl 0,9%, Larutan Ringer laktat, NaCl hipertonik, albumin, fraksi protein
murni, plasma beku segar, hetastarch, pentastarch, dan dekstran 70.3,5
Bila problema sirkulasi utama pada syok adalah hipovolemia, maka terapi
hendaknya ditujukan untuk restorasi volume darah dengan cairan resusitasi ideal. Cairan
ideal adalah yang dapat membawa O2. Larutan koloid yang ada terbatas karena ketidak
17

mampuan membawa O2. Darah lengkap marupakan ekspander volume fisiologis dan
komplit, namun terbatas masa simpan yang tidak lama, fluktuasi dalam penyimpanannya,
risiko kontaminasi viral, reaksi alergi dan mahal.
Biarpun larutan koloid tidak dapat membawa O2, namun sangat bermanfaat
karena mudah tersedia dan risiko infeksi relatif rendah. resusitasi hemodinamik lebih
cepat dilaksanakan dengan koloid karena larutan koloid mengekspansikan volume
vaskular dengan lebih sedikit cairan dari pada larutan kristaloid. Sedangkan larutan
kristaloid akan keluar dari pembuluh darah dan hanya ¼ bagian tetap tinggal dalam
plasma pada akhir infus. Larutan kristaloid juga mengencerkan protein plasma sehingga
TOK menurun, yang memungkinkan filtrasi cairan ke interstisiel. Resusitasi cairan
kristaloid dapat pula berakibat pemberian garam dan air yang berlebihan dengan
konsekuensi edema interstitial. Pada kasus perdarahan yang cukup banyak, tetapi yang
tidak memerlukan transfusi, dapat dipakai koloid dengan waktu paruh yang lama
misalnya : Haes steril 6 %.
Bila pasien memerlukan transfusi, selama menunggu darah, kita dapat memberi
koloid dengan BM sekitar 40.000 misalnya : Expafusin, Plasmafusin, Haemaccel,
Gelafundin atau Dextran L. Dengan begitu, manakala darah siap untuk ditransfusikan
sekitar 2 -3 jam kemudian, kita dapat melakukannya langsung, tanpa khawatir terjadi
kelebihan cairan dalam ruang intravaskular.
Tabel 7. Perbandingan Kristaloid dan Koloid3
Keunggulan

Kristaloid
Koloid
1. Lebih mudah tersedia dan 1. Ekspansi volume plasma
murah
tanpa ekspansi interstitial
2. Komposisi serupa dengan
plasma (Ringer asetat/ringer
laktat)

2. Ekspansi volume lebih besar

3. Bisa disimpan di suhu kamar

4. Oksigenasi
baik

4. Bebas dari reaksi anafilaktik
5. Komplikasi minimal
Kekurangan

1. Edema

bisa

3. Durasi lebih lama
jaringan lebih

5. Insiden edema paru dan/atau
edema sistemik lebih rendah

mengurangi 1. Anafilaksis

18

ekspansibilitas dinding dada

2. Koagulopati

2. Oksigenasi
jaringan 3. Albumin bisa memperberat
terganggu
karena
depresi miokard pada pasien
bertambahnya jarak kapiler
syok
dan sel
3. Memerlukan volume 4 kali
lebih banyak

Berikut ini tabel beberapa jenis cairan kristaloid dan kandungan masing- masing :
Nama produk

Na+

K+

Mg+

Cl-

Laktat

Dekstrose (gr/L)

Kalori (Kcal/L)

Ringer laktat

130

4

-

109

28

-

-

NaCl 0,9%

154

-

-

154

-

-

-

Dextrose 5%

-

-

-

-

-

27

108

Berikut ini tabel yang menunjukkan pilihan cairan pengganti untuk suatu
kehilangan cairan yaitu ;
Kandungan rata- rata
Kehilangan

Darah

(mmol/ L)

Cairan pengganti yang sesuai

Na+

K+

140

4

Ringer asetat / RL / NaCl 0,9% / koloid / produk
darah

Plasma

140

4

Ringer asetat / RL / NaCl 0,9% / koloid

Rongga ketiga

140

4

Ringer asetat / RL / NaCl 0,9%

Nasogastrik

60

10

NaCl 0,45% + KCl 20 mEq/L

Sal. Cerna atas

110

5-10

NaCl 0,9% ( periksa K+ dengan teratur )

Diare

120

25

NaCl 0,9% + KCl 20 mEq/L

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, A. Kompartemen Cairan Tubuh: Cairan Ekstraseluler dan Intraseluler.
Dalam: Buku ajar Fisiologi Kedokteran edisi 9. Jakarta: EGC; 1997. hal 375-7.
2. Latief, AS, dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi : Terapi Cairan Pada
Pembedahan. Edisi Kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, FKUI.
2002.
3. Pinnock, Colin, et al. Fundamentals of Anaaesthesia. GMM. 1999.
4. Graber, MA. Terapi Cairan, Elektrolit, dan Metabolik. Edisi 2. Jakarta:
Farmedia. 2003.
5. Aitkenhead, Alan R, et al. Textbook of Anaethesia. Fifth Edition. United
Kingdom : Churchill Livingstone. 2007.
6. Stoelting, Robert K, and Ronald D. miller. Basics of Anesthesia. Fifth edition.
California : Churchill Livingstone. 2007.
7. Evers, AS, and Mervyn Maze. Anesthetic Pharmacology: Physiologic
Principles and Clinical Practice. United Kingdom : Churchill Livingstone.
2004.
8. Morgan, GE, et al. Clinical Aneshesiology : Fluid Management and
Transfusion. Third Edition. New York : Lange Medical Books/McGraw-Hill.
2002.
9. Lyon Lee. Resuscitation Fluids, Disorder of Fluid and Electrolyte Balance.
Oklahoma State University – Center for Veterinary Health. 2006. Tersedia dari ;
http://member.tripod.com/-lyser/ivfs.htm
10. Anonim. Resusitasi Cairan dan Elektrolit. Dalam Buku Pegangan Pelatihan
Bantuan hidup Dasar dan Bantuan Hidup Lanjut bagi Dokter Umum se-Propinsi
Sulawesi Selatan. Makassar: Ikatan Dokter Spesialis Anestesiologi Indonesia
Cabang Sulawesi Selatan; 2000. hal 62-72.

20

11. Anonym.

Electrolyte

Disorders.

Available

from:

URL:

http://www.nejm.article.php. Accessed Desember 14, 2005.
12. Anonym. Fluid and Electrolyte Therapy in Children. Available from: URL:
http://www.bmj.com/merckcourse.htm. Accessed Desember 14, 2005.
13. Anonym.

Fluid

and

Electrolyte

Therapy.

Available

from:

URL:

http://www.cvm.okstate.edu/courses.vmed5412. Accessed Desember 14, 2005.
14. Anonim. Kebutuhan Harian Air dan Elektrolit, gangguan Keseimbangan Air dan
Elektrolit, dan Terapi Cairan. Dalam: Pedoman Cairan Infus edisi revisi VIII.
Jakarta: PT. Otsuka Indonesia; 2003. hal. 16-33.

21